Anda di halaman 1dari 102

A.

Proses Pemberian Obat

1. Rute pemberian obat


a. Obat Oral
1) Pengertian
Pemberian obat per oral adalah memberikan obat yang dimasukkan
melalui mulut.
2) Tujuan
a) Untuk memudahkan dalam pemberian
b) Proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila timbul efek samping
dari obat tersebut dapat segera diatasi
c) Menghindari pemberian obat yang menyebabkan nyeri
d) Menghindari pemberian obat yang menyebabkan kerusakan kulit dan
jaringan
3) Bentuk Sediaan Obat Oral
a) Tablet
Menurut FI Edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung bahan
obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Tablet berbentuk kapsul
umumnya disebut kaplet. Boli adalah tablet besar yang digunakan
untuk obat hewan besar. Etiket tablet harus mencantumkan nama
tablet/zat aktif yang terkandung, jumlah zat aktif (zat berkhasiat) tiap
tablet.
Keuntungan sediaan tablet :
 Volume dan bentuk tablet kecil sehingga mudah dibawa,
disimpan, dan didistribusikan.
 Dapat mengandung zat aktif lebih besar dengan bentuk volume
yang lebih kecil.
 Tablet dalam bentuk kering sehingga kestabilan zat lebih aktif
terjaga
 Dapat dijadikan produk dengan pelepasan yang bsia diatur
 Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air
 Dapat disalut untuk melindungi rasa yang tidak enak dari
sediaan.

Kerugian Sediaan tablet:


 Beberapa pasien tidak dapat menelan obat
 Zat aktif yang higroskopis mudah rusak bila dibuat menjadi
sediaan tablet

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 1


 Untuk obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak
dapat dihilangkan perlu dibuat penyalutan, sehingga proses
pembuatan panjang. (Maryani, S. A, 2013).
b) Larutan Oral
Yaitu sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,
mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan
pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau
campuran kosolven air.
 Sirup
Ada 3 macam sirup yaitu:
 Sirup simplex mengandung 65% gula dalam larutan nipagin
0,25% b/v
 Sirup obat, adalah sirup yang mengandung satu atau lebih
jenisobat dengan atau tanpa zat tambahan digunakan untuk
pengobatan.
 Sirup pembawa bukan obat, tidak mengandung obat tetapi
mengandung zat pewangi, pemberi rasa atau penyedap lain.
Penambahan sirup ini bertujuan untuk menutup rasa atau bau
obat yang tidak enak.

 Netralisasi, saturation dan potio effervescent.

 Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan


mencampurkan bagian asam dan bagian basa sampai reaksi
dan larutan bersifat netral.
 Saturatio adalah obat minum yang dibuat dengan
mereaksikan asam dengan basa tetapi gas yang terjadi
ditahan dalam wadah sehingga larutan jenuh dengan gas.
 potio effervescent adalah saturation yang CO2nya lewat
jenuh. Umumnya asam yang digunakan misalnya asam sitrat,
asam tartrat sedangkan basa yang digunakan misalnya
natrium karbonat dan natri bikarbonat.

 Suspensi

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat


tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi oral adalah
sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan
ditujukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspense dapat

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 2


langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran
yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa
yang sesuai segera sebelum digunakan. Sediaan seperti ini
disebut “untuk suspensi oral”. (Maryani, S. A. (2013)

c) Serbuk
Serbuk/powder adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia
yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau pemakaian
luar. Serbuk oral dapat diberikan dalam bentuk :
 Pulveres/serbuk terbagi, umumnya digunakan untuk obat
minum.

 Pulvis/serbuk tidak berbagi, umumnya untuk obat yang relative


tidak paten, misalnya laksan, antasida, makanan diet.

d) Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam
cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang kapsul
umumnya terbuat dari gelatin tetapi dapat juga terbuat dari pati atau
bahan lain yang sesuai.
4) Indikasi Pemberian Obat Oral
a) Pada pasien yang tidak membutuhkan absorbsi obat secara cepat

b) Pada pasien yang tidak mengalami gangguan pencernaan. (Annama


Jacob, R. R. (2014).
5) Kontraindikasi Pemberian Obat Oral
a) Gangguan pencernaan seperti muntah
b) Motilitas saluran pencernaan yang berkurang
c) Reseksi sebagian saluran pencernaan

6) Prosedur Tindakan
A Tahap Preinteraksi
1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan medis
klien
2. Persiapan alat
1. Kartu / daftar obat pasien
2. Tempat obat / gelas obat
3. Obat (kapsul,tablet,syrup)
4. Baki
5. Air mineral
3. Pastikan prinsip benar obat sudah terpenuhi
4. Cuci Tangan
B. Sikap & Perilaku
Berikan salam, panggil kliendengan namanya dan perkenalkan diri

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 3


Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien dan keluarga
Atur posisi klien agar nyaman
Tanggap terhadap reaksi pasien disemua langkah tindakan
Sabar dan Teliti
C. Tahap Kerja
1. Membagi obat ketempat obat ( obat tetap dalam pembungkus )
sesuai daftar obat
2. Menyiapkan obat cair beserta gelas obat
3. Membawa daftar + obat ke pasien sambil mencocokkan dengan
memanggil nama pasien
4. Mengecek kembali obat satu persatu sambil membuka
pembungkus obat
5. Satu persatu obat diberikan ke pasien serta menunggu sampai
pasien selesai minum
6. Membereskan alat dan mengembalikan alat-alat ketempat
semua
D. Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E. Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta respon
klien
F. Teknik
Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan
kondisi klien.
Bekerja dengan pencegahan infeksi
Bekerja dengan hati – hati dan cermat
Menghargai privasi atau budaya klien
Bekerja secara sistematis

b. Obat Sublingual
1) Pengertian
Obat adalah semua zat baik dari alam (hewan maupun tumbuhan)
atau kimiawi yang dalam takaran (dosis) yang tepat atau layak dapat
menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit atau gejala-
gejalanya.

Obat sublingual adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh


dibawah lidah. ini berarti pil diletakkan di bawah lidah dimana ia akan
larut dan diserap ke aliran darah. Orang tersebut tidak boleh minum
atau makan apapun sampai obat itu hilang.

Meskipun cara ini jarang dilakukan, namun perawat harus mampu


melakukannya. Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat yaitu

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 4


setelah hancur di bawah lidah maka obat segera mengalami absorbsi
ke dalam pembuluh darah. Cara ini juga mudah dilakukan dan pasien
tidak mengalami kesakitan. Pasien diberitahu untuk tidak menelan obat
karena bila ditelan, obat menjadi tidak aktif oleh adanya proses kimiawi
dengan cairan lambung. Untuk mencegah obat tidak di telan, maka
pasien diberitahu untuk membiarkan obat tetap di bawah lidah sampai
obat menjadi hancur dan terserap. Obat yang sering diberikan dengan
cara ini adalah nitrogliserin yaitu obat vasodilator yang mempunyai efek
vasodilatasi pembuluh darah. Obat ini banyak diberikan pada pada
pasien yang mengalami nyeri dada akibat angina pectoris. Dengan cara
sublingual, obat bereaksi dalam satu menit dan pasien dapat
merasakan efeknya dalam waktu tiga menit.

2) Tujuan

Tujuan pemberian obat secara umum yaitu untuk menghilangkan rasa


nyeri dan menyembuhkan penyakit yang diderita oleh klien.
Tujuan pemberian obat secara sublingual sendiri adalah agar efek
yang ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh darah dibawah lidah
merupakan pusat dari sakit. Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat
yaitu setelah hancur di bawah lidah maka obat segera mengalami
absorbsi ke dalam pembunuh darah. Cara ini juga mudah dilakukan dan
pasien tidak mengalami kesakitan. Selain itu, tujuan untuk memperoleh
efek lokal dan sistemik, memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat
dibandingkan secara oral dan menghindari kerusakan obat oleh hepar.

3) Prosedur tindakan
A Tahap Kerja
1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan peralatan:
a. Obat-obatan (k/p) sublingual.contoh : nitroglisering
b. Tempat obat/baki
c. Kartu atau buku rencana pengobatan
3. Cuci tangan
4. Pastikan prinsip 6 benar sudah terpenuhi
B Sikap dan Perilaku

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 5


1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada klien dan keluarga
3. Beri kesempatan klien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
5. Teruji tanggap terhadap reaksi klien
6. Teruji sabar dan teliti
C Tahap kerja
1. Mengkaji kemampuan klien untuk minum obat
2. Periksa kembali order pengobatan (nama klien, dosis dll)
3. Ambil obat sesuai keperluan
4. Meletakan obat dibawah lidah klien (obat tidak boleh
ditelan)
5. Biarkan obat berada di bawah lidah sampai habis dan
diarbsorbsi seluruhnya

D Tahap terminasi
1. Evalusai hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcemen positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
respon klien

F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati-hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistemik

c. Obat Bukal
1) Pengertian
Pemberian obat secara bukal adalah memberika obat dengan cara
meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa diantara pipi.
Dalam pemberian obat secara bucal, obat diletakkan antara gigi
dengan selaput lendir pada pipi bagian dalam. Seperti pada pemberian
secara sublingual, pasien dianjurkan untuk membiarkan obat pada
selaput lendir pipi bagian dalam sampai obat hancur dan diabsorbsi.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 6


Kerja sama pasien sangat penting dalam pemberian obat cara ini karena
biasanya pasien akan menelan yang akan menyebabkan obat menjadi
tidak efektif.
Cara pemberian ini jarang dilakukan dan pada saat ini hanya
jenis preparat hormone dan enzim yang menggunakan metode ini
misalnya hormone polipeptida oksitosin pada kasus obstetric. Hormone
oksitosin mempunyai efek meningkatkan tonus serta motalitas otot uterus
dan digunakan untuk memacu kelahiran pada kasus- kasus tertentu
(Rodman dan Smith, 1979).
2) Tujuan
a. Mencegah efek lokal dan sistemik
b. Untuk memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat dibandingkan
secara oral
c. Untuk menghindari kerusakan obat oleh hepar.
3) Indikasi
Klien dengan penyakit jantung
4) Kontraindikasi
a. Memiliki gangguan fungsi gastrointestinal,
b. motilitas menurun (misalnya setelah anestesigeneral(,
c. pasca operasi sistim gastrointestinal.
d. klien dengan gastric suction.
5) Prosedur Tindakan
A Tahap Kerja
1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan peralatan:
 Obat-obatan
 Tempat obat/baki
 Tongspatel (jika perlu)
 Kassa untuk membungkus tongspatel
 Sarung tangan
3. Kartu atau buku rencana pengobatan
4. Cuci tangan
Pastikan prinsip 6 benar sudah terpenuhi
B Sikap dan Perilaku
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada klien dan keluarga
3. Beri kesempatan klien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
5. Teruji tanggap terhadap reaksi klien

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 7


6. Teruji sabar dan teliti
C Tahap kerja
1. Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya
kerja dan tempat pemberian.
2. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
3. Meletakan obat diantara gusi dan selaput mukosa pipi
sampai habis diabsorbsi seluruhnya
4. Memberitahu klien supaya tidak menelan obat

D Tahap terminasi
1. Evalusai hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcemen positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
respon klien

F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati-hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistemik

d. Pemberian obat melalui kulit


1) Pengertian
Merupakan cara memberikan obat pada kulit dengan mengoleskan
bertujuan mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan kulit,
mengurangi iritasi kulit, atau mengatasi infeksi. Pemberian obat kulit
dapat bermacam-macam seperti krim, losion, aerosol, dan sprei.

2) Tujuan
a. Membersihkan telinga dari kotoran, nanah, benda asing.
b. Mengobati peradangan, infeksi atau rasa sakit pada telinga.
c. Untuk melunakkan serumen agar mudah diambil

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 8


3) Pemberian obat topikal pada kulit
Pemberian obat topikal pada kulit merupakan cara memberikan
obat pada kulit dengan mengoleskan obat yang akan diberikan.
Pemberian obat topikal pada kulit memiliki tujuan yang lokal, seperti
pada superficial epidermis. Obat ini diberikan untuk mempercepat
proses penyembuhan, bila pemberian per-oral tidak dapat mencapai
superficial epidermis yang miskin pembuluh darah kapiler. Efek sistemik
tidak diharapkan pada pemberian obat topikal pada kulit ini. Apabila
terjadi kerusakan kulit setelah penggunaan obat topikal pada kulit, maka
kemungkinan besar efek sistemik akan terjadi.
Pemberian obat topikal pada kulit terbatas hanya pada obat-obat
tertentu karena tidak banyak obat yang dapat menembus kulit yang
utuh. Keberhasilan pengobatan topical pada kulit tergantung pada:
a. Umur
b. Pemilihan agen topikal yang tepat
c. Lokasi dan luas tubuh yang terkena atau yang sakit
d. Stadium penyakit
e. Konsentrasi bahan aktif dalam vehikulum
f. Metode aplikasi
g. Penentuan lama pemakaian obat
Faktor-faktor yang berperan dalam penyerapan obat, diantaranya
adalah2:
a. Keadaan stratum korneum yang berperan sebagai sawar kulit untuk
obat.
b. Oklusi, yaitu penutup kedap udara pada salep berminyak yang
dapat meningkatkan penetrasi dan mencegah terhapusnya obat
akibat gesekan, usapan serta pencucian. Namun dapat
mempercepat efek samping, infeksi, folikulitis dan miliaria jika
penggunaannya bersama obat atau kombinasinya tidak tepat.
c. Frekuensi aplikasi, seperti pada obat kortikosteroid yang
kebanyakan cukup diaplikasikan satu kali sehari, serta beberapa
emolien (krim protektif) yang akan meningkat penyerapannya
setelah pemakaian berulang, bukan karena lama kontaknya.
d. Kuantitas obat yang diaplikasi
e. Jumlah pemakaian obat topikal pada kulit ini harus cukup, jika
pemakaiannya berlebihan justru malah tidak berguna. Jumlah yang
akan dipakai, sesuai dengan luas permukaan kulit yang terkena

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 9


infeksi (setiap 3% luas permukaan kulit membutuhkan 1 gram krim
atau salep).
Faktor lain
Faktor lain seprti peningkatan penyerapan, dapat terjadi apabila:
 Obat dipakaikan dengan cara digosok sambil dipijat perlahan
 Dioles searah dengan pertumbuhan folikel rambut
 Ukuran partikel obat diperkecil
 Sifat kelarutan dan penetrasi obat diperbaiki
 Konsentrasi obat yang diberikan tepat
Contoh obat topikal untuk kulit :
 Anti jamur : ketoconazol, miconazol, terbinafin
 Antibiotik : oxytetrasiklin
 Kortikosteroid : betametason, hidrokortison

4) Prosedur tindakan
A Tahap Kerja
1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan peralatan:
 Obat-obatan Obat topikal sesuai yang dipesankan
(krim, salep, lotion, lotion yang mengandung
suspensi, bubuk atau powder, spray aerosol)
 Tempat obat/baki
 Sarung tangan
3. Kartu atau buku rencana pengobatan
4. Cuci tangan
Pastikan prinsip 6 benar sudah terpenuhi
B Sikap dan Perilaku
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada klien dan keluarga
3. Beri kesempatan klien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
5. Teruji tanggap terhadap reaksi klien
6. Teruji sabar dan teliti
C Tahap kerja
1. Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya
kerja dan tempat pemberian.
2. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
3. Inspeksi kondisi kulit. Cuci area yang sakit, lepaskan
semua debris dan kerak pada kulit

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 10


4. Oleskan agen topikal
Krim, salep dan losion yang mengandung minyak
a. Letakkan satu sampai dengan dua sendok teh obat di
telapak tangan kemudian lunakkan dengan menggosok
lembut diantara kedua tangan
b. Usapkan merata diatas permukaan kulit, lakukan
gerakan memanjang searah pertumbuhan bulu.
c. Jelaskan pada klien bahwa kulit dapat terasa berminyak
setelah pemberian
Lotion mengandung suspensi
a. Kocok wadah dengan kuat
b. Oleskan sejumlah kecil lotion pada kassa balutan atau
bantalan kecil
c. Jelaskan pada klien bahwa area akan terasa dingin dan
kering
Bubuk
a. Pastikan bahwa permukaan kulit kering secara
menyeluruh
b. Regangkan dengan baik lipatan bagian kulit seperti
diantara ibu jari atau bagian bawah lengan
c. Bubuhkan secara tipis pada area yang bersangkutan
Spray aerosol
a. Kocok wadah dengan keras
b. Baca label untuk jarak yang dianjurkan untuk memegang
spray menjauhi area (biasanya 15-30 cm)
c. Bila leher atau bagian atas dada harus disemprot, minta
klien untuk memalingkan wajah dari arah spray.
d. Semprotkan obat dengan cara merata pada bagian yang
sakit
Rapikan kembali peralatan yang masih dipakai, buang
peralatan yang sudah tidak digunakan pada tempat yang
sesuai
Cuci tangan
D Tahap terminasi
1. Evalusai hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcemen positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
respon klien

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 11


F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati-hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistemik

e. Pemberian obat melalui telinga


1) Pengertian
Pemberian obat telinga adalah sediaan yang ditujukkan untuk
pengobatan telinga, dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga,
pebawaanya bukan air, atau memasukan sejumlah kecil obat kedalam
saluran telinga. Obat yang diberikan dapat berupa antibiotik
(tetes/salep).
5) Tujuan
a. Membersihkan telinga dari kotoran, nanah, benda asing.
b. Mengobati peradangan, infeksi atau rasa sakit pada telinga.
c. Untuk melunakkan serumen agar mudah diambil

6) Indikasi
Otitis eksternal akut dan kronis
7) Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap salah satu komponen dalam obat
8) Prosedur Tindakan
A Tahap Pre Interaksi
1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan medis
klien
2. Siapkan alat-alat:
a. Bak instrumen (kapas lidi, kain kassa, spekulum telinga,
pinset telinga)
b. Obat telinga didalam tube atau botol
c. Pipet bila perlu
d. Lampu dahhi/senter
e. Kapas basah steril
f. Sarung tangan
g. Bengkok
3. Cuci tangan
B Sikap & Perilaku
1. Berikan salam, perkenalkan diri kepada keluarga pasien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
kepada keluarga
3. Atur posisi klien agar nyaman saat tindakan

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 12


4. Sabar & Teliti
C Tahap Kerja
1. Pertahankan privasi pasien selama tindakan
2. Menyiapkan alat dan mendekatkan ke pasien
3. Atur posisi berbaring dengan posisi telinga yang sakit diatas
4. Menggunakan sarung tangan

5. Kaji keadaan daun telinga dalam saluran telinga bagian luar


(kemerahan, lecet, kotoran, benda asing)
6. Lepaskan perhiasan dan barang berharga dihadapan
keluarga. Beri label identitas.
7. Bersihkan daun telinga dengan kapas basah
8. Menyiapkan obat tetes telinga

9. Menghangatkan obat dengan tanan atau memasukan botol


dalam cairan hangat selama beberapa detik
10. Membuka dan meluruskan daun telinga
11. Meneteskan obat pada sisi telinga
12. Menekan tragus beberapa kali untuk membantu obat masuk
13. Menganjurkan pasien tetap berbaring miring kurang lebih 5
menit
14. Memasang kapas kering pada lubang telinga (tidak ditekan)
selama 15-20 menit
15. Membereskan peralatan
16. Melepaskan sarung tangan
17. Cuci tangan
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Mengakhiri pertemuan dengan baik
3. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan

F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan
kondisi klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

f. Pemberian obat melalui hidung


1) Pengertian
Pemberian obat melalui hidung adalah proses dimana suatu cairan
dimasukan ke dalam rongga hidung tetes demi tetes.
2) Tujuan
a. Mengobati alergi
b. Mengobati infeksi sinus
c. Mengobati bendungan nasal

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 13


d. Memberikan anestesi lokal
3) Indikasi
a. Pilek
b. Rinitis alergi, laringitis, faringitis, diagnosa dekongesti lapisan
mokusa
c. Mempermudah tindakan rinoskopi
4) Kontraindikasi
a. Glakoma
b. Pasien dengan trans sfenodial
c. Hipofisektomi atau yang menjalani operasi s/d durameter
d. Inflamasi kulit dan mokusa dari vestibulum nasal dengan inkrustasi
5) Prosedur Tindakan
A Tahap Pre Interaksi
1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan medis
klien
2. Siapkan alat-alat:
a. Botol obat dengan penetes steril
b. Sarung tangan sekali pakai
3. Cuci tangan
B Sikap & Perilaku
1. Berikan salam, panggil kliendengan namanya dan
perkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga
3. Atur posisi klien agar nyaman
4. Tanggap terhadap reaksi pasien disemua langkah tindakan
5. Sabar dan teliti
C Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Sediakan asisten k/p, untuk mencegah cedera pada bayi dan
anak kecil
3. Bawa alat ke dekat pasien
4. Atur posisi klien berbaring, supinasi dengan kepala
hiperekstensi diatas bantal ( untuk pengobatan sinus etmoid
dan sfenoid) atau posisi supinasi dengan kepala
hiperekstensi dan miring kesamping ( untuk pengobatan
sinus maksilar dan frontal )
5. Bersihkan lubang hidung
6. Gunakan sarung tangan bila dicurigai terdapat infeksi
7. Masukkan sejumlah tetes obat yang tepat pada bagian
tengah konka superior tulang etmoidalis
8. Minta klien untuk tetap berada pada posisi ini selama 1 menit
9. Kaji respons klien
10.Kaji karakter dan jumlah pengeluaran, adanya
ketidaknyamanan dan sebagainya. Lakukan segera setelah
obat dimasukkan dan ulangi lagi pada saat efek obat telah
bekerja
11. Rapikan alat dan buang peralatan yang sudah tidak dipakai

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 14


D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan
E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
respon klien
F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

g. Pemberian obat melalui vaginal


1) Pengertian
Pemberian obat secara vagina, merupakan tindakan memasukkan
obat melalui vagina, untuk mendapatkan efek terapi obat dan mengobati
vagina atau serviks. Obat tersedia dalam bentuk krim dan supositoria
yang digunakan untuk mengobati infeksi lokal.
2) Tujuan
a. Untuk menghilangkan rasa nyeri, rasa terbakar dan ketidak nyamanan
pada vagina
b. Untuk mendapatkan efek terapi obat dan mengurangi peradangan
c. Untuk menghilangkan rasa gatal pada vagina
d. Untuk mengobati infeksi pada vagina
e. Untuk mengurangi peradangan
3) Indikasi
a. Pembatasan mobilitas
b. Adanya dehidrasi infeksi atau obstruksi persalinan
c. Pengaruh suhu tubuh terhadap distribusi dan absorbs obat
d. Penggunaan alat kontrasepsi
4) Kontraindikasi
Perawat tidak boleh melakukan pemeriksaan vagina pada keadaan :
a. Menstruasi
b. Khusus pada pasien partus antara lain
 Pendarahan
 Plasenta previa
 Ketuban pecah dini
 Persalinan preterm
5) Prosedur tindakan
A PRE INTERAKSI
1. Siapkan peralatan:

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 15


a. Obat berbentuk suppositoria atau krim
b. Kartu obat
c. Bengkok
d. Bak Instumen
e. Pengalas
f. Handscoon bersih
g. Vaselin / pelumas untuk obat suppositoria
h. Kain kasa
i. Korentang
j. Kapas sublimat/ DTT
k. Sampiran
2. Pastikan prinsip 6 benar sudah terpenuhi
3. Cuci tangan
B Sikap dan Perilaku
1. Beri salam dan memperkenalkan diri
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
3. Posisikan klien dengan baik
4. Tanggap terhadap reaksi klien
5. Sabar dan teliti
C Tahap kerja
1. Tawarkan klien untuk bak atau bab
2. Bantu melepaskan pakaian bagian bawah
3. Atur posisi klien dorsal recumbent
4. Pasang pengalas dibawah bokong klien
5. Letakkan bengkok di depan vagina
6. Buka bungkus kapsul supositoria dan letakan dibak
instrumen, ambil kasa dengan menggunakan korentang
dan letakan kedalam bak instrumen kemudian keluarkan
pelumas diatas kasa
7. Pakai handscoon
8. Bersihkan vulva dan introitus vagina dengan kapas DTT
9. Olesi ujung obat suppositoria dengan pelumas
10. Buka labia minora agar tampak introitus vagina
11. Masukkan obat suppositoria ke dalam vagina ± 7,5 – 10 cm
perlahan-lahan sambil mintaklien menarik napas panjang
12. Bersihkan daerah sekitar introitus dan labia dengan kasa.
13. Anjurkan klien untuk tetap dalam posisi selama sepuluh
menit agar obat bereaksi
14. Angkat pengalas dari bawah bokong klien
15. Rapikan pakaian klien dan membereskan alat-alat
D Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Akhiri pertemuan dengan baik
4. Lepaskan hands scone kedalam lar.klorin 0,5%
5. Cuci tangan
E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
respon klien

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 16


F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

h. Pemberian obat melalui inhalasi


1) Pengertian
Pemberian obat secara inhalasi adalah pengobatan dengan cara
memberi obat untuk dihirup agar dapat langsung masuk menuju paru-
paru sebagai organ sasaran obatnya. Pemberian per inhalasi adalah
pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui
hirupan, sistem pemberian obatnya dengan cara menghirup obat
dengan bantuan alat tertentu, misalnya nebulizer. Nebulizer adalah
suatu jenis cara inhalasi dengan menggunakan alat pemecah obat
untuk menjadi bagian-bagian seperti hujan/uap untuk dihisap.
2) Tujuan
a. Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas
b. Mengencerkan sputum
c. Selaput lendir tetap dalam keadaan lembab
d. Pernafasan menjadi lega
e. Pembengkakan selaput lendir menjadi berkurang
3) Indikasi
a. Sesak nafas dan batuk
b. Broncho pnemonia
c. Ppom (bronchitis, emfisema)
d. Asma bronchial
e. Rhinitis dan sinusitis
f. Paska tracheostomi
g. Pilek dengan hidung sesak dan berlendir
h. Selaput lendir mengering
i. Iritasi kerongkongan, radang selaput lendir saluran pernafasan
bagian atas
4) Kontraindikasi

Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Indikasi relatif
pada pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang
digunakan.
5) Prosedur Tindakan

A Tahap Kerja
1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan peralatan:

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 17


a. Mesin nebulizer yang di isi aquadest sesuai ukuran
b. Spuit
c. Obat ventolin dan combiven
d. Aquadest
3. Cuci tangan
B Sikap dan Perilaku
7. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
8. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada klien dan keluarga
9. Beri kesempatan klien untuk bertanya
10. Atur posisi klien agar nyaman
11. Teruji tanggap terhadap reaksi klien
12. Teruji sabar dan teliti
C Tahap kerja
1. Menghidupkan mesin nebulizer
2. Mengatur waktu pemberian (10-15 menit)
3. Mengarahkan sungkup alat ke wajah klien
4. Setelah selesai, matikan mesin nebulizer
5. Bereskan dan merapikan alat serta klien

D Tahap terminasi
5. Evalusai hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
6. Beri reinforcemen positif pada klien
7. Mengakhiri pertemuan dengan baik
8. Cuci tangan

E Dokumentasi
9. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
respon klien

F Teknik
6. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien
7. Bekerja dengan pencegahan infeksi
8. Bekerja dengan hati-hati dan cermat
9. Menghargai privasi atau budaya klien
10. Bekerja secara sistemik

i. Pemberian obat melalui rektal


1) Pengertian
Memberikan obat melalui rektum merupakan pemberian obat dengan
memasukkan obat melalui anus dan kemudian rektum, dengan tujuan
memberikan efek lokal dan sistematik. Tindakan pengobatan ini disebut

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 18


pemberian obat supositoria yang bertujuan untuk mendapat efek terapi
obat, menjadikan lunak pada daerah feses, dan merangsang buang air
besar.

2) Tujuan
a) Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik

b) Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan


3) Indikasi
a) Untuk pengobatan konstivasi, wasir
b) Untuk efek sistematik seperti mual dan muntah
4) Kontraindikasi
Pada pasien yang mengalami pembedahan rektal
5) Efek Samping
a) Terjadinya gangguan pada saluran pencernaan seperti rasa tidak
nyaman atau kram perut.

a) Pada penggunaan jangka panjang, obat ini dapat menyebabkan diare


dan efek samping yang terkait diare seperti hipokalemia.

b) Sediaan suppositoria bisa menyebabkan iritasi lokal, terutama pada


pasien yang peka terhadap polyethylene glycol (PEG).

6) Prosedur Tindakan

A Tahap Kerja
1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan peralatan:

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 19


 Obat Suppositoria
 Tempat obat/baki
 Tisu
 Perlak
 Sarung tangan
 Sampiran
3. Kartu atau buku rencana pengobatan
4. Cuci tangan
Pastikan prinsip 6 benar sudah terpenuhi
B Sikap dan Perilaku
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada klien dan keluarga
3. Beri kesempatan klien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
5. Teruji tanggap terhadap reaksi klien
6. Teruji sabar dan teliti
C Tahap kerja
1. Atur posisi klien dengan posisi sims
2. Pasang pengalas dibawah bokong klien
3. Letakkan bengkok di bawah anus
4. Buka bungkus kapsul supositoria
5. Pakai handsscone dan mengolesi ujung obat
suppositoria
6. Regangkan glutea dengan tangan yang dominan
kemudian masukkan obat ke dalam rectum ± 7 – 8 cm,
sampai melewati spingter ani interna ( sambil anjurkan
klien bernafas melalui mulut, agar spingter rileks)
7. Tarik jari telunjuk keluar, dan tahan bokong
kliendengan ibu jari dan jari telunjuk dan Sarankan klien
untuk menahan supositoria agar tidak mengejan, atau
klien di anjurkan istirahat baring ± 20 menit.
8. Bersihkan daerah anus dengan tissu
9. Angkat pengalas dari bawah bokong klien
10. Rapikan pakaian klien dan bereskan alat-alat

D Tahap terminasi
1. Evalusai hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcemen positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
respon klien

F Teknik

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 20


1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati-hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistemik

j. Pemberian obat parenteral


1) Suntikan Intravena (IV)
a) Pengertian
Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam
waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah
tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya
singkat.Cara ini digunakan untuk mencapai penakaran yang tepat
dan dapat dipercaya, atau efek yang sangatcepat dan kuat tidak
untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan
dengan protein atau butiran darah.
b) Tujuan

 Digunakan untuk keadaan darurat pada passien kritis yang tidak


stabil
 Mendapatkan efek obat dengan segera dan maksimal (Jacob
A,dkk 2014

c) Lokasi yang digunakan untuk penyuntikan :

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 21


NO Vena Karakteristik
1 Pada lengan
(vena mediana
cubiti / vena
cephalica )

2 Pada tungkai
(vena
saphenosus)

3 Pada leher (vena


jugularis) khusus
pada anak

4 Pada kepala
(vena frontalis,
atau vena
temporalis)
khusus pada
anak

d)
Prosedur Tindakan

A Tahap Pre Interaksi


1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan alat-alat
a. Spuit dan jarum steril sesuai kebutuhan
b. Kapas alkohol 70%
c. Obat injeksi yang diperlukan (vial/ampul)
d. Aquadest steril untuk mengencerkan obat (k/p)
e. Perlak
f. Torniquet
g. Bengkok

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 22


h. Sarung tangan bersih
i. Plester
j. Bak spuit
k. Baki obat
l. Daftar obat injeksi
m. Jarum tambahan
3. Cuci tangan
B Sikap dan Perilaku
5. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
6. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada klien dan keluarga
7. Beri kesempatan klien untuk bertanya
8. Atur posisi klien agar nyaman
9. Teruji tanggap terhadap reaksi klien
10. Teruji sabar dan teliti
C Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Menyiapkan obat sesuai kebutuhan
3. Perawat menggunakan sarung tangan
4. Menentukan lokasi suntikan
5. Meletakkan perlak kecil dibawah lengan yang akan
dilakukan punksi
6. Melakukan pembendungan dengan torniquet
7. Mendesinfeksi lokasi tusukan dengan kapas alkohol 70%
8. Menusukkan jarum injeksi pada lokasi tusukan dengan
sudut
150 - 300
9. Melakukan aspirasi
10.Melepaskan torniquet
11. memasukkan obat secara perlahan-lahan
12.Mencabut jarum injeksi sambil menekan lokasi penusukan
dengan kapas alkohol
13.Memplester bekasi lokasi penusukan
14.Mengobservasi reaksi obat
15.Merapikan klien dan membereskan alat-alat
- Buang spuit dan jarum yang telah digunakan ke dalam
bengkok
- Lepas sarung tangan
- Bereskan alas
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 23


beserta respon klien

F Teknik
6. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien.
7. Bekerja dengan pencegahan infeksi
8. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
9. Menghargai privasi atau budaya klien
10. Bekerja secara sistematis

2) Suntikan Intracutan (IC)


a) Pengertian
Merupakan pemberian obat melalui jaringan intrakutan ini
dilakukan di bawah dermis atau epidermis. Perawat biasanya
member injeksi intrakutan untuk uji kulit. Karena keras, obat intra
dermal disuntikkan kedalam dermis. Karena suplai darah lebih
sedikit, absorbs lambat. Pada uji kulit perawat harus mampu
melihat tempat injeksi dengan tepat supaya dapat melihat
perubahan warna dan integritas kulit. Daerahnya harus bersih dari
luka dan relatif tidak berbulu. Lokasi yang ideal adalah lengan
bawah dalam dan punggung bagian atas.
b) Tujuan
Tujuan injeksi intra cutan untuk mengetahui sensitivitas tubuh
terhadap obat yang disuntikan agar menghindarkan pasien dari
efek alergi obat (dengan skin test), menentukan diagnosa terhadap
penyakit tertentu (misalnya tuberculin tes)

c) Lokasi injeksi intracutan:

Pada lengan bawah bagian dalam,dada atas dan punggung


dibawah skapula. Lengan kiri umumnya digunakan untuk

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 24


penapisan TBC dan lengan kanan digunakan untuk semua
pemeriksaan lain.

d) Prosedur tindakan

A Tahap Pre Interaksi


4. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam
catatan medis klien
5. Siapkan alat-alat
a. Spuit dan jarum steril sesuai kebutuhan
b. Kapas alkohol 70%
c. Obat injeksi yang diperlukan (vial/ampul)
d. Aquadest steril untuk pelarut (k/p)
e. Gergaji ampul kalau perlu
f. Sarung tangan bersih
g. Bak spuit
h. Baki injeksi
i. Daftar obat injeksi
j. Jarum tambahan
k. Tempat sampah dan tempat jarum bekas
6. Cuci tangan
B Sikap dan Perilaku
11. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
12. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarga
13. Beri kesempatan pasien untuk bertanya
14. Atur posisi klien agar nyaman
15. Teruji tanggap terhadap reaksi pasien
16. Teruji sabar dan teliti
C Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Menghisap obat kedalam spuit sesuai program
3. Mengeluarkan udara dari spuit
4. Perawat mengenakan sarung tangan
5. Menentukan lokasi suntikan
6. Mendesinfeksi lokasi tusukan dengan kapas alkohol
70%
7. Menusukkan jarum injeksi pada lokasi tusukan dengan
sudut 150
8. Mengontrol jarum suntik mencapai posisi yang tepat
9. Memasukkan obat secara perlahan-lahan
10.Mencabut jarum injeksi dari lokasi suntikan dan tidak
melakukan massage

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 25


11. Memberi tanda pada lokasi suntikan
12.Merapikan klien dan membereskan alat-alat
- Buang spuit dan jarum yang telah digunakan ke
dalam bengkok
- Lepas sarung tangan
- Bereskan alas

D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan
beserta respon klien

F Teknik
11. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien.
12. Bekerja dengan pencegahan infeksi
13. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
14. Menghargai privasi atau budaya klien
15. Bekerja secara sistematis

3) Suntikan Intramuskular (IM)

a) Pengertian
Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Rute IM
memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat dari pada rute SC
karena pembuluh darah lebih banyak 3 terdapat di otot. Bahaya
kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot yang dalam
tetapi bila tidak berhati-hati akan nada resiko menginjeksi obat
langsung kepembuluh darah. Denggan injeksi di dalam otot, seringkali
digunakan larutan atau suspense dalam minyak, umpamanya
suspense penisilin dan hormone kelamin.
b) Tujuan
Absorbsi obat yang diberikan lebih cepat karena vaskularisasi otot

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 26


c) Lokasi Penyuntikan

No Area penyuntikan Gambar


1 Pada daerah legan atas
(deltoid)

2 Pada daerah
dorsogluteal (gluteus
maximus)

3 Pada daerah
ventrogluteal (gluteus
medius)

4 Pada daerah bagian luar


(vastus lateralis)

5 Pada daerah paha


bagian depan (Rectus
Femoris)

d) Prosedur Tindakan

A Tahap Pre Interaksi

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 27


1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan alat-alat
a. Spuit dan jarum steril sesuai kebutuhan
b. Kapas alkohol 70%
c. Obat injeksi yang diperlukan (vial/ampul)
d. Aquadest steril untuk pengencer obat (k/p)
e. Kasa steril untuk membuka ampul
f. Gergaji ampul kalau perlu
g. Sarung tangan bersih
h. Bak spuit
i. Baki injeksi
j. Daftar obat injeksi
k. Jarum tambahan
l. Tempat sampah dan tempat jarum bekas
3. Cuci tangan
B Sikap dan Perilaku
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada klien dan keluarga
3. Beri kesempatan klien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
5. Teruji tanggap terhadap reaksi klien
6. Teruji sabar dan teliti
C Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Menghisap obat kedalam spuit sesuai program
3. Mengeluarkan udara dari spuit
4. Perawat mengenakan sarung tangan
5. Menentukan lokasi suntikan
6. Mendesinfeksi lokasi tusukan dengan kapas alkohol
70%
7. Menusukkan jarum injeksi pada lokasi tusukan
dengan sudut 900
8. Mengontrol jarum suntik mencapai posisi yang tepat
9. Melakukan aspirasi
10. Memasukkan obat secara perlahan-lahan
11. Mencabut jarum injeksi, massage lokasi penusukan
dengan kapas alkohol 70%
12. Merapikan klien dan membereskan alat-alat
- Buang spuit dan jarum yang telah digunakan ke
dalam bengkok
- Lepas sarung tangan
- Bereskan alas

D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 28


4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan
beserta respon klien

F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

4) Suntikan Subcutan (SC)

1) Tujuan
Merupakan pemberian obat melalui suntikan ke area bawah kulit
yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis. Injeksi di
bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak
merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak
secepat injeksi intramuscular atau intravena. Mudah dilakukan
sendiri, misalnya insulin pada penyakit gula. Tempat yang paling
tepat untuk melakukan injeksi subkutan meliputi area vascular di
sekitar bagian luar lengan atas, abdomen dari batas bawah kosta
sampai Krista iliaka, dan bagian anterior paha. Tempat yang paling
sering di rekomendasikan untuk injeksi heparin adalah
abdomen.Tempat yang lain meliputi daerah scapula di punggung
atas dan daerah ventral atasatau gluteus dorsal. Tempat yang dipilih
ini harus bebas dari infeksi, lesikulit, jaringan perut, tonjolan tulang,
dan otot saraf atau saraf besar di bawahnya.
2) Tujuan
Obat menyebar dan diserap oleh tubuh secara perlahan-lahan

3) Lokasi Penyuntikan

 Perut bawah (abdomen posterior)


 Area scapula pada punggung atas
 Paha atas(Paha anterior)
 Daerah ventrogluteal dan dorsogluteal bagian atas

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 29


(Emil Huriani, S. M. 2014)
d) Prosedur Tindakan
A Tahap Pre Interaksi
1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan alat-alat
a. Spuit dan jarum steril sesuai kebutuhan
b. Kapas alkohol 70%
c. Obat injeksi yang diperlukan (vial/ampul)
d. Kasa steril untuk membuka ampul
e. Gergaji ampul k/p
f. Sarung tangan bersih
g. Bak spuit
h. Baki injeksi
i. Daftar obat injeksi
j. Jarum tambahan
k. Tempat sampah dan tempat jarum bekas
3. Cuci tangan
B Sikap dan Perilaku
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga
3. Beri kesempatan pasien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
5. Teruji tanggap terhadap reaksi pasien
6. Teruji sabar dan teliti
C Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Menghisap obat kedalam spuit sesuai program
3. Mengeluarkan udara dari spuit
4. Perawat mengenakan sarung tangan
5. Menentukan lokasi suntikan
6. Mendesinfeksi lokasi tusukan dengan kapas alkohol 70%
7. Menusukkan jarum injeksi pada lokasi tusukan dengan sudut
450
8. Mengontrol jarum suntik mencapai posisi yang tepat
9. Melakukan aspirasi
10. Memasukkan obat secara perlahan-lahan
11. Mencabut jarum injeksi sambil sedikit menekan lokasi
penusukan dengan kapas alkohol
12. Merapikan klien dan membereskan alat-alat
- Buang spuit dan jarum yang telah digunakan ke dalam
bengkok

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 30


- Lepas sarung tangan
- Bereskan alas

E Dokumentasi
Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta respon
klien

F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan
kondisi klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

B. Persiapan untuk pemeriksaan diagnostik


1. USG
a. Pengertian

Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan dalam bidang penunjang


diagnostik yang memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi
yang tinggi dalam menghasilkan imajing, tanpa menggunakan radiasi, tidak
menimbulkan rasa sakit (non traumatic), tidak menimbulkan efek samping
(non invasif).Selain itu ultrasonografirelatif murah, pemeriksaannya relatif
cepat,dan persiapan pasien serta peralatannya relatif mudah. Gelombang
suara ultrasound memiliki frekuensi lebih dari 20.000Hz, tapi yang
dimanfaatkan dalam teknik ultrasonography (kedokteran) hanya gelombang
suara dengan frekuensi 1-10 MHz

Ultrasound pertama kali digunakan sesudah perang dunia I, dalam


bentuk radar atau teknik sonar( sound navigation and ranging ) oleh
Langevin tahun 1918 untuk mengetahui adanya ranjau-ranjau atau adanya
kapal selam. Namun seiring berkembangnya zaman dan teknologi,
ultrasond sekarang juga digunakan di bidang kesehatan dan disebut
ultrasonography (USG).

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 31


b. Tujuan

Manfaat dari ultrasonografi adalah untuk pemeriksaan kanker pada hati


dan otak, melihat janin di dalam rahim ibu hamil, melihat pergerakan serta
perkembangan sebuah janin, mendeteksi perbedaan antar jaringan-jaringan
lunak dalam tubuh, yang tidak dapat dilakukan oleh sinar x, sehingga
mampu menemukan tumor atau gumpalan lunak di tubuh manusia.
Selain manfaat di atas, ultrasonografi dimanfaaatkan untuk memonitor
laju aliran darah.Pulsa ultrasonik berfrekuensi 5 – 10 MHZ diarahkan
menuju pembuluh nadi,dan suatu reciever akan menerima signal hamburan
gelombang pantul. Frekuensi pantulan akan bergantung pada gerak aliran
darah. Tujuannya untuk mendeteksi thrombosis(penyempitan pembuluh
darah) yang menyebabkan perubahan laju aliran darah
c. Komponen USG
1) Pulser adalah alat yang berfungsi sebagai penghasil tegangan untuk
merangsang kristal pada transducer dan membangkitkan pulsa
ultrasound.
2) Transducer adalah alat yang berfungsi sebagai transmitter (pemancar)
sekaligus sebagai recevier (penerima). Dalam fungsinya sebagai
pemancar, transducer merubah energi listrik menjadi energi mekanik
berupa getaran suara berfrekuensi tinggi. Fungsi recevier pada
transducer merubah energi mekanik menjadi listrik.
3) Tabung sinar katoda adalah alat untuk menampilkan gambaran
ultrasound. Pada tabung ini terdapat tabung hampa udara yg memiliki
beda potensial yang tinggi antara anoda dan katoda.
4) Printer adalah alat yang digunakan untuk mendokumentasikan gambaran
yang ditampilkan oleh tabung sinar katoda.
5) Display adalah alat peraga hasil gambaran scanning pada TV monitor
d. Kelemahan dan Kelebihan USG
Kelemahan:
1) Dapat ditahan oleh kertas tipis.
2) Antara tranducer (probe) dengan kulit tidak dapat kontak dengan baik
(interface) sehingga bias terjadi artefak sehingga perlu diberi jelly
sebagai penghantar ultrasound.
3) Bila ada celah dan ada udara, gelombang suara akan dihamburkan.
Kelebihan:
1) Pasien dapat diperiksa langsung tanpa persiapan dan memberi hasil
yang cepat.
2) Bersifat non invasive sehingga dapat dilakukan pula pada anak-anak.
3) man untuk pasien dan operator, karena tidak tergantung pada radiasi
ionisasi.
4) Memberi informasi dengan batas struktur organ sehingga member
gambaran anatomis lebih besar dari informasi fungsi organ.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 32


5) Semua organ kecuali yang mengandung udara dapat ditentukan
bentuk, ukuran, posisi, dan ruang interpasial.
6) Dapat membedakan jenis jaringan dengan melihat perbedaan interaksi
dengan gelombang suara.
7) Dapat mendeteksi struktur yang bergerak seperti pulsasi fetal.
2. Rontgen
a. Pengertian
Rontgen atau dikenal dengan sinar X merupakan pemeriksaan yang
memanfaatkan peran sinar X dalam mendeteksi kelainan pada berbagai
organ diantaranya dada, jantung, abdomen, ginjal, ureter, kandung kemih,
tengkorak, rangka.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan radiasi radiasi sinar
X yang sedikit karena tingginya kualitas film sinar X dan digunakan untuk
melakukan skrinning dari berbagai kelainan yang ada pada organ.

b. Manfaat
1) Sinar X lembut digunakan untuk mengambil gambar foto yang dikenal
sebagai radiograf. Sinar X boleh menembusi badan manusia tetapi
diserap oleh bagian yang lebih tumpat seperti tulang. Gambar foto sinar
X digunakan untuk mengesan kecacatan tulang, mengesan tulang yang
patah dan melihat keadaan organ-organ dalam badan.
2) Sinar X keras digunakan untuk memusnahkan sel-sel kanker. Kaedah
ini dikenal sebagai radioterapi.
3) Analisis kondisi tulang.
4) Penentuan kerapatan tulang dengan bone densitometer perindustrian.
c. Bahaya
1) Bila sinar X mengenai tubuh manusia akan menyebabkan jaringan kulit
menjadi mengering, jaringan tulang akan keropos dan sel telur
perempuan akan mati, sehingga menyebabkan mandul.
2) Radiasi dari sinar X ini bukanlah penyakit, akan tetapi dampak radiasi
ini akan menurunkan tingkat stamina dan kekebalan tubuh seseorang.
3) Sinar X yang dipaparkan kepada wanita hamil dapat berpotensi
menimbulkan keguguran, atau cacat janin, termasuk malformasi,

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 33


pertumbuhan terlambat, terbentuk kanker pada usia dewasanya, atau
kelainan lainnya.
d. Dampak pada kehamilan
Bayi dalam perut ibu adalah sensitif terhadap sinar X karena bayi
tersebut sedang mengalami pembelahan sel-sel secara cepat untuk menjadi
jaringan dan organ yang bermacam-macam. Tergantung pada tingkat
paparannya, sinar X yang dipaparkan kepada wanita hamil dapat berpotensi
menimbulkan keguguran, atau cacat janin, termasuk malformasi,
pertumbuhan terlambat, terbentuk kanker pada usia dewasanya, atau
kelainan lainnya.
Komisi pengaturan nuklir memberikan gambaran radiasi 2-6 pada
janin akan meningkatkan resiko terbentuknya sel kanker. Namun ada
pendapat lain yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara paparan 5 -10 rad pada wanita hamil dan cacat bawaan.
Sebuah penelitian di Inggris memperkirakan jumlah paparan sinar X
pada janin setelah ibunya mengalami pemeriksaan rontgen sebelum
menyadari bahwa mereka dalam keadaan hamil.

6
Hasil pemeriksaannya cukup menggembirakan, bahwa janin hanya
terpapar 0.5 - 1.5 rad setelah pemeriksaan rontgen perut atau punggung
bawah ibu, sementara bagian tubuh ibu yang jauh menerima paparan 10-
100 kali lebih rendah. Komisi pengaturan nuklir membatasi satuan 2 rads
sebagai ambang radiasi yang mungkin menyebabkan kerusakan janin.
Usia Kehamilan (minggu ke) Efek
1) 0–1 (pre-implantasi) Kematian embryo.
2) 2–7 (pembentukan organ) Malformasi, pertumbuhan terhambat, kanker.
3) 8–40 (fetal stage) Malformasi, pertumbuhan terhambat, kanker,
gangguan pertumbuhan mental.
e. Indikasi
Indikasi pemeriksaan foto thoraks secara khusus:
1) Sesak napas pada bayi
a) Untuk memastikan ada tidaknya kelainan di thoraksnya (rongga
dada)
b) Dokter membutuhkan photo rontgen agar penanganannya tepat.
2) Bayi muntah hijau terus menerus
a) Bila dokter mencurigai muntahnya disebabkan sumbatan di saluran
cerna, maka pengambilan photo rontgen pun akan dilakukan.
b) Pertimbangan dokter untuk melakukan tindakan ini tidak semata-
mata berdasarkan usia,melainkan lebih pada resiko dan
manfaatkannya.
3) Deteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya.
Bagi balita sampai kalangan dewasa, photo rontgen lazimnya

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 34


dimanfaatkan untuk mendeteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus,
dan organ dalam lainnya.

f. Proyeksi pemeriksaan Thoraks


Terdapat 3 macam proyeksi pemeriksaan foto thoraks, yakni:
1) Proyeksi PA (Postero-Anterior)
Cara pemeriksaan foto thoraks dengan proyeksi PA (Posterior-Anterior),
yaitu:
a) Sinar dipancarkan ke arah film melalui punggung (posterior) pasien.
b) Biasanya, posisi pasien berdiri tegak dengan bagian anterior
menempel pada film.
c) Tangan bertolak pinggang untuk mengangkat skapula agar tidak
menutupi lapangan paru.
d) Sinar dipancarkan pada saat pasien menahan nafas dalam (inspirasi)
agar rongga thoraks mengembang maksimal dengan gambaran
diafragma yang terdorong ke arah abdomen.
e) Dengan tujuan adalah akan dapat memberikan gambaran
paru/jantung seperti aslinya.
f) Pemeriksaan hanya bisa dilakukan di ruang radiologi
2) Proyeksi AP (Antero-Posterior)
Cara pemeriksaan foto thoraks dengan proyeksi AP (Antero-Posterior),
yaitu:
a) Pada proyeksi AP, biasanya menghasilkan foto yang kurang baik
dibanding proyeksi PA, karena jantung akan tampak lebih besar
terutama apabila fokus terhadappasien lebih dekat. Disamping itu,
biasanya skapula akan menutupi lapangan paru, karena posisi tangan
tidak diatur dan diafragma jugaakan lebih tinggi karena pasien tidak
nafas dalam.
b) Proyeksi AP bisa dilakukan terhadap pasien dengan posisi supine,
duduk atau semi fowler.
c) Biasanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat mobilisasi karena
penyakit kritis atau pada pasien pasca bedah.
d) Mesin yang digunakan adalah mesin foto ‘portable’.
3) Proyeksi Lateral
Cara pemeriksaan foto thoraks dengaan proyeksi Lateral, antara lain:
a) Proyeksi dengan posisi lateral dilakukan tergantung pada indikasi baik
lateral kanan atau lateral kiri.
b) Biasanya, dilakukan bila perlu diperlukan untuk kepastian diagnosa yang
tidak diperoleh dengan foto proyeksi lainnya.

g. Cara Membaca Hasil Photo Thoraks


Yang perlu diperhatikan dalam membaca hasil sebuah photo thoraks,
adalah:

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 35


1) Identitas Pasien yang meliputi nama, no. MR (Medical Record), tanggal,
jam Pengambilan.
2) Ketajaman Sinar
a) Apabila terlalu radiopage (terang) atau terlalu radiosulen (gelap),
maka foto harus diulang oleh karena akan mengacaukan interpretasi.
b) Pengambilan foto yang baik adalah pada saat pasien inspirasi,
dimana akan terlihat tulang rusuk anterior sampai dengan tulang
rusuk 6 dan tulang rusuk posterior sampai dengan tulang rusuk

3) Posisi/Centering

Posisi yang baik hendaknya harus diperhatikan, dimana sternum


tampak tegak lurus dengan tulang klavikula.

4) Densitas

adalah derajat tebalnya bayangan hitam pada film atau daya serap
terhadap X-ray.

Para radiolog menggolongkan densitas menjadi 4 golongan, yaitu:


 Densitas Udara (gas density)
 Densitas udara merupakan densitas yang paling rendah oleh karena
udara/gas sedikit menyerap sinar. Contoh: Paru, bronkhi, trakhea,
alveoli.
 Densitas cairan (water density)
Contoh: jantung, otot, aorta, pembuluh darah, darah diafragma.
 Densitas Lemak
Contoh bercak lemak daerah hilar.
 Densitas logam (Densitas yang paling terang)
Contoh: Densitas tulang-tulang rusuk, skapula.

5) Trakhea

a) Tampak jelas sebagai garis tengah.


b) Jadi, letaknya harus tepat ditengah-tengah.
c) Bila terdapat pergeseran/ deviasi, bisa karena letak film yang tidak
tepat atau memang karena ada kelainan paru-paru
d) Bila trakhea terdorong ke sisi yang sehat,kemungkinan terjadi
pneumo-thoraks, efusi pleura.
e) Bila trakhea terdorong ke sisi yang sakit, kemungkinan terjadi
atelektasis.

6) Batas-batas normal Jantung

Struktur jantung dapat dibedakan dari tepinya oleh karena terdiri


darijaringan dan darah (air) sehingga densitas air yang tampak cukup padat.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 36


Batas-batas normal jantung, adalah:

a) Batas Kanan: Atrium Kanan, Vena Kava Superior.


b) Batas Kiri: Arkus Aorta, Segmen Pulmonal, Ventrikel Kiri
c) Batas jantung pada proyeksi lateral: batas depan, batas belakang
(posterior).
d) Batas Atas: Arkus aorta yang kemudian akan terus menjadi aorta
desendens yang akan terlihat di depan tulang belakang.
Ukuran Jantung
Secara keseluruhan, besarnya jantung dapat diukur dengan cara
pengukuran CTR (Cardio Thoraxis Ratmo), Yaitu dengan menjumlahkan sisi
terlebar jantung kanan (A) dan sisi terlebar jantung kiri (B), dan selanjutnya
dibandingkan dengan luas rongga thoraks dikalikan 100%.
 Jantung normal besarnya 50%.
 Bila lebih dari 50% berarti terdapat pembesaran jantung.
 CTR normal: 50%
 Rumus besar jantung: A + B x 100 %

7) Jaringan Lunak

a) Bayangan payudara sering menutupi sudut kostrofrenik pada orang


gemuk.
b) Perhatikan adanya emfisema akibat pembedahan.

8) Diafragma

a) Ujung atas diafragma tampak nyata karena adnya kontras air udara.
b) Ujung kiri bawah diafragma mungkin akan tmpak karena umumnya
tedapat udara dalam perut.
c) Pada semua tahap respirasi, hemidiafragma kanan umumnya
lebihtinggi 1 s/d 2cm dari sebelah kiri.

9) Penilaian Keadaan Paru-paru

a) Perhatikan densitas air yang ditimbulkan oleh pembuluh darah


pulmonal lebih banyak terletak di daerah bawah daripada di bagian
atas.
b) Secara normal, aliran darahke bagian atas lebih sedikit.
c) Jika tampak bayangan pembuluh darah yang menonjol di bagian
atas, maka ini adanya tanda ‘kegagalan ventrikel kiri’.
d) Hilus adalah daerah dimana pembuluh bronkhi dan pulmonal utama
[ertama masuk ke paru.
e) Pada foto thoraks, hilus umumnya terdiri dari: tanda vaskuler dan
tampak sebagai densitas air pada masing-masing sisi mediastinum.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 37


h. Teknik Pemeriksaan Rontgen
a. Persiapan Pasien
a) Lepaskan benda-benda yang terbuat dari logam pada daerah yang
akan difoto (Misal: Foto Thorax, maka melepaskan kalung, bros, dll).
b) Bila pemeriksaan rontgen membutuhkan persiapan, pasien datang
ke radiologi sudah melakukan persiapan (untuk: BNO/FPA, FPA/UIV,
COLON IN LOOP)
c) Untuk foto ulang/ kontrol harap membawa foto sebelumnya (sebagai
perbandingan keberhasilan terapi/ pengobatan)
d) Bila anda wanita dalam usia subur, beritahukan petugas apabila
anda hamil.
e) Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan tanyakan kepada petugas
b. Persiapan dan Pelaksanaan Pemeriksaan Rontgen
a) Lakukan informed consent
b) Tidak ada pembatasan makanan atau cairan.
c) Pada dada pelaksanaan foto dengan posisi PA (posterior anterior)
dapat dilakukan dengan posisi berdiri dan foto AP (anterior posterior)
lateral dapat juga dilakukan,baju harus diturunkan sampai ke
pinggang, baju kertas atau baju kain dapat digunakan dan perhiasan
dapat dilepas, anjurkan pasien untuk tarik nafas dan menahan nafas
pada waktu pengambilan foto sinar X.
d) Pada jantung foto PA dan lateral kiri dapat diindikasi untuk
mengevaluasi ukuran dan bentuk jantung, perhiasan pada leher harus
dilepaskan, baju diturunkan hingga ke pinggang.
e) Pada abdomen pelaksanaan fotoharus dilakukan sebelum
pemeriksaan IVP, baju harus dilepaskan dan digunakan baju kain/
kertas. Pasien tidur telentang dengan tangan menjauh dari tubuh,testis
harus dilindungi.
f) Pada tengkorak, sebelum pelaksanaan foto, penjepit rambut harus
dilepaskan, kaca mata gigi palsu sebelum pemeriksaan.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 38


g) Pada rangka bila dicurigai terdapat fraktur anjurkan puasa, dan
imobilisasi pada daerah fraktur
3. CT-Scan

a. Pengertian
Alat CT scan adalah generator pembangkit sinar-x yang bila dioperasikan
oleh operator akan mengeluarkan sinar-x dalam jumlah dan waktu tertentu.
CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan
gambaran dalam dari berbagai sudut kecil dari organ tulang tengkorak dan
otak serta dapat juga untuk seluruh tubuh. Pemeriksaan ini dimaksudkan
untuk memperjelas adanya dugaan yang kuat antara suatu kelainan, yaitu :

1) .Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses.

2) Perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark.

3) Brain contusion.

4) Brain atrofi.

5) Hydrocephalus

6) Inflamas

b. Tujuan
Menemukan patologi otak dan medulla spinalis dengan teknik
scanning/pemeriksaan tanpa radioisotope. . Dengan demikian CT scan
hampir dapat digunakan untuk menilai semua organ dalam tubuh, bahkan di
luar negeri sudah digunakan sebagai alat skrining menggantikan foto
rontgen dan ultrasonografi. Yang penting pada pemeriksaan CT scan adalah
pasien yang akan melakukan pemeriksaan bersikap kooperatif artinya
tenang dan tidak bergerak saat proses perekaman. CT scan sebaiknya
digunakan untuk:

1) Menilai kondisi pembuluh darah misalnya pada penyakit jantung koroner,


emboli paru, aneurisma (pembesaran pembuluh darah) aorta dan
berbagai kelainan pembuluh darah lainnya.

2) Menilai tumor atau kanker misalnya metastase (penyebaran kanker),


letak kanker, dan jenis kanker.

3) Kasus trauma/cidera misalnya trauma kepala, trauma tulang belakang


dan trauma lainnya pada kecelakaan. Biasanya harus dilakukan bila

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 39


timbul penurunan kesadaran, muntah, pingsan ,atau timbulnya gejala
gangguan saraf lainnya.

4) Menilai organ dalam, misalnya pada stroke, gangguan organ pencernaan


dll.

5) Membantu proses biopsy jaringan atau proses drainase/pengeluaran


cairan yang menumpuk di tubuh. Disini CT scan berperan sebagai “mata”
dokter untuk melihat lokasi yang tepat untuk melakukan tindakan.

Alat bantu pemeriksaan bila hasil yang dicapai dengan pemeriksaan


radiologi lainnya kurang memuaskan atau ada kondisi yang tidak
memungkinkan anda melakukan
c. Kegunaan CT Scan
CT atau CAT scan adalah tes x-ray khusus yang dapat memproduksi
gambar penampang tubuh dengan teknik menggunakan x-ray dan bantuan
komputer. Gambar-gambar yang dihasilkan memungkinkan seorang ahli
radiologi, untuk melihat bagian dalam tubuh seperti Anda akan melihat
bagian dalam roti dengan cara mengirisnya . Jenis sinar-x khusus,
mengambil “gambar” dari potongan tubuh sehingga dokter Radiologi bisa
melihat dengan detail pada daerah tertentu. CT scan sering digunakan
untuk mengevaluasi otak, leher, tulang belakang, dada, perut, panggul, dan
sinus.

1) CT-SCAN OTAK

Potongan axial dari OM Line/Reids base line sampai vertex, tebal


potongan : 4 – 5 mm infratentorial, 8-10mm supratentorial atau semua
rata 7mm. Lesi dimidline sebaiknya dibuat potongan coronal sebagai
tambahan. Kondisi tulang pada kasus trauma/ suspect fraktur tulang
kepala. Indikasi kontras: tumor, infeksi, kelainan vaskuler mencari AVM,
aneurysma.

2) CT-SCAN HYPOFISE

Potongan coronal 1-5mm tanpa dan dengan bolus kontras, dilanjutkan


dengan axial scan 2-5mm dari OM Line sampai supraseller distren (2mm
bila lesi kecil /mikroadenoma atau kelenjar hipofise normal ; 5mm bila
tumor besar/ makroadenoma) F.O.V kecil (160-200) mulai dari procesus
clinoideus anterior sampai dorsum sellae.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 40


3) CT-SCAN TELINGA / os.PETROSUM

Teknik : High Resolusi CT / kondisi tulang

a) kasus non-tumor/trauma basis cranii: potongan axial dan coronal 2mm


sejajar dengan axis os.petrosum. mencakup seluruh tulang os.petrosum,
tanpa kontras, kondisi tulang (WW dan WL yang tinggi)

b) kasus tumor / infeksi (abses ) potongan axial 2-5mm mencakup seluruh


os.petrosum tanpa dan dengan kontras, kondisi tulang dan soft tissue.
Potongan coronal 2-5mm sebagai tambahan, dalam kondisi tulang dan
soft tissue. Mencakup seluruh os.petrosum dan proses abnormalnya.

4) CT-SCAN ORBITA

Tumor/ infeksi: Potongan axial 3-5mm dari dinding inferior sampai dinding
superior cavum orbita, sudut sejajar dengan N.opticus atau
menggunakan garis infraorbito meatal line, tanpa dan dengan kontras.
Setelah itu dibuat potongan coronal 3-5mm mencakup seluruh cavum
orbita. Fractur orbita : potongan coronal dan axial 2-4mm tanpa kontras,
dicetak dalam kondisi soft tissue dan tulang pada daerah fraktur. F.O.V.
kecil (160-200).

5) CT-SCAN NASOPHARYNX, LIDAH

Nasopharynx: potongan axial 3-5mm, FOV 250mm, kondisi dengan filter


agak tinggi (lebih tinggi dari otak) dan pallatum sampai sinus frontalis, sudut
sejajar pallatum. Tanpa dan dengan kontras bolus, kemudian dilanjutkan
dengan potongan axial 5mm sejajar corpus vertebrae cervicalis dari C2 s/d
C6 F.O.V 200mm untuk mencari pembesaran kelenjar. Setelah itu dibuat
potongan coronal 3-5mm, tergantung besar –kecilnya kelainan dari choana
sampai cervical vertebrae sejajar dengan dinding posterior nasoprynx
F.O.V. 250mm, potongan coronal kadang perlu dibuat dalam kondisi tulang
apabila ada destruksi basis cranii.
Oropharynx: sama dengan nasopharynx hanya mulainya agak rendah, garis
axial dimulai dari mandibula keatas.
Lidah: pasti harus diganjal gigi/rongga mulutnya dengan sepotong gabus,
agar pada potongan coronal lidah tidak menyatu dengan pallatum. Teknik
hamper sama dengan nasopharynx, hanya axial dan coronalnya harus
mencakup seluruh daerah lidah.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 41


Bila tumor diduga berada di 2/3 depan lidah lebih baik dibuat coronal dahulu
tanpa dan dengan bolus kontras, baru kemudian dibuat axialnya.
Sedangkan untuk tumor dipangkal lidah, sebaiknya dibuat axial dahulu baru
cornal. Kontras diberikan pada potongan yang diperkirakan akan memberi
informasi baik.

6) CT-SCAN LARYNX / PITA SUARA

Potongan pre kontras : axial 5mm dari epiglottis sampai cincin trachea 1-2,
sejajar dengan pita suara.
Potongan dengan kontras : axial 2-3mm didaerah pita suara, mulai dari
batas atas sampai batas bawah lesi. Bila ada kelenjar membesar, dibuat
potngan leher 5mm post bolus kontras (delayed scan) F.O.V. 160-200mm,
tanpa dan dengan bolus kontras.

7) CT-SCAN THYROID

Potongan axial 3-5mm dari bagian atas kelenjar thyroid samapi bagian
bawah biasanya mulai setinggi C5-6 sampai thoracic inlet, tanpa dan
dengan bolus kontras, kemudian di ulang / delayed scan untuk
mendapatkan batas lesi dan tambahan informasi yang lebih baik setelah
seluruh kelenjar mengalami penyengatan merata, F.O.V. 160-200mm.
Catatan : untuk CT-Scan pita suara dan thyroid dapat dibuatkan teknik MPR
(Multiplanar Rekontruksi) untuk menghasilkan potongan coronalnya, untuk
itu harus dibuat potongan 1-2mm pada waktu bolus kontras sepanjang
daerah yang diperlukan untuk potongan coronalya.

8) CT-SCAN SINUS PARANASALIS

Teknik High Resolusi


Sinusitis: Potongan coronal 2mm di1/2 bagian depan dan 4mm 1/2 bagian
posterior, mulai dari os.nasale sampai dengan nasopharynx, potongan axial
dari dasar sinus maxillaries sampai sinus frontalis 3-5mm, tanpa bahan
kontras, kondisi soft tissue (WW diatas 2000, WL diatas 200) F.O.V 200-
250mm
Tumor sinus : Potongan coronal 3-5mm dari dinding depan sinus sampai
nasopharynx / tumor habis tanpa dan dengan kontras, kemudian axial 3-
5mm dari dasar sinus sampai sinus frontalis / mencakup seluruh tumor,

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 42


kondisi soft tissue / tulang dan kondisi massa tumor dengan WW yang
rendah.

9) CT-SCAN THORAX

(bila memungkinkan sebaiknya dipakai teknik high resolusi). Potongan axial


prekontras/ polos dari puncak paru sampai diafragma, tebal potongan 10,
index 10-15. Bolus kontras diberikan mulai dari arkus aortae samapi hilus
inferior, tebal potongan 5-8mm. Bila proses dibawah hilus potongan post
kontras diteruskan kebawah sampai mengenai seluruh proses terpotong.
Kondisi dicetak dalam 2 macam: kondisi parenkim paru dan kondisi
mediastinum. Permintaan khusus untuk parenkim paru dapat dibuat sbb:
biasanya pada indikasi parenchymal lung disease / emphysema. Axial scan
tanpa kontras filter high resolusi, tebal potongan 2mm dengan index
potongan 8-10mm dari puncak paru sampai diafragma.
Tumor esophagus : pemeriksaan thorax scan sambil minum oral kontras
sampai didapatkan lumen tumor yang sempit / batas antara esophagus yang
lebar dan yang sempit sebagai batas atas tumor.Bolus kontras diberikan
pada daerah tumor mulai batas atas sampai batas bawah, dicetak dalam
kondisi mediastinum. Potongan coronal dan sagital dapat diperoleh melalui
MPR (untuk itu perlu dibuat potongan tipis 2-3mm sewaktu dibolus).

10) CT-SCAN ABDOMEN ATAS

Potongan Axial dari diafragma sampai ginjal. Prekontras: tebal potongan 10,
index 10-15mm. Bolus kontras diberikan pada daerah yang menjadi tujuan
pemeriksaan. Organ / kelainannya yang diperiksa besar (hepar, lien): tebal
potongan 10mm, index 8-12mm. Organ / kelainannya sedang (ginjal,
lambung, usus) dipakai tebal potongan 5-8mm. Organ / kelainannya kecil
(pancreas, kandung empedu,……..) tebal potongan 2-5mm. Pada kasus
tertentu seperti tumor yang hipervaskuler/hemangioma khusus untuk hepar
dan ginjal, perlu dibuat delayed scan apbila dicurigai ada kelainan pada
bolus kontras.Pada alat spiral / helical CI, untuk hepar dan ginjal sebaiknya
dipakai program volume/spiral scan untuk mendapatkan dual phase(fase
arterial dan portal pada hepar atau fase cortex dan medulla pada ginjal),
kemudian dibuat lagi delayed scan untuk mendapatkan fase
equilibrium(untuk hepar) dan fase excresi (untuk ginjal) dimana system
pelviocalycesnya terisi penuh. Untuk kasus CA pancreas pakai kontras
negatife (minum air saja).

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 43


11) CT-SCAN ABDOMEN BAWAH / PELVIC

Potongan axial dari lumbal 5 sampai buli-buli / kelenjar prostate.


Prekontras : tebal potongan 10mm. Bolus kontras didaerah yang ada
kelainan, tebal potongan tergantung besar kecilnya kelainan. Biasanya
dipakai tebal potongan 5mm. Persiapan pasien sering tidak sampai mengisi
baik rectum-sigmoid, untuk itu perlu dimasukkan kontras rectum. Khusus
untuk Ca cervix yang masih stadium II-III, dibuat potongan 3mm pada waktu
bolus kontras. Delayed scan kadang diperlukan bila: batas tumor tidak jelas.
Potongan koronal dan sagital dapat diperoleh melalui teknik MPR.

12) CT-SCAN SPINE

Potongan axial F.O.V. 160mm, tanpa kontras atau dengan kontras


intrathecal, disebut CT-Myelografi. Untuk kasus HNP: potongan hanya
didaerah ruang discus, sejajar dengan discus, tebal potongan 2-4mm.
Kondisi soft tissue dan tulang bila perlu. Untuk penilaian canal stenosis,
dapat dibuat satu potongan tepat ditengah korpus vertebrae, tegal lurus
dengan axis corpus. Untuk kasus tumor/spondylylitis/metastasis tulang:
potongan sejajar dengan corpus vertebrae didaerah yang ada kelainannya.
Kondisi soft tissue dan tulang . Bila perlu (umumnya harus) diberikan bolus
kontras terutama pada kasus abses paravertebral atau untuk melihat
infiltrasi tumor kedalam canalis vertebralis.
d. Kelebihan dan Kekuranganm CT-Scan
Kelebihan CT scan

1) Gambar yang dihasilkan memiliki resolusi yang baik dan akurat.

2) Tidak invasive (tindakan non-bedah).

3) Waktu perekaman cepat.

4) Gambar yang direkontruksi dapat dimanipulasi dengan komputer


sehingga dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.

Kekurangan CT scan

1) Paparan radiasi akibat sinar X yang digunakan yaitu sekitar 4% dari


radiasi sinar X saat melakukan foto rontgen. Jadi ibu hamil wajib
memberitahu kondisi kehamilannya sebelum pemeriksaan dilakukan.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 44


2) Munculnya artefak (gambaran yang seharusnya tidak ada tapi terekam).
Hal ini biasanya timbul karena pasien bergerak selama perekaman,
pasien menggunakan tambalan gigi amalgam atau sendi palsu dari
logam, atau kondisi jaringan tubuh tertentu.

3) Reaksi alergi pada zat kontras yang digunakan untuk membantu tampilan
gambar.

e. Prosedur CT Scan

1) Persiapan Pasien

Pasien dan keluarga sebaiknya diberi penjelasan tentang prosedur yang


akan dilakukan. Pasien diberi gambaran tentang alat yang akan
digunakan. Bila perlu dengan menggunakan kaset video atau poster, hal
ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada pasien dengan
demikian menguragi stress sebelum waktu prosedur dilakukan.

Test awal yang dilakukan meliputi :

a) Kekuatan untuk diam ditempat ( dimeja scanner ) selama 45 menit.


b) Melakukan pernapasan dengan aba – aba ( untuk keperluan bila
ada permintaan untuk melakukannya ) saat dilakukan pemeriksaan.
c) Mengikuti aturan untuk memudahkan injeksi zat kontras.
d) Penjelasan kepada klien bahwa setelah melakukan injeksi zat
kontaras maka wajah akan nampak merah dan terasa agak panas
pada seluruh badan, dan hal ini merupakan hal yang normal dari
reaksi obat tersebut.
e) Perhatikan keadaan klinis klien apakah pasien mengalami alergi
terhadap iodine.
f) Apabila pasien merasakan adanya rasa sakit berikan analgetik dan
bila pasien merasa cemas dapat diberikan minor tranguilizer.
g) Bersihkan rambut pasien dari jelly atau obat-obatan. Rambut tidak
boleh dikepang dan tidak boleh memakai wig.

Contoh pada kasus diabetes di lakukan persiapan sebagai brikut:

Bagi pasien diabetes

a) Berpuasa 6 jam sebelum melakukan pemindaian. Pastikan untuk


hanya minum air putih saja dalam jumlah banyak.
b) Tidak minum obat diabetes oral atau suntikan insulin, lebih baik bawa
obat-obatan tersebut pada saat melakukan pemindaian.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 45


c) Konsumsi obat diabetes oral dan suntikan insulin satu hari sebelum
pemindaian dilakukan.
d) Pasien datang di pusat pencitraan 30 menit sebelum waktu perjanjian
agar bisa dilakukan pemeriksaan gula darah
e) Tidak merokok pada saat hari pemindaian.
f) Bawa serta hasil pemindaian sebelumnya seperti : PET/CT, MRI, CT,
rontgen (sinar X), ultrasound, tes darah, dan laporan biopsi. Jika
tersedia, bawa serta CD atau filmnya
g) Gunakan pakaian yang nyaman dan tidak menggunakan perhiasan.
Simpan barang berharga di rumah.
h) Tidak melakukan olahraga keras atau aktivitas yang melelahkan
sehari sebelum waktu pemeriksaan.
i) Siapkan waktu selama 3 jam untuk pelaksanaan pemeriksaan di
tempat tersebut. Khusus bagi diabetesi, mereka perlu mengatur kadar
gula darahnya hingga normal dan harus tinggal lebih lama di tempat
tersebut.
j) Anda akan disuntikkan bahan radioaktif dalam jumlah kecil yang akan
dimetabolisme oleh tubuh dan beberapa tumor.

Reaksi atau efek samping yang disebabkan oleh bahan radioaktif


jarang terjadi, namun dalam kondisi yang sangat jarang, efek ringan
dapat terjadi. Risiko yang dihubungkan dengan kadar radioaktivitas ini,
bila ada, diyakini sangat kecil dan hampir selalu dibenarkan oleh
manfaat yang diperoleh guna mendiagnosis atas penyakit yang
mungkin terjadi.

Setelah disuntik, ada periode waktu selama jam untuk bisa dilakukan
pencitraan.
Sesi pemindaian dapat berlangsung antara 20-30 menit. Setelah
pemindaian dilakukan, dokter akan memeriksa gambaran yang
dibutuhkan. Contoh sederhananya, pemindaian yang ditunda bisa jadi
diperlukan karena pertimbangan dari dokter pengobatan nuklir.
Hadir tepat waktu. Bila Anda memelukan penjadualan ulang, Anda
harus memberi tahu klinik 48 jam sebelumnya.
Prosedur ini tidak disarankan bagi pasien yang sedang atau
kemungkinan akan hamil. Segera hubungi kami jika Anda memerlukan
keterangan lebih lanjut
2) Prosedur
a) Posisi terlentang dengan tangan terkendali.
b) Meja elektronik masuk ke dalam alat scanner.
c) Dilakukan pemantauan melalui komputer dan pengambilan gambar
dari beberapa sudut yang dicurigai adanya kelainan.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 46


d) Selama prosedur berlangsung pasien harus diam absolut selama 20-
45 menit.
e) Pengambilan gambar dilakukan dari berbagai posisi dengan
pengaturan komputer.
f) Selama prosedur berlangsung perawat harus menemani pasien dari
luar dengan memakai protektif lead approan.
g) Sesudah pengambilan gambar pasien dirapikan.
f. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
1) Observasi keadaan alergiterhadap zat kontras yang disuntikan. Bila
terjadi alergi dapat diberikan deladryl 50 mg.
2) Mobilisasi secepatnya karena pasien mungkin kelelahan selama
prosedur berlangsung.
3) Ukur intake dan out put. Hal ini merupakan tindak lanjut setelah
pemberian zat kontras yang eliminasinya selama 24 jam. Oliguri
merupakan gejala gangguan fungsi ginjal, memerlukan koreksi yang
cepat oleh seorang perawat dan dokter.

C. Teknik Kompres
1. Kompres Hangat
Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat
setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis.
Fungsi kompres hangat

a. Memenuhi kebutuhan rasa nyaman


b. Mengurangi atau membebaskan rasa nyeri
c. Mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot
d. Memberikan rasa hangat

2. Kompres dingin
Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu rendah setempat
yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis. Aplikasi kompres dingin
adalah mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan
serta edema. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik
dengan memperlambat kecepatan hantaran syaraf sehingga implus nyer yang
mencapai otak lebih sedikit.
Fungsi kompres dingin

a. Memenuhi kebutuhan rasa nyaman


b. Menurunkan suhu tubuh
c. Mengurangi rasa nyeri
d. Mencegah edema
e. Mengurangi dan mengontrol peredaran darah

3. Indikasi

Kompres hangat

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 47


a. Sprain dan strain
b. Sebagai tindakan pendahuluan (preliminary) sebelum dilakukan latihan
untuk kondisi stiff joint (kekakuan sendi)
c. Low back pain yang disertai otot
d. Arthritis kronis.
Kompres dingin
a. Gangguan sensibilitas kulit
b. Penyakit buergeur
c. Gangguan peredaran darah arteri
d. Pasien dengan memar
e. Pasien pascatonsilektom

4. Kontraindikasi

Kompres hangat

a. Gangguan sensibilitas
b. Burgeur diseases
c. Gangguan peredaran darah arterial perifir
Kompres dingin

a. Sprain dan strain serta pasca trauma akut

b. Bursitis, fibrositis, kapsulitis

5. Derajat suhu

Derajat panas Suhu Bentuk dan kegunaan


Sangat dingin Di bawah 15°C Kantong es
Dingin 15-18°C Kemasan pendingin
Sejuk 18-27°C Kompres dingin
Hangat kuku 27-37°C Mandi spons alkohol
Hangat 37-40°C Mandi dengan air hangat
Panas 40-60°C Berendam dalam air
panas, irigasi, kompres
panas
Sangat panas Di atas 60°C Kantong air untuk orang
dewasa

6. Prosedur tindakan

A. Tahap pre interaksi


1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan alat alat :

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 48


a. Kasa perban atau kain segitiga

b. Pengalas atau perlak

c. Sarung tangan bersih di tempatnya

d. Bengkok 2 buah ( satu kosong, satu berisi cairan


lysol 3%)

e. Waslap 4 buah tergantung kebutuhan

f. Pinset anatomi 2 buah

g. Korentang

h. Kom

i. Bak steril berisi dua buah kassa beberapa potong


dengan ukuran yang sesuai.

3. Cuci tangan
B. Sikap dan perilaku
1. berikn salam panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. jelaskan tujuan dan prsedur tindakan yang akan di
lakukan kepada klien dan keluarganya.
3. Beri kesempatan klien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
C. Tahap kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Menukur suhu air. Ikuti praktek institusi tentang
penggunaan suhu yang tepat suhu yang sering di
berikan :
46-53°c untuk orang dewasa normal
40,5-46°untuk orang dewasa tidak sadar atau yang
kondisinya sedang lemah.
3. Mengisi sekitar dua pertiga botol dengan air panas
4. Mengeluarkan gelembung udara dari botol. Udara
yang tetapberada di botol akan mencegah botol
mengikuti bentuk tubuh yang sedang di kompres.
5. Menutup botol dengan kecang
6. Membalikkan botol dan memeriksa adanya
kebocoran.
7. Mengeringkan botol dengan handuk atau sarung botol
air panas.
8. Meletakkan bantalan pada bagian tubuh dan
menggunakan bantal untuk menyangga jika perlu.
D Tahap terminasi

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 49


1. Evaluasi hasil yang di capai (subjektif & objektif)
2. Beri reinforcement posotif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

D. Penatalaksanaan Nyeri
1. Konsep Nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri,
2007). Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal
skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat,2009).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri berfungsi sebagai protektif dan tanda
peringatan (Potter dan Perry, 2006).
2. Klasifikasi Nyeri
Menurut Tamsuri (2007 ) dalam Tuti (2011), Klasifikasi nyeri adalah sebagai
berikut:
a. Berdasarkan Awitan
Berdasarkan waktu kejadian, nyeri dapat dikelompokakan sebagai nyeri
akut dan kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu (durasi)
dari 1 detik sampai dengan kurang dari enam bulan sedangkan nyeri kronis
adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam bulan.
1) Nyeri akut umumnnya terjadi pada cedera, panyakit akut, atau pada
pembedahan dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang
bervariasi (sedang sampai berat). Nyeri akut dapat dipandang sebagai
nyeri yang terbatas dan bermanfaat untuk mengindikasikan adanya
cedera atau penyakit pada tubuh. Nyeri jenis ini biasanya hilang dengan
sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan
penyembuh.
2) Nyeri kronis umumnya timbul tidak teratur, intermiten,atau bahkan
persisten. Nyeri kronis dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu nyeri
kronis maligna dan nyeri kronis nonmaligna. Karakteristik nyeri kronis
adalah penyembuhanya tidak dapat diperediksi meskipun penyebabnya
mudah ditentukan (namun, pada beberapa kasus sulit ditemukan). Nyeri
kronis dapat menyebabkan klien merasa putus asa dan frustasi. Klien

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 50


yang mengalami nyeri kronis mungkin menarik diri dan mengisolasi diri.
Nyeri ini menimbulkan kelelahan mental dan fisik
b. Berdasarkan Lokasi
Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu
nyeri superfisial, nyeri somatic dalam, nyeri viseral, nyeri alih, nyeri sebar,
dan nyeri bayangan (fantom).
1) Nyeri superfisial biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperti
pada laserasi, luka bakar dan sebagainya. Nyeri jenis ini memiliki durasi
yang pendek, terokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam.
2) Nyeri somatic dalam (deep somatic pain) adanya nyeri yang terjadi pada
otot dan tulang serta struktur penyokong lainnya, umumnya nyeri bersifa
tumpul dan distimulasi dengan adanya peregangan dan iskemia.
3) Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ
internal. Nyeri yang timbul bersifat disfus dan durasinya cukup lama.
Sensasi yang timbul biasanya tumpul.
4) Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari daerah asal
ke jaringan sekitar. Nyeri jenis ini biasanya dirasakan oleh klien seperti
berjalan/bergerak dari daerah asal nyeri kesekitar atau kesepanjang
bagian tubuh tertentu. Nyeri dapat bersifat intermiten atau konstan.
5) Nyeri fatom adalah nyeri khusus yang dirasakan oleh klien yang
mengalami amputasi. Nyeri oleh klien dipersepsikan berada pada organ
yang telah diamputasi seolah-olah organnya masih ada. Contohnya
adalah pada klien yang menjalani operasi pengangkatan payudara atau
pada amputasi ekstremitas.
6) Nyeri alih (referred pain) adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri
visceral yang menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada
beberapa tempat atau lokasi. Nyeri jenis ini dapat timbul karena
masuknya neuron sensori dari organ yang mengalami nyeri kedalam
medulla spinalis dan mengalami sinapsis dengan serabut saraf yang
berada pada bagian tubuh lainnya pada beberapa tempat yang kadang
jauh dari lokasi asal nyeri
c. Berdasarkan Organ
Berdasarkan pada organ tempat timbulnya, nyeri dapat dikelompokkan
dalam: nyeri organic, nyeri neurogenik, nyeri psikogenik.
1) Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan (aktual
atau potensial) organ. Penyebab nyeri umumnya mudah dikenali
sebagai akibat adanya cedera, penyakit, atau pembedahan terhadap
salah satu atau beberapa organ.
2) Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada
neuralgia. Nyeri ini dapat tejadi secara akut maupun kronis.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 51


3) Nyeri psikogenetik adalah nyeri akibat berbagai faktor psikologis.
Gangguan ini lebih mengarah pada gangguan organ. Klien yang
menderita memang “benar-benar” mengalaminya. Nyeri ini umumnya
terjadi ketika efek-efek psikogenetik seperti cemas dan takut timbul
pada klien.

3. Sifat-Sifat Nyeri
a. Subjektif, sangat individual.
b. Tidak menyenangkan.
c. Merupakan suatu kekuatan yang mendominasi.
d. Melelahkan dan menuntut energi seseorang.
e. Dapat mengganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna
kehidupan.
f. Tidak dapat diukur secara objektif, seperti dengan menggunakan sinar-X
atau pemeriksaan darah.
g. Mengarah pada penyebab ketidakmampuan.
(Mahon,1994 dalam Potter dan Perry, 2006)
4. Penyebab Nyeri
a. Thermik : Disebabkan oleh perbedaan suhu yang ekstrim
b. Chemik : Disebabkan oleh bahan/zat kimia
c. Mekanik : Disebabkan oleh trauma mekanik
d. Elektrik : Disebabkan oleh aliran listrik
e. Psikogenik : Nyeri yang tanpa diketahui adanya kelainan fisik, bersifat
psikologis
f.Neurologik : Disebabkan oleh kerusakan jaringan syaraf
(Paice, 1991 dalam Potter dan Perry, 2006)
5. Faktor yang mempengaruhi nyeri
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Kebudayaan
d. Makna Nyeri
e. Ansietas
f. Keletihan
g. Pengalaman Sebelumnya
h. Gaya Koping
i. Dukungan Sosial dan Keluarga
(Potter dan Perry, 2006).
6. Mekanisme Nyeri
Stuktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam transmisi dan persepsi
nyeri di sebut sebagai system nonspesifik. Sensitivitas dari komponen system
nonsiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan berbeda di antara
individu. tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama
(appendicitis, sebagai contoh) mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi
yang sangat nyeri bagi orang mungkin hamper tidak terasa bagi orang lain.
Lebih jauh lagi, suatu stimulus dapat mengakibatkan nyeri pada suatu waktu
tetapi tidak pada waktu lain. Sebagai contoh, nyeri akibat artritis kronis dan nyeri

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 52


pasca operasi sering terasa lebih parah pada malam hari. (Brunner & suddarth,
2002).
7. Pengukuran Nyeri

a. Verbal Rating Score (VRS)

1) Menggunakan kata sifat untuk menggambarkan level intensitas nyeri yang


berbeda, range dari “no pain” sampai “nyeri hebat” (extreme pain).

2) Keterbatasan: adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan


kata sifat yang cocok untuk level intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan
pasien yang buta huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan.

b. Visual Analog Score (VAS)

1) Memeriksa intensitas nyeri dan secara khusus meliputi 10-15 cm garis,


dengan setiap ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung kiri
diberi tanda “no pain” dan ujung kanan diberi tanda “bad pain” (nyeri
hebat).

 Skala 1: tidak ada nyeri


 Skala 2-4: nyeri ringan, dimana klien belum mengeluh nyeri, atau
masih dapat ditolerir karena masih dibawah ambang rangsang.
 Skala 5-6: nyeri sedang, dimana klien mulai merintih dan mengeluh,
ada yang sambil menekan pada bagian yang nyeri
 Skala 7-9: termasuk nyeri berat, klien mungkin mengeluh sakit sekali
dank lien tidak mampu melakukan kegiatan biasa
 Skala 10: termasuk nyeri yang sangat, pada tingkat ini klien tidak
dapat lagi
mengenal dirinya

2) Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut sesuai dengan


level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur
dari batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm),
dan itulah skorenya yang menunjukkan level intensitas nyeri.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 53


3) Keterbatasan: pasien khususnya orang tua akan mengalami kesulitan
merespon grafik VAS daripada skala verbal nyeri (VRS).

c. Numerical Rating Score (NRS)

1) Menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala
numeral dari 0 – 10 atau 0 – 100.

2) Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau 100 berarti “severe pain” (nyeri hebat).

d. Faces Pain Score

Terdiri dari 6 gambar skala wajah yang bertingkat dari wajah yang tersenyum
untuk “no pain” sampai wajah yang berlinang air mata dan skala ini digunakan
untuk anak-anak saja.
 Nilai 0; nyeri tidak dirasakan oleh anak
 Nilai 1: nyeri dirasakan sedikit saja
 Nilai 2: nyeri agak dirasakan oleh anak
 Nilai 3: nyeri yang dirasakan anak lebih banyak
 Nilai 4: nyeri yang dirasakan anak secara keseluruhan
 Nilai 5; nyeri sekali dan anak menjadi menangis

0 1 2 3 4 5
Kelebihan dari skala wajah ini yaitu anak dapat menunjukkan sendiri rasa
nyeri yang
baru dialaminya sesuai dengan gambar yang telah ada dan skala wajah ini
baik digunakan pada anak usia prasekolah.

8. Pengkajian nyeri
1) P : Provokatif / Paliatif
Apa kira-kira Penyebab timbulnya rasa nyeri...? Apakah karena terkena ruda
paksa / benturan..? Akibat penyayatan..? dll.
2) Q : Qualitas / Quantitas

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 54


Seberapa berat keluhan nyeri terasa..?. Bagaimana rasanya..?. Seberapa
sering terjadinya..? Ex : Seperti tertusuk, tertekan / tertimpa benda berat,
diris-iris, dll.
3) R : Region / Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan / ditemukan..? Apakah juga
menyebar ke daerah lain / area penyebarannya..?
4) S : Skala Seviritas
Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan GCS untuk gangguan
kesadaran, skala nyeri / ukuran lain yang berkaitan dengan keluhan
5) T : Timing
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan / dirasakan..? Seberapa sering
keluhan nyeri tersebut dirasakan / terjadi...? Apakah terjadi secara mendadak
atau bertahap..? Acut atau Kronis..?
9. Penatalaksanaan Nyeri
a. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan opiat
(narkotik), nonopiat/ obat AINS (anti inflamasi nonsteroid), obat-obat adjuvans
atau koanalgesik. Analgesik opiat mencakup derivat opium, seperti morfin dan
kodein. Narkotik meredakan nyeri dan memberikan perasaan euforia. Semua
opiat menimbulkan sedikit rasa kantuk pada awalnya ketika pertama kali
diberikan, tetapi dengan pemberian yang teratur, efek samping ini cenderung
menurun. Opiat juga menimbulkan mual, muntah, konstipasi, dan depresi
pernapasan serta harus digunakan secara hati-hati pada klien yang
mengalami gangguan pernapasan (Berman, et al. 2009).
Nonopiat (analgesik non-narkotik) termasuk obat AINS seperti aspirin dan
ibuprofen. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf
perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang
dihasilkan di daerah luka. (Berman, et al. 2009).
Analgesik adjuvans adalah obat yang dikembangkan untuk tujuan selain
penghilang nyeri tetapi obat ini dapat mengurangi nyeri kronis tipe tertentu
selain melakukan kerja primernya. Sedatif ringan atau obat penenang,
sebagai contoh, dapat membantu mengurangi spasme otot yang
menyakitkan, kecemasan, stres, dan ketegangan sehingga klien dapat tidur
nyenyak. Antidepresan digunakan untuk mengatasi depresi dan gangguan
alam perasaan yang mendasarinya, tetapi dapat juga menguatkan strategi
nyeri lainnya (Berman, et al. 2009).
b. Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi
Stimulasi dan masase kutaneus.
1) Stimulasi dan masase kutaneus.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering
dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik
menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian yang sama seperti

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 55


reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem kontrol
desenden. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena
menyebabkan relaksasi otot (Smeltzer dan Bare, 2002).
2) Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat
sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan
menghambat proses inflamasi. Penggunaan panas mempunyai
keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan
dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Baik
terapi es maupun terapi panas harus digunakan dengan hati-hati dan
dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit (Smeltzer dan
Bare, 2002).
3) Trancutaneus electric nerve stimulation
Trancutaneus electric nerve stimulation (TENS) menggunakan unit yang
dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk
menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada
area nyeri. TENS dapat digunakan baik untuk nyeri akut maupun nyeri
kronis (Smeltzer dan Bare, 2002).
4) Distraksi
Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang berhasil dan mungkin
merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif
efektif lainnya. Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau
memberikan sedikit perhatian pada nyeri akan sedikit terganggu oleh
nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat
menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol
desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak (Smeltzer dan Bare, 2002).
5) Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Hampir semua
orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode relaksasi.
Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan
dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang
meningkatkan nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002).
6) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah mengggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif
tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan
meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan napas berirama

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 56


lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan
(Smeltzer dan Bare, 2002).
7) Hipnosis
Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah
analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Keefektifan
hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.
E. Teknik perawatan luka
1. Heating luka
a. Pengertian
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan
benang sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
b. Indikasi
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka
c. Teknik menjahit

Teknik penjahitan yang digunakan dalam menjahit luka disesuaikan dengan


keadaan/ kondisi luka dan tujuan penjahitan. Secara umum, teknik
penjahitan dibedakan menjadi :

1) Simple Interupted Suture (Jahitan Terputus/Satu-Satu)


Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan
apabila tidak ada teknik penjahitan lain yang memungkinkan untuk
diterapkan. Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap
jahitan disimpul sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau bagian tubuh
lain, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan
saling menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan
situasi. Cara jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar
jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu
tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan
di tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama
untuk mengerjakannya.
Teknik jahitan terputus sederhana dilakukan sebagai berikut:

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 57


 Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit
sisi lainnya, kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang
kedua.
 Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua
secara tipis, menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi
dekat kulit sisi yang pertama
 Dibuat simpul dan benang diikat.
2). Running Suture/ Simple Continous Suture (Jahitan Jelujur)
Jahitan jelujur menempatkan simpul hanya pada ujung-ujung
jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu simpul terbuka, maka
jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini sangat sederhana, sama
dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasil kosmetik
yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang
longgar, dan sebaiknya tidak dipakai untuk menjahit kulit.
Teknik jahitan jelujur dilakukan sebagai berikut:
 Diawali dengan menempatkan simpul 1 cm di atas puncak luka
yang terikat tetapi tidak dipotong
 Serangkaian jahitan sederhana ditempatkan berturut-turut tanpa
mengikat atau memotong bahan jahitan setelah melalui satu simpul
 Spasi jahitan dan ketegangan harus merata, sepanjang garis
jahitan
 Setelah selesai pada ujung luka, maka dilakukan pengikatan pada
simpul terakhir pada akhir garis jahitan
 Simpul diikat di antara ujung ekor dari benang yang keluar dari
luka/ penempatan jahitan terakhir.
3) Running Locked Suture (Jahitan Pengunci/ Jelujur Terkunci/
Feston)
Jahitan jelujur terkunci merupakan variasi jahitan jelujur biasa,
dikenal sebagai stitch bisbol karena penampilan akhir dari garis
jahitan berjalan terkunci. Teknik ini biasa digunakan untuk menutup
peritoneum. Teknik jahitan ini dikunci bukan disimpul, dengan simpul
pertama dan terakhir dari jahitan jelujur terkunci adalah terikat.
Cara melakukan penjahitan dengan teknik ini hampir sama
dengan teknik jahitan jelujur, bedanya pada jahitan jelujur terkunci

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 58


dilakukan dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya,
sebelum beralih ke tusukan berikutnya.
4) Subcuticuler Continuous Suture (Subkutis)
Jahitan subkutis dilakukan untuk luka pada daerah yang
memerlukan kosmetik, untuk menyatukan jaringan dermis/ kulit. Teknik
ini tidak dapat diterapkan untuk jaringan luka dengan tegangan besar.
Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah
jaringan dermis sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung
benang yang terletak di dekat kedua ujung luka. Hasil akhir pada teknik
ini berupa satu garis saja. Teknik ini dilakukan sebagai berikut :
 Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka keluar di
daerah dermis kulit salah satu dari tepi luka
 Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang
lain, secara bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang
lain, untuk kemudian dikeluarkan pada kulit 1-2 cm dari ujung luka
yang lain
 Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada
kedua sisi secara parallel di sepanjang luka tersebut.
5) Mattress Suture (Matras : Vertikal dan Horisontal)
Jahitanmatras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan
matras horizontal. Prinsip teknik penjahitan ini sama, yang berbeda
adalah hasil akhir tampilan permukaan. Teknik ini sangat berguna
dalam memaksimalkan eversi luka, mengurangi ruang mati, dan
mengurangi ketegangan luka. Namun, salah satu kelemahan teknik
penjahitan ini adalah penggarisan silang.Risiko penggarisan silang lebih
besar karena peningkatan ketegangan di seluruh luka dan masuknya 4
dan exit point dari jahitan di kulit.
Teknik jahitan matras vertical dilakukan dengan menjahit secara
mendalam di bawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-
tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena
didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.
Teknik jahitan matras horizontal dilakukan dengan penusukan
seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar
sejauh 1 cm dari tusukan pertama. keuntungannya adalah memberikan
hasil jahitan yang kuat.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 59


Waktu yang dianjurkan untuk menghilangkan benang ini adalah
5-7 hari (sebelum pembentukan epitel trek jahit selesai) untuk
mengurangi risiko jaringan parut. Penggunaan bantalan pada luka,
dapat meminimalkan pencekikan jaringan ketika luka membengkak
dalam menanggapi edema pascaoperasi. Menempatkan/mengambil
tusukan pada setiap jahitan secara tepat dan simetris sangat penting
dalam teknik jahitan ini.
d. Prosedur tindakan

A. Tahap Pre Interaksi


1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan medis
klien
2. Siapkan alat
a. Alat pelindung diri
b. Larutan NaCl 0,9 %
c. Larutan desinfektan (povidon iodin)
d. Obat anastesi lokal (lidocain)
e. Spuit 5 cc, 10 cc
f. Jarum sesuai dengan bagian yang akan dijahit
g. Duk steril (duk lubang)
h. Kassa steril
i. Benang jahit dengan jenis yang sesuai
j. Needle holder
k. Pinset anatomis
l. Pinset chirugis
m. Gunting jaringan
n. Gunting benang
o. Skaple dengan bisturi / mata pisau
p. Kom steril
q. Plester
r. Handscone
s. Bengkok
3. Cuci tangan
B Sikap dan Perilaku
1. Berikan salam, panggil pasien dengan namanya dan
memperkenalkan diri.
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga
3. Beri kesempatan pasien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
5. Teruji tanggap terhadap reaksi pasien
6. Teruji sabar dan teliti
C Tahap Kerja
1. Gunakakan sampiraran untuk menjaga privacy pasien.
2. Mendekatkan peralatan ke dekat pasien
3. Menggunakan sarung tangan steril
4. Melakukan desinfeksi/ sterilisasi bagian tubuh yang akan

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 60


dilakuakan penjahitan dengan larutan antiseptic, dengan
gerakan memutar dari pusat luka ke arah luar. Bila
kebersihan luka masih diragukan tindakan tersebut dapat
diulang.
5. Memasang duk lubang pada bagian tubuh yang akan dijahit,
sesuaikan luas lubang duk dengan luas luka
6. Jepit jarum dengan needle holder kira-kira sepertiga bagian
pangkal jarum, kemudian memasang benang pada jarum (bila
menggunakan benang yang terpisah dengan jarum)
7. Ambil pinset anatomis untuk mengangkat bagian tepi luka,
kemudian menusukan jarum pada kulit dengan posisi tegak
lurus, dengan posisi tangan pronasi penuh, siku membentuk
sudut 90 ̊ dan bahu adduksi.
8. Penusukan dilakukan 0,5 cm dari tepi luka didekat tempat
yang dijepit dengan mengangkat dan merenggangkan kulit.
9. Mendorong jarum maju dengan gerakan supinasi pergelangan
tangan dan adduksi bahu serentak, dalam arah melengkung
sesuai dengan lengkungan jarum
10. Setelah jarum muncul dari balik kulit, ujung jarum ditarik
dengan needle holder, dengan menarik benang sampai
ujungnya tersisa 3-4 cm dari kulit.
11. Tangan kiri memegang benang yang panjang, tangan kanan
memegang needle holder
12. Membuat lilitan benang panjang dengan needle holder
sedemikian rupa sehingga membentuk simpul benang
13. Memotong benang dengan gunting steril sisakan benang kira-
kira 0,5 cm dari luka, simpul berada ditepi luka.
14. Lakukan tindakan diatas sampai bagian luka tertutup
sepenuhnya
15. Bereskan peralatan, lepas sarung tangan dan rapikan pasien

D Tahap Terminasi
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan
kondisi pasien
2. Bekerja dengan hati-hati dan cermat
3. Bekerja dengan pencegahan infeksi
4. Mengahagai privasi atau budaya pasien
5. Bekerja secara sistematis
E Dokumentasi
Dokumentasi tindakan yang sudah dilakukan beserta respon
pasien
F Teknik
6. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan
kondisi pasien
7. Bekerja dengan hati-hati dan cermat
8. Bekerja dengan pencegahan infeksi
9. Mengahagai privasi atau budaya pasien
10. Bekerja secara sistematis

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 61


2. Angkat Jahitan
a. Pengertian
Suatu tindakan yang dilakukan untuk mengangkat atau melepaskan jahitan
luka bedah atau mengambil jahitan pada luka badah dengan cara memotong
simpul jahitan. Mengangkat jahitan biasanya di lakukan hari ke 5-7 (atau
sesuai dengan penyembuhan luka yang terjadi).
b. Tujuan

1) Mempercepat proses penyembuhan luka


2) Mencegah terjadinya infeksi silang akibat adanya corpus alenium
c. Hal yang perlu diperhatikan

1) Cermat dalam menjaga kesterilan


2) Mengangkat jahitan sampai bersih tidak ada yang ketinggalan
Peka terhadap privasi klien
3) Teknik pengangkatan jahitan disesuaikan tipe jahitan
4) Jangan menarik bagian jahitan yang terlihat melewati jaringan yang ada
dibawahnya
5) Jangan menarik bagian jahitan yang terkontaminasi melewati jaringan
karena dapat menyebabakan infeksi
d. Prosedur tindakan

A Tahap Pre Interaksi


1. Pastikantindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan alat-alat:
a. Set angkat jahitan steril berisi 2 pinset serugis, 1
pinset anatomis, gunting hatting up, lidi kapas, kasa
dalam baki instrumen steril
b. Bengkok berisi lisol 2-3%
c. Kapas bulat
d. Korentang dan gunting plester
e. Plester
f. Alkohol 70%
g. Betadin 10%
h. Katong balutan kotor/bengkok kosong
3. Cuci tangan

B Sikap & Perilaku


1. Berikan salam, panggil kliendengan namanya dan
perkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarga
3. Atur posisi klien agar nyaman
4. Tanggap terhadap reaksi pasien disemua langkah
tindakan
5. Sabar dan teliti

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 62


C Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Bawa alat ke dekat pasien
3. Bantu pasien mengatur posisi sesuai dengan kebutuhan
sehingga luka mudah dirawat
4. Letakkan set angkat jahit di dekat pasien atau di daerah
yang mudah dijangkau
5. Buka set angkat jahitan secara steril
6. Buka balutan dengan hati-hati dan balutan dimasukkan
ke dalam kantong balutan kotor
7. Bersihkan bekas-bekas plester dengan kapas alkohol
8. Desinfeksi sekitar luka operasi dengan alkohol 70% dan
olesi luka operasi dengan betadin 10%
9. Lepaskan jahitan satu persatu selang-seling dengan
cara menjepit simpul jahitan dengan pinset serugis dan
ditarik sedikit ke atas, kemudian menggunting benang
tepat dibawah simpul yang berdekatan dengan kulit atau
pada sisi lain yang tidak ada simpul
10. Olesi luka dan sekitarnya dengan betadin 10%
11. Tutupi luka dengan kasa steril kering dan diplester
12. Rapikan pasien
13. Bersihkan alat-alat dan kembalikan pada tempatnya
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
respon klien

F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

3. Irigasi Luka
a. Pengertian
Suatu tindakan pembersihan secara mekanis dengan larutan isotonic atau
pengangkatan fisik terhadap jaringan debris, benda asing atau eksudat dengan
kasa atau denga spuit. (Eny Retna & Tri Sunarti,2009)

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 63


b. Tujuan

1) Menghilangkan esudat dan debris, benda asing dan luka yang lambat
sembuh.

2) Memberikan panas pada area yang sakit.

3) Untuk meningkatkan penembuhan atau mempermudah pengolesan obat


luka

c. Indikasi

1) Luka bersih yang tak terkontaminasi dan luka steril

2) Balutan kotor dan besar akibat eksternal ada rembesan/eksudat

3) Ingin mengkaji keadaan luka

4) Mempercepat debredemen jaringan nekrotik

d. Kontraindikasi

1) Meningkatnya nadi

2) Menurunnya tekanan darah

3) Luka memerah

4) Bengkak

5) Nyeri

e. Prosedur tindakan

A Tahap Pre Interaksi


1. Pastikan tindakan sesuai dengan advid dalam catatat
medis klien
2. Siapkan alat-alat
a. Bak instrument
b. Pinset 2
c. Kasa steril
d. Gunting
e. Lidi waten
f. Spuit irigasi steril
g. Kom balutan steril
h. Perlak pengalas

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 64


i. Spater lidah
j. Bengkok
k. Sarung tangan steril dan bersih
3. Cuci tangan
B Sikap dan prilaku
1. Berikan salam, pangil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan pada klien
3. Berikan kesempatan klien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
5. Teruji tanggap terhadap reaksi klien
6. Teruji sabar dan teliti
C Tahap kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Bawa alat kedekat pasien
3. Posisikan klien sehingga larutan irigasi akan mengalir
dari bagian atas tepi luka kebagian dalam kom yang
diletakkan dibawah luka
4. Letakan perlak pengalas dibawah luka klien
5. Kenakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaska
plester, ikantan atau perban
6. Lepaskan plester dengan melepaskan ujungnya dan
menariknya perlahan, sejajar dengan kulit, dan kearah
balutan. Jika perekat masih tersisa dikulit, hilangkan
dengan larutan alkohol
7. Dengan tangan anda yang telah memakai sarung
tangan atau pinset, angkat balutan,pertahankan bagian
bawah yang kotor jauh dari penglihatan klien. Lepaskan
satu demi satu balutan
8. Jika balutan merekat erat pada luka, lepaskan balutan
dengan balutan salin normal steril (NaCl)
9. Observsi karaktek dan jumlah drainase pada balutan
10. Buang balutan kotor pada wadah yang telah disediakan,
hindari kontaminasi pada permukaan luar wadah.
Lepaskan sarung tangan dengan menarik bagian dalam
keluar. Buang ditempat yang telah disediakan
11. Siapkan peralatan steril. Buka kom tuangkan larutan
(volume bervariasi bergantung pada ukuran luka dan
banyaknya drainase), buka spuit dan siapkan bak
instrumen. Gunakan sarungan tangan steril.
12. Letakkan bengkok bersih menempel kulit klien dibawah
insisi atau letak luka
13. Hisap larutan kedalam spuit. Saat memegag ujung spuit

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 65


tepat diatas luka, irigasi dengan perlahan tetapi kontinu,
dengan tekanan yang cukup untuk mendorong drainase.
Hindari menyemburkan atau menyemprotkan
larutan.Irigasi tepat diatas luka
14. Lanjutkan irigasi sampai larutan jernih yang mengalir
kedalam bengkok
15. Dengan kasa steril, keringkan tepi luka, lakukan
pembersihan mulai dari area kurang terkontaminasi.
Gerakan secara progresif menekan dari garis insisi atau
tepi luka
16. Pasang balutan steril
17. Bantu klien untuk berada pada posisi yang nyaman
18. Bereskan peralatan
D Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan
E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
respon klien
F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hatu-hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

4. Perawatan Luka
a. Pengertian
Luka yang sering di temukan adalah luka yang bersih tanpa
kontaminasi,missal luka insisi yang tertutup, luka-luka yang melibatkan
saluran kemih, missal cecio caesaria dibawah sekmen bawah. Keputusan
untuk membalut luka kembali juga harus mencakup keputusan apakah
kebersihan luka merupakan tindakan yang di identifikasi. Bila luka perlu di
bersihkan dan dibalut ulang perawatan hrus dilakukan dengan teknik bersih
dengan air atau normal salin. Bila luka tampak terinfeksi perlu dilakukan
rujukan.
Perawatan luka merupakan tindakan untuk merawat luka dan
melakukan pembalut dengan tujuan mencegah infeksi silang ( masuk
melalui luka ) dan mempercepat prose penyembuhan luka.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 66


1) Tahap respon inflantasi akut terhadap cedera. Tahap ini dimulai saat
terjadinya luka
2) Tahap destruktif, pada tahap ini terjadi pemberian jaringan yang mati
oleh leukosit polimer fenuklear dan makrofag
3) Tahap poliferatif, pada tahap ini pembuluh darah baru diperkuat oleh
jaringa ikat dan mengifultasi luka.
4) Tahap maturasi, pada tahap ini terjadi reepitalisasi, kontraksi luka dan
organisasi jaringan ikat
b. Tujuan
Perawatan luka operasi bertujuan untuk meningkatakan proses
penyembuhan jaringan dan mencegah infeksi dan mempercepat proses
penyembuhan luka oleh karena itu bidan harus terampil dan melakukan
perawatan luka pasca operasi.
c. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1) Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan
peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan perbaikan sel
2) Anemia ,memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan
sel membutuhkan kadar protein yang cukup.
3) Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan
pertumbuhan,kematangan usia seseorang.
4) Nutrisi,merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel terutama
karena kandungan zat gizi yang terdapat didalamnya.
5) Kemungkinan,obat-obatan,merokok dan stress,mempengaruhi proses
penyembuhan luka.
d. Prosedur tindakan

A Tahap Pre Interaksi


1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan peralatan:
a. Bak Instrumen
- Pinset Cirugis
- Pinset Anatomis
- Gunting Jaringan Lurus
- Gunting Jaringan Bengkok
- Kassa steril
- Sarung Tangan Steril 1 pasang
- Duk Lubang k/p
- Duk Buntu
b. Cairan NaCl
c. Sarung Tangan Bersih 1 pasang
d. Bengkok
e. Kom Steril
f. Perlak
g. Verban Gulung
h. Plester
i. Kapas Alkohol

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 67


j. Gunting Verban
k. Tempat sampah basah & kering
3. Cuci tangan
B Sikap & Perilaku
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan perkenalkan
diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga
3. Atur posisi klien agar nyaman
4. Tanggap terhadap reaksi pasien disemua langkah tindakan
5. Sabar dan teliti
C Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Mendekatkan alat-alat dan bahan yang diperlukan kedekat
tempat tidur / dekat klien
3. Memasang sarung tangan bersih
4. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin dan membebaskan
area luka dari pakaian dan selimut
5. Membuka balutan menggunakan kapas Alkohol
6. Kaji ukuran, lokasi, dan jenis luka yang akan dibersihkan
7. Memasang perlak
8. Menyiapkan cairan NaCl
9. Memasang sarung tangan steril
10.Memasukkan kassa steril secukupnya ke dalam kom steril, yang
berisi cairan NaCl sebelum memulai membersihkan luka
11. Gunakan pinset chirurgis/ anatomis untuk membersihkan luka
12.Gunakan satu kassa untuk satu kali usapan
13.Bersihkan luka dari area kurang terkontaminasi ke area
terkontaminasi (Usapan luka satu arah)
14.Catatan:
15.Bersihkan luka dengan lembut tetapi mantap dengan
menggunakan kassa
16.Hilangkan semua benda asing (kotoran) diarea luka
17.Ulangi usapan luka satu arah sambil lakukan penekanan pada
sisi area luka bila ada pengeluaran pus pada area luka atau dari
luka jahitan dan drain bila terdapat jahitan/ terpasang drain
pada luka
18.Apabila luka tidak perlu di irigasi, maka gunakan kassa baru
untuk mengeringkan luka atau insisi
19.Berikan antiseptic pada area luka, kemudian tutup luka dengan
menggunakan kassa steril dan plester dengan rapi kemudian
balut dengan verban (bila perlu)
20.Bereskan peralatan, lepas sarung tangan dan rapikan klien
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
respon klien

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 68


F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan
kondisi klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

5. Perawatan Ulkus Dekubitus


a. Pengertian
Ulkus dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian
kulit yang terjadi akibat gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit
yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan
tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras
lainnya dalam jangka waktu yang lama. Bagian tubuh yang sering mengalami
ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan tulang, yaitu
bagian siku, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala
bagian belakang.

b. Resiko tinggi terjadi ulkus dekubitus


1) Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah,
dipasung)
2) Orang-orang yang tidak mampu merasakan nyeri, karena nyeri
merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk
bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan
koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan
nyeri.
3) Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki
lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan
sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang penting. Karena itu klien
malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus.
4) Gesekan dan kerusakan lainnya pada lapisan kulit paling luar bisa
menyebabkan terbentuknya ulkus. Baju yang terlalu besar atau terlalu
kecil, kerutan pada seprei atau sepatu yang bergesekan dengan kulit bisa
menyebabkan cedera pada kulit. Pemaparan oleh kelembaban dalam

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 69


jangka panjang (karena berkeringat, air kemih atau tinja) bisa merusak
permukaan kulit dan memungkinkan terbentuknya ulkus.
c. Derajat luka dekubitus
1) Derajat I: Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak
sebagai daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet.
2) Derajat II: Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis
hingga lapisan lemah subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal,
degan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit.
3) Derajat III: Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan
dan menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai
didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau.
4) Derajat IV: Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang di
dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.

d. Prosedur perawatan luka dekubitus

A Tahap Pre Interaksi


1. Pastikantindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan alat-alat:
a. Baskom
b. Sabun
c. Air
d. Agens pembersih atau agens topikal yang diresepkan
e. Balutan yang dipesankan
f. Pelindung kulit
g. Lidi kapas
h. Plaster hipoalergik atau balutan adhesif (hipafik)
i. Sarung tangan bersih dan steril
j. Alat pengukur luka k/p (penggari milimeter disposibel)
k. kertas atau plastik untuk menjiplak luka (pilihan)
4. Cuci tangan

B Sikap & Perilaku


1. Berikan salam, panggil kliendengan namanya dan
perkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarga
3. Atur posisi klien agar nyaman
4. Tanggap terhadap reaksi pasien disemua langkah
tindakan
5. Sabar dan teliti

C Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Bawa alat ke dekat pasien
3. Pakai sarung tangan bersih
4. Baringkan klien dengan nyaman dengan area luka
dekubitus dan kulit sekitar mudah dilihat
5. Kaji luka dekubitus dan kulit sekitar untuk menentukan

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 70


derajat luka
6. Perhatikan warna, kelembapan, dan penampilan kulit
sekitar luka dan bau
7. Ukur diameter luka cara menentukan : lebar dan panjang
permukaan luka atau kelilingnya, gunakan alat ukur
disposibel untuk bentuk luka yang tidak teratur gunakan
kertas atau balutan transparan dan jiplak serta beri tanggal
pada batas luka
8. Ukur kedalaman luka dekubitus dengan menggunakan
aplikator berujung kapas atau alat lain yang memungkinkan
pengukuran kedalaman luka/ letakan jari telukjuk anda
diatas kapas streil pada permukaan luka dan kemudian
ukur dengan alat ukur disposibel
9. Ukur kedalaman lubang kulit dengan nekrosis jaringan.
Ukur pembengakan dengan cara gunakan sarung tangan
steril,palpasi tepi luka untuk regangan
jaringan,pembengkakan minimal sampai sedang adalah hal
yang normal pada tahap awal penyembuhan luka dan
Gunakan aplikator berujung kapas steril dan dengan lembut
tekan tepi luka
10. Cuci kulit sekitar luka secara lembut dengan air hangat dan
sabun. Cuci secara menyeluruh dengan air
11. Dengan perlahan keringkan kulit secara menyeluruh
dengan handuk dengan cara ditekan-tekan
12. Gunakan sarung tangan steril
13. Bersihkan luka secara menyeluruh dengan cairan larutan
salin normal (NaCl) atau agens pembersih. Untuk luka
dalam gunakan semprit irigasi.
12.Gunakan agens topikal jika diresepkan
 Enzim
a. Pertahankan sarung tangan steril. Oleskan sedikit
salep enzim pada telapak tangan
b. Ratakan obat dengan menggosok telapak tangan
kuat-kuat
c. Oleskan salep secara tipis dan merata di atas luka
nekrotik, jangan oleskan enzim pada kulit sekitar luka
d. Basahi kasa balutan dengan cairan garam fisiologis
(NaCl) dan tempelkan langsung pada luka
e. Tutup kasa yang basah dengan satu lapis kasa kering
dan plester dengan baik
 Antiseptik
a. Luka dalam : berikan salep antiseptik pada tangan
dengan sarung tangan dominan dan oleskan secara
merata salep di sekitar luka (hindari penyebaran
kontaminasi jika area terinfeksi)
b. Pasang bantalan kasa steril di atas luka dan plester
dengan kuat
 Agens hidrogel
a. Tutup permukaan luka dengan hidrogel
menggunakan aplikator steril atau sarung tangan
b. Pasang kasa kering yang halus di atas gel untuk
menutupi luka dengan sempurna
 Kalsium alginat
a. Bungkus luka dengan alginat menggunakan aplikator

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 71


atau sarung tangan
b. Gunakan kasa kering yang halus atau hidrokoloid di
atas alginat
13.Ubah posisi klien dengan nyaman tidak pada posisi luka
dekubitus
14.Lepaskan sarung tangan dan bereskan peralatan yang
basah.
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
respon klien

F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

F. Teknik perawatan Gips


1. Pengertian
Gips adalaah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh .
Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai dengan
kontur tubuh tempat gips dipasang (Brunner & Sunder, 2000)
2. Tujuan
3. Jenis-Jenis Gips

a. Gips lengan pendek : memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak
tangan, melingkar erat didasar ibu jar. Bila ibu jari dimasukkan dinamakan
spika ibu jari (gips gauntlet).
b. Gips lengan panjang :memanjang jdari setinggi lipatan ketiak sampai di
sebelah proksimal lipatan telapak tangan, siku biasanya diimobilisasi dala
posisi tegak luru.
c. Gips tungkai pendek : memanjang dari bawah lutut sampai dasar jari kaki,
kakai dalam sudut tegak lurus pada posisi netral.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 72


d. Gips tungkai panjang : mamanjang dari perbatasan sepertiga atas dan
tengah paha sampai dasar jari kaki, lutut sedikit fleksi.
e. Gips berjalan : Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat
dan dapat disertai telapak untuk berjalan
f. Gips tubuh : Gips ini melingkar di batang tubuh
g. Gips spika bahu : Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan siku
h. Gips spika panggul : Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas
bawah (gips spika tunggal atau ganda).

4) Bahan-Bahan Gips

a) Plester, gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh secara halus. Gulungan krinolin
diimregasi dengan serbuk kalsium sulfat anhidrus (Kristal gypsum). Jika basah terjadi
reaksi kristalisasi dan mengeluarkan panas. Kristalisasi menghasilkan pembalut yang
kaku . kekuatan penuh baru tercapai setelah kering , memerlukan waktu 24-72 jam
untuk mongering. Gips yang kering bewarna mengkilap , berdenting, tidak
berbau,dan kaku, sedangkan gips yang basah berwarna abu-abu dan kusam,
perkusinya pekak, terba lembab, dan berbau lembab.

b) Nonplester. Secara umum berarti gips fiberglass, bahan poliuretan yang di aktifasi air
ini mempunyai sifat yang sama dengan gips dan mempunyai kelebihan karna lebih
ringan dan lebih kuat, tahan air dan tidak mudah pecah.di buat dari bahan rajuutan
terbuka, tidak menyerap, diimpregnasi dengan bahan pengeras yang dapat
mencapai kekuatan kaku penuhnya hanya dalam beberapa menit.

c) Nonplester berpori-pori, sehingga masalah kulit dapat di hindari . gips ini tidak
menjadi lunak jika terkena air,sehingga memungkinkan hidro terapi. Jika basah dapat
dikeringkan dengan pengering rambut.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 73


5) Bentuk pemasangan Gips

a) Bentuk lembaran sehingga gips menutup separuh atau dua pertiga lingkaran
permukaan anggota gerak.Gips lembaran yang dipasang pada kedua sisi
antero-posterior anggota gerak sehingga merupakan gips yang hampir
melingkar.
b) Gips sirkuler yang dipasang lengkap meliputi seluruh anggota gerak.
c) Gips yang ditopang dengan besi atau karet dan dapat dipakai untuk menumpu
atau berjalan pada patah tulang anggota gerak bawah.

6) Indikasi pemasangan Gips

a) Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal).


b) Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri misalnya
gips korset pada tuberkulosis tulang belakang atau pasca operasi seperti operasi
pada skoliosis tulang belakang.
c) Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-anak
dan fraktur tertentu pada orang dewasa.
d) Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes
ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh karena berbagai
sebab.
e) Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
f) Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu setelah
suatu operasi misalnya pada artrodesis. Imobilisas setelah operasi pada tendo-
tendo tertentu misalnya setelah operasi tendo Achilles.
g) Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau protesa.

7) Kontraindikasi pemasangan Gips

a) Rasa sakit akibat tekanan yang dapat timbul akibat tekanan pada tonjolan-
tonjolan tulang, berasal dari permukaan dalam gips yang tidak rata, atau berasal
dari tekanan benda asing diantara gips dan tungkai
b) Edema pada distal garis gips, edema akibat cidera biasanya hilang dalam waktu
dua sampai tiga hari dengan menaikan tungkai dan melakukan latihan aktif pada
sendi-sendi yang tidak bergips.
c) Kulit melepuh, kekeringan dan bersisik tidak dapat dihindari pada kulit yang
dibungkus gips karena epitel-epitel yang lepas tidak dapat dibersihkan.

i. Gangren, terjadinya gangren setelah fraktur biasanya disebabkan oleh


kerusakan system vaskular pada tungkai cidera

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 74


8) Perawatan pemasangan Gips

Anda tidak bisa melepas gips ini sendiri. Ketika tulang Anda sudah sembuh, dokter
yang akan membuka gips. Jadi, selama masih memakai gips, cara merawatnya
adalah:

a) Belajar beradaptasi

Pada pertama kalinya memakai gips, Anda harus belajar beradaptasi. Dokter
akan memberi tahu Anda kapan gips kering dan siap menahan beban. Ikuti
petunjuk dokter agar Anda tidak kesulitan beraktivitas dengan menggunakan gips
ketika sudah pulang dari rumah sakit. Yang perlu diingat pada gips kaki, ada
sebagian yang boleh digunakan untuk tumpuan berjalan, ada juga yang tidak.
Anda harus memastikannya dengan bertanya kepada dokter.

b) Hindari terkena air

Pada pertama kalinya memakai gips, Anda harus belajar beradaptasi. Dokter
akan memberi tahu Anda kapan gips kering dan siap menahan beban. Ikuti
petunjuk dokter agar Anda tidak kesulitan beraktivitas dengan menggunakan gips
ketika sudah pulang dari rumah sakit. Yang perlu diingat pada gips kaki, ada
sebagian yang boleh digunakan untuk tumpuan berjalan, ada juga yang tidak.
Anda harus memastikannya dengan bertanya kepada dokter.

c) Penanganan apabila terjadi pembangkakan

Pada saat memakai gips, ada kemungkinan terjadi pembengkakan di bagian


yang tertutup gips. Pembengkakan dapat menyebabkan bagian tersebut terasa
sakit dan memperlambat penyembuhan. Anda dapat melakukan hal-hal berikut
untuk mengurangi pembengkakan:

• Pada 1-3 hari pertama setelah pemakaian gips, tempatkan bagian tubuh yang
dibalut gips lebih tinggi atau ganjal menggunakan bantal agar posisinya lebih
tinggi daripada jantung. • Goyang-goyangkan jari-jari pada bagian tangan atau
kaki yang dibalut gips. • Pada 2-3 hari pertama setelah pemakaian gips,
kompres gips dengan es. Caranya, bungkus es dengan handuk dan tempelkan
pada gips. Kompres bagian yang bengkak, yaitu pada gips dan bukan pada
kulit, selama 15-30 menit, tiap beberapa jam sekali.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 75


Saran dan Larangan selama Memakai Gips
Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan selama Anda memakai gips.

Disarankan untuk melakukan langkah ini:

 Gunakan kipas angin atau hair dryer untuk meniup jika bagian yang
dibalut gips terasa gatal.

 Jauhkan gips dari kotoran dan selalu menjaga kebersihan di daerah


sekitar tubuh yang dibalut gips.

 Tetap menggerak-gerakkan sendi atau bagian yang tidak dibalut gips


agar tidak kaku.

 Mengonsumsi obat pereda nyeri jika muncul rasa sakit.

Anda tidak disarankan untuk melakukan langkah ini:

 Menggunakan alat apa pun untuk menggaruk jika pada permukaan kulit
yang dibalut gips terasa gatal.

 Menggunakan losion, deodoran, bedak tabur, atau minyak di dekat gips.

 Mengemudikan kendaraan.

 Mengangkat sesuatu yang berat.

 Mengubah posisi atau ukuran gips

9) Prosedur perawatan gips

A Tahap Pre Interaksi


4. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan medis klien
5. Siapkan alat-alat
a. Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstermitas tubuh yang akan
digibs
b. Baskom berisi air biasa (untuk merendam gips)
c. Baskom berisi air hangat
d. Gunting perban
e. Benkok
f. Perlak dan alasnya
g. Waslap
h. Pemotong gips
i. Kasa dalam tempatnya
j. Handuk
k. Krim kulit
l. Spons rubs
m. Padding

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 76


6. Cuci tangan

B Sikap dan Perilaku


1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan memperkenalkan
diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
klien dan keluarga
3. Beri kesempatan klien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
5. Teruji tanggap terhadap reaksi klien
6. Teruji sabar dan teliti
C Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Cukur daerah yang akan dipasang gips, dibersihkan, dan dicuci
dengan sabun kemudian dikeringkan dengan handuk dan diberi krim
kulit
3. Sokong ekstermitas atau bagian tubuh yang akan digips
4. Posisikan dan pertahankan bagian yang akan digips dalam posisi yang
ditentukan dokter selama prosedur
5. Pasang spongs rubs (bahan yang menyerap keringat) pada bagian
tubuh yang akan dipasang gips, pasang dengan cara yang halus dan
tidak mengikat. Tambahkan bantalan didaerah tonjolan tulang dan
pada jalur saraf.
6. Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat
sampai gelembung-gelembung udara dari gips habis keluar.
Selanjutnya, diperas untuk mengurangi air dalam gips
7. Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips
secara melingkar mulai dari distal keproksimal tidak terlalu kendor atau
ketat. Pada waktu membalut, lakukan dengan gerakan
bersinambungan agar terjaga ketmpang tindihan lapisan gips.
Dianjurkan dalam jarak yang tetap (kira-kira 50% dari lebar gips)
lakukan dengan gerakan yang bersinambungan agar tetap terjaga
kontak yang konstan dengan bagian tubuh
8. Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan
pemotong gips
9. Bersihkan partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips
10. Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak
tangan. Jangan diletakan pada permukaan keras atau pada tepi yang
tajam dan hindari tekanan pada gips

D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta respon klien

F Teknik

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 77


1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan kondisi
klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

G. Teknik perawatan perioperasi


1. Pengertian perioperasi
Perioperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai pre
operasi (pre bedah), intra operasi (bedah), dan post operasi (pasca bedah). Pre
bedah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan, dimulai
sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja bedah. Intra
bedah merupakan masa pembedaahan dimulai sejak ditransfer ke meja bedah
dan berakhir saat pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pasca bedah merupakan
masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki
ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
2. Persiapan dan perawatan pre operasi
Pre operasi (pre bedah) merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan
pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien
di meja bedah.
Hal-hal yang perlu dikaji dalam tahap pra oprasi adalah pegetahuan tentang
persiapan pembedahan, dan kesiapan psikologis. Prioritas pada prosedur
pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan persetujuan
klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk
mencegah ketidak tahuan klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan
juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan keluarganya
mengenai tindakan tersebut.
a. Rencana tindakan :
1) Pemberian pendidikan kesehatan pre operasi
Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan mencangkup penjelasan
mengenai berbagai informasi dalam tindakan pembedahan. Informasi
tersebut diantaranya tentang jenis pemeriksaan yang dilakukan
sebelum bedah, alat-alat khusus yang di perlukan, pengiriman ke kamar
bedah, ruang pemulihan, dan kemungkinan pengobatan setelah bedah.
2) Persiapan diet

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 78


Sehari sebelum bedah, pasien boleh menerima makanan biasa.
Namun, 8 jam sebelum bedah tersebut dilakukan, pasien tidak
diperbolehkan makan. Sedangkan cairan tidak diperbolehkan 4 jam
sebelum operasi, sebab makanan dan cairan dalam lambung dapat
menyebabkan aspirasi.
3) Persiapan kulit
Dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang akan dibedah dari
mikroorganisme dengan cara menyiram kulit dengan sabun
heksakloforin atau sejenisnya yang sesuai dengan jenis pembedahan.
Bila pada kulit terdapat rambut, maka harus di cukur.
4) Latihan napas dan latihan batuk
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pengembangan
paru-paru. Pernapasan yang dianjurkan adalah pernapasan diafragma,
dengan cara berikut:
 Atur posisi tidur semifowler, lutut dilipat untuk mengembangkan
toraks.
 Tempatkan tangan diatas perut.
 Tarik napas perlahan-lahan melalui hidung, biarkan dada
mengembang.
 Tahan napas 3 detik.
 Keluarkan napas dengan mulut yang dimoncongkan.
 Tarik napas dan keluarkan kembali, lakukan hal yang sama hingga
tiga kali setelah napas terakhir, batukkan untuk mengeluarkan
lendir.
 Istirahat.
5) Latihan kaki
Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah dampak tromboflebitis.
Latihan kaki yang dianjurkan antara lain latihan memompa otot, latihan
quadrisep, dan latihan mengencangkan glutea. Latihan memompa otot
dapat dilakukan dengan mengontraksi otot betis dan paha, kemudian
istirahatkan otot kaki, dan ulangi hingga sepuluh kaki. Latihan quadrisep
dapat dilakukan dengan membengkokkan lutut kaki rata pada tempat
tidur, kemudian meluruskan kaki pada tempat tidur, mengangkat tumit,
melipat lutut rata pada tempat tidur, dan ulangi hingga lima kali. Latihan
mengencangkan glutea dapat dilakukan dengan menekan otot pantat,
kemudian coba gerakkan kaki ke tepi tempat tidur, lalu istirahat, dan
ulangi hingga lima kali.
6) Latihan mobilitas
Latihan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi, mencegah
dekubitus, merangsang peristaltik, serta mengurangi adanya nyeri.
Melalui latihan mobilitas, pasien harus mampu menggunakan alat di
tempat tidur, seperti menggunakan penghalang agar bsa memutar

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 79


badan, melatih duduk di sisi tempat tidur, atau dengan menggeser
pasiem ke sisi tempat tidur. Melatih duduk diawali dengan tidur fowler,
kemudian duduk tegak dengan kaki menggantung di sisi tempat tidur.
7) Pencegahan cedera
Untuk mengatasi risiko terjadinya cedera, tindakan yang perlu dilakukan
sebelum pelaksanaan bedah adalah:
 Cek identitas pasien.
 Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu,
misalnya cincin, gelang, dan lain-lain.
 Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi.
 Lepaskan kontak lensa.
 Lepaskan protesis.
 Alat bantu pendengaran dapat dapat digunakan jika pasien tidak
dapat mendengar.
 Anjurkan pasien untukmengosongkan kandung kemih.
 Gunakan kaos kaki anti emboli jika pasien berisiko terjadi
tromboflebitis.
3. Persiapan dan perawatan post operatif
Post Operasi (pasca bedah) merupakan masa setelah dilakukan
pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang pemulihan dan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Setelah tindakan pembedahan (pra oprasi), beberapa hal yang perlu dikaji
diantaranya adalah status kesadaran, kualitas jalan napas, sirkulasi dan
perubahan tanda vital yang lain, keseimbangan elektrolit, kardiovaskular, lokasi
daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat-alat yang digunakan dalam
pembedahan. Selama periode ini proses asuhan diarahkan pada menstabilkan
kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri
dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera
membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan
nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah
masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan
yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang
memperlama perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri pasien.
Memperhatikan hal ini, asuhan postoperasi sama pentingnya dengan prosedur
pembedahan itu sendiri.

b. Faktor yang Berpengaruh Postoperasi

1) Mempertahankan jalan nafas


Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 80


2) Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan
nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul.
3) Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran
plasma ekspander.
4) Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui
keadaan pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau
muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga perlu
dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk
dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami
pasien.
5) Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien.
Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi
akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban
bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
6) Mempertahanakan kenyamanan dan mencegah resiko injury
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan,
disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat
tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan
pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan
medi terkait dengan agen pemblok nyerinya.

b. Tindakan:

1) Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri dapat


dilakukan manajemen luka. Amati kondisi luka operasi dan jahitannya,
pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi
perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan. Kemudian
memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein dan
vitamin C dapat membantu pembentukan kolagen dan mempertahankan
integritas dinding kapiler.
2) Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan napas, tarik
napas yang dalam dengan mulut terbuka, lalu tahan napas selama 3 detik
dan hembuskan. Atau, dapat pula dilakukan dengan menarik napas melalui
hidung dan menggunakan diafragma, kemudian napas dikeluarkan secara
perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 81


3) Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang berisiko
tromboflebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus
meninggikan kaki pada tempat duduk guna untuk memperlancar vena.
4) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan memberikan
cairan sesuai kebutuhan pasien, monitor input dan output , serta
mempertahankan nutrisi yang cukup.
5) Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupan dan output,
serta mencegah terjadinya retensi urine.
6) Mobilisasi dini, dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif
yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan
mengeluarkan sekret dan lendir. Mempertahankan aktivitas dengan latihan
yang memperkuat otot sebelum ambulatori.
7) Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi secara terapeutik.
8) Rehabilitasi, diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien
kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang
diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
9) Discharge Planning. Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan
informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari
dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post operasi.

c.Discharge planning :

1) Untuk perawat/bidan : berisi point-point discahrge planing yang diberikan


kepada klien (sebagai dokumentasi)
2) Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.
4. Perawatan luka post operasi
H. Pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit
1. Memberikan transfusi darah
a. Pengertian

Transfusi adalah memindahkan atau memasukkan darah seseorang


( donor ) kepada orang lain (pasien yang memerlukannya) melalui vena.
Menggantikan jumlah darah pasien yang hilang melebihi dari jumlah
tertentu, untuk meningkatkan kadar HB dalam tubuh, untuk menggantikan
darah yang tidak cocok pada bayi/neonatus (exchange transfusion), untuk
mengganti darah pasien yang keracunan dll dengan darah yang baru
misalnya pada pasien uraemi.
Transfusi darah adalah proses transfusi darah atau komponen darah
merupakan prosedur keperawatan. Perawat bertanggung jawab untuk
mengkaji sebelum dan selama transfusi serta mengatur transfusi yang
dilakukan. Transfusi dilakukan pada pasien yang banyak kehilangan,
misalnya pada waktu operasi, melahirkan atau kecelakaan, pada penyakit

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 82


tertentu, misalnya penyakit darah (anemia, leukimia, dll), pada neonatus
yang hyperbilirubin yang tidak dapat diatasi dengan therapi lain. Sebelum
pemberian darah dilakukan, cocokkan dengan teliti label/stiket botol darah
dengan status pasien yang bersangkutan. Bila pemberian akan dilakukan
darah harus bercampur dengan homogen/rata terlebih dahulu, caranya
dengan membalikkan botol perlahan-lahan sampai cairan tercampur rata,
tidak boleh dikocok-kocok atau dipanaskan. Reaksi pasien perlu diawasi 15
menit pertama, apabila terjadi pasien menggigil, sesak napas,
urticaria/biduran, suhu tinggi, nyeri pinggang, sakit sepanjang vena dan lain-
lain maka segera hentikan pemberian transfusi.
Transfusi darah pada hakekatnya adalah pemberian darah atau
komponen darah dari satu individu (donor) ke individu lainnya (resipien),
dimana dapat menjadi penyelamat nyawa, tapi dapat pula berbahaya
dengan berbagai komplikasi yang dapat terjadi, sehingga transfusi darah
hendaklah dilakukan dengan indikasi yang jelas dan tepat sehingga
diperoleh manfaat yang jauh lebih besar dari pada resiko yang mungkin
terjadi (FK-UI 2006,

b. Tujuan

1) Meningkatkan volume sirkulasi darah setelah pembedahan, trauma atau


pendarahan
2) Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar
hemoglobin pada klien yang mengalami anemia berat
3) Memberikan komponen seluler yang terpilih sebagai terapi pengganti
(misal : faktor pembekuan plasma untuk membantu mengontrol
pendarahan pada klien yang menderita hemofilia).

c. Lokasi pengambilan darah


Pengambilan darah vena, umumnya diambil dari vena mediana cubiti yang
terletak pada sisi lipatan siku. Vena ini terletak dipermukaan kulit, cukup
besar, dan tidak dekat dengan syaraf. Bisa juga di bagian vena cephalica
dan vena basilica tetapi pada bagian vena basilica harus dilakukan dengan
hati – hati karena letaknya berdekatan dengan arteri bracnchialis dan syaraf
mediana.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 83


d. Golongan darah
Donor perlu memperhatikan jenis aglutinogen di dalam eritrosit, sedangkan
resipien perlu memperhaitkan jenis aglutinin dalam plasma darah. Sebelum
melakukan transfusi perlu menentukan golongan darah resipien dan
golongan darah donor. Proses penentuan golongan darah dilakukan dengan
cara Tes Darah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Setelah diketahui
jenis golongan darah antara donor dan resipien barulah proses transfuse
darah dapat dilakukan.
Bagan Transfusi Darah

a. Jika Anda memiliki golongan darah A, maka Anda memiliki antigen A pada sel
darah merah dan memproduksi antibodi untuk melawan sel darah merah
dengan antigen B.
b. Jika Anda memiliki golongan darah B, maka Anda memiliki antigen B pada sel
darah merah dan memproduksi antibodi A untuk melawan sel darah merah
dengan antigen A.
c. Jika Anda memiliki golongan darah AB, maka Anda memiliki antigen A dan B
pada sel darah merah. Ini juga berarti Anda tidak memiliki antibodi A dan B
pada plasma darah.
d. Jika Anda memiliki golongan darah O, maka Anda tidak memiliki antigen A
atau B pada sel darah merah. Ini berarti darah bergolongan O bisa diberikan

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 84


pada orang dengan golongan darah apa pun (donor universal). Orang
bergolongan darah O memproduksi antibodi A dan B di plasma darah.
Pemilik golongan darah O bisa mendonorkan darahnya kepada siapa pun, tapi
mereka tidak bisa asal menerima darah. Mereka hanya bisa mendapatkan
transfusi darah dari tipe O saja. Sebaliknya, golongan darah AB tergolong
penerima universal. Kalangan ini bisa mendapat transfusi darah dari jenis A, B,
AB, atau O. Namun kalangan ini hanya bisa mendonorkan darahnya kepada
mereka dengan darah jenis AB saja.
Faktor rhesus (Rh) adalah jenis antigen yang ada pada sel darah merah. Jika
seseorang memiliki faktor Rh, maka dia tergolong positif dan jika tidak, negatif.
Kalangan yang memiliki Rh negatif bisa mendonorkan darahnya kepada orang
yang memiliki status Rh negatif dan Rh positif. Pendonor dengan Rh positif hanya
bisa memberikan darahnya kepada orang dengan status Rh positif.

abel Kecocokan Sel Darah Merah Pendonor dan Penerima

Pendonor
Penerima
O− O+ A− A+ B− B+ AB− AB+

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


O− Cocok
cocok cocok cocok cocok cocok cocok cocok

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


O+ Cocok Cocok
cocok cocok cocok cocok cocok cocok

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


A− Cocok Cocok
cocok cocok cocok cocok cocok cocok

Tidak Tidak Tidak Tidak


A+ Cocok Cocok Cocok Cocok
cocok cocok cocok cocok

Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


B− Cocok Cocok
cocok cocok cocok cocok cocok cocok

B+ Cocok Cocok Tidak Tidak Cocok Cocok Tidak Tidak

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 85


cocok cocok cocok cocok

Tidak Tidak Tidak Tidak


AB− Cocok Cocok Cocok Cocok
cocok cocok cocok cocok

AB+ Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok Cocok

e. Prosedur tindakan

A. Tahap Pre Interaksi


1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam
catatan medis klien
2. Siapkan peralatan
a. Selang tranfusi darah (set darah Y dengan filter
dalam selang)
b. Kantong/botl berisi normal salin sebanyak 250-500
ml
c. Paket sel atau darah lengkap, sesuai program
d. Penghangat darah dan coiled tubing
e. Lembar keterangan darah
f. Lembar monitoring TTV
g. Sarung tangan non steril
h. Alat dan bahan untuk pelaksanaan IV line
i. Alkohol swab
3. Cuci tangan

B. Sikap dan Perilaku


1. Berikan salam, panggil pasien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarga
3. Beri kesempatan pasien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
5. Teruji tanggap terhadap reaksi pasien
6. Teruji sabar dan teliti

C. Tahap Kerja
1. Gunakakan sampiraran untuk menjaga privacy
pasien.
2. Memasang sarung tangan.
3. Siapkan selang tranfusi darah.
4. Pasang IV line jika belum terpasang.
5. Lepaskan selang infuse dari penghubung selang
dan hubungkan selang darah ke penghubung IV line:

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 86


buang atau letakkan tutup jarum di atas ujung selang
infuse sebelumnya.
6. Buka regulator / klem geser salin secara penuh
dan atur kecepatan infuse yang akan mempertahankan
vena tetap terbuka (15 sampai 30 ml/jam) sampai
darah tersedia.
7. Ambil darah dan lakukan pemeriksaan untuk
keamanan:
a. Saat darah diambil dari Bank Darah,
periksa informasi darah dan informasi pasien,
bandingkan kemasan darah dengan catatan
program dan periksa nama pasien, nomor institusi,
golongan darah, nomor ID darah yang telah
dikomputerisasi dan tanggal kadaluarsa.
b. Periksa identitas nama pasien: nama dan
nomor institusi. Jika tercatat adanya
ketidasesuaian, segera beritahu bank darah dan
tunda pemeberian tranfuse sampai masalah
teratasi.
c. Periksa ketepatan informasi identitas
dengan perawat kedua (double check). Identitas
pasien pertama kali dan lakukan secara verbal
dengan memeriksa ketepatan format identifikasi
tertulis. Libatkan pasien dalam proses identifikasi
secara verbal
8. Isi lembar bank darah dengan tanggal dan jam
permulaan infuse dan pemeriksaan informasi yang
dilakukan perawat.
9. Periksa dan catat denyut nadi, pernafasan,
tekanan darah dan suhu tubuh.
10. Lepaskan tutup di sisi lain selang darah untuk
memperlihatkan selang penusuk dan masukan selang
penusuk ke port kantong darah.
11. Tutup regulator / klem geser (#1) pada sisi selang
normal salin dan buka regulator darah/klem geser (#1)
pada sisi selang darah.
12. Atur kecepatan tetesan tranfusi darah
a. Maksimal 30 ml darah dalam 15 menit
pertama
b. Setengah sampai seperempat volume
darah setiap jam (62-125 ml/jam tergantung pada
toleransi pasien terhadap perubahan volume,
periksa untuk mengetahui apakah bank darah akan
membagi unit menjadi dua bagian sehingga 8 jam
dapat digunakan untuk menginfuskan unit darah
secara total)
13. Periksa tanda vital dan suhu sekali lag setelah 15
menit dari awal tranfuse, kemudian setiap setengah
jam atau setiap jam sampai tranfuse selesai: periksa
kelengkapan pemberian setiap unit darah.
14. Saat tranfusi darah selesai, tutup klem regulator /
klem geser salin (#1), buka regulator / klem geser salin
#1 dan mulai berikan infuse normal salin. Lepaskan
kantong darah yang telah kosong dan tutup kembali

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 87


selang penusuk darah.
15. Isi waktu selesainya pemberian darah pada lembar
bank darah dan letakan fotokopi lembar bank darah
dengan kantong kosong atau letakan fotokopi lembar
bank darah pada catatan. Jika tidak ada lagi darah
yang akan diberikan, gantikan selang tranfuse darah
dengan selang IV.
16. Bereskan peralatan dan rapikan pasien

D. Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subjektif dan objektif)
2. Beri reinforcement positif pada pasien.
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E. Dokumentasi
1. Dokumentasi tindakan yang sudah dilakukan
beserta respon pasien

F. Tehnik
11. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi pasien
12. Bekerja dengan hati-hati dan cermat
13. Mengahagai privasi atau budaya pasien
14. Bekerja secara sistematis

2. Memberikan nutrisi parenteral total (TPN)


a. Pengertian
Total Parenteral Nutrition (TPN) atau Total Nutrition Admixture (TNA)
merupakan terapi pemberian nutrisi secara intravena kepada pasien yang
tidak dapat makan melalui mulut.
Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Rock CL
(2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan
makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan,
pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik
antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi.
Sedangkam menurut Supariasa (2001), nutrisi adalah suatu proses
organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui
proses degesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 88


pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ, serta
menghasilkan energi.
Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan
langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan. Para
peneliti sebelumnya menggunakan istilah hiperalimentasi sebagai pengganti
pemberian makanan melalui intravena, dan akhirnya diganti dengan istilah
yang lebih tepat yaitu Nutrisi Parenteral Total, namun demikian secara
umum dipakai istilah Nutrisi Parenteral untuk menggambarkan suatu
pemberian makanan melalui pembuluh darah. Nutrisi parenteral total (TPN)
diberikan pada penderita dengan gangguan proses menelan, gangguan
pencernaan dan absorbsi (Bozzetti, 1989; Baron, 2005; Shike 1996; Mahon,
2004;Trujillo,2005
b. Tujuan
Tujuannya adalah mengganti dan mempertahankan nutrisi-nutrisi penting
tubuh melalui infus intravena ketika (dan hanya ketika) pemberian makanan
secara oral bersifat kontraindikasi atau tidak mencukupi. TPN digunakan
ketika diperlukan saja dikarenakan oleh risiko yang terkait dengan terapi ini
dan tingginya biaya untuk melakukan terapi ini.
1) Menyediakan nutrisi bagi tubuh melalui intravena, karena tidak
memungkinkannya saluran cerna untuk melakukan proses pencernaan
makanan.
2) Total Parenteral Nutrition (TPN) digunakan pada pasien dengan luka
bakar yang berat, pancreatitis ,inflammatory bowel syndrome,
inflammatory bowel disease,ulcerative colitis,acute renal failure,hepatic
failure,cardiac disease, pembedahan dan cancer.
3) Mencegah lemak subcutan dan otot digunakan oleh tubuh untuk
melakukan katabolisme energy.
4) Mempertahankan kebutuhan nutrisi
5) Pemberian dari nutrisi parenteral didasarkan atas beberapa dasar
fisiologis, yakni:
 Apabila di dalam aliran darah tidak tercukupi kebutuhan
nutrisinya,kekurangan kalori dan nitrogen dapat terjadi.
 Apabila terjadi defisiensi nutrisi,proses glukoneogenesis akan
berlangsung dalam tubuh untuk mengubah protein menjadi
karbohidrat.
 Kebutuhan kalori Kurang lebih 1500 kalori/hari,diperlukan oleh rata-
rata dewasa untuk mencegah protein dalam tubuh untuk digunakan.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 89


 Kebutuhan kalori menigkat terjadi pada pasien dengan penyakit
hipermetabolisme,fever,injury,membutuhkan kalori sampai dengan
10.000 kalori/hari.
 Proses ini menyediakan kalori yang dibutuhkan dalam konsentrasi
yang langsung ke dalam system intravena yang secara cepat terdilusi
menjadi nutrisi yang tepat sesuai toleransi tubuh.
c. Indikasi
TPN diberikan pada keadaan-keadaan sebagai berikut:

1) Gangguan absorbs makanan seperti pada fistula enterokunateus,


atresia intestinal, colitis infeksiosa, obstruksi usus halus.
2) Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pancreatitis
berat, status pre operatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal,
diare berulang.
3) Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan.
4) Makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemisis
gravidarum (Wiryana, 2007)
d. Komposii total parenteral nutrition
TPN ditujukan untuk menyediakan semua nutrisi yang dibutuhkan
seperti pada diet normal. Penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan
pasien secara individual. TPN terdiri dari air, protein, karbohidrat, lemak,
elektrolit, trace elements, dan vitamin.
1) Air
Kebutuhan air pada dewasa normal adalah 30-35 ml/kg/hari. Pasien
dengan kondisi tertentu seperti diare, muntah, berkeringat, dan demam
memerlukan jumlah air yang lebih besar. Kebutuhan air juga dipengaruhi
oleh beberapa penyakit seperti gangguan jantung, saluran pernafasan,
hati, dan ginjal.
2) Sumber energi dan nitrogen
Kebutuhan energi pada pasien sulit ditentukan dan kemungkinan
dapat mencapai 12000 kJ/hari. Kebutuhan energi meningkat pada pasien
dengan luka bakar, sepsis, pireksia dan trauma sehingga pasien
perawatan intensif membutuhkan energi dalam jumlah besar.
Glukosa adalah sumber karbohidrat yang paling banyak dipilih.
Larutan glukosa pekat diberikan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan
diberikan dalam bentuk infus melalui vena sentral untuk menghindari
trombosis. Emulsi lemak menyediakan asam lemak esensial bagi tubuh
dan berguna sebagai pembawa vitamin larut lemak. Intralipid adalah
emulsi lipid/water yang menyediakan sumber energi 4600 kJ/L (10%)
atau 8400 kJ/L (20%). Meskipun lipid tidak lazim digunakan sebagai

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 90


sumber energi, sebaiknya diberikan setidaknya tiap minggu untuk
mencegah defisiensi asam lemak.
Satu gram nitrogen setara dengan 6,25 gram protein, yang setara
dengan 5-6 gram asam amino. Albumin dibutuhkan jika terjadi
hipoalbuminemia yang sering terjadi pada pasien dalam kondisi sakit
kritis.
3) Nutrisi Mikro
Elektrolit, vitamin, mineral, dan trace elements penting untuk
menyediakan sumber nutrisi menyeluruh dan mencegah
ketidakseimbangan atau defisiensi yang mungkin timbul.
Larutan elektrolit untuk nutrisi parenteral mengandung Na, K, Ca,
Mg, Cl, dan asetat dalam berbagai konsentrasi, atau berupa garam
elektrolit tunggal. Larutan asam amino dapat mengandung klorida dan
asetat, atau fosfat, dan ada yang mengandung berbagai jenis elektrolit.
Jumlah tiap-tiap elektrolit yang ditambahkan bersifat individual
bergantung kebutuhan pasien.
Vitamin dibutuhkan tubuh dalam proses metabolisme. Vitamin-
vitamin larut air seperti asam askorbat, vitamin B6, niasin, riboflavin, dan
vitamin B12 biasanya tersedia dalam bentuk injeksi tunggal. Sedangkan
vitamin larut lemak, seperti vitamin A, D, E, K dapat ditambahkan ke
dalam formulasi nutrisi parenteral.
Trace elements esensial dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang
kecil, yaitu zink, tembaga, mangan, besi, krom, molibdenum, dan
selenium. Trace elements ini berperan sebagai kofaktor dalam sistem
enzim.
4) Tambahan lain
Insulin dibutuhkan bila glukosa hipertonik diberikan terkait insulin
endogen yang tidak memadai atau adanya resistensi insulin.
e. Cara pemberian nutrisi parenteral
1) Nutrisi parenteral sentral ( untuk nutrisi parenteral total ) :

Merupakan pemberian nutrisi melalui intravena dimana kebutuhan nutrisi


sepenuhannya melalui cairan infuse karena keadaan saluran pencernaan
klien tidak dapat digunakan. Cairan yang dapat digunakan adalah cairan
yang mengandung karbohidrat seperti Triofusin E 1000, cairan ini yang
mengandung asam amino seperti Pan Amin G, dan cairan yang
mengandung lemak seperti intralipid

2) Nutrisi parenteral perifer ( untuk nutrisi Parenteral Parsial )

Merupakan pemberian sebagian kebutuhan nutrisi melalui intravena.


Sebagian kebutuhan nutrisi harian pasien masih dapat dipenuhi melalui

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 91


enteral. Cairannya yang biasa digunakan dalam bentuk dekstrosa atau
cairan asam amino.

f. Hal yang perlu diperhatikan selama pemberian


Pemberian nutrisi parenteral umumnya dimulai pada hari ke III pasca-
bedah/trauma. Jika keadaan membutuhkan koreksi nutrisi cepat, maka
pemberian paling cepat 24 jam pasca-trauma/bedah. Jika keadaan ragu-
ragu dapat dilakukan pemeriksaan kadar gula. Jika kadar gula darah < 200
mg/dl. pada penderita non diabetik, nutrisi parenteral dapat dimulai.
Nutrisi parenteral tidak diberikan pada keadaan sebagai berikut:
 24 jam pasca-bedah/trauma
 gagal napas
 shock
 demam tinggi
 brain death (alasan cost-benefit)
Vena perifer yang dipilih sebaiknya pada lengan, oleh karena
pemberian melalui vena tungkai bawah resiko flebitis dan trombosis vena
dalam lebih besar. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa karbohidrat
diperlukan sebagai sumber kalori. Dalam pemenuhan kalori adalah suatu
keharusan dan multak ada dekstrose, sehingga mengurangi proses
glukoneogenesis. Sebagai sumber kalori lain adalah emulsi lemak. Jika
akan diberikan emulsi lemak sebaiknya terbagi sama banyak dalam hal
jumlah kalori. Misalnya dibutuhkan jumlah kalori 1200 maka perhitungannya
sebagai berikut:
600 kcal = glukosa 150 gram
600 kcal = fat 70 gram
Kombinasi ini menghindari keadaan hiperosmolar dan hiperglikemia.
Pemberian emulsi lemak harus hati-hati dan sebaiknya diberikan seminggu
sekali. Lebih baik jika dilakukan pemeriksaan fungsi hepar secara teratur.
Contoh:
Hari I : (masa stabilisasi) cukup diberikan kristaloid (RL atau Ringer Asetat)
Hari II : Triofusin 500 sebanyak 1500 cc + intrafusin 3,5% 500 cc
maka:
Cairan : 2000 cc
Asam amino : 17,5 gram
Energi : 870 kcal
Na+ : 30,8 mEq
K+ : 15 mEq
Osmolaritas : 745 mOsm
Data ini menunjukan kekurangan natrium dan kalium. Untuk itu dapat
ditambahkan Kcl 15-20 cc (15-20 mEq) atau sesuai data laboratorium,
sedangkan natrium dapat ditambahkan NaCl 3% 200 cc yang mengandung
105 mEq Na+. NaCl 3%=513 mEq Na+/L

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 92


Hari III : Triofusin 500 sebanyak 1500 cc + intrafusin 3,5% 1000
cc + Ivelip 10% 100 cc.
Contoh ini dapat dimodifikasi dengan mudah sesuai kebutuhan. Perlu
diingat larutan yang mengandung dektrose harus diberikan terus-menerus.
Dengan demikian dapat dipergunakan stop-cock sehingga cairan lain yang
daat diberikan selang seling. Ketrampilan kita dalam pemberian nutrisi ini
perlu disertai dengan komposisi berbagai jenis cairan yang ada dipasaran
termasuk osmolaritasnya.

g. Prosedur tindakan

A Tahap Pre Interaksi


1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan alat-alat:
a. Standart Infus
b. Cairan infus sesuai instruksi (kebutuhan)
c. Infus set steril
d. Iv cath/surflo/wing needle/interocath
e. Perlak
f. Torniquet
g. Kapas alkohol 70%
h. Betadine 3%
i. Plester/handyplat hepavix
j. Kasa steril
k. Gunting
l. Bengkok
m. Sarung tangan on steril
n. Bidai bila perlu
3. Cuci tangan
B Sikap dan Perilaku
17. Berikan salam, panggil kliendengan namanya dan
memperkenalkan diri
18. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarga
19. Beri kesempatan pasien untuk bertanya
20. Atur posisi klien agar nyaman
21. Teruji tanggap terhadap reaksi pasien
22. Teruji sabar dan teliti
C Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Memeriksa etikat cairan infus
3. Menggantungkan botol infus pada standart infus
4. Mendesinfeksi dengan alkohol 70% pangkal botol infus
tempat akan dilakukan penusukan set infus
5. Menusukkan set infus ke botol infus, mengisi ½ ruangan
tetesan dengan cairan infus
6. Mengisi selang infus dengan cairan infus dan
mengeluarkan udaranya dari selang infus
7. Perawat mengenakan sarung tangan

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 93


8. Menentukan lokasi tusukan
9. Meletakkan perlak di bawah bagian tubuh yang akan di
pasang infus
10.Melakukan pembendungan dengan torniquet
11. Mendesinfeksi lokasi tusukan dengan alkohol 70%
12.Menusukkan IV cath/wing needle/surflo
13.Melepaskan torniquet
14.Menyambungkan dengan selang infus dan mengatur
kecepatan infus
15.Menilai apakah ada pembengkakan/tidak
16.Menutup lokasi penutupan dengan kasa
bethadine/handyplast
17.Memasang bidal bila perlu
18.Perawat melepas sarung tangan
19.Menulis tanggal pemasangan infus pada hipavix/penutup
lokasi infus
20.Bereskan peralatan dan rapikan klien

D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan beserta
respon klien

F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai
dengan kondisi klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

I. Teknik perawatan trakheostomi


1. Pengertian
Trakheostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior
trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru
dan memintas jalan nafas bagian atas.
Perawatan luka tracheostomi meliputi mengganti kassa, membersihkan kanul,
perawatan luka, dan menutup luka. Idealnya perawatan 1 – 2 kali/hari tergantung
kondisi dari luka tersebut.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 94


2. Indikasi trakheostomi
a. Obstruksi saluran napas atas
b. Insufisiensi mekanis respirasi
c. Kesulitan pernapasan akibat sekresi
d. Elektif: trakesotomi dilakukan untuk mempertahankan aliran udara saat
saluran napas atas tidak dapat dilakukan.
e. Untuk membantu pemasangan alat bantu pernapasan
f. Mengurangi ruang rugi /dead air space.
3. Jenis tindakan trakheostomi
a. Surgical trakeostomi
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang
operasi. Insisi dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5
cm.

b. Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat.
Dilakukan pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua
dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan
lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian
timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
c. Mini tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini
ini dimasukan menggunakan kawat dan dilator.
4. Prosedur tindakan perawatan trakheostomi

A Tahap Pre Interaksi


1. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan
medis klien
2. Siapkan alat-alat
m. Peralatan suction
n. NaCl 0,9% /air steril
o. 2 pasang handscoon steril
p. Gunting verband
q. Kom
r. Klem
s. Kassa
t. H2O2
u. Cotton Swabs
3. Cuci tangan
B Sikap dan Perilaku
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya dan
memperkenalkan diri
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 95


dilakukan kepada pasien dan keluarga
3. Beri kesempatan pasien untuk bertanya
4. Atur posisi klien agar nyaman
5. Teruji tanggap terhadap reaksi pasien
6. Teruji sabar dan teliti
C Tahap Kerja
1. Menjaga privacy klien
2. Bantu pasien keposisi fowler atau semi-Fowler
3. Gunakan sarung tangan steril
4. Lakukan pengisapan slang trakeostomi dengan tehnik
steril
5. Angkat kassa yang lama
6. Keluarkan kanula dalam dan bersihkan dengan larutan
H2O2
7. Cuci kanula dalam secara seksama di dalam kom yang
berisi NaCl 0,9%
8. Isap dengan suction kanula luarr dengan menggunakan
tehnik steril
9. Pasang kembali kanula dalam ke tempat semula
secara hati-hati dan fiksasi dengan baik
10. Bersihkan tempat insisi dan flange dengan
menggunakan cotton swab yang dibasahi air steril/NaCl
0,9% dan larutan H2O2, Kemudian keringkan.
11. Berikan saleb antibiotik di sekeliling kanula
12. Pasang balutan steril diantara stoma dan sayap kanula
secukupnya, kemudian ukur tekanannya
13. Pasang kassa yang dibasahi air steril pada lubang
kanula
14. Ganti tali ikat trakeostomi atau pita kanula. Pegan
kanula pada saat pergantian tersebut
15. Letakan sampul pita kanula dibelakang leher
16. Keluarkan udara dan cuff trakeostomi, lalu biarkan
beberapa menit
17. Isi kembali dengan udara
18. Rapikan dan kembalikan pasien ke posisi yang nyaman
19. Rapikan peralatan
D Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Mengakhiri pertemuan dengan baik
4. Cuci tangan

E Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan
beserta respon klien

F Teknik
1. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 96


dengan kondisi klien.
2. Bekerja dengan pencegahan infeksi
3. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
4. Menghargai privasi atau budaya klien
5. Bekerja secara sistematis

J. Perawatan pada pasien yang meninggal Dunia


1. Perawatan Jenazah
a) Pengertiaan

Kematian atau ajal adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam
organisme biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara
permanen, baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena
penyebab tidak alami seperti kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk
hidup mengalami pembusukan (Potter & Perry. 2008).
Perawatan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian
bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta
menjaga penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dangan kondisi waktu
hidup (Potter & Perry. 2008).
Perawatan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan
tetapi kematian pada tidak wajar pengawetan jenasah baru boleh dilakukan
setelah pemeriksaan jenazah atau otopsi dilakukan.
Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien.
Jika pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas,
perawatan jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap melalui
autopsy (Saputra Lyndon. 2013)
b) Tujuan

1) Penghormatan terhadap jenazah


2) Menjalankan kewajiban hukum fardlu ‘ain. (muslim)
3) Jenazah dalam keadaan bersih
4) Memberikan kenyamanan bagi keluarga
c) Tahapan atau respon berduka

1) Tahap pengingkaran
“Tidak mungkin, ini tidak mungkin”
Merupakan reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah
syok, tidap percaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa
kehilangan benar-benar terjadi (orang atau keluarga dari orang yang

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 97


menerima diagnosis terminal akan terus menerus mencari informasi
tambahan). Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah,
pucat,mual, diare,gengguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis,
gelisah dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam
waktu beberapa menit atau beberapa tahun.
Tindakan :
 Memberi kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
dengan cara :
 Mendorong pasien untuk mengungkapkan persaan berdukanya.
 Meningkatkan kesabaran pasien secara bertahap tentang kenyataan
dan kehilangan apabila sudah siap secara emosional.
 Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong pasien
untuk berbagi rasa dengan cara :
 Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat apa yang
dikatakan oleh pasien tanpa menghukum atau menghakimi.
 Menjelaskan kepada pasien bahwa sikap tersebut dapat terjadi pada
orang yang mengalami kehilangan.
 Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang
sakit, pengobatan dan kematian dengan cara ;
 Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang sudah
dimengerti, jelas dan tidak berbelit-belit.
 Mengamati dengan cermat respon pasien selama berbicara.
 Meningkatkan kesadaran secara bertahab.
2) Tahap marah
“Kenapa saya? Ini tidak adil, siapa yang harus disalahkan”
Yaitu individu menolak kehilangan.
Kemarahan timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya
sendiri. Orang yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan
perilaku negative, berbicara kasar, menolak pengobatan dan menuduh
dokter/bidan yang tidak kompeten. Respon fisik yang terjadi; muka
marah,nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dst.
Tindakan :
 Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa merah
secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan :
 Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan pasien sebenarnya
tidak ditinjukan kepada mereka

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 98


 Mengizinkan pasien untuk menangis
 Mendorong pasien untuk membicaran rasa marahnya
 Membantu pasien menguatkan sistem pendukung dengan orang lain.
3) Tahap tawar-menawar
“Saya akan lakukan apapun agar dapat bertahan beberapa tahun lagi”
Terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan
dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau
terangterangan seolah-olah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu
mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon
kemurahan Tuhan Yang Maha Esa.
Tindakan.
 Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan takut
dengan cara;
 Mendengar ungkapan dengan penuh perhatian
 Mendorong pasien untuk membicarakan takut atau rasa
bersalahnya.
 Bila pasien selalu mengungkapkan “ kata…” atau “ seandainya….”
Beritahu pasien bahwa bidan hanya dapat melakukan sesuatu yang
nyata.
 Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah
atau rasa takutnya.
4) Tahap Depresi.
“Apa gunanya lagi? Saya akan meninggal, saya tak peduli dengan apapun
lagi”
Pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap
sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak
berharga bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri.
Gejala fisik :
 Menolak makan
 Susah tidur
 Letih
 Dorongan libido/ menurun
 Dan lain-lain
d) Prosedur perawatan jenazah

A Tahap Pre Interaksi


5. Pastikan tindakan sesuai dengan advis dalam catatan medis klien

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 99


6. Siapkan alat-alat:
h. Celemek
i. Kapas
j. Pakaian bersih
k. Penutup/selimut
l. Verband
m. Plester
n. Gunting perban
o. Label/formulir jenazah
p. Sarung tangan
q. Bengkok
r. Tempat pakaian kotor/ember
s. Washlap
t. Waskom air bersih
7. Cuci tangan
B Sikap & Perilaku
1. Berikan salam, perkenalkan diri kepada keluarga pasien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
keluarga
3. Atur posisi klien agar nyaman saat tindakan
4. Sabar & Teliti

C Tahap Kerja
1. Pertahankan privasi pasien selama tindakan
2. Menyiapkan alat dan mendekatkan ke jenazah
3. Memakai celemek
4. Menggunakan sarung tangan

5. Ambil gigi palsu jika diperlukan dan tutup mulut. Jika mulut tetap tidak
mau tertutup, tempatkan gulungan handuk dibawah dagu agar mulut
tertutup. Tempatkan bantal dibawah kepala.
6. Lepaskan perhiasan dan barang berharga dihadapan keluarga. Beri
label identitas.
7. Melepaskan peralatan invasif (selang, kateter, NGT, tube, infus, dll).
8. Melepaskan pakaian kotor jenazah letakan kedalam ember

9. Membersihkan jenazah dengan washlap dan mengganti dengan


pakaian bersih
10. Luruskan badan, dengan lengan diletakkan diatas dada
11. Merapatkan kelopak mata dan mentup lobang-lobang pada tubuh
(hidung, telinga, dll) dengan kassa ata kapas lembab
12. Merapatkan mulut dengan cara mengikat dagu ke kepala dengan
verband.
13. Merapatkan dan mengikat tangan yang dletakan diatas dada dengan
verband
14. Merapatkan kedua kaki dengan cara kedua pergelangan kaki diikat
dengan verband pada lutut dan jempul kaki
15. Menutup jenazah dengan kain penutup
16. Mengisi lengkap formulir jenazah (nama, jenis kelamin, tanggal/jam
meninggal, asal ruangan, dll)
17. Mengikat label pada kaki jenazah

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 100


18. Membawa jenazah ke kamar mayat oleh petugas sesuai peraturan
rumah sakit
19. Membereskan peralatan
20. Melepaskan sarung tangan
21. Cuci tangan
D Tahap Terminasi
4. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
5. Mengakhiri pertemuan dengan baik
6. Cuci tangan

E Dokumentasi
2. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan

F Teknik
2. Berkomunikasi dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan kondisi
klien.
4. Bekerja dengan pencegahan infeksi
6. Bekerja dengan hati – hati dan cermat
8. Menghargai privasi atau budaya klien
10. Bekerja secara sistematis

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 101


DAFTAR PUSTAKA

Berman, A., Snyder, S.J., Kozier, B., Erb, G. 2009. Buku Ajar Praktik keperawatan Klinis Kozier Erb.
Jakarta: EGC

Hidayat A. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Buku 1. Salemba Medika, Jakarta.

Mubarak W., Chayatin N. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Potter P. A., Perry A. G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Praktik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Smeltzer S. C., Bare G. B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Tamsuri A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Buku Ajar Keterampilan Dasar Keperawatan 102

Anda mungkin juga menyukai