Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TUTORIAL

DERMATITIS PERIORAL
BLOK INDRA KHUSUS

DISUSUN OLEH :

Nama : Nurul Mukhlisah Ismail

No. Registrasi : 13 – 777 - 094

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

PALU

2015
DAFTAR ISI

1. Definisi
2. Epidemiologi
3. Klasifikasi
4. Etiopatogenesis
5. Gambaran Klinis
6. Derajat dermatitis perioral
7. Diagnosis Banding
8. Tatalaksana
9. Komplikasi
10. Prognosis
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi dermatitis perioral


Gambar 2. CIRD dan dermatitis perioral idiopatik
Gambar 3. Granulomatous periorificial dermatitis
Gambar 4. Dermatitis perioral
Gambar 5. Dermatitis perioral pada anak
Gambar 6. Granulomatous periorificial dermatitis
Gambar 7. Contoh Skoring PODSI
Gambar 8. Algoritma terapi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi lokasi lesi dermatitis perioral


Tabel 2. Perioral dermatitis severity index
Tabel 3. Diagnosis banding dermatitis perioral
Tabel 4. Terapi farmakologis dermatitis perioral
PENDAHULUAN

Perioral dermatitis adalah bentuk lesi kulit yang tampak sebagai


papuloeritema dan pustule yang timbul disekitar mulut. Perioral dermatitis sering
tampak seperti akne vulgaris, rosacea dan dermatitis seboroik. Penyebab perioral
dermatitis hingga kini masih belum diketahui dengan jelas, namun terdapat
beberapa faktor penting yang telah diketahui berhubungan erat dengan timbulnya
perioral dermatitis antara lain organisme patogenik infeksius, faktor hormonal,
penggunaan obat-obatan steroid topikal dan paparan zat kimia seperti pasta gigi
yang mengandung fluor.

Perioral dermatitis pertama kali didefinisikan pada sekitar akhir 1950-


1960. Pada era tersebut penggunaan pasta gigi berfluoride dan kortikosteroid
topical mulai tersedia dan digunakan secara luas. Pada saat itu banyak dokter
meresepkan obat kortikosteroid topical kuat yang digunakan pada kulit wajah
sedangkan efek samping dari obat tersebut belum diketahui. Perioral dermatitis
sering terjadi pada dua kelompok usia antara lain anak-anak berusia 6 bulan
sampai 16 tahun baik laki-laki maupun perempuan dan wanita berusia 17 tahun
sampai 45 tahun. Dalam sebuah studi didapatkan bahwa 71 dari 73 pasien telah
menggunakan kortikosteroid dengan fluorin sebelum timbulnya onset perioral
dermatitis. Dalam studi lainnya pada anak-anak maupun dewasa juga didapatkan
adanya riwayat penggunaan kortikosteroid topical sebanyak 72% dari total kasus
perioral dermatitis. Adanya kandungan fluoride juga diketahui mempunyai
keterlibatan dalam timbulnya perioral dermatitis. Dalam suatu penelitian yang
melibatkan 65 pasien penderita perioral dermatitis dimana kesemuanya
merupakan pengguna pasta gigi berfluoride dilakukan penggantian dengan pasta
gigi tanpa fluoride dan hasilnya setengah dari jumlah pasien tersebut mengalami
perbaikan. Definisi perioral dermatitis kini diperluas menjadi perioficial
dermatitis seiring banyaknya juga lesi kulit pada area perinasal dan periorbital.
1. Definisi
Dermatitis perioral merupakan bentuk inflamasi kulit yang terlihat sebagai
papuloeritema, vesikel dan pustula yang timbul terlokalisasi disekitar mulut,
hidung ataupun mata. Dermatitis perioral merupakan sinonim dari rosacea – like
dermatitis.

2. Epidemiologi
Insidensi dermatitis perioral terhitung mencapai 0,5 – 1% di negara industri,
tergantung dari faktor geografis yang ada. Di Jerman didapatkan 6% wanita yang
berkunjung untuk melakukan pemeriksaan kesehatan kulit mengalami dermatitis
perioral, sedangkan hanya 0,3% laki-laki saja yang mengalami dermatitis
perioral. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, pada anak-anak yang
menderita asma angka kejadian dari dermatitis perioral ini tercatat sebanyak 3%
berasal dari kelompok umur 6 bulan – 18 tahun. Selain itu, menurut hasil
penelitian terhadap lokasi lesi dermatitis perioral didapatkan sekitar 20% dari
kasus tiak terjadi pada perioral (tabel 1).

Gambar 1. Lokasi dermatitis pada perinasal dan periorbital


Tabel 1. Distribusi lokasi lesi dermatitis perioral
Perioral 39%
Perinasal 13%
Periokular 1%
Perioral dan perinasal 14%
Perioral dan periokular 6%
Perinasal dan periokular 6%
Perioral, perinasal, dan periokkular 10%

3. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya dermatitis perioral secara garis besar dapat
dibedakan menjadi dermatitis perioral yang berhubungan dengan penggunaan
kortikosteroid topikal yang merupakan subtipe dari CIRD (corticosteroid-induced
rosacea-like dermatitis) maupun yang tidak berhubungan dengan penggunaan
kortikosteroid topikal (Idiopathic dermatitis perioral). CIRD mempunya tiga
subtipe yang dibagi berdasarkan lokasi anatomi antara lain perioral, centrofacial,
dan diffuse. Dermatitis perioral yang merupakan subtipe dari CIRD merupakan
subtipe paling sering terjadi pada dewasa dan anak-anak. Pada beberapa kasus
juga terjadi pada perinasal dan periokular. Pada subtipe centrofacial terjadi pada
pipi bagian dalam, kelopak mata bagian dalam, hidung dan dahi. Pada subtipe
diffuse terjadi pada seluruh wajah dan seringkali meluas sampai ke leher.
a. b.

Gambar 2. a.Cortikosteroid induced perioral dermatitis; b. dermatitis perioral idiopatik


Dermatitis perioral idiopatik biasanya lebih sering terjadi pada pasien wanita
berusia 20 – 45 tahun meskipun dapat juga terjadi pada pria. Dermatitis perioral
idiopatik juga terjadi pada anak-anak tanpa adanya dominasi gender. Terdapat
varian lainnya dari dermatitis perioral idiopatik yaitu granulomatous periorificial
dermatitis atau Facial Afro-Caribbean Childhood Eruption (FACE).
Granulomatous periorificial dermatitis paling sering terjadi pada anak-anak ras
Afrika-Amerika dan mungkin juga berhubungan dengan penggunaan
kortikosteroid topikal. Dermatitis perioral idiopatik tidak dipengaruhi oleh
penggunaan pasta gigi berfluoride, pemakaian kosmetik dan pelembab, stress
emosional, dan agen mikrobiologi. Granulomatous periorificial dermatitis lebih
sering terjadi pada anak-anak prepubertas. Pada pasien dengan granulomatous
periorificial dermatitis terdapat lesi erupsi papular yang biasanya berukuran 1 – 3
mm terdapat di sekitar mulut, hidung dan mata. Pada pemeriksaan histopatologi
menunjukkan pola granulomatus, terdapat infiltrat granulomatosa perifolikular
yang terdiri dari sel makrofag epitel, limfosit dan giant sel. Granulomatous
periorificial dermatitis merupakan keadaan self-limited dan tidak terlalu
membutuhkan terapi khusus.

Gambar 3 Granulomatous periorificial dermatisis

4. Etiologi dan Patofisiologi


Penyebab pasti dermatitis perioral belum diketahui dengan jelas. Penyebab
tersering yang sering teridentifikasi adalah penggunaan kortikosteroid topikal pada
wajah. Dermatitis perioral juga bisa disebabkan karena penggunaan obat
kortikosteroid inhalasi dan kortikosteroid sistemik. Penyebab lain yang
memungkinkan dapat menyebabkan dermatitis perioral adalah kulit kering.
Penggunaan kosmetik, moisturizing cream, dan pasta gigi yang mengandung
fluoride.
Dermatitis perioral timbul akibat reaksi penolakan dari kulit wajah terhadap
iritasi. Kelainan yang sama juga dapat timbul pada daerah lain, terutama
periokular (periocular dermatitis). Penggunaan kosmetik wajah seperti pembersih
ataupun krim kulit wajah dapat menyebabkan iritasi kulit wajah. Bersamaan
dengan itu, kebanyakan dari pasien memiliki kelainan atopi.
Pada fase awal, akibat penggunaan obat topikal pada wajah akan menginduksi
gangguan fungsi lapisan epidermis. Hal ini akan menyebabkan pembengkakan
stratum korneum yang disertai gangguan minimal pada fungsi lapisan kulit dan
meningkatnya kehilangan cairan transepidermal (transepidermal water loss).
Kemudian dapat menyebabkan lapisan kulit menjadi lebih tegang dan kering yang
mendesak jaringan sekitarnya akibat kompensasi penggunaan obat topikal.
Penggunaan kortikosteroid, terutama topikal kortikosteroid, sangat berkaitan
erat dengan perubahan pada struktur epidermis dan permeabilitas membran
epidermis, termasuk juga berefek pada penurunan densitas dan maturasi
pembentukan badan lamellar, efek lain yang terjadi adalah penurunan sintesis
enzim oleh lapisan epidermal, penurunan keratinosit dan penipisan lapisan
epidermal.

Perubahan pada epidermal dan dermal termasuk penipisan stratum korneum


ditandai dengan hilangnya matriks pada lapisan epidermal, pengecilan granular,
peningkatan TEWL, penurunan kolagen dermal, penipisan bagian atas serat elastin
dermal, penguraian lemak epidermal termasuk ceramid dan adanya respon
hipersensitivitas tipe IV.
Pada pasien dengan kasus dermatitis perioral dan riwayat dermatitis atopik,
memiliki tanda abnormalitas pada stratum korneum yang berhubungan dengan
dermatitis atopik dan kulit atopik yang berefek terjadinya penurunan subfraksi
ceramid spesifik dan lemak lainnya dan dalam beberapa kasus, terjadi mutasi pada
gen fillagrin menyebabkan terjadinya penurunan faktor pelembab alami,
peningkatan TEWL wajah yang merupakan karaktristik utama dari dermatitis
perioral dengan atopik diatesis yang diyakini sebagai faktor resiko yang mungkin
pada perkembangan dermatitis perioral. tanda dan gejala dari akibat sensititivitas
dari kulit wajah yang ada termasuk kulit kering, skuama, edema, priritus, sensasi
panas, rasa terbakar dan nyeri.

Penggunaan topikal kortikosteroid berkepanjangan menyebabkan beberapa


perubahan fungsional dan biologi pada kulit, hal ini dapat menyebabkan respon
pada kulit sehingga menimbulkan penurunan sintesis kolagen dan elastin serta
menyebabkan degradasi matriks dermal dengan penurunan struktur pendukung
pembuluh darah superfisial yang menyebabkan vasodilatasi pada kulit, gambaran
ini dapat dilihat secara klinis sebagai telangietaksis dan eritema diffusa.
Penggunaan topikal kortikosteroid juga dapat mengganggu keseimbangan
homeostasis dari mediator kimiawi yang merubah aliran darah kutaneus yang
merupakan faktor patogenesis utama dari dermatitis perioral.
Hal utama yang menyebabkan eksaserbasi dermatitis perioral yang diikuti
diskontinuitas dari pemakaian topikal kortikosteroid secara tidak teratur yang
tampak terlihat pada akumulasi oksida nitrat endotel (eNO) kulit yang
mengakibatkan dilatasi berlebihan dari pembuluh darah kulit selain itu eNO juga
disebut sebagai faktor relaksasi endotel bawaan yang merupakan vasodilator
endogen yang dihambat oleh glukokortikosteroid termasuk juga penggunaan
topikal kortikosteroid. Selama penggunaan topikal kortikosteroid, timbul
vasokontriksi dan menghambat pelepasan eNO yang menyebabkan dilatasi
berlebih pada vaskular, sebagai hasilnya timbulah gejala klinis seperti eritem,
edema, dan gejala lainya. Hal itu nantinya dapat menyebabkan vasodiltasi yang
menetap sehingga timbul "Trampoline Effect” atau "Neon sign".
Etiologi yang paling mungkin menyebabkan dermatitis perioral idiopatik
termasuk pasta gigi berfluoride, penggunaan krim pelembab dan kosmetik
berlebih, stress emosional dan faktor mikrobiologi. Bagaimanapun etiologi yang
disebutkan diatas masih sebagai spekulasi, dan tidak ada faktor diatas yang pernah
terbukti berhubungan.
Pada akhirnya menjadi lingkaran setan, menyebabkan iritasi dan kulit
semakin kering bila dengan penggunaan obat topikal lebih lanjut. Reaksi inflamasi
yang ditimbulkan pada akhirnya dapat mengarah ke fase klinis dermatitis perioral.
Oleh karena itu penggunaan kortikosteroid topikal menjadi kontraindikasi pada
dermatitis perioral karena dapat meningkatkan gangguan pada lapisan epitel.

5. Gambaran klinis
Karakteristiknya adalah keterlibatan daerah sekitar mulut dengan lesi kecil.
Sering juga melibatkan lipatan nasolabial, pipi serta kedua kelopak mata yang
terlihat simetris. Tergantung pada derajat klinis, dermatitis perioral dapat meluas
hingga ke dagu, glabela, bagian lateral kelopak mata bawah, kelopak mata atas,
pipi dan dahi. Diagnosis dibuat secara klinis, akan terlihat eritema dengan tepi
tidak rata disertai papula vesikel yang berbentuk seperti kerucut, kadang disertai
pustula dengan diameter 1 – 2 mm serta pada daerah kulit yang tidak terkena dapat
terlihat kering.

Gambar 4 Dermatitis perioral

Gejala khas yang sering terlihat adalah sensasi nyeri atau terbakar. Kadang
pasien juga merasakan sensasi tegang pada kulit. Pada dermatitis perioral yang
lama dapat terjadi kolonisasi bakteri yang ditandai adanya papulopustul.
Faktor yang dapat memperberat dermatitis perioral adalah paparan sina
matahari, sering mencuci wajah dengan sabun pembersih atau penggunaan
kosmetika secara berlebihan serta pemakaian kortikosteroid dengan potensi
menengah dan tinggi.

Suatu bentuk khusus dari dermatitis perioral adalah lupoid dermatitis perioral
dimana papul terlihat lebih padat dan besar berwarna merah kecoklatan disertai
dengan skuama dan infiltrat. Bentuk granuloma dari lupoid dermatitis perioral
pada anak-anak dinamakan sebagai Facial Afro-Caribbean Childhood Eruption
(FACE).
Bila keadaan ini sembuh tidak akan menyisakan bekas akibat lesi tersebut.

Gambar 5 Dermatitis perioral pada anak

Gambar 6 Granulomatous periorificial dermatitis

6. Derajat dermatitis perioral


Untuk mengklasifikasikan derajat dermatitis perioral digunakan skor evaluasi
klinis yaitu PODSI (Perioral dermatitis severity index) pada tahun 2005. Nilai
diambil berdasarkan lesi pada kulit seperti eritema, papula, dan skuama kemudian
dihitung dengan skala perhitungan (0 – 3), dengan sub-gradasi (0,5; 1,5; dan 2,5)
dengan nilai maksimal adalah 9.
Dermatitis perioral derajat ringan terhitung dengan skor 0,5 – 2,5; derajat
sedang 3,0 – 5,5; dan derajat berat 6,0 – 9,0. PODSI biasanya digunakan untuk
evaluasi objektif dari hasil pengobatan ataupun menentukan terapi, tapi dapat juga
digunakan untuk pemeriksaan rutin.

Penilaian derajat dermatitis perioral dengan menggunakan perioral dermatitis


severity index (PODSI) serta contoh perhitungannya dapat dilihat pada tabel dan
gambar.
Tabel 2 Perioral dermatitis severity index
Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3
Kemerahan Ringan, merah jambu, Sedang, merah jelas, Berat, merah gelap,
pucar, diskret belang tersebar, konfluen

Papula sedikit, kecil sekali, Sedang, beberapa, Berat, sangat


berwarna seperti diseminata banyak, kemerahan,
berkumpul
daging
Skuama Ringan, halus, sulit Sedang, jelas Berat, besar, luas
dilihat

a. Eritema 0,5; papul 1,0; skuama 0;


PODSI 1,5 (=PODSI ringan)
b. Eritema 1,5; papul 1,5; skuama 0;
PODSI 3,0 (= PODSI sedang)
c. Eritema 1,5; papul 2,0; skuama 0,5;
PODSI 4,0 (= PODSI sedang)
d. Eritema 2,0; papul 1,5; skuama 2,0;
PODSI 5,5 (= PODSI sedang)
e. Eritema 2,5; papul 3,0; skuama 1,5;
PODSI 7,0 (= PODSI berat)
f. Eritema 3,0; papul 3,0; skuama 3,0;
PODSI 9,0 (=PODSI berat)

Gambar 7 contoh skoring


PODSI

7. Diagnosis banding
Secara klinis, dermatitis perioral harus dipisahkan dari berbagai kemungkinan
diagnosis yang ada. Termasuk rosacea, acne, dermatitis seboroik dan dermatitis
kontak. Gambaran khas dermatitiss perioral biasanya dapat dibedakan dengan lesi
inflamasi pada wajah lainnya. Pasien dengan rosacea biasanya memiliki gambaran
telangiektasis dan kemerah-merahan pada muka dengan penyebaran yang lebih
luas mengenai kedua pipi, hidung dan dahi. Dermatitis kontak tampak sebagai lesi
kemerahan, berskuama dan krusta yang timbul di sekitar mulut akibat alergi
terhadap kosmetik lipstik, makanan, kawat gigi dan alat kosmetik lainnya. Lesi
terlihat seperti papula dengan batas yang tidak tegas. Ermatitis kontak juga
seringkali mengenai area kulit lainnya dan dapat didiagnosis dengan patch test.
Akne vulgaris dan dermatitis seboroik tidak mempunyai lokasi dan pola yang
sama dengan dermatitis perioral. Keduanya tersebar lebih luas dan dapat mengenai
badan termasuk muka. Akne vulgaris tampak sebagai komedo dan dermatitis
seboroik tampak skuama.
Berdasarkan kepustakaan lain, diagnosis banding dari dermatitis perioral
dibagi menjadi non-granuloma dermatitis perioral dan granuloma dermatitis
perioral seperti pada tabel.

Tabel 3 Diagnosis banding dermatitis perioral


Gangguan Gambaran klinis
Dermatitis perioral non-granuloma
Tersering Rosacea
Terdapat pada hidung, wajah; persisten
eritema dan telangiektasis
Dermatitis seboroik Sering pada lipatan nasolabial; skuama
Dermatitis kontak alergi instrumen musik, pasta gigi
mengandung tar, latex, kawat gigi,
lipstik
Dermatitis kontak iritan Sering pada anak-anak
Lip-licking cheilitis Sering pada anak-anak; skuama; batas
tegas
Diagnosis banding lain Akne
vulgaris Bisa pada tubuh; komedo
Gram-negatif folikulitis Lebih banyak pustula
Demodex foliculorum infestation Pustula tidak khas; pruritus;
immunocompromised
Acrodermatitis enterohepatica Infant dengan akral dan/atau dermatitis
popok
Granuloma dermatitis perioral
Tersering
Granulomatous rosacea Flushing telangiektasis, pustula dan
edema; jelas pada pemeriksaan
histopatologi
Diagnosis banding lain Blau
syndrome Kista sinovial, uveitis, arthritis
granuloma, camptodactyl, papula
Benign cephalic histiocytosis Distribusi diffus pada wajah

8. Tatalaksana
Jika pasien menggunakan steroidm maka langkah pertama pengobatan adalah
segera hentikan pemakaian steroid. Pasien harus diperingatkan untuk tidak
menggunakan steroid karena akan menyebabkan dermatitis perioral. Edukasi
pasien untuk menghentikan pemakaian krim pelembab, krim malam, make-up
serta pasta gigi berfluoride.
Berdasarkan guideline3 mengenai dermatitis perioral, terapi yang diberikan
menurut perhitungan PODSI, yang bisa dilihat pada algoritma terapi dermatitis
perioral.
Algoritma Terapi
Ringan Sedang Berat

Terapi Zero Terapi antiinflamasi Terapi antiinflamasi


topikal topikal

Cream Indiff* Tidak respon Antibiotik sistemik


dalam 3
Tidak respon dalam 3 minggu minggu
Terapi sistemik maksimal 8
minggu

Antibiotik sistemik

Sembuh

Jika diperlukan, langkah demilangkah bisa diulang kembali

Gambar 8 Algoritma terapi dermatitis perioral


1. Terapi zero
Terapi zero adalah dengan menghentikan semua penggunaan obat
topikal, terutama kortikosteroid topikal dan kosmetik yang menjadi
faktor penyebab utama. Dalam beberapa studi pada pasien dengan
ermatitis perioral dihentiken pengggunaan obat topikal disertai
pemberian antibiotik sistemik dengan pemberian plasebo memiliki
tingkat kesembuhan yang sama pada kedua pasien tersebut.

2. Terapi topikal
Berbeda dengan rosacea, tidak ada gold standard dalam pemberian
terapi topikal, namun berdasarkan beberapa hasil penelitian ada terapi
topikal yang apat memberikan perbaikan klinis selain dengan
pemberian zero terapi yaitu, adapalene, asam azelaic, eritromisin
topikal, ichthyol, metronidazole, pimecrolimus, takrolimus, terapi
fotodinamik.

3. Terapi sistemik
Dermatitis perioral jarang membutuhkan terapi sistemik. Tetrasiklin
dan makrolida telah digunakan untuk terapi sementara dari dermatitis
perioral. Terapi sistemik pada dermatitis perioral yang
direkomendasikan adalah tetrasiklin, makrolida, dan isotretinoin.

Pada kepustakaan lain dinyatakan terapi pada dermatitis perioral dapat


diberikan tetrasiklin, doxysiklin, dan minosiklin oral dalam 8 hingga 10 minggu
kemudian tappering off pada 2 hingga 4 minggu setelahnya. Pada kasus berat lebih
baik diberikan minosiklin atau doksisiklin atau tetrasiklin dosis tinggi. Pada anak
dibawah 8 tahun eritromisin oral direkomendasikan. Terapi antibiotik topikal yang
paling sering diberikan adalah metronidazole. Pilihan lain termasuk klindamisin
atau eritromisin, sulfur topikal, dan asam azelaik serta foto terapi dengan asam
5aminolevulinic. Pemberian dan dosis dapat dilihat pada tabel.

Tabel 4 Terapi farmakologis dermatitis perioral


topikal dosis Sistemik Dosis dewasa
First line metronidazole 2x1 Tetracycline 250-500 mg 2x1 /hr

doxycicline 50-100 mg 2x1/hari

minocycline 50-100 mg 2x1 /hari


Second line erithromycin 2x1 Erithromycine 400 mg 3x1/hari atau

atau 30-50 mg/kg/hari

clindamycin 2x1

sulfur 2x1

azelaic acid 2x1


(Sumber: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine)

9. Komplikasi
Kebanyakan dari kasus dermatitis perioral, non-granuloma ataupun
granuloma, dapat sembuh tanpa ada gejala sisa ataupun kambuh. Meskipun, ada
juga laporan mengenai komplikasi luka akibat garukan yang jarang dilaporkan.
10. Prognosis
Tanpa pengobatan, dermatitis perioral dapat berlangsung lama hingga
menahun. Pengobatan dengan antibiotik topikal maupun oral yang tepat dapat
memberikan hasil dalam 6 sampai 10 minggu. Dermatitis perioral dapat sembuh
tanpa pengobatan dengan menghindari penggunaan kortikosteroid, pelembab,
make-up dan pasta gigi berfluoride.

KESIMPULAN

Perioral dermatitis adalah bentuk inflamasi kulit yang tampak sebagai


papuloeritema, vesikel dan pustule yang timbul terlokalisasi disekitar mulut,
hidung ataupun mata. Diagnosis perioral dermatitis dapat dipertimbangkan pada
pasien seperti wanita muda dan anak-anak yang tidak berespon terhadap terapi
untuk rosacea, dermatitis seboroik ataupun akne vulgaris yang telah diduga
sebelumnya.

Penyebab perioral dermatitis hingga kini masih belum diketahui dengan


jelas, namun terdapat beberapa faktor penting yang telah diketahui berhubungan
erat dengan timbulnya perioral dermatitis antara lain organisme patogenik
infeksius, faktor hormonal, penggunaan obat-obatan steroid topikal dan paparan
zat kimia seperti pasta gigi yang mengandung fluor.

Oleh karena itu penting sekali bagi pasien untuk menghentikan penggunaan
kortikosteroid topical, kosmetika wajah maupun pasta gigi berfluoride. Tetracyclin
oral dan eritromisin merupakan terapi yang paling efektif untuk perioral
dermatitis.
DAFTAR PUSTAKA
1. GOLDSMITH ag, Stephen IK, Barbara AG, Ami SP, David JL.
Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. McGraw Hill. New York; 2008. P. 709 –
12
2. James WG, Berger TG, Elston DM. Andrews’ Diseases of The Skin
Clinical Dermatology 11th Edition. Elsevier. New York; 2012. P. 245 – 6
3. Wollen A, Bibier T, Dirschka T, et al. Guideline of Perioral Dermatitis.
Journal of the German Society of Dermatology 2011; 5: 422 – 9
4. Rosso JD. Management of papulopustular rosacea and perioral dermatitis
with emphasis on iatrogenic causation or exacerbation of inflammatory facial
dermatoses. Journal of Clinical Aesthetic and Dermatology 2011; 4: 20 – 30.
5. Leung A and Barankin B. What’s your diagnosis? Multiple erythematous
papules on a 6 – year – old’s face. Consultant for pediatrician 2013
6. Kihiczak G, Cruz M, Schwarts R. Case report: periorificial dermatitis in
children: an update and description of a child with striking features.
International journal of Dermatology 2009; 48: 304 – 6
7. Kim YJ, Shin JW, Lee JS, et al. Case report: childhhood granulomatous
periorificial dermatitis. Ann Dermatol 2011; 23: 386 – 8
8. Buimir V, Brailo V, Alajbeg I, et al. Case report: allergic contact cheilitis
and perioral dermatitis cause by propolis. Acta dermatovenerol croatica 2012;
20 (3): 187 – 90
9. Abeck D, Geisenfelder B, Nramdt O. Physical sunscreens with high sun
protection factor may cause perioral dermatitis in children. Journal of the
German Society of Dermatology 2009; 8: 701 – 3
10. Yu Y, Scheinman PL. Lip and perioral dermatitis caused by propyl gallate.
Amerocan contact dermatitis society 2010; 21 (2): 118 – 22
11. Clementson B, Smidt A. Case report: periorificial dermatitis due to
systemic corticosteroid in children. Pediatric dermatology 2012; 29 (3): 331 –
2
12. Wollenberg A and Oppel T. Scoring of lesions with the perioral dermatitis
secverity index (PODSI). Acta dermato-venereologica 2006; 86: 251 – 3

Anda mungkin juga menyukai