Anda di halaman 1dari 16

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2017


UNIVERSITAS PATTIMURA

DERMATITIS PERIORAL

Disusun Oleh:
Emelia Rasako
2015-84-004

Pembimbing:
dr. Novriyani Masuku, Sp.KK, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis perioral di karakteristik oleh adanya papul, pustul kecil dan khas

yang terdistribusi di sekitar orificium, terutama di sekitar mulut. Karena kondisi ini

dapat mengenai daerah lain selain daerah di sekitar mulut, maka istilah dermatitis

periorifisial telah tepat ditujukan untuk penyakit ini.1

Penyakit ini ditemukan pada usia 16 – 45 tahun, dapat ditemukan pada anak

dan orang tua namun lebih banyak ditemukan pada wanita muda.2

Etiopatogenesis dari penyakit ini tidak diketahui secara pasti tetapi

penyalahgunaan kortikosteroid topikal telah nyata ditemukan berhubungan dengan

adanya dermatitis perioral.1,2

Pengobatan pada dermatitis perioral termasuk menghentikan penggunaan

kortikosteroid topikal, jika penggunaan kortikosteroid topikal merupakan


1,3
penyebabnya dan melindungi kulit dari produk inhalasi. Pasien juga harus

diedukasi mengenai hubungan antara penggunaan kortikosteroid topikal dengan

adanya ekaserbasi dermatitis.1

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Dermatitis perioral merupakan penyakit yang ditandai oleh adanya eritrema

mikropapul dan mikrovesikel yang khas, yang terjadi pada kulit di sekitar mulut

maupun di sekitar mata.2 Dermatitis perioral juga didefinisikan sebagai bentuk

inflamasi kulit yang terlihat sebagai papuloeritema, vesikel dan pustula yang timbul

terlokalisasi disekitar mulut, hidung ataupun mata. Dermatitis perioral merupakan

sinonim dari rosacea - like dermatitis.1,3

2.2 Epidemiologi

Dermatitis perioral terutama menyerang orang berkulit terang, dominan pada

wanita berusia 15 sampai 45 tahun, dengan puncak kejadian pada dekade kedua dan

ketiga kehidupan. Selain itu, jumlah pasien pria yang menderita dermatitis perioral

juga meningkat, mungkin karena penggunaan produk kosmetik yang sudah umum di

kalangan pria. Dermatitis perioral juga dapat terjadi pada masa kanak-kanak dan

sebagian besar anak laki-laki, dengan puncak kejadian pada periode peberitas.4

Dermatitis perioral dapat menyerang dua kelompok pasien yakni wanita yang

berusia 16 – 47 tahun, anak usia 7 bulan sampai 16 tahun dengan sebagian besar pada

pria. Dermatitis perioral mungkin berlangsung berbulan - bulan hingga tahun tetapi

biasanya sembuh sendiri jika di tangani dengan baik.5

3
2.3 Etiopatogenesis

Penyebab dermatitis perioral tidak diketahui tetapi mungkin diperparah

dengan penggunaan glukokortikoid topikal fluorinated.2 Pada sebagian besar pasien

dengan dermatitis perioral, ada riwayat penggunaan kortikosteroid topikal

sebelumnya. Di sisi lain, hal ini dapat terjadi tanpa penggunaan kortikosteroid topikal

sebelumnya (dermatitis perioral idiopatik). Beberapa penulis berpendapat bahwa

dermatitis perioral adalah akibat intoleransi kulit wajah terhadap iritasi berulang. Hal

ini diyakini bahwa faktor patogen utama adalah gangguan fungsi barier kulit. Selain

itu, mayoritas pasien memiliki diatesis atopik. Meskipun etiopatogenesis dermatitis

perioral yang sebenarnya belum sepenuhnya dijelaskan, beberapa faktor etiopatologis

telah diajukan.4

a. Kortikosteroid Topikal

Tingkat penyerapan kortikosteroid topikal bergantung pada potensi

kortikosteroid, area tubuh (wajah dan leher menyerap kortikosteroid lebih banyak)

dan durasi pemberian. Durasi pemberian steroid topikal yang diperlukan untuk

mengurangi dermatitis perioral bervariasi antar individu; berdasarkan pengalaman,

hanya beberapa minggu penerapan steroid topikal sedang-kuat atau ringan dapat

menyebabkan dermatitis perioral yang khas, sedangkan pada beberapa pasien hal

ini berkembang setelah penggunaan steroid topikal selama bertahun-tahun.4

Ada beberapa perubahan epidermal dan dermal yang telah dikaitkan dengan

penggunaan steroid topikal yang berkepanjangan. Umumnya, pasien dengan

dermatitis perioral memiliki fungsi barrier epidermal yang pada awalnya

4
terganggu, sehingga dengan steroid topikal hanya memperparah gangguan ini.

Akibatnya, transepidermal water loss (TEWL) meningkat, disertai respon dan

pemulihan permeabilitas barrier yang tertunda. Sejumlah lipid epidermal termasuk

ceramides berkurang, sedangkan perubahan kulit termasuk pengurangan kolagen

dan elastis. Dipercaya bahwa kortikosteroid topikal merusak dinding folikel

rambut, yang diikuti oleh edema pada sel folikel, yang mungkin memainkan peran

penting dalam perkembangan dermatitis perioral granulomatous. 4

b. Iritasi Kulit

Penggunaan krim pelembab yang berlebihan, terutama yang berdasarkan

petroleum jelly atau parafin, dapat menyebabkan oklusi folikular dan iritasi.

Akibatnya, barier epitel menjadi tidak berfungsi, menyebabkan edema stratum

korneum dan meningkatkan TEWL. Dimanifestasikan sebagai rasa ketegangan

dan kekeringan pada kulit. Iritasi kulit lainnya, seperti kosmetik dekoratif, krim

dengan faktor pelindung matahari tinggi, atau bahkan pasta gigi yang dioleskan

dapat menyebabkan kelainan kulit dan manifestasi dermatitis perioral yang

serupa.4

c. Faktor Fisik

Sinar matahari dan paparan sinar ultraviolet bisa jadi kofaktor yang

mungkin terjadi dalam perkembangan dermatitis perioral. Di sisi lain, beberapa

pasien tercatat mengalami perubahan kulit yang semakin memburuk saat musim

dingin dan paparan angin yang berkepanjangan.4

5
d. Faktor Hormonal

Karena mayoritas orang yang menderita dermatitis perioral adalah wanita,

perubahan hormonal dan penggunaan kontrasepsi oral dianggap sebagai faktor

etiologis yang mungkin tejadi. Beberapa wanita tercatat mengalami perburukan

perubahan kulit selama masa pramenstruasi.4

e. Faktor Mikrobiologi

Meskipun hubungan antara faktor mikrobiologis dan dermatitis perioral

belum terbukti secara pasti, ada beberapa kasus di mana spesies tertentu, seperti

Candida albicans, bakteri fusiform dan tungau Demodex folliculorum telah

diisolasi dari lesi kulit. 4

Selain itu, menurut Vice dkk, propolis dilaporkan dapat menjadi bahan

alergen penyebab dari dermatitis perioral.6

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya dermatitis perioral secara garis besar dapat

dibedakan menjadi dermatitis perioral yang berhubungan dengan penggunaan

kortikosteroid topikal yang merupakan subtipe dari corticosteroid-induced rosacea-

like dermatitis (CIRD) maupun yang tidak berhubungan dengan penggunaan

kortikosteroid topikal (Idiopathic dermatitis perioral).7

Dermatitis perioral dapat juga dibagi menjadi perioral dermatitis

granulomatous dan non granulomatous.1

6
2.5 Manifestasi klinis

Lesi utama dari dermatitis perioral adalah papul eritrematous, vesikel dan

pustul yang berkelompok dan khas. Lesinya sering simetris tetapi dapat juga

unilateral dan tampak di sekitar mulut, hidung dan atau di sekitar daerah mata

Gambar 1 dan 2. Pada tinjauan retrospektif terhadap 79 anak dengan dermatitis

perioral, keterlibatan perioral yang terisolasi hanya 39%, dan jarang terjadi pada

daerah nonperioral secara eksklusif. Latar belakang eritrema dan atau skala mungkin

ada. Varian granulomatosa dermatitis perioral hadir dengan papul berwarna daging,

eritematous, atau kuning coklat, beberapa dengan pertemuan, dan berbagi distribusi

dermatitis perioral pada orang dewasa Gambar 3. Selain itu, lesi telah dilaporkan

muncul di telinga, leher, kulit kepala, trunk, labia majora dan ekstremitas.1

Gambar 1. Dermatitis perioral


granulomatous periorificial Gambar 2. Dermatitis perioral, bentuk
Anak ini menunjukkan papula kecil khas granulomatous : anak dengan agregasi papul
di daerah sekitar mulut dan mata eritrema dan edema periorificial yang padat
riorificial.
Anak ini menunjukkan papula kecil khas

7
Dermatitis perioral biasanya hadir dengan banyak papul kecil, merah sampai

merah kecoklatan, papulovesikel dan jarang sebagai papulopustul, berdiameter 1

sampai 2 milimeter. Lesi terletak pada dasar eritematosa yang sangat kecil dan

sebagian besar tampak di daerah perioral, dengan zona yang tidak disadari di sekitar

tepi bibir. Lesi kulit sering dikelompokkan bersama dan dapat menyatu dengan area

yang lebih besar, muncul di lipatan nasolabial dan kelopak mata bawah. Area wajah

yang lebih lebar, seperti glabella, kelopak mata bagian atas dan dahi jarang terkena.4

Sedangkan CIRD mempunya tiga subtipe yang dibagi berdasarkan lokasi

anatomi antara lain perioral, centrofacial, dan diffuse. Dermatitis perioral yang

merupakan subtipe dari CIRD merupakan subtipe paling sering terjadi pada dewasa

dan anak-anak. Pada beberapa kasus juga terjadi pada perinasal dan periokular. Pada

subtipe centrofacial terjadi pada pipi bagian dalam, kelopak mata bagian dalam,

hidung dan dahi. Pada subtipe diffuse terjadi pada seluruh wajah dan seringkali

meluas sampai ke leher.7

Dermatitis perioral idiopatik biasanya lebih sering terjadi pada pasien wanita

berusia 20 – 45 tahun meskipun dapat juga terjadi pada pria. Dermatitis perioral

idiopatik juga terjadi pada anak-anak tanpa adanya dominasi gender. Terdapat varian

lainnya dari dermatitis perioral idiopatik yaitu granulomatous periorificial dermatitis

atau Facial Afro-Caribbean Childhood Eruption (FACE). Granulomatous

periorificial dermatitis paling sering terjadi pada anak-anak ras Afrika-Amerika dan

mungkin juga berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid topikal. Dermatitis

perioral idiopatik tidak dipengaruhi oleh penggunaan pasta gigi berfluoride,

pemakaian kosmetik dan pelembab, stress emosional, dan agen mikrobiologi.

8
Granulomatous periorificial dermatitis lebih sering terjadi pada anak-anak

prepubertas. Pada pasien dengan granulomatous periorificial dermatitis terdapat lesi

erupsi papular yang biasanya berukuran 1 – 3 mm terdapat di sekitar mulut, hidung

dan mata. Pada pemeriksaan histopatologi menunjukkan pola granulomatus, terdapat

infiltrat granulomatosa perifolikular yang terdiri dari sel makrofag epitel, limfosit dan

giant sel. Granulomatous periorificial dermatitis merupakan keadaan self-limited dan

tidak terlalu membutuhkan terapi khusus.7

A B

Gambar 3. A Cortikosteroid induced perioral dermatitis; B dermatitis perioral idiopatik 7

2.6 Diagnosis

Diagnosis dermatitis perioral terutama bersifat klinis. Biasanya, tidak

diperlukan pemeriksaan laboratorium.8 Namun pada kultur, dapat disingkirkan infeksi

oleh S. aureus.2

Pada pemeriksaan histopatologis, lesi menunjukkan spongiosis, terutama pada

selubung akar luar folikel, dengan infiltrasi limfohistiocytic perifollicular atau

perivaskular. Dalam bentuk granulomatosa, ciri khas meliputi spongiosis epidermal

9
dan dermatitis infiltrat granulomatous perifolikular. Infiltrat terdiri dari makrofag

epithelioid, limfosit, dan sel raksasa. Ceseating granulomas adalah ciri khas

dermatitis perioral granulomatosa. Kadang-kadang, noncaseating granuloma yang

terbentuk dengan baik yang dikelilingi oleh limfosit terlihat.8

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dermatitis perioral nongranulomatosa dan granulomatosa

diuraikan dalam tabel 1. Kedua bentuk dermatitis perioral tidak memiliki gejala

sistemik, meskipun riwayat dan pemeriksaan fisik umumnya cukup untuk

menegakkan diagnosis. Namun, dalam beberapa kasus evaluasi histopatologis lesi

kulit, foto rontgen, dan atau pemeriksaan ophtalmologis mungkin diperlukan,

khususnya pada varian granulomatous.1

10
Gangguan Gambaran Klinis
Dermatitid perioral non granuloma
Tersering
Rosasea Terdapat pada hidung, wajah : persisten eritrema
dan talengiektasis
Dermatitis seboroik Sering pada lipatan nasolabial ö skuama
Dermatitis kontak alergi instrument musik, pasta gigi mengandung tar,
latex, kawat gigi, lipstick
Dermatitis kontak iritan Sering pada anak – anak
Lip-licking cheilitis Sering pada anak – anak, skuama : batas tegas
Diagnosis Banding lain
Agne vulgaris Bias pada tubuh : komedo
Gram-negatif folikulitis Lebih banyak pustul
Demodex foliculorum infestation Pustul tidak khas : pruritus, immunocompromised
Infant dengan akral dan atau dermatitis popok
Acrodermatitis enterohepatica
Granuloma dermatitis perioral
Tersering
Granulomatous rosacea Flushing talangiektasis : pustule dan edema : jelas
pada pemeriksaan histopatologi

Diagnosis banding lain


Blau syndrome Kista synovial, uveitis, arthritis granuloma,
comptodactyl, papula
Benign cephalic histiocytosis Distribusi difus pada wajah

Tabel 1. Diagnosis banding dermatitits perioral1

Rosacea adalah kondisi kulit wajah kronis yang ditandai dengan adanya

keterlibatan wajah sentral dengan eritema transien atau persisten, inflamasi papul atau

pustul, telangiektasia, atau hiperplasia pada jaringan ikat. Etiologi rosacea tidak

diketahui namun kemungkinan multifaktorial. Faktor-faktor yang terlibat dalam

11
patofisiologi meliputi adanya kelenjar sebaceous padat di wajah, fisiologi persarafan

saraf, dan komposisi vasular kulit. Banyak pemicu mengawali atau memperparah

manifestasi klinis rosacea, termasuk cahaya ultra violet, panas, makanan pedas, dan

alkohol. Banyak dermatologists menganggap rosacea fulminans dan dermatitis

perioral sebagai varian rosacea. Pasien mungkin mengalami gejala fluktuasi dan

gejala tumpang tindih antara subtipe.9

Sarcoidosis terbagi beberapa fitur dengan rosacea. Pemeriksaan fisik

menunjukkan papula merah-coklat pada wajah dan bibir. Sarkoidosis juga bisa terjadi

di mata, menyebabkan uveitis, retinitis, dan keratitis. Lesi bahkan mungkin meluas ke

daerah leher dan badan. Kondisi ini sering dikaitkan dengan keadaan sistemik seperti

kelelahan, nyeri sendi, penurunan berat badan, dan gejala paru.9

2.8 Komplikasi

Kebanyakan dari kasus dermatitis perioral, non-granuloma ataupun

granuloma, dapat sembuh tanpa ada gejala sisa ataupun kambuh. Meskipun, ada juga

laporan mengenai komplikasi luka akibat garukan yang jarang dilaporkan.1

2.9 Tatalaksana

Pengobatan pada dermatitis perioral termasuk menghentikan penggunaan

kortikosteroid topikal, jika penggunaan kortikosteroid topikal merupakan


1,3
penyebabnya dan melindungi kulit dari produk inhalasi. Pasien juga harus

12
diedukasi mengenai hubungan antara penggunaan kortikosteroid topikal dengan

adanya ekaserbasi dermatitis.1

Pada kebanyakan kasus, efektif dengan terapi tetrasiklin, dosisiklin, dan

minosiklin oral selama 8 – 10 minggu, dengan di tapering 2 sampai 4 minggu

terakhir. Pada anak usia di bawa 8 tahun, ibu menyusui, pasien alergi tetrasiklin,

eritromisin oral direkomendasikan. Tidak biasanya, pasien memerlukan terapi

antibiotik sistemik dosis rendah yang terus-menerus selama berbulan-bulan atau

kadang bertahun-tahun untuk kontrol. Dalam kasus yang parah, isotretinoin dapat

dipertimbangkan.1

Terapi antibiotik topikal, yang paling umum dengan metronidazol topikal,

harus dimulai bersamaan dengan antibiotik sistemik. Untuk kasus yang lebih ringan,

metronidazol topikal saja sudah cukup. Dalam tinjauan retrospektif metronidazol

topikal, erytromisin oral, atau keduanya. Respon umumnya dicatat dalam 2 - 3 bulan.

Pilihan lain termasuk klindamisin topikal atau eritromisin, sediaan berbasis sulfat

topikal, dan asam azelaic topikal. Laporan penggunaan inhibitor kalsineurin yang

berhasil didapatkan, terutama pada orang dewasa, namun disarankan hati-hati

mengingat sesekali terjadi erupsi granulomatosa setelah penggunaan agen ini. Salep

umumnya harus dihindari dalam pengobatan dermatitis perioral.1 Terapi

photodinamic dengan asam 5-aminolevulinic topikal telah menunjukkan harapan

untuk mengobati dermatitis perioral dalam satu laporan.1,5,10

Dermatitis perioral granulomatous merupakan erupsi, yang mana menunjukan

bentuk granulomatous dari dermatitis perioral atau akne agminate dan terlihat pada

anak. Resolusi lengkap terjadi beberapa bulan sebagai respon terhadap eritromisin

13
sistemik atau metronidazol topikal. Hal ini merupakan laporan pertama dermatitis

perioral granulomatous pada wanita dewasa di Cina yang mendapat respon baik

terhadap terapi kombinasi dari minosiklin oral dan tacrolimus topikal tanpa

pembentukan jaringan parut.11

Topikal Dosis Sistemik Dosis dewasa


Lini pertama Metronidazole Dua kali sehari Tetrasiklin 200 – 500 mg
Doksisiklin 50 – 100 mg
Minosiklin 50 – 100 mg
Lini kedua Eritromisin Dua kali sehari Eritromisin 400 mg
Sulfur topikal 30 – 50 mg
Asam azelin

Tabel 2. Terapi farmakologis dermatitis perioral1

2.10 Prognosis

Tanpa pengobatan, dermatitis perioral dapat berlangsung lama hingga

menahun. Pengobatan dengan antibiotik topikal maupun oral yang tepat dapat

memberikan hasil dalam 6 sampai 10 minggu. Dermatitis perioral dapat sembuh

tanpa pengobatan dengan menghindari penggunaan kortikosteroid, pelembab, make-

up dan pasta gigi berfluoride.1,3,12

14
2.11. Pencegahan

Satu-satunya faktor yang dapat diterima secara luas dan mungkin menjadi

predisposisi perkembangan dermatitis perioral adalah penggunaan kortikostreroid

topikal. Menghindari paparan kulit wajah terhadap produk ini bisa mencegah erupsi

dalam beberapa kasus.1,8

15
BAB III

PENUTUP

Dermatitis perioral merupakan penyakit yang ditandai oleh adanya eritrema

mikropapul dan mikrovesikel yang khas, yang terjadi pada kulit di sekitar mulut

maupun di sekitar mata. Penyakit ini ditemukan pada usia 16 – 45 tahun, dapat

ditemukan pada anak dan orang tua namun lebih banyak ditemukan pada wanita

muda. Etiopatogenesis dari penyakit ini tidak diketahui secara pasti tetapi

penyalahgunaan kortikosteroid topikal telah ditemukan berhubungan dengan adanya

dermatitis perioral. Selain itu, bahan iritan kulit, faktor fisik, hormonal, serta factor

mikrobilogi juga berperan dalam etiopatogenesis terjadinya dermatitis perioral.

Satu-satunya faktor yang dapat diterima secara luas dan mungkin menjadi

predisposisi perkembangan dermatitis perioral adalah penggunaan kortikostreroid

topikal. Menghindari paparan kulit wajah terhadap produk ini bisa mencegah erupsi

dalam beberapa kasus. Pemberian terapi topikal dan sistemik juga dianjurkan.

Sebagai kesimpulan, strategi terapi dermatitis perioral terbiasa secara individual,

dengan perhatian lebih terhadap edukasi pasien dan meneruskan dukukngan

psikologis.

16

Anda mungkin juga menyukai