(1) APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun
dengan undang- undang.
(2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
(3) Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
Pasal 1 angka 13 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan pendapatan negara adalah hak
pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
(4) Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan
pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Pasal 1 angka 14 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan belanja negara adalah kewajiban
pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
(5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian
negara/lembaga pemerintahan pusat.
Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan,
ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum,
kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.
Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-
lain.
(1) APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan
kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.
Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui
pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman
kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk
menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN.
Defisit anggaran dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi
maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana
penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban
antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan
dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
(1) Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi
makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya
pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
(2) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi makro
dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah
Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas
anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan
usulan anggaran.
(1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku
pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga tahun berikutnya.
(2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan
prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan
prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan
sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(1) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota
keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada
bulan Agustus tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan
undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan
jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.
Perubahan Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak
mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4) Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan
Undangundang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
(1) APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun
dengan Peraturan Daerah.
(2) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
(3) Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain
pendapatan yang sah.
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih.
(4) Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih.
Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat
daerah/lembaga teknis daerah.
Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan
keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata,
budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.
Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.
(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan
pendapatan daerah.
Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui
pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman
kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan
bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk
menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang
bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto daerah yang
bersangkutan.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam
Peraturan Daerah tentang APBD.
Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antar
generasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan
cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya
sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD
kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan.
(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah
Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran
sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
(1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku
pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
tahun berikutnya.
(2) Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan
prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja
untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPRD
untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola
keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
tahun berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.
(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama
bulan Oktober tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan
undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
(3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan
pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
Perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang
tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat
melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran
sebelumnya.
Pangkal masalah Anggaran di Indonesia, baik APBN dan APBD menurut Ahmad Erani Yustik
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) adalah:
2 (dua) hal yang perlu dicermati sebagai hambatan dalam mewujudkan APBD sebagai bentuk
akuntabilitas kepada masyarakat;
1. berkaitan dengan perlilaku politik dari pejabat politik maupun pejabat publik daerah yang
merasa terganggu atau tidak suka dengan transparansi anggaran, karena hal tersebut
secara tidak langsung akan mengurangi otoritas yang selama ini mereka nikmati.
2. persoalan yang berkaitan dengan aturan-aturan formal yang ada, bahwa masing-masing
pihak dan lembaga memilki batas kewenangan serta prosedurnya sendiri. Kedua kendala
inilah yang menyebabkan alokasi anggaran dalam APBD seringkali tidak mencerminkan
keberpihakan kepada publik. Selama ini, kendala yang seringkali dimunculkan sebagai
alasan belum mampunya peemrintah daerah menyediakan pelayanan dengan kualitas
memadai adalah keterbatasan dana, sehingga APBD lebih terfokus pada optimalisasi
penggalian PAD.
1. waktu penyusunan yang molor. Setiap tahun dijumpai daerah yang lamban dalam
menyusun anggaran keuangan pemerintahannya.
Sebagai contoh, rancangan KUA dan PPAS melebihi waktu dari jadwal yang seharusnya
disampaikan kepala daerah kepada DPRD yakni pertengahan bulan Juni tahun anggaran
berjalan. Demikian pula, draf RAPBD yang semestinya sudah harus diserahkan ke DPRD
pada pekan pertama Oktober untuk dibahas, kenyataannya biasa molor yang akhirnya
penetapannya juga molor.
keterlambatan ini berdampak pada sejumlah kabupaten/kota terlambat juga menyerahkan
RAPBD ke Pemprov untuk dievaluasi.
Padahal, keterlambatan penyusunan APBD jelas merugikan masyarakat. Masyarakat
yang semestinya sudah menerima anggaran pembangunan atau pelayanan publik terpaksa
harus tertunda menunggu selesainya penetapan APBD.
Selain itu, Dana Alokasi Umum (DAU) daerah yang terlambat menetapkan APBD juga
akan dipotong 25% oleh pemerintah pusat.
Dari sudut pandang perencanaan, keterlambatan penyusunan APBD merupakan sesuatu
yang kurang masuk akal.
Logikanya,
bagaimana mungkin pemerintahan bisa berjalan tanpa ada acuan APBD?
APBD yang seharusnya sudah ditetapkan sebelum tahun anggaran berjalan atau paling
lambat tanggal 31 Desember, kenyataannya tak sedikit yang molor hingga berbulan-
bulan. Selama APBD belum ditetapkan, daerah-daerah tersebut berjalan berpedoman
pada apa?
Secara de-jure maupun formal administratif, landasan daerah yang terlambat menetapkan
APBD itu bisa dikatakan lemah.
Kemungkinan molornya waktu penetapan APBD amat besar disebabkan pelantikan
anggota DPRD. Dasar hukum penyusunan tata tertib dan alat kelengkapan DPRD juga
terlambat terbit, sehingga berdampak pada terlambatnya pembahasan RAPBD.
2. Persoalan anggaran yang tekor atau defisit anggaran. Defisit anggaran terjadi
karena anggaran pendapatan pemerintah tidak mampu menutup anggaran
belanjanya.
Daerah yang mengalami defisit anggaran bisa jadi secara faktual memang tidak mampu
menutup besarnya pengeluaran belanja daerah. Ada kemungkinan pula kondisi defisit
tersebut “direkayasa” sebagai sarana untuk menekan pemerintah pusat agar menambah
dana perimbangan atau dana kontingensi.
Tidak mudah menyusun APBD yang benar-benar bebas dari defisit ketika paradigma
“besar pasak daripada tiang” dan terlalu menggantungkan bantuan dari eksternal masih
menjadi pedoman dalam penyusunannya. Kenyataannya, daerah masih amat tergantung
kepada sumber pembiayaan dari pemerintah pusat. Terbukti, sebagian besar penerimaan
daerah berasal dari DAU dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Ketergantungan Pemda terhadap pusat menyebabkan kreativitas daerah terkadang
terhambat.
Ada beberapa kemungkinan mengapa dapat terjadi keterlambatan Pemda dalam menyelesaikan
APBD, yakni:
Failing to plan is planning to fail (Alan Lakein). Kegagalan dalam membuat rencana berarti
merencanakan sebuah kegagalan. Kegagalan dalam perencanaan APBD sama dengan
merencanakan kegagalan Daerah tersebut untuk mewujudkan kewajibannya, yaitu peningkatan
kesejahteraan rakyat di wilayahnya.
Mengapa penilaian kewajaran belanja harus dilakukan? Salah satu alasannya adalah
karena usulan belanja kegiatan cenderung dimark-up, dibesarkan atau ditinggikan di atas
perkiraan yang sewajarnya (sebenarnya). Bila usulan belanja selalu wajar dan sesuai
dengan kebutuhan yang sebenarnya, maka urgensi dan relevansi analisis standar belanja
menjadi rendah.
Secara normatif, perencanaan dan penganggaran harus terpadu, konsisten dan sinkron
satu sama lain. Hal ini sedemikian karena penganggaran adalah media untuk mewujudkan
target-target kinerja yang direncanakan. Tanpa perencanaan, SKPD cenderung tidak
fokus serta cenderung bersifat reaktif yang pada akhirnya bermuara pada inefisiensi dan
inefektifitas.
Keterpaduan, konsistensi dan sinkronisasi tidak hanya antara aspek perencanaan dengan
penganggaran, tetapi juga antar SKPD. Hal ini perlu diperhatikan karena target capaian
program dan atau target hasil (outcome) sebuah kegiatan dan atau visi daerah dapat
dicapai melalui sinergi program dan kegiatan antar SKPD.
5. Relevansi Program / Kegiatan: kurang responsif dengan permasalahan dan / atau
kurang relevan dengan peluang yang dihadapi.
Hal ini terjadi terutama karena belum jelasnya aturan dan mekanisme
pertanggungjawaban kinerja kegiatan. Pertanggungjawaban kinerja merupakan kunci dari
sistem penganggaran berbasis kinerja.
Tanpa pertanggungjawaban tersebut, perbaikan kinerja SKPD tidak dapat berlanjut secara
berkesinambungan. Pada titik ekstrimnya, tanpa pertanggungjawaban kinerja, pola
penganggaran pada dasarnya masih belum berubah kecuali istilah dan nomenklatur
semata.
Pada beberapa kasus, penetapan besar belanja tidak didasarkan pada target kinerja
keluaran (output) atau hasil (outcome). Volume output diubah, tetapi total belanja tidak
berubah. Selain itu, Indikator kinerja untuk Belanja Administrasi Umum (dahulu disebut
sebagai Belanja Rutin) masih tetap belum jelas.
1. Usulan dari DPRD yang terkadang tidak sesuai dengan hasil kesepakatan pada
saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
2. Unsur politis dalam rangka mewujudkan kepentingan tertentu
3. Motif pada saat pelaksanaan proyek di lapangan dalam rangka mencari
keuntungan pribadi
4. Adanya istilah “sinterklas”(bagi-bagi proyek) kepada oknum anggota DPRD atau
pejabat daerah
Perencanaan pembangunan masih didominasi oleh: Kebijakan kepala daerah, hasil reses
DPRD dan Program dari SKPD. Kondisi ini berakibat timbulnya akumulasi kekecewaan
di tingkat desa dan kecamatan yang sudah memenuhi kewajiban membuat rencana tapi
realisasinya sangat minim. ------- Perencanaan pembangunan di bidang apapun sebagian
besar masih didominasi oleh berbagai kepentingan yang berkaitan dengan kebijakan
kepala daerah, hasil reses DPRD, program dan kegiatan SKPD itu sendiri bahkan
kepentingan dari elemen – elemen masyarakat. Hal ini telah banyak terlihat buktinya di
lapangan, bahwa apa yang sudah di buat perencanaannya sesuai matrix dan usulan yang
berasal dari masayarakat (bottom up) dengan sebelumnya telah melalui proses
penyusunan usulan program dan kegiatan di tingkat kelurahan dan kecamatan misalnya
ternyata realisasinya sangatlah minim. Kondisi ini membuat pelaksanaan musrenbang
menjadi acara rutinitas dan formalitas belaka sehingga menjadi kurang diminati oleh
pihak-pihak yang selayaknya mengikuti kegiatan tersebut.
Kualitas RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal.
Beberapa kelemahan yang sering ditemui dalam penyusunan Rencana tersebut adalah;
indicator capaian yang seringkali tidak jelas dan tidak terukur (kalimat berbunga-bunga),
data dasar dan asumsi yang seringkali kurang valid, serta analisis yang kurang mendalam
dimana jarang ada analisis mendalam yang mengarah pada “how to achieve” suatu target.
dan masing-masing ingin menjadi arus utama misalnya gender mainstreaming, poverty
mainstreaming, disaster mainstreaming dll. Perencana di daerah seringkali kesulitan
untuk menterjemahkan isu-isu tersebut. Selain itu “mainstreaming” yang seharusnya
dijadikan “prinsip gerakan pembangunan” seringkali malah disimplifikasi menjadi sector-
sektor baru, misalnya isu poverty mainstreaming melahirkan lembaga Komisi
Pemberantasan Kemiskinan padahal yang seharusnya perlu didorong adalah bagaimana
setiap SKPD bisa berkontribusi mengatasi kemiskinan sesuai tupoksinya masing-masing.
Demikian pula isu gender, juga direduksi dengan munculnya embel-embel pada Bagian
Sosial menjadi “Bagian Sosial dan Pemberdayaan Perempuan” misalnya.
sehingga kegiatan yang dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul
egosektoral. Ada suatu kasus dimana di suatu kawasan Dinas Kehutanan mendorong
program reboisasi tapi disisi lain Dinas Pertambangan memprogramkan ekploitasi
batubara di lokasi tersebut.
SKPD yang mempunyai alokasi anggaran besar seringkali tidak mempunyai tenaga
perencana yang memadai
Akibatnya proses perencanaan seringkali molor. Hal ini sering diperparah oleh minimnya
tenaga Bappeda yang mampu memberikan asistensi kepada SKPD dalam penyusunan
rencana.
APBD Kabupaten/ Kota wajib dievaluasi oleh Pemerintah Provinsi. Disisi lain Pemprop
mempunyai keterbatasan tenaga untuk melakukan evaluasi tersebut. Pelaksanaan evaluasi
ini tidak dibarengi dengan ketersediaan dan kompetensi SDM pada Pemerintah Provinsi
yang terlibat saat melakukan evaluasi anggaran. Hal ini membuat proses penganggaran
menjadi tidak efektif dan efisien. Selain itu belum ada instrument yang praktis yang bisa
digunakan untuk evaluasi anggaran tersebut. Hal ini berakibat proses evaluasi memakan
waktu agak lama dan berimbas pada semakin panjangnya proses revisi di daerah
(kabupaten/kota).
Fasilitasi proses perencanaan tingkat desa yang menurut PP 72 tahun 2005 diamanahkan
untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten (bisa via Pemerintah Kecamatan)
seringkali tidak berjalan. Proses fasilitasi hanya diberikan dalam bentuk surat edaran agar
desa melakukan Musrenbang, dan jarang dalam bentuk bimbingan fasilitasi di lapangan.
(misal Permendagri 66 tahun 2007), complicated dan agak sulit untuk diterapkan secara
mentah-mentah di daerah pelosok pedesaan yang sebagian perangkat desa dan
masyarakatnya mempunyai banyak keterbatasan dalam hal pengetahuan, teknologi dll.
Secara normatif, perencanaan dan penganggaran harus terpadu, konsisten dan sinkron
satu sama lain. Hal ini harus dilakukan karena penganggaran merupakan media untuk
mewujudkan target-target kinerja yang direncanakan. Tanpa perencanaan yang baik,
SKPD cenderung tidak fokus serta cenderung bersifat reaktif yang pada akhirnya
bermuara pada inefisiensi dan inefektifitas. Saat penyusunan perencanaan, pimpinan
terkadang hanya melibatkan segelintir pegawai saja, sementara perencanaan program dan
kegiatan adalah atas nama organisasi, sehingga akan lebih baik apabila keseluruhan
proses penganggaran mulai dari awal perencanaan sampai pada kegiatan monitoring dan
evaluasi terakhir melibatkan seluruh pegawai sebagai team work dalam rangka mencapai
tujuan akhir yang akan dicapai oleh organisasi. Selain itu, pada penyusunan APBD,
pihak-pihak yang terlibat hendaknya memiliki komitmen yang tinggi untuk
melaksanakan penyusunan APBD secara tepat waktu serta melaksanakan anggaran yang
telah ditetapkan dengan efektif dan efisien. Adanya komitmen memberikan gambaran
bagi pihak yang terlibat dalam penyusunan APBD untuk mengetahui secara jelas visi,
misi, tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan APBD. Selain itu, melalui
komitmen dapat menciptakan motivasi dan kemauan bagi pihak penyusun APBD untuk
menyelenggarakan tahapan penyusunan APBD yang lebih baik, efektif, efisien, dan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
pendekatan pemecahan masalah yang HANYA melihat ke AKAR MASALAH saja dapat
berpotensi menimbulkan bias dan oversimplifikasi terhadap suatu persoalan. Contoh
kasus nyata; di sebuah desa di Kaltim masyarakat dan pemerintah mengidentifikasi
bahwa rendahnya pengetahuan masyarakat disebabkan tidak adanya fasilitas sumber
bacaan di wilayah itu. Sebagai solusinya mereka kemudian mengusulkan untuk
dibangunkan “gedung perpustakaan”. Ternyata setelah gedung perpustakaan dibangun,
sampai beberapa tahun berikutnya perpustakaan tersebut tidak pernah berfungsi bahkan
kemudian dijadikan Posko Pemilu. Mengapa demikian? Hal itu terjadi karena mereka
hanya berpikir soal membangun gedung, tetapi lupa berpikir dan mengusulkan
bagaimana menyediakan buku/bahan bacaan untuk perpustakaan itu, lupa mengusulkan
kepengurusan untuk mengelola perpustakaan itu dll. Kondisi seperti diatas mungkin tidak
akan terjadi kalau mereka berpikir dulu soal “outcome” misalnya meningkatkan minat
baca 50 % warga masyarakat. Dari outcome tersebut nantinya bisa diidentifikasi output
yang diperlukan misalnya: adanya gedung perpustakaan, buku atau bahan bacaan, tenaga
pengelola perpustakaan, kesadaran masyarakat untuk datang ke perpustakaan dll. Dari
contoh kasus itu nampaknya untuk pemerintah dan masyarakat memang perlu didorong
untuk memahami alur berpikir logis (logical framework) sebuah perencanaan. Selain itu
pola pikir yang ada yang cenderung berorientasi “Proyek” (yang berorientasi jangka
pendek dan berkonotasi duit) menjadi orientasi “Program” (orientasi jangka panjang dan
lebih berkonotasi sebagai gerakan pembangunan).
Meskipun penyusunan APBD rentan dengan berbagai kepentingan politik, namun aturan-aturan
formal tetap harus dijadikan landasan, terutama prinsip dan kaidah normatifnya. Jika hal ini
sungguh-sungguh dipedomani oleh eksekutif dan legislatif, niscaya APBD menjadi “alat
intervensi” negara dalam mensejahterakan masyarakat, dan bukan justru menjadi sumber
masalah.
Berdasarkan permasalahan diatas sekurangnya ada tiga praktik tata kelola yang menunjukan
buruk rupa manajemen keuangan daerah saat ini
Pertama, problem proporsi alokasi sebagaimana ditunjukan rasio antara belanja modal
(pembangunan) dan belanja aparatur (rutin). Hingga sewindu pelaksanaan desentralisasi,
desain politik alokasi anggaran di banyak daerah menunjukan minimnya peruntukan bagi
masyarakat, baik berupa dana pelayanan publik maupun investasi Pemda bagi bergeraknya
perekonomian. Hanya sekitar 20-30% APBD untuk belanja langsung bagi kepentingan
masyarakat dan sisa terbesarnya untuk membiayai birokrasi.
Kedua, problem kapasitas daya serap anggaran. Saat ini, sekitar 60% dana APBN kita beredar
di daerah (30% lewat skema transfer ditambah 30% berasal dari dana dekonsentrasi,
medebewind dan dana sektoral). Suatu jumlah uang beredar yang tentu amat besar, sekaligus
tanggung jawab yang besar pula. Namun sayang, sejauh ini Pemda masih belum berkekuatan
penuh menyerap anggaran yang ada, bahkan di sebagian daerah, sisa dana ”diparkir” di
perbankan berbentuk Sertifikat BI.
Perlu dicatat, adanya dana yang menganggur itu bukan lantaran daerah berkelebihan uang atau
pun sebagai hasil dari penghematan (efisiensi) anggaran. Sebaliknya, hal itu menunjukan adanya
dana yang terbengkelai, karena buruknya sistem perencanaan anggaran, berbelitnya prosedur
pengadaan barang/jasa pemerintah, lemahnya proses legislasi di daerah, atau orientasi sempit
pada PAD dari bunga simpanan SBI. Kinerja instrumen fiskal semacam itu berakibat
terbengkelainya pula program layanan publik dan tentu sulit menjadi stimulan alternatif di
tengah masih lesunya investasi sektor swasta.
Ketiga, selain kedua masalah di atas, hari-hari ini media massa juga gencar memberitakan
problem ketiga dalam manajemen keuangan daerah, yakni administrasi pelaporan keuangan.
Hal ini tentu tidak saja menyangkut problem akuntansi dan tata pembukuan, tetapi lebih
mendasar lagi mencerminkan politik kebijakan dan komitmen penegakan good governance di
daerah.
Alhasil, merujuk laporan BPK, setiap tahun terdapat tendensi memburuk dalam kualitas
pengelolaan dan laporan keuangan. Data terakhir (2009) menunjukan, hanya ada 21 daerah yang
memiliki status laporan wajar tanpa pengecualian, selebihnya: 249 daerah wajar dengan
pengecualian, 7 daerah berstatus disclaimer (tak memberikan pendapat) dan 10 daerah adverse
(tak wajar).
Terkait masalah ini, sumber masalah utama adalah TIDAK EFEKTIFnya PERAN
INSPEKTORAT (dulu bernama Bawasda) di daerah. Institusi yang sejatinya dibentuk sebagai
garda depan jaminan tegaknya good governance dan menjadi instrumen strategis pemberantasan
korupsi ini justru mandul.
Institusi ini hanya diposisikan sebagai unsur penunjang, desain kelembagaannya gampang
terkooptasi oleh SKPD lainnya, ruang lingkup pengawasannya terbatas, tidak adanya mekanisme
sanksi dalam pengawasan, dan status aparatnya disinyalir sebagai orang buangan yang
mempengaruhi motivasi dan kapasitas kerja.
Beberapa terobosan perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam
penyusunan APBD, yakni:
1. proses politik dalam penyusunan APBD jangan hanya menjadi arena interkasi antara
DPRD dan pemerintah, tapi juga sebagai arena publik dimana ada transparansi dan akses
bagi masyarakat untuk memperoleh informasi, berpartisipasi, dan mengkritisi proses
tersebut.
2. para pembuat keputusan yang terlibat dalam proses legislasi APBD (DPRD dan
pemerintah daerah) harus mempunyai sistem evaluasi untuk membandingkan dan
memprioritaskan proposal anggaran.
3. sebagai konsekuensi dari hak budget yang dimiliki DPRD maka anggota DPRD harus
mengetahui dan memahami prinsip-prinsip pokok siklus anggaran, yang meliputi tahap
persiapan dan penyusunan anggaran, tahap implementasi, serta tahap pelaporan dan
evaluasi.
4. selain memhami proses pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah dan DPRD
perlu memahami berbagai standar yang digunakan dalam akuntansi, misalnya standar
biaya agar dapat memperhitungkan besaran anggaran yang diperlukan untuk suatu
kegiatan. Melalui penerapan standar ini, praktik-praktik manipulasi atau mark-up angaran
dapat diminimalkan.
5. perlu dilakukan penguatan pada masyarakat sipil misalnya dengan cara mengadvokasikan
berbagai instrumen hukum dan kelembagaan yang memberikan peluang bagi masyarakat
untuk berpartisipasi, mengakses informasi, dan mengontrol akuntabilitas pemerintahan.
Selain itu juga perlu ditingkatkan kualitas pendidikan, pengorganisasian, dan
pendampingan masyarakat agar masyarakat dapat mengartikulasikan aspirasi dan
kepentingan mereka.
1. Kepala daerah wajib mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD sesuai dengan waktu yang ditentukan
oleh Peraturan Perundang-undangan untuk memperoleh persetujuan bersama.
2. Kepala daerah yang tidak mengajukan rancangan Perda tentang APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrative berupa tidak dibayarkan hak-hak
keuangannya yang diatur dalam ketentuan Perundang-undangan selama 6 (enam) bulan.
1. Kepala daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD
paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun.
2. DPRD dan Kepala daerah yang tidak menyetujui bersama rancangan Perda tentang
APBD sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun sebagaimana dimaksud ayat (1)
dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur
dalam ketentuan perundang-undangan selama 6 (enam) bulan.
3. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dikenakan kepada anggota
DPRD apabila keterlambatan penetapan APBD disebabkan oleh Kepala daerah terlambat
menyampaikan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD dari jadwal yang telah
ditetapkan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Sanksi sebelumnya, diatur oleh PMK No.04/PMK.07/2011 Tentang Tata Cara Penyampaian
Informasi Keuangan Daerah (IKD).
Dalam Pasal 2, disebutkan bahwa
IKD yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah kepada Pemerintah mencakup:
APBD;
Perubahan APBD;
Laporan Realisasi APBD Semester I;
Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD, terdiri dari:
1. Realisasi APBD;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas; dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan;
Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan;
Laporan Keuangan Perusahaan Daerah; dan
Data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah.
Pasal 9;
Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyampaikan IKD dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari setelah diterbitkannya peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan menetapkan sanksi berupa
penundaan penyaluran Dana Perimbangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri
kemudian dalam Pasal 10 ayat 1, disebutkan bahwa
Sanksi berupa penundaan penyaluran Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dilakukan sebesar 25% dari jumlah DAU yang diberikan setiap bulannya pada tahun
anggaran berjalan.
Seandainya semua ini dijalankan, bisa dipastikan mutu tata kelola dan tata pembukuan keuangan
daerah tidak lagi menjadi sasaran permanen kritikan publik dan temuan BPK.
demikian Permasalahan Umum dan Klasik dalam Penyusunan APBD ini yang disadur dari
berbagai sumber.
2. Pada penyusunan APBN,pemerintah menetapkan belanja negara lebih sedikit dari pada
penerimaan negara. Dengan demikian,penyusunan APBN tersebut menerapkan kebijakan
anggaran....
a. Defisit d. Defisit dinamis
b. Surplus e. Seimbang dinamis
c. Berimbang
3. Komponen berikut yang termasuk sumber-sumber penerimaan negara adalah..
a. Retribusi dan cukai d. DAK dan pajak kendaraan bermotor
b. DAU dan laba BUMN e. Pajak pertambahan nilai dan bea masuk
c. DAK dan pendapatan migas
4. Alat ukur yang paling tepat digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan penduduk suatu negara
disebut … .
a. Pemungutan pajak d. Kebijakan anggaran
b. Pendapatan perseorangan e. APBN dan APBD
c. Pendapatan per kapita
Materi Anggaran Pandapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta Contoh soal
latihan APBN & APBD
an APBD
Menurut Undang-undang no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBD merupakan
wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan peraturan daerah. APBD
terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan.
APBD adalah daftar terperinci mengenai pendapatan dan pengeluaran daerah dalam waktu
satu tahun yang telah disyahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
PBD
APBD yang disusun oleh setiap pemerintah daerah memiliki fungsi sebagai berikut:
Fungsi otorisasi
APBD sebagai dasar bagi pemerintah daerah dalam menjalankan pendapatan dan belanja untuk masa
satu tahun.
Fungsi Perencanaan
APBD merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan penyelenggaraan
pemerintah daerah pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi Pengawasan
APBD merupakan pedoman bagi DPRD, BPK, dan instansi pelaksanaan pengawasan lainnya dalam
menjalankan fungsi pengawasan.
Fungsi Alokasi
Sumber-sumber penerimaan APBD digambarkan dengan jelas untuk dialokasikan sebagai pembelanjaan
yang harus dilaksanakan pemerintah daerah.
Fungsi Distribusi
Pembelanjaan APBD disesuaikan dengan kondisi setiap daerah dengan mempertimbangkan asas
keadilan dan kepatutan.
PBD
APBD disusun sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran penyelenggaraan negara didaerah dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah dan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat.
2) Pemerintah daerah mengajukan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas bersama antara pemerintah daerah
dan DPRD.
3) RAPBD yang telah disetujui DPRD disahkan menjadi APBD melalui Peraturan Daerah untuk dilaksanakan.
b. Pelaksanaan APBD
APBD yang telah disahkan oleh DPRD menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk melaksanakannya.
Semua pengeluaran daerah harus didasarkan pada:
1) Pengawasan ekstenal
Adalah pengawasan pelaksanaan APBD yang dilakukan oleh DPRD dan BPK.
2) Pengawasan internal
Adalah pengawasan pelaksanaan APBD yang dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri melalui instansi-
instansi dalam jajarannya.
d. Pertanggungjawaban APBD
Setiap tiga bulan pemerintah daerah melaporkan pelaksanaan APBD triwulan kepada DPRD, dan setelah
tahun anggaran berakhir pemerintah daerah mempertanggung-jawabkan seluruh pelaksanaan APBD.
1) Pajak daerah
2) Retribusi daerah
5) Lain-lain PAD
b. Dana Perimbangan
Adalah dana yang dialokasikan dari APBN untuk daerah sebagai pengeluaran pemerintah pusat untuk
belanja daerah, yang meliputi:
Yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah sebagai hasil dari pengelolaan
sumber daya alam didaerah oleh pemerintah pusat.
Yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan sebagai wujud dari
pemerataan kemampuan keuangan antara daerah.
Yaitu dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
mendanai kegiatan khusus daerah yang disesuaikan dengan prioritas nasional.
c. Pinjaman daerah
3) Komisi, penjualan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan pengadaan barang atau jasa
oleh daerah.
a. Belanja Aparatur
a) Belanja Pegawai
Belanja pegawai adalah semua pembayaran berupa uang tunai yang dibayarkan kepada pegawai daerah
otonom. Belanja pegawai terdiri dari:
Tunjangan beras
Honorarium
Uang lembur
Kantor
Biaya pendidikan
Biaya perpustakaan
Biaya hansip
Pembelian obat-obatan
d) Belanja Pemeliharaan
Belanja pemeliharaan adalah semua pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan:
Rumah dinas
Belanja operasi dan pemeliharaan terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja perjalan
dinas dan biaya pemeliharaan.
3) Belanja Modal
Belanja modal adalah belanja yang dikeluarkan untuk membeli/memperoleh modal seperti tanah, mobil,
alat-alat, dll.
b. Belanja Publik
Belanja publik terdiri dari belanja adminstrasi/umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja
modal.
Belanja daerah yang sumber dananya dari bantuan pemerintah pusat dari APBN berupa Dana Bagi Hasil,
Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.
Belanja tidak disangka adalah semua belanja yang tidak terduga selama tahun anggaran.
an contoh APBD
URAIAN JUMLAH
patan 495.017.481.050
bangan 395.054.965.750
a 525.737.924.208
aerah 102.555.669.973
15.523.518.000
Publik 423.182.254.235
62.939.707.820
ngka 500.000.000
(30.720.443.158)
Surplus/Defisit
30.720.443.158
ayaan
34.549.690.758
n
(3.829.247.600)
n
URAIAN JUMLAH
A. Pendapatan Daerah 501.906.042.896
4. Pinjaman Daerah -
B. Belanja
C. Pembiayaan 384.320.732.487
1. Penerimaan (6.929.841.193)
2. Pengeluaran 15.886.341.243
22.816.182.436
APBN dan APBD merupakan program pembangunan nasional jangka pendek pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, sehingga dapat mengendalikan perekonomian nasional melalui program-
program yang telah digariskan.
Asumsi yang digunakan dalam APBN merupakan salah satu pertimbangan bagi investor dalam
menanamkan modalnya.
Kebijakan pengaturan tarif pajak ekspor dilakukan untuk melindungi kepentingan produsen dalam
negeri, serta mengamankan neraca perdagangan internasional.
Pemerintah dengan sengaja mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan guna mencapai kestabilan
ekonomi. Teknik mengubah pengeluaran dan penerimaan yang dilakukan oleh pemerintah disebut
dengan kebijakan fiskal.
Menurut Richard Musgrave dampak APBN dan APBD akan mempengaruhi aspek sosial ekonomis
keuangan negara dan perekonomian bangsa, berupa:
endapatan
Retribusi pendapatan dilakukan melalui penarikan pajak. Selanjutnya pajak tersebut digunakan untuk
keperluan peningkatan pendapatan masyarakat dalam bentuk pengeluaran negara yang diberikan ke
daerah-daerah .
sumber-sumber
Pengenaan tarif pajak yang tinggi terhadap barang-barang tertentu menyebabkan terjadi proses
pengalihan sumber-sumber masyarakat. Produsen akan berpindah meningkatkan produksi yang
menghasilkan barang-barang dengan tarif pajak yang rendah. Pengenaan tarif pajak yang tinggi
terhadap barang–barang tertentu karena barang tersebut tidak dikehendaki peredarannya dipasar oleh
pemerintah.
Efek ekonomis terhadap keuangan negara dapat dilihat dari usaha pemerintah untuk menstabilkan
keadaan ekonomi.Sebagai contoh pada saat terjadi inflasi, pemerintah harus mempengaruhi ekonomi
nasional melalui APBN/APBD agar terjadi keseimbangan kembali antara arus uang dengan arus barang
yang beredar.
C.Kebijakan Anggaran
an Kebijakan Anggaran
Penyusunan APBN tidak lepas dari sasaran kebijakan keuangan pemerintah yang harus menunjang
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, kestabilan moneter, perluasan kesempatan kerja, pelayanan
umum dan lain-lainnya yang menyangkut peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dengan demikian kebijakan anggaran diartikan sebagai kebijakan pemerintah untuk mengatur
APBN agar sesuai dengan arah dan laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dalam Program
Pembanghunan Nasional.
Sebelum tahun 2001 prinsip penyusunan APBN adalah anggaran berimbang dinamis, dimana
jumlah penerimaan negara selalu sama dengan pengeluaran negara, dan jumlahnya diupayakan
meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2001 hingga sekarang prinsip anggaran yang digunakan
adalah anggaran defisit/surplus.
Penyusunan APBN mulai tahun 2005 telah menerapkan format baru, yaitu format anggaran
terpadu berdasar undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Format baru
tersebut merupakan sistem penganggaran terpadu yang melebur anggaran rutin dan pembangunan
dalam satu format anggaran dengan tujuan mengurangi tumpang tindih alokasi pengeluaran.
ebijakan Anggaran
Untuk menentukan arah, tujuan, prioritas pembangunan nasional serta pertumbuhan ekonomi
agar sesuai Program Pembangunan Nasional yang pada gilirannya meningkatkan kemakmuran
masyarakat.
a. Anggaran Berimbang
Anggaran berimbang adalah suatu bentuk anggaran dimana jumlah realisasi pendapatan negara
sama dengan jumlah realisasi belanja negara. Kebijakan anggaran berimbang terjadi pada masa
pemerintahan orde baru.
b. Anggaran Defisit
Anggaran defisit berarti jumlah realisasi pendapatan negara lebih kecil dari realisasi belanja
negara. Mulai tahun 2000, dalam era reformasi pemerintah menerapkan kebijakan anggaran defisit
dalam menyusun APBN.
c. Anggaran Surplus
Anggaran surplus berarti jumlah realisasi pendapatan negara lebih besar dari realisasi belanja
negara.
d. Anggaran Dinamis
Anggaran dinamis adalah bentuk penyusunan anggaran dimana sisi penerimaan dari tahun ke
tahun selalu mengalami peningkatan, sehingga memungkinkan belanja negara juga mengalami
peningkatan.
LEMBAR KERJA SISWA
b. Agar uang yang diterima negara dan bersumber dari pajak dapat digunakan sebaik-baiknya untuk tujuan
pembangunan
c. Agar penggunaan uang negara dapat digunakan sebaik-baiknya untuk tujuan meningkatkan taraf hidup
masyarakat
d. Agar penggunaan uang negara yang berasal dari tabungan dapat digunakan sebaik mungkin sesuai
dengan undang-undang yang berlaku
e. Mengatur sedemikian rupa sehingga penggajian dan pembiayaan yang dilakukan pemerintah lebih
bermanfaat
2. Menurut pendapat penganut anggaran belanja berimbang dalam hal terpaksa terjadi
ketidakstabilan ekonomi pada waktu depresi, anggaran yang dipakai adalah anggaran ...
a. Surplus
b. Defisit
c. Seimbang
d. Disesuaikan
e. lebih
3. Pada APBN, pajak yang diterima dapat disalurkan pada berbagai proyek pembangunan. APBN
dalam hal ini menjalankan fungsi ...
a. Distribusi
b. Stabilisasi
c. Relokasi
d. Pengembangan
e. alokasi
4. Anggaran pendapatan dan belanja negara yang defisit ada kebaikanya, yaitu dapat ...
a. Penghematan
b. Peningkatan efisiensi
e. Kemandirian
6. Dana yang masuk ke kas negara yang berasal dari pungutan pajak digunakan untuk membangun
sarana jalan tol. Fungsi pajak dalam hal ini adalah fungsi ...
a. Alokasi
b. Stabilitas
c. Distribusi
d. Pengembangan
e. Pemerataan
2. pajak ekspor
4. pajak penghasilan
5. gaji pegawai
a. 1, 2, 5
b. 1, 3, 4
c. 1, 2, 4
d. 2, 4, 6
e. 2, 5, 6
2. pembiayaan proyek
3. dana perimbangan
5. belanja pegawai
a. 1, 3, 6
b. 1, 2, 5
c. 2, 4, 5
d. 3, 4, 6
e. 4, 5, 6
13. Sebagai dasar untuk menerima pendapatan dan melakukan belanja, merupakan salah satu
fungsi APBN; yaitu fungsi ...
a. Perencanaan
b. Rotarisasi
c. Pengawasan
d. Alokasi
e. Distribusi
a. Pajak daerah
b. Hibah
d. Retribusi daerah
c. Pajak Penghasilan
d. Cukai
e. Bea Masuk
b. Laba BUMN
c. Bea Masuk
d. Pajak Ekspor
1. belanja modal
a. 1, 2
b. 2, 3
c. 3, 4
d. 2, 5
e. 4, 5
1. PAD
2. dana perimbangan
3. pendapatan hibah
4. dana darurat
5. pajak daerah
a. 1, 2
b. 2, 3
c. 3, 4
d. 4, 5
e. 3, 5
3.
http://aakkuucintaindonesia.blogspot.co.id/2012/11/materi-anggaran-pandapatan-dan-belanja.html
1. APBN merupakan instrumen untuk mengendalikan perekonomian saat terjadinya infali atau deflasi.
Hal ini menggambarkan fungsi APBN,yaitu..
a. Alokasi d. stabilisasi
b. Distribusi e. standardisasi
c. Realokasi
Baca juga : Contoh Soal Pendapatan Nasional Ekonomi
2. Pada penyusunan APBN,pemerintah menetapkan belanja negara lebih sedikit dari pada penerimaan
negara. Dengan demikian,penyusunan APBN tersebut menerapkan kebijakan anggaran....
c. Berimbang
b. DAU dan laba BUMN e. Pajak pertambahan nilai dan bea masuk
4. Alat ukur yang paling tepat digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan penduduk suatu negara
disebut … .
a. Dana perimbangan
d. Subsidi
a. Pajak langsung
b. Iuran
c. Sumbangan
d. Hibah
e. Pungutan resmi
1) Belanja barang
2) Cicilan utang
4) Bantuan proyek
a. 1,2 dan 3
b. 1,3 dan 4
c. 2,3 dan 4
d. 1,2 dan 5
e. 3,4 dan 5
a. Pendapatan asli daerah yang berasal dari hasil pajak dari retribusi daerah
d. Dana perimbangan
e. Pinjaman daerah
b. Agar uang yang diterima negara dan bersumber dari pajak dapat digunakan sebaik-
d. Agar penggunaan uang negara yang berasal dari tabungan dapat digunakan sebaik
mungkin sesuai dengan undang-undang yang berlaku
10. Menurut pendapat penganut anggaran belanja berimbang dalam hal terpaksa terjadi ketidakstabilan
ekonomi pada waktu depresi, anggaran yang dipakai adalah anggaran ...
a. Surplus d. Disesuaikan
b. Defisit e. lebih
c. Seimbang
11. Pada APBN, pajak yang diterima dapat disalurkan pada berbagai proyek pembangunan. APBN dalam
hal ini menjalankan fungsi ...
a. Distribusi d. Pengembangan
b. Stabilisasi e. alokasi
c. Relokasi
12. Anggaran pendapatan dan belanja negara yang defisit ada kebaikanya, yaitu dapat ...
a. Penghematan
b. Peningkatan efisiensi
e. Kemandirian
14. Dana yang masuk ke kas negara yang berasal dari pungutan pajak digunakan untuk membangun
sarana jalan tol. Fungsi pajak dalam hal ini adalah fungsi ...
a. Alokasi d. Pengembangan
b. Stabilitas e. Pemerataan
c. Distribusi
2. pajak ekspor
4. pajak penghasilan
5. gaji pegawai
a. 1, 2, 5 d. 2, 4, 6
b. 1, 3, 4 e. 2, 5, 6
c. 1, 2, 4
2. pembiayaan proyek
3. dana perimbangan
5. belanja pegawai
b. 1, 2, 5 e. 4, 5, 6
c. 2, 4, 5
19. Sebagai dasar untuk menerima pendapatan dan melakukan belanja, merupakan salah satu fungsi
APBN; yaitu fungsi ...
a. Perencanaan
b. Otorisasi
c. Pengawasan
d. Alokasi
e. Distribusi
a. Pajak daerah
b. Hibah
d. Retribusi daerah
21. Yang dikategorikan dalam PAD (Pendapatan Asli Daerah) adalah ...
c. Pajak Penghasilan
d. Cukai
e. Bea Masuk
b. Laba BUMN
c. Bea Masuk
d. Pajak Ekspor
1. PAD
2.dana perimbangan
3.pendapatan hibah
4.dana darurat
5.pajak daerah
a. 1, 2
b. 2, 3
c. 3, 4
d. 4, 5
e. 3, 5
Diposting oleh Arkenzo adam di 01.43
http://dangerrx.blogspot.co.id/2016/03/contoh-soal-apbn-dan-apbd-beserta.html
1. APBN merupakan instrumen untuk mengendalikan perekonomian saat terjadinya infali atau
deflasi. Hal ini menggambarkan fungsi APBN,yaitu..
a. Alokasi d. stabilisasi
b. Distribusi e. standardisasi
c. Realokasi
2. Pada penyusunan APBN,pemerintah menetapkan belanja negara lebih sedikit dari pada
penerimaan negara. Dengan demikian,penyusunan APBN tersebut menerapkan kebijakan
anggaran....
c. Berimbang
b. DAU dan laba BUMN e. Pajak pertambahan nilai dan bea masuk
4. Alat ukur yang paling tepat digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan penduduk suatu
negara disebut … .
a. Dana perimbangan
d. Subsidi
a. Pajak langsung
b. Iuran
c. Sumbangan
d. Hibah
e. Pungutan resmi
1) Belanja barang
2) Cicilan utang
4) Bantuan proyek
a. 1,2 dan 3
b. 1,3 dan 4
c. 2,3 dan 4
d. 1,2 dan 5
e. 3,4 dan 5
a. Pendapatan asli daerah yang berasal dari hasil pajak dari retribusi daerah
d. Dana perimbangan
e. Pinjaman daerah
b. Agar uang yang diterima negara dan bersumber dari pajak dapat digunakan sebaik-
d. Agar penggunaan uang negara yang berasal dari tabungan dapat digunakan sebaik
10. Menurut pendapat penganut anggaran belanja berimbang dalam hal terpaksa terjadi
ketidakstabilan ekonomi pada waktu depresi, anggaran yang dipakai adalah anggaran ...
a. Surplus d. Disesuaikan
b. Defisit e. lebih
c. Seimbang
11. Pada APBN, pajak yang diterima dapat disalurkan pada berbagai proyek pembangunan. APBN
dalam hal ini menjalankan fungsi ...
a. Distribusi d. Pengembangan
b. Stabilisasi e. alokasi
c. Relokasi
12. Anggaran pendapatan dan belanja negara yang defisit ada kebaikanya, yaitu dapat ...
a. Penghematan
b. Peningkatan efisiensi
e. Kemandirian
14. Dana yang masuk ke kas negara yang berasal dari pungutan pajak digunakan untuk membangun
sarana jalan tol. Fungsi pajak dalam hal ini adalah fungsi ...
a. Alokasi d. Pengembangan
b. Stabilitas e. Pemerataan
c. Distribusi
2. pajak ekspor
4. pajak penghasilan
5. gaji pegawai
a. 1, 2, 5 d. 2, 4, 6
b. 1, 3, 4 e. 2, 5, 6
c. 1, 2, 4
2. pembiayaan proyek
3. dana perimbangan
5. belanja pegawai
a. 1, 3, 6 d. 3, 4,6
b. 1, 2, 5 e. 4, 5, 6
c. 2, 4, 5
19. Sebagai dasar untuk menerima pendapatan dan melakukan belanja, merupakan salah satu
fungsi APBN; yaitu fungsi ...
a. Perencanaan
b. Otorisasi
c. Pengawasan
d. Alokasi
e. Distribusi
a. Pajak daerah
b. Hibah
d. Retribusi daerah
21. Yang dikategorikan dalam PAD (Pendapatan Asli Daerah) adalah ...
c. Pajak Penghasilan
d. Cukai
e. Bea Masuk
b. Laba BUMN
c. Bea Masuk
d. Pajak Ekspor
1. PAD
2. dana perimbangan
3. pendapatan hibah
4. dana darurat
5. pajak daerah
a. 1, 2
b. 2, 3
c. 3, 4
d. 4, 5
e. 3, 5
a. 1),2),dan 3) d. 2),4),dan 5)
b. 1),3),dan 4) e. 3),4),dan 5)
c. 2),3),dan 4)
Kunci Jawaban:
d. 2),4),dan 5)
27. Kesempatan yang tersedia bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi yang menjadi
sumber pendapatan bagi yang melakukan kegiatan ekonomi atau keadaan yang menggambarkan
terjadinya suatu pekerjaan dimasyarakat adalah pengertian dari ….
a. Lapangan kerja
b. Tenaga kerja
c. Kesempatan kerja
e. Pengangguran
Kunci Jawaban:
c . Kesempatan Kerja
28. Dibawah ini yang tidak dapat di masukkan ke dalam angkatan kerja adalah ….
a. Guru
b. Dokter
c. Pilot
d. Siswa SMA
Kunci Jawaban:
d. siswa SMA
29. Pengangguran yang terjadi karena kesulitan sementara untuk mempertemukan permintaan
dan penawaran kesempatan kerja adalah …..
a. Pengangguran siklus
b. Pengangguran disengaja
c. Pengangguran terselubung
d. Pengangguran musiman
e. Pengangguran friksional
Kunci Jawaban:
a . Pengangguran siklus
30. Salah satu dampak pengangguran terhadap kegiatan ekonomi adalah, kecuali ….
a. Pendapatan nasional akan naik jika terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja
Kunci Jawaban:
a . Pendapatan nasional akan naik jika terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja
b. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain, dan Melakukan pelatihan
di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu
c. Pelatihan agar memiliki ketrampilan untuk dapat bekerja pada masa menunggu musim tertentu
Kunci Jawaban:
b. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain, dan Melakukan pelatihan
di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu
32. Dengan pesatnya pembangunan dapat membawa perubahan struktur perekonomian Negara
yaitu dari struktur agraris tradisional menjadi struktur agraris teknologi modern bahkan menjadi
Negara industry. Masa perubahan ini sering menimbulkan gejolak perekonomian terutama
masyarakat yang tidak mengusai teknologi akan tertinggal dan menjadi pengangguran. Salah satu
cara mengatasi pengangguran struktural adalah ….
Kunci Jawaban:
c. Memberi kemampuan untuk melakukan kerja dan system bapak angkat dengan perusahaan
besar
Kunci Jawaban:
1. Melalui jalur pendidikan formal baik yang bersifat umum atau kejuruan
1, 2 dan 4
1, 2, dan 3
2, 4, dan 5
2, 3, dan 5
2, 3, dan 4
Kunci Jawaban:
b . 1, 2, dan 3
1. Upah minimum
a. 1, 2, dan 3
b. 1, 3, dan 4
c. 1, 4, dan 5
d. 2, 3, dan 4
e. 2, 3, dan 5
Kunci Jawaban:
b . 1, 3, dan 4
Kunci Jawaban:
c. Mengurangi pengangguran
Kunci Jawaban:
a. Kesenjangan pendapatan
b. Pencemaran lingkungan
c. Pengangguran
Kunci Jawaban:
c. Pengangguran
39. Salah satu tokoh historis yang membagi proses pertumbuhan ekonomi menjadi masyarakat
tradisional, peralihan, lepas landas, dan lainnya adalah …..
a. Karl Bucher
b. David Ricardo
c. Friedrich List
d. W.W Rostow
e. Werner Sombart
Kunci Jawaban:
d. W.W Rostow
a. Kekayaan alam
b. Modal
c. Struktur ekonomi
e. IPTEK
Kunci Jawaban:
c. Struktur ekonomi
1) SDA
2) Lembaga sosial
3) SD Modal
4) Sikap masyarakan
5) Kewirausahaan
6) Keahlian
7) Keadaan politik
8) Sikap masyarakat
a. 1,4,6
b. 2,5,8
c. 4,5,6
d. 3,6,7
e. 2,7,8
Kunci Jawaban:
d. 2,7,8
42. Salah satu faktor penentu pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi adalah SDM,
untuk memperoleh SDM yang berkualitas agar pembangunan ekonomi berjalan lancar diperlukan
berbagai usaha antara lain …….
b. Keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan, cara berfikir modern, peningkatan IPTEK
e. Peningkatan IPTEK, keterampilan yan sesuai dengan kebutuhan, memgang teguh adat istiadat
Kunci Jawaban:
b. Keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan, cara berfikir modern, peningkatan IPTEK
a. Proses peningkatan dalam kapasitas suatu bangsa dalam jangka panjang untuk memproduksi
aneka barang dan jasa bagi rakyatnya
c. Suatu proses untuk membawa kmajuan dan perbaikan dalam berbagai kehidupan
d. Suatu proses yang terus menerus menuju ke arah tujuan yang akan dicapai
e. Suatu proses yang menyebabkan perubahan yang terus menerus untuk kesempurnaan
Kunci Jawaban:
a. Proses peningkatan dalam kapasitas suatu bangsa dalam jangka panjang untuk memproduksi
aneka barang dan jasa bagi rakyatnya
d. Angka pertumbuhanekonomi
Kunci Jawaban:
45. Faktor yang paling menentukan dalam pembangunan ekonomi adalah …….
a. Teknologi
b. Permodalan
c. Luasnya pasar
Kunci Jawaban:
c. Modal harus dipakai secara efektif karena pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh
peranan pembentukan modal
d. Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu masa perekonomian
tertutup, masa kerajinan, dan pertukangan
Kunci Jawaban:
47. Suatu negara pada tahun 2005 memiliki GNP sebesar 250triliun,sedangkan GNP pada tahun
2006 sebesar 262,5 triliun.pertumbuhan ekonomi negara tersebut adalah...
a. 4% d. 6%
b. 5% e. 6,5%
c. 5,5%
Kunci Jawaban:
b. 5%
48. Teori yang beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi sebenarnya bertumpu pada adanya
pertambahan penduduk dan pertambahan output, merupakan teori yang dikemukakan oleh ……
a. David Ricardo
b. Adam Smith
c. Robert Solow
d. Bruno Hildebrand
e. Werner Sombart
Kunci Jawaban:
c. Adam Smith
49. Dalam teori Adam Smith, kaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan pertambahan hasil dilihat
dari tiga faktor, yaitu ……
Kunci Jawaban:
c. Menyejahterakan rakyat
e. Meningkatkan output
Kunci Jawaban:
http://matakuliyah.blogspot.co.id/2016/11/contoh-soal-apbn-dan-apbd.html