(2016-2021)
Belanja negara secara nominal mengalami peningkatan dari tahun 2016 sampai dengan tahun
2021. Peningkatan belanja negara tersebut merupakan perwujudan komitmen Pemerintah untuk
mencapai target pembangunan dan mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Meskipun secara nominal jumlah belanja semakin meningkat setiap tahunnya, bila
dilihat dari persentasenya terhadap PDB, besaran belanja negara dari tahun 2016–2021 cenderung
tetap berada pada kisaran 14,6–16,7 persen.
Realisasi belanja pemerintah pusat dalam periode 2016–2019 mengalami peningkatan dari
Rp1.154.018,2 miliar dalam tahun 2016, menjadi Rp1.496.313,9 miliar dalam tahun 2019 (rata-
rata tumbuh 9,0 persen per tahun). Belanja pemerintah pusat pada tahun 2020 meningkat sangat
signifikan apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya mencapai Rp1.975.240,2
miliar atau meningkat 32,0 persen apabila dibandingkan dengan tahun 2019. Hal ini terjadi akibat
bencana yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Belanja Kementerian/Lembaga
Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) merupakan salah satu alat Pemerintah untuk melaksanakan
berbagai kebijakan dalam rangka mencapai tujuan bernegara yaitu menciptakan masyarakat yang
adil dan makmur. Selama periode 2016–2019, belanja K/L sebagian besar dialokasikan pada
K/L yang melaksanakan tugas dan fungsi utama di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur,
perlindungan sosial, serta pertahanan dan keamanan.
Program pengelolaan subsidi dialokasikan dalam rangka meringankan beban masyarakat dan
sekaligus untuk menjaga agar produsen mampu menghasilkan barang dan jasa, khususnya
yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Selain itu, pemberian subsidi juga ditujukan
untuk meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan kualitas pelayanan publik khususnya
pada sektor transportasi dan komunikasi, serta memberikan insentif bagi dunia usaha dan
masyarakat.
Dalam kurun waktu tahun 2016–2019, belanja subsidi mengalami peningkatan rata-rata
sebesar 5,0 persen, yaitu dari Rp174.226,9 miliar pada tahun 2016 menjadi Rp201.802,6
miliar pada tahun 2019. Sedangkan outlook belanja subsidi pada tahun 2020 diperkirakan
mencapai p192.023,2 miliar.
Dalam periode tahun 2016–2019, subsidi energi menunjukkan pertumbuhan rata-rata 8,6
persen, dari semula sebesar Rp106.785,0 miliar pada tahun 2016 menjadi sebesar
Rp136.875,8 miliar pada tahun 2019. Namun, pada tahun 2020 diperkirakan mengalami
penurunan menjadi Rp95.607,4 miliar. Sedangkan realisasi subsidi non energi dalam kurun
waktu 2016–2019, mengalami penurunan rata-rata 1,3 persen per tahun dari Rp67.441,9
miliar pada tahun 2016 menjadi Rp64.926,8 miliar pada tahun 2019. Pada tahun 2020,
subsidi non energi diperkirakan mengalami peningkatan menjadi Rp96.415,8 miliar terutama
dipengaruhi oleh pemberian stimulus untuk mengatasi dampak Covid-19.
3. Program Pengelolaan Hibah Negara
Dalam periode tahun 2016-2019, rata-rata kinerja realisasi program pengelolaan hibah
adalah 154,9 persen dari pagunya dengan realisasi tertinggi di tahun 2019 yaitu 333,5 persen
dari pagunya dan realisasi terendah di tahun 2016 yaitu 83,5 persen dari pagunya. Secara
nominal, realisasi belanja hibah tertinggi adalah di tahun 2016 sebesar Rp7.129,9 miliar dan
nilai realisasi belanja hibah terendah terlihat di tahun 2018 yaitu sebesar Rp1.520,7 miliar.
Pada tahun 2016–2019, realisasi anggaran Program Pengelolaan Belanja Lainnya utamanya
berasal dari anggaran belanja untuk operasional kegiatan lembaga yang belum mempunyai
bagian anggaran (BA) sendiri (seperti SKK Migas dan Bintan Karimun) serta kegiatan terkait
stabilisasi harga pangan melalui CBP dan cadangan stabilisasi harga pangan.
Program Pengelolaan Transaksi Khusus antara lain terdiri atas anggaran kontribusi sosial,
keperluan hubungan internasional, dana dukungan kelayakan, dan dana fasilitas penyiapan
proyek infrastruktur dengan skema KPBU. Realisasi anggaran belanja pemerintah pusat pada
program pengelolaan transaksi khusus pada tahun 2016–2019 mengalami pertumbuhan rata-
rata sebesar 6,5 persen, yaitu dari Rp99.672,0 miliar pada tahun 2016 menjadi Rp128.033,0
miliar di tahun 2019.
Anggaran TKDD selama tahun 2016 – 2019 cenderung selalu meningkat setiap tahunnya dengan
rata-rata pertumbuhan mencapai 4,6 persen per tahun, yaitu dari Rp710.256,9 miliar pada tahun
2016 meningkat menjadi Rp812.973,4 miliar pada tahun 2019. Pada tahun 2020, dengan adanya
dampak pandemi Covid-19, APBN mengalami perubahan yang sangat signifikan termasuk
anggaran TKDD.
DBH merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dan disalurkan kepada daerah berdasarkan realisasi penerimaan
negara pajak dan bukan pajak tahun berjalan. Anggaran DBH terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu
DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (DBH SDA).
a. DBH Pajak
DBH Pajak dibagikan kepada daerah berdasarkan dua prinsip, yaitu: (1) prinsip
pengalokasian berbasis daerah penghasil (by origin); dan (2) prinsip penyaluran
berdasarkan realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan (based on actual revenue).
Dalam pengalokasian berdasarkan prinsip by origin, daerah penghasil pajak
mendapatkan bagian DBH Pajak yang lebih besar dibanding daerah lain dalam satu
provinsi, sedangkan daerah nonpenghasil hanya mendapatkan bagian berdasarkan
pemerataan. Sementara itu, dalam penyaluran berdasarkan prinsip based on actual
revenue, penyaluran DBH Pajak dilakukan berdasarkan realisasi penerimaan negara
yang dibagihasilkan dari pajak dan cukai hasil tembakau pada tahun anggaran berjalan.
DBH SDA merupakan dana yang bersumber dari PNBP yang dibagihasilkan dan
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Seperti halnya dengan DBH
Pajak, DBH SDA juga dibagikan kepada daerah berdasarkan prinsip by origin dan
prinsip based on actual revenue.
DAK Fisik dialokasikan dalam APBN kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mendanai
kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional
untuk menjaga ketercapaian output dan outcome, berupa penyediaan prasarana dan sarana
pelayanan dasar publik, baik untuk pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) dan
pencapaian prioritas nasional maupun percepatan pembangunan daerah dan kawasan dengan
karakteristik khusus dalam rangka mengatasi kesenjangan pelayanan publik antardaerah.
7. Dana Desa
Pemerintah mengalokasikan Dana Desa dengan tujuan agar desa mempunyai sumber
pendapatan yang memadai untuk mendanai kewenangan yang diberikan kepada desa,
terutama kewenangan berdasarkan hak asal usul, dan kewenangan lokal berskala desa.