A. Latar Belakang
Sediaan farmasi terdiri dari sediaan cair, padat, dan semi-solid. Sediaan
semisolid yang paling sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari adalah salep.
Salep biasa disebut juga dengan unguenta. Unguenta adalah sediaan obat dengan
bentuk setengah padat yang biasanya digunakan dengan cara dioleskan dan
umumnya digunakan untuk pemakaian luar (Depkes RI, 2014). Unguenta
digunakan untuk mengobati penyakit kulit yang akut atau kronis, sehingga
diharapkan adanya penetrasi ke dalam lapisan kulit agar dapat memberikan efek
yang diinginkan (Voight, 2007). Kelebihan dari sediaan unguenta adalah mudah
digunakan, praktis, serta mudah dibawa. Sedangkan kekurangan dari sediaan
unguenta adalah mudah ditumbuhi mikroba (Agoes, 2008). Sebagai sediaan
topikal, kualitas dasar salep yang baik adalah stabil, bebas dari inkompatibilitas,
mudah diaplikasikan, memiliki basis salep yang cocok, serta dapat terdistribusi
merata (Soetopo, 2002).
Dalam pembuatan sediaan salep, pemilihan basis yang harus disesuaikan
dengan zat aktifnya. Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam
pemilihan dasar salep antara lain kecepatan pelepasan bahan obat dari dasar salep,
absorpsi obat, kemampuan mempertahankan kelembaban kulit oleh basis salep,
serta waktu kestabilan obat dalam basis (Ansel, 2010). Basis dasar salep yang
biasa digunakan adalah basis salep hidrokarbon, basis salep serap, basis yang
dapat dicuci dengan air, serta basis salep larut dalam air.
Adanya berbagai macam jenis basis salep mempengaruhi cara pembuatannya.
Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik dari setiap basis. Peraturan
pembuatan salep ada 4 jenis, yaitu:
1. Peraturan salep pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran-campuran lemak, dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.
2. Peraturan salep kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air. Jika tidak ada peraturan-peraturan
lain, dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang
dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep : jumlah air yang
dipakai dikurangi dari basis.
3. Peraturan salep ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian yang dapat larut dalam lemak
dan air harus diserbuk lebih dahulu, kemudian diayak dengan no 60.
4. Peraturan salep keempat
Salep-salep yang dibuat dengan cara mencairkan, campurannya harus
digerus sampai dingin
(Syamsuni, 2006)
Pelepasan obat dari basisnya merupakan faktor penting dalam keberhasilan
terapi dengan menggunakan sediaan salep. Pelepasan obat dari sediaan salep
sangat dipengaruhi oleh sifat fisika kimia obat seperti kelarutan, ukuran partikel
dan kekuatan ikatan antara obat dan pembawanya, dan untuk basis yang berbeda
faktor-faktor diatas mempunyai nilai yang berbeda. Pemilihan formulasi yang baik
sangat menentukan tercapainya tujuan pengobatan. Untuk mengetahui pelepasan
obat dapat dilakukan uji disolusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan
obat dari basis ke medium adalah:
1. Ukuran partikel bahan obat yang semakin kecil ukuran partikelnya maka
pelepasan obat akan semakin mudah.
2. Medium pelepasan, jika obat lebih mudah larut dalam medium dari basis
maka dengan mudah obat akan lepas dari basis.
3. Viskositas bahan obat yang semakin besar viskositasnya maka obat akan
semakin sukar untuk dilepaskan.
4. Konsentrasi obat semakin besar dalam suatu sediaan maka akan semakin
mudah proses pelepasannya dari basis.
5. Koefisien obat berdifusi kedalam basis semakin kecil maka pelepasan
obat semakin sukar.
(Anief, 2007).
Asam salisilat merupakan zat aktif yang biasa digunakan dalam pembuatan
unguenta. Asam Salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih
dari 101,0%, C7H6O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian
asam salisilat yaitu hablur, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk halus;
putih; rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan
tidak berbau. Asam salisilat sukar larut dalam air dan benzen, mudah larut dalam
etanol dan eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform
(Depkes RI, 2014).
B. Tujuan
1. Mengenal dan memahami cara pembuatan, jenis basis dan cara evaluasi
bentuk sediaan unguenta asam salisilat.
2. Mengenal dan memahami profil disolusi unguenta asam salisilat dengan
basis yang berbeda.
C. Alat dan Bahan
1. Pembuatan dan cara evaluasi unguenta
Alat: Bahan:
1.1 Beaker glass 1.1 Asam salisilat
1.2 Cawan porselin 1.2 Vaselin
1.3 Pengaduk kaca 1.3 Cera flava
1.4 Roller mill 1.4 PEG 400
1.5 Alat uji daya sebar unguenta 1.5 PEG 4000
(kaca bundar, penggaris, beban)
1.6 Alat uji homogenitas unguenta 1.6 Indikator phenolphtlein
(objek glass, beban)
1.7 Alat uji kemampuan proteksi 1.7 Parafin
(kertas saring, spatula)
1.8 Alat uji disolusi unguenta 1.8 Spiritus fortior
(sel disolusi unguenta, membran selofan) 1.9 Aquadest
1.9 Stopwatch 2.0 KOH 0,1 N
D. Skema Kerja
Cara pembuatan unguenta
Unguenta formula I dan II
Dalam sebuah cawan porselin vaselin dan cera flava dilelehkan,
diaduk homogen, lalu didinginkan sampai kira-kira suhu 50°C
Dalam mortar hangat asam salisilat dimasukkan, ditambah spritus
fortiori beberapa tetes lalu ditambah campuran (1). Diaduk homogen dan spritus
dibiarkan menguap.
Sisa campuran (1) ditambahkan dan diaduk homogen
Penggilasan dilanjutkan dengan menggunakan Roller Mill, diulang 2-3 kali.
Unguenta disimpan dalam wadah untuk percobaan selanjutnya
E. Formula
Formula I II III IV
Asam salisilat 0,5 0,5 0,5 0,5
Vaselin 99,5 93,9 - -
Cera flava - 5,6 - -
PEG 4000 - - 55,3 71,9
PEG 400 - - 44,2 27,6
F. Penyajian Data
Pembuatan dan cara evaluasi unguenta
a. Penimbangan Bahan Pembuatan Unguenta
1. Penimbangan Asam salisilat
F1 (g) F2 (g) F3 (g) F4 (g)
Berat kertas 0, 4057 0,4133 0,4261 0,2504
Berat kertas + zat 0,9278 0,9216 0,9744 0,9813
Berat zat 0,5221 0,5083 0,5483 0,7309
2. Penimbangan Vaselin
F1 (g) F2 (g)
Berat cawan 58,548 59,456
Berat cawan + zat 158,296 153,476
Berat zat 99,748 94,020
Formula 1 R3
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 2,1 2,4 2,2 2,3 2,250
50 2,6 2,5 2,5 2,5 2,525
100 2,9 2,8 2,9 2,8 2,850
150 3,1 3,1 3,2 3,0 3,100
Formula 2 R1
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 2,0 2,3 2,5 2,4 2,300
50 2,3 2,5 2,7 2,5 2,500
100 2,5 2,7 2,9 2,6 2,675
150 2,8 3,0 3,1 2,8 2,925
Formula 2 R2
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 2,0 3,0 2,3 2,5 2,450
50 2,3 3,0 2,6 2,7 2,650
100 2,6 3,3 3,0 3,0 2,975
150 2,9 3,4 3,4 3,3 3,250
Formula 2 R3
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 3,4 3,0 3,4 3,4 3,300
50 3,5 3,4 3,4 3,4 2,740
100 3,5 3,5 3,4 3,5 3,475
150 3,5 3,6 3,9 3,5 3,625
Formula 3 R1
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 1,3 1,5 1,5 2,0 1,575
50 1,4 1,7 1,7 2,2 1,750
100 1,3 1,8 1,8 2,3 1,800
150 1,7 1,8 1,8 2,3 1,900
Formula 3 R2
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 2,1 1,5 1,7 1,1 1,600
50 2,4 1,6 1,7 1,4 1,775
100 2,5 1,8 1,7 1,5 1,875
150 2,7 2,0 2,0 1,6 2,075
Formula 3 R3
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 1,4 2,0 2,2 2,0 1,900
50 1,5 2,1 2,2 2,0 1,950
100 1,6 2,2 2,3 2,1 2,050
150 1,6 2,2 2,4 2,2 2,100
Formula 4 R1
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 1,7 1,3 1,6 1,6 1,800
50 1,7 1,4 1,6 1,7 1,600
100 1,7 1,4 1,6 1,7 1,600
150 1,7 1,4 1,6 1,7 1,600
Formula 4 R2
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 1,3 1,5 1,6 1,3 1,425
50 1,4 1,6 1,7 1,3 1,500
100 1,5 1,6 1,8 1,3 1,550
150 1,5 1,7 1,8 1,4 1,600
Formula 4 R3
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 2,1 1,5 1,3 1,6 1,625
50 2,1 1,7 1,3 1,6 1,675
100 2,1 1,7 1,4 1,7 1,725
150 2,2 1,7 1,5 1,8 1,800
b) Formula II
Detik Ke- Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
15 - - -
30 - - -
45 - - -
60 + - +
180 + + +
300 + + +
c) Formula II
Detik Ke- Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
15 + - +
30 + + +
45 + + +
60 + + +
180 ++ + +
300 ++ ++ +
d) Formula II
Detik Ke- Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
15 + + -
30 + + +
45 + + +
60 + + +
180 ++ + +
300 ++ ++ ++
*Ket : - (tidak menyebar), + (merah sedikit), ++ (merah menyebar/banyak)
e. Uji Disolusi Unguenta
Persamaan Kurva Baku
λ = 525 nm
OT = 5 menit
5 mL senyawa uji, 1 tetes senyawa FeCl3
C (mg/ mL) Abs
0,04 0,455
0,1 0,570
0,3 0,928
0,4 0,851
0,5 1,037
A = 0, 4463
B = 1,2010
r = 0,953
y = Bx + A y = 1,2010x + 0,4463
Perhitungan Konsentrasi:
Formula 1
a. 5 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,027 = 1,2010 x + 0,4463 x = -0,349 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
b. 10 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,026 = 1,2010 x + 0,4463 x = -0,349 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
c. 15 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,028 = 1,2010 x + 0,4463 x = -0,348 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
d. 25 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,025 = 1,2010 x + 0,4463 x = -0,350 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
e. 35 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,016 = 1,2010 x + 0,4463 x = -0,358 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
f. 45 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,022 = 1,2010 x + 0,4463 x = -0,353 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
0.02
0.015
y = -0.0002x + 0.0287
0.01
R² = 0.5371
0.005
0
0 10 20 30 40 50
waktu
Absorbansi Linear (Absorbansi)
Perhitungan Konsentrasi:
Formula 3
a. 5 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,009 = 1,2010 x + 0,4463 x = -0,364 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
b. 10 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,019 = 1,2010 x + 0,4463 x = -0,355 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
c. 15 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,013 = 1,2010 x + 0,4463 x = -0,360 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
d. 25 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,014 = 1,2010 x + 0,4463 x = -0,359 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
e. 35 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,010 = 1,2010 x + 0,44643 x = -0,363 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
f. 45 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,005 = 1,2010 x + 0,4463 x = -0,367 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
0.015
absorbansi
0.01
y = -0.0002x + 0.0158
0.005 R² = 0.3534
0
0 10 20 30 40 50
waktu
d. Uji Disolusi
Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui kecepatan pelepasan obat dan
memahami tentang profil disolusi dari unguenta asam salisilat yang berbasis
hidrokarbon maupun yang berbasis larut dalam air. Pentingnya melakukan uji
disolusi adalah untuk mengetahui berapa banyak zat aktif yang dapat terpenetrasi
ke dalam kulit serta waktu yang dibutuhkan untuk obat dapat memberikan efek
farmakologis ke tempat target aksi. Uji disolusi dilakukan kepada unguenta
formula 1 dan formula 3.
Metode yang digunakan dalam uji disolusi adalah metode difusi dengan
menggunakan membran selofan porous. Alasan penggunaan membran selofan
porous adalaha karena memiliki pori yang kecil sehingga dapat mewakili sifat
kulit manusia dan membran bersifat semipermeabel. Walaupun dapat mewakili
sifat kulit manusia, namun masih ada hal-hal yang tidak sesuai dengan kondisi di
dalam tubuh manusia, seperti adanya lemak serta ion di dalam tubuh. Sebelum
digunakan, membran porous harus direndam selama 24 jam dalam aquadest
dengan tujuan untuk menjaga pori - pori membran tidak rusak atau kering.
Sel disolusi dan membran porous ditimbang terlebih dahulu sebelum
digunakan. Kemudian salep yang akan diuji dimasukkan kedalam sel disolusi,
setelah itu diratakan lalu ditutup dengan membran porous. Setelah itu, dicek
kembali tidak boleh terdapat gelembung udara diantara salep dengan membran
porous. Gelembung udara dapat menghalangi difusi zat aktif. Kemudian sel
dimasukkan ke dalam beaker glass 500 mL aquadest bersuhu 37oC yang
diasumsikan sebagai suhu tubuh manusia. Kemudian dilakukan pengadukan
untuk menganalogikan terjadinya sirkulasi dari cairan tubuh sehingga kadar asam
salisilat dapat merata dan menciptakan kondisi zink. Kondisi zink merupakan
suatu kondisi dimana konsentrasi obat dalam volume distribusi tidak melampaui
10% dari kondisi jenuh. Kemudian dilakukan pengambilan sampel sebanyak 5
mL dalam waktu yang telah ditetapkan. Pengambilan sampel sebaiknya
dilakukan pada tempat yang sama agar kadar obat yan diambil tidak berbeda dari
pengambilan sampel sebelumnya. Waktu yang digunakan adalah 5 menit, 10
menit, 15 menit, 25 menit, 35 menit, dan 45 menit. Volume medium harus
dikembalikan dengan menambahkan 5 mL aquadest 37oC yang bertujuan agar
volume medium tetap sehingga kondisi zink tercapai. Kondisi zink tercapai bila
zat aktif dalam salep dapat berdisolusi secara cepat ketika dilepas sehingga zat
aktif tidak kembali pada basisnya (pelepasan berjalan satu arah) (Anief, 2007).
Uji disolusi hanya dilakukan sampai menit ke-45 karena pada waktu tersebut
sudah dianggap bahwa zat aktif pada unguenta telah terabsorbsi secara maksimal
oleh kulit.
Pada masing-maisng sampel yang sudah dimbil, ditambahkan 1 tetes FeCl3
sebagai indikator yang dapat memberi warna ungu apabila bereaksi dengan asam
salisilat. Setelah penambahan dilakukan operating time (OT) selama 10 menit.
Tujuan dari OT adalah untu memastikan bahwa reaksi telah terjadi secara
sempurna. Hasil reaksi dari sampel dan indikator FeCl3 adalah senyawa
kompleks berwarna ungu. Pembentukan senyawa kompleks ini dapat ditunjukkan
dengan reaksi sebagai berikut:
O HO OC H OO C
HO C
OH OH OH
CO OH
p H 5 -6
+ F eC l 3 O
Fe
as am sa l isi la t COO H
CO OH O O
OH
C OO H
s e n y a w a k o m p le k s b erw arn a u n g u
(McMurry, 2012).
Pengukuran absorbansi sampel dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 525 nm. Hasil absorbansi yang
diperoleh kemudian dikonversikan menjadi kadar asam salisilat yang terdisolusi
dengan persamaan regresi kurva baku asam salisilat yang telat dibuat
sebelumnya. Regresi linier dari kurva baku adalah y = 1,2010 x + 0,4463,
sedangkan regresi linier dari
Berdasarkan hasil data yang diperoleh, absorbansi dari formula 1 dan 3 yang
dihasilkan dari menit ke 5 sampai menit ke 45 adalah negatif dan dianggap
memiliki konsentrasi 0 mg/mL. Dari data yang didapatkan maka tidak dapat
mengetahui berapa kadar asam salisilat pada unguenta. Hal ini mungkin
disebabkan karena adanya gelembung udara pada membran porous serta kadar
asam salisilat yang terlalu kecil sehingga tidak terbaca oleh alat. Secara teori,
seharusnya unguenta dengan basis larut air (formula III) memiliki disolusi yang
lebih baik daripada unguenta dengan basis hidrokarbon (formula I), karena
penetrasi unguenta basis hidrokarbon lebih lama. Uji disolusi memiliki prinsip
bahwa semakin bertambahnya waktu, maka semakin meningkat kadarnya dan
terbentuk profil disolusi yang membentuk garis linear (Anief, 2007).
H. Kesimpulan
1. Cara pembuatan unguenta yang dilakukan dalam praktikum ini merupakan aturan
pembuatan no.4, dengan basis yang digunakan hidrokarbon dan larut air. Pada
formula 1 dan 2 ditemukan gumpalan, sehingga unguenta belum homogen. Pada
uji daya sebar, formula dengan daya sebar paling besar adalah F1 > F2 > F3 >
F4, hal ini sudah sesuai teori. Pada uji proteksi, didapatkan bahwa kemampuan
proteksi dari unguenta dengan basis PEG lebih buruk dibanding unguenta dengan
basis vaseline, hal ini sudah sesuai teori.
2. Profil disolusi unguenta asam salisilat tidak dapat ditentukan karena kadar asam
salisilat negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G., 2008, Pengembangan Sediaan Farmasi Edisi Revisi dan Perluasan,
Penerbit ITB, Bandung.
Anief, Moh., 2007, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ansel , C.H.,2010, Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery System, 7th
edition, Lea and Febiger, Pensylvania, USA.
Depkes RI, 2014, Farmakope Indonesia, edisi 5, Depkes RI, Jakarta
McMurry, A., 2012, Organic Chemistry, Brooks Cengange, USA.
Saifullah, T.N, dan Rina Kuswahyuning, 2008, Teknologi dan Formulasi Sediaan
Semipadat, Pustaka Laboratotium Teknologi Farmasi UGM, Yogyakarta.
Soetopo dkk, 2002, Ilmu Resep Teori, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Soetopo dkk, 2002, Ilmu Resep Teori, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Syamsuni, H.A., 2006, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Jakarta:
Kedokteran EGC.
Voigt, R., 2007, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.