Anda di halaman 1dari 21

PERCOBAAN II

FORMULASI DAN TEKNOLOGI PEMBUATAN SEMISOLID


UNGUENTA

A. Latar Belakang
Sediaan farmasi terdiri dari sediaan cair, padat, dan semi-solid. Sediaan
semisolid yang paling sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari adalah salep.
Salep biasa disebut juga dengan unguenta. Unguenta adalah sediaan obat dengan
bentuk setengah padat yang biasanya digunakan dengan cara dioleskan dan
umumnya digunakan untuk pemakaian luar (Depkes RI, 2014). Unguenta
digunakan untuk mengobati penyakit kulit yang akut atau kronis, sehingga
diharapkan adanya penetrasi ke dalam lapisan kulit agar dapat memberikan efek
yang diinginkan (Voight, 2007). Kelebihan dari sediaan unguenta adalah mudah
digunakan, praktis, serta mudah dibawa. Sedangkan kekurangan dari sediaan
unguenta adalah mudah ditumbuhi mikroba (Agoes, 2008). Sebagai sediaan
topikal, kualitas dasar salep yang baik adalah stabil, bebas dari inkompatibilitas,
mudah diaplikasikan, memiliki basis salep yang cocok, serta dapat terdistribusi
merata (Soetopo, 2002).
Dalam pembuatan sediaan salep, pemilihan basis yang harus disesuaikan
dengan zat aktifnya. Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam
pemilihan dasar salep antara lain kecepatan pelepasan bahan obat dari dasar salep,
absorpsi obat, kemampuan mempertahankan kelembaban kulit oleh basis salep,
serta waktu kestabilan obat dalam basis (Ansel, 2010). Basis dasar salep yang
biasa digunakan adalah basis salep hidrokarbon, basis salep serap, basis yang
dapat dicuci dengan air, serta basis salep larut dalam air.
Adanya berbagai macam jenis basis salep mempengaruhi cara pembuatannya.
Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik dari setiap basis. Peraturan
pembuatan salep ada 4 jenis, yaitu:
1. Peraturan salep pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran-campuran lemak, dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.
2. Peraturan salep kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air. Jika tidak ada peraturan-peraturan
lain, dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang
dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep : jumlah air yang
dipakai dikurangi dari basis.
3. Peraturan salep ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian yang dapat larut dalam lemak
dan air harus diserbuk lebih dahulu, kemudian diayak dengan no 60.
4. Peraturan salep keempat
Salep-salep yang dibuat dengan cara mencairkan, campurannya harus
digerus sampai dingin
(Syamsuni, 2006)
Pelepasan obat dari basisnya merupakan faktor penting dalam keberhasilan
terapi dengan menggunakan sediaan salep. Pelepasan obat dari sediaan salep
sangat dipengaruhi oleh sifat fisika kimia obat seperti kelarutan, ukuran partikel
dan kekuatan ikatan antara obat dan pembawanya, dan untuk basis yang berbeda
faktor-faktor diatas mempunyai nilai yang berbeda. Pemilihan formulasi yang baik
sangat menentukan tercapainya tujuan pengobatan. Untuk mengetahui pelepasan
obat dapat dilakukan uji disolusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan
obat dari basis ke medium adalah:
1. Ukuran partikel bahan obat yang semakin kecil ukuran partikelnya maka
pelepasan obat akan semakin mudah.
2. Medium pelepasan, jika obat lebih mudah larut dalam medium dari basis
maka dengan mudah obat akan lepas dari basis.
3. Viskositas bahan obat yang semakin besar viskositasnya maka obat akan
semakin sukar untuk dilepaskan.
4. Konsentrasi obat semakin besar dalam suatu sediaan maka akan semakin
mudah proses pelepasannya dari basis.
5. Koefisien obat berdifusi kedalam basis semakin kecil maka pelepasan
obat semakin sukar.
(Anief, 2007).
Asam salisilat merupakan zat aktif yang biasa digunakan dalam pembuatan
unguenta. Asam Salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih
dari 101,0%, C7H6O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian
asam salisilat yaitu hablur, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk halus;
putih; rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan
tidak berbau. Asam salisilat sukar larut dalam air dan benzen, mudah larut dalam
etanol dan eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform
(Depkes RI, 2014).

B. Tujuan
1. Mengenal dan memahami cara pembuatan, jenis basis dan cara evaluasi
bentuk sediaan unguenta asam salisilat.
2. Mengenal dan memahami profil disolusi unguenta asam salisilat dengan
basis yang berbeda.
C. Alat dan Bahan
1. Pembuatan dan cara evaluasi unguenta
Alat: Bahan:
1.1 Beaker glass 1.1 Asam salisilat
1.2 Cawan porselin 1.2 Vaselin
1.3 Pengaduk kaca 1.3 Cera flava
1.4 Roller mill 1.4 PEG 400
1.5 Alat uji daya sebar unguenta 1.5 PEG 4000
(kaca bundar, penggaris, beban)
1.6 Alat uji homogenitas unguenta 1.6 Indikator phenolphtlein
(objek glass, beban)
1.7 Alat uji kemampuan proteksi 1.7 Parafin
(kertas saring, spatula)
1.8 Alat uji disolusi unguenta 1.8 Spiritus fortior
(sel disolusi unguenta, membran selofan) 1.9 Aquadest
1.9 Stopwatch 2.0 KOH 0,1 N

2. Uji disolusi unguenta


Alat: Bahan:
2.1 Beaker glass 2.1 Asam salisilat
2.2 Cawan porselin 2.2 Vaselin
2.3 Pengaduk kaca 2.3 Cera flava
2.4 Alat uji disolusi unguenta 2.4 PEG 400
2.5 Visible Spectrophotometer 2.5 PEG 4000
2.6 Pipet tetes 2.6 Reagen FeCl3

D. Skema Kerja
Cara pembuatan unguenta
Unguenta formula I dan II
Dalam sebuah cawan porselin vaselin dan cera flava dilelehkan,
diaduk homogen, lalu didinginkan sampai kira-kira suhu 50°C

Dalam mortar hangat asam salisilat dimasukkan, ditambah spritus
fortiori beberapa tetes lalu ditambah campuran (1). Diaduk homogen dan spritus
dibiarkan menguap.

Sisa campuran (1) ditambahkan dan diaduk homogen

Penggilasan dilanjutkan dengan menggunakan Roller Mill, diulang 2-3 kali.

Unguenta disimpan dalam wadah untuk percobaan selanjutnya

Unguenta formula III dan IV


Cara pembuatan sama dengan unguenta formula I dan II, namun dengan basis
unguenta campuran antara PEG 4000 dan PEG400.

Uji daya sebar unguenta


0,5 g unguenta ditimbang, kaca bundar diletakkan di tengah

Kaca penutup diletakkkan di atas massa unguenta setelah kaca penutup
tersebutditimbang. Dibiarkan selama 1 menit

Diameter unguenta yang menyebar diukur (dengan mengambil panjang rata-
ratadiameter dari beberapa sisi)

50 g beban tambahan ditambahkan, didiamkan selama 1 menit dan diulangi
langkah(3)

Dilanjutkan sebanyak 3 kali, dengan menambah tiapa kali dengan beban
tambahan50 g, didiamkan 1 menit dan diukur diameternya seperti langkah (3)

Gambarkan dalam grafik hubungan antara beban dan luas unguenta yang
menyebar

Uji daya lekat unguenta


Unguenta diletakkkan secukupnya diatas object glass yang telah ditentukan
luasnya

Object glass yang lain diletakkan diatas unguenta tersebut. Ditekan dengan beban
1kg selama 5 menit

Object glass dipasang pada alat uji

Beban seberat 80 g dilepaskan dan dicatat waktunya hingga kedua object glass
terlepas. Diulangi sebanyak 3 kali

Dilakukan tes untuk formula unguenta yang lain dengan masing-masing 3
kali percobaan
Uji kemampuan proteksi
Sepotong kertas saring (10 x 10 cm) diambil. Dibasahi dengan larutan PP
untuk indikator. Setelah itu kertas dikeringkan

Olesilah keras tersebut pada no.1 dengan unguenta yang akan dicoba (satu
muka)seperti lazimnya orang mempergunakan unguenta

Sementara itu pada kertas saring yang lain, buat suatu areal (2,5 x 2,5 cm)
dengan pembatas paraffin padat yang dilelehkan

Kertas (3) ditempelkan diatas kertas (2)

Areal ditetesi/dibasahi dengan KOH 0,1 N

Diamati timbulnya noda kemerahan pada sebelah kertas yang dibasahi
denganlarutan PP pada waktu 15;30;45;60;180;300 detik

Lakukan percobaan untuk unguenta yang lain

Uji disolusi unguenta


Sel disolusi unguenta dan membran selofan porous (sebelum dipergunakan
direndam dulu 24 jam dalam air suling) disiapkan

Unguenta yang akan dicoba dimasukkkan ke dalam sel sampai penuh dengan
menggunakan alat yang disediakan, diratakan lalu ditimbang. Ditutup dengan
membran selofan, dijaga supaya tidak ada gelembung udara antara unguenta dan
membrane. Lalu sel ditutup dengan penutupnya

Aquadest 37°C sebanyak 500 ml (ambil dengan labu takar) dituangkan ke
dalam bejana disolusi. Dijaga agara suhu medium 37°C selama percobaan. Sel
yang sudah diisi unguenta tersebut dimasukkan ke dalam medium. Pengadukan
dijalankan dan dicatat waktunya. Diambil 5 ml contoh medium pada waktu
5;10;15;25;35; dan 45 menit. Setiap kalicontoh diambil, kembalikan volume
medium dengan menambahkan 5 ml aquadest 37°C

Ditetapkan kadar salisilat dalam contoh tersebut dengan cara: 5 ml contoh
medium ditambah 1 tetes larutan FeCl3. Tetapkan absorban dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 525 nm. Ditambahkan kembali 5 ml
medium ke dalam bejana disolusi segera setelah pengambilan sampel

Dihitung berapa salisilat yang terlarut dalam medium pada tiap pengambilan
tersebut

Dibandingkan pelepasan obat dari kedua jenis basis unguenta tersebut

E. Formula
Formula I II III IV
Asam salisilat 0,5 0,5 0,5 0,5
Vaselin 99,5 93,9 - -
Cera flava - 5,6 - -
PEG 4000 - - 55,3 71,9
PEG 400 - - 44,2 27,6

F. Penyajian Data
Pembuatan dan cara evaluasi unguenta
a. Penimbangan Bahan Pembuatan Unguenta
1. Penimbangan Asam salisilat
F1 (g) F2 (g) F3 (g) F4 (g)
Berat kertas 0, 4057 0,4133 0,4261 0,2504
Berat kertas + zat 0,9278 0,9216 0,9744 0,9813
Berat zat 0,5221 0,5083 0,5483 0,7309

2. Penimbangan Vaselin
F1 (g) F2 (g)
Berat cawan 58,548 59,456
Berat cawan + zat 158,296 153,476
Berat zat 99,748 94,020

3. Penimbangan PEG 4000


F3 (g) F4 (g)
Berat beaker 57,489 57,489
Berat beaker + zat 112,789 129,433
Berat zat 55,300 71,944
4. Penimbangan PEG 400
F3 (g) F4 (g)
Berat beaker 57,488 57,487
Berat beaker + zat 101,688 85,087
Berat zat 44,200 27,600

5. Penimbangan Cera flava


F2 (g)
Berat cawan 60,476
Berat cawan + zat 66,133
Berat zat 5,657

b. Uji Homogenitas Unguenta


Ada Butiran Tidak Ada Butiran
Formula
R1 R2 R3 R1 R2 R3
I √ √ √ - - -
II √ √ √ - - -
III - - - √ √ √
IV - - - √ √ √

c. Uji Daya Sebar Unguenta


Tabel Hubungan Antara Beban dengan Diameter yang Dihasilkan
Formula 1 R1
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 1,8 1,9 1,8 2,0 1,875
50 2,7 2,7 2,6 2,6 2,650
100 2,9 3,0 2,9 2,9 2,775
150 3,2 3,3 3,1 3,1 3,175
Formula 1 R2
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 2,5 2,8 2,7 2,8 2,700
50 2,9 3,2 3,0 3,0 3,025
100 3,3 3,4 3,2 3,4 3,325
150 3,5 3,7 3,6 3,5 3,575

Formula 1 R3
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 2,1 2,4 2,2 2,3 2,250
50 2,6 2,5 2,5 2,5 2,525
100 2,9 2,8 2,9 2,8 2,850
150 3,1 3,1 3,2 3,0 3,100

Formula 2 R1
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 2,0 2,3 2,5 2,4 2,300
50 2,3 2,5 2,7 2,5 2,500
100 2,5 2,7 2,9 2,6 2,675
150 2,8 3,0 3,1 2,8 2,925

Formula 2 R2
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 2,0 3,0 2,3 2,5 2,450
50 2,3 3,0 2,6 2,7 2,650
100 2,6 3,3 3,0 3,0 2,975
150 2,9 3,4 3,4 3,3 3,250
Formula 2 R3
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 3,4 3,0 3,4 3,4 3,300
50 3,5 3,4 3,4 3,4 2,740
100 3,5 3,5 3,4 3,5 3,475
150 3,5 3,6 3,9 3,5 3,625

Formula 3 R1
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 1,3 1,5 1,5 2,0 1,575
50 1,4 1,7 1,7 2,2 1,750
100 1,3 1,8 1,8 2,3 1,800
150 1,7 1,8 1,8 2,3 1,900

Formula 3 R2
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 2,1 1,5 1,7 1,1 1,600
50 2,4 1,6 1,7 1,4 1,775
100 2,5 1,8 1,7 1,5 1,875
150 2,7 2,0 2,0 1,6 2,075

Formula 3 R3
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 1,4 2,0 2,2 2,0 1,900
50 1,5 2,1 2,2 2,0 1,950
100 1,6 2,2 2,3 2,1 2,050
150 1,6 2,2 2,4 2,2 2,100
Formula 4 R1
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 1,7 1,3 1,6 1,6 1,800
50 1,7 1,4 1,6 1,7 1,600
100 1,7 1,4 1,6 1,7 1,600
150 1,7 1,4 1,6 1,7 1,600

Formula 4 R2
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 1,3 1,5 1,6 1,3 1,425
50 1,4 1,6 1,7 1,3 1,500
100 1,5 1,6 1,8 1,3 1,550
150 1,5 1,7 1,8 1,4 1,600

Formula 4 R3
Rata-rata
Beban (g) Sisi 1 (cm) Sisi 2 (cm) Sisi 3 (cm) Sisi 4 (cm)
(cm)
0 2,1 1,5 1,3 1,6 1,625
50 2,1 1,7 1,3 1,6 1,675
100 2,1 1,7 1,4 1,7 1,725
150 2,2 1,7 1,5 1,8 1,800

Grafik Hubungan Antara Beban dengan Diameter Penyebaran


3.5
3
2.5 Formula 1
2
Formula 2
1.5
Formula 3
1
Formula 4
0.5
0
0 50 100 150
d. Uji Kemampuan Proteksi
Data Uji Proteksi Unguenta
a) Formula I
Detik Ke- Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
15 - - -
30 - - -
45 - - -
60 - - -
180 + - -
300 + + +

b) Formula II
Detik Ke- Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
15 - - -
30 - - -
45 - - -
60 + - +
180 + + +
300 + + +

c) Formula II
Detik Ke- Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
15 + - +
30 + + +
45 + + +
60 + + +
180 ++ + +
300 ++ ++ +

d) Formula II
Detik Ke- Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
15 + + -
30 + + +
45 + + +
60 + + +
180 ++ + +
300 ++ ++ ++
*Ket : - (tidak menyebar), + (merah sedikit), ++ (merah menyebar/banyak)
e. Uji Disolusi Unguenta
Persamaan Kurva Baku
λ = 525 nm
OT = 5 menit
5 mL senyawa uji, 1 tetes senyawa FeCl3
C (mg/ mL) Abs
0,04 0,455
0,1 0,570
0,3 0,928
0,4 0,851
0,5 1,037
A = 0, 4463
B = 1,2010
r = 0,953
y = Bx + A  y = 1,2010x + 0,4463

Absorbansi dan Konsentrasi Formula 1


Formula 1
Menit
Abs C (mg/mL)
5 0,027 0
10 0,026 0
15 0,028 0
25 0,025 0
35 0,016 0
45 0,022 0

Perhitungan Konsentrasi:
Formula 1
a. 5 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,027 = 1,2010 x + 0,4463  x = -0,349 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
b. 10 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,026 = 1,2010 x + 0,4463  x = -0,349 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
c. 15 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,028 = 1,2010 x + 0,4463  x = -0,348 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
d. 25 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,025 = 1,2010 x + 0,4463  x = -0,350 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
e. 35 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,016 = 1,2010 x + 0,4463  x = -0,358 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
f. 45 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,022 = 1,2010 x + 0,4463  x = -0,353 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL

Kurva Hubungan Waktu Vs Absorbansi


0.03
0.025
absorbansi

0.02
0.015
y = -0.0002x + 0.0287
0.01
R² = 0.5371
0.005
0
0 10 20 30 40 50
waktu
Absorbansi Linear (Absorbansi)

Absorbansi dan Konsentrasi Formula 3


Formula 1
Menit
Abs C (mg/mL)
5 0,009 0
10 0,019 0
15 0,013 0
25 0,014 0
35 0,010 0
45 0,005 0

Perhitungan Konsentrasi:
Formula 3
a. 5 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,009 = 1,2010 x + 0,4463  x = -0,364 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
b. 10 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,019 = 1,2010 x + 0,4463  x = -0,355 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
c. 15 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,013 = 1,2010 x + 0,4463  x = -0,360 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
d. 25 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,014 = 1,2010 x + 0,4463  x = -0,359 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
e. 35 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,010 = 1,2010 x + 0,44643  x = -0,363 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL
f. 45 menit
y = 1,2010 x + 0,4463
0,005 = 1,2010 x + 0,4463  x = -0,367 mg/ mL ≈ 0 mg/ mL

Kurva Hubungan Waktu Vs Absorbansi


0.02

0.015
absorbansi

0.01
y = -0.0002x + 0.0158
0.005 R² = 0.3534

0
0 10 20 30 40 50
waktu

Absorbansi Linear (Absorbansi)


G. Pembahasan
Tujuan praktikum formulasi sediaan unguenta ini adalah mengenal dan
memahami cara pembuatan, jenis-jenis basis dan cara evaluasi bentuk sediaan
unguenta. Dalam praktikum ini dibuat 4 jenis formula unguenta dan menggunakan
asam salisilat sebagai zat aktif pada keempat formula yang berfungsi sebagai
keratolitikum dan anti-fungi. Perbedaan dari 4 formula yang dibuat adalah pada
komposisi dan basis yang digunakan. Formula I hanya menggunakan basis vaseline,
formula II menggunakan basis vaseline dan cera flava, sedangkan pada formula III
dan IV menggunakan basis PEG 400 dan PEG 4000 dengan perbandingan komposisi
PEG 400 dan PEG 4000 yang berbeda. Asam salisilat sebagai zat aktif harus larut
atau terdispersi secara homogen dalam dasar unguenta yang cocok.
Pada formula I dan II, basis yang digunakan, yaitu vaselin, termasuk dalam
basis hidrokarbon. Penambahan cera flava pada basis bertujuan untuk meningkatkan
kepadatan dari unguenta, yaitu dengan cara meningkatkan titik didih dari absis.
Tujuan pembuatan unguenta dengan basis hidrokarbon adalah untuk meningkatkan
lama waktu kontak antara obat dengan kulit. Sifat dari basis ini adalah dapat
melembabkan kulit (sebagai emolien) karena dapat mencegah hilangnya air dari
lapisan kulit sehingga air tidak menguap dan kulit terbasahi serta terasa lembut.
Kelebihan dari formula dengan basis hidrokarbon adalah stabil dalam waktu lama.
Pada formula III dan IV, basis yang digunakan, yaitu PEG, termasuk dalam basis
larut air. Basis ini bersifat hidrofilik. Kelebihan dari basis larut air adalah dapat dicuci
dengan air. Perbedaan antara basis hidrokarbon dan basis larut air adalah disolusi zat
aktif di dalam basis. Basis larut air akan menyebabkan zat aktif lebih mudah terdifusi
ke dalam tubuh karena viskositasnya lebih rendah saat diaplikasikan ke kulit (Anief,
2014).
Aturan pembuatan sediaan unguenta yang digunakan dalam percobaan ini
adalah peraturan no.4, di mana bahan yang digunakan dicairkan/dilelehkan terlebih
dahulu, kemudian digerus sampai dingin. Penggerusan dilakukan di dalam mortir,
sehingga mortir perlu dipanaskan terlebih dahulu agar tidak terjadi shock termal
antara mortir dengan bahan. Hal yang dilakukan pertama kali adalah memanaskan
basis yang digunakan sebelum dicampurkan dengan asam salisilat di atas cawan
porselin pada waterbath. Pada mortir hangat, asam salisilat dimasukkan dan ditetesi
etanol. Tujuan pemberian etanol adalah untuk memperkecil ukuran partikel dari
kristal jarum asam salisilat sehingga dapat menghindari terjadinya iritasi.
Basis yang telah mencair dimasukkan ke dalam mortir dan campuran digerus
secara terus-menuerus secara konstan dan searah sampai campuran menjadi dingin.
Tujuan penggerusan secara terus-menerus ini adalah untuk menghindari pemisahan
kembali apabila sediaan didiamkan. Hasil yang diinginkan adalah unguenta dengan
konsistensi yang baik. Setelah formula tercampur homogen dan sudah dalam ondisi
dingin, dilakukan penggilingan dengan menggunakan Roller Miller yang merupakan
alat penggilas. Tujuan dari penggilasan ini adalah untuk menghomogenkan campuran
serta memperkecil ukuran parikel. Dengan ukuran partikel yang kecil, luas
permukaan kontak partikel dengan kulit akan semakin besar sehingga efek obat akan
semakin besar.
Evaluasi dari sediaan unguenta sebaiknya dilakukan 48 jam setelah hasil jadi.
Hal ini bertujuan untuk memberi waktu jeda kepada formula agar stabil secara suhu
maupun fisik. Kestabilan ini dapat dicapai karena energi kinetik yang dihasilkan
selama proses formulasi sudah terbebas seuruhnya, sehingga data yang didapatkan
valid. Berbagai macam pengujian yang dilakukan terhadap sediaan unguenta antara
lain:
a. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui tercampur tidaknya bahan-
bahan yang digunakan dalam pembuatan unguenta. Homogenitas harus
dipastikan karena zat aktif harus terdistribusi secara merata. Cata pengamatan
pada uji ini adalah dengan melihat ada tidaknya gumpaan atau butiran kasar pada
sediaan yang diletakkan di atas objek glass dengan pemberian beban tertentu.
Pada uji homogenitas, dilakukan replikasi sebanyak 3 kali, hal ini bertujuan
untuk mendapatkan data yang valid. Dari uji yang dilakukan, ditemukan adanya
gumpalan pada formula I dan II, dan tidak ada gumpalan pada formula III dan
IV. Hal ini menunjukkan bahwa unguenta formula I dan II tidak homogen.
Gumpalan ini disebabkan karena proses penggerusan yang kurang sempurna dan
juga dimungkinkan adanya cera flava yang belum leleh seluruhnya. Formula III
dan IV sudah dapat dikatakan sebagai unguenta yang homogen. Hasil ini sudah
sesuai teori, di mana unguenta harus homogen (Depkes RI, 2014).
b. Uji Kemampuan Proteksi
Uji kemampuan proteksi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
kekuatan proteksi unguenta terhadap kulit dari cairan atau lingkungan sekitar
(asam, basa, keringat, sinar matahari, dll) (Saifullah dan Kuswahyuning, 2008).
Uji ini dilakukan pada kertas saring yang diumpamakan sebagai permukaan kulit.
Kertas saring direndam dalam larutan fenolftalin. Fenolftalin digunakan sebagai
indikator yang akan menunjukkan perubahan warna menjadi merah apabila
bereaksi dengan basa (KOH). Kemudian pada bagian tepi dari kertas saring
diberi parafin yang berfungsi sebagai pembatas dari area pengamatan. Bentuk
parafin yang padat harus dicairkan terlebih dahulu agar mudah untuk dioleskan.
Paraffin berfungsi sebagai pembatas area pengamatan pada kertas saring dimana
paraffin ini sudah dilelehkan terlebih dahulu. Unguenta akan dioleskan pada
kertas saring dan kemudian dilanjutkan dengan penetesan KOH. KOH berfungsi
sebagai contoh bahan iritan pada permukaan kulit yang terluka. Digunakannya
KOH karena diperlukan reaksi antara asam dari zat aktif yang digunakan, yaitu
asam salisilat dengan KOH sebagai basa. Apabila warna yang dihasilkan
semakin merah, maka KOH semakin mudah menembus unguenta dan rendahnya
kemampuan proteksi sediaan unguenta yang dibuat. Menurut teori, unguenta
dengan basis vaselin akan lebih susah ditembus oleh cairan sehingga lebih susah
menimbulkan warna merah dibanding basis PEG (Ansel, 2010).
Hasil yang didapatkan pada percobaan ini adalah ditemukannya noda merah
pada semua formula. Pada formula I, noda merah pertama kali ditemukan pada
detik ke 180 dan 300. Pada formula II, noda merah pertama kali ditemukan pada
detik ke 60 dan 180. Pada formula III dan IV ditemukan intensitas warna merah
yang lebih dibanding formula I dan II. Hal ini sudah sesuai dengan teori dan
menunjukkan bahwa kemampuan proteksi dari unguenta dengan basis PEG lebih
buruk dibanding unguenta dengan basis vaseline. Kriteria unguenta yang baik
seharusnya memiliki kemampuan proteksi yang baik sehingga seharusnya tdiak
ditemukan warna merah pada tiap formula. Ketidak sesuaian terkait dengan hal
ini dimungkinkan terjadi karena kurang terjaminnya higenitas pada alat yang
digunakan, sehingga menganggu data yang didapatkan.
c. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan penyebaran
unguenta pada permukaan kulit, di mana semakin luas sebaran maka zat aktif
semakin merata maka sediaan unguenta semakin baik. Daya sebar unguenta ini
dipengaruhi oleh konsistensi dari sediaan unguenta. Apabila konsistensi unguenta
semakin lunak, maka daya sebar akan lebih luas sehingga akan lebih mudah
diabsorbsi dan mudah dioleskan (Anief, 2007).
Uji daya sebar dilakukan dengan cara meletakkan unguenta sebanyak 0,5
gram di atas kaca bundar dan ditutup dengan kaca bundar lainnya kemudian
diberi beban. Beban dibiarkan diatas kaca bundar selama 1 menit kemudian
diukur luas sebaran unguentanya. Kemudian dilakukan penambahan beban dan
diukur kembali diameter unguenta tersebut dengan replikasi sebanyak 3 kali.
Tujuan penambahan beban adalah untuk melihat variasi peningkatan kemampuan
daya sebar dari sediaan tersebut, sedangkan replikasi bertujuan untuk
mendapatkan data yang valid. Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa formula
yang mempunyai daya sebar paling besar sesuai urutannya yaitu F1 > F2 > F3 >
F4. Hasil ini sudah sesuai dengan teori, di mana formula 1 memiliki daya sebar
paling besar karena memiliki konsistensi yang lunak sehingga daya
penyebarannya luas dan lebih mudah pada kulit. Formula II memiliki daya sebar
yang lebih buruk dari F1 karena adanya penambahan cera flava yang bersifat
hidrofilik sehingga menyerap air dan meningkatkan konsistensi. F3 dan F4
merupakan basis larut air sehingga mampu menarik air dan konsistensi akan
meningkat. F4 memiliki komposisi PEG 4000 yang lebih tinggi dibanding F3,
sehingga akan meningkatkan konsistensi unguenta yang berakibat pada daya
sebar yang menurun.
Dari percobaan dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
daya sebar unguenta antara lain jenis basis, ukuran partikel dan viskositas.
Apabila ukuran partikel yang terdispersi dalam unguenta semakin kecil, maka
daya sebar akan meningkat. Serta jenis basis hidrokarbon memiliki viskositas
yang lebih rendah dibanding basis larut air. Semakin rendah viskositas unguenta,
maka akan semakin tinggi daya sebarnya.

d. Uji Disolusi
Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui kecepatan pelepasan obat dan
memahami tentang profil disolusi dari unguenta asam salisilat yang berbasis
hidrokarbon maupun yang berbasis larut dalam air. Pentingnya melakukan uji
disolusi adalah untuk mengetahui berapa banyak zat aktif yang dapat terpenetrasi
ke dalam kulit serta waktu yang dibutuhkan untuk obat dapat memberikan efek
farmakologis ke tempat target aksi. Uji disolusi dilakukan kepada unguenta
formula 1 dan formula 3.
Metode yang digunakan dalam uji disolusi adalah metode difusi dengan
menggunakan membran selofan porous. Alasan penggunaan membran selofan
porous adalaha karena memiliki pori yang kecil sehingga dapat mewakili sifat
kulit manusia dan membran bersifat semipermeabel. Walaupun dapat mewakili
sifat kulit manusia, namun masih ada hal-hal yang tidak sesuai dengan kondisi di
dalam tubuh manusia, seperti adanya lemak serta ion di dalam tubuh. Sebelum
digunakan, membran porous harus direndam selama 24 jam dalam aquadest
dengan tujuan untuk menjaga pori - pori membran tidak rusak atau kering.
Sel disolusi dan membran porous ditimbang terlebih dahulu sebelum
digunakan. Kemudian salep yang akan diuji dimasukkan kedalam sel disolusi,
setelah itu diratakan lalu ditutup dengan membran porous. Setelah itu, dicek
kembali tidak boleh terdapat gelembung udara diantara salep dengan membran
porous. Gelembung udara dapat menghalangi difusi zat aktif. Kemudian sel
dimasukkan ke dalam beaker glass 500 mL aquadest bersuhu 37oC yang
diasumsikan sebagai suhu tubuh manusia. Kemudian dilakukan pengadukan
untuk menganalogikan terjadinya sirkulasi dari cairan tubuh sehingga kadar asam
salisilat dapat merata dan menciptakan kondisi zink. Kondisi zink merupakan
suatu kondisi dimana konsentrasi obat dalam volume distribusi tidak melampaui
10% dari kondisi jenuh. Kemudian dilakukan pengambilan sampel sebanyak 5
mL dalam waktu yang telah ditetapkan. Pengambilan sampel sebaiknya
dilakukan pada tempat yang sama agar kadar obat yan diambil tidak berbeda dari
pengambilan sampel sebelumnya. Waktu yang digunakan adalah 5 menit, 10
menit, 15 menit, 25 menit, 35 menit, dan 45 menit. Volume medium harus
dikembalikan dengan menambahkan 5 mL aquadest 37oC yang bertujuan agar
volume medium tetap sehingga kondisi zink tercapai. Kondisi zink tercapai bila
zat aktif dalam salep dapat berdisolusi secara cepat ketika dilepas sehingga zat
aktif tidak kembali pada basisnya (pelepasan berjalan satu arah) (Anief, 2007).
Uji disolusi hanya dilakukan sampai menit ke-45 karena pada waktu tersebut
sudah dianggap bahwa zat aktif pada unguenta telah terabsorbsi secara maksimal
oleh kulit.
Pada masing-maisng sampel yang sudah dimbil, ditambahkan 1 tetes FeCl3
sebagai indikator yang dapat memberi warna ungu apabila bereaksi dengan asam
salisilat. Setelah penambahan dilakukan operating time (OT) selama 10 menit.
Tujuan dari OT adalah untu memastikan bahwa reaksi telah terjadi secara
sempurna. Hasil reaksi dari sampel dan indikator FeCl3 adalah senyawa
kompleks berwarna ungu. Pembentukan senyawa kompleks ini dapat ditunjukkan
dengan reaksi sebagai berikut:

O HO OC H OO C
HO C

OH OH OH
CO OH

p H 5 -6
+ F eC l 3 O

Fe
as am sa l isi la t COO H
CO OH O O

OH

C OO H

s e n y a w a k o m p le k s b erw arn a u n g u

(McMurry, 2012).
Pengukuran absorbansi sampel dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 525 nm. Hasil absorbansi yang
diperoleh kemudian dikonversikan menjadi kadar asam salisilat yang terdisolusi
dengan persamaan regresi kurva baku asam salisilat yang telat dibuat
sebelumnya. Regresi linier dari kurva baku adalah y = 1,2010 x + 0,4463,
sedangkan regresi linier dari
Berdasarkan hasil data yang diperoleh, absorbansi dari formula 1 dan 3 yang
dihasilkan dari menit ke 5 sampai menit ke 45 adalah negatif dan dianggap
memiliki konsentrasi 0 mg/mL. Dari data yang didapatkan maka tidak dapat
mengetahui berapa kadar asam salisilat pada unguenta. Hal ini mungkin
disebabkan karena adanya gelembung udara pada membran porous serta kadar
asam salisilat yang terlalu kecil sehingga tidak terbaca oleh alat. Secara teori,
seharusnya unguenta dengan basis larut air (formula III) memiliki disolusi yang
lebih baik daripada unguenta dengan basis hidrokarbon (formula I), karena
penetrasi unguenta basis hidrokarbon lebih lama. Uji disolusi memiliki prinsip
bahwa semakin bertambahnya waktu, maka semakin meningkat kadarnya dan
terbentuk profil disolusi yang membentuk garis linear (Anief, 2007).

H. Kesimpulan
1. Cara pembuatan unguenta yang dilakukan dalam praktikum ini merupakan aturan
pembuatan no.4, dengan basis yang digunakan hidrokarbon dan larut air. Pada
formula 1 dan 2 ditemukan gumpalan, sehingga unguenta belum homogen. Pada
uji daya sebar, formula dengan daya sebar paling besar adalah F1 > F2 > F3 >
F4, hal ini sudah sesuai teori. Pada uji proteksi, didapatkan bahwa kemampuan
proteksi dari unguenta dengan basis PEG lebih buruk dibanding unguenta dengan
basis vaseline, hal ini sudah sesuai teori.
2. Profil disolusi unguenta asam salisilat tidak dapat ditentukan karena kadar asam
salisilat negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G., 2008, Pengembangan Sediaan Farmasi Edisi Revisi dan Perluasan,
Penerbit ITB, Bandung.
Anief, Moh., 2007, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ansel , C.H.,2010, Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery System, 7th
edition, Lea and Febiger, Pensylvania, USA.
Depkes RI, 2014, Farmakope Indonesia, edisi 5, Depkes RI, Jakarta
McMurry, A., 2012, Organic Chemistry, Brooks Cengange, USA.
Saifullah, T.N, dan Rina Kuswahyuning, 2008, Teknologi dan Formulasi Sediaan
Semipadat, Pustaka Laboratotium Teknologi Farmasi UGM, Yogyakarta.
Soetopo dkk, 2002, Ilmu Resep Teori, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Soetopo dkk, 2002, Ilmu Resep Teori, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Syamsuni, H.A., 2006, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Jakarta:
Kedokteran EGC.
Voigt, R., 2007, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai