Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

“HERNIA DIAFRAGMATIKA”

Oleh:

Ewaldo Amirullah Hadi

H1A 013 020

Pembimbing :
dr. Triana Dyah Cahyawati, Sp. Rad, M.Sc

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI
NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan

hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Hernia Diafragmatika”.

Laporan kasus ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas dalam proses mengikuti

kepaniteraan klinik di bagian SMF Radiologi Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa Tenggara

Barat, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Saya berharap penyusunan laporan kasus ini

dapat berguna dalam meningkatkan pemahaman kita semua mengenai Hernia Diafragmatika.

Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saya

sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan ini. Semoga

Allah selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di dalam melaksanakan tugas dan

menerima segala amal ibadah kita.

Mataram, 15 Mei 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL . ....................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ....................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................... 3
BAB I: PENDAHULUAN 4
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI 5
EPIDEMIOLOGI 5
ETIOLOGI 6
PATOGENESIS 7
MANIFESTASI KLINIS 7
DIAGNOSIS 11
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS 13
PENATALAKSANAAN 12
DIAGNOSIS BANDING 13
PROGNOSIS 13
BAB III: LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN 14
RIWAYAT PASIEN 15
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS 16
DIAGNOSIS KERJA 16
DIAGNOSIS BANDING 16
PLANNING TERAPI 16
BAB IV: PEMBAHASAN 17
BAB V: KESIMPULAN 19
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................20

3
BAB I

PENDAHULUAN

Hernia merupakan salah satu bentuk kelainan dimana terjadi protrusi atau penonjolan isi
suatu rongga melalui dinding sekitarnya yang lemah. Hernia terdiri dari isi, kantong, dan cincin
hernia. Hernia dapat diklasifikasikan menurut proses, lokasi, dan sifat hernia tersebut.1

Hernia diafragmatika adalah penonjolan organ intra abdomen ke dalam rongga kavum
pleura melalui suatu lubang pada diafragma. Salah satu penyebab terjadinya hernia diafragma
adalah trauma pada abdomen, baik trauma penetrasi maupun trauma tumpul, baik pada anak-
anak maupun orang dewasa. Mekanisme dari cedera dapat berupa cedera penetrasi
langsung pada diafragma atau yang paling sering akibat trauma tumpul abdomen. Pada trauma
tumpul abdomen, penyebab paling sering adalah akibat kecelakaan sepeda motor. Hal ini
menyebabkan terjadi penigkatan tekanan intraabdominal yang dilanjutkan dengan
adanya rupture pada otot-otot diafragma. Pada trauma penetrasi paling sering disebabkan oleh
luka tembak senjata api dan luka tusuk senjata tajam. Secara anatomi serat otot yang terletak
lebih medial dan lateral diafragma posterior yang berasal dari arkus lumboskral dan
vertebrocostal adalah tempat yang paling lemah dan mudah terjadi ruptur.2

Organ abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster, omentum, usus halus,
kolon, lien dan hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun strangulasi dari usus yang
mengalami herniasi ke rongga thorak ini. Namun pada bayi lahir penyebab adalah
kemungkinan Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu
pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam rahim.3

Penegakan diagnosis hernia diafragmatika dapat dilakukan dengan pemeriksaan lanjutan


secara radiologi, baik menggunakan foto Roentgen, USG, maupun CT-scan. Dengan
pemeriksaan foto Roentgen, baik foto polos maupun menggunakan kontras, diagnosis hernia
diafragmatika dapat ditegakkan. Pemeriksaan foto Roentgen ini praktis, tidak invasif, dan
ekonomis.4

Tujuan dari laporan kasus ini adalah menerangkan diagnosis termasuk


radiologi dan penatalaksanaan kasus hernia diafragmatika di RS Provinsi Nusa Tenggara Barat.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Hernia isi perut ke dalam rongga toraks bisa terjadi sebagai akibat defek trauma
atau kongenital pada diafragma. Gejala dan prognosisnya tergantung pada lokasi defek
dan anomali yang menyertainya. Defek ini bisa terjadi pada hiatus esofageus (hernia
hiatus), berdekatan dengan hiatus (hernia paraesofagus), retrosternal (Morgagni), atau
posterolateral (Bochdalek). Walaupun semua defek ini kongenital, istilah hernia
kongenital diafragmatika (HKD) menjadi sinonim dengan herniasi melalui foramen
posterolateral Bochdalek. Lesi ini biasanya terdapat pada distres respirasi berat pada
masa neonatus, yang disertai dengan anomali sistem organ lain dan mempunyai
mortalitas yang berarti (40-50%).1,4

Gambar 1. Hernia kongenital diafragmatika

B. EPIDEMIOLOGI
Laporan hernia kongenital diafragmatika bervariasi dari 1:5000 kelahiran hidup
sampai 1:2000 jika lahir mati dimasukkan. Defek lebih sering terjadi pada sisi kiri (70-
85%) dan kadang 5% bilateral. Malrotasi dan hipoplasia pulmo sebenarnya terjadi pada
semua kasus dan diperkirakan merupakan komponen lesi dan tidak terkait anomali.
Anomali yang menyertai telah dikenali pada 20-30% dan meliputi lesi sistem saraf
sentral, atresia esofagus, omfalokel, lesi kardiovaskuler. Laporan kejadian HKD pada

5
anak kembar, sedarah, dan keturunan adalah sporadis. Mode pewarisan resesif autosom
telah dikesankan pada keluarga dengan agenesis total diafragma.5

Gambar 2. Defek diafragma pada, A. hernia bochdalek, B. hernia morgagni dan hernia
anterior lainnya, C. hernia sentral

C. ETIOLOGI

Hingga saat ini masih belum dapat diketahui penyebab terjadinya herniasi
diafragmatika, menurut Skarsgard dan Harrison diduga diakibatkan oleh kelainan
kromosom atau kongenital yang letal.4

D. PATOGENESIS
Gangguan fusi bagian sternal dan bagian kostal diafragma di garis median
mengakibatkan defek yang disebut foramen Morgagni. Tempat ini dapat menjadi
lokasi hernia retrosternal yang disebut juga hernia parasternalis. Hernia retrosternal ini
hanya sekitar 10% dari semua kasus hernia diafragmatika dan jarang menimbulkan
masalah selama usus halus masuk ke mediastinum pelan-pelan. Tujuh puluh sampai
delapan puluh persen (70-80%) merupakan hernia posterolateral melalui foramen
Bochdalek yang terbentuk akibat kegagalan penutupan kanalis pleuroperitoneal pada
10 minggu kehidupan janin. Usus halus, gaster, limpa, serta sebagian kolon
transversum dari rongga peritoneal dapat masuk ke rongga toraks (90% sebelah kiri).
Selanjutnya paru-paru di rongga toraks yang bersangkutan tidak berkembang
(hipoplasi) dan tidak berfungsi baik pada waktu lahir.1,2,4,5,9

E. MANIFESTASI KLINIS

6
Walaupun hernia Morgagni merupakan hernia kongenital, hernia ini jarang
menimbulkan gejala sebelum usia dewasa. Sebaliknya, hernia Bochdalek menyebabkan
gangguan pernapasan segera setelah lahir sehingga memerlukan pembedahan darurat.
Namun, kedua jenis ini sering tidak menimbulkan gejala sehingga dapat merupakan
kelainan asimtomatik.
Sisi toraks yang terkena terlihat lebih menonjol, perkusi pekak, suara napas
menghilang pada auskultasi. Mediastinum tergeser ke sisi toraks yang normal. Pada
literatur lain disebutkan gejala yang timbul pada hernia diafragmatika antara lain
sebagai berikut1,2,5,9:
1. Retraksi sela iga dan substernal
2. Perut kecil dan cekung
3. Suara nafas tidak terdengar pada paru karena terdesak isi perut.
4. Bunyi jantung terdengar di daerah yang berlawanan karena terdorong oleh isi
perut.
5. Terdengar bising usus di daerah dada.
6. Gangguan pernafasan yang berat
7. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen)
8. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
9. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
10. Takikardia (denyut jantung yang cepat).

F. DIAGNOSIS4,6,7,10
A. Pemeriksaan Dengan USG
Diagnosis prenatal dengan ultrasonografi (USG) adalah lazim. Evaluasi dengan
seksama untuk anomali lainnya harus melibatkan pemeriksaan ekokardiografi dan
amniosintesis. Kadang-kadang, janin dengan USG dalam rahim tidak mempunyai
kelainan pada foto Roentgen setelah lahir. Orang tua dengan diagnosis hernia
diafragmatika USG harus dinasihati dengan seksama oleh multidisipliner yang sangat
berpengalaman dengan keadaan ini, jika harus dihindari terminasi yang tidak perlu dan
harapan yang tidak realistik.
Temuan hernia diafragmatika pada USG antara lain
 Kardiomediastinal shift +/- abnormal kardiak aksis
 Lambung dan jantung berada dalam posisi transversal yang sama; hal ini membuat
hernia sinsitra lebih mudah dideteksi pada USG

7
 Vena porta di thorax (Doppler)
 Absens bowel loop di abdomen
Mungkin ditemukan polihidramnion pada gambaran sonografi

Gambar 3. USG hernia diafragma congenital.

Setelah lahir kebanyakan bayi dengan hernia diafragmatika akan mengalami kolaps
respirasi yang berat dalam 24 jam pertama. Tidak adanya suara nafas dan bergesernya tempat
suara jantung sering terjadi pada HKD, disertai dengan perut skafoid pada bayi.

B. Foto Rontgen Babygram dan CT-Sscan

Foto Roentgen toraks biasanya membantu diagnostik. Pandangan lateral sering


menampakkan usus masuk melewati bagian posterior diafragma. Selain itu tampak pula:
 Diafragma indistinct dengan opasifikasi pada semua hemithorax
 Perut skapoid
 Deviasi garis endotrakeal tube, nasogastrik tube, arteri umbilical dan kateter vena.

8
Gambar 4 Foto Roentgen thorax AP hernia kongenital

Kadang-kadang lesi kistik kongenital paru bisa menghasilkan gambaran radiografi

Gambar 5. Foto Roentgoen toraks AP hernia Morgagni. Terlihat perselubungan


udara dan dinding usus halus di rongga toraks.

yang sama. Perbedaan dengan hernia diafragmatika bisa ditegakkan dengan USG pascanatal
atau injeksi kontras ke dalam lambung atau kateter arteri umbilikalis untuk mengenali usus
di atas diafragma. Pada anak yang lebih tua, dengan gejala yang tidak khas, pemeriksaan
kontras saluran cerna biasanya diperlukan. USG dan fluroskopi membantu membedakan
elevasi dari hernia yang sebenarnya. CT-scan dibutuhkan untuk menyingkirkan
pneumatokel atau komplikasi efusi.

9
Gambar 6. Foto polos thorax AP Posisi NGT (nasogastrik tube) pada cavum thorax
merupakan salah satu temuan pada hernia diafragmatika

Gambar 7. CT-scan toraks pada kasus hernia diafragmatika

10
Gambar 8. Foto toraks hernia diafragmatika.
Terlihat jelas sekali adanya perselubungan udara
dan kontur-kontur dinding usus halus yang
menembung diafragma dan mengisi ruang toraks
sinistra mendesak organ-organ yang berada di
ruang ini ke arah kontralateral.

G. PENATALAKSANAAN
Pertahankan neonatus agar tetap hangat. Bila perlu terapi ventilasi dengan
tekanan ringan. Pasang sonde lambung dan lakukan penghisapan kontinyu untuk
mencegah distensi usus. Dapat juga dilakukan pemeriksaan pH dan gas darah.
Pembedahan elektif perlu untuk mencegah penyulit. Tindakan darurat juga
perlu bila ditemukan adanya insufisiensi jantung-paru pada neonatus. Reposisi hernia
dan penutupan defek memberikan hasil baik. Umumnya koreksi dilakukan melalui
laparotomi. Pada keadaan post-operatif, pasien perlu diberikan napas bantuan dengan
ventilator, serta pemeriksaan pH dan gas darah yang frekuen.9

11
Gambar 9. Foto polos thorax neonates dengan hernia diafragmatika congenital. Tampak
gambaran usus pada hemithorax kiri, mediastinum tergeser ke sisi kontralateral dan ruang
paru menyempit. B dan C, pada laparatomi, bagian kiri, ditemukan hernia diafragmatika
posterolateral. Pada B, bagian usus halus terlihat memasuki rongga thorac melalui lubang.
Pada C, terlihat setelah mengurangi isi hernia. D, pasien meninggal dengan hipertensi
pulmonal persisten beberapi setelahnya. Pada autopsy ditemukan hipoplasia paru kiri berat
dan hipoplasia sedang pada paru kanan.

H. Diagnosis Banding10
 Eventrasio diaphragma

Gambar 10. Gambaran Eventrasio Diafragma

Tampak gambaran X-ray frontal mungkin menunjukkan kontur diafragma 'ganda'

12
I. PROGNOSIS
Prognosis sangat bergantung pada kondisi paru-paru. Mortalitas mencapai 50%
pada neonatus yang pada hari pertama kelahiran menunjukkan sindrom distres respirasi
berat. Pada kasus dengan sindrom distres respirasi ringan dan neonatus dapat mencapai
umur 3 hari pertama, umumnya dapat tertolong 100%. Prognosis buruk bila paru-paru
sangat hipoplastik dan dengan resusitasi tidak terdapat perbaikan saturasi oksigen
darah.

13
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bayi Minari
Umur : 1 Hari
Jenis kelamin : Laki Laki
Alamat : RSUP, NICU
Permintaan Foto : Foto BabyGram AP view
Tanggal : 3 Mei 2018
No RM : 604406

B. RIWAYAT PASIEN
Bayi lahir di VK IGD pukul 05.25 pagi pada tanggal 03 Mei 2018 secara
spontan dengan BBL : 3050 gram. Pukul 07.30 pasien dipindahkan ke NICU dengan
sesak, retraksi subcostal berat, dengan rr 48x/menit, sianosis perifer.

14
C. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Foto Polos Thoraks:

Interpretasi:
 Identitas sesuai
 Proyeksi AP
 Posisi Supine
 Markers ada
 Asimetris
 Inspirasi Cukup
 Deskripsi :
1. Jaringan lunak : tak tampak kelainan seperti emfisema subkutis, massa (-) dll
2. Pleura : tak tampak penebalan pleura

15
3. Pulmo : lusensi lusensi multiple dengan bentukan loop usus di Hemithorax
sinistra, pada paru kanan tampak terdesak oleh bagian jantung.
4. Cor : terdesak ke arah dextra, konfigurasi sulit dinilai
5. Sudut costofrenicus : dextra kesan lancip, sinistra kesan tumpul
6. Diafragma : pada sisi dextra permukaan licin, dome shape, sinistra sulit untuk
dinilai
7. Abdomen : Distensi Gaster (+) dengan ujung gastric tube (+), kurangnya udara
pada bagian abdomen.

Kesan : Sugestif hernia diafragmatika sinistra dengan pendesakan cor ke arah dextra

D. DIAGNOSIS KERJA
Hernia Bochdalek

E. PLANNING TERAPI
 Pembedahan

16
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien bayi usia 1 hari jenis kelamin perempuan dengan keluhan sesak nafas, retraksi
subcostal yang berat.dan juga sianosis perifer. Sisi toraks yang terkena terlihat lebih menonjol,
perkusi pekak, suara napas menghilang pada auskultasi. Pasien juga mengalami takipneu
48x/menit. Mediastinum tergeser ke sisi toraks yang normal. Pada pasien Hal ini menunjukkan
bahwa kecurigaan terjadinya Hernia diafragmatika.

Pada anak-anak berdasarkan pada pemeriksaan klinis di mana terdapat abdomen yang
scaphoid dan adanya suara usus di thoraks. Pada postnatal, pemeriksaan sinar-X dada
sederhana atau jika meragukan dengan barium meal dan followthrough biasanya dapat untuk
diagnostik. Gambaran khas berupa radiolusensi multipel di dalam dada karena loop usus yang
terisi gas dengan pergeseran mediastinum ke sisi kontralateral. Pada foto babygram pasien
didapatkan tampakan corakan radiolusen radiolusen multiple pada pasien, dan juga pendesakan
jantung kea rah dextra hal ini mengutakan untuk diagnosis hernia diafragmatika. Dapat
dibedakan dengan evantrasio diafragma pada pemeriksaan X-ray adalah tampakan kontur
diafragma ganda.

Tidak diketahui apakah pasien sebelum melahirkan apakah telah dilakukan USG
antenatal, pasien juga tidak sempat untuk dilakukan CT-scan dikarenakan kondisi pasien yang
tidak memungkinkan.

Pembedahan elektif perlu untuk mencegah penyulit. Tindakan darurat juga perlu bila
ditemukan adanya insufisiensi jantung-paru pada neonatus. Reposisi hernia dan penutupan
defek memberikan hasil baik. Umumnya koreksi dilakukan melalui laparotomi. Pada keadaan
post-operatif, pasien perlu diberikan napas bantuan dengan ventilator, serta pemeriksaan pH
dan gas darah yang frekuen. Pada pasien tidak sempat dilakukan tindakan laparotomi akibat
kondisi bayi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan laparotomi untuk menangani
hernia diafragmatika.

17
BAB V

KESIMPULAN

Pasien Bayi lahir di VK IGD pukul 05.25 pagi pada tanggal 03 Mei 2018 secara
spontan dengan BBL : 3050 gram. Pukul 07.30 pasien dipindahkan ke NICU dengan
sesak, retraksi subcostal berat, dengan rr 48x/menit, sianosis perifer. Pada pasien telah
dilakukan pemeriksaan rontgen foto babygram dan didapatkan lusensi lusensi multiple
pada hemithorax sinistra, gambaran cor yang mendesak ke arah dextra dan juga
kurangnya udara pada abdomen pasien. Dengan pemeriksaan fisik dan juga
pemeriksaan foto baby gram dapat didiagnosis pasien mengalami hernia diafragmatika
tipe bochdalek Tidak didapatkan data lebih lanjut untuk riawayat antenatal pada ibu
pasien. Pada pasien dapat juga dilakukan CT-scan namunn tidak dilakukan akibat
kondisi pasien yang tidak mendukung. Pasien juga tidak sempat dilakukan tindakan
pembedahan dikarenakan kondisi pasien yang sangat tidak memungkinkan untuk
dilakukan terapi pembedahan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Richard E.; Robert M. Kliegman; Ann M. Arvin. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Vol. 2, Edisi 15. Jakarta: EGC, 1999.
2. De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC, 2004.
3. Puta Sanjaya, Hamid Abdul, Semadi. Hernia Bochdalek, 2006.
4. Goel Ayush, Agrawal Rishi et al. 2014. Congenital diaphragmatic hernia.
Radiopaedia. 2014. Diakses melalui http://radiopaedia.org/
5. Pober BR, Russel MK, Ackerman KG. 2010. Congenital diaphragmatic hernia
overview. Gene Reviews. University of Wahington. Seattle. Diakses melalui
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
6. Pradip R. Patel. Lecture notes: radiology ed 2. Jakarta: Erlangga, 2007.
7. Rasad, Sjahriar, Radiologi Diagnostik, Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
2009.
8. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta: EGC,
2006.
9. Tovar JA. 2012. Congenital Diaphragmatic Hernia. Orphanet Journal of Rare Disease
no. 7 vol 1. 2012. Diakses melalui http://www.ojrd.com
10. Taylor GA, Atalabi OM, Estroff JA, Imaging of Congenital Diafragmatic Hernias.
2009.

19

Anda mungkin juga menyukai