Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kabupaten Sikka dalam kurun waktu 5 tahun terakhir telah mmengalami
pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang cukup signifikan. Pertumbuhan jumlah
penduduk berbanding lurus dengan bertambahnya pergerakan barang dan orang,
sehingga pertumbuhan penduduk berpengaruh terhadap pertumbuhan kendaraan pada
suatu daerah.
Pada daerah Kabupaten Sikka yang lokasi pelabuhannya di tengah kota dan
akses jalan menuju ke pelabuhan yaitu jalan Sultan Hasanudin dan jalan Soekarno -
Hatta menjadi akses jalan utama ke pelabuhan. Akses jalan ini sangat berpengaruh pada
kemacetan karna jalan tersebut adalah jalan utama di kota Sikka yang di lewati semua
kendaraan pada kota itu.
Kaitannya terhadap perkembangan daerah setempat jalan pendukung dengan
kondisi aman dan nyaman sangatlah diharapkan bagi penggna jalan, namun banyak jalan
yang sering ditemui dengan kondisi tikungan, tanjakan serta penurunan jalan yang
memiliki masalah, yang mana tidak sesuai dengan standar perencanaan geometric jalan
seperti pada jalan lingkar luar.
Jalan lingkar luar adalah akses untuk perahlihan kendaraan dari pelabuhan
menuju ke daerah lain seperti Larantuka dan Ende. Namun kondisi geometric yang
kurang optimal ditandai dengan tanah dasar yang kurang baik dan terjadi penurunan
tanah maka mengakibatkan jalan tersebut mengalami keretakan pada tempat – tempat
tertentu, minimnya cahaya pada waktu malam mengakibatkan para pengguna jalan tidak
terasa nyaman.
Dari gambaran diatas, jelas bahwa ruas jalan lingkar luar belum optimal bagi para
pengguna jalan. Oleh karena itu penulis memilih judul “ PERENCANAAN ULANG
KONSTRUKSI JALAN RAYA LINGKAR LUAR, KABUPATEN SIKKA ” dengan tujuan
agar dapat menanggulangi permasalahan pada ruas jalan tersebut dan memberikan
factor keamanan dan kenyamanan bagi para pengguna jalan.

I-1
1.2. Tujuan Perencanaan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Merencanakan trase jalan dan perkerasan jalan
2. Menghitung rencana anggaran biaya
3. Menyusun jadwal pelaksanaan

1.3. Batasan Perencanaan


Dari tujuan diatas, maka ruang lingkup perencanaan yang dibatasi adalah :
1. Memperoleh trase jalan dan perkerasan
2. Menghitung rencana anggaran biaya
3. Merencanakan jadwal pelaksanaan

1.4. Manfaat Perencanaan


1. Manfaat dari perencanaan trase jalan adalah agar dapat menentukan trase jalan
melalui daerah – daerah yang di anggap paling nyaman dan ekonomis, juga dapat
menentukan tebal lapisan perkerasan jalan.
2. Manfaat dari rencana anggaran biaya adalah untuk mengetahui besarnya jumlah
harga masing – masing sub pekerjaan. Total dari jumlah harga merupakan
besarnya biaya pekerjaan tersebut.
3. Jadwal pelaksanaan bermanfaat untuk mengetahui urutan kegiatan pekerjaan
sehingga dapat mengefektifkan waktu kerja.

1.5. Keterkaitan Penelitian Terdahulu


Pada penelitian ini ada keterkaitan dengan penelitian terdahulu karena metode
yang digunakan sama dengan metode yang digunakan peneliti terdahulu.

Tabel 1.1 Keterkaitan Dengan Penelitian Terdahulu.

No Nama Peneliti Judul Persamaan Perbedaan


1. Gabriel Penga Perencanaan Membahas tentang 1. Jalan yang di
(192002) konstruksi jalan raya geometric dan RAB rencanakan 4/2
UD sedangkan
penelitian
terdahulu
memakai jalan

I-2
2/2 UD
2. Tidak
membahas
jadwal
pelaksanaan
3. Berbeda lokasi
2 Petrus Paulus Perbaikan Tikungan Membahas tentang 1. Tidak
Pera Sebagai Perioritas alinyemen membahas
(197061) Pada Proyek Horisontal dan RAB alinyemen
Peningkatan Jalan vertical
Soe-Kapan 2. Berbeda lokasi
3. Jalan yang
direncanakan
2/2 UD
4. Tidak
membahas
waktu
pelaksanaan

3 Kristiani Br. Perencanaan Membahas 1. Lokasi Berbeda


3 – Ringo
Siringo Geometrik, Tebal Geometrik,
2. Jalan yang
(2015) Perkerasan Dan Perkerasan Lentur
direncanakan
Drainase Pada Dan Drainase
2/2 UD
Proyek Pelebaran
Jalan

I-3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Umum
Perencanaan jalan sangat ditentukan oleh fungsi, mutu dan pertimbangan
ekonomi. Untuk menghasilkan jalan yang baik perlu dilakukan suatu studi awal dimana
lokasi jalan yang akan dibuat harus di survey guna mendapatkan data yang pasti
dilapangan, sehingga jalan dapat direncanakan sesuai dengan besar anggaran biaya
yang tersedia untuk beberapa alternatif penyelesaian. Hal lain dalam perencanaan
alinyemen dan tebal perkerasan jalan adalah karakteristik dasar pengemudi, kondisi
medan, jenis kendaraan serta faktor – faktor lain seperti faktor regional, daya dukung
tanah, umur rencana serta jenis material yang akan digunakan dalam perencanaan
konstruksi.
Perencanaan jalan raya harus memperhitungkan perencanaan geometrik jalan.
Dimana perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan yang dititik
beratkan pada perencanaan bentuk fisik jalan, sehingga dapat memenuhi fungsi dasar
dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas.
Dasar dari perencanaan geometrik adalah sifat gerakan dan ukuran kendaraan,
sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan karakteristik arus lalu
lintas. Hal – hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencanaan sehingga
menghasilkan bentuk dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi
tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.
Sesuai dengan undang – undang tentang jalan, No. 38 Tahun 2004 tentang sistem
jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas dua jenis :

1. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat – pusat kegiatan.
2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan.

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokan kedalam jalan arteri, jalan kolektor,
jalan local, dan jalan lingkungan.

I-1
1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata
– rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan local merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata – rata
rendah.

Jalan umum menurut statusnya dikelompokan ke dalam jalan nasional, jalan


provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

1. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi dan jalan strategis
nasional serta jalan tol.
2. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten/kota atau
antar ibu kota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.
3. Jalan kabupaten merupakan jalan local dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan
ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan, antar ibu kota kecamatan, ibu
kota kabupaten dengan pusat kegiatan local, antar pusat kegiatan local, serta
jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten
dan jalan streategis kabupaten.
4. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan
antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau
artar permukiman didalam desa, serta jalan lingkungan.

I-2
2.2. Parameter Perencanaan Geometrik Jalan
Ada beberapa parameter yang perlu diperhitungkan dalam perencanaan geometric
jalan. Parameter – parameter tersebut meliputi : kendaraan rencana, kecepatan rencana,
volume dan kapasitas jalan serta tingkat pelayanan yang diberikan oleh jalan tersebut.
Parameter ini merupakan penentu tingkat kenyamanan dan keamanan yang dihasilkan
oleh suatu bentuk geometric jalan.

2.2.1. Kendaraan Rencana


Kendaraan – kendaraan yang menggunakan jalan dapat dikelompokkan
berdasarkan bentuk, ukuran dan daya dari kendaraan tersebut. Kelompok kendaraan ini
dapat dikelompokan menjadi kelompok mobil penumpang, bus/truk, semi trailer. Setiap
kelompok diwakili oleh satu ukuran standart sebagai kendaraan rencana. Ukuran
kendaraan rencana untuk masing – masing kelompok adalah ukuran terbesar untuk
mewakili kelompoknya. Kendaraan rencana dalah kendaraan yang merupakan wakil dari
kelompoknya, digunakan untuk merencanakan bagian – bagian dari jalan, untuk
perencanaan geometric jalan, ukuran lebar kendaraan rencana akan mempengaruhi lebar
lajur yang dibutuhkan. Sifat membelok kendaraan akan mempengaruhi perencanaan
tikungan dan lebar median dimana mobil diperkenankan untuk memutar.

2.2.2. Kendaraan Rencana


Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk keperluan perencanaan
setiap bagian jalan raya seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang dan lain – lain.
Kecepatan yang dipilih adalah kecepatan tertinggi dimana kendaraan dapat berjalan
dengan nyaman dan aman sesuai dengan fungsi jalan yang diharapkan. Faktor – faktor
yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana adalah :
1. Keadaan medan apakah datar, berbukit atau gunung.
2. Sifat dan tingkat pengguna daerah. Kecepatan rencana yang diambil akan
lebih besar untuk jalur luar kota dari pada daerah dalam kota.

2.2.3. Volume Lalu – Lintas


Volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan yang melintas satu titik
pengamat dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit), sehingga “Volume” dapat dikatakan
sebagai pengukuran jumlah dari arus lalu lintas. Volume lalu lintas yang tinggi
membutuhkan lebar perkerasan yang lebih lebar, sehingga dapat terciptanya suasana
yang nyaman serta keamanan yang terjamin bagi pada pengguna jalan.

I-3
2.2.4. Tingkat Pelayanan Jalan
Lebar jalur yang dibutuhkan akan lebih besar jika pelayanan dari jalan diharapkan
lebih tinggi. Kebebasan bergerak yang dirasakan oleh pengemudi akan lebih baik pada
jalan dengan kebebasan samping yang memadai, tetapi hal tersebut tentu saja menuntut
daerah manfaat jalan yang lebih besar pula. Pada suatu keadaan dengan volume lalu
lintas yang rendah pengemudi akan merasa lebih nyaman mengendarai kendaraan
dibandingkan jika ia berada pda daerah tersebut dengan volume lalu lintas yang padat.

2.3. Perhitungan Perencanaan Jalan


Dalam perencanaan jalan raya ada beberapa tahapan pekerjaan yang harus
diperhatikan antara lain sebagai berikut :

2.3.1. Penentuan Trase Jalan Yang Direncanakan Berdasarkan Kontur Pada


Peta Situasi
Peta situasi merupakan gambaran peta dari daerah yang akan direncanakan suatu
badan jalan. Setelah penentuan lokasi jalan, maka dilakukan penomoran (stationing)
panjang jalan pada tahap perencanaan adalah memberi nomor pada interval – interval
tertentu dari awal pekerjaan (STA 1,2,3,……..). STA jalan dibutuhkan sebagai sarana
komunikasi untuk mengenal lokasi yang sedang direncanakan dengan cepat. Penomoran
jalan tersebut dapat diperoleh informasi panjang jalan secara keseluruhan, untuk lebih
jelasnya setiap stasiun di lengkapi dengan penampang melintang. Hal ini dimaksudkan
untuk lebih teliti dalam mengetahui kondisi jalan. Penentuan STA dapat dilakukan dengan
diawali dari 0 + 50 m, yang berarti nol kilo dan 50 meter dari awal pekerjaan dan
seterusnya. Jika tidak terjadi perubahan tangen arah pada alinyemen horizontal maupun
alinyemen vertical, maka penomoran selanjutnya dilakukan menurut :
a) Setiap 100 meter pada medan datar.
b) Setiap 50 meter pada medan berbukit
c) Setiap 25 meter pada medan pegunungan

2.3.2. Perhitungan Alinyemen Horisontal dan Alinyemen Vertikal


Berdasarkan Kemiringan Lokasi (Grade)
A. Alinyemen Horisontal
Alinyemen Horisontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal.
Alinyemen horizontal dikenal juga dengan nama situasi jalan atau trase jalan yang
terdri dari garis – garis lurus yang dihubungkan dengan busur lingkaran ditambah

I-4
busur perahlihan saja. Alinyemen horizontal dapat menggambarkan superelevasi
pada daerah tikungan. Untuk radius minimum besaran lengkungan horisontalnya
sangan dipengaruhi oleh nilai “e” dan “f” serta nilai kecepatan rencana yang
ditetapkan. Ini berarti terdapat nilai radius minimum untuk nilai super elevasi
maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum. Lengkung tersebut
dinamakan lengkung tertajam yang dapat direncanakan untuk satu nilai kecepatan
yang dipilih pada satu nilai super elevasi maksimum.
V2
Rmin = 127(emaks xfmaks )
......................................................................... (2.1)

181913,53 (𝑒𝑚𝑎𝑘𝑠 +𝑓𝑚𝑎𝑘𝑠 )


Dmak = 𝑉2
..................................................................... (2.2)

Keterangan :
Rmin = Jari – jari tikungan minimum (m).
V = Kecepatan rencana ( km/jam).
emaks = Superelevasi maksimum (%).
fmaks = Koefisien gesekan melingtang maksimum.
D = Derajat lengkung.
Dmak = Derajat Maksimum.
Dimana untuk kecepatan rencana < 80 km/jam berlaku f = - 0,00065 V + 0,192
dan untuk kecepatan rencana antara 80 – 112 km/jam berlaku f = - 0,00125 V +
0,24. Untuk nilai emaks umumnya untuk Indonesia dipakai emaks = 0,1 untuk jalur
luar kota dan untuk jalur dalam kota yang mana kecepatan rencana 30 km/jam
dipakai emaks = 0,08.
Lengkung horizontal terdiri dari tiga jenis yang digunakan antara lain :
a) Lengkung FC (Full Circle).

Gambar 2.1 Bentuk Lengkungan Full Circle (FC)

I-5
Keterangan :
Δ = Sudut tikungan
O = Titik pusat lingkaran
Tc = Panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT
Rc = Jari – jari lingkaran
Lc = Panjang busur lingkaran
Ec = Jarak luar dari PI ke busur lingkaran
FC (Full Circle) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu
liingkaran saja. Tikungan FC hanya digunakan untuk R (jari – jari tikungan)
yang besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil maka
diperlukan superelevasi besar.
Rumus :
Tc = Rc.tan.1/2Δ ......................................................................... (2.3)
Ec = Tc.tan.1/4Δ ......................................................................... (2.4)
∆ 2 π Rc
Lc = 3600
.................................................................................. (2.5)

b) Lengkung Spiral – Circle – Spiral.


Lengkung perahlihan dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan
alinyemen yang tiba – tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran, jadi
lengkung perahlihan ini diletakan antara bagian lurus dan bagian lingkaran
(circle) yaitu pada sebelum dan sesudah tikungan berbentuk busur
lingkaran. Lengkung perahlihan dengan bentuk spiral banyak digunakan
juga oleh Bina Marga.

Gambar 2.2 Bentuk Lengkung Spiral – Circle - Spiral

I-6
Keterangan :
Xs = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke TC
(jarak lurus lengkung perahlihan).
Ys = Kordinat titik SC pada garistegak lurus garis tangen, jarak
tegak lurus ke titik SC pada lengkung.
Ls = Panjang lengkung perahlihan (panjang dari titik TS ke SC atau
CS ke ST).
Lc = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS).
Ts = Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST.
TS = titik dari tangen ke spiral.
SC = Titik dari spiral ke lingkaran.
Es = Jarak dari PI ke bususr lingkaran.
θs = Sudut lengkung spiral.
Rc = Jari –jari lingkaran.
p = Pergeseran tangen terhadap spiral.
k = jarak dari titik awal tikungan ke titik terjadinya pergeseran

Rumus yang digunakan :


Ls2
Xc = Ls (1 ) ............................................................................ (2.6)
40 Rc2
Ls2
Ys = 6 Rc
........................................................................................ (2.7)
90 Ls
θs = π Rc
....................................................................................... (2.8)
Ls2
p = 6 Rc
− Rc(1 − C0s θs ................................................................ (2.9)
Ls2
k = Ls − 40 Rc2
− Rc Sin θs ............................................................. (2.10)

Ts = (Rc + p) tan 1/2∆ + k .............................................................. (2.11)


Es = (Rc + p) sec 1/2∆ − 𝑅𝑐 ............................................................ (2.12)
(∆−2θs)
Lc = 180
x π x Rc........................................................................ (2.13)

Jika diperoleh Lc < 25 m, maka sebaiknya tidak digunakan bentuk S-C-S,


tetapi digunakan lengkung S-S, yaitu lengkung yang terdiri dari dua
lengkung perahlihan.
Jika p yang dihitung dengan rumus (2.9), maka ketentuan tikungan yang
digunakan bentuk FC.
Ls2
p = 24 Rc
< 25 m ............................................................................ (2.9)

I-7
Untuk : Ls = 1,0 meter,maka p = p’ dan k = k’
Untuk : Ls = Ls, maka p = p’ x Ls dan k = k’ x Ls
Nilai p’ dan k’ dapat diambil dari Tabel 2.1

c) Lengkung Spiral – Spiral.

Gambar 2.3 Bentuk Lengkung Spiral - Spiral

I-8
I-9
I-10
I-11
I-12
I-13
I-14
Diagram alir 3.1 Proses Perencanaan

I-15
MULAI

DATA

PETA LHR CBR


DAFTAR HARGA DAN
TOPOGRAFI
SATUAN ANALISA

RENCANA TRASE PERENCANAAN PERKERASAN


JALAN

ALINYEMEN ALINYEMEN
VERTIKAL HORISONTAL

POTONGAN POTONGAN PERHITUNGAN


MELINTANG MEMANJANG VOLUME GALIAN DAN
TIBUNAN

PERHITUNGAN VOLUME
RAB
PERKERASAN

JADWAL PELAKSANAAN

SELESAI

I-16

Anda mungkin juga menyukai