Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

ABSES PARU

PEMBIMBING
dr. Faida Susantinah, Sp.Rad

DISUSUN OLEH
Anugerah Syahbana (030.13.024)
Andri Bachtiar (030.14.014)
Caesilia Khairunisa (030.14.035)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 30 APRIL – 2 JUNI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN

Referat

Judul:
ABSES PARU

Nama Koass :
Anugerah Syahbana (030.13.024)
Andri Bachtiar (030.14.014)
Caesilia Khairunisa (030.14.035)

Telah disetujui untuk dipresentasikan


Pada Hari Kamis Tanggal 24 Mei 2018

Pembimbing

dr. Faida Susantinah, Sp.Rad

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Abses Paru”.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Angkatan Udara Dr.
Esnawan Antariksa periode 30 April – 2 Juni 2018. Disamping itu, referat ini ditujukan untuk
menambah pengetahuan bagi kita semua tentang Penyakit Abses Paru terutama pada gambaran
radiologinya.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Faida Susantinah,
Sp.Rad selaku pembimbing, seluruh dokter dan staf bagian Radiologi di Rumah Sakit Angkatan
Udara Dr. Esnawan Antariksa, serta rekan-rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Penulis menyadari dalam pembuatan referat ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh
karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan presentasi kasus ini sangat penulis
harapkan. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi profesi, pendidikan, dan masyarakat. Akhir
kata, penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang ada.

Jakarta, 24 Mei 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 2


2.1 Paru ....................................................................................................................... 2
2.1.1 Anatomi ........................................................................................................ 2
2.1.2 Vaskularisasi ................................................................................................. 6
2.1.3 Radioanatomi ................................................................................................ 7
2.2 Abses Paru ............................................................................................................. 10
2.2.1 Definisi ......................................................................................................... 10
2.2.2 Epidemiologi ................................................................................................. 10
2.2.3 Etiologi ......................................................................................................... 10
2.2.4 Patofisiologi .................................................................................................. 10
2.2.5 Manifestasi klinis .......................................................................................... 12
2.2.6 Diagnosis ...................................................................................................... 12
2.2.7 Diagnosis Banding ........................................................................................ 18
2.2.8 Tatalaksana ................................................................................................... 18
2.2.9 Komplikasi .................................................................................................... 23
2.2.10 Prognosis..................................................................................................... 23

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang sangat penting di
Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh paru (bronkus, bronkiolus) atau yang
mengenai jaringan paru-paru.1 Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang
didefinisikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi sel-sel
mati atau cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang
terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada
satu lobus atau lebih.1,2,3,4
Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan perlangsungan dan penyebabnya.
Berdasarkan perlangsungannya abses paru diklasifikasikan menjadi akut dan kronik. Disebut
akut apabila perlangsungannya terjadi dalam waktu 4 minggu. Abses disebut kronik apabila
perlangsungannya terjadi dalam waktu > 4-6 minggu. Sedangkan menurut penyebabnya abses
paru dibagi menjadi abses primer dan sekunder. Abses primer muncul karena nekrosis jaringan
paru (akibat pnumonitis, infeksi dan neoplasma) ataupun pneumonia pada orang normal.
Disebut abses sekunder apabila disebabkan kondisi sebelumnya seperti septik emboli (misalnya
endokarditis sisi kanan), obstruksi bronkus (misalnya aspirasi benda asing), bronkiektasis
ataupun pada kasus imunokompromis.1,2,5
Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik sebagai terapi seperti
penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih
efektif, terapi kombinasi masih memberikan beberapa permasalahan seperti waktu perawatan
di RS yang lama, potensi reaksi keracunan obat tinggi, mendorong terjadinya resistensi
antibiotika, adanya super infeksi bakteri yang mengakibatkan Nosokonial Pneumoni.
Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan
sensitivitas. Pada makalah ini akan dibahas Abses paru mulai patogenesis, terapi dan prognosa
sebagai penyegaran teori yang sudah ada.3,4,5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paru
2.1.1 Anatomi

Gambar 1. Anterior Paru Kanan dan Kiri6

Paru-paru merupakan sepasang organ berbentuk kerucut di rongga toraks. Keduanya


dipisahkan oleh hati dan struktur lain di mediastinum. Setiap paru ditutup dan dilindungi oleh
membran serosa lapis dua bernama membrane pleura. Lapisan superfisial disebut pleura
parietal yang berbatasan dengan rongga toraks, lapisan dalam disebut pleura visceral yang
menutupi paru-paru. Di antara pleura parietal dan visceral terdapat ruang kecil bernama rongga
pleura yang mengandung sedikit cairan lubrikan yang disekresikan oleh membrane. Cairan
pleura ini mengurangi friksi antara membrane.6,7,8
Bagian inferior yang luas dari paru, basis, berbentuk cekung dan cocok di atas daerah
cembung diafragma. Bagian superior paru yang sempit adalah apeks. Permukaan paru-paru
membentang terhadap tulang rusuk, permukaan costalis, sesuai dengan kelengkungan tulang
rusuk. Permukaan mediastinalis dari tiap paru berisi hilus yang dilalui bronkus, pembuluh darah
paru, pembuluh limfa, dan nervus. 6,7,8

2
Gambar 2. Posterior Paru Kanan dan Kiri9

Di medial, paru kiri terdapat cekungan, cardiac notch, tempat di mana ada jantung.
Karena ruang yang ditempati jantung, paru kiri 10% lebih kecil daripada paru kanan. Walaupun
paru kanan lebih tebal dan lebih luas, dia juga lebih pendek daripada paru kiri karena diafragma
lebih tinggi di sisi kanan untuk mengakomodasi hati yang ada di inferiornya.6,7,8
3
Gambar 3. Fisura Paru Kanan dan Kiri9

4
Paru kanan mempunya tiga lobus (Lobi superior, medius dan inferior) yang dipisahkan
oleh Fissura obliqua dan Fissura horizontal. Paru kiri hanya mempunyai dua lobus (Lobi
superior dan inferior) yang dipisahkan oleh Fissura obliqua. Lingula pulmonis dari lobus
superior setara dengan lobus medius paru kanan dan membentuk perpanjangan seperti lidah di
bagian inferior incusura cardiaca. 9

Gambar 5. Vertebra Lumbal(5)

Vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi
makin ke bawah lingkup geraknya semakin kecil. Lumbal mempunyai lengkung lordosis
seperti servikal. Dan mempunyai ukuran korpus besar dibanding dengan servikal dan thorakal.

Gambar 4. Segmenta Bronchopulmonalia9

5
Lobus paru tersusun dalam segmen paru berbentuk kerucut (bronkopulmonar) yang
terbagi secara tidak komplit oleh penyekatan jaringan ikat. Batas segmental tidak terlihat
pada permukaan paru. Segmen paru berhubungan dengan bronkus segmental dan cabang-
cabang segmental arteri pulmonalis. Paru kanan mempunyai sepuluh segmen, tiga lobus
superior, tiga di lobus superior, dua di lobus media dan lima di lobus inferior. Paru kiri
hanya mempunya Sembilan segmen karena segmen VII (Segmen basal medial) di sisi kiri
tidak ada atau secara drastis mengecil dan menyatu dengan segmen VIII akibat perluasan
yang lebih besar dari Mediastinum. Susunan segmen paru lainnya sama pada kedua segmen
Lingula pulmonis di paru kiri. 9

2.1.2 Vaskularisasi

Gambar 5. Vaskularisasi paru6

Paru-paru menerima darah melalui 2 set arteri, yaitu arteri pulmonalis dan arteri
bronkialis. Darah deoksigenasi mengalir melalui trunkus pulmonalis, yang dibagi menjadi arteri
pulmonalis kanan dan arteri pulmonalis kiri. Kembalinya darah oksigenasi ke jantung terjadi
melalui 4 vena pulmonalis yang masuk ke atrium kiri. Arteri bronkialis yang merupakan cabang
aorta, mengantarkan darah oksigenasi ke paru-paru. Darah ini melakukan perfusi ke dinding
muscular bronkus dan bronkiolus.6,7,8

6
Gambar 6. Vaskularisasi paru9

Paru mempunya dua system pembuluh darah yang berhubungan melalui cabang-
cabang terminalnya di dinding alveoli (septa alveolaria). Aa. Pulmonales dan Vv.
Pulmonales pada sirkulasi paru terdiri dari Vasa Publica yang berperan untuk pertukaran
gas darah. Cabang Aa. Pulmonales berjalan di jaringan ikat peribronkial dan pleural dan
mengirimkan darah yang terdeoksigenasi dari jantung kanan ke alveoli. Vv. Pulmonales
terletak di jaringan ikat intersegment dan mengirimpah darah teroksigenasi ke atrium kiri.
Vasa private paru menyuplai jaringan paru itu sendiri. Rr. Bronchiales arterial dan Vv.
Bronchiales berjalan bersama dengan bronki.9

7
2.1.3 Radioanatomi

Gambar 7. Radiograf pada proyeksi sinar postero-anterior6

Radiograf dada sering dilakukan jika dicurigai adanya proses patologis pada paru
atau pleura, seperti inflamasi (pneumonia, pleuritis) atau tumor (karsinoma bronkus).
Perubahan parenkim sering ditujukkan sebagai “bayangan” karena perubahan ini menyerap
radiasi lebih banyak daripada jaringan paru yang intak. Pada posisi tegak, efusi pleura
menumpulkan Recessus costodiaphragmaticus dan membentuk batas cairan (fluid level)
horizontal. Tampak kontur payudara (mammae) dengan tanda bintang (*) serta nodus limfe
hilus dengan tanda (**).6

8
2.2 Abses Paru
2.2.1 Definisi
Abses paru didefinisikan sebagai kumpulan nanah yang terlokalisir dalam parenkim
paru, sebagian besar disebabkan oleh infeksi bakteri, dan ditandai oleh adanya rongga yang
dikelilingi oleh jaringan paru-paru inflamasi nekrotik. Pembentukan beberapa abses paru
berukuran kurang dari 2 cm biasanya disebut sebagai 'necrotizing pneumonia'.10
Abses paru-paru diklasifikasikan sebagai 'akut' atau 'kronis' berdasarkan durasi gejala
(≥ atau <4-6 minggu). Abses paru dikelompokkan sebagai 'primer' ketika muncul setelah
infeksi paru-paru pada orang yang sebelumnya sehat atau pada pasien yang rentan aspirasi
bahan nasofaring atau orofaring karena gangguan refleks batuk dan menelan, terutama ketika
terdapat kebersihan mulut yang buruk atau penyakit gigi (misalnya pada pecandu alkohol,
pecandu narkoba, pasien dengan penurunan tingkat kesadaran, koma atau setelah kejang
epilepsi).10

2.2.2 Epidemiologi
Abses paru adalah penyakit yang mematikan diera preantibiotik. Sepertiga dari pasien
dari pasien meninggal, yang lain sepertiga pulih, dan sisanya berkembang menjadi penyakit
seperti abses berulang, empiema kronik, bronkiektasis, ataukomplikasi yang lain dari infeksi
piogenikkronis.2
Faktor host yang menyebabkan prognosis memburuk antara lain usia lanjut, kekurangan
tenaga, malnutrisi, infeksi HIV atau bentuk lain imunosupresi, keganasan, dan durasi gejala
lebih dari 8 minggu. Tingkat kematian untuk pasien dengan status imunokompromis mendasar
atau obstruksi bronkial yang kemudian membentuk abses paru dapat mencapai 75%.2
Laki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses paru yang
dilaporkan dalam beberapa seri kasus yang sudah dipublikasikan.
Abses paru pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan meningkatnya
penyakit periodontal dan peningkatkan prevalensi disfagi dan aspirasi pada usia ini. Namun,
serangkaian kasus dari warga yang tinggal di pusat perkotaan dengan prevalensi alkoholisme
tinggi melaporkan usia rata-rata yang mengalami abses paru adalah 41 tahun.2
Orang-orang tua, orang-orang dengan immunocompromise, malnutrisi, debilitated dan
khususnya orang-orang yang tidak pernah mendapatkan antibiotik adalah orang-orang yang
paling rentan dan memiliki prognosis yang paling buruk.3

9
2.2.3 Etiologi
Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yaitu :
a. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi
- Bacteriodes melaninogenus
- Bacteriodes fragilis
- Peptostreptococcus species
- Bacillus intermedius
- Fusobacterium nucleatum
- Microaerophilic streptococcus
Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari spesimen
yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.
b. Kelompok bakteri aerob
Ø Gram positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi
- Staphillococcus aureus
- Streptococcus micraerophilic
- Streptococcus pyogenes
- Streptococcus pneumoniae1,2,3,5
Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari kondisi lain. Seperti
contoh: Obstruksi bronkial (karsinoma bronkogenik); penyebaran hematogen
(endokarditis bakterial, IVDU); penyebaran infeksi dari daerah sekitar
(mediastinum, subphrenic).3
Ø Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial
- Klebsiella pneumoniae
- Pseudomonas aeruginosa
- Escherichia coli
- Actinomyces species
- Nocardia species
- Gram negatif bacilli
c. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit, amuba, mikobakterium1,2,3,5
Prevalensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernapasan dengan
mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam kuman
yang berasal dari flora mulut, hidung, dan tenggorokan.

10
Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:
1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.
Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan kanker paru
yang terinfeksi.
2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu
Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker esofagus,
gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.
3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian gigi
yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi abses tergantung pada
posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju lobus medius atau segmen posterior
lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke
segmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya
kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.4

2.2.4 Patofisiologi
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan hematogen. Yang
paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk akibat
aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor, dan struktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan
obstruksi bronkus dan terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan infeksi pada
daerah distal obstruksi tersebut. Dalam keadaan tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju
ke lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan
berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus
inferior paru kanan, hanya kadang-kadang saja aspirat dapat mengalir ke paru kiri.1,4
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia aspirasi akibat
bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki masalah periodontal
(jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang berasal dari celah gigi yang sampai ke saluran
pernapasan bawah akan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadap
infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang
menurun, seperti yang ditemukan pada seseorang yang tidak sadar atau sangat mengantuk
karena pengaruh obat penenang, obat bius, atau penyalahgunaan alkohol. Selain itu dapat pula
terjadi pada penderita gangguan sistem saraf.1,2,3
Jika bateri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh, maka
akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hari kemudian akan berkembang
menjadi nekrosis yang berakhir dengan pembentukan abses.2,3
11
Secara hematogen yang paling banyak terjadi akibat septikemi atau sebagai fenomena
septik emboli, sekunder dari fokus infeksi pada bagian lain tubuhnya seperti tricuspid valve
endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multipel dan
biasanya disebabkan oleh stafilokokus.
Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami ruptur dan menembus diafragma
yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan dan rongga pleura.1
Diameter abses bervariasi dari beberapa milimeter sampai kavitas besar dengan ukuran
5-6 cm. Lokalisasi dan jumlah abses bergantung pada bentuk perkembangannya. Abses paru
yang diakibatkan oleh aspirasi lebih banyak terjadi pada paru kanan (lebih vertikal) daripada
paru kiri, serta lebih banyak berupa kavitas tunggal. Abses yang terjadi bersamaan dengan
adanya pneumonia atau bronkiektasis umumnya bersifat multipel, terletak di basal dan
tersebar luas. Septik emboli dan abses yang diakibatkan oleh penyebaran hematogen
umumnya bersifat mulitipel dan dapat menyerang bagian paru manapun.5,11
Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya diekspektoransikan ke
luar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara. Kadang-kadang abses ruptur ke
rongga pleura sehingga terjadi empiema yang diikuti dengan terbentuknya fistula
bronkopleura.1,11

2.2.5 Manifestasi Klinis


Gejala penyakit biasanya berupa :
a. Malaise
Malaise merupakan gejala awal disertai tidak nafsu makan yang lama kelamaan
menyebabkan penurunan berat badan.
b. Demam
Demam berupa demam intermitten bisa disertai menggigil bahkan ‘rigor’ dengan suhu
tubuh mencapai 39.40C atau lebih. Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses
paru
c. Batuk
Batuk pada pasiean abses paru merupakan batuk berdahak yang setelah beberapa dapat
berubah menjadi purulen dan bisa mengandung darah. Sputum yang berbau amis dan
berwarna anchovy menunjukkan penyebabnya bakteri anaeraob dan disebut dengan
putrid abscesses, tetapi tidak didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak
menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Batuk dara bisa dijumpai, biasanya ringan
tetapi ada yang masif.
12
d. Nyeri pleuritic
Nyeri pleuritik atau nyeri yang dirasakan dalam dada menunjukkan adanya keterlibatan
pleura.
e. Sesak
Sesak disebabkan oleh adanya pus yang menumpuk menutupi jalan napas
f. Anemia
Anemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang disebabkan oleh kurangnya
asupan akibat penurunan nafsu makan, namun lebih sering disebabkan oleh perdarahan
pada saluran nafas khususnya pada hemoptisis masif.1,3,4,5

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan nyeri tekan lokal. Pada daerah terbatas perkusi
terdengar redup dengan suara napas bronkial, biasanya akan terdengar suara ronki. Pada
abses paru juga dijumpai jari tabuh, yang proses terjadinya berlangsung cepat.1

2.2.6 Diagnosis
Diagnosis abses paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menyingkirikan diagnosis banding yang lain
dengan gejala yang hampir menyerupai abses paru.

A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


1. Keluhan penderita yang khas seperti malaise, demam ringan sampai demam tinggi,
batuk purulen dengan bau amis dan penurunan berat badan.
2. Riwayat penyakit sebelumnya seperti infeksi saluran nafas atas, infeksi gigi, serangan
epilepsi, dan penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi.
3. Bronkoskopi. Untuk mengetahui adanya obstruksi pada bronkus. Obstruksi bronkial
skunder biasanya disebabkan oleh karsinoma.
4. Aspirasi Jarum Perkutan. Meripakan cara dengan akurasi yang tinggi untuk melakukan
diagnosis bakteriologis.1,2,4,5

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Hitung leukosit umumnya tinggi berkisar 10.000-30.000/mm3 dengan hitung jenis
bergeser ke kiri dan sel polimorfinuklear yang banyak terutama neutrofil yang immatur.
Pada abses lama dapat ditemukan anemia. Dapat dilakukan pemeriksaan dahak untuk
13
mengetahui miukroorganisme penyebab, namun dahak sebaiknya diperoleh dari aspirasi
transtrakheal, transtorakal atau bilasan/sikatan bronkus untuk menghindari kontaminasi
dari organisme anaerobik normal pada mulut dan saluran napas atas.1

2. Gambaran Radiologis
v Foto Thorax
Pada gambaran radiologik dapat ditemukan gambaran satu atau lebih kavitas
yang disertai dengan adanya air fluid level. Khas pada abses paru anaerobik
kavitasnya singel (soliter) yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer,
sedangkan abses paru sekunder (aerobik, nososkomial atau hematogen) lesinya
biasanya multipel.1,2,12

Gambar 8. Foto X-Ray ini ditemukan kavitas pada hilum kanan. Foto X-ray posisi
lateral memperlihatkan kavitas memiliki dinding yang tipis dan terletak pada
segmen apikal dari lobus paru kanan bawah.13

Ukuran dari abses bervariasi namun secara umum memiliki bentuk yang bulat.
Dinding abses umumnya tebal dan permukaan dalamnya irreguler. Pembuluh darah
bronkus dan bronkus sendiri dapat menjadi dinding dari abses.5,11
Abses dapat berisi cairan saja maupun cairan yang bercampur dengan udara
sehingga memberikan gambaran air-fluid level. Bila abses mengalami ruptur akan
terjadi drainase abses yang tidak sempurna ke dalam bronkus, yang akan
memberikan gambaran kavitas dengan batas udara dan cairan di dalamnya (air fluid
level). Secara umum terdapat perselubungan di sekitar kavitas, meskipun begitu
14
pada terapi kavitas akan menetap lebih lama dibanding perselubungan di
sekitarnya. 1,11,13,14,15

Gambar 9. Abses Paru – posisi AP dan lateral. Kavitas dengan air fluid level pada
lapangan paru kiri atas.13
v CT – Scan
CT-Scan adalah modalitas pencitraan yang paling sensitif dalam menegakkan
diagnosis abses paru. Kontras yang diberikan adalah kontras yang dapat bercampur
dengan perselubungan disekitar lesi sehingga batas margin dapat diidentifikasi.2,3,11
Gambaran khas CT scan abses paru adalah berupa lesi dens bundar dengn
kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di daerah jaringan paru yang
rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada
dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak.16

Gambar 10.Gambaran abses paru dengan CT-scan. CT memperlihatkan kavitasi


pada lobus atas paru kiri dengan jelas2,14

15
Gambar 11. Gambaran abses paru dengan pemeriksaan CT kontras2,14

2.2.7 Diagnosis Banding


Beberapa kelainan pada paru yang terjadi dapat dijadikan diagnosis banding dari
kasus abses paru. Beberapa kelainan ini dijadikan diagnosis banding dari abses paru
dikarenakan beberapa kelainan paru ini juga menyebabkan terbentuknya kavitas yang
sama seperti abses paru.1 Kelainan paru tersebut diantaranya :

a. Tumor Paru

Gambar 12. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas3
16
Bayangan nodul pada paru berukuran beberapa milimeter sampai 4 cm atau lebih
dan tidak mengandung kalsifikasi harus diutamakan pada kecurigaan sebagai karsinoma
bronkogen terutama usia diatas 40 tahun. Karsinoma bronkus primer merupakan
penyebab yang paling sering berupa kavitas soliter yang merupakan deposit sekunder.
Kavitas yang jinak berlokasi di sentral dan memiliki dinding yang regular. Sedangkan
kavitas soliter yang ganas memiliki kavitas eksentrik dengan dinding irreguler.13,17

b. Tuberkulosis
Gambaran radiologis pada tuberkulosis aktif diantaranya terdapat kavitas, bisa
tunggal atau multipel. Selain itu terdapat bayangan berawan atau bercak dengan batas
yang tidak tegas. Pada tuberkulosis lama baik aktif maupun tenang terdapat kalsifikasi
dan serat-serat fibrosis. Lesi pada tuberkulosis terutama terdapat pada lapangan paru atas.
Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis
didapatkan BTA.18

Gambar 13. Gambaran tuberculosis, terlihat proses terbentuknya kavitas. Kavitas pada
tuberculosis umumnya terletak di lapangan paru atas18

17
Gambar 14. Kavitas pada tuberculosis tanpa disertai air fluid level3

Secara umum, kavitas yang terdapat pada abses paru dan tuberculosis adalah
hampir sama. Oleh karena tuberculosis lebih sering terjadi di lapangan paru atas, maka
kavitas pada tuberculosis juga sering terdapat pada lapangan paru atas. Lain halnya
dengan kavitas pada abses paru yang dapat terjadi di seluruh lapangan paru. Selain itu,
air-fluid level lebih sering terdapat pada kavitas yang terjadi oleh abses paru sedangkan
air-fluid level dilaporkan terjadi hanya pada 9%-21% dari kavitas pada TB.13,17

c. Empiema
Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula bronkopleura akan sulit
dibedakan dengan abses paru. Gambaran empiema karakteristik, yaitu tampak pemisahan
pleura viseral dan parietal (pleura split) dan kompresi paru. CT scan dapat menunjukkan
lokasi abses berada dalam parenkim paru yang membedakannya dengan empiema.1,16

18
Gambar 15. Potongan coronal dada pada gambar CT menunjukkan adanya lesi pada
lobus atas kanan dengan internal air-filled cavity, dinding tebal tidak beraturan (panah
warna hijau) dan lesi lain di sebelah bawah paru kiri dengan internal fluid, dinding tipis
(panah warna kuning) kompresi pada lapangan paru (panah kuning dan kotak). Lesi
pada bagian atas paru kanan adalah abses paru dan pada bagian bawah paru kiri adalah
empiema.3

2.2.8 Tatalaksana
a. Terapi antibiotik
Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari
intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat ditambahkan
kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi yang baik akan terjadi dalam 2-
4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan dengan terapi antibiotik peroral. Pada terapi
peroral diberikan :

19
o Penisilin oral 750 mg empat kali sehari.
o Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah dengan:
§ Klindamisin 600 mg tiap 8 jam
§ Metronidazol 4x500 mg
§ Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.4

b. Drainase postural
Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh diposisikan
sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada kebanyakan pasien, drainase
spontan terjadi melalui cabang bronkus, dengan produksi sputum purulen.4

c. Bronkoskopi
Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun menjadi lancar.3,4
Di samping itu, dengan bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dan pengosongan abses
yang tidak mengalam drainase yang adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotik
melewati bronkus langsung ke lokasi abses.1

d. Bedah
Pembedahan dilakukan bila terapi antibiotik gagal, yaitu bila :
§ Abses menjadi menahun
§ Kavitas, produksi dahak, dan gejala klinik masih tetap ada setelah terapi intensif
selama 6 minggu
§ Abses yang sudah sembuh tapi meninggalkan sisa jaringan parut yang cukup luas dan
mengganggu faal paru.4
Lobektomi merupakan prosedur yang paling sering, sedangkan reseksi segmental
biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil. Pneumoektomi diperlukan terhadap abses
multipel atau gangren paruyang refrakter terhadap penanganan dengan obat-obatan.1

2.2.9 Komplikasi
Komplikasi abses paru meliputipenyebaran infeksi melalui aspirasi lewat bronkus atau
penyebaran langsung melalui jarinag sekitarnya. Abses paru yang drainasenya kurang baik, bisa
mengalami ruptur ke segmen lain dengan kecenderungan infeksi staphylococcus, dan apabila
ruptur ke rongga pleura menjadi piotoraks (empiema). Komplikasi sering lainnya berupa abses

20
otak, hemoptisis masif, ruptur pleura viseralis sehingga terjadi piopneumotoraks dan
bronkopleura.1,2,3
Abses paru resisten (kronik), yaitu yang resisten denagn pengobatan selama 6 minggu,
akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen. Dan mungkin akan menyisakan suatu
bronkiektasis, kor pulmonal dan amiloidosis. Abses paru kronik juga dapat mengakibatkan
anemia, malnutrisi, kakesia, gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada
manula.1,4,5

2.2.9 Prognosis
Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari abses paru-paru
sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan oleh obstruksi bronkial sekunder
untuk karsinoma. Angka kematian yang disebabkan oleh abses paru terjadi penurunan dari 30
– 40 % pada era preantibiotika dan sampai 15 – 20 % pada era sekarang.4,19
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis yang lebih
jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi. Beberapa faktor yang
memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut :
1. Anemia dan Hipoalbuminemia
2. Abses yang besar (φ > 5-6 cm)
3. Lesi obstruksi
4. Bakteri aerob
5. Immunocompromised
6. Usia tua
7. Gangguan intelegensia
8. Perawatan yang terlambat19

21
BAB III
KESIMPULAN

Abses paru didefinisikan sebagai kumpulan nanah yang terlokalisir dalam parenkim
paru, sebagian besar disebabkan oleh infeksi bakteri, dan ditandai oleh adanya rongga yang
dikelilingi oleh jaringan paru-paru inflamasi nekrotik. Abses paru dikelompokkan sebagai
'primer' ketika muncul setelah infeksi paru-paru pada orang yang sebelumnya sehat atau pada
pasien yang rentan aspirasi bahan nasofaring atau orofaring karena gangguan refleks batuk
dan menelan, terutama ketika terdapat kebersihan mulut yang buruk atau penyakit gigi.10
Kuman atau bakteri penyebab terjadi nya abses paru bervariasi. 46% abses paru
disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob.
Untuk memastikan diagnose dari abses paru maka dilakukan serangkaian pemeriksaan dari
anamnesa, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan antara lain Foto Polos dan Computed
Tomogtaphy.
Dari Pemeriksaan foto x-ray poster-anterior dan lateral dapat ditemukan kavitas
berdinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Bila terdapat hubungan
dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air Fluid Level. Namun, jika tidak ada
hubungan dengan bronkus maka hanya ditemukan tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
Pada pemeriksaan Tomografi Komputer ditemukan kavitas terlihat bulat dengan dinding
tebal, tidak teratur dengan air fluid level dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak.
Terlihat bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses,
tidak tertekan atau berpindah letak. Abses paru juga dapat membentuk sudut lancip dengan
dinding dada.
Pasien dengan factor risiko abses paru memiliki prognosis yang jelek dibandingkan
dengan pasien yang memiliki satu factor predisposisi. Sedangkan pasien yang mendapatkan
pengobatan antibiotic secara adekuat memiliki prognosis yang lebih baik.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasyid A. Abses Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal 2323-8
2. Kamangar N. Lung Abscess. 2009 [cited 2018 May 20]. Available at URL:
http://www.emedicine.medscape.com/article/299425-overview
3. Datin A. Lung Abscess. 2008 [cited 2018 May 20]. Available at URL:
http://radiopaedia.org/articles/lung_abscess
4. Alsagaff H. Mukty HA. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga
University Press. 2005. Hal 136-40
5. Kumar V. Abbas A. Robbins Basic Pathology, 8th edition. Philadelphia: Saunders. 2007.
Hal 515
6. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology: The Respiratory
System. 12th USA: John Wiley & Sons Inc; 2009. p. 875-89.
7. Marieb EN, Hoehn K. Human Anatomy & Physiology: The Respiratory System. 7th [e-
book]
8. Gunardi S. Anatomi Sistem Pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p. 5-89
9. Paulsen F, Waschke J. Jilid 1 Anatomi Umum dan Sistem Muskuloskeletal : Sobotta
Atlas Anatomi Manusia Edisi 23. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.
10. Loukeri AA, Kampolis CF, Tomos P, Papapetrou D, Pantazopoulos I, Tzagkaraki A, et
al. Diagnosis, treatment and prognosis of lung abscess. Pneumon [Internet]. 2015 [cited
2018 May 20]; 1(28):54-5. Available from :
http://www.pneumon.org/assets/files/789/file597_123.pdf
11. Muller N. Franquet, Thomas. Soo Lee, Kyung. Imaging of Pulmonolgy Infection, 1st
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007. Chapter 1
12. Bhimji S. Lung Abscess, Surgical Perspective. 2010 [cited 2018 May 20]. Available
from : http://www.emedicine.medscape.com/article/428135-overview
13. Budjang N. Radang. Radang Paru Yang Tidak Spesifik. Dalam: Ekayuda I, editor.
Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2005. Hal. 100-5
14. Howlett D. Ayers B. The hands-on Guide to Imaging. Blackwell Publishing. 2004. Hal
48-9.
15. Grainger, Ronald. Allison, David. Grainger & Allison's Diagnostic Radiology: A
Textbook of Medical Imaging, 4th ed. London: Churchill Livingstone. 2001. Chapter 8

23
16. Mizra R, Planner A. A-Z of Chest Radiology. Cambridge: Cambridge University Press.
2007. Hal 35-7
17. Ashari, Irwan. Tuberkulosis paru dengan kavitas. 2013 [cited 2018 May 20]. Available
at from : www.irwanashari.com
18. Kissner DG. TB : Recognizing it on a Chest X-Ray. Medical Director Wayne State
University Physician Group TB Program [Internet].
https://www.michigan.gov/documents/mdhhs/World_TB_Day_2016_Presentations_2
_520690_7.pdf
19. Hisberg, Boaz, dkk. Factor Predicting Mortality of Patient with Lung Abscess.
Available at: www.chestjournal.chestpubs.org

24

Anda mungkin juga menyukai