Anda di halaman 1dari 8

TUGAS ILMU PENYAKIT DALAM II

COLLAPSE

SELVIANI T. DANGUR (1509010028)

MARIA V. D. E. PARERA (1509010035)

MARIA G. MELLY JO (1409010054)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sistem syaraf bekerja menerima, mengukur dan mengatur informasi dalam bentuk informasi
melalui jalur sensor kemudian menyimpan, mengolah dan menjalankan informasi tersebut
dengan cara mengaktifkan efektor melalui jalur motor. Sistem syaraf terdiri atas 2 (dua) sistem
besar yaitu sistem syaraf pusat (SSP) dan sistem syaraf perifer (SSPe).Yang pertama terdiri atas
otak dan medulla spinalis, terlindungi oleh tengkorak atau kranium dan yang terakhir terlindungi
oleh columna vertebralis SSP yang terdiri atas serebrum, serebellum, brainstem, dan
medullaspinalis ini tidak dapat diperiksa secara klinis karena perlindungannya di balik cranium
tersebut namun saat ini dengan kemajuan kedokteran klinis dapat diperiksa dengan
menggunakan alat bantu. SSPe terdiri atas syaraf kranialis, syaraf spinalis, ganglia, ujung organ,
dan sistem syaraf otonom.
Penyakit fungsional sistem syaraf dapat terjadi secara primer. Beberapa kausa dari penyakit
primer sistem syaraf adalah agen infeksius atau mikroba, defisiensi nutrisi (tiamin/vitamin B1
dikenal sebagai Chastek Paralysis), bahan toksis (strychnin), keadaan genetis dan congenital
serta heat stroke. Selain itu, ada juga gangguan sistem syaraf seperti paralisis, ataxia, collapse,
stupor, dan coma. Collapse adalah keruntuhan secara abnormal pada dinding-dinding suatu
bagian atau organ. Oleh karena itu, dalam paper ini akan lebih membahas mengenai collapse.

1.2. Tujuan
1.2.1. Untuk mengetahui definisi dari collapse
1.2.2. Untuk mengetahui etiologi dari collapse
1.2.3. Untuk mengetahui patofisiologi dari collapse
1.2.4. Untuk mengetahui diagnosa dari collapse
1.2.5. Untuk mengetahui diagnosa banding dari collapse
1.2.6. Untuk mengetahui terapi dari collapse
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Definisi
Collapse dapat didefinisikan sebagai keadaan kelemahan dan depresi ekstrem yang dapat
dikarenakan karena kehilangan postural tone secara mendadak (Petkar, Sanjiv. Jackson,
Matthew. Fitzpatrick, Adam, 2005). Collapse dapat juga diartikan sebagai keruntuhan secara
abnormal pada dinding-dinding suatu bagian atau organ (Kamus Dorland, 1998). Collapse yang
akut bisa jadi salah satunya tiga bentuk utama: seizure ( kejang) , syncope atau narkolepsi--
cataplexy. Semuanya adalah sindrom klinis yang dapat terjadi akibat lebih dari satu penyebab.
2.2. Etiologi
Terdapat berbagai macam penyebab terjadinya collapse, yaitu adanya gangguan sirkulasi
(syncope) dan juga akibat akibat gangguan pada neuromuscular. Pada makalah ini akan
mengkhususkan penyebab collapse akibat gangguan neuromuscular. Collapse dapat terjadi
sebagai akibat penyakit neuromuscular yang bersifat akut atau kronis. Pada beberapa kejadian
collapse hewan akan menunjukkan gejala penyakit muscular atau gejala penyakit neuronal
(Simon Platt et al , 2014). Gejala penyakit neuromuscular dapat ditunjukkan pada tabel berikut :
Gejala penyakit neuromuscular
1. Umumnya mengalami kelemahan
2. Exercise intolerance
3. Adanya atrophy atau hypertrophy musculus secara terlokalisir atau keseluruhan
4. Kekakuan otot
5. Kesakitan ketika dipalpasi(myalgia)
6. Regurgitasi (pada anjing dan kucing)
7. Ventroflexion pada kepala dan leher (khususnya pada kucing)
8. Spasmus : kontraksi otot secara mendadak
9. Tremor : gerakan involunter abnormal pada otot
10. Cramp : kontraksi muscular spasmodic yang nyeri
11. Tetany : kontraksi tonus otot secara intermitten
Sumber : Bagley, Rodney S. Platt, Simon (2014) dan Platt, Simon. Shelton, G. Diane ( 2014)
2.3. Patofisiologi
Menurut Platt, Simon. Shelton, G. Diane (2014) patofisiologi collapse adalah sebagai berikut.
Pada hewan normal, serat musculus skeletal berkontraksi dengan adanya stimulasi oleh lower
motor neurons (LMNs). Penghubung dari impuls neurononal ke aktivasi pada protein kontraktil
otot membutuhkan serangkaian aktivitas dari ion channel. Electrical activity pada pembentukan
potensial aksi dihasilkansepanjang membrane sel saraf dengan perpindahan ion sodium dan
potassium yang dipengaruhi oleh kalsium. Oleh karena itu, penyakit yang meneyebabkan
ketidakseimbangan elekrolit menyebabkan kelemahan pada otot.
Electrical activity ditransmisikan dari axon menuju ke serat otot pada neuromuscular
junction melalui pelepasan neurotransmitter asetilkolin. Pelepasan neurotransmitter ini diatur
oleh ion kalsium dan diinaktivasi oleh acetylcholinesterase. Kemudian gangguan homeostasis
kalsium atau gangguan yang berdampak pada aktivitas asetilkolin (misalnya toksisitas
organofosfat) atau fungsi reseptor postsynaptic cholinergic (misalnya myasthenia gravis)
mengganggu transmisi neuromuscular dan dapat berlanjut ke kelemahan otot.
Aktivasi pada resptor asetilkolin menginisiasi terjadinya potensial aksi. Potensial aksi ini
disalurkan sepanjang myofibril dan menyebar ke sel melalui rangkaian membrane tubulus (T
tubulus) dimana menstimulasi pelepasan ion kalsium yang disimpan di dalam reticulum
sarcoplasmic. Ion kalsium ini kemudian menstimulasi kontraksi miofibril dan kemudian
bertanggung jawab untuk relaksasi misalnya mengembalikan ke reticulum sarcoplasmic.
Konsentrasi ion kalsium dalam tubuh merupakan sesuatu yang penting untuk kontraksi dan
relaksasi musculus yang normal.
Energi yang diperlukan untuk kontraksi otot berasal dari metabolism karbohidrat dan lemak.
Selama exercise anaerobic, sumber utama energi berasal dari glikogen musculus. Glikogen
muskulus dapat erkuras dengan cepat selama exercise dan glukosa darah menjadi sumber energi
utama. Pada kondisi hipoglikemik dengan kekurangan sumber energi menyebabkan terjadi
kelemahan berkala (episodic weakness). gangguan pada metabolism oksidatif pada lipid atau
karbohidrat juga dapat menyebabkan episodic weakness.
2.4. Diagnosis
Rencana diagnostik tergantung pada lokalisasi tanda-tanda klinis, serta yang dicurigai
proses penyakit yang mendasarinya. Karena beberapa masalah bersifat episodik, frekuensi
kejadian juga harus diperhitungkan, dan harus diakui bahwa banyak tes perlu dilakukan pada saat
'episodic'. Namun, sebagian besar penyakit neuromuskular menghasilkan tanda-tanda yang terus
menerus, yang dapat bervariasi dalam tingkat keparahan berdasarkan tingkat aktivitas. Tes
berikut harus dipertimbangkan untuk semua kasus kelemahan atau kolaps, terutama jika
gangguan neuromuskular dicurigai. Tes atau pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan creatine
kinase, analisis lactate dan pyruvate, myoglobin, analisis organic acid, analisis cairan
serebrospinal, radiograf, dan biopsy muskulus dan syaraf.
2.5. Diagnosa Banding
Collapse dapat juga terjadi akibat penyakit metabolic atau sistemik dan penyakit
cardiorespiratory. Diagnosa banding collapse dapat ditunjukkan oleh bagan berikut :

Sumber : penyakit metabolic yang dapat menyebabkan collapse (Platt, Simon. Shelton, G.
Diane, 2014)
Sumber : penyakit cardiorespiratory yang dapat menyebabkan collapse (Platt, Simon.
Shelton, G. Diane, 2014)
2.6. Terapi
Terapi pada kejadian collapse yang diakibatkan oleh penyakit myasthenia gravis adalah
dengan pemberian obat anticholinesterase (pyridostigimine bromide). Dan pada kejadian toksitas
organofosfat, terapi yang dapat dilakukan adalah pemberian atropine dan terapi simptomatik.
Atropin tidak mempengaruhi tindakan nikotin asetilkolin pada otot rangka. Ini dapat ditingkatkan
dalam kasus toksisitas organofosfat dengan pemberian pralidoxime chloride (2-PAM) yang
cepat. Organofosfat bergabung dengan 2-PAM, menghasilkan senyawa tidak beracun yang
diekskresikan dalam urin, dan reaktivasi asetilkolinesterase. Ini hanya efektif jika diberikan
dalam 24-48 jam paparan, sebelum kompleks enzim / organofosfat telah berumur ke bentuk non-
reaktif. Karena tidak memasuki CNS, 2-PAM tidak mempengaruhi tanda-tanda toksisitas CNS.
Obat ini tidak efektif terhadap toksisitas karbamat dan dapat menyebabkan kerusakan klinis.
Diphenhydramine telah digunakan untuk mengobati kasus-kasus refrakter dengan dosis 4 mg /
kg secara oral, iv, im (im hanya pada kucing) setiap 4-8 jam karena memiliki efek anti-nikotinik
dan muskarinik
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Collapse dapat didefinisikan sebagai keadaan kelemahan dan depresi ekstrem yang dapat
dikarenakan kehilangan postural tone secara mendadak. Penyebab terjadinya collapse, yaitu
adanya gangguan sirkulasi (syncope) dan juga akibat akibat gangguan pada neuromuscular.
Pada beberapa kejadian collapse hewan akan menunjukkan gejala penyakit muscular atau
gejala penyakit neuronal. Terapi pada kejadian collapse yang diakibatkan oleh penyakit
myasthenia gravis adalah dengan pemberian obat anticholinesterase (pyridostigimine
bromide). Dan pada kejadian toksitas organofosfat, terapi yang dapat dilakukan adalah
pemberian atropine dan terapi simptomatik.
DAFTAR PUSTAKA

Bagley, Rodney S. Platt, Simon. 2014. Tremors, involuntary movements and paroxysmal
disorders. BSAVA Manual of Canine and Feline Neurology Fourth edition.

Petkar, Sanjiv. Jackson, Matthew. Fitzpatrick, Adam. 2005. Management of blackouts and
misdiagnosis of epilepsy and falls. Clinical Medicine Vol 5 No 5 September/October 2005

Platt, Simon. Shelton, G. Diane. 2014. Exercise intolerance and collapse. BSAVA Manual of
Canine and Feline Neurology Fourth edition.

Anda mungkin juga menyukai