Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN PERSALINAN NORMAL

PADA PRIMIGRAVIDA

A. PENDAHULUAN

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi pada


kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) dari dalam uterus melalui vagina
atau jalan lain ke dunia luar. Persalinan normal terjadi dimana bayi lahir
melalui vagina dengan letak belakang kepala/ubun-ubun kecil dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 18 jam. Sedangkan persalinan
abnormal yaitu bayi lahir melalui vagina dengan bantuan tindakan atau
alat seperti versi/ekstraksi, cunam, vakum, dekapitasi, embriotomi dan
sebagainya, atau lahir per abdominam dengan sectio cesarea. Proses
persalinan didefinisikan sebagai suatu kontraksi uterus yang mengakibat-
kan terjadinya pendataran/penipisan dan dilatasi serviks (Cunningham,
2010)
Tanda dan gejala dimulainya persalinan antara lain adanya
penipisan dan pembukaan serviks, kontraksi uterus yang menyebabkan
pembukaan serviks, dan keluarnya cairan lendir bercampur darah (Bloody
show) melalui vagina. (Wiknjosastro, dkk, 2008)

Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu:

1. Kala I
Dimulai saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm).
Proses ini terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) serviks membuka
sampai 3 cm dan fase aktif (6 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10
cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif.
2. Kala II
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini
biasanya berlangsung selama 2 jam pada primipara.

1
3. Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
4. Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.

B. TEORI PARTURISI

Teori parturisi menjelaskan adanya perubahan proses fisiologi dari


rahim dan serviks dalam suatu proses persalinan. Teori parturisi terbagi
dalam 4 golongan yakni prelude to parturition (fase 0), preparation to
Labor (fase 1), process of labor (fase 2), dalam hal ini termasuk dalam
fase staging dalam persalinan, yakni kala I, kala II, dan kala III persalinan,
selanjutnya (fase 3) mengenai masa 1 jam post partum. (Cunningham
2010)

Gambar 1. Teori Parturisi (Cunningham, 2007)

FASE 0

Fase 0 ini disebut juga fase awal atau fase persiapan.


Miometrium berada pada fase tenang dimana ia belum responsive
terhadap rangsangan / stimulus dari luar. Serviks juga
mempertahankan anatomi serta fungsinya untuk mempertahankan
untuk menuju pada suatu proses kehamilan dan persalinan normal.
Pada kehamilan 36-38 Minggu awal, uterus dan miometrium tidak

2
responsif untuk terjadinya suatu proses persalinan, sinyal parakrin dan
endokrin dari ibu dan bayi mendukung suatu pengaturan parturisi. Jika
terjadi suatu hal yang abnormal, dapat menyebabkan timbulnya suatu
bentuk persalinan preterm, timbulnya distosia, maupun persalinan
postterm. (Cunningham, 2010)

FASE 1

Pada fase ini, uterus dipersiapkan untuk suatu proses


persalinan normal, perubahan anatomi terjadi disebabkan oleh adanya
destruksi jaringan kolagen dan pembentukan jaringan ikat baru,
proses yang sama juga menyebabkan terjadinya perubahan struktur
dan matriks seluler pada serviks, dimana asam hialuronat yang
banyak terbentuk menyebabkan retensi cairan pada serviks. Proses
destruksi kolagen yang terjadi pada serviks juga akan meningkatkan
produksi sitokin yang menimbulkan adanya infiltrsi leukosit juga
menyebabkan degradasi kolagen. Degradasi kolagen akan
menyebabkan pelunakan dan penipisan serviks, selanjutnya
menyebabkan serviks berdilatasi. (Cunningham, 2010)

Pada fase ini miometrium menjadi lebih kontraktil dan sangat


responsif terhadap uterotonika oleh karena Selama fase 1 ini, terjadi
peningkatan jumlah reseptor oksitosin pada miometrium. Perubahan
lain yang terjadi pada fase ini adalah pembentukan segmen bawah
rahim (SBR). (Cunningham, 2007)

FASE 2

Fase 2 Parturisi disebut juga proses persalinan yang terbagi


atas 3 tahap, yakni :
1. Kala I, dimulai dari kontraksi uterus yang menghasilkan
effacement/ pendataran dan dilatasi serviks
2. Kala II, dimulai dari pembukaan yang sudah lengkap dan berakhir
dengan lahirnya bayi

3
3. Kala III, dimulai segera setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
kelahiran plasenta

FASE 3

Fase 3 parturisi adalah masa nifas yang dimulai segera setelah


persalinan lengkap sampai 1 jam setelahnya. Pada fase ini
miometrium berada dalam kontraksi dan retraksi yang tetap sehingga
menyebabkan terjadinya kompresi pembuluh darah besar uterus,
sehingga perdaharan postpartum dapat dicegah. (Cunningham, 2010)

C. HIS

His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus


yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba falopii memasuki
dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari ‘pacemaker’ yang
terdapat di dinding uterus daerah tersebut.

Resultansi efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal


mengarah ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis (jalan
lahir) yang membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar (Cunnningham,
2010)

Terjadinya HIS, akibat:


1. Kerja hormon oksitosin
2. Regangan dinding uterus oleh isi konsepsi
3. Rangsangan terhadap pleksus saraf Frankenhauser yang tertekan
massa konsepsi.

His yang baik dan ideal meliputi:


1. Kontraksi simultan simetris di seluruh uterus
2. Kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus
3. Terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi.
4. Terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his

4
5. Serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan kurang
mengandung serabut otot, akan tertarik ke atas oleh retraksi otot-
otot korpus, kemudian terbuka secara pasif dan mendatar (cervical
effacement). Ostium uteri eksternum dan internum pun akan
terbuka.

Nyeri persalinan pada waktu his dipengaruhi berbagai faktor:


1. Iskemia dinding korpus uteri yang menjadi stimulasi serabut saraf di
pleksus hipogastrikus diteruskan ke sistem saraf pusat menjadi
sensasi nyeri.
2. Peregangan vagina, jaringan lunak dalam rongga panggul dan
peritoneum, menjadi rangsang nyeri.
3. Keadaan mental pasien (pasien bersalin sering ketakutan, cemas/
anxietas, atau eksitasi).
4. Prostaglandin meningkat sebagai respons terhadap stress

Pengukuran kontraksi uterus:


1. Amplitudo : intensitas kontraksi otot polos, bagian pertama
peningkatan agak cepat, bagian kedua penurunan agak lambat
2. Frekuensi : jumlah HIS dalam waktu tertentu (biasanya per 10
menit)
3. Satuan HIS : unit Montevideo (Intensitas tekanan / mmHg terhadap
frekuensi)

Sifat HIS pada berbagai fase persalinan

1. Kala I awal (fase laten)

Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mHg, lama 20-30 detik.


Serviks terbuka sampai 3 cm. Frekuensi dan amplitudo terus
meningkat.

2. Kala I lanjut (fase aktif) sampai kala I akhir

5
Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg,
frekuensi 2-4 kali / 10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka sampai
lengkap (10cm). (Cunningham, 2010)

3. Kala II

Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks mengejan


terjadi juga akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada
persalinan normal yaitu kepala) yang menekan anus dan rektum.
Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi otot-otot dinding
abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi.
(Cunningham, 2010)

4. Kala III

Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus


menurun. Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun
dapat juga tetap menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif
(manual aid). ( Cunningham, 2010)

D. Kala Satu Persalinan

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput


ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya
terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 bulan) tanpa disertai
adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi
dan menyebabkan perubahan pada servik (membuka dan menipis) dan
berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap.

Peristiwa penting pada persalinan kala 1 :


1. Keluar lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat
mukus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis
servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan akibat
pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus.

6
2. Ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks
menipis dan mendatar.
3. Selaput ketuban pecah spontan (beberapa kepustakaan
menyebutkan ketuban pecah dini jika terjadi pengeluaran cairan
ketuban sebelum pembukaan 5 cm). ( Cunningham, 2010)

Pematangan dan pembukaan serviks (cervical effacement) pada


primigravida:
1. Penipisan serviks lebih dahulu sebelum terjadi pembukaan.
2. Ostium internum membuka lebih dulu daripada ostium eksternum
(inspekulo ostium tampak berbentuk seperti lingkaran kecil di
tengah)
3. Periode kala 1 pada primigravida lebih kurang 20 jam karena
pematangan dan pelunakan serviks pada fase laten pasien
primigravida memerlukan waktu lebih lama. ( Cunningham, 2010)

Tanda dan gejala inpartu:

 Penipisan dan pembukaan servik


 Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan servik
 Cairan lendir bercampur darah melalui vagina.

Fase - fase dalam kala satu persalinan.

Kala satu persalinan dmulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur
dan meningkat hingga servik membuka lengkap. Kala satu persalinan
terdiri dari dua fase laten dan fase aktif.

1. Fase laten pada kala satu persalinan:

 Sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan


pembukaan servik secara bertahap
 Berlangsung hingga servik membuka kurang dari 4 cm
 Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam

2. Fase aktif pada kala satu persalinan:

7
 Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi dianggap adekuat / memadai jika terjadi 3 kali
atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik
atau lebih.
 Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau
10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1cm per jam
(nullipara atau primipara), atau lebih dari 1 cm hinga 2 cm
(multipara).
 Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Ibu Bersalin

1. Anamnesa
Tujuan anamnesa adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat
kesehatan, kehamilan dan persalinan.
2. Pemeriksaan fisik
isiTujuan untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayinya serta
tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin.

Pemeriksaan Abdomen

Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk:

1. Menentukan tinggi fundus uteri


Pastikan pengukuran dilakukan pada saat uterus tidak sedang
berkontraksi menggunakan pita pengukur.
2. Memantau kontraksi uterus
Gunakan jarum detik untuk memantau kontraksi uterus. Tentukan
jumlah kontraksi yang terjadi dalam kurun waktu 10 menit.
3. Memantau denyut jantung janin
Gunakan fetoskop Pinnards atau doppler untuk mendengar denyut
jantung janin dalam rahim ibu dan untuk menghitung jumlah denyut
jantung janin per menit.
4. Menentukan presentasi

8
Untuk menentukan apakah presentasinya adalah kepala atau
bokong maka perhatikan dan pertimbangkan bentuk, ukuran dan
kepadatan bagian tersebut. Dengan ibu jari dan jari tengah dari
satu tangan, pegang bagian terbawah janin yang mengisi bagian
bawah ibu. Bagian yang berada diantara ibu jari dan jari tengah
penolong adalah penunjuk presentasi bayi.
5. Menentukan bagian terbawah janin
Penentuan bagian terbawah dengan metode lima jari adalah:
 5/5 jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba diatas
simfisis pubis
 4/5 jika sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah
memasuki pintu atas panggul
 3/5 jika sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah
memasuki rongga panggul
 2/5 jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih
berada di atas simfisis dan (3/5) bagian telah turun melewati
bidang tengah rongga panggul (tidak dapat digerakan)
 1/5 jikanhanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian
terbawah janin yang berada diatas simfisis dan 4/5 bagian
telah masuk kedalam rongga panggul.
 0/5 jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari
pemeriksaan luar dan seluruh bagian terbawah janin sudah
masuk kedalam rongga panggul.

Pemeriksaan Dalam

Sebelum melakukan pemeriksaan dalam, cuci tangan dengan sabun dan


air bersih mengalir, kemudian keringkan dengan handuk kering dan
bersih.

Pengenalan Dini Terhadap Masalah dan Penyulit

Pada saat memberikan asuhan bagi ibu bersalin, penolong harus selalu
waspada terhadap kemungkinan timbulnya masalah atau penyulit.

9
Persiapan Asuhan Persalinan

 Mempersiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi


 Persiapan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obat yang
diperlukan
 Persiapan rujukan
 Memberikan Asuhan sayang ibu
Asuhan sayang ibu selama persalinan termasuk:
1. Memberikan dukungan emosional
2. Membantu pengaturan posisi ibu
3. Memberikan cairan dan nutrisi
4. Keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur
5. Pencegahan infeksi

E. KALA DUA PERSALINAN

Gejala dan tanda kala dua persalinan

Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah:

 Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi


 Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan atau
vaginanya
 Perineum menonjol
 Vulva vagina dan sfingter ani membuka
 Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

Tanda pasti kala dua ditentukan melalui pemeriksaan dalam yang hasilnya
adalah:

 Pembukaan servik telah lengkap


 Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina

Persiapan Penolongan Persalinan:

1. Sarung tangan

10
2. Perlengkapan Pelindung diri
3. Persiapan tempat persalinan,peralatan dan bahan
4. Penyiapan tempat dan lingkungan untuk kelahiran bayi
5. Persiapan ibu dan keluarga

Penatalaksanaan Fisiologis kala dua

Proses fisiologi kala dua persalinan diartikan sebagai serangkaian


peritiwa alamiah yang terjadi sepanjangn periode tersebut dan diakhiri
dengan lahirnya bayi secara normal. Gejala dan tanda kala dua juga
merupakan mekanisme alamiah bagi ibu dan penolongpersalinan bahwa
proses pengeluaran bayi sudah dimulai.

Setelah terjadi pembukaan lengkap, pemberitahuan pada ibu


bahwa hanya dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan ia untuk
meneran dan kemudian beristirahat diantara kontraksi.

Gerakan utama pengeluaran janin pada persalinan dengan letak


belakang kepala
Mekanisme persalinan melalui beberapa tahap yang dikenal juga
dengan 7 gerakan kardinal. Gerakan kardinal ini berlangsung secara
sequensial atau berurutan, namun demikian juga berlangsung secara
bersamaan dan tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Contohnya saat kepala
mengalami engagement maka juga terjadi fleksi dan decent pada kepala
janin, karena engagement tidak akan bisa komplit tanpa adanya fleksi dan
decent (turunnya kepala janin). Proses gerakan kardinal ini juga
dipengaruhi sikap badan janin yang akan semakin terjadi fleksi sehingga
hampir membentuk silinder, sikap badan janin ini sangat dipengaruhi oleh
adanya kontraksi uterus yang baik.

1. Engagement.

Yaitu tahap masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul (PAP).


Pada primigravida kepala sudah masuk PAP pada bulan terakhir
kehamilan.

11
Menurut definisi, engagement terjadi bila diameter terbesar dari
bagian terbawah janin telah masuk pintu atas panggul (pada letak
kepala adalah diameter biparietal).

Gambar 2. Gerakan-gerakan pokok pada mekanisme persalinan dan


pelahiran, posisi ubun-ubun kecil anterior kiri (kiri). Sinklitismus
dan asinklitismus (kanan)

Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam


keadaan sinklitismus ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus
dengan bidang pintu atas panggul. Namun kepala janin dalam
memasuki PAP dapat juga terjadi keadaan :

 Asinklitismus anterior  arah sumbu kepala membuat sudut


lancip ke depan dengan pintu atas panggul
 Asinklitismus posterior  arah sumbu kepala membuat sudut
lancip ke belakang dengan pintu atas panggul.

2. Penurunan.
Setelah kepala masuk PAP, kepala semakin turun ke bawah atau
semakin maju. Pada primigravida kemajuan ini baru mulai pada
kala II, sedangkan pada multipara masuk dan majunya kepala
terjadi hampir bersamaan.

12
3. Fleksi.
Kepala janin masuk PAP dengan sedikit fleksi, maka dengan
majunya kepala fleksi juga akan bertambah. karena adanya
tahanan dari jalan lahir dan dorongan yang kuat dari HIS maka
kepala janin akan tertahan dan terjadi fleksi maksimal dimana dagu
akan menempel ke dada janin.
Dengan fleksi, kepala janin memasuki ruang panggul dengan
ukuran yang paling kecil yakni dengan diameter suboksipito-
bregmatika (9,5 cm) dan dengan sirkumferensia suboksipito-
bregmatika (32 cm). Sampai di dasar panggul kepala dalam fleksi
maksimal.

Gambar 3. Kerja pengungkit menyebabkan fleksi kepala: konversi


diameter oksipitofrontalis menjadi suboksipito bregmatika
biasanya mengurangi diameter anteroposterior dari
hampir 12 menjadi 9,5 cm

4. Putaran Paksi Dalam (Rotasi Dalam).

Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam ialah putaran dari


bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari
bagian depan memutar ke depan ke bawah simfisis. Pada
presentasi belakang kepala bagian yang terendah adalah ubun-
ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan ke
bawah simfisis.

13
Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena
putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi
kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah
dan pintu bawah panggul.

Putaran paksi dalam tidak terjadi sendirinya tetapi bersamaan


dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai
Hodge III, kadang-kadang baru terjadi setelah kepala sampai
didasar panggul.

Gambar 4. Putaran paksi dalam (a. Engagement, b. Posterior asynclitismus,


c. Setelah angagement, d. Rotasi dan ekstensi)

5. Ekstensi.

Ekstensi kepala terjadi setelah putaran paksi dalam selesai dan


kepala sampai di dasar panggul. Ekstensi terjadi karena sumbu
jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan ke
atas. Setelah kepala berada di dasar panggul dengan ubun-ubun
kecil di bawah simpisis (sebagai hipomoklion), kepala akan ekstensi
 berturut turut lahir bregma, dahi, muka dan akhirnya dagu.

14
6. Putaran paksi luar
Gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk
menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak yang
akan melewati pintu tengah panggul dengan bahu anterior dan
posterior.

7. Ekspulsi
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring
menyesuaikan dengan bentuk panggul, sehingga di dasar panggul
bahu berada dalam posisi depan-belakang, setelah kepala telah
lahir bahu depan lahir lebih dahulu, baru kemudian bahu belakang
dan diikuti oleh seluruh badan bayi.

Menolong Kelahiran Bayi

1. Posisi ibu saat melahirkan


Ibu dapat melahirkan bayinya pada posisi apapun kecuali pada
posisi berbaring telentang
2. Pencegahan laserasi
Laserasi spontan pada vagina dan perineum dapat terjadi saat
kepala dan bahu dilahirkan. Jalin kerjasama dengan ibu dan
gunakan perasat manual yang tepat dapat mengatur kecepatan
kelahiran bayi dan mencegah laserasi. Pada masa sekarang
episiotomi secara rutin tidak dianjurkan karena tidak didukung oleh
bukti-bukti ilmiah yang cukup.
Episiotomi rutin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan:
 Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma
 Kejadian laserasi derajat tiga dan empat lebih banyak pada
episiotomi rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomi
 Meningkatnya nyeri pasca persalinan di daerah perineum
 Meningkatnya risiko infeksi

Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat kelahiran


bayi bila didapatkan:

15
 Gawat janin
 Penyulit kelahiran pervaginan
 Jaringan parut pada perineum atau vagina yang
memperlambat kemajuan persalinan.
3. Melahirkan kepala
Saat kepala bayi membuka vulva (5-6cm) letakan kain yang bersih
dan kering yang dilipat 1/3 nya dibawah bokong ibu dan siapkan
kain atau handuk diatas perut ibu. Lindungi perineum dengan satu
tangan, ibu jari pada salah sisi perenium dan 4 jari tangan pada sisi
lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan
belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat
keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum.
4. Melahirkan bahu
Tanda-tanda dan gejala-gejala distosia bahu adalah sebagai
berikut:
 Kepala seperti tertahan dalam vagina
 Kepala lahir tetapi tidak terjadi puteran paksi luar.
 Kepala sempat keluar tetapi tertarik kembali kedalam vagina
5. Melahirkan seluruh tubuh bayi

F. KALA TIGA DAN EMPAT PERSALINAN

Kala tiga persalinan disebut juga sebagai kala uri atau kala
pengeluaran plasenta. Kala tiga dan empat merupakan kelanjutan dari
kala satu (kala pembukaan) dan kala dua (kala pengeluaran bayi)
persalinan. Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan
berakhirnya dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Persalinan
kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah
itu.

Seperti telah dikemukakan, setelah janin lahir, uterus masih


mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan permukaan kavum
uteri, tempat implantasi plasenta. Akibatnya, plasenta akan lepas dari

16
tempat implantasinya. Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah, atau dari
pinggir plasenta, atau serempak dari tengah dan dari pinggir plasenta.
Cara yang pertama ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari
vagina tanpa adanya perdahan per vaginam, sedangkan cara yang kedua
ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai
terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih, maka hal
ini patologis.

Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera


berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan
segera berhenti. Pada keadaan normal menurut Caldeyro-Barcia plasenta
akan lahir spontan dalam waktu kurang lebih 6 menit setelah anak lahir
lengkap. Untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat
implantasinya, dipakai beberapa perasat antara lain:

1) Perasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan
kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali
ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila
tetap atau tidak masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta lepas
dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati.
Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, pardarahan banyak akan
dapat terjadi.

2) Perasat Strassmann
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan
kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali pusat
yang diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Bila tidak terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding
uterus.

3) Perasat Klein
Wanita tersebut disuruh mengedan. Tali pusat tampak turun kebawah.
Bila pengedanannya dihentikan dan tali pusat masuk kembali kedalam
vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.

17
Kombinasi dari tiga perasat ini baik dijalankan secara hati-hati
setelah mengawasi wanita yang baru melahirkan bayi selama 6 sampai 15
menit. Bila plasenta telah lepas spontan, maka dapat dilihat bahwa uterus
berkontraksi baik dan terdorong ke atas kanan oleh vagina yang berisi
plasenta. Dengan tekanan ringan pada fundus uteri plasenta mudah dapat
dilahirkan, tanpa menyuruh wanita bersangkutan mengedan.

I. Fisiologi Persalinan Kala Tiga

Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua


hal-hal dibawah ini:

 Perubahan bentuk dan tinggi fundus.Setelah bayi lahir dan


sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat
penuhdan tinggi fundus biasanya dibawah pusat.
 Tali pusat memanjang
 Semburan darah mendadak dan singkat.

Tiga tanda lepasnya plasenta:

 Perubahan bentuk dan tinggi uterus


 Tali pusat memanjang
 Semburan darah mendadak dan singkat

II. Manajemen Aktif Kala Tiga

Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan


kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat
waktu,mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala
tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.

Keuntungan manajemen aktif kala tiga:

 Persalinan kala tiga yang lebih singkat


 Mengurangi jumlah kehilangan darah
 Mengurangi kejadian retensio plasenta

18
Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama:

1. Pemberian suntikan oksitosin dalam satu menit pertama setelah


bayi lahir
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali
3. Masase fundus uteri

1. Pemberian Suntikan Oksitosin


 Letakkan bayi baru lahir diatas kain bersih yang telah
disiapkan dibawah perut ibu dan minta ibu atau
pendampingnya untuk membantu memegang bayi tersebut
 Pastikan tidak ada bayi lain didalam uterus
 Beritahu akan disuntik kepada ibu.
 Suntikan oksitoksin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha
bagian luar
 Dengan mengerjakan semua prosedur tersebut terlebih
dahula maka akan memberikan cukup waktu pada bayi untuk
memperoleh sejumlah darah kaya zat besi dan setelah itu
baru dilakukan tindakan penjepitan dan pemotongan tali
pusat.
 Inisiasi dini dan kontak kulit dengan ibu.
 Tutup kembali perut bawah ibu dengan kain bersih

2. Penegangan Tali Pusat Terkendali


 Berdiri disamping ibu
 Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva
 Letakkan tangan lain pada abdomen ibu tepat diatas simfisis
pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan
menekan uterus pada saat melakukan penegangan tali pusat.
Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangngkan tali pusat
dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan uterus
kearah lumbal dan kepala ibu

19
 Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi
 Saat mulai kontraksi tegangan tali pusat kearah bawah,
lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin
menjulur dan korpus uteri bergerak keatas menandai plasenta
telah lepas dan dapat dilahirkan.
 Jika plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya
penegangan tali pusat dan tidak ada tanda yang menunjukkan
lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat
- Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu
sampai kontraksi berikutnya
- Pada kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan
tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada
korpus uteri secara serentak.
 Setelah plasenta terpisah anjurkan ibu untuk meneran agar
plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina
 Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan
plasenta dengan mengangkat tali pusat keatas dan menopang
plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam
wadah penampung
 Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan lahan untuk
melahirkan selaput ketuban.
 Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat
melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan
serviks dengan seksama.

Plasenta Manual

Adalah tindakan untuk melepaskan plasenta secara manual


(menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian
melahirkannya keluar dari kavum uteri.

Prosedur plasenta manual:

 Persiapan

20
 Tindakan penetrasi kedalam kavum uteri
- Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong
- Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva,
tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai
- Secara obstetric masukkan tangan lainnya kedalam vagina
dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.
- Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang untuk
memegang klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar
untuk menahan fundus uteri
- Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam
hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat
implantasi plasenta
- Bentangan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi
salam.
 Melepas plasenta dari dinding uteria plasenta dan dinding
- Tentukan inplantasi plasenta.
- Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan
dinding uterus maka perluasan pelepasan plasenta dengan
jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil
digeserkan keatas hingga semua perlengketan plasenta
terlepas dari dinding uterus
 Mengeluarkan plasenta
- Sementara satu tangan masih didalam kavum uteri,
lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta
yang tertinggal
- Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simpisis
- Lakukan penekanan uterus kearah dorso kranial setelah
plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta didalam wadah
yang telah disediakan
 Pencegahan infeksi pasca tindakan
- Dekomentasi sarung tangan dan peralatan lain yang
digunakan

21
- Lepas dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya
didalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
- Cuci tamgan dengan sabun dan air mengalir
- Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering
 Pemantauan pasca tindakan
- Periksa kembali tanda vital ibu
- Catat kondisi ibu
- Tulis rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan
dan asuhan lanjutan
- Beritahu ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai
tetapi ibu masih memerlukan pamantauan dan asuhan
lanjutan
- Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan
sebelum dipindahkan ke ruangan rawat gabung

3. Rangsangan Taktil (Masase) Fundus uteri


Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri:
 Letakan telapak tangan pada fundus uteri
 Jelaskan tindakan pada ibu
 Dengan lembut tapi mantap gerakan tangan dengan arah
memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika
uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 menit, lakukan
penatalaksanaan atonia uteri
 Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan
keduanya lengkap dan utuh
 Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk
memastikan uterus berkontraksi
 Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam
pasca persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam
kedua pasca persalinan.

22
G. Asuhan dan Pemantauan pada Kala Empat

Kala IV berlangsung 2 jam setelah plasenta lahir. Hal ini


dimaksudkan agar dokter, bidan, atau penolong persalinan masih
mendampingi wanita selesai bersalin, sekurang-kurangnya 1 jam
postpartum. Dengan cara ini diharapkan kecelakaan - kecelakaan karena
perdarahan postpartum dapat dikurangi atau dihindarkan.

Sebelum meninggalkan wanita postpartum, harus diperhatikan 7


hal penting :

- Kandung kencing harus kosong


- Plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap
- Luka-luka pada perineum terawat dengan baik dan tidak ada
hematoma
- Tidak ada perdarahan dari vagina atau perdarahan-perdarahan
dalam alat genitalia lainnya.
- Kontraksi uterus harus baik
- Ibu dalam keadaan baik.
- Nadi dan tekanan darah normal, tidak ada pengaduan sakit kepala
atau enek. Adanya frekuensi nadi yang menurun dengan volume
yang baik adalah suatu gejala yang baik.

Setelah plasenta lahir:


- Lakukan rangsangan taktil uterus untuk merangsang uterus
berkontraksi baik dan kuat
- Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan anda secara
melintang dengan pusat sebagai patokan.
- Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan
- Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan perineum
- Evaluasi keadaan umum ibu.
- Dokumentasi semua asuhan dan temuan selama persalinanan kala
empat dibagian belakang partograf.

23
a. Memperkirakan Kehilangan Darah

Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat


karena darah sering kali bercampur dengan ketuban atau urin.
Salah satu untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat
volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak
botol 500 ml dapat menampung semua darah tersebut.

b. Memeriksa Perdarahan dari Perineum

Derajat laserasi perineum

1. Derajat Satu
Robekan mengenai mukosa vagina, komisura posterior,
kulit perinium. Tak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan
dan aposisi luka baik.
2. Derajat dua
Robekan mengenai sampai otot perineum.
3. Derajat tiga
Robekan mengenai otot spingter ani
4. Derajat empat
Robekan samapi mengenai dinding depan rektum

c. Pencegahan infeksi
d. Pemantauan Keadaan Umum Ibu

Selama dua jam pertama pasca persalinan

 Pantau TD, TV, kandung kemih dan darah yang keluar setiap
15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama 1
jam ke dua kala empat.
 Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik
setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit
selama jam kedua kala empat.

24
 Pantau temperatur tubuh setiap jam dan dua jam pasca
persalinan
 Nilai perdarahan
 Ajari ibu dan keluarga bagaimana meniali kontraksi uterus
dan jumlah darah yang keluar, dan bagaimana melakukan
masase.
 Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi
 Lakukan asuhan esensial bagi bayi baru lahir

H. PARTOGRAF

Adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan


dan informasi untuk membuat keputusan klinik.

Tujuan utama untuk penggunaan partograf adalah untuk:

- Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai


pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam
- Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal
- Data pelengkap yangnterkait dengan pemantauan kondisi ibu,
kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan
medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium,
membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang
diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status
atau rekam medik ibu baru lahir.

Partograf harus digunakan:

- Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan
merupakan elemen yang penting dari asuhan persalinan
- Selama persalinan dan kelahiran bayi disemua tempat
- Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan
asuhan persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya.

25
Untuk menilai kemajuan persalinan kita dapat menggunakan
Partograf WHO. Partograf adalah catatan grafik kemajuan persalinan
untuk memantau keadaan ibu dan janin untuk menemukan adanya
persalinan abnormal, yang menjadi petunjuk untuk melakukan tindakan
bedah kebidanan, dan menentukan disproporsi kepala janin dan panggul
ibu jauh sebelum persalinan menjadi macet. (Wiknjosastro, dkk, 2008)

Prinsip-prinsip partograf
1. Fase aktif dimulai pada pembukaan 4 cm.
2. Fase laten harus berlangsung tidak lebih dari 8 jam.
3. Pada fase aktif, kecepatan pembukaan tidak boleh lebih lambat dari 1
cm/jam.
4. Tenggang waktu 4 jam antara melambatnya persalinan dan
diambilnya tindakan tidak akan membahayakan janin atau ibunya.
Untuk menghindari dari suatu tindakan yang tidak perlu.
5. Pemeriksaan dalam dilakukan setelah pemeriksaan luar yang
direkomendasikan sebaiknya dilakukan setiap 4 jam.
6. Sebaiknya memakai partograf yang sudah ada garis waspada dan
garis tindakannya.

Sebelum menjelaskan tentang penggunaan partograf, sangat


penting untuk diketahui bahwa partograf merupakan alat untuk memantau
persalinan saja, bukan untuk membantu mengidentifikasi adanya faktor
risiko lain yang mungkin sudah terjadi sebelum proses persalinan dimulai.
( winkjosastro, 2004)

Pengamatan yang dicatat pada partograf


a. Kemajuan Persalinan
1. Pembukaan
Kala I dibagi menjadi :
- Fase Laten, berlangsung dari 0 – 3 cm dengan penipisan
bertahap dari serviks.

26
- Fase Aktif, berlangsung dari 3 – 10 cm (pembukaan lengkap)

Pembukaan diukur dalam sentimeter (cm) dan dicatat dengan


tanda “X”

Hal-hal yang harus diperhatikan :


- Fase laten dari pembukaan 0 – 3 cm yang diikuti dengan
pemendekan serviks biasanya berlangsung tidak lebih dari 8
jam. ( Cunningham, 2007)
- Fase aktif dari pembukaan 3 – 10 cm dengan kecepatan
sekurang-kurangnya 1 cm/jam
- Pada persalinan yang berlangsung normal, pembukaan tidak
boleh ada di kanan garis waspada.
- Kalai ibu masuk kamar bersalin dalam fase aktif, maka
pembukaan sewaktu masuk langsung dicatat pada garis
waspada.
- Ketika persalinan beralih dari fase laten ke fase aktif, catatan
pembukaan langsung dipindah dari daerah fase laten ke garis
waspada

2. Turun Kepala Janin


Pada persalinan yang lancar, bertambanya pembukaan akan
disertai dengan turunnya kepala janin. Turun kepala janin diperiksa
dengan periksa perut ibu dengan ukuran perlimaan diatas pintu
atas panggul (PAP). Pada persalinan normal, kemajuan
pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah
janin. Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah janin baru
terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm. (Wiknjosastro,
dkk, 2008).
Diagram dibawah ini melukiskan periksa turun kepala janin lewat
PAP

27
Gambar 5. Penurunan kepala janin lewat PAP

Gambar 6. Pemeriksaan turunnya kepala melalui palpasi abdomen

Hal-hal yang harus diperhatikan :


- Pemeriksaan turun kepala janin membantu menentukan kemajuan
persalinan.

28
- Turun kepala janin diperiksa dari perut ibu dalam perlimaan yang
masih teraba di atas PAP.
- Pemeriksaan turun kepala janin dilakukan sesaat sebelum
dilakukan periksa dalam.

1. Garis waspada dan garis bertindak


Dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik
dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi . pencatatan
selama fase aktif persalinan harus dimulai pada garis waspada.
Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis
waspada ( pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus
dipertimbangkan adanya penyulit.

2. His

Persalinan yang normal disertai his yang normal yakni his yang makin
lama makin sering dan makin sakit.
- His diamati menurut frekuensi dan lamanya
- Dicatat berapa kali his dalam 10 menit
- Ada 3 cara mengarsir his :
 < 20 detik (berupa titik-titik)
 20 – 40 detik (garis miring/arsiran)
 > 40 detik (dihitamkan penuh)
- Catatan his dibuat pada waktu yang tepat pada partograf

b. Keadaan Janin
1. Denyut Jantung Janin
Mendengarkan denyut jantung janin merupakan pemeriksaan yang
baik untuk mengetahui keadaan janin.
- Dengarkan denyut jantung janin segera setelah pucak his dilalui
dengan ibu dalam posisi miring
- Catatan dilakukan sentengah jam sekali pada Kala I persalinan

29
- Denyut jantung janin normal berkisar antara 120 – 160
kali/menit

2. Selaput dan air ketuban


Keadaan ketuban juga membantu menentukan keadaan janin. Cara
pencatatannya adalah :
-U : selaput Utuh
-J : selaput pecah, air ketuban Jernih
-M : air ketuban bercampur Mekonium
-D : air ketuban bernoda Darah
-K : tidak ada cairan ketuban/Kering

3. Molase tulang kepala janin


Molase merupakan petunjuk penting adanya disproporsi kepala-
panggul (DKP)
Catatan dibuat tepat dibawa catatan keadaan air ketuban.
o 0 tulang-tulang kepala teraba terpisah satu sama lain,
sutura terpisah
o 1 tulang-tulang kepala saling menyentuh satu sama lain
o 2 tulang-tulang kepala saling bertumpah tindih tapi
dapat diperbaiki
o 3 tulang-tulang kepala saling tumpang tindih hebat
Molase yang hebat dengan kepala janin yang masih tinggi di atas
PAP merupakan petunjuk Cophalopelvik Dosprosional
(Cunningham, 2007)

c. Keadaan Ibu
Hal-hal yang dicatat mengenai keadaan ibu adalah :
a. Nadi tiap setengah jam, tensi setiap 4 jam, suhu setiap 4 jam
b. Urin : volum, protein dan aseton
c. Obat-obatan dan cairan intravena
d. Pemberian oksitosin

30
Hal-hal yang perlu diingat :
- Pada saat masuk kamar bersalin adalah jam 0, atau ibu datang
dalam persalinan fase laten
- Pada saat persalinan fase aktif dimulai, semua catatan dipindahkan
dan pembukaan serviks dicatat pada garis waspada.
Kalau persalinan berlangsung normal, catatan pembukaan akan menetap
pada garis waspada atau bergeser sedikit ke sebelah kirinya.

I. Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan dan Kelahiran Bayi

Ada lima aspek dasar atau lima benang merah yang penting dan
saling terkait dalam asuhan persalinan:
1. Membuat keputusan klinik
2. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
3. Pencegahan infeksi
4. Pencatatan Asuhan Persalinan
5. Rujukan

1. Membuat keputusan klinik


Tujuh langkah dalam membuat keputusan klinis:
 Mengumpulkan data utama dan relevan untuk membuat
keputusan
 Menginterprestasikan data dan mengidentifikasikan masalah
 Membuat diagnosa dan menentukan masalah yang terjadi
 Menilai adanya kebutuhan dan kesiapan intervensi untuk
mengatasi masalah
 Menyusun rencana pemberian asuhan atau intervensi untuk
solusi masalah
 Melaksanakan asuhan dan intervensi terpilih
 Memantau dan mengevaluasi efektifitas asuhan dan intervensi

31
2. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan sang ibu.

3. Pencegahan infeksi
Tujuan tindakan Pencegahan infeksi dalam pelayanan asuhan
kesehatan:
 Meminimal infeksi yang disebabkan mikroorganisme
 Menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa
seperti hepatitis dan HIV/AIDS

Tindakan – tindakan pencegahan infeksi termasuk hal-hal berikut:


 Cuci tangan
 Memakai sarung tangan
 Menggunakan teknik asepsis atau aseptik
 Memproses alat bekas pakai
 Menangani peralatan tajam dengan aman
 Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan

4. Pencatatan Asuhan Persalinan


Aspek-aspek penting dalam pencatatan termasuk
 Tanggal dan waktu asuhan tersebut diberikan
 Identifikasi penolong persalinan
 Paraf atau tandatangan
 Mencakup informasi yang berkaitan secara tepat, dicatat
dengan jelas dan dapat dibaca
 Suatu sistem untuk memelihara catatan pasien sehingga selalu
siap tersedia
 Kerahasiaan dokumen-dokumen medis

5. Rujukan

32
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan
atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap diharapkan
mampu menyelamatkan jiwa ibu dan bayi baru lahir. Setiap lokasi
fasilitas rujukan mampu melaksanakan kasus gawat darurat obstetri
dan bayi baru lahir:
 Pembedahan
 Transfusi darah
 Persalinan menggunakan ekstraksi vakum dan kunan
 Pemberian Antibiotik IV
 Resusitasinbayi baru lahir dan asuhan lanjutan bayi baru lahir

33
DAFTAR PUSTAKA

Winknjosastro, Gulardi, dkk. 2008. Buku Acuan Pelatihan Klinik Asuhan


Persalinan Normal. Jakarta: Jaringan Pelayanan Klinik
Reproduksi.JHPIEGO (MNH). Depkes RI.

Cunningham, Gary. Et al. 2010. William obstetrics.23th edition. USA:


McGraw Hill Companies, Inc.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka

Sastrawinata, Sulaiman, Dkk. 2005. Obstetri Patologi. Bandung: Bagian


Obstetri dan Ginekologi Universitas Padjadjaran.

Winkjosastro, 2007. Ilmu kebidanan, Jakarta`. Yayasan Bina Pustaka.

34

Anda mungkin juga menyukai