Anda di halaman 1dari 21

BERKAS PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Uun Uniati Melinda


Nama Wahana: RS Pelabuhan Kota Cirebon
Topik :Kasus Medis “Krisis Hipertensi dengan Hemiparesis Sinistra”
Tanggal (kasus) : 06 Januari 2018
Nama Pasien : Tn. DDS No. RM : 2018266456XXX
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :
18 Januari 2018 Dr.Winta Wandasari
Tempat Presentasi : RS Pelabuhan Kota Cirebon
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi :
Laki-laki usia 48 tahun. pasien mengeluh nyeri kepala sejak ± 4 hari SMRS, menjalar
dari bagian tengkuk ke seluruh bagian kepala, terasa tegang. nyeri kepala yang dirasakan
pasien membuat tidak dapat menjalani aktivitas. Nyeri kepala tidak diperberat ataupun
diperingan dengan apapun. Pasien sudah memeriksakan diri ke bidan dinyatakan mengalami
tekanan darah tinggi mencapai 210/110 mmHg. Oleh bidan pasien disarankan untuk segera
ke Rumah Sakit tetapi pasien. Pasien kemudian diberi obat antihipertensi oleh bidan, namun
keluhan tidak berkurang.
± 3 hari SMRS pasien merasakan kaki dan lengan kirinya mendadak terasa lemas,
terasa berat bila digerakan saat pasien sedang di kamar mandi sehingga pasien terjatuh dan
harus dipapah keluar. Saat jatuh pasien masih sadar dan tidak terbentur pada bagian kepala.
Pasien kemudian memeriksakan dirinya lagi ke bidan, tekanan darah pasien saat diperiksa
230/110 dan disarankan segera ke rumah sakit karena ditakutkan terjadi gejala stroke. Pasien
kemudian tidak cepat dibawa ke rumah sakit.
± 2 hari SMRS nyeri kepala yang dirasakan pasien bertambah hebat dan merasa mual
tapi tidak sampai muntah, muka perot (+) kiri, bicara pelo (+) kiri. Adanya gejala lain
seperti nyeri dada, sesak, gangguan penglihatan, kejang, penurunan kesadaran disangkal.
BAK (+) tidak ada kelainan, BAB (+) tidak ada kelainan. Menurut istri pasien pasien

1
merokok sejak usia 20 tahun dan memiliki darah tinggi tidak terkontrol sudah sejak 4 tahun
yang lalu tidak pernah mengeluh nyeri kepala hebat sebelumnya dan belum pernah
mengalami keluhan serupa sebelumnya, disangkal adanya riwayat tumor.
Tujuan :
 Pendekatan diagnosis Krisis Hipertensi dengan Hemiparesis sinistra
 Manajemen awal di IGD Krisis Hipertensi dengan Hemiparesis sinistra
 Pilihan Terapi Pada Kasus Krisis Hipertensi dengan Hemiparesis sinistra
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien : Nama : Tn. DDS No.register : 2018266456XXX


Nama RS : Telp : - Terdaftar sejak :
RS Pelabuhan Kota Cirebon

Data utama untuk bahan diskusi


1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Laki-laki usia 48 tahun. Datang yeri kepala sejak ± 4 hari SMRS, menjalar dari bagian
tengkuk ke seluruh bagian kepala, terasa tegang. nyeri kepala yang dirasakan pasien membuat
tidak dapat menjalani aktivitas. Nyeri kepala tidak diperberat ataupun diperingan dengan
apapun. Lemah anggota gerak sebelah kiri (+), muka perot (+) kiri, bicara pelo (+) kiri. mual
muntah (-), nyeri dada (-), sesak (-), gangguan penglihatan (-), kejang (-), penurunan kesadaran
(-), BAK (+) tidak ada kelainan, BAB (+) tidak ada kelainan. Pasien sudah periksa di bidan
sebelumnya demgan tekanan darah mencapai 230/110 dan diberi obat antihipertensi namun
gejala tidak membaik, oleh bidan disarankan untuk dibawa ke Rumah Sakit karena ditakutkan
terjadi gejala stroke.
2. Riwayat pengobatan:
Amlodipin
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Riwayat HT (+) sejak 4 tahun yang lalu, tidak terkontrol, riwayat merokok sejak usia 20
tahun, ± 1 bungkus/ hari, riwayat sakit ginjal (-), riwayat DM (-), riwayat penyakit
jantung (-), riwayat stroke (-), riwayat cedera kepala/trauma kepala (-), riwayat sakit
hebat sebelumnya (-), riwayat tumor (-), riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu (-).

2
4. Riwayat keluarga:
Riwayat keluarga dengan HT (+) ayah pasien, riwayat keluarga DM (-), Riwayat
sakit ginjal (-), riwayat keluarga penyakit jantung (-).
5. Riwayat pekerjaan
Wiraswasta
6. Lain-lain :
Status Generalis
KeadaanUmum: tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Tanda Vital : TD : 220/140 mmHg
Nadi : 109/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 22x/menit, reguler
Suhu : 36,40 C (axiller)
SpO2 : 96%
Nyeri : VAS 5
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 20,5 kg/m2 (normoweight)
Kulit : Turgor kulit cukup, ikterik (-), rash (-)
Kepala : Rambut mudah rontok (-), alopesia (-)
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
Telinga : Discharge (-/-), edem (-), fistula (-), nyeri tekan tragus (-/-)
Hidung : Nafas cuping (-), epistaksis (-), discharge (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), pursed lip breathing (-), mukosa kering (-), perdarahan
gusi (-), atrofi papil lidah (-), karies gigi (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : JVP R+0 cm, deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar getah bening leher
(-/-), pembesaran tiroid (-)
Dada : Simetris, bentuk normal, retraksi intercosta (-), retraksi supraclavicular (-
), retraksi suprasternalis (-), sela iga tidak melebar (-), atrofi m.
pectoralis (-), spider naevi (-)

3
Thoraks
Paru-paru
Paru depan
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus hemithoraks dekstra = sinistra
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Paru belakang
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus hemithoraks dekstra = sinistra
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD vesikuler (+/+),suara tambahan (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 1 cm LMCS, melebar (-), kuat angkat (-),
pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-), thrill (-)
Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC IV linea midclavicularis sinistra
Pinggang jantung cekung
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, bekas luka (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruit hepar (-)
Perkusi : Timpani, area traube timpani, pekak sisi (+), pekak alih (-),
liver span 10cm
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), lien dan hepar tidak teraba
Ekstremitas : Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Ikterik -/- -/-
Nyeri sendi -/- -/-

4
Vaskulitis -/- -/-
Cappilary refill time <2”/<2” <2”/<2”
Muscle wasting -/- -/-
Tonus N/N N/N
Trofi E/E E/E
Kekuatan 555/333 555/333
Sensibilitas +/+ ↓ +/+ ↓
Pemeriksaan Nervus Kranialis
Nervus Olfaktorius : Sulit dinilai
Nervus Opticus : refleks cahaya +/+, pupil isokor 3mm/3mm
Nervus Ocullomotorius : pergerakan mata normal, ptosis (-/-)
Nervus Troklearis : pergerakan mata ke medial bawah normal
Nervus Trigeminus : reflek kornea +N/+N, reflek bulu mata +N/+N
Nervus Abdusen : pergerakan mata ke lateral normal
Nervus Fasialis : bibir merot ke arah kiri (+), lagoftalmus (-/-)
Nervus Vestibulokoklear : sulit dinilai
Nervus Glosofaringeus : sulit dinilai
Nervus Vagus : sulit dinilai
Nervus Assessorius : kekuatan otot bahu kanan dan kiri sama
Nervus Hipoglosus : lidah pelo ke arah kiri

Status Neurologis:

1. Kesadaran kualitatif: composmentis


2. GCS: E4V5M6
3. Reflek fisiologis: N/↑
4. Reflek patologis: -/-
5. Tonus: N/↑
6. Klonus: -/-
7. Kekuatan: 5/3
8. Sensorik: N / ↓
9. Kaku Kuduk: (-)
10. Rangsang Meningeal (-)

5
Daftar Pustaka:
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Fahrial A, Seityohadi B. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
2. Medley T, Arnolda L, Anderson C, Cowley D, Dowden J, Wilson J. Guideline for the
diagnosis and management of hypertension in adults. Australia: National Heart
Fondation; 2016.
4. Association AH. Hypertension Highlights 2017. 2017;1–2.
5. Tanto C, Liwang F, Hanifan S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran II. IV. Jakarta:
Media Aesculapius; 2014. 975-976 p.
6. Dokter P, Kardiovaskular S, Pertama E. Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit
kardiovaskular. 2015;
7. Kementrian Kesehatan RI. Infodatin Hipertensi. 2014;

Hasil Pembelajaran:
1. Membuat diagnosis Krisis Hipertensi dengan Hemiparesis sinistra
2. Mengetahui penatalaksanaan awal pada pasien Krisis Hipertensi dengan Hemiparesis
sinistra
3. Mengetahui patofisiologi terjadinya Krisis Hipertensi dengan Hemiparesis sinistra
4. Edukasi faktor resiko dan pencegahan terjadinya Krisis Hipertensi dengan Hemiparesis
sinistra

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif
Laki-laki usia 48 tahun. pasien mengeluh nyeri kepala sejak ± 4 hari SMRS, menjalar
dari bagian tengkuk ke seluruh bagian kepala, terasa tegang. nyeri kepala yang dirasakan
pasien membuat tidak dapat menjalani aktivitas. Nyeri kepala tidak diperberat ataupun
diperingan dengan apapun. Pasien sudah memeriksakan diri ke bidan dinyatakan mengalami
tekanan darah tinggi mencapai 210/110 mmHg. Oleh bidan pasien disarankan untuk segera
ke Rumah Sakit tetapi pasien. Pasien kemudian diberi obat antihipertensi oleh bidan, namun
keluhan tidak berkurang.
± 3 hari SMRS pasien merasakan kaki dan lengan kirinya mendadak terasa lemas,
terasa berat bila digerakan saat pasien sedang di kamar mandi sehingga pasien terjatuh dan
harus dipapah keluar. Saat jatuh pasien masih sadar dan tidak terbentur pada bagian kepala.

6
Pasien kemudian memeriksakan dirinya lagi ke bidan, tekanan darah pasien saat diperiksa
230/110 dan disarankan segera ke rumah sakit karena ditakutkan terjadi gejala stroke. Pasien
kemudian tidak cepat dibawa ke rumah sakit.
± 2 hari SMRS nyeri kepala yang dirasakan pasien bertambah hebat dan merasa mual
tapi tidak sampai muntah, muka perot (+) kiri, bicara pelo (+) kiri. Adanya gejala lain
seperti nyeri dada, sesak, gangguan penglihatan, kejang, penurunan kesadaran disangkal.
BAK (+) tidak ada kelainan, BAB (+) tidak ada kelainan.

2. Objektif
Pemeriksaan Fisik :
KeadaanUmum : tampak lemas
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Tanda Vital : TD : 220/140 mmHg
Nadi : 109/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 22x/menit, reguler SpO2 : 96%
Suhu : 36,40 C (axiller) Nyeri : VAS 5

3. Assessment (Penalaran Klinis)


Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular
yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan
peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang
merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi
yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera
untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.
Krisis hipertensi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi. Sebagian besar ahli mendefinisikan hipertensi
emergensi sebagai suatu situasi yang membutuhkan penurunan tekanan darah segera
dengan menggunakan obat parenteral akibat adanya ancaman kerusakan organ target
yang akut dan bersifat progresif, sedangkan hipertensi urgensi merupakan suatu
situasi dengan peningkatan tekanan darah yang nyata tetapi tanpa disertai gejala klinis
yang berat atau kerusakan organ target yang progresif, namun tekanan darah tetap
perlu diturunkan dalam hitungan jam dengan menggunakan obat oral.

7
Etiologi – Faktor Resiko

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:


hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.

o Hipertensi esensial Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak
faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem
saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na
dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas,
alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur
30 – 50 tahun.
o Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 %
kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan,
dan lain – lain
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa
disfungsi endotel, remodeling, dan arterial stiffness. Namun faktor penyebab
hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena
terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi
vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas
endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi
platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.

8
Patogenesis
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap
kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap
aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontraksi/dilatasi pembuluh darah.
Bila tekanan darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik
akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap
pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di
bawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari
darah untuk kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal,
maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap,
pingsan dan sinkop.
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas
ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,sehingga
pengurangan aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih tinggi

9
Diagnosa
A. Diagnosis Utama : Krisis Hipertensi (Hipertensi Emergency) berdasarkan
anamnesis, pemeriksaanfisik, pemeriksaan penujang.
B. Diagnosa Komplikasi: Hemiparesis sinistra susp. SNH

Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus


dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas
dan mortalitas pasien. Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan
anti hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum obat, riwayat konsumsi kokain,
amphetamine dan phencyclidine. Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit
kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-tanda defisit neurologik
harus diperiksa seperti sakit kepala,penurunan kesadaran, hemiparesis dan kejang.

10
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit,
kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting
diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status
neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan
ekokardiografi perlu dilakukan.

11
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin
tidak menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa laten ini menyelubungi
perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat
gejala biasanya bersifat tidak spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain
yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa
berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak
diketahui dan tidak dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung,
infark miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan
hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas

4. Plan
Assessment: Krisis Hipertensi (Hipertensi Emergency)
IP Dx
1. Nyeri kepala (√)
2. Keadaan Umum tampak sakit sedang (√)
3. Tekanan Darah >180 / >120 (220/140) (√)
4. Penurunan sensibilitas (√)
5. Penurunan kekuatan motorik (√)
6. CT Scan Kepala (?)
7. Funduskopi (?)
8. Cek Ureum Kreatinin (?)
9. Cek EKG (√)

12
IP Tx
1. O2 kanul 4 lpm
2. IVFD (NACL) 20 tpm
3. Inj. Citicolin 2 x 500 mg
4. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
5. Nicardipin drip syr pump  5 mcg/kgBB/menit
6. Manitol 4 x 150 cc
7. As. Tranexamat 3 x 500 mg
8. Bioxon 2x 1 gr
9. Konsul Sp.S
C. IP Mx
1. Kesadaran
2. Keadaan Umum
3. Tanda-tanda Vital (suhu, nadi, TD, RR)
4. Saturasi O2
5. Tanda kegawatan krisis hipertensi (penglihatan kabur, nyeri dada,
gangguan BAK, mimisan, kehilangan kesadaran)

D. IP Ex
1. Menjelaskan pada keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien:
bahwa pasien mengalami tekanan darah tinggi yang mengkhawatirkan
dan harus segera ditangani agar tidak terjadi komplikasi yang lebih
berat.
2. Menjelaskan kepada keluarga bahwa terapi yang diberikan adalah
terapi untuk menurunkan tekanan darah sehingga diharapkan dapat
mencegah komplikasi yang lebih berat dan memperbaiki keadaan
umum pasien.
3. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengawasi adanya tanda-tanda
kegawatan krisis hipertensi (penglihatan kabur, nyeri dada, gangguan
BAK, mimisan, kehilangan kesadaran).

13
Tatalaksana
Pada penelitian Stragard, dilakukan pemgukuran MAP pada penderita
hipertensi dengan yang normotensi. Didapatkan penderita hipertensi dengan
pengobatan mempunyai nilai diantara grup normotensi dan hipertensi tanpa
pengobatan. Orang dengan hipertensi terkontrol cenderung menggeser autoregulasi ke
arah normal

Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun


hipertensi, diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira
25% di bawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis,
penurunan MAP sebanyak 20%-25% dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari
apakah emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita
diseksi aorta akut ataupun edema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam
tempo 15-30 menit dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan hipertensi emergensi
lainya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3
jam. Untuk pasien dengan infark serebri akut ataupun perdarahan intrakranial,

14
penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-12 jam) dan harus
dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.

 Hipertensi Urgensi
A. Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-
obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan
darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat
diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan
tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg. Penggunaan
obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral bukan tanpa risiko
dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral
anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan

15
mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan
kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan
hipertensi urgensi.
B. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi
Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE)
inhibitor dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25
mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah
90-120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi,
hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan
stenosis pada arteri renal bilateral).
Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering
digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang
dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random
terhadap penggunaan nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki
efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo yang mencapai
22% (p=0,002). Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat
diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan.
Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit
kepala.
Labetalol adalah gabungan antara α1danβ-adrenergic blocking dan
memiliki waktu kerjamulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol
memiliki dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam
penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap grup
dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300
mg secara oral dan menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik secara signifikan. Secara umum labetalol dapat diberikan mulai
dari dosis 200 mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam
kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit
kepala.
Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-
adrenergicreceptor agonist) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit
dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg
kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan

16
darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping
yang sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.
Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki
pucak kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan
oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena dapat menurunkan
tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diprediksikan sehingga
berhubungan dengan kejadian stroke.
 2. Hipertensi Emergensi
A. Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu
tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah
dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat.
Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan
darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat
ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan
Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15%
pada 2-3 jam berikutnya.Penurunan tekanan darah secara cepat dan
berlebihan akan mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak
mengalami hipoperfusi.
B. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi:
Neurologic emergency
Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi
emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan
intracranial dan stroke iskemik akut. American Heart Association
merekomendasikan penurunan tekanan darah > 180/105 mmHg
pada hipertensi dengan perdarahan intracranial dan MAP harus
dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke
iskemik tekanan darah harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal
untuk menentukan apakah tekanan darah akan menurun secara
sepontan. Secara terus-menerus MAP dipertahankan > 130 mmHg.
Cardiac emergency
Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik
akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan
hipertensi emergensi yang melibatkan iskemik pada
17
otot jantung dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi
yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat
meningkatkan aliran darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi
aorta akut pemberian obat-obatan β-blocker (labetalol dan esmolol)
secara IV dapat diberikan pada terapi awal, kemudian dapat
dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi seperti
nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan
darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik
> 120mmHg) dalam waktu 20 menit.
Kidney Failure
Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan
konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai
dengan proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi
yang diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah
digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat
menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian
fenoldopam secara parenteral dapat menghindari potensi keracunan
sianida akibat dari pemberian nitroprussidedalam terapi
gagal ginjal.

Hyperadrenergic states
Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat-obatan
seperti katekolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase.
Pasien dengan kelebihan zat-zat katekolamin seperti
pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat menyebabkan
over dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat mencetuskan
timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom
withdrawal.
Pada orang-orang dengan kelebihan zat seperti pheochromocytoma,
tekanan darah dapat dikontrol dengan pemberian sodium
nitroprusside (vasodilator arteri) atau phentolamine IV (ganglion-
blocking agent). Golongan β-blockers dapat diberikan sebagai
tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai.
Hipertensi yang dicetuskan oleh klonidinterapi yang terbaik adalah
18
dengan memberikan kembali klonidin sebagaidosis inisial dan
dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi yang telah
dijelaskan di atas.

19
20
PORTOFOLIO KASUS MEDIS
KRISIS HIPERTENSI DENGAN HEMIPARESIS SINISTRA

Disusun oleh:
dr. Uun Uniati Melinda
Dokter Internsip RS Pelabuhan Kota Cirebon

Pendamping:
Dr Winta Wandasari

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT PELABUHAN
KOTA CIREBON
2018

21

Anda mungkin juga menyukai