Anda di halaman 1dari 39

DIKLAT PEMBIAYAAN PERUMAHAN

MODUL 7

PEMBIAYAAN
PERUMAHAN
POLA SYARIAH
OLEH: HOUSING FINANCE CENTER BTN
.2015

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang dengan selesainya penyusunan Modul PEMBIAYAAN
PERUMAHAN. Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan peserta
pendidikan dan pelatihan di bidang pembiayaan perumahan yang
berasal dari kalangan pegawai pemerintah daerah dan Aparatur Sipil
Negara (ASN).
Modul PEMBIAYAAN PERUMAHAN ini disusun dalam 3 bab yang terdiri
dari Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan Modul yang
sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam
memahami segala kebutuhan terkait pembiayaan perumahan.
Penekanan orientasi pembelajaran pada pedoman ini diisi oleh adanya
pergeseran aktivitas peserta latih dan pelatih yakni dengan menonjolkan
peran serta aktif peserta latih.
Akhirmya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan
kepada tim penyusun atas tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk
mewujudkan pedoman ini. Penyempurnaan maupun perubahan
pedoman di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan
mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang
terus menerus terjadi. Harapan kami tidak lain pedoman ini dapat
memberikan manfaat.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR INFORMASI VISUAL .......................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan Pembelajaran ........................................................................... 1
1.3 Agenda Pembelajaran........................................................................ 1
BAB II MATERI POKOK
2.1 Perbedaan Perbankan Konvensional dan Syariah ........................ 2
2.2 Alur Operasional Bank Syariah ........................................................... 3
2.3 Jenis-Jenis Akad pada Perbankan Syariah...................................... 5
2.4 Jenis Akad yang Terkait Dalam Pembiayaan Kepemilikan Rumah
Pola Syariah ........................................................................................... 15
2.5 Praktek dan Proses Pembiayaan Kepemilikan Pola Syariah
Di Bank BTN............................................................................................. 18
2.6 Latihan ........................................................................................ 25
2.7 Rangkuman ...............................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kunci Jawaban .................................................................................... 29

iii
DAFTAR INFORMASI VISUAL

Daftar Gambar
Gambar 2.1 . Alur Operasional Bank Syariah ........................................... 3
Gambar 2.2 Jenis-Jenis Akad pada Perbankan Syariah ..................... 5
Gambar 2.3 Akad- Akad terkait Pembiayaan Kepemilikan Rumah Pola
Syariah ............................................................................................................. 15
Gambar 2.4 Skema Murabahah................................................................ 16
Gambar 2.5 Skema Istishna ........................................................................ 17
Gambar 2.6 Skema Musyarakah Mutanaqisah ...................................... 18
Gambar 2.7 Skema Pembiayaan Pemilikan Pola Syariah .................... 19
Daftar Tabel
Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional ....... 2
Tabel 2.2 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil ........................................... 3
Tabel 2.3 Checklist Permohonan KPR iB ................................................... 20
Tabel 2.4 Contoh Simlulasi Perhitungan KPR iB Syariah .......................... 21
Tabel 2.5 Contoh Simulasi Angsuran KPR iB Syariah ............................... 22

iv
PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH POLA SYARIAH
Oleh : Housing Finance Center
PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk.
__________________________________________________________________________
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Uraian tentang latar belakang diperlukannya pengetahuan terkait
pembiayaan perumahan pola syariah dalam rangka memenuhi kebutuhan
hunian yang layak dan terjangkau.
1. Sebagai penduduk muslim terbesar di dunia, peluang pembiayaan
kepemilikan rumah dengan pola syariah memiliki potensi yang cukup
besar. Namun sayangnya, portofolio pembiayaan syariah justru
didominasi oleh negara lain, seperti Inggris dan Malaysia.
2. Pembiayaan kepemilkan rumah pola syariah ini diharapkan dapat
memberikan alternatif instrumen pembiayaan kepemilikan rumah
yang sesuai dengan syariah Islam.
1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi pembelajaran mata diklat ini peserta diklat
diharapkan mampu :
1. Memahami prinsip pembiayaan kepemilikan rumah pola syariah.
2. Memahami praktek pembiayaan kepemilikan rumah pola syariah.
3. Melakukan diskusi dan mengelaborasi penerapan akad syariah dalam
pembiayaan kepemilkan rumah.
1.3. AGENDA PEMBELAJARAN
1. Gambaran perbedaan perbankan konvensional dan Syariah
2. Alur operasional Bank Syariah
3. Jenis-jenis akad pada perbankan Syariah

1
4. Jenis akad yang terkait dalam pembiayaan kepemilikan rumah pola
syariah.
5. Praktek dan proses pembiayaan kepemilikan rumah pola syariah
6. Praktek Pembiayaan kepemilikan rumah pola syariah di Bank BTN

2
BAB II
MATERI POKOK

2.1. PERBEDAAN PERBANKAN KONVENSIONAL DAN SYARIAH


Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan syariah atau
prinsip agama Islam. Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem
bunga atau riba yang memberatkan, maka bank syariah beroperasi
berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan
dan keadilan.

Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank


konvensional, antara lain :

No. Perbedaan Bank Syariah Bank Konvensional

Falsafah Tidak berdasarkan Berdasarkan bunga


1.
bunga, spekulasi dan
ketidakjelasan
Operasional  Dana Masyarakat o Dana masyarakat
2
berupa titipan dan berupa simpanan
investasi yang baru yang harus dibayar
akan mendapatkan bunganya pada saat
hasil jika diusahakan jatuh tempo.
terlebih dahulu. o Penyaluran pada
 Penyaluran pada sektor yang
usaha yang halal menguntungkan,
dan aspek halal tidak
menguntungkan. menjadi pertimbangan
utama.

Aspek Sosial Dinyatakan secara Tidak diketahui secara


3.
eksplisit dan tegas yang jelas

3
tertuang dalam misi dan
visi
Organisasi Harus memiliki Dewan Tidak memiliki Dewan
4
Pengawas Syariah pengawas Syariah

Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Perbedaan Bunga Dengan Bagi Hasil

BUNGA BAGI HASIL

Dihitung berdasarkan jumlah pokok Dihitung berdasarkan nisbah


dana yang disimpan dikalikan dengan dikalikan dengan pendapatan bank
suku bunga. atas dana yang disimpan.

Berubah sesuai kondisi pasar (fluktuatif). Nisbah lebih stabil

Nominal yang diperoleh tetap sesuai Nominal bagi hasil yang diperoleh
suku bunga dapat berubah berdasarkan kondisi
usaha bank

Eksistensi bunga diragukan Tidak ada keraguan

Tabel 2.2 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

4
2.2. ALUR OPERASIONAL BANK SYARIAH

Gambar 2.1 . Alur Operasional Bank Syariah


Dari gambar tersebut di atas dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Dalam penghimpunan dana bank syariah menggunakan dua prinsip,

yaitu :
a) Prinsip wadiah yad dhamanah yang diaplikasikan pada giro wadiah
dan tabungan wadiah
b) Prinsip mudharabah mutlaqah yang diaplikasikan pada produk
deposito mudharabah dan tabungan mudharabah.
c) berasal dari modal sendiri
2. Semua penghimpunan dana atau sumber dana tersebut dicampur
menjadi satu dalam bentuk pooling dana. Dalam penghimpunan dana
inilah bank syariah sangat berperan sebagai manager investasi dari
pemilik dana yang dihimpun untuk memperoleh pendapatan atau
untuk memdapatkan bagian basil usaha.
3. Dana dengan prinsip mudharabah merupakan dana investasi
sehingga bank syariah berbagi hasil hanya kepada pemilik dana yang
5
mempergunakan prinsip mudharabah dan bank syariah tidak berbagi
hasil dengan pemilik dana dengan prinsip wadiah karena wadiah
merupakan titipan.
4. Besarnya pendapatan yang diterima oleh pemilik dana mudharabah
merupakan sebagian dari pendapatan yang diterima secara tunai dari
penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah. Oleh karena itu,
dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah merupakan salah
satu unsur dalam melakukan perhitungan distribusi hasil usaha (profit
distribution).
5. Dana bank syariah yang dihimpun disalurkan dengan pola-pola
penyaluran dana yang dibenarkan syariah. Secara garis besar
penyaluran bank syariah dilakukan dengan tiga pola penyaluran, yaitu :
a) prinsip jual beli yang meliputi murabahah, salam dan salam paralel,
istishna dan istishna paralel,
b) prinsip bagi hasil yang meliputi pembiayaan mudharabah dan
pembiayaan musyarakah,
c) prinsip ujroh yaitu ijarah dan ijarah muntahiayah bittamllik.
6. Atas penyaluran dana tersebut akan diperoleh pendapatan yaitu
dalam prinsip jual beli lazim disebut dengan margin atau keuntungan
dan prinsip bagi hasil akan menghasilkan bagi hasil usaha serta dalam
dalam prinsip ujroh akan memperoleh upah (sewa). Pendapatan dari
penyaluran dana ini disebut dengan pendapatan operasi utama yang
merupakan pendapatan yang akan dibagi-hasilkan, pendapatan yang
merupakan unsur perhitungan distribusi basil usaha (profit distribution).

2.3. JENIS-JENIS AKAD PADA PERBANKAN SYARIAH


Mekanisme operasional perbankan Syariah dijalankan dengan
menggunakan piranti-piranti keuangan yang mendasarkan pada
prinsip-prinsip berikut:
6
MEKANISME OPERASIONAL BANK ISLAM
MENGGUNAKAN PIRANTI-PIRANTI KEUANGAN

Gambar 2.2 Jenis - Jenis Akad pada Perbankan Syariah


Penjelasan :

1. Prinsip Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing)


Ada dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu: musyarakah (joint venture
profit sharing) dan mudharabah (trustee profit sharing).
a. Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing)
 Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga
keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan modal
mereka untuk membentuk sebuah perusahaan] sebagai sebuah
badan hukum (legal entity). Setiap pihak memiliki bagian secara
proporsional sesuai dengan kontribusi modal mereka dan mempunyai
hak mengawasi (voting right) perusahaan sesuai dengan proporsinya.
 Aplikasinya dalam perbankan terlihat pada akad yang diterapkan
pada usaha atau proyek di mana bank membiayai sebagian saja dari
jumlah kebutuhan investasi atau modal kerjanya. Selebihnya dibiayai
7
sendiri oleh nasabah. Akad ini juga diterapkan pada sindikasi antar
bank atau lembaga keuangan.

b. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)


 Kontrak mudharabah juga merupakan suatu bentuk equity financing,
tetapi mempunyai bentuk (feature) yang berbeda dari musyarakah.
Pada mudharabah, hubungan kontrak bukan antar pemberi modal,
melainkan antara penyedia dana (shahibul maal) dengan
entrepreneur (mudharib).
 Pada kontrak mudharabah, seorang mudharib (dapat berupa
perorangan, rumah tangga perusahaan atau suatu unit ekonomi, ter-
masuk bank) memperoleh modal dari unit ekonomi lainnya untuk
tujuan melakukan perdagangan. Mudharib dalam kontrak ini menjadi
trustee atas modal tersebut.
 Jika proyek selesai, mudharib akan mengembalikan modal tersebut
kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui
sebelumnya. Bila terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh
shahibul maal. Sedang mudharib kehilangan keuntungan (imbalan
bagi-hasil) atas kerja yang telah dilakukannya.
 Bank dan lembaga keuangan dalam kontrak ini dapat menjadi salah
satu pihak. Mereka dapat menjadi pengelola dana (mudharib) dalam
hubungan mereka dengan para penabung dan investor, atau dapat
menjadi penyedia dana (shahibul maal) dalam hubungan mereka
dengan pihak pengguna dana.

2. Prinsip Jual-Beli

 Pengertian jual-beli meliputi berbagai akad pertukaran (exchange


contract) antara suatu barang dan jasa dalam jumlah tertentu atas
barang dan jasa lainnya. Penyerahan jumlah atau harga barang dan
jasa tersebut dapat dilakukan dengan segera (cash and carry)
8
ataupun secara tangguh (deferred). Oleh karenanya, untuk
memenuhi kebutuhan pembiayaan (debt financing) syarat-syarat al
bai’ menyangkut berbagai tipe kontrak jual-beli tangguh (deferred
contract of exchange).
 Dalam hukum ekonomi Islam, telah diidentifikasi dan diuraikan
macam-macam jual-beli, termasuk jenis-jenis jual-beli yang dilarang
oleh Islam.
 Berdasarkan barang yang dipertukarkan, jual beli terbagi empat
macam;

1) Bai’ al muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa


dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Jual-beli
semacam ini menjiwai semua produk-produk lembaga keuangan
yang didasar-kan atas prinsip jual-beli.
2) Bai’ al muqayyadah, yaitu jual-beli di mana pertukaran terjadi
antara barang dengan barang (barter). Aplikasi jual-beli semacam
ini dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi ekspor yang
tidak dapat menghasilkan valuta asing (devisa). Karena itu dilaku-
kan pertukaran barang dangan barang yang dinilai dalam valuta
asing. Transaksi semacam ini lazim disebut counter trade.
3) Bai’ al sharf, yaitu jual-beli atau pertukaran antara satu mata
uang asing dengan mata uang asing lain, seperti antara rupiah
dengan dolar, dolar dengan yen dan sebagainya. Mata uang
asing yang diperjualbelikan itu dapat berupa uang kartal (bank
notes) ataupun dalam bentuk uang giral (telegrafic transfer atau
mail transfer).
4) Bai’ as salam adalah akad jual-beli di mana pembeli membayar
uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan
spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan
diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. Bai’ as

9
salam biasanya dilakukan untuk produk-produk pertanian jangka
pendek.

 Sedangkan pembagian jual beli berdasarkan harganya terbagi empat


macam;

1) Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam


transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang
yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan
yang diambil.
2) Bai’ al musawamah adalah jual-beli biasa, di mana penjual tidak
memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
3) Bai’ al muwadha’ah yaitu jual-beli di mana penjual melakukan
penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar
atau dengan potongan (discount). Penjualan semacam ini biasanya
hanya dilakukan untuk barang-barang atau aktiva tetap yang nilai
bukunya sudah sangat rendah.
4) Bai’ al-tauliyah, yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan
dengan harga yang sama dengan harga pokok barang.
 Terdapat bentuk jual-beli lain yang disebut dengan Bai’ al istishna’,
yaitu kontrak jual-beli di mana harga atas barang tersebut dibayar
lebih dulu tapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat
yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi
dan diserahkan kemudian. Di antara jenis-jenis jual-beli tersebut, yang
lazim digunakan sebagai model pembiayaan syariah adalah
pembiayaan berdasarkan prinsip bai’ al murabahah, bai’ as- salam
dan bai’ al istishna’.
1) Al-Murabahah
 Murabahah adalah salah satu bentuk jual-beli yang bersifat
amanah. Al Murabahah adalah kontrak jual-beli atas barang

10
tertentu. Pada transaksi jual-beli tersebut penjual harus
menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan
dan tidak termasuk barang haram. Demikian juga, harga
pembelian dan keuntungan yang diambil dan cara
pembayarannya harus disebutkan dengan jelas.
 Dalam teknis perbankan, murabahah adalah akad jual-beli
antara bank selaku penyedia barang (penjual) dengan
nasabah yang memesan untuk membeli barang. Bank
memperoleh keuntungan dari jual-beli yang disepakati
bersama. Rukun dan syarat murabahah adalah sama
dengan rukun dan syarat dalam fiqih, sedangkan syarat-
syarat lain seperti barang, harga dan cara pembayaran
adalah sesuai dengan kebijakan bank yang bersangkutan.
 Harga jual bank adalah harga beli dari pemasok ditambah
keuntungan yang disepakati bersama. Jadi nasabah
mengetahui keuntungan yang diambil oleh bank. Selama
akad belum berakhir maka harga jual-beli tidak boleh
berubah. Apabila terjadi perubahan maka akad tersebut
menjadi batal.
 Cara pembayaran dan jangka waktunya disepakati
bersama, bisa secara lumpsum ataupun secara angsuran.
Murabahah dengan pembayaran secara angsuran ini
disebut juga bai’ bi tsaman ajil. Dalam prak-teknya nasabah
yang memesan untuk membeli barang menunjuk pemasok
yang telah diketahuinya menyediakan barang dengan
spesifikasi dan harga yang sesuai dengan keinginannya. Atas
dasar itu bank melakukan pembelian secara tunai dari
pemasok yang dikehendaki oleh nasabahnya, kemudian
menjualnya secara tangguh kepada nasabah yang
bersangkutan.
11
 Melalui akad murabahah, nasabah dapat memenuhi
kebutuhannya untuk memperoleh dan memiliki barang yang
dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai lebih dulu.
Dengan kata lain nasabah telah memperoleh pembiayaan
dari bank untuk pengadaan barang tersebut.
2) Bai’ as Salam
 Secara etimologi salam berarti salaf (dahulu). Bai’ as salam
adalah akad jual-beli suatu barang di mana harganya
dibayar dengan segera, sedangkan barangnya akan
diserahkan kemudian dalam jangka waktu yang disepakati.
Beberapa landasan Syariah dapat disebutkan antara lain:
 Dalam teknis perbankan syariah, salam berarti pembelian
yang dilakukan oleh bank dari nasabah dengan
pembayaran di muka dengan jangka waktu penyerahan
yang disepakati bersama. Harga yang dibayarkan dalam
salam tidak boleh dalam bentuk utang melainkan dalam
bentuk tunai yang dibayarkan segera. Tentu saja bank tidak
bermaksud hanya melakukan salam untuk memperoleh
barang. Barang itu harus dijual lagi untuk memperoleh
keuntungan. Oleh karena itu dalam prakteknya transaksi
pembelian salam oleh bank selalu diikuti atau dibarengi
dengan transaksi penjualan kepada pihak atau nasabah
lainnya. Apabila penjualan barang itu juga dilakukan dalam
bentuk salam, maka transaksi itu menjadi paralel salam. Bank
dapat juga melakukan penjualan barang itu dengan
menggunakan skema murabahah.
 Pada umumnya nasabah yang memerlukan fasilitas salam
adalah nasabah yang menerima pesanan dari
pelanggannya dengan syarat bahwa harga atas barang itu
akan dibayar setelah barang diserahkannya. Sementara
12
nasabah tidak memiliki dana yang cukup untuk melakukan
pengadaan barang yang dipesan tersebut. Agar nasabah
dapat memperoleh dana yang dibutuhkan itu maka ia
bukan melakukan penjualan langsung kepada pemesannya,
melainkan menjual kepada bank dengan salam dan
posisinya sebagai penjual terhadap pemesannya digantikan
oleh bank.
 Tentu saja harga dalam jual-beli antara bank dengan
nasabah produsen itu lebih rendah daripada harga yang
disepakati antara produsen dengan pemesan barang. Selisih
harga itu menjadi keuntungan bank.
3) Bai’ al-Istishna’
 Bai’ al-Istishna’ adalah akad jual-beli antara
pemesan/pembeli (mustashni’) dengan produsen/penjual
(shani’) di mana barang yang akan diperjualbelikan harus
dibuat lebih dulu dengan kriteria yang jelas. Istishna’ hampir
sama dengan bai’ as salam, bedanya hanya terletak pada
cara pembayarannya; pada salam, pembayarannya harus
dimuka dan segera, sedang pada istishna’ pembayarannya
boleh di awal, di tengah atau di akhir, baik sekaligus ataupun
secara bertahap. Dalam prakteknya bank bertindak sebagai
penjual (shani’ ke-1) kepada pemesan/pembeli dan
mensubkannya kepada produsen (shani’ ke-2).

3. Prinsip Sewa dan Sewa-Beli Sewa (ijarah) dan sewa-beli (ijarah wa


iqtina’ atau disebut juga ijarah muntahiyah bi tamlik)

 Model ini secara konvensional dikenal sebagai operating lease dan


financing lease. Al ijarah atau sewa adalah kontrak yang

13
melibatkan suatu barang (sebagai harga) dengan jasa atau
manfaat atas barang lainnya.
 Penyewa dapat juga diberi opsi untuk memiliki barang yang
disewakan tersebut pada saat sewa selesai, dan kontrak ini disebut
al ijarah wa iqtina’ atau al ijarah muntahiyah bi tamlik, di mana
akad sewa yang terjadi antara bank (sebagai pemilik barang)
dengan nasabah (sebagai penyewa) dengan cicilan sewanya
sudah termasuk cicilan pokok harga barang.
4. Prinsip Qard
 Qard adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa
mengharap imbalan. Dalam literatur fiqih qard dikategorikan sebagai
aqd tathawwu’, yaitu akad saling membantu dan bukan transaksi
komersial.
 Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank Islam
dapat memberikan fasilitas yang disebut al qard al hasan, yaitu
penyediaan pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut
mendapatkannya. Secara syariah peminjam hanya berkewajiban
membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah
membolehkan peminjam untuk memberikan imbalan sesuai dengan
keikhlasannya, tetapi bank sama sekali dilarang untuk meminta
imbalan apapun. Bank juga dapat menggunakan akad ini sebagai
produk pelengkap untuk memfasilitasi nasabah yang membutuhkan
dana talangan segera untuk jangka waktu yang sangat pendek
5. Prinsip Al Wadi’ah
 Wadi’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang diletakkan pada yang
bukan pemiliknya untuk dijaga. Barang yang dititipkan disebut ida’,
yang menitipkan disebut mudi’ dan yang menerima titipan disebut
wadi’.
 Dengan demikian maka pengertian istilah wadi’ah adalah akad
antara pemilik barang (mudi’) dengan penerima titipan (wadi’) untuk
14
menjaga harta/modal (ida’) dari kerusakan atau kerugian dan untuk
keamanan harta.
 Ada dua tipe wadi’ah, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad
dhamanah.
a). Wadi’ah Yad Amanah
o adalah akad titipan di mana penerima titipan (custodian) adalah
penerima kepercayaan (trustee) artinya ia tidak diharuskan
mengganti segala risiko kehilangan atau kerusakan yang terjadi
pada aset titipan, kecuali bila hal itu terjadi karena akibat kelalaian
atau kecerobohan yang bersangkutan atau bila status titipan telah
berubah menjadi wadi’ah yad dhamanah.
o Di bawah prinsip yad amanah ini aset titipan dari setiap pemilik
harus dipisahkan, dan aset tersebut tidak boleh dipergunakan dan
custodian tidak berhak untuk memanfaatkan aset titipan tersebut.
Status penerima titipan berdasarkan wadi’ah yad amanah akan
berubah menjadi wadi’ah yad dhamanah apabila terjadi salah
satu dari dua hal ini: (1) harta dalam titipan telah dicampur, dan (2)
custodian menggunakan harta titipan. Penerapannya dalam
perbankan dapat dilihat, misalnya dalam pelayanan jasa penitipan
surat-surat berharga (custodian).
b) Wadi’ah Yad Dhamanah
o adalah akad titipan di mana penerima titipan (custodian) adalah
trustee yang sekaligus penjamin (guarantor) keamanan aset yang
dititipkan. Penerima simpanan bertanggung jawab penuh atas
segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan
tersebut.
o Dengan prinsip ini, custodian menerima simpanan harta dari pemi-
liknya yang memerlukan jasa penitipan, dan penyimpan
mempunyai kebebasan mutlak untuk menariknya kembali sewaktu-
waktu. Di bawah prinsip ini harta titipan tidak harus dipisahkan dan
15
dapat digunakan dalam perdagangan, dan custodian berhak atas
pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan dalam
perdagangan.
o Jadi, custodian memperoleh izin dari pemilik harta untuk
menggunakannya dalam perniagaan selama harta tersebut
berada di tangannya. Penyimpan sewaktu-waktu dapat menarik
sebagian atau seluruh harta yang mereka miliki. Dengan demikian
mereka memerlukan jaminan penerimaan kembali atas simpanan
mereka.
o Semua keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan harta ter-
sebut selama dalam status simpanan adalah menjadi hak
custodian. Tetapi custodian diperbolehkan memberikan bonus
kepada pemilik harta atas kehendaknya sendiri, tanpa diikat oleh
perjanjian.
6. Jasa (Ujroh)
a). Prinsip Rahn
 Rahn menurut Syariah adalah menahan sesuatu dengan cara yang
dibenarkan yang memungkinkan untuk ditarik kembali. Yaitu
menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan
Syariah sebagai jaminan utang, sehingga orang yang bersangkutan
boleh mengambil utang semuanya atau sebagian. Dengan kata lain
Rahn adalah akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada
pihak lain, dengan utang sebagai gantinya.
 Rahn adalah satu jenis transaksi tabaru’, karena apa yang diberikan
Rahin (pemilik barang) untuk murtahin (pemegang barang) bukan
atas imbalan akan sesuatu, ia termasuk transaksi (uqud) ‘ainiyah, di
mana tidak dianggap sempurna secuali bila sudah diterima ‘ain al
ma’qud. Dan akad (transaksi) jenis ini ada lima, yaitu hibah, i’arah,
ida’, qard dan rahn. Tabaru’ itu tidak sempurna kecuali dengan qard.

16
 Dalam teknis perbankan, akad ini dapat digunakan sebagai
tambahan pada pembiayaan yang berisiko dan memerlukan
jaminan tambahan. Akad ini juga dapat menjadi produk tersendiri
untuk melayani kebutuhan nasabah guna keperluan yang bersifat
jasa dan konsumtif, seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
Bank atau lembaga keuangan tidak menarik manfaat apapun
kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan barang yang
digadaikan tersebut.

b). Prinsip Wakalah


Wakalah adalah akad perwakilan antara dua pihak, di mana pihak
pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak
atas nama pihak pertama. Ada beberapa jenis wakalah, antara lain:
 Wakalah al mutlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa
batasan waktu dan untuk segala urusan.
 Wakalah al muqayyadah, yaitu penunjukan wakil untuk bertindak
atas namanya dalam urusan-urusan tertentu.
 Wakalah al ammah, perwakilan yang lebih luas dari al muqayyadah
tetapi lebih sederhana daripada al mutlaqah. Dalam aplikasinya
pada perbankan Syariah, Wakalah biasanya diterapkan untuk
penerbitan Letter of Credit (L/C) atau penerusan permintaan akan
barang dalam negeri dari bank di luar negeri (L/C ekspor). Wakalah
juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.

c). Prinsip Kafalah


 Istilah kafalah menurut mazhab Hanafi adalah memasukkan
tanggung jawab seseorang ke dalam tanggung jawab orang lain
dalam suatu tuntutan umum, dengan kata lain menjadikan seseorang
ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab orang lain yang
berkaitan dengan masalah nyawa, utang atau barang.Meskipun

17
demikian penjamin yang ikut bertanggung jawab tersebut tidak
dianggap berutang, dan utang pihak yang dijamin tidak gugur
dengan jaminan pihak penjamin.
 Dalam lembaga keuangan, akad ini terlihat dalam penerbitan garansi
bank (bank guarantee). Ada tiga jenis kafalah, yaitu:
1) Kafalah bin nafs, yaitu jaminan dari diri si penjamin (personal
guarantee);
2) Kafalah bil maal, yaitu jaminan pembayaran utang atau pelunasan
utang. Aplikasinya dalam perbankan dapat berbentuk jaminan
uang muka (advance payment bond) atau jaminan pembayaran
(payment bond).
3) Kafalah muallaqah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun
tertentu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal
ini diterapkan untuk jaminan pelaksanaan suatu proyek (perform-
ance bonds) atau jaminan penawaran (bid bonds).

d). Prinsip Hawalah


Hawalah adalah akad pemindahan utang/piutang suatu pihak kepada
pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak, yaitu pihak yang berutang
(muhil atau madin), pihak yang memberi utang (muhal atau da’in) dan
pihak yang menerima pemindahan (muhal ‘alaih).[
Menurut mazhab Hanafi ada dua jenis hawalah, yaitu:
1) Hawalah mutlaqah
Seseorang memindahkan utangnya kepada orang lain dan tidak
mengaitkan dengan utang yang ada pada orang itu. Menurut ketiga
mazhab lain selain Hanafi, kalau muhal ‘alaih tidak punya utang
kepada muhil, maka hal ini sama dengan kafalah, dan ini harus
dengan keridaan tiga pihak (da’in, madin dan muhal ‘alaih).

18
2) Hawalah Muqayyadah
 Seseorang memindahkan utang dan mengaitkan dengan piutang
yang ada padanya. Inilah hawalah yang boleh (jaiz) berdasarkan
kesepakatan para ulama. Ketiga mazhab selain mazhab Hanafi
hanya membolehkan hawalah muqayyadah dan mensyariatkan
pada hawalah muqayyadah agar utang muhal kepada muhil dan
utang muhal ‘alaih kepada muhil harus sama, baik sifat maupun
jumlahnya. Kalau sudah sama jenis dan jumlahnya maka sahlah
hawalah. Kalau berbeda salah satunya, maka hawalah tidak sah.
 Di pasar keuangan konvensional praktek hawalah dapat dilihat
pada transaksi anjak piutang (factoring). Namun sebagaimana
diuraikan di atas, kebanyakan ulama tidak memperbolehkan
mengambil manfaat (imbalan) atas pemindahan utang/piutang
tersebut.

e). Prinsip Ju’alah


Ju’ualah adalah suatu kontrak di mana pihak pertama menjanjikan
imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/
pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak
pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan
berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah, seperti
Referensi Bank, Informasi Usaha dan sebagainya. Prinsip ini juga
digunakan oleh Bank Indonesia dalam Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS)
f). Prinsip Sharf
Sharf adalah transaksi pertukaran antara emas dengan perak atau
pertukaran valuta asing, di mana mata uang asing dipertukarkan
dengan mata uang domestik atau dengan mata uang asing lainnya.

19
Bank Islam sebagai lembaga keuangan dapat menerapkan prinsip ini,
dengan catatan harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam
beberapa hadits, antara lain:
(1) harus tunai
(2) serah terima harus dilaksanakan dalam majelis kontak; dan
(3) bila dipertukarkan mata uang yang sama harus dalam
jumlah/kuantitas yang sama. /span

2.4. JENIS AKAD YANG TERKAIT DALAM PEMBIAYAAN


KEPEMILIKAN RUMAH POLA SYARIAH
Jenis akad yang terkait dalam pembiayaan kepemilikan rumah pola syariah
adalah sebagai berikut :

Ba’I Al-Murabahah

Ba’I Al-Ishtina’
Akad/Kontrak
Islamic Mortgage Financing Musyarakah Mutanaqisah

Ijarah Muntahiya Bittamlik

Gambar 2.3 Akad- Akad terkait Pembiayaan Kepemilikan Rumah Pola


Syariah

Penjelasan:
1. Ba’I Al-Murabahah
a) Pengertian
Ba’i al Murabahah adalah traksaksi Jual beli suatu barang sebesar
harga perolehan barang ditambah dengan margin yg disepakati oleh
para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga
perolehan kepada pembeli
b) Landasan Syariah atas akad Murabahah
20
“Hai orang yang beriman ! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantara mu
...”. (QS. An Nisa [4] : 29)
c) Rukun Murabahah
1. Penjual (Bai’)
2. Pembeli (Musytari)
3. Obyek/Barang (Mabii’)
4. Harga (Tsaman)
5. Ijab Qabul (Sighat)
d) Skema Murabahah

Gambar 2.4 Skema Murabahah


2. Ba’i al Istishna’
a) Pengertian
Ba’i al Istishna adalah traksaksi Jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan
b) Landasan Syariah atas akad Istishna
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharam-kan yang halal atau menghalal-kan

21
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat- syarat mereka
kecuali syarat yang mengharapkan yang halal atau menghalalkan
yang haram (HR.Tirmizi dari’Amr bin ‘Auf).
c) Rukun Istishna
1. Produsen (Shani’)
2. Pemesan (Mustashni’)
3. Barang (Mashnu’)
4. Harga (Tsaman)
5. Ijab Qabul (Sighat)
d) Skema Istishna

Gambar 2.5 Skema Istishna


3. Musyarakah Mutanaqisah
a) Pengertian
 Musyarakah Mutanaqisah adalah musyarakah atau syirkah yang
kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik)
berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak
lainnya.
 Pembiayaan MMQ adalah produk pembiayaan berdasarkan
prinsip musyarakah, yaitu syirkatul ‘inan, yang porsi (hishshah)
modal salah satu syarik (Bank Syariah/LKS) berkurang disebabkan

22
pengalihan komersial secara bertahap (naqlul hishshah bil ‘iwadh
mutanaqishah) kepada syarik yang lain (nasabah).
b) Landasan Syariah atas akad Musyarakah Mutanaqisah
“Dan sesungguhnya kebanya-kan dari orang yang bersyarikat itu
sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali
orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan amat
sedikitlah mereka ini,, (QS. Shad [38] : 24)
Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu... (QS. Al Maidah [5]
: 1)
c) Skema Musyarakah Mutanaqisah
Transfer Porsi

7
Bank Nasabah
6
Beli Porsi
4 3
5 Bagi Hasil Sewa 5 Sewa (Ijarah)

4 3
Para Pihak MMQ
1 1
Syirkah Bank Syirkah Nasabah
2

zomm

Penjual

Gambar 2.6 Skema Musyarakah Mutanaqisah

2.5. PRAKTEK DAN PROSES PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN POLA


SYARIAH DI BANK BTN
2.5.1. PEMBIAYAAN PEMILIKAN RUMAH SYARIAH (KPR iB)
A. Definisi KPR iB
- Adalah pembiayaan kepada nasabah dengan akad Murabahah
(Jual beli) dalam rangka pemilikan :
23
1. Residential (hunian) seperti : rumah, ruko, rukan, rusun dan/atau
apartemen.
2. Kondisi property : baru atau second (bekas pakai).
- Pembiayaan Kepemilikan Rumah iB adalah produk pembiayaan
untuk membeli rumah, ruko, rukan, rusun/apartemen bagi nasabah
perorangan dengan menggunakan akad Murabahah (Jual Beli),
dengan pengembalian secara tangguh (cicilan bulanan) dalam
jangka waktu tertentu.
B. Skema Akad
Skema akad yang digunakan pada pembiayaan pemilikan rumah
syariah adalah Murabahah (Jual beli)

Gambar 2.7 Skama Pembiayaan Pemilikan Rumah Pola Syariah


C. Keuntungan Bagi Nasabah
1) Harga akan tetap terjaga (fixed) sampai akhir lunas.
2) Jangka waktu panjang
3) Maksimal plafond pembiayaan optimal.
D. Persyaratan
Adapun dokumen yang harus dipenuhi untuk memperoleh KPR iB:
24
1) Mengisi formulir permohonan
2) Menyerahkan copy identitas diri (KTP, KK, Akta Nikah),
3) Menyerahkan copy slip/keterangan gaji atau keterangan
penghasilan.
4) Menyerahkan copy SK Pegawai atau Keterangan Kerja dari
Perusahaan.
5) Menyerahkan copy Ijin Usaha untuk wiraswasta (Akte Pendirian,
Domisili Usaha, TDP, SIUPP, NPWP, dll)
E. Profil Fasilitas
1) Pembiayaan Konsumer
2) Jangka panjang (s/d 15 tahun)
3) Max. Fasilitas 99% (KPR Program) dari Harga Jual (Net) dari Pemasok
(developer / penjual rumah) atau max. 90% (KPR Komersial).
4) Sertifikat Tanah dan IMB
5) RPC Current Income mencukupi
F. Checklist Permohonan

Tabel 2.3 Checklist Permohonan KPR iB

25
G.Prosedur Proses
1. Penjelasan awal kepada Nasabah tentang KPR iB.
2. Berikan Formulir Permohonan.
3. Lengkapi data sesuai check list.
4. Wawancara.
5. Pengecekan lapangan.
6. Analisis kelayakan.
7. Keputusan Pembiayaan untuk disetujui.
8. Akad.
H. Contoh Simulasi Perhitungan KPR Syariah

26
Tabel 2.4 Contoh Simulasi Perhitungan KPR iB Syariah

27
I. Contoh Simulasi Angsuran KPR iB

Tabel 2.5 Contoh Simulasi Angsuran KPR iB


2.5.2. Pembiayaan Kepemilikan Rumah Indent Syariah (KPR Indent iB)
A. Definisi KPR Indent IB
KPR Indent iB adalah pembiayaan dalam rangka pembelian rumah
secara inden (atas dasar pesanan), nasabah perorangan dengan
akad Istishna’(Jual Beli atas dasar pesanan), pengembalian secara
tangguh (cicilan bulanan) dalam JW tertentu.
B. Keuntungan Bagi Nasabah
1) Akad Istishna’ , maka kesepakatan harga akan tetap terjaga (fixed)
sampai lunas.
2) Selama masa pembangunan, nasabah belum diwajibkan membayar
angsuran (diberikan grace period/penundaan pembayaran).
3) JW pembiayaan fleksible
4) Maks. pembiayaan fleksible.
C. Persyaratan
1) Mengisi formulir permohonan
2) Menyerahkan copy identitas diri (KTP, KK, Akta Nikah),
3) Menyerahkan copy slip/keterangan gaji atau keterangan penghasilan.
28
4) Menyerahkan copy SK Pegawai atau Keterangan Kerja dari
Perusahaan.
5) Menyerahkan copy Ijin Usaha untuk wiraswasta (Akte Pendirian, Domisili
Usaha, TDP, SIUPP, NPWP, dll)
D. Hal-Hal mendasar tentang KPR Indent
 Selektif developer.
 Hanya developer dengan posisi tawar tinggi.
 Tidak untuk developer pemula, sebaiknya dev telah punya
pengalaman kerjasama KPR indent dengan bank lain.
 Tidak terpenuhinya komitmen developer berdampak langsung thd
kualitas KPR
 Punya kemampuan buy back.
E. Perbedaaan KPR Inden Syariah dengan KPR Inden Konvensional
KPR INDEN SYARIAH SYARIAH
• Akad jual beli dengan pesanan (Istishna’)
• Margin bersifat fixed
• Ada opsi grace period, maks 6 bulan.
KPR INDEN KONVENSIONAL
• Akad pinjaman uang
• Floating rate
• Tanpa opsi grace period
F. PROSEDUR PROSES
a. Analisis kelayakan kerjasama KPR Indent terhadap Developer dan
Proper yang diajukan.
b. Tandatangani Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan Developer
dengan persyaratan minimal:
i. Perijinan Lokasi: SHM/SHGB, Ijin Lokasi, Sitel Plan disetujui dan IMB
dalam proses.
1. Lokasi siap bangun.
2. Infrastruktur dalam proses pembangunan.
29
c. Prosedur proses KPR untuk end user sebagaimana proses pada KPR
iB.

G. Hal-hal yang harus dicermati


1) PERFORMANCE DEVELOPER
a. Perumahan yang pernah dibangun
b. Riwayat kerjasama KPR Inden sebelumnya dg bank.
c. Performance KPR pada proper yg pernah dibangun
d. Profil Keuangan terkait kemampuan melakukan buy back
guarantee.
2) PERFORMANCE PERUMAHAN YANG DIKERJASAMAKAN
a. Kelengkapan dokumen perijinan: Ijin lokasi, site plan, IMB,
sertifikat, peil banjir, dukungan PLN dan PDAM.
b. Kesiapan fisik: Jalan masuk, infrastruktur dan blok kavling lokasi.
3) Kesediaan konsumen/calon Nasabah untuk Akad sebelum rumah jadi.
4) Hal-hal lain sebagaimana pada KPR iB
H. Termin Pencairan
1. TERMIN PERTAMA: 40%.
2. TERMIN KEDUA: 40%.
3. TERMIN KETIGA: 20% setelah 100%.
2.5.3. PEMBIAYAAN MODAL KERJA KONSTRUKSI iB
A. Definisi
Adalah pembiayaan yang disediakan bagi Developer untuk
mendanai kebutuhan modal kerja konstruksi pembangunan proyek
perumahan yang meliputi bangunan/rumah berikut sarana dan
prasarananya.
Proyek perumahan adalah Property untuk hunian (residential property)
yang terdiri dari : perumahan, rumah susun (rusun), rumah toko (ruko),
rumah kantor (rukan) dan bangunan hunian lainnya, yang dibangun
30
oleh Pengembang untuk dijual kembali dalam rangka memperoleh
pendapatan dan keuntungan
B. Persyaratan Umum
 Developer berbadan usaha / badan hukum (PT, Koperasi) dan
perorangan dengan minimal pengalaman 1 th.
 Legalitas proyek sesuai ketentuan

C. Skema Pembiayaan Modal Kerja Konstruksi iB

2.6. LATIHAN
1. Yang termasuk akad atau kontrak untuk pembiayaan perumahan
secara syariah adalah sebagai berikut, kecuali :
a. Musyarakah Mutanaqisah
b. Ijarah Muntahiya Bittamlik
c. Mudharabah
d. Murabahah
2. Pembiayaan perumahan dalam bentuk pemesanan atau indent
(rumah belum jadi) menggunakan pembaiyaan :
31
a. Murabahah
b. Istishna
c. Ijarah Muntahiya Bittamlik
d. Musyarakah Mutanaqisah
3. Produk pembiayaan dengan cara kerjasama kedua belah pihak
dimana salah satu pihak kepemilikannya berkurang disebabkan
pengalihan secara bertahap, disebut :
a. Musyarakah Mutanaqisah
b. Ijarah Muntahiya Bittamlik
c. Mudharabah
d. Murabahah
4. Transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa
untuk mendapatkan imblan atas objek sewa yang disewakannya
dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa dinamakan :
a. Murabahah
b. Istishna
c. Ijarah Muntahiya Bittamlik
d. Musyarakah Mutanaqisah
5. Rukun Murabahah adalah dibawah ini, kecuali :
a. Penjual (Ba’i)
b. Pembeli (Musytari)
c. Adanya transaksi pinjam meminjam uang
d. Ijab Qabul ( Sighat)
6. Rukun Istishna adalah dibawah ini, kecuali :
a. Produsen (Shani’)
b. Pemesan (Mustashni’)
c. Barang (Mashnu’)
d. Notaris
7. Dalam Skema Murabahah maka akad jual beli dilakukan antara :
a. Bank dengan Nasabah
32
b. Bank dengan Developer
c. Nasabah dengan Developer
d. Bank dengan Developer dan Nasabah
8. Keuntungan Nasabah untuk Pembiayaan Kepemilikan Rumah iB
adalah, kecuali :
a. Harga tetap terjaga sampai dengan lunas
b. Maksimal plafond pembiayaan optimal
c. Sertipikat dipastikan Hak Milik
d. Jangka waktu panjang
9. Berikut adalah yang membedakan KPR Syariah dan KPR Konvensional,
keculai :
a. KPR Syariah : Akad jual beli
KPR Konvensional : Perjanjian pinjam meminjam uang
b. KPR Syariah : Kepastian dari jumlah angsuran (tdk fluktuatif
KPR Konvensional : Angsuran berfluktuasi
c. KPR Syariah ; Operasional berdasarkan fatwa Dewan
Pengawas Syariah
KPR Konvensional : Tidak ada lembaga sejenis
d. KPR Syariah : Menggunakan sistem bunga
KPR Konvensional : Menggunakan system Margin
10. Pembiayaan yang disediakan bagi developer untuk mendanai
kebutuhan modal kerja konstruksi pembangunan proyek perumahan
berikut sarana dan prasarananya dinamakan :
a. Pembiayaan Investasi iB
b. Pembiayaan Modal Kerja Konstruksi iB
c. Pembiayaan Bangun Rumah iB
d. Pembiayaan Indent iB

2.7. RANGKUMAN

33
1) Jenis akad yang terkait dalam pembiayaan kepemilikan rumah
pola syariah adalah sebagai berikut :
A. Ba’I Al-Murabahah
B. Ba’I Al-Istishna’
C. Musyarakah Mutanaqisah
D. Ijarah Muntahiya Bittamlik
2) Perbedaan Mendasar antara Bank Syariah dengan Bank
Konvensional yakni dari falsafah, operasional dan Aspek Social
3) Perbedaan Bunga Dengan Bagi Hasil

BUNGA BAGI HASIL

Dihitung berdasarkan jumlah Dihitung berdasarkan nisbah


pokok dana yang disimpan dikalikan dengan pendapatan
dikalikan dengan suku bunga. bank atas dana yang
disimpan.

Berubah sesuai kondisi pasar Nisbah lebih stabil


(fluktuatif).

Nominal yang diperoleh tetap Nominal bagi hasil yang


sesuai suku bunga diperoleh dapat berubah
berdasarkan kondisi usaha
bank

Eksistensi bunga diragukan Tidak ada keraguan

34
BAB III
PENUTUP
Kunci Jawaban
1) C. Mudharabah
2) B. Istishna
3) A. Musyarakah Mutanaqisah
4) C. Ijarah Muntahiya Bittamlik
5) C. Adanya transaksi pinjam meminjam uang
6) D. Notaris
7) A Bank dengan Nasabah
8) C. Sertifikat dipastikan hak milik
9) KPR Syariah : menggunakan sistem bunga
KPR Konvensional : Menggunakan sistem margin
10) B. Pembiayaan Modal Kerja Konstruksi iB

35

Anda mungkin juga menyukai