Anda di halaman 1dari 31

BAB I

ANALISA KUALITATIF

Ilmu kimia analitik ialah ilmu kimia yang mendasari pemisahan- pemisahan dan analisa
bahan. Analisa bertujuan untuk menentukan susunan bahan, baik secara kualitatif atau
kuantitatif maupun secara struktural. Susunan kuantitatif ialah berapa banyak setiap
komponen tersebut dan stuktur ialah bagaimana rumus molekul zat itu dan juga rumus
bangunnya.
Analisa kualitatif ialah jenis analisa yang menentukan macam atau jenis zat atau sifat
komponen – komponen bahan yang dianalisis yaitu apa yang terkandung di dalam bahan atau
zat tersebut.

Analisa Kualitatif
Ada dua macam reaksi yang penting untuk analisa , yaitu:
1. Reaksi spesifik atau reaksi khas untuk bahan tertentu
2. Reaksi sensitif yang mampu menunjukkan bahan yang hanya sedikit sekali.
Dapat pula disebut reaksi selektif ialah reaksi yang terjadi atas sekelompok bahan yang
berbeda–beda, misalnya bila ion Cl- ditambahkan kepada kation, maka dapat terjadi
endapan, reaksi ini tidak spesifik, sebab yang dapat mengendap dengan Cl- itu tidak hanya
satu macam kation, tetapi 3 macam yaitu Ag+, Pb 2+ , dan Hg+dan jika tidak mengendap,
maka dapat diambil suatu kesimpulan bahan Ag+, Pb2+ dan Hg+ tidak terdapat bahan
analisa.
A. Pemeriksaan Pendahuluan
Didasarkan baik pada pemeriksaan sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimia yang
dibedakan menjadi pemeriksaan pendahuluan kering dan pemeriksaan pendahuluan
basah.
A.1. Cara Kering
Dalam pemeriksaan ini bahan kering diperiksa tanpa penambahan bahan-bahan lain baik
itu dipanaskan ataupun tidak dan kemudian dilihat peristiwa perubahan-perubahan yang
terjadi.
Peristiwa-peristiwa yang dapat diamati antara lain :
a. Perubahan warna
b. Meleleh atau tidak meleleh
c. Sublimasi (menguap tanpa mencair terlebih dahulu)
d. Terjadi uap air

1
e. Terjadi asap atau gas
Sedangkan reaksi nyala api dimaksudkan untuk menganalisis analat dengan
menggunakan kawat nikrom dan nyala api yang menyebabkan api berwarna dan warna
api tersebut tergantung dari jenis kationnya.
A.2. Cara Basah
Pemerikasaan ini bertujuan untuk memperoleh petunjuk tentang sisa asam dalam analat
dengan menambahkan H2SO4 encer, kemudian pekat kalau perlu dengan pemanasan bila
tidak langsung terbentuk gas dan gas-gas yang terjadi diperiksa, seperti reaksi di bawah
ini :
A. H2SO4 encer
Sedikit zat dicampurkan dengan asam sulfat encer 1 M dapat dipanaskan bila diperlukan,
akan terjadi :
1. Gas tak berwarna
SO 2 Bau merangsang
Kertas bikromat + H2SO4 hijau berarti sulfit

H2S Bau telur busuk


Kertas Pb-acetat menjadi hitam adanya sulfida

CO2 Mengeruhkan setetes Ba(OH)2 adanya karbonat

HOAc Lakmus biru menjadi merah ada acetat

2. Gas Berwarna
NO 2 berwarna coklat dan bau merangsang
Membirukan kertas benzidine ada nitrit
Br2 berwarna coklat dan bau merangsang
Membirukan kertas KI + kanji ada hipobromit
Cl2 Warna kuning-hijaudan bau merangsang
Membirukan kertas KI + kanji ada hipoklorit

B. H2SO4 pekat
Sedikit zat dicampur dengan 0,5 mL H2SO4 pekat, jika perlu dipanaskan akan terjadi:
1. Gas tak berwarna
HCl bau merangsang dan dengan batang pengaduk yang
Telah dicelupkan ke dalam NH4OH akan memberikan
Uap putih NH4Cl garam-garam klorida

2
CO2 mengeruhkan setetes Ba(OH)2 garam karbonat
Dan oksalat
H2S menghitamkan kertas PbAc sulfida

HF bau merangsang, dalam keadaan dingin seperti bermi-


Nyak.

2. Gas Berwarna
HBr dan Br2 bau merangsang dan berwarna coklat dan membirukan
kertas KI + kanji garam-garam bromida
NO2 bau merangsang dan warna coklat dan membirukan
kertas KI + kanji garam-garam nitrit
I2 berwarna ungu dan bau merangsang serta membirukan
kertas kanji menunjukkan adanya garam iodida.
Cl2 berwarna kuning dan bau merangsang serta
memutihkan kertas lakmus dan membirukan kertas
KI+kanji menunjukkan adanya garam-garam klorida.`
B. Penggolongan Kation dan Anion
B.1 Penggolongan Kation
Cara lain untuk analisa selektif ialah dengan menggunakan reaksi- reaksi selektif yang
tujuan ialah menunjukkan segolongan kation dari yang lain. Misal bila analat direaksikan
dengan pereaksi menyebabkan sebagian kation mengendap dan sisanya tetap larut, maka
setelah endapan disaring, terdapat dua kelompok campuran yang isinya masing-masing
kurang dari sebelumnya dan seterusnya seperti pada bagan berikut ini :

analat

+ pereaksi

+ pereaksi + pereaksi
= Filtrat

= Endapan
dan seterusnya dan seterusnya
Keuntungan-keuntungan cara pemisahan dengan mengunakan pereaksi selektif ini ialah
antara lain :

3
a. Analat tidak terbagi-bagi seperti pada cara reaksi spesifik
b. Dapat menunjukkan bahwa suatu kelompok tertentu tak ada dalam analat yaitu apabila
tidak terjadi endapan kelompok tersebut.
Dengan jalan ini, kita melakukan analisis secara sistematis, reaksi-reaksi di sini
menyebabkan terjadinya zat-zat baru yang berbeda dari zat semula dan dikenali dari
perbedaan sifat fisiknya, antara lain:
a. membentuk endapan dari suatu larutan
b. melarutkan zat yang berbentuk padat atau endapan
c. zat yang berwarna lain
d. pembentukan gas
e. bentuk kristal yang khas
Oleh karena itulah, maka diperlukan pengetahuan fakta tentang bahan-bahan yang larut atau
tidak larut dalam air dan dalam asam keras encer, warna-warna zat, reaksi-reaksidan
pengetahuan teori yaitu pengertian yang cukup mengenai kesetimbangan, sebab proses
pengendapan dan melarutkan ditentukan oleh hukum-hukum kesetimbangan.
Metode H2S
Cara yang dulu mungkin paling luas penggunaannya ialah cara hidrogen sulfida atau metode
H2S yang disususn oleh Bergmann dan disempurnakan oleh Fresenius dan Noyes
untukanalisa kation.
Menurut cara ini, kation dibagi menjadi 5 golongan yang mengendap sebagai berikut :

Golongan I (Golongan Khlorida) : PbCl2, AgCl, HgCl semuanya berwarna putih

Golongan II (Golongan H2S) : garam-garam sulfida dari Bi3+, Cu++, Cd++, Pb++
Dan As(III,IV), Sb(III,IV), Sn(II,IV) dan Hg++

Golongan III(Golongan (NH4)2S) : garam-garam sulfida dari Co++, Ni++, Fe++, Mn++,
Zn++, dan Al(OH)3 dan Cr(OH)3

Golongan IV (Golongan (NH4)2CO3): CaCO3, SrCO3 dan BaCO3

Golongan V(Golongan sisa) : berisi ion-ion Mg++, K+, Na+ yang tetap merupakan
Larutan.

Bagan analisa metode H2S

4
analat

+ HCl

+H2S
Golongan I

Golongan II +(NH4)2S +NH4OH+NH4Cl

Golongan III +(NH4)2CO3+NH4OH

Golongan IV Golongan V (golongan sisa)

Prosedur Pemisahan Metode H2S


1. Analat dilarutkan, kemudian ditambah dengan HCl 6M sampai agak berlebihan. Bila
terjadi endapan maka disaring, dan dicuci kemudian dianalisa untuk menentukan
kationnya menurut “analisa Golongan Khlorida” ; filtrat dikerjakan seperti tertera pada
nomor 2 di bawah. Bila tidak ada endapan (berarti Ag+, Pb++, Hg++ tidak terdapat dalam
analat , maka selanjutnya larutan ini dikerjakan menurut langkah ke 2.
2. Filtrat atau larutan dari langkah nomor 1 ditambah HCl sampai konsentrasinya ± 0,2 M
dipanaskan dan dialiri gas H2S ke dalamnya. Bila terjadi endapan disaring dan dicuci dan
filtratnya dikerjakan pada langkah nomor 3 . Endapan dianalisis untuk penentuan
kationnya. Bila tidak terjadi endapan berarti tidak ada kation-kation golongan H2S dan
larutan yang sudah dialiri H2S selanjutnya dikerjakan menurut langkah no 3.
3. Filtrat atau larutan dari langkah ke 2 didihkan kemudian ditambahkan dengan NH4Cl
kemudian NH4OH sampai larutdan selanjutnya ditambahkan (NH4)2S didihkan sebentar
dan endapan disaring kemudian dicuci, selanjutnya dikerjakan menurut langkah ke 4
endapan untuk menentukan kationnya.

5
4. Filtrat atau larutan dari langkah nomor 3 didihkan kemudian ditambahkan dengan NH4OH
o
dan (NH4)2CO3 dan campuran dipertahankan untuk beberapa lama pada suhu 60
kemudian didihkan lagi sebentar dan endapan disaring dan dicuci serta dianalisis untuk
penentuan kationnya,kemudian filtrat yang diperoleh dikerjakan pada langkah ke 5. Bila
tidak terjadi endapan maka kation golongan (NH4)2CO3 tidak ada.
5. Filtrat atau larutan dari langkah nomor 4 dipakai untuk menunjukkan ion-ion golongan
sisa.

B.2 Penggolongan Anion


Bila bahan padat untuk analisa kation harus dilarutkan (dalam air atau HCl), maka untuk
penentuan anion, bahan tidak perlu dilarutkan dahulu. Penentuan anion berlaku dalam dua
bagian : untuk penentuan ion CO3= atau HCO3- dan untuk penentuan anion-anion yang lain.
Untuk penentuan ion CO3= atau HCO3- , bahan bahan dalam keadaan aslinya ditambah
HCl encer, kalau perlu disertai pemanasan. Akan terbentuk H2CO3yang terurai karena
pemanasan, menghasilkan gas CO2.
Sedangkan untuk menentukan anion-anion yang lain, bahan diberi larutan Na2CO3, kemudian
dipanaskan. Bila tidak terjadi endapan, maka campuran ini langsung digunakan dan bila
terjadi endapan maka disaring dan dicuci, dan filtrat yang digunakan. Untuk setiap anion
diambil sebagian dari cairan tersebut dan dilakukan reaksi-reaksi yang membedakan anion
yang sedang dicari dari anion-anion yang lain. Di bawah ini dijelaskan bagan garis besar
analisa metoda Dames sebagai berikut:
Identifikasi Anion
A. HCO3- dan CO3= sebagai berikut:
Sedikit dari bahan asal (ANU) dibubuhi HCl berlebihan. Apabila terjadi gas (reaksi 1)
maka gas itu dialirkan ke dalam air barit (larutan Ba(OH)2 ). Apabila air barit itu menjadi
putih maka benar gas itu adalah CO2 dan ANU itu berisi HCO3-atau CO3= (reaksi 2). Jika
endapan ditambahkan sedikit HCl, maka endapan akan larut lagi (reaksi 3), seperti pada
reaksi berikut :
CO3= + 2H+ H2CO3 H2O + CO2 (reaksi 1)
CO2 + Ba(OH)2 BaCO3 (putih) + H2O (reaksi 2)
BaCO3 + 2H+ Ba++ + H2O + CO2 (reaksi 3)
B. Anion-anion yang lain
Untuk menunjukkan anion-anion yang lain, sebagian dari bahan dipanaskan dengan
Na2CO3 yang berlebihan, bila menghasilkan endapan maka disaring. Dengan demikian
kation-kation yang mungkin mengganggu (misalnya ion-ion Fe, Al, dan Ca) pada waktu
pemeriksaan dapat dihilangkan, karena Fe3+ dan Al3+ diendapkan sebagai hidroksida dan
Ca++, Mn++ dan Mg++ diendapkan sebagai karbonatnya. Endapan yang terjadi dibuang

6
dan filtratnya untuk analisa mencari Cl-, NO3-, SO4= dan PO43-. Apabila tidak terjadi
endapan, maka campuran (cairan) tadi yang akan digunakan kita sebut sebagai “cairan
A”.
A. Identifikasi anion Cl-
Sebagian dari “cairan A” diasami dengan HNO3 tetes demi tetes sampai tidak terjadi CO2
lagi (sampai tidak terjadi gelembung gas), kemudian ditambahkan dengan beberapa
tetes larutan AgNO3 dan endapan putih menandakan adanya ion Cl-, endapan ini dapat
larut dalam NH4OH dan reaksinya adalah sebagai berikut:
CO3= + 2H+ H2O + CO2
Cl- + Ag+ AgCl (putih)
AgCl + 2NH4OH [Ag(NH3)2]Cl + 2H2O
B. Identifikasi NO3-
Sebagian dari “cairan A” diasami dengan larutan H2SO4 encer (cara : seperti pada ion
Cl-)kemudian ditambahkan dengan H2SO4 pekat yang cukup banyak dan didinginkan.
Dalam tabung lain membuat larutan FeSO4 yang jenuh dan kemudian menuangkan
larutan FeSO4 ini dengan hati-hati ke dalam campuran yang diperiksa (kedua tabung di
pegang miring dan kedua larutan tidak boleh bercampur atau dikocok, tetapi hanya saling
menumpang). Gelang coklat pada batas kedua larutan menandakan NO3- seperti reaksi
berikut:
2NO3- + 8H+ + 6Fe++ 6Fe3+ + 2 NO + 4H2O
NO

NO + FeSO4 Fe

SO4

(kompleks berupa larutan coklat)

C. Identifikasi SO4=
Sebagian dari “cairan A” diasami dengan HCl (cara seperti untuk Cl-), kemudian
ditambahkan dengan beberapa tetes BaCl2. Endapan putih menandakan ion SO4= dan
endapan ini tidak larut dalam HCl.
SO4= + Ba++ BaSO4

D. Identifikasi PO43-

7
Sebagian dari “cairan A” diasami dengan HNO3 (cara seperti untuk Cl-), kemudian
ditambahkan dengan pereaksi Lorenz agak banyak , yaitu (NH4)2MoO4 panaskan sedikit,
(jangan sampai mendidih). Endapan kuning menunjukkan adanya ion PO43- dan endapan
ini dapat larut dalam NH4OH.
H3PO4+12(NH4)2MoO4+21HNO3 (NH4)3PO4.12MoO3.6H2O +21NH4NO3 +H2O

BAB II
ANALISIS KUANTITATIF

8
1. Titrasi Volumetri
Ialah suatu titrasi dimana analat direaksikan dan jumlahnya dihitung dari volume larutan
pereaksi atau volume suatu reaksi.
Didalam volumetri dibedakan menjadi :
a. Gasometri
Ialah analat direaksikan sehingga terbentuk suatu gas. Jumlah zat atau komponen yang dicari
dihitung dari volume gas tersebut. Contoh gasometri ialah penentuan karbonat, dimana CO2
yang terjadi ditangkap dan diukur volumenya. Contoh lan ialah penentuan nitrat , yaitu
dengan mereduksinya dengan Hg dalam ruangan tertutup, lalu mengukur volume NO yang
dihasilkan berdasarkan reaksi:
2HNO3 + 3H2SO4 + 6Hg 2NO + 3Hg2SO4 + 4H2O
b. Titrimetri
Ialah analat yang direaksikan suatu pereaksi sedemikian rupa sehingga jumlah zat-zat yang
berreaksi itu sama atau ekivalen. Ekivalen berarti bahwa zat-zat yang direaksikan itu tepat
saling menghabiskan, sehingga tidak ada yang tersisa.
Untuk mudahnya kita ambil contoh penentuan jumlah asam dalam larutan cuka. Sejumlah
larutan asamn ini direaksikan dengan NaOH. NaOH ditambahkan sebagai larutan sedikit
demi sedikit, sampai terlihat tanda bahwa asam tepat habis. Pada saat itu penambahan NaOH
dihentikan dan volume larutan yang digunakan diukur (larutan ditambahkan dengan
menggunakan buret). Disamping itu konsentrasi, larutan NaOH sudah diketahui, jadi NaOH
yang terpakai dan selanjutnya jumlah asam yang dicari dapat dihitung.
Contoh Soal :
1. Suatu bubuk diketahui terdiri dari campuran NaCl dan Na2SO4 . Suatu sampel dari bubuk
ini seberat 1,224 gram dilarutkan dalam air, kemudian ditambahkan dengan larutan
Ba(NO3)2 sampai seluruh BaSO4 mengendap. Campuran reaksi ini disaring secara hati-
hati agar tidak ada endapan yang hilang , kemudian BaSO4 nya dikeringkan, kemudiaan
ditimbang beratnya 0,851 gram. Berapa % berat dari Na2SO4 dalam sampel asal ?
2. Suatu larutan NaOH dibuat kira-kira mempunyai konsentrasi 0,1 M. Untuk mengetahui
konsentrasi yang pasti dari larutan NaOH ini, dipipet sebanyak 20 mL larutan HCl 0.1 M
kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan beberapa tetes
fenolftalin. Buret diisi dengan larutan NaOH di atas, kemudian dipakaiuntuk menitrasi
larutan HCl. Dan titrasi ini memerlukan 18,47 mL NaOH sampai titik ekivalen tercapai.
Berapa molaritas larutan NaOH tersebut ?
2. SYARAT-SYARAT TITRASI

9
Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi, baik itu zat yang ditambahkan
dari burat disebut titrant, sedangkan zat yang ditambahkan titrant itu disebut titrat. Untuk itu
reaksi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan yang jelas
b. Reaksi berjalan cepat. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu terlalu
banyak. Lebih-lebih menjelang titik akhir, reaksi akan semakin lambat karena
konsentrasi titran mendekati nol.
c. Ada petunjuk akhir titrasi (indikator). Petunjuk ini dapat berupa :
1. Timbul dari reaksi itu sendiri, misalnya: titrasi campuran asam oksalat dan
asam sulfat oleh KMnO4, selama titrasi belum selesai titrat tidak berwarna
, tetapi setelah akhir titrasi tercapai, larutan menjadi berwarna karena
kelebihan setetes saja dari titrant menyebabkan warna yang jelas.
2. Berasal dari luar, dan dapat berupa suatau zat atau alat yang dimasukkan
ke dalam titrat. Zat ini disebut dengan indikatordan menunjukkan akhir
titrasi karena menyebabkan perubahan warna titrat.
3. Penggolongan Titrasi
A. Titrasi berdasarkan reaksi-reaksi metatetik
Yaitu reaksi penukaran ion. Disini tidak ada unsur yang berubah tingkat oksidasinya.
Contohnya ialah titrasi asam kuat oleh basa kuat atau sebaliknya, misalnya:
HCl + NaOH NaCl + H2O
Yang dimaksud dengan penukaran ion adalah ion Cl- yang semula bergabung dengan H+
bertukar dengan OH- yang semula berikatan dengan Na+, semua unsur setelah reaksi
masih sama tingkat bilangan oksidasinya.
Macam titrasi jenis ini dibedakan menjadi:
1. Titrasi asidi-alkalimetri, yaitu titrasi yang menyangkut asam atau basa. Dalam titrasi
ini perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan cara perhitungan ialah
perubahan pH titrat.
Reaksi –reaksi yang terjadi dalam titrasi ini ialah :
a) Asam dengan Basa (reaksi penetralan), agar kuantitatif , maka asam atau basa yang
bersangkutan harus kuat
b) Asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah), agar kuantitatif, maka asam
harus kuat dan garam itu harus terbentuk dari asam lemah sekali.
Contohnya:
2HCl + Na2CO3 H2CO3 + 2Na
c). Basa dengan garam (reaksi pembentukan basa lemah), agar kuantitatif, maka basa
harus kuat dan garam harus terbentuk dari basa lemah.
Contohnya:

10
NaOH + NH4Cl NaCl + NH4OH

4. KENORMALAN
Dalam hitungan titrasi, konsentrasi titrat dan titrant sering kali dinyatakan dalam N
(Kenormalan = normality = normalitas), tidak dalam M (kemolaran = molarity = molaritas).
Molaritas menyatakan jumlah mol perliter sedangkan Normalitas menyatakan jumlah
ekivalen per liter.
Satu ekivalen dari suatu asam didefinisikan sebagai jumlah asam yang mengandung 1 mol
H+, sedangkan satu ekivalen basa mengandung 1 mol OH-.
Pada reaksi antara H2SO4 dengan NaOH :

H2SO4 + 2NaOH Na2SO4 + 2H2O

Dalam reaksi ini 1mol H2SO4 menghasilkan 2 mol H+, maka 1 mol H2SO4 sama dengan 2
eq H2SO4. Untuk basanya 1 mol NaOH menghasilkan 1 mol OH-, jadi 1 mol NaOH = 1eq
NaOH. Untuk asam dan basa jumlah ekivalen permol sama seperti jumlah H+ yang dihasilkan
1 molekul asam atau jumlah OH- yang dihasilkan 1 molekul basa. Dengan demikian :
Jumlah eq = jumlah mol x n

Dimana n merupakan bilangan bulat adalah jumlah H+ yang dihasilkan oleh satu molekul
asam atau jumlah OH- yang dihasilkan oleh satu molekul basa.
Contoh soal
1. Berapa banyak ekivalen terdapat dalam 0,4 mol H3PO4, bila asam ini dinetralkan sempurna
membentuk PO43- ? dan berapa ekivalennya bila diubah menjadi HPO42- ?

Bilangan yang dipakai dalam banyak perhitungan stoikiometri yang berhubungan dengan
ekivalen adalah bobot ekivalen, yaitu massa dari satu ekivalen. Bila dihubungkan dengan
bilangan bulat n maka : massa dari 1 mol
Bobot Ekivalen (B.E) =
n
Misalnya, untuk netralisi sempurna dari H2SO4, n = 2, berat ekivalen dari H2SO4 adalah
massa rumus (B.M.) dibagi 2.
B.E. H2SO4 = 98,0 gram 2 = 49,0 gram
Dengan demikian 1 eq H2SO4 = 49,0 gram H2SO4
5. NORMALITAS
Telah dikemukakan bahwa normalitas adalah satuan konsentrasi lain yang dapat dipakai
dalam memecahkan soal stoikiometri larutan yang didefinisikan sebagai banyaknya ekivalen
per liter larutan.

11
Jumlah ekivalen
Normalitas =
1 liter larutan

Jika digunakan pengertian bahwa jumlah ekivalen yang sama dari oksidator dan reduktor
akan berreaksi sempurna, karena hasil dari volume (V) x normalitas (N) adalah ekivalen,
maka bila dua zat dalam larutan (misalnya zat A dan B) akan berreaksi sempurna maka dapat
dinyatakan :

VANA = VBNB
Yang berarti : Jumlah ekivalen A = jumlah ekivalen B
Contoh soal:
1. 4,9 gram H2SO4 (BM = 98) dilarutkan ke dalam air sehingga volume larutan 400 mL.
hitunglah kenormalan dan kemolaran larutan tersebut !
2. 10 mL larutan HCl diencerkan menjadi 50 mL. Bila hasil dari pengenceran ini diambil 5
mL larutan HCl ini memerlukan 41 mL NaOH 0,255 N untuk menetralkannya, berapakah
konsentrasi HCl mula-mula ?
Latihan Soal
1. Berapa ekivalen terdapat dalam 0,200 mol Ba(OH)2 ?

2. Berapa ekivalen terdapat dalam 0,14 mol H3AsO4, bila dinetralkan membentuk HAsO4-
2
?

3. Berapa berat ekivalen dari :


a. H3PO4 bila dinetralisis menjadi HPO4-2?
b. HClO4 bila berreaksi sebagai asam
c. NaIO3 bila direduksi menjadi I-
d. Al(OH)3

4. Berapa normalitas dari larutan-larutan berikut:


a. 22 gram Sr(OH)2 dalam 800 mL larutan
b. 500 mL H2SO4 0,25 M untuk netralisasi sempurna
c. H3PO4 0,15 M bila dinetralisasi menjadi HPO42-
d. 41,7 gram K2Cr2O7 dalam 600 mL larutan bila direaksikan dan salah satu hasilnya
adalah Cr3+

5. Dalam larutan asam 45 mL KMnO4 berreaksi dengan 50 mL H2C2O4 0,25 N menghasilkan


Mn2+ dan CO2. Berapa mL larutan KMnO4 yang sama diperlukan untuk mengoksidasi
25,0 mL K2C2O4 0,250 N untuk menghasilkan MnO2 dan CO2 ?

6. Berapa mL K2Cr2O7 0,5000 N yang harus digunakan untuk mengoksidasi 120,00 mL


H2C2O4 0,8500 N ?
BAB III
KOMPLEKSOMETRI

A. KOMPLEKSOMETRI

12
Kompleksometri ialah jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, jadi

membentuk hasil berupa kompleks yang dapat berdiri sendiri tetapi membentuk ikatan

yang baru dalam kompleks itu.

Suatu kompleks selalu terjadi dari sebuah ion logam yang dinamakan ion sentral atau

inti dan komponen lainnya yang berupa ion negatif yang dinamakan ligan (dari kata latin

ligare = mengikat). Jumlah ligand dalam sebuah kompleks berbeda-beda, dari dua sampai

dengan delapan. Jumlah ikatan dengan ligan itu disebut bilangan koordinasi yang

biasanya merupakan bilangan genap dan terutama 4 dan 6. Ion logam univalen biasanya

mempunyai bilangan koordinasi dua. Muatan sebuah kompleks dapat positif, negatif atau

nol. Muatan tersebut merupakan jumlah muatan inti dan semua ligan yang diikatnya.

Ikatan antara inti dan ligand bersifat kovalen, yaitu terjadi karena sepasang elektron

dipakai bersama antara kedua atom yang berikatan. Dalam ikatan kovalen biasa, dan

kedua pihak masing-masing memberikan satu elektron sehingga terbentuklah pasangan

elektron tersebut. Dalam membentuk kompleks, ion logam tidak memberikan elektron,

karena sebagai ion positif ia tidak mempunyai elektron bebas untuk keperluan tersebut

maka kedua elektron disediakan oleh ligand. Kedua elektron dari pasangan yang

diberikan oleh satu pihak saja disebut ikatan kovalen koordinat. Ligan sebagai pemberi

disebut donor pasangan elektron dan inti bersifat akseptor pasangan elektron.

Yang biasa menjadi ligan ialah :

1. Ion halogenida (F-, Cl-, Br-, I-,); OH- baik dari basa maupun dalam persenyawaan

organik; CN-; gugus karbonil (>C = O), dan karboksil (-COOH).

2. Basa nitrogen (NH3)

2. Beberapa gugus atom yang berisi S, P, dan As.

3. Dari semua ligand itu yang merupakan donor pasangan elektron hanyalah atom-atom

tertentu, yaitu N, O, S, P, As, dan halogen yang kesemuanya mempunyai

keelektronegatifan yang cukup tinggi.

Ligan monodentat dan ligan polidentat

13
Ligan-ligan seperti I-, NH3, CN- di atas, semuanya hanya berisi satu atom donor

pasangan elektron, ligan demikian dinamakan monodentat atau unidentat. Ada ligan

yang mempunyai atom donor lebih dari satu, dan disebut polidentat atau multidentat;

kalau punya dua donor disebut bidentat, tridentat bila tiga, kuadridentat, pentadentat dan

seterusnya bila punya atom donor pasangan elektron sebanyak 4, 5, 6 dan seterusnya.

B. KONSTANTA PEMBENTUKAN KOMPLEKS LOGAM

Ion-ion logam adalah akseptor pasangan elektron dan dengan demikian merupakan asam

lewis polifungsional. Reaksi ion logam dan basa Lewis dituliskan sebagai reaksi

pembentukan kompleks dan bukan sebagai reaksi disosiasi seperti yang biasanya

dituliskan untuk asam dan basa Bronsted. Sebagai contoh,

M2+ + L- ML+ ………………………untuk mencari kf1

ML+ + L- ML2 ……………………….untuk mencari kf2

[ML+] [ML2]
kf1 = dan kf2 =
[M2+][L-] [ML+][L-]

Konstanta pembentukan kf1 dan kf2 melibatkan reaksi spesies yang mengandung logam

M2+ atau ML+ dengan L- , yaitu bentuk terionisasi tertinggi dari ligan HL, yang dalam hal

ini adalah asam monoprotik. Apabila ligan adalah suatu asam tetraprotik H4L, ungkapan

konstanta pembentukan akan mengandung spesies L4- .

Konstanta kesetimbangan yang melibatkan spesies H4L, H3L-, H2L2-, atau HL3- adalah

konstanta penggantian proton (proton displecemen constans), Kpd adalah fungsi

konstanta pembentukan dan konstanta disosiasi asam Ka, sebagai contoh:

M2+ + HL ML+ + H+

ML+ + HL ML2 + H+

[ML+][H+] [ML2][H+]
Kpd1 = = kf1 x Ka , dan Kpd2 = = kf2 x Ka
[M2+][HL] [ML+][HL]
di mana Ka adalah konstanta disosiasi asam monoprotik HL.
1. Kompleks Perak – Amonia

14
Amonia berreaksi dengan Ag+ membentuk kompleks perak mono dan diamino :

Ag+ + NH3 Ag(NH3)+

Ag(NH3)+ + NH3 Ag(NH3)2+

[Ag(NH3)+] [Ag(NH3)2+]
kf1 = dan kf2 =
[Ag+][NH3] [Ag(NH3)+][NH3]

[Ag(NH3)2+]
kf1kf2 =
[Ag][NH3]2

Konsentrasi Ag+ , Ag(NH3)+ , dan Ag(NH3)2+ dapat dihitung dari ungkapan-

ungkapan berikut :

[Ag(NH3)2+] [Ag(NH3)2+]
=
CAg [Ag+] + [Ag(NH3)+] + [Ag(NH3)2+]

Sehingga :

[Ag(NH3)2+] 1
=
CAg 1 1
+ + 1
kf1kf2[NH3]2 kf2[NH3]

kf1kf2[NH3]2
= ……….1
1 + kf1[NH3] + kf1kf2[NH3]2

Dengan cara yang sama:

[Ag(NH3)+] kf1[NH3]
= …………2
CAg 1 + kf1[NH3] + kf1kf2[NH3]2

Dan

[Ag+] 1
= …………..3
2
CAg 1 + kf1[NH3] + kf1kf2[NH3]

Jika konsentrasi ligan bebas [NH3] diketahui, maka [Ag(NH3)2+], [Ag(NH3)+], dan

[Ag+] dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1 , 2 dan 3 .

15
Contoh soal:

Suatu larutan mempunyai komposisi AgNO3 1,00 x 10-3 dan NH3 6,00 M. Hitunglah

konsentrasi [Ag(NH3)2+] , [Ag(NH3)+] dan [Ag+] dalam larutan jika diketahui harga

kf1 = 10 3 dan kf2 = 104

Jawaban :

Persamaan neraca massa adalah

1,00 x 10-3 = [Ag+] + [Ag(NH3)+] + [Ag(NH3)2+]

6,00 = [NH3] + [Ag(NH3)+] + [Ag(NH3)2+] + [NH4+]

Anggap bahwa [NH3] tetap 6,00 ( karena [Ag+]<<<[NH3])

[Ag(NH3)2+] 107 x 36
=
1,00 x 10-3 1 + 103 x 6,00 + 107 x 36,0

Sehingga

[Ag(NH3)2+] = X M

Pada :

[Ag(NH3)+] 103 x 6,00


=
1,00 x 10-3 1 + 103 x 6,00 + 107 x 36,0

[Ag(NH3)+] = Y M

Pada :

[Ag+] 1
=
1,00 x 10-3 1 + 103 x 6,00 + 107 x 36,0

[Ag+] = Z M

2. Kompleks Tembaga – Amonia

Ion tembaga (II) berreaksi dengan amonia secara bertahap membentuk enam

kompleks amin :

Cu2+ + NH3 Cu(NH3)2+ + kf1 = 10 4,15

16
Cu(NH3)2+ + NH3 Cu(NH3)22++ kf2 = 10 3,50

Cu(NH3)22+ + NH3 Cu(NH3)32+ + kf3 = 10 2,89

Cu(NH3)32++ NH3 Cu(NH3)42+ + kf4 = 10 2,13

Cu(NH3)4 + NH3 Cu(NH3)52+ + kf5 = 10 -4,7

Cu(NH3)5 + NH3 Cu(NH3)62+ + kf6 = 10 -2,20

1. Kompleks Kloro – Merkuri

Berikut ini diberikan harga-harga konstanta pembentukan kompleks kloro merkuri

(II). Jelas bahwa spesies HgCl2 adalah spesies yang paling dominan dalam kisaran

konsentrasi ion klorida yang cukup luas. Hal ini ditunjukkan dalam reaksi berikut :

Hg2+ + Cl- HgCl+ kf1 = 106,74

HgCl+ + Cl- HgCl2 kf2 = 106,48

HgCl2 + Cl- HgCl3- kf3 = 100,85

HgCl3- + Cl- HgCl42- kf4 = 101,00

Contoh soal :

Pada saat konsentrasi ion klorida bebas adalah 1,0 x 10-8 M, berapa persen Hg2+ akan

berada dalam bentuk HgCl+ ?

Jawaban :

[HgCl+] kf1[Cl-]
=
CHg 1 + kf1[Cl-] + kf1kf2[Cl-]2 + kf1kf2kf3[Cl-]3 + kf1kf2kf3kf4[Cl-]4

0,05
= = 0,052
1,05

Dengan demikian pada saat konsentrasi ion Cl- bebas adalah 1

x 10-8 M. hanya 5,2 % dari total Hg2+ berada dalam bentuk HgCl-.

4. Jumlah Ligan Rata-Rata

Jumlah ligan rerata , n adalah jumlah mol NH3 yang terikat oleh tiap mol Cu2+ dan

didefinisikan sebagai berikut:

CNH3 - [NH3]
N =
CCu

17
Contoh soal

Berapakah konsentrasi total NH3 yang harus ditambahkan kepada larutan Cu2+ 2,00

x 10-4 M sedemikian hingga spesies dominan adalah Cu(NH3)22+ dengan konsentrasi

NH3 bebas untuk n = 2 adalah 10 –3 M?

Jawaban:

Ketika dalam larutan tersebut spesies Cu(NH3)22+ menjadi spesies yang paling

domanan, maka n = 2. Konsentrasi NH3 (yaitu CNH3) yang harus ditambahkan dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

CNH3 = n x CCu + [NH3]

= 2 x 2,00 x 10-4 + 10-32

= 4,00 x 10-4 + 6,31 x 10-4

= 1,03 x 10-3 M

Latihan Soal

1. Hitung konsentrasi bebas Cu2+ dan NH3 bebas dalam larutan yang diperoleh dari

pencampuran Cu2+ dan NH 3 sedemikian rupa sehingga CCu = 0,01 M dan CNH3 =

0,03 M !

2. NH3 pekat ditambahkan secara bertetes-tetes ke dalam larutan AgNO3 10-3 M

sampai konsentrasi NH3 mencapai 2,0 x 10-2M. . Hitunglah konsentrasi Ag(NH3)+

dalam larutan (kf1 = 10 3,31, kf2 = 103,91)

BAB IV

ARGENTOMETRI

Ialah titrasi yang menyangkut penggunaan larutan AgNO3. Penggunaan Argentometri

akan membentuk endapan yang dibedakan menjadi tiga macam cara berdasarkan

indikator yang dipakai, diantaranya :

A. Cara MOHR

18
Dengan menggunakan indikator K2CrO4 dan titrannya ialah AgNO3, dimana

indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran sehingga

terbentuk endapan yang berwarna merah bata (ada juga membentuk kompleks) yang

menunjukkan titik akhir dikarenakan warnanya berbeda dari warna endapan analat

dengan Ag+.

Pada analisis Cl- mula-mula terjadi reaksi :

Ag+ + Cl- AgCl

Sedangkan pada titik akhir, titrant juga berreaksi menurut persamaan reaksi :

2Ag+ + CrO4= Ag2CrO4

Sehingga :

AgCl Ag+ + Cl-

Ksp AgCl = [Ag+] [Cl-]

Ag2CrO4 2Ag+ + CrO4=

Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 [CrO4=]

Konsentrasi CrO4= yang ditambahkan sebagai indikator tidak boleh sembarang, tetapi

harus dihitung berdasarkan Ksp AgCl dan Ksp Ag2CrO4.

Contoh :

Jika diketahui : Ksp AgCl = 1,78 x 10-10

Ksp Ag2CrO4 = 1,29 x 10-12

Berapakah CrO4= yang diperlukan agar endapan Ag2CrO4 terjadi tepat pada titik ekivalen

pada saat itu ?

Jawaban:

AgCl Ag+ + Cl-

Ksp AgCl = [Ag+] [Cl-]

Dimana [Ag+] = [Cl-] dimisalkan = x

Maka :

Ksp AgCl = [x] [x]

Ksp AgCl = x2

19
X2 = Ksp AgCl

X = Ksp AgCl

X = 1,78 . 10-10

X = 1,35 . 10-5

Sehingga [Ag+] = 1,35 .10-5

Ag2CrO4 2Ag+ + CrO4=

Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 [CrO4=]

Ksp Ag2CrO4 1,29.10-12


[CrO4=] = = = 0,0072 M
+ 2 -5
[Ag ] 1,35.10

B. CARA VOLHARD

Cara ini menggunakan indikator Fe3+, dan titrant KSCN atau NH4SCN, sampai

dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dengan Ag+ membentuk

endapan putih.

AgCl + KSCN AgSCN + KCl

Sedikit kelebihan titrant kemudian berreaksi dengan indikator membentuk ion

kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)

SCN- + Fe3+ FeSCN++

Pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih, pada titrant KSCN, selain berreaksi

dengan Ag+ tersebut juga akan berreaksi dengan AgX

Sesuai dengan reaksi :

Ag+ + X- AgX ………………..1

Ag+ + SCN- AgSCN ………………..2

SCN- + AgX X- + AgSCN …………3

Denganb melihat persamaan 1 dan persamaan 2 , maka konstanta kesetimbangan :

Ksp AgX
K=
Ksp AgSCN

20
Misalkan dalam titrasi Cl-, endapan AgCl dapat berreaksi dengan titrant sebagai

berikut :

AgCl + SCN- AgSCN + Cl-

[Cl-] [Cl-] [Ag+] Ksp AgCl


K= = =
[SCN-] [SCN-][Ag+] Ksp AgSCN

Contoh soal:

Jika diketahui harga Ksp AgCl = 1,82 . 10-10

Ksp AgSCN = 1,10 . 10-12

Berapakah konsentrasi ion klorida yang terdapat dalam ion tiosianat Fe(SCN)++ 6,4

. 10-6 M dengan konsentrasi ion Fe3+ 0,01 M, jika harga kesetimbangan pembentukan

ion kompleks Fe(SCN)++ = 1,4 . 102

Jawaban :

Ksp AgCl [Cl-][Ag+] 1,82 . 10-10


= = K = = 1,7 .102
- + -12
Ksp AgSCN [SCN ][Ag ] 1,10 . 10

[Cl-]
K= = 1,7 . 102
[SCN-]

Dalam ion tiosianat : Fe(SCN) ++ Fe3+ + SCN-

Ketetapan pembentukan ion kompleks :

Fe3+ + SCN- Fe(SCN) ++

[Fe(SCN)++]
= 1,4 . 102
[Fe3+][SCN-]

6,4 . 10-6
= 1,4 . 102
-
0,01 [SCN ]

[SCN-] = 4,6 . 10-6

21
Maka konsentrasi ion Cl- adalah :

[Cl-]
K=
[SCN-]

[Cl-]
2
1,7 . 10 =
4,6 . 10-6

[Cl-] = 1,7 . 102 x 4,6 . 10-6

[Cl-] = 7,8 . 10-4 M

C. CARA FAJANS

Pada cara ini indikator yang digunakan adalah indikator adsorbsi yang merupakan zat

yang dapat diserap pada permukaan endapan yang menyebabkan timbulnya warna.

Cara kerja indikator adsorbsi ialah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat

membentuk endapan dengan ion perak, misalnya fluorosien yang digunakan dalam

titrasi ion klorida dan dalam larutan fluorosien akan mengion seperti pada reaksi :

HFI H+ + FI-

Ion FI- ini yang akan diserap oleh AgX dan menyebabkan endapan merah muda dan

diusahakan agar FI- dalam jumlah yang besar, karena jika FI- terlalu kecil maka

perubahan warna akan kurang jelas dan titik akhir akan terlambat.

LATIHAN

1. Jika diketahui Ksp Ag2CrO4 = 1,29 . 10-12

Berapakah Ksp AgCl jika konsentrasi CrO4= = 0,005 M agar endapan terjadi tepat

pada titik ekivalen pada saat itu ?

2. Jika diketahui : Ksp AgCl = 1,82 . 10-10

Ksp AgSCN = 1,10 . 10-12

22
Berapakah konsentrasi ion klorida dalam ion tiosianat Fe(SCN)++ 2 . 10-4 M

dengan konsentrasi ion Fe3+ 0,1 M dan jika harga kesetimbangan pembentukan ion

kompleks Fe(SCN)++ = 1,2 . 104

3. Berapakah konsentrasi indikator yang diperlukan agar terjadi perubahan warna

tepat pada titik ekivalen jika diketahui konstanta kestabilan FeSCN++ = 142,

konsentrasi ion Ag+ = 11,01 . 10-6 M dan FeSCN++ = 6,4 . 10-6 M

BAB V

KESETIMBANGAN REDOKS

A. PERUBAHAN ENERGI BEBAS DALAM REAKSI KIMIA

Untuk reaksi kimia :

aA + bB cC + dD

23
Menurut persamaan Nernst :

0,059 aC C x aDd
0
Esel = E sel - log [ ]
n aAa x aBb

dengan Esel adalah emf (electromotice force) sel dan Eosel adalah emf sel ketika

semua pereaksi dan produk ada dalam keadaan standar.

B. SEL ELEKTROLISIS

1) Sel Galvani

Aturan berikut dimaksudkan untuk menghitung emf suatu sel elektrokimia, dimana

semua potensial elektrode standar (harga Eo) adalah potensial reduksi, dan reaksi

paronya ditulis sebagai reduksi, sesuai dengan perjanjian IUPAC (International

Union of Pure and Applied Chemistry) diantaranya :

1. Emf Sel ditulis seperti seolah-olah oksidasi terjadi pada elektrode sebelah kiri dan

reduksi pada elektrode sebelah kanan.

2. Esel = Ekanan (red) – Ekiri (oks) , karena emf sel adalah selisih antara potensial elektrode

kanan (Ekanan) dan elektrode sebelah kiri (Ekiri).

3. Jika Esel positif, maka reaksi sel berlangsung secara spontan pada arah

sebagaimana tertulis dan oksidasi terjadi pada elektrode kiri dan reduksi terjadi pada

elektrode kanan. Jika Esel negatif, maka reaksi berlangsung secara spontan pada arah

yang berlawanan dengan yang dituliskan dan reduksi terjadi pada elektrode sebelah

kiri dan oksidasi terjadi pada elektrode sebelah kanan.

Contoh soal

Hitung emf dari sel berikut dengan memberikan jembatan garam :

Zn/Zn2+ (1,0 x 10-2 M)// Cu2+ (2,0 x 10-2M)/Cu

Zno Zn2+ + 2e Eo = -0,76 V

Cu2+ + 2e Cuo Eo = +0,34 V

24
Jawaban :

Oksidasi pada elektrode sebelah kiri :

Zno Zn2+ + 2e

Reduksi pada elektrode sebelah kanan :

Cu2+ + 2e Cuo

Reaksi sel :

Zno + Cu2+ Zn2+ + Cuo

Eo sel = Eokanan – Eokiri = +0,34 - (-0,76) = +1,10 V

Persamaan Nernst :

0,059 [Zn2+]
Esel = EoSel - log
2 [Cu2+]

[1,0 x 10-2]
= 1,10 - 0,0245 log
[2,0 x 10-2]
= 1,10 – 0,0245 x 0,3010

= 1,11 V

Contoh soal:

Hitung emf dari sel berikut (tanpa potensial sambungan cair) :

Pt, H2(1 atm) H+(1,00 x 10-2M) Cl-(1,00 x 10-2M) AgCl,Ag

EoAgCl, Ag, Cl- = + 0,222 V

Jawaban:

Oksidasi di sebelah kiri : ½ H2 H+ + e

Reduksi di sebelah kanan : AgClo + e Ago + Cl-

Reaksi sel :

Eosel = Eokanan – Eokiri = (0,222 – 0) = + 0,222 V

Persamaan Nernst :

0,059 [Cl-][H+]
o
Esel = E sel - log
1 PH2 ½

25
0,059 [1,00 x 10-2][1,00 x 10-2]
= +0,222 - log
1 11/2

= +0,458 V

2) Sel Elektrokimia

Sel Elektrokimia Anoda Sel Elektrokimia Katoda

1. Ion SO42- dan Ion NO3- 1. Ion Ion golongan IA, IIA, Al3+, Mn2+

2H2O 4H+ + 4e + O2 2H2O + 2e 2OH- + H2

2. Ion Halogen F-, Cl-, Br-, I- 2. Ion-ion Logam yang lain

2X- X2 + 2e Mnn+ + ne M

3. Ion OH- 3. Ion H+ (asam)

4OH- 2H2O + 4e + O2 2H+ + 2e H2

4. Pada Pelapis atau penyepuhan logam 4. Ion pada nomor 1 dalam bentuk leburan

sebagai anoda adalah logam pelapis Mnn+ + ne M

Persamaan hukum Faraday secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Q It Dimana :
F = =
96500 96500 F : Faraday
Q : Muatan Listrik
Sedangkan : I : Kuat Arus (A – Ampere)
t : Waktu (s – Sekon)
e.Q eIt
W=eF = = Ar atau Mr
96500 96500 E=
Muatan

C. PERHITUNGAN TETAPAN KESETIMBANGAN

Dimisalkan pada suatu reaksi :

Cu 2+ + Zno Cuo + Zn2+

EoCu2+, Cuo = +0,34 V

EoZn2+, Zno = - 0,76 V

26
nEosel 2 x (0,34 + 0,76)
log K = =
0,059 0,059

log K = 37,3

K = 10+37,3

Dengan demikian, jika Cu2+ dan logam Zn bersentuhan, satu dengan yang lain

atau jika sel elektrokimia Cuo/Cu2+//Zn2+/Zno dihubungkan, maka

reaksi sel seperti yang dituliskan di atas akan berlangsung sampai sempurna.

Contoh soal :

Hitunglah hasil kali kelarutan AgCl dari EoAg ,Ag+ = +0,80 V dan 0

EoAgClo,Ago,Cl- = +0,22 V

Jawaban :

Oksidasi : Ag o Ag+ + e (elektrode kiri)

Reduksi : AgClo Ago + Cl- (elektrode kanan)

Reaksi sel : AgClo Ag+ + Cl-

Esel = Eokanan - Eokiri = 0,22 – 0,80 = -0,58

nEosel –0,58
log Ksp = = = -9,83
0,059 0,059

Log Ksp = -9,83 = 10-9,83 = 1,5 x 10-10

D. PERHITUNGAN HARGA Eo

Pada cvontoh di atas harga Eo tidak dapat diukur secara langsung, tetapi dapat

dihitung dari harga-haraga Eo lain yang sudah diketahui harganya.

Contoh soal :

Hitunglah harga Eo untuk Cu2+ + e Cu+ jika diketahui :

Cu2+ + 2e Cuo Eo = 0,34 M

Cu+ + e Cuo Eo = 0,52 M

Jawaban :

Cu+

Go1 Go2

27
Cu2+ Cuo
Go3

Skema diatas menunjukkan bahwa ada dua jalan untuk melakukan konversi dari Cu2+

menjadi Cuo, tetapi perubahan tenaga bebas yang terlibat harus sama, sehingga :

Go3 = Go1 + Go2

n3Eo3 = n1Eo1 + n2Eo2

2 x 0,34 = 1 x Eo1 + 1 x 0,52

Eo1 = 0,68 - 0,52

Eo1 = 0,16 V

D. TITRASI REDOKS

Sebelum titrasi redoks dilakukan, dapat disarankan agar dilakukan terlebih dahulu

penentuan sampai seberapa jauh reaksi redoks akan berlangsung melalui perhitungan

tetapan kesetimbangan. Sebagai contoh, jika hendak dilakukan titrasi Fe3+ dengan

Sn2+ , maka harus diperiksa apakah tetapan kesetimbangan untuk reaksi

2Fe3+ + Sn2+ 2Fe2+ + Sn4+

Cukup besar sehingga reaksi dapat berlangsung sempurna.

2Eosel 2 x 0,77 - 0,14


log K = =
0,59 0,59

log K = 21,4

K = 10 21,4

Dengan demikian reaksi reduksi Fe3+ dengan Sn2+ tersebut diatas akan berlangsung

sampai sempurna.

Contoh soal :

28
Lima puluh mililiter Fe3+ 0,02 M dititrasi dengan Sn2+ 0,050 M. Hitunglah potensial

elektrode platina terhadap elektrode hidrogen standar ketika telah dilakukan

penambahan Sn2+ sebanyak 5,0 ml ! (E oFe3+,Fe2+ = +0,77 V )

Jawaban :

Pada penambahan 5,0 mL Sn2+ (0,250 mmol Sn2+ ) :

2Fe3+ + Sn2+ 2Fe2+ + Sn4+

Mula –mula 1,00 0,250 - -

Terurai 0,50 0,250 0,5 0,250

Setimbang (1,0 – 0,50) - 0,5 0,250

Tetapan kesetimbangan untuk reaksi di atas menunjukkan bahwa reaksi berlangsung

hampir sempurna dan 0,250 mmol Sn2+ berreaksi dengan 0,500 mmol Fe3+ untuk

membentuk o,500 mmol Fe2+ dan 0,250 Sn4+. Karena Sn2+ habis berreaksi maka

[Fe2+]/[Fe3+] dapat diketahui, maka persamaan nernst dapat digunakan untuk

menghitung emf sebagai berikut :

EHS Fe3+ , Fe2+ Pt

Oksidasi reduksi

Fe3+ Fe2+ Eo = +0,77 V

0,059 [Fe2+]
E Pt terhadap EHS = 0,77 - log = 0,77 V
3+
1 [Fe ]

Latihan soal :

1. Hitunglah emf dari sel konsentrasi berikut :

Pt / H2 (0,75 atm) H+ (0,20 M) / H+ (0,040 M) H2 (0,80 atm) / Pt

2. Hitunglah tetapan kesetimbangan untuk reaksi :

Sn4+ + 2Cr2+ Sn2+ + 2Cr3+

EoSn4+,Sn2+ = 0,14 V dan EoCr3+,Cr2+ = -0,38 V

3. Hitunglah harga Eo untuk Au+ + e Auo jika diketahui:

Au3+ + 2e Au+ Eo = 1,41 V

29
Au3+ + 3e Auo Eo = 1,50 V

4. Hitunglah emf sel berikut :

Zn Zn2+ (0,25M) Cu2+ (0,35M) Cu

Zn2+ + 2e Zn0 Eo = -0,76 V

Cu2+ + 2e Cuo Eo = +0,34 V

Daftar Pustaka

30
James E. Brady, Diterjemahkan oleh Sukamariah Maun, Dra., Kamiati Anas,

Dra., Tilda S. Sally, Dra., 1999, Kimia Universitas, Jakarta : Bina

Akasara.

W. Harjadi, 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Jakarta : PT. Gramedia.

Quintus Fernando, Michael D. Ryan, Diterjemahkan oleh Wisnu Susetyo,

PhD. 1997, Ilmu Kimia Analitik Kuantitatif, Yogyakarta : Andi Perss.

Nurkhasanah. S.Si. Apt., Any Guntari, Dra. Apt., 1999, Kimia Analisis,

Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan.

31

Anda mungkin juga menyukai