Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

”FISIOLOGI NYERI”

DOSEN PENGAMPU

Dr.dr. Siti Kaidah, M.Sc

DISUSUN OLEH

Muhammad Soni Fitrian

1911111310036

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2020
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan pada suatu jaringan, baik aktual maupun
potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan. Nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik yang multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam
intensitas (ringan,sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi
(transien, intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam,
terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki
komponen kognitif dan emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk
penderitaan. Nyeri juga berkaitan dengan reflex menghindar dan perubahan
output otonom. Nyeri dapat diklasifikasikan sebagai akut dan kronik.2

Nyeri akut seringkali bersifat adaptif karena mengingatkan indvidu


mengenai kehadiran dan lokasi dari cedera pada lapisan jaringan dan mengkoreksi
perilaku yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadapnya. Nyeri kronik,
disisi lain merujuk pada nyeri yang berkelanjutan lebih ringan dari tiga bulan
walaupun terapi dan usaha-usaha untuk mengatasinya telah dilakukan oleh pasien.
Nyeri dapat berdampak pada semua area kehidupan seseorang dan seringkali
berasosisi dengan masalah-masalah fungsional, psikologis, dan sosial. Lebih
lanjut lagi, nyeri kronik dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap keluarga
dan rekan-rekan penderita.3
II. Tujuan Praktikum
Tujuan percobaan ini ialah agar mahasiswa setelah melakukan praktikum
dapat :
1. Menjelaskan mekanisme fisiologi nyeri.
2. Menjelaskan mekanisme terjadinya nyeri somatis atau nyeri perifer dan
nyeri viseral.
III. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum fisiologi nyeri adalah :

1. Jarum bundel, rambut von Frey (aesthesiometer Von Frey)

2. Kapas alkohol

3. Pinset, forsep arteri

4. Tabung reaksi 10 buah + aesthesimeter temperatur

5. Tensimeter air raksa


6. Ergometer

7. Termometer dan tempat air panas

IV. Cara Kerja

Cara dan langkah kerja yang dilakukan pada praktikum fisiologi nyeri
adalah :

Pada percobaan ini hanya perasaan nyeri somatis yang dapat diperlihatkan.

1. Siapkan peralatan dan tentukan seorang naracoba, seorang pemeriksa, dan


seorang pencatat.

2. Nyeri kulit

Nyeri kulit dapat dirasakan sebagai nyeri tajam atau seperti terbakar di suatu
tempat yang jelas lokasinya di kulit. Nyeri ini dapat ditimbulkan oleh rangsangan
tusukan jarum, sentuhan benda panas, pijitan dengan forseps dan pencabutan
rambut kulit. Rangsanglah kulit bagian punggung bagian lengan bawah naracoba
yang tidak melihat rangsangan tersebut. Tanyakan kepada naracoba nyeri macam
apa yang dirasakan misalnya pada saat dia dirangsang dengan:

a. Tusukan jarum,

b. Sentuhan tabung reaksi yang telah diisikan dengan air panas dengan
berbagai

temperatur,

c. Pijitan pinset,

d. Pencabutan rambut kulit secara cepat atau lambat.

Pada sentuhan benda panas, dengan temperatur berapakah ia mulai rasakan


nyeri (ambang nyeri). Apa beda perasaan nyeri pada pencabutan rambut cepat dan
secara lambat ?.

3. Nyeri dalam

Nyeri dalam dapat ditunjukkan dengan cara:

1) Memijit fasia antara jari keempat dan kelima tangan kiri dengan jari telunjuk
dan ibu jari tangan kanan naracoba sendiri sampai timbul nyeri.

2) Menekan tendo achilles sampai timbul rasa nyeri.


Suruhlah naracoba melakukan hal tersebut di atas. Tanyakan apakah ada
perbedaan rasa nyeri antara kedua tindakan tersebut di atas. Apakah sama rasa
nyerinya bila dibandingkan dengan rasa nyeri kulit.

3) Mengurangi aliran darah ke daerah otot yang sedang aktif bekerja (nyeri otot
iskemik). Pasang manset tensimeter pada lengan atas orang coba, naikkan tekanan
manset sampai 20-30 mmHg di atas tekanan sistole disertai naracoba melakukan
gerakan fleksi dan ekstensi tanpa mengangkat beban dengan frekuensi satu kali
perdetik sampai orang coba merasakan nyeri.

Catat pada detik ke berapa rasa nyeri tersebut mulai dirasakan. Lanjutkan
percobaan sampai 2 kali lipat waktu mulai terasa nyeri. Misalnya rasa nyeri mulai
dirasakan setelah 5 detik, maka percobaan dilanjutkan sampai tercapai waktu 10
detik terhitung dari awal percobaan. Apakah rasa nyeri semakin bertambah
dengan bertambahnya lama kerja? Selanjutnya lakukan gerakan mengangkat
beban 2 kali per detik. Berikan beban 1 kg. Apakah yang terjadi?

4. Kumpulkan peralatan, cek jumlah dan kelengkapannya, lalu kembalikan ke


tempatnya semula.

V. Hasil

Percobaan dilakukan dengan memberikan rangsang nyeri


berupa nyeri kulit dan nyeri dalam. Dari praktikum tersebut
didapatkan hasil seperti tercantum di bawah ini:

Tabel 1. Hasil percobaan nyeri kulit

Jenis rangsangan

Pencabut
Sentuha
Tusukan Pijitan/jepita an
n benda
jarum n pinset rambut
panas
kulit

Rasa
Respons/jawa Rasa Rasa Rasa
terjepit/tert
ban naracoba tertusuk terbakar pedih
usuk
Tabel 2. Hasil percobaan nyeri dalam

Jenis rangsangan

Penekanan Penekana Angkat


Tanpa
fascia jari ke-4 n tendo beban 1
beban
dan ke-5 achilles kg

Mulai Mulai
nyeri nyeri
setelah setelah 1
2 menit menit

Respons/jawa Nyeri/peg Bertambah nyeri


Nyeri/pegal
ban naracoba al dengan
bertambahnya:

- Lama kerja: ya
- Frekuensi kerja:
ya
- Berat beban: ya

BAB II

PEMBAHASAN

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan


dimana berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan
jaringan. Sebagai mana diketahui bahwa nyeri tidaklah selalu berhubungan
dengan derajat kerusakan jaringan yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual
yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, umur dan jenis kelamin.
Kegagalan dalam menilai faktor kompleks nyeri dan hanya bergantung pada
pemeriksaan fisik sepenuhnya serta tes laboratorium mengarahkan kita pada
kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat terhadap nyeri, terutama pada
pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti orang tua, anak-anak dan pasien dengan
gangguan komunikasi.4

Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan


jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius
yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif.Sistem ini berjalan mulai dari
perifer melalui medulla spinalis, batang otak, talamus dan korteks serebri. Apabila
telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya
dari fungsi protektif menjadi fungsi membantu perbaikan jaringan yang rusak.1

Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat


perbaikan kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non
noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan
menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan
menghilangkan respon inflamasi.4

Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot,
persendian, viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab
terhadap kehadiran stimulus noksius yang berasal dari kimia, suhu (panas,
dingin), atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif
sampai adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk melampaui
ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah perambatan sinyal acak
(skrining fungsi) ke system saraf pusat untuk interpretasi nyeri.1

Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal
interneuron dan saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang
lebih tinggi pada batang otak dan talamus. Berbeda dengan reseptor sensorik
lainnyareseptor nyeri tidak bisa beradaptasi. Kegagalan reseptor nyeri dalam
beradaptasi adalah untuk proteksi, karena hal tersebut bisa menyebabkan individu
untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan. Setelah kerusakan
terjadi, nyeri biasanyaminimal. Rasa nyeri yang didapat dari jaringan karena
iskemi akut berhubungan dengankecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri
terjadi pada saat beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik
tapi pada iskemia kulit bisa terjadai pada 20 sampai 30 menit.1

Rasa nyeri memiliki sifat yang unik pada setiap individual. Adanya takut,
marah, kecemasan, depresi dan kelelahan akan mempengaruhi bagaimana nyeri
itu dirasakan. Subjektifitas nyeri membuat sulitnya mengkategorikan nyeri dan
mengerti mekanisme nyeri itu sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat
dilakukan untuk mengklasifikasi nyeri adalah berdasarkan durasi (akut, kronik),
patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,
kanker).5

Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan durasi yang


terbatas setelah nosiseptor kembali ke ambang batas resting stimulus istirahat.
Nyeri akut ini dialami segera setelah pembedahan sampai tujuh hari. Sedangkan
nyeri kronik bisa dikategorikan sebagai malignan atau nonmalignan yang dialami
pasien selama 1-6 bulan. Nyeri kronik malignan biasanya disertai kelainan
patologis dan terjadi pada penyakit yang life-limiting disease seperti kanker, end-
stage organ dysfunction, atau infeksi HIV. Nyeri kronik kemungkinan mempunyai
elemen nosiseptif dan neuropatik. Nyeri kronik nonmalignant (nyeri punggung,
migrain, artritis, diabetik neuropati) sering tidak disertai kelainan patologis yang
terdeteksi dan perubahan neuroplastik yang terjadi pada lokasi sekitar (dorsal horn
pada spinal cord) akan membuat pengobatan menjadi lebih sulit.2

Pasien dengan nyeri akut atau kronis bisa memperlihatkan tanda dan gejala
sistem saraf otonom (takikardi, tekanan darah yang meningkat, diaforesis, nafas
cepat) pada saat nyeri muncul. Meskipun begitu, muncul ataupun hilangnya tanda
dan gejala otonom tidak menunjukkan ada atau tidaknya nyeri.2
Nyeri organik bisa dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri
nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik
dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer
(saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif
biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid.4 Nyeri
neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf
perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferensentral dan
perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang
mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang baik
terhadapanalgesik opioid.2

Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan tubuh


jauh dari tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan asal nyeri.
Sering kali, nyeri viseral terjadi seperti kontraksi ritmis otot polos. Nyeri visceral
seperti keram sering bersamaan dengan gastroenteritis, penyakit kantung empedu,
obstruksi ureteral, menstruasi, dan distensi uterus pada tahap pertama persalinan.4
Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen, spasme otot polos,
distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu, atau ureter.
Distensi pada organ lunak terjadi nyeri karena peregangan jaringan dan mungkin
iskemia karena kompresi pembuluh darah sehingga menyebabkan distensi
berlebih dari jaringan.2

Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah


dilokalisasi dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan subkutan,
membran mukosa, otot skeletal, tendon, tulang dan peritoneum. Nyeri insisi
bedah, tahap kedua persalinan, atau iritasi peritoneal adalah nyeri
somatik.Penyakit yang menyebar pada dinding parietal, yang menyebabkan rasa
nyeri menusuk disampaikan oleh nervus spinalis. Pada bagian ini dinding parietal
menyerupai kulit dimanadipersarafi secara luas oleh nervus spinalis. Adapun,
insisi pada peritoneum parietal sangatlah nyeri, dimana insisi pada peritoneum
viseralis tidak nyeri sama sekali. Berbeda dengan nyeri viseral, nyeri parietal
biasanya terlokalisasi langsung pada daerah yang rusak.2

Terdapat beberapa teori yang berusaha menggambarkan bagaimana


nosiseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai
teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori
gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan. 1

a. Teori Spesivisitas (Specivity Theory)

Teori ini digambarkan oleh Descartes pada abad ke 17. teori ini didasarkan
pada kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh yang secara khusus mentransmisi
rasa nyeri. Syaraf ini diyakini dapat menerima rangsangan nyeri dan
mentransmisikannya melalui ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke talamus,
yang akhirnya akan dihantarkan pada daerah yang lebih tinggi sehingga timbul
respon nyeri. Teori ini tidak menjelaskan bagaimana faktor-faktor multi
dimensional dapat mempengaruhi nyeri.1

b. Teori Pola (Pattern Theory)

Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri yaitu serabut yang
mampu menghantarkan rangsang dengan cepat dan serabut yang mampu
menghantarkan dengan lambat. Dua serabut syaraf tersebut bersinaps pada medula
spinalis dan meneruskan informasi ke otak mengenai sejumlah intensitas dan tipe
input sensori nyeri yang menafsirkan karakter dan kualitas input sensasi nyeri.1

c. Teori Gerbang Kendali Nyeri ( Gate Control Theory )

Tahun 1959 Milzack dan Wall menjelaskan teori gerbang kendali nyeri,
yang menyatakan terdapat semacam pintu gerbang yang dapat memfasilitasi
transmisi sinyal nyeri.1

Gate Control Theory merupakan model modulasi nyeri yang populer. Teori
ini menyatakan eksistensi dari kemampuan endogen untuk mengurangi dan
meningkatkan derajat perasaan nyeri melalui modulasi impuls yang masuk pada
kornu dorsalis melalui “gate” (gerbang). Berdasarkan sinyal dari sistem asendens
dan desendens maka input akan ditimbang. Integrasi semua input dari neuron
sensorik, yaitu pada level medulla spinalis yang sesuai, dan ketentuan.1

apakah gate akan menutup atau membuka, akan meningkatkan atau


mengurangi intensitas nyeri asendens. Gate Control Theory ini mengakomodir
variabel psikologis dalam persepsi nyeri, termasuk motivasi untuk bebas dari
nyeri, dan peranan pikiran, emosi, dan reaksi stress dalam meningkatkan atau
menurunkan sensasi nyeri. Melalui model ini, dapat dimengerti bahwa nyeri dapat
dikontrol oleh manipulasi farmakologis maupun intervensi psikologis.1

Penanganan nyeri paska pembedahan yang efektif harus mengetahui


patofisiologi dan pain pathway sehingga penanganan nyeri dapat dilakukan
dengan cara farmakoterapi (multimodal analgesia), pembedahan, serta juga
terlibat didalamnya perawatan yang baik dan teknik non-farmakologi (fisioterapi,
psikoterapi).2

Secara farmakologis yaitu bermodal analgetik paska pembedahan termasuk


didalamnya analgesik oral parenteral, blok saraf perifer, blok neuroaksial dengan
anestesi lokal dan opioid intraspinal.Pemilihan teknik analgesia secara umum
berdasarkan tiga hal yaitu pasien, prosedur dan pelaksanaannya. Ada empat grup
utama dari obat-obatan analgetik yangdigunakan untuk penanganan nyeri paska
pembedahan.2
Secara non-farmakologis yaitu dengan beberapa metode metode non-
farmakologi yang digunakan untuk membantu penanganan nyeri paska
pembedahan, seperti menggunakan terapi fisik (dingin, panas) yang dapat
mengurangi spasme otot, akupunktur untuk nyeri kronik (gangguan
muskuloskletal, nyeri kepala), terapi psikologis (musik, hipnosis, terapi kognitif,
terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik pada sistem saraf (TENS, spinal cord
stimulation, intracerebral stimulation).2

Pertanyaan dan Jawaban dari Skenario :

a. Bagaimanakah rasa nyeri pada percobaan nyeri kulit? Apakah


terasa tajam dan terlokalisir?
 Saat dilakukan percobaan, rasa nyeri yang terjadi pada kulit
memiliki sensasi rangsangan yang berbeda-beda sesuai
dengan objek yang digunakan kepada naracoba. Sensasi
tersebut antaralain ada rasa tertusuk dan sakit jika
menggunakan jarum, rasa terbakar dan panas jika
menggunakan suatu panas, rasa terjepit dan sakit jika
menggunakan pinset, dan rasa pedih dan gatal jika dilakukan
pencabutan dari rambut kulit.

b. Pada sentuhan benda panas dengan temperatur berapakah


akan mulai dirasakan nyeri? Temperatur ini disebut
temperatur kritis.
 Sentuhan benda panas akan mulai dirasa nyeri jika terkena
kulit jika benda tersebut memiliki temperatur 42oC

c. Apakah ada perbedaan rasa nyeri pada nyeri kulit dan nyeri
dalam?
 Tentu ada, perbedaan antara nyeri pada kulit dan nyeri
dalam yaitu, sensasi dan rangsangan yang terjadi pada nyeri
kulit yaitu berupa rasa sakit tertusuk, panas, terjepit serta
rasa pedih sesuai dengan benda penyebab nyeri tersebut.
Sedangkan nyeri dalam memiliki sensasi dan ransangan yang
menimbulkan rasa pegal pada tubuh yang diakibatkan oleh
mengangkat beban, terlalu lama melakukan aktivitas dan lain
sebagianya.

d. Berdasarkan percobaan nyeri dalam dengan mengurangi


aliran darah ke daerah otot yang sedang aktif bekerja,
intensitas rasa nyeri tergantung pada apa? Jelaskan.
Intensitas rasa nyeri apabila dilakukan pengurangan aliran
darah ke daerah otot yang sedang aktif bekerja yaitu
tergantung pada lama aktifitas menggunakan otot oleh
individu, frekuensi kerja otot, dan juga berat badan yang
menjadi beban otot dalam beraktifitas.

e. Apa perbedaan nyeri somatik dan nyeri visceral?


 Berdasarkan asalnya nyeri dapat dibagi 2 yaitu nyeri somatik dan nyeri
viseral. Nyeri somatik yang berasal dari kulit disebut nyeri superfisial
sedangkan nyeri yang berasal dari organ dalam yang terdapat di dada,
abdomen dan pelvic region disebut nyeri viseral. Deskripsi nyeri nyeri viseral
dan somatik juga berbeda. Nyeri somatik dideskripsikan sebagai nyeri yang
tajam dan umumnya dapat dilokalisasi, sedangkan nyeri viseral dideskripsikan
sebagai nyeri yang tumpul dan sukar dilokalisasi dan bisa menyebar ke tempat
lain.

f. Pasien dengan gangguan saraf tertentu tidak dapat


merasakan nyeri. Mengapa hal ini justru merugikan?
 Nyeri terutama adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran
akan kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan. Selain itu,
simpanan pengalaman yang menimbulkan nyeri dalam ingatan membantu kita
menghindari kejadian-kejadian yang berpotensi membahayakan di masa
mendatang.
Daftar Pustaka

Kurniawan, S N. Nyeri Secara Umum dalam Continuing Neurological Education


4, Vertigo dan Nyeri. UB Press. 2015: p48-111.

Bahrudin M. Patofisiologi Nyeri (Pain). Fakultas Kedokteran Universitas


Muhammadiyah Malang. 2017; 13(1). 7-13.

Leung E. Physiology of Pain. Spring science Business Media New York. 2015:1-6.

Syamsiah N, Muslihat E. Pengaruh Terapi Relaksasi Autogenik Terhadap Tingat


Nyeri Akut Pada Pasien Abdominal Pain Di RSUD Karawang. Jurnal Ilmu
Keperawatan. 2015; 3(1): 12-13.

Calloca L, et al. Neuropathic Pain. Nature Review Disease Primers. 2017; 3: 2-3.

Anda mungkin juga menyukai