Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

“INDERA RASA KULIT DAN GERAKAN REFLEKS”

Disusun oleh :

1. Shinta Christy H. 2443018081


2. Stevanus Marcellino Suryadi 2443018091
3. Firman Sandi Gunawan 2443018122
4. Anthonita Febriana 2443018132
5. Dinda Listya Kusumawati 2443018138

PRAKTIKUM GOLONGAN X

ASISTEN : Angelia Levina

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2018
BAB 1
TUJUAN PRAKTIKUM

Berikut tujuan dari praktikum Indera Rasa Kulit dan Gerakan Refleks :
1. Mengetahui paleosensibilitas dan neosensibilitas pada indera rasa kulit.
2. Memahami gerakan refleks yang merupakan hasil kerja sama rangka dan
otot pada sendi tertentu.
BAB 2
LANDASAN TEORI

A. INDERA RASA KULIT


Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh. Jadi kulit berfungsi untuk
melindungi tubuh dari kerusakan fisik seperti gesekan, panas atau zat kimia. Kulit
juga menjaga agar tidak banyak kehilangan air, yaitu dengan mengatur suhu
tubuh. Selain itu, kulit juga selalu menerima rangsangan mekanis dari luar tubuh.
Hal ini menyebabkan kulit selalu memperbarui sel-selnya karena setiap hari jutaan
sel rusak (Guyton, 2007).
Untuk dapat merasakan segala rangsangan yang ada pada kulit, dibutuhkan
adanya reseptor. Dalam kulit kita terdapat beberapa jenis reseptor rasa.
Mekanisme sensoris pada reseptor-reseptor tersebut dibagi menjadi dua golongan
menurut phylogenesis-nya, jalur-jalur saraf spinal, dan daerah cortex cerebri
dimana mereka diintegrasikan. Golongan pertama, yakni paleo-sensibilities, yang
meliputi rasa-rasa primitif atau rasa-rasa vital, antara lain rasa raba, rasa tekan,
nyeri/sakit, dingin, dan panas. Syaraf-syaraf afferen dari rasa-rasa ini bersinaps
dengan interneuron-interneuron yang bersinaps lagi dengan motor-motor neuron
dari medulla spinalis dan juga dengan sentrum atasan (thalamus dan cortex
cerebri) melalui traktus spino-talamicus.
Indera somatik merupakan mekanisme saraf yang mengumpulkan informasi
sensoris dari tubuh. Indera somatik dapat digolongkan menjadi tiga jenis fisiologis
yaitu indera somatik mekanoreseptif yang dirangsang oleh pemindahan
mekanis sejumlah jaringan tubuh, indera termoreseptor yang mendeteksi panas
dan dingin, dan indera nyeri (nosiseptor) yang digiatkan oleh faktor apa saja
yang merusak jaringan.
Mechanoreseptor sangat sensitif terhadap rangsangan yang terjadi pada
membrane sel. Membran sel memiliki regulasi mekanis ion channel dimana bisa
terbuka ataupun tertutup bilaada respon terhadap tegangan, tekanan dan yang bisa
menimbulkan kelainan pada membrane. Terdapat tiga jenis mechanoreseptor
antara lain :
a) Tactile reseptor memberikan sensasi sentuhan, tekanan dan getaran.
Sensasi sentuhan memberikan informasi tentang bentuk atau tekstur, dimana
tekanan memberikan sensasiderajat kelainan mekanis. Sensasi getaran
memberikan sensasi denyutan / debaran.

b) Baroreseptor untuk mendeteksi adanya perubahan tekanan pada dinding


pembuluh darah dan pada tractus digestivus, urinarius dan system reproduksi.

c) Proprioseptor untuk memonitor posisi sendi dan otot, hal ini merupakan
struktur dan fungsi yang kompleks pada reseptor sensoris.

Temperatur reseptor / thermoreseptor merupakan free nerve ending yang


terletak padadermis, otot skeletal, liver, hipotalamus. Reseptor dingin tiga / empat
kali lebih banyakdaripada reseptor panas. Tidak ada strukur yang membedakan
reseptor dingin dan panas.Sensasi temperature diteruskan pada jalur yang sama
dengan sensasi nyeri. Mereka dikirimke formation retikularis, thalamus dan
korteks primer sensoris. Thermoreseptor merupakanphasic reseptor, aktif bila
temperature berubah, tetapi cepat beradaptasi menjadi temperatureyang stabil.

Reseptor nyeri / nosiseptor terletak pada daerah superficial kulit, kapsul


sendi, dalam periostestulang sekitar dinding pembuluh darah. Jaringan dalam dan
organ visceral mempunyaibeberapa nosiseptor. Reseptor nyeri merupakan free
nerve ending dengan daerah reseptifyang luas, sebagai hasilnya sering kali sulit
membedakan sumber rasa nyeri yang tepat. Nosiseptor sensitive terhadap
temperature yang ekstrim, kerusakan mekanis dan kimia seperti mediator kimia
yang dilepaskan sel yang rusak. Bagaimanapun juga rangsangan yangkuat akan
diterima oleh ketiga tipe reseptor. Untuk itu lah kita bisa merasakan sensasi rasa
nyeriyang disebabkan oleh asam, panas, luka yang dalam. Rangsangan pada
dendrite dinosiseptor menimbulkan depolarisasi, bila segmen akson
mencapai batas ambang danterjadi potensial aksi di susunan saraf pusat.

Golongan kedua adalah gnostic atau neo-sensibilities yang meliputi rasa-rasa


yang sangat dideferensiasikan, seperti pengenalan letak rasa tekan, diskriminasi
rasa tekan, diskriminasi kekuatan rangsang, diskriminasi kekasaran, serta
diskriminasi ukuran dan bentuk. Saraf-saraf afferen dari rasa-rasa ini
menghantarkan impuls-impuls yang terutama dialirkan melalui traktus dorso-
spinalis kedaerah sensoris di dalam cortex cerebri setelah diintegrasikan
seperlunya.

B. RASA NYERI KULIT DAN OTOT


Analisa sifat dari rasa nyeri memegang peranan penting dalam tugas-tugas
seorang dokter dan dokter gigi. Percobaan-percobaan di bawah ini memberikan
gambaran untuk menerangkan sifat rasa nyeri pada orang percobaan. Percobaan-
percobaan ini membantu kita untuk menerangkan asalnya rasa nyeri itu. Nilai
ambang rasa nyeri ialah besarnya rangsangan yang sekecil-kecilnya yang tepat
menimbulkan suatu rasa nyeri. Nilai ambang nyeri ini harus dibedakan jelas dari
nilai ambang untuk menimbulkan suatu reaksi terhadap stimulus itu. Dan
percobaan ini kontraksi otot-otot, gerakan-gerakan mata atau gerakan otomatis
terhadap rangsangan nyeri yang diberikan harus diperhatikan lepas dari jawaban
mulut orang percobaan.

C. GERAKAN REFLEKS
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang
terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Untuk terjadi gerak refleks, maka
dibutuhkan struktur sebagai berikut: organ sensorik (yang menerima impuls),
serabut saraf sensorik (yang menghantarkan impuls), sumsum tulang belakang
(serabut-serabut saraf penghubung menghantarkan impuls), sel saraf motorik
(menerima dan mengalihkan impuls), dan organ motorik (yang melaksanakan
gerakan). Gerak refleks merupakan bagian dari mekanika pertahanan tubuh yang
terjadi jauh lebih cepat dari gerak sadar, misalnya menutup mata pada saat terkena
debu, menarik kembali tangan dari benda panas menyakitkan yang tersentuh tanpa
sengaja. Gerak refleks dapat dihambat oleh kemauan sadar; misalnya, bukan saja
tidak menarik tangan dari benda panas, bahkan dengan sengaja menyentuh
permukaan panas (Pearce, 2009).
Gerak refleks ialah gerakan pintas ke sumsum tulang belakang. Ciri
refleks adalah respon yang terjadi berlangsung dengan cepat dan tidak disadari.
Sedangkan lengkung refleks adalah lintasan terpendek gerak refleks. Neuron
konektor merupakan penghubaung antara neuron sensorik dan neuron motorik.
Jika neuron konektor berada di otak, maka refleksnya disebut refleks otak. Jika
terletak di susmsum tulang belakang, maka refleksnya disebut refleks tulang
belakang. Gerakan pupil mata yang menyempit dan melebar karena terkena
rangsangan cahaya merupakan contoh refleks otak. Sedangkan gerak lutut yang
tidak disengaja merupakan gerak sumsum tulang belakang (Idel, 2000).

Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex. Lengkung
reflex ini terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang
terdapat di susunan saraf pusat atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan
efektor. Serat neuron aferen masuk susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis
medulla spinalis atau melalui nervus kranialis, sedangkan badan selnya akan
terdapat di ganglion-ganglion homolog nervi kranialis atau melalui nervus cranial
yang sesuai. Lengkung reflex yang Paling sederhana adalah lengkung reflex yang
mempunyai satu sinaps anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex
semacam itu dinamakan monosinaptik, dan reflex yang terjadi disebut reflex
monosinaptik. Lengkung reflex yang mempunyai lebih dari satu interneuron
antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik, dan jumlah sinapsnya
antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex, terutama pada
lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi oleh adanya
fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan bawah ambang (subliminal
fringe), dan oleh berbagai efek lain (Sherwood, 2006).

Otot kuadrisep femoris (quadriceps femoris muscle) adalah reseptor regang


(stretch receptors) yangbmendeteksi peregangan yang dihasilkan karena mengetuk
tendon patella. Resepto-reseptor ini mengenerasikan impuls yang dibawa
sepanjang saraf sensoris dalam saraf femoral ke tulang belakang (spinal cord). Di
dalam tulang belakang (spinal cord) neuron sensoris bersinaps dengan neuron
motorik. Neuron sensorik dalam saraf femoral membawa impuls kembali ke
quadriceps femoris, efektor yang mengkontraksikan dan mengekstensi kaki bagian
bawah.
Refleks patella adalah salah satu refleks yang banyak digunakan secara klinis
untuk menentukan apakah sistem saraf berfungsi dengan baik. Jika refleks patella
tidak ditemukan pada pasien, masalahnya mungkin terdapat pada otot paha, saraf
femoral, atau tulang belakang (spinal cord). Uji lebih lanjut diperlukan untuk
menentukan dimana letak putus tepatnya pada lengkung refleks. Jika refleksnya
normal, artinya seluruh bagian dari lengkung refleks masih utuh. Jadi, pengujian
refleks mungkin adalah langkah pertama dalam penilaian klinis dari kerusakan
neurologis.
Tujuan dari refleks regang sendiri adalah membantu kita tetap tegak
meskipun kita tidak memikirkan unutuk melakukannya. Jika otak harus membuat
keputusan setiap saat kita sedikit mengayun/bergoyang (swayed a bit), seluruh
konsentrasi kita diperlukan untuk tetap berdiri. Adanya refleks tulang belakang
ini, memungkinkan otak tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan tersebut.
Otak mungkin akan menjadi waspada bahwa refleks terjadi, tetapi dengan
melibatkan serangkaian saraf lain yang membawa impuls ke otak.
BAB 3

ALAT DAN BAHAN

A. INDERA RASA KULIT (paleosensibilitas, neosensibilitas, rasa nyeri


kulit dan otot)
 Alat : bak air, kerucut kuningan, stempel 3x3 cm, handuk, aesthesiomer
rambut dari Frey, pensil, jangka, anak timbangan (5, 10, 50, 100 gram),
kertas gosok (00, 1, 2, 3), uang koin (Rp.50, Rp.100, Rp.200, Rp.500,
Rp.1000), bola, balok, kubus, limas segi empat, alat Hardy-Wolff,
stopwatch.
 Bahan : air es, air panas, air suhu kamar, alkohol, balsam
B. GERAKAN REFLEKS
 Orang untuk percobaan, palu kayu atau plastik, senter, kaca pembesar,
penggaris, kapas, pinset, gunting bedah.

PROSEDUR KERJA

A. PALEO SENSIBILITIES:
A.I. Rasa Panas dan Dingin
Rasa panas dan dingin tidak ditentukan oleh suhu suatu benda yang
sebenarnya, melainkan oleh kecepatan hilangnya panas atau mendapatkan
panas oleh kulit.
1a. Sediakanlah 3 buah bak yang masing-masing berisi :
I. Air es,
II. Air panas 40oC
III. Air dengan suhu ±30oC
1b. Masukkan telunjuk kanan ke dalam air es dan telunjuk kiri ke
dalam air 40oC.
Catatlah perasaan yang saudara alami.
1c. Kemudian segera masukkan kedua telunjuk saudara ke dalam bak
III : air dengan suhu ±30oC. Catatlah dan terangkan perasaan yang
saudara alami.
2a. Tempatkanlah punggung tangan saudara ±10 cm di depan mulut
dan tiuplah kulit tangan itu perlahan-lahan. Catatlah rasa yang
saudara alami.
2b. Basahilah punggung tangan itu dengan air dahulu, kemudian
tiuplah seperti percobaan tersebut di atas. Catat pula rasa yang
saudara alami.
2c. Oleskan punggung tangan saudara dengan alkohol atau eter dahulu,
kemudian tiuplah lagi. Rasa yang bagaimanakah yang saudara
alami sekarang? Terangkan

A.II. Reaksi-Reaksi pada Kulit


Rasa-rasa panas, dingin, raba/tekan dan nyeri dihantarkan oleh serat-
serat syaraf yang terpisah, yang menghubungkan titik di kulit. Kepadatan
titik-titik rasa di berbagai-bagai tempat di kulit tidaklah sama.
1. Letakkan telapak tangan kiri di atas meja dan tandailah suatu
daerah 3x3 cm dengan stempel yang telah tersedia. Tutuplah mata
orang percobaan.
2. Selidikilah secara teratur mengikuti garis-garis sejajar titik-titik
panas dengan menggunakan kerucut kuningan yang telah
direndam di dalam air panas 50oC (sebelum diletakkan pada
telapak tangan, keringkan dahulu kerucut itu dengan handuk).
Berilah tanda pada titik-titik itu dengan tinta hitam.
3. Lakukakn percobaan tersebut di atas untuk menentukan titik-titik
dingin dengan menggunakan kerucut kuningan yang telah
direndam di dalam air es.
4. Lakukan percobaan tersebut di atas untuk menentukan titik tekan
dengan menggunakan aesthesiometer rambut dari Frey, dan juga
titik-titik nyeri dengan menggunakan jarum.
5. Buatlah gambar tangan di atas kertas putih dan tulislah titik-titik
rasa-rasa itu ke dalamnya.
6. Lakukan percobaan tersebut (no.2 sampai dengan 4) untuk daerah-
daerah lengan bawah, kuduk dan pipi.

B. NEO-SENSIBILITIES
B.I. Lokalisasi rasa tekan
1. Tutuplah mata orang percobaan, kemudian tekanlah ujung pensil
dengan kuat pada ujung jarinya.
2. Suruhlah orang percobaan menunjukkan dengan pensil tempat yang
telah dirangsang itu. Tentukan jarak antara titik rangsang dan titik
tunjuk dalam mm.
3. Ulangi percobaan tersebut 3x dan tentukan jarak-jarak rata-ratanya.
4. Lakukan percobaan tersebut untuk daerah-daerah telapak tangan,
lengan bawah, lengan atas, pipi dan kuduk.

B.II. Diskriminasi rasa tekan


1. Tutuplah mata orang percobaan, kemudian tekanlah kedua ujung
sebuah jangka secara serentak (simultan) pada ujung jarinya.
2. Ambillah mula-mula jarak ujung jangka yang kecil sehingga orang
percobaan belum dapat membedakan 2 titik. Kemudian perbesarlah
jarak ujung jangka setiap kali dengan 2 mm, hingga tepat dapat
dibedakan 2 titik oleh orang percobaan.
3. Ulangi percobaan ini dengan jarak ujung jangka yang besar dahulu,
kemudian dikecilkan setiap kali dengan 2 mm sampai ambang
diskriminasi. Ambillah jarak rata-rata dari tindakan no.2 dan 3.
4. Lakukan percobaan no. 1 s/d no.3, tetapi sekarang dengan menekankan
kedua ujung jangka secara berturut-turut (successif).
5. Tentukanlah dengan cara-cara tersebut di atas ambang diskriminasi 2
titik untuk daerah-daerah kuduk, bibir, pipi, dan lidah.
6a. Ambillah sekarang jarak terbesar antara ujung-ujung jangka yang
masih dirasakan
sebagai 1 titik oleh kulit depan telinga.
6b. Gerakkanlah sekarang jangka tersebut mulai dari kulit depan telinga ke
arah pipi,
bibir atas dan bibir bawah. Catatlah yang saudara alami.

B.III. Diskriminasi kekuatan rangsangan. (Hukum Weber-Fechner)


Kemampuan untuk membedakan kekuatan rangsangan rasa-rasa, pada
umumnya tidak tergantung pada kekuatan mutlak dari rangsangan
tersebut, tetapi ada perbedaan relatifnya.
1. Tutuplah mata orang percobaan dan letakkan tangannya di atas meja
dengan telapak tangannya ke atas.
2. Letakkan kotak timbangan dengan beban 5 gr. Di dalamnya pada
ujung-ujung jarinya.
3. Tambahkan setiap kali ke dalam kotak timbangan suatu beban, sampai
orang percobaan tepat dapat membedakan tambahan berat. Catatlah
berat permulaan (+kotak timbangan) dan berat terakhir itu.
4. Lakukan percobaan no.2 dan no.3 dengan beban mula-mula di dalam
kotak berturut-turut 10gr, 50gr, dan 100gr.

B.IV. Kemampuan diskriminasi


Dalam melakuakn praktikum ini seringkali timbul kesukaran
karena yang dipakai adalah orang-orang yang sehat dan normal
kemampuan diskriminasinya. Oleh sebab itu sebaliknya dilakukan
perbandingan kemampuan diskriminasi antara tangan (yang normal)
dengan lengan bawah atau kuduk.

Kemampuan diskriminasi kekasaran


1. Suruhlah orang percobaan dengan mata tertutup meraba-raba
dengan ujung jarinya kertas penggosok yang berbeda-beda derajat
kekasarannya.
2. Bagaimanakah daya pembedaannya?
Ulangi percobaan tersebut dengan lengan bawahnya.
Kemampuan diskriminasi ukuran :
1. Tekanlah pada telapak tangan orang percobaan (mata tertutup)
cincin logam dari bermacam-macam ukuran.
2. Ulangi percobaan ini dengan lengan bawahnya.

Kemampuan diskriminasi bentuk :


1. Dengan mata tertutup suruhlah orang percobaan memegang benda-
benda kecil yang tersedia, dan suruhlah menyebutkan benda-benda
tersebut (lingkaran-lingkaran, empat persegi panjang, segi tiga,
bulat lonjong, dll).
2. Ulangi percobaan ini dengan lengan bawahnya.

C. RASA NYERI KULIT DAN OTOT


Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian menggunakan alat Hardy-
Wolff, yaitu terdiri dari lampu proyeksi yang dapat memusatkan sinar-
sinarnya menembus suatu lubang (diafragma). Kekuatan radiasi sinar
ditentukan dengan sebuah rheostat yang disusun seri dengan lampu. Lama
penyinaran diukur dengan stopwatch. Percobaan ini dilakukan dengan 3
perlakuan, yaitu perlakuan normal, perlakuan mengalihkan perhatian,
perlakuan pemberian olesan balsam.

A. Normal

1. Hitamkan (dengan tinta hitam) suatu daerah kecil di kulit lengan bawah,
kemudian tempelkan diafragma alat Hardy-Wolff pada kulit tersebut.
2. Lakukan penyinaran dengan kekuatan radiasi yang rendah selama 10 detik.
Untuk ini haruslah diatur rheostat.
3. Geserkan tombol rheostat sehingga kekuatan radiasi meningkat dan sinari
lagi kulit yang dihitamkan tersebut selama 10 detik.
4. Lakukan tindakan no.3 dengan setiap kali menggeser tombol rheostat,
sampai orang percobaan merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk.
5. Catatlah angka yang ditunjuk rheostat dan lama penyinaran dalam detik.
Ini merupakan nilai ambang rasa nyeri orang percobaan.

B. Pengaruh mengalihkan perhatian


6. Ulangi tindakan no.1 s/d no.4, tetapi sekarang dengan mengalihkan
perhatian orang percobaan. Hal ini dapat dilaksanakan dengan menyuruh
orang percobaan menggaruk-garuk kepalanya atau mengancamnya dengan
rangsangan arus listrik atau cara-cara lain yang serupa.
7. Catatlah besarnya radiasi dan waktu radiasi yang didapat.

C. Pengaruh Hyperaemia
8. Gosoklah kulit yang telah dihitamkan itu dengan balasan yang tersedia,
kemudian ulangi tindakan no.1 s/d no.4 tersebut di atas.
9. Catatlah hasil-hasil yang didapatkan.

D. GERAKAN REFLEKS
1. Refleks fleksor / monosinaps / patella
Ketuklah patella probandus dengan palu plastik pada kaki yang ditekuk,
Amati respons yang timbul. Saat palu diketukkan pada bagian disekitar
tulang tempurung lutut, terjadi gerakan refleks. Kaki yang tadinya ditekuk
bergerak kedepan sehingga sudut antara kaki dan paha melebar (gerakan
ekstensi).
2. Refleks kornea
Sentuh kornea probandus dengan kapas yang dipilin, Amati respons yang
timbul. Pada saat kapas mendekati kornea mata, terjadi gerakan refleks
menutup (berkedip) oleh kelopak mata untuk melindungi mata.
3. Refleks pupil
Tutp mata 30 detik atau lindungi mata dengan kertas, buka mata lalu amati
pupil mata. Sorot mata dengan senter, Amati pupil lalu bandingkan dengan
pengamatan sebelumnya. Pada saat cahaya senter diarahkan ke pupil mata,
terlihat pupil bergerak semakin mngecil. Hal ini terjadi karena pupil
memungkinkan jumlah cahaya yang masuk ke mata bervariasi. Ketika
jumlah cahaya yang menyorot ke mata cukup banyak, maka ukuran pupil
disesuaikan oleh otot-otot iris untuk memungkinkan lebih sedikit cahaya
yang masuk, sesuai kebutuhan.
4. Refleks pineal
Sentuh bagian dalam daun telinga probandus dengan benda tumpul atau
kapas yang digulung panjang sebagai aplikator, Amati proses yang timbul.
Kepala probandus selalu menghadap ke bagian telinga yang akan disentuh,
bahkan sebelum telinganya benar-benar tersentuh.
5. Refleks nosiseptif
Jepit dengan keras anggota tubuh probandus, Amati respons yang timbul.
Pada saat tangan dijepit dengan keras menggunakan pinset, terjadi gerakan
memberontak. Hal ini terjadi saat bagian tubuh lainnya dijepit dengan
keras.
BAB 4

HASIL PRAKTIKUM

1. PALEOSENSIBILITAS
1.1. Rasa Panas dan Dingin
Lokasi Media Uraian Rasa
Jari Telunjuk Kanan Air Es Dingin, nyeri, kaku
Jari Telunjuk Kiri Air 40̊ C Panas, tidak nyeri, tidak kaku
Jari Telunjuk Kanan Air Suhu Kamar Jari Telunjuk Kanan : hangat, nyeri hilang
dan Kiri Jari Telunjuk Kiri : dingin, kaku
Punggung Tangan - Dingin
Punggung Tangan Air Suhu Kamar Agak dingin
Punggung Tangan Alkohol Sangat dingin

1.2. Reaksi pada Kulit


Lokasi Hasil Pengamatan Jumlah Titik
Panas : 8
Telapak Tangan Kiri Dingin : 7
Tekanan : 6

Panas : 9
Lengan Bawah Dingin : 9
Tekanan : 9

Panas : 0
Kuduk Dingin : 9
Tekanan : 9

Panas : 9
Pipi Dingin : 9
Tekanan : 9

= dingin = panas = tekanan


2. NEOSENSIBILITAS
2.1. Lokalisasi Rasa Tekan
Jarak Titik Tekan dan Titik Tunjuk (mm)
Lokasi I II III Rata-rata
Ujung Jari 0 3 5 2,7
Telapak Tangan Kiri 0 10 5 5
Lengan Bawah 1 7 10 6
Lengan Atas 0 18 7 8,3
Pipi 4 8 10 2,4
Kuduk 1 2 1 1,3

2.2. Diskriminasi Rasa Tekan


Jarak Titik Tekan dan Titik Tunjuk Jarak Titik Tekan dan Titik Tunjuk
Lokasi dengan Metode Simultan (mm) dengan Metode Suksesif (mm)
x y Rata-rata x y Rata-rata
Ujung 6 2 4 10 6 8
Jari
Telapak 22 6 14 26 22 24
Tangan
Kiri
Lengan 34 26 30 2 2 2
Bawah
Lengan 18 2 10 38 34 36
Atas
Pipi 30 22 26 18 14 16
Kuduk 10 2 6 6 2 4
Bibir 10 6 8 10 6 8
Depan 6 2 4 6 2 4
Telinga
2.3. Diskriminasi Kekuatan Rangsangan (Hukum Weber-Fechner)
Berat Beban Awal Berat Beban yang Dirasakan
(g) I II III Rata-rata
10 20 25 9 18
50 30 30 120 60
100 100 170 100 123,3
200 100 150 170 140

Hubungan besarnya stimulus rangsangan vs. Persepsi rangsangan

140
berat bebean yang dirasakan (g)

120

100

80

60

40

20

0
0 50 100 150 200
berat beban awal (g)
2.4. Kemampuan Diskriminasi
2.4.1. Diskriminasi Kekerasan
Telapak Lengan
Kekasaran Kertas Jari Tangan Kuduk
No Tangan Bawah
Gosok
I II III I II III I II III I II III
1. 00 (paling halus) B B S B S S B B B S S S
2. 1 (halus) B B S S B B B S B B S S
3. 2 (sederhana kasar) B B B S B B S B B S S B
4. 3 (kasar) B B S B B B B B S B B S
Total jawaban benar 9 8 9 4

2.4.2. Diskriminasi Ukuran


No Jenis dan Diameter Telapak Lengan
Jari Tangan Kuduk
Koin (cm) Tangan Bawah
I II III I II III I II III I II III
1. Koin Rp.25 (....cm) B S B S B S S B S S S B
2. Koin Rp.50 (...cm) S B S S B S B B B S B S
3. Koin Rp.100 (...cm) S S S S S S S B S S B S
4. Koin Rp.200 (...cm) S S B S B B S S B S B B
5. Koin Rp.500 (...cm) B B B B S B B S S B B B
6. Koin Rp.1000 (.cm) S B B B S B S B B S B B
Total jawaban benar 9 8 9 10
2.4.3. Diskriminasi Bentuk
Jenis dan Telapak Lengan
Jari Tangan Kuduk
No Diameter Koin Tangan Bawah
(cm) I II III I II III I II III I II III
1. Tabung B B B B S S B B B B B S
2. Balok B B B B B B S B B S B B
3. Kubus B B B B B B S B B B B B
4. Limas Segi Enam B S B S S B S S S S S B
Total jawaban benar 11 8 7 8

3. RASA NYERI KULIT DAN OTOT


3.1. Rasa Nyeri
Perlakuan Waktu (detik)
Normal 16
Mengalihkan Perhatian 38
Hiperemia 27

4. GERAKAN REFLEKS

No. Probandus Refleks Refleks Refleks Refleks Refleks


Patela Kornea Pupil Pineal Nosiseptif
(+/-) (+/-) (+/-) (+/-) (+/-)
1. Probandus 1 + + + + +
2. Probandus 2 + + + + +
3. Probandus 3 + + + + +
BAB 5

PEMBAHASAN

1. PALEOSENSIBILITAS
1.1.Rasa-Rasa Panas dan Dingin
Percobaan untuk mendeteksi rasa panas dan dingin dilakukan dengan
memasukkan telunjuk ke dalam air es, air panas 40oC, dan air pada suhu
kamar (air PDAM). Jari telunjuk yang dimasukkan ke dalam air es lalu
dimasukkan ke dalam air dengan suhu kamar (air PDAM) terasa lebih
hangat, sedangkan jari telunjuk yang dimasukkan ke dalam air panas 40ᵒ C
terasa lebih dingin saat dimasukkan ke dalam air dengan suhu kamar (air
PDAM). Hal ini disebabkan karena adanya perbandingan atau perbedaan
relatif indera rasa kita saat merasakan panas atau dingin, bukan kekuatan
mutlak dari suhu suatu benda.
Pada percobaan meniup punggung tangan, orang coba merasa
dingin karena terjadi penguapan pada permukaan punggung tangan dengan
mengambil panas dari kulit. Saat punggung tangan dibasahi oleh air
kemudian ditiup, air akan menyerap kalor untuk menguap, tetapi proses
penguapan air lebih lama dibandingkan dengan proses penguapan alkohol.
Maka dari itu, saat orang coba mengoleskan alkohol terlebih dahulu,
tiupan akan terasa lebih dingin dibanding saaat diberi air. Hal ini
disebabkan karena titik penguapan alkohol lebih rendah dari air sehingga
mengambil kalor lebih banyak dari permukaan kulit dan orang coba
merasa lebih dingin.

Pada percobaan dengan alkohol pada kulit, mula-mula timbul rasa


dingin lalu disusul rasa panas. Rasa dingin ini disebabkan oleh penguapan
alkohol, tetapi karena proses penguapan alkohol berlangsung cepat, maka
lama-kelamaan alkohol menguap habis dan suhu permukaan kulit kembali
normal. Saat permukaan kulit kembali ke suhu normal, orang coba
merasakan panas karena kulit mengalami kenaikan suhu.
1.2. Reaksi-Reaksi di Kulit
Dari percobaan yang telah dilakukan pada probandus, dibuktikan
bahwa tubuh memiliki tingkat kepekaan yang berbeda-beda pada tiap
bagiannya. Hal ini disebabkan kepadatan titik-titik reseptor di setiap
bagian kulit tidaklah sama. Pada hasil percobaan kami, dapat dilihat bahwa
daerah yang memiliki kepekaan paling tinggi adalah pipi dan lengan
bawah, diikuti dengan telapak tangan kiri lalu kuduk. saat pemberian
rangasangan dingin pada lengan bawah, kuduk, dan pipi terdapat 9 titik
reseptor, dengan kata lain rangsangan dingin paling dirasakan oleh lengan
bawah, kuduk, dan pipi pada percobaan kali ini. Pada pemberian
rangsangan panas, kuduk memiliki titik reseptor rasa panas yang lebih
banyak pada lengan bawah dan pipi sejumlah 9 titik. Pada pemberian
rangsangan nyeri terjadi pada pipi, kuduk, dan lengan bawah lebih terasa.
Sedangkan reseptor panas, dingin dan nyeri paling sedikit terdapat pada
telapak tangan kiri.

2. NEOSENSIBILITAS
2.1. Lokalisasi Rasa Tekan
Berdasarkan rata-rata pada hasil percobaan yang telah kita lakukan
pada probandus bagian yang paling peka terhadap rasa tekan adalah pada
kuduk. Hal ini ditunjukan dengan hasil rata-rata pada daerah kuduk yang
paling kecil yaitu sebesar 1,3 mm.
Reseptor dingin dan reseptor hangat terletak tepat di bawah kulit,
yakni pada titik-titik yang berbeda dan terpisah-pisah, dengan diameter
perangsangan kira-kira 1mm. Pada sebagian besar daerah tubuh jumlah
reseptor bervariasi, 3-5 titik dingin pada jari-jari, dan kurang bdari satu
titik dingin persentimeter persegi pada daerah permukaan dada yang luas.
Sedangkan jumlah titik hangatnya lebih sedikit. Alat indera untuk nyeri
adalah ujung saraf telanjang yang terdapat di hampir semua jaringan
tubuh.
2.2. Diskriminasi Rasa Tekan
Pada percobaan ini dilakukan dengan cara menekan pada ujung jari
dengan sebuah jangka, menggunakan metode simultan (bersamaan)
dengan perbesar setiap kali 2 mm sampai dirasakan dua titik sampai dapat
dibedakan dua titik oleh orang coba. Pada percobaan ini dapat kita ketahui
bahwa daerah yang paling peka dalam membedakan dua titik ujung jangka
yaitu pada depan telinga dan ujung jari. Terbukti dengan rata-rata yang
kecil yaitu 4 mm. Sedangkan bila menggunakan metode suksesif
(berurutan) daerah yang paling peka dalam membedakan dua titik ujung
jangka ada pada lengan bawah dengan rata-rata terkecil yaitu 2 mm.

2.3.Diskriminasi Kekuatan Rangsangan (HK Weber-Fechner)


Bunyi hukum Weber-Fechner sendiri ialah “Kemampuan untuk
membedakan kekuatan rangsangan rasa-rasa pada umumnya tidak
tergantung pada kekuatan mutlak dari rangsangan tersebut, tetapi pada
perbedaan relatifnya.”
Hasil percobaan yang telah dilakukan tersebut sesuai dengan hukum
Weber – Fencher bahwa kemampuan untuk membedakan kekuatan
rangsang rasa-rasa, pada umumnya tidak tergantung pada kekuatan mutlak
dari rangsangan tersebut, tetapi pada perbedaan relatifnya. Hal ini
dibuktikan pada hasil pengamatan, yaitu respon indra rangsang yang
didapatkan lebih rendah daripada stimulus yang diberikan. Sehingga,
beban akan terasa lebih ringan dari berat asalnya.
2.4. Kemampuan Diskriminasi
2.4.1. Diskriminasi Kekerasan
Pada percobaan ini yang dilakukan adalah kemampuan
merasakan perbedaan kekasaran kertas gosok yang sudah diberi
nomor 00, 1, 2, dan 3 berdasarkan derajat kekasarannya (paling
halus, halus, sedang, kasar). Percobaan dilakukan pada beberapa
bagian tubuh yaitu jari tangan, telapak tangan, lengan bawah dan
kuduk. Dan bagian yang paling peka dalam menebak kekasaran
kertas gosok adalah pada bagian jari tangan dan lengan bawah
dengan total jawaban benar sebanyak 9, sedangkan pada kuduk
terjadi kesalahan dalam menebak kekasaran kertas gosok terutama
dalam menebak kekasaran kertas gosok yang paling halus dengan
nomor 00.

2.4.2. Diskriminasi Ukuran


Pada percobaan ini yang dilakukan adalah kemampuan
merasakan perbedaan ukuran pada uang koin yang memiliki
nilai Rp.25, Rp.50, Rp.100, Rp.200, Rp.500, Rp.1000 yang
memiliki diameter yang berbeda-beda. Menurut hasil
praktikum yang kami lakukan pada bagian yang paling peka
dan benar dalam menebak perubahan ukuran uang koin adalah
pada bagian kuduk dengan total jawaban benar 10.
2.4.3. Diskriminasi Bentuk
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran kemampuan
merasakan bentuk dari suatu benda yang diberikan kepada
orang coba / probandus. Pengukuran kemampuan dilakukan
dengan menggunakan beberapa bentukan benda yaitu bentukan
tabung, balok, kubus, dan limas segi enam pada beberapa
bagian dari tubuh antara lain, jari tangan, telapak tangan,
lengan bawah dan kuduk. Pada bagian jari tangan, orang coba
dapat menebak hampir semua bentukan dengan benar dengan
total jawaban benar sebanyak 11, sedangkan pada lengan
bawah ketiga probandus rata-rata menebak dengan salah
terutama pada bentuk limas segi enam dengan total jawaban
benar hanya 7.

3. Rasa Nyeri Kulit dan Otot


3.1.Tanpa Perlakuan
Orang coba diberi tanda hitam dengan spidol di daerah kecil di kulit
lengan bawah, kemudian ditempatkan alat Hardy-Woff 3 cm dari daerah
kulit. Probandus disinari lalu dihitung waktu nya menggunakan
stopwawatch, sehingga probandus merasakan nyeri pada detik ke 16.

3.2. Mengalihkan Perhatian


orang coba dialihkan perhatiannya, dengan ajakan obrolan hal-hal yang
disukainya, sehingga fokusnya bukan pada nyerinya. Pada percobaan
mengalihkan perhatian ini didapatkan hasil ambang nyeri probandus
terjadi pada detik ke 38.

3.3. Pengaruh Hiperaemia


Orang coba diberikan olesan balsam pada permukaan kulit yang
telah dihitamkan sebagai pembedanya. Dan didapatkan hasil ambang batas
nyeri pada 27 detik.
4. Gerakan Refleks
Kegiatan praktikum ini menggunakan macam daerah untuk diuji
ada tidaknya gerak reflex pada tubuh probandus. Yaitu gerak refleks
patela, refleks kornea, refleks pupil, refleks pineal dan refleks pada
nosiseptif.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pada pengujian
gerak reflex patela, kornea, pupil, pineal dan nosiseptif ketiga probandus
dapat menunjukkan gerak refleks. Maka dapat diketahui bahwa semua
probandus yang telah di uji pada 5 titik tertentu secara umum memiliki
gerak reflex yang baik.
BAB 6
KESIMPULAN

Berdasarkan beberapa percobaan yang telah dilakukan, dapat


disimpulkan bahwa Mekanisme sensoris pada reseptor-reseptor tekanan, suhu
dan nyeri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu paleosensibilitas dan
neosensibilitas.

Bila suatu rangsang tetap diberikan secara terus-menerus pada suatu


reseptor, frekuensi potensial aksi di saraf sensorik lama- kelamaan akan
menurun. Hal ini yang dinamakan dengan adaptasi. Selain itu tubuh memiliki
tingkat kepekaan yang berbeda-beda pada tiap bagiannya yang disebabkan
karena kepadatan dan rangsangan (berupa tekanan atau sentuha) yang
diberikan pada titik-titik reseptor di setiap bagian kulit setiap probandus
tidaklah sama.

Proses terjadinya gerak refleks diawali dengan adanya rangsangan,


kemudian rangsangan tersebut akan di teruskan ke otak atau sumsum tulang
belakang melalui neuron sensorik dengan kecepatan yang sangat
tinggi kemudian menuju ke efektor (luar tubuh) melalui neuron
motorik sebagai tanggapan terhadap rangsangan yang diperoleh. Sehingga
dari 5 titik pengujian yang dilakukan pada probandus, umumnya probandus
memiliki gerak refleks pada daerah tersebut.
BAB 7
DAFTAR PUSTAKA

Ganong,F.William. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed.20.


Jakarta:EGC
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta :
EGC
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
11. Jakarta: EGC. 2008. p. 635,636,637.
Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevier,
Philadelpia. 2006: p 572-573, 607.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed.
Philadelphia: Elsevier
Gol : Golongan X.

Tanggal Praktikum : Kamis, 22 November 2018

Jam : 13.00-15.00

Asisten : Angelia Levina

Penanggung Jawab : Dinda Listya 2443018138

Anggota : 1. Shinta Christy H. 2443018081


2. Stevanus Marcellino Suryadi 2443018091
3. Firman Sandi Gunawan 2443018122
4. Anthonita Febriana 2443018132

Anda mungkin juga menyukai