Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA

KONTRAKSI OTOT
Pelaksanaan : Kamis, 29 November 2018
Dosen : Dra. Nur Kuswanti, M.Sc.St.
Erlix Rakhmad Purnama, M.Si.

Disusun oleh :
Kelompok 6
1. Sintha Eka Ashari (16030204012)
2. Regi Hayu Nirwana (16030204015)
3. Binti Munawaroh (16030204029)
4. Laily Eka Pradina (16030204034)
Pendidikan Biologi A 2016

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2018
A. Judul
Judul praktikum ini adalah kontraksi otot.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini adalah;
1. Bagaimana cara melakukan single pithing pada katak?
2. Bagaimana cara membuat sediaan otot gastrocnemius pada katak?
3. Bagaimana cara mengisolir syaraf kaki pada paha katak?
4. Bagaimana cara menentukan besar intensitas rangsangan minimal?
5. Bagaimana cara menentukan besar intensitas rangsangan maksimal?
6. Bagaimana cara menuliskan beda arti kelima macam intensitas rangsangan?
7. Bagaimana cara mendapatkan grafik kontraksi maksimal tunggal?
8. Bagaimana perbedaan membuat sumasi gelombang, tetani bergerigi dan tetani lurus?
9. Bagaimana persamaan dalam membuat sumasi gelombang dan sumasi motor unit?
10. Bagaimana cara menuliskan dua beda dalam membuat dan sumasi motor unit?

C. Tujuan
Tujuan pada percobaan ini adalah;
1. Praktikan mampu melakukan single pithing pada katak.
2. Praktikan mampu membuat sediaan otot gastrocnemius pada katak.
3. Praktikan mampu mengisolir syaraf kaki pada paha katak.
4. Praktikan mampu menentukan besar intensitas rangsangan minimal.
5. Praktikan mampu menentukan besar intensitas rangsangan maksimal.
6. Praktikan mampu menuliskan beda arti kelima macam intensitas rangsangan.
7. Praktikan mampu mendapatkan grafik kontraksi maksimal tunggal.
8. Praktikan mengetahui perbedaan membuat sumasi gelombang, tetani bergerigi dan
tetani lurus.
9. Praktikan mengetahui persamaan dalam membuat sumasi gelombang dan sumasi
motor unit.
10. Praktikan mampu menuliskan dua beda dalam membuat dan sumasi motor unit.

D. Hipotesis
Ha = ada pengaruh frekuemsi kimografi terhadap intensitas rangsangan sub minimal,
intensitas rangsangan minimal, intensitas rangsangan sub maksimal, intensitas
rangsangan maksimal, intensitas rangsangan supra maksimal, kontraksi tunggal,
kontarksi tetani lurus bergerigi, kontraksi tetani bergerigi, dan sumasi tunggal.
H0 = Tidak ada pengaruh frekuemsi kimografi terhadap intensitas rangsangan sub
minimal, intensitas rangsangan minimal, intensitas rangsangan sub maksimal,
intensitas rangsangan maksimal, intensitas rangsangan supra maksimal, kontraksi
tunggal, kontarksi tetani lurus bergerigi, kontraksi tetani bergerigi, dan sumasi
tunggal.

E. Dasar Teori
1. Fisiologis katak
Dalam tubuh hewan vertebrata, terdapat sistem yang berfungsi untuk menyokong
tubuh yaitu, sistem rangka daalm (endoskeleton). Endoskeleton tersusun dari tulang-
tulang dan otot yang bekerjasama membentuk sistem gerak. Endoskeleton yang
dimiliki oleh masing-masing vertebrata berbeda-beda yang akan mempengaruhi
bertuk tubuh vertebrata itu.

Katak merupakan salah satu contoh vertebrata pada kelas amphibi. Rangka pada
katak tersusun dari tiga kelompok tulang, yaitu tulang tengkorak, tulang badan, dan
tulang anggota gerak. Katak memiliki tungkai belakang yang panjang dan dilengkapi
otot yang kuat berfungsi untuk membantu katak melompat dengan baik. Selain itu
pada tungkai katak juga terdapat selaput renang yang bisa memberikan tekanan kuat
melawan air yang membantu katak untuk berenang.

2. Otot
Otot disebut sebagai alat gerak aktif yang memiliki tiga kemampuan khusus
yaitu kontraktibilitas (kemampuan untuk kontraksi), ekstensibilitas (gerakan kebalikan
dari kontraksi), dan elastisitas (kemampuan relaksasi atau kembali ke ukuran semula).
Otot rangka dapat berkontraksi apabila terdapat rangsangan yang berangkai. Apabila
rangsangan diberikan saat otot sedang berkontraksi, maka kontraksi otot tersebut juga
akan semakin besar. Sedangkan apabila rangsangan diberikan terus menerus, maka
kontraksi mendatar (Irianto, 2004).

Otot rangka memiliki fungsi eksitabilitas yang berarti otot akan merespon
dengan kuat jika distimulasi oleh impuls saraf. Terdapat empat macam bentuk
rangsangan otot rangka, yaitu rangsangan mekanik, rangsangan kimiawi, rangsangan
panas, dan rangsangan listrik. Diantara jenis rangsangan
tersebut, yang sering digunakan adalah rangsangan listrik.
Karena pada rangsangan listrik dapat datur intensitas,
frekuensi, dan lama pemberian rangsang; selain itu lebih
mudah diatur dan tidak menimbulkan kerusakan tinggi pada
jaringan (Wulangi: 1993). Saat otot rangka diberi rangsangan
listrik secara bertubi-tubi, maka akan terjadi kontraksi
berkepanjangan (tetani). Kemudian sumasi tidak lengkap
akan terjadi apabila laju rangsangan diturunkan. Besarnya
kegiatan suatu otot tergantung dari jumlah motor unit yang
aktif. Apabila semua unit gerak digiatkan serentak maka Gambar 1. Otot Gastrocnemius
pada katak
otot akan berkontraksi sekali. Tapi apabila unit gerak
digiatkan pada waktu yang tidak bersamaan, maka akan terjadi ketegangan otot.
Apabila otot rangka dirangsang secara terus-menerus dengan intensitas rangsang yang
sama besar dengan frekuensi satu rangsang per detik, maka pada suatu saat otot
kehilangan kemampuan untuk kontraksi. Gejala ini dikenal dengan nama “kecapaian”
(fatique), yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan menurunya kepekaan dan
kemampuan menegang.

Otot gastrocnemius termasuk kedalam kelompok otot betis (Qid, 2001). Otot
gastrocnemius merupakan otot betis superficial berkepala dua dan letaknya diantara
bawah paha dan turnit menyilang pada dua persendian membentuk tonjolan besar pada
betis atas. Otot gastrocnemius pada katak berkontraksi pada saat berjalan dan
melompat. Pada katak, otot ini banyak digunakan dalam percobaan f'isiologi hewan.
Otot gastrocnemius katak adalah otot yang lebar yang letaknya di atas fibiofibula, serta
disisipi oleh tendon tumit yang tampak jelas pada permukaan kaki (Syaifuddin, 2006).

3. Kontraksi Otot
Kontraksi pada otot terjadi karena adanya mekanisme pergeseran filamen yang
disebabkan oleh mekanisme kimia atau elektrostatik yang merupakan akibat dari
interaksi jembatan penyebrangan dari filamen miosin dan filamen aktin (Guyton, et al,
2006). Kontraksi otot memiliki beberapa karakteristik antara lain :
a. Stimulus ambang adalah voltase listrik minimum yang dapat menyebabkan
kontraksi serabut otot tunggal.
1) Respons all-or-none serabut otot terjadi apabila stimulasi ambang telah
tercapai, maka serabut otot akan merespons secara maksimal atau tidak sama
sekali dengan syarat kondisi lingkungan serabut tidak berubah.
2) Meningkatkan intensitas stimulus melebihi ambang batasnya tidak akan
memeperbesar respons serabut otot tunggal.
b. Kedutan otot
1) Apabila preparat distimulasi, maka setiap serabut otot dalam otot akan
mematuhi semua hukum all-or-none dengan ambang yang berbeda-beda.
2) Kedutan otot (kontraksi maksimum keseluruhan otot) terjadi apabila intensitas
stimulus cukup untuk seluruh serabut.
c. Respons otot tergradasi.
Kedutan otot merupakan pengendalian kontraksi otot dengan kekuatan
bervariasi, bergantung dengan kebutuhan. Keseluruhan otot merespons dalam gaya
bergradasi terhadap frekuensi dan intensitas impuls saraf ke unit motorik.

4. Sumasi gelombang
Sumasi gelombang adalah penjumlahan kontraksi kedutan otot (twitch) untuk
meningkatkan kontraksi otot. Pada umumnya sumasi terjadi melalui 2 cara yaitu dengan
meningkatkan motor unit motorik yang berkontraksi secara serentak dan dengan
meningkatkan kecepatan kontraksi tiap motor unit. Ada dua macam sumasi kontraksi
yaitu:
a. Sumasi temporal
Sumasi temporal atau sumasi gelombang terjadi dengan cara mengubah interval
rangsangan (waktu istirahat antara rangsangan pertama dan kedua diperpendek
sehingga rangsangan kedua tepat saat kontraksi pertama akan relaksasi). Akibatnya
kontraksi pertama dan kedua bersatu menjadi satu kontraksi yang lebih besar
(sumasi kontraksi).
b. Sumasi spasial
Sumasi spasial atau multiple motor unit summation karena pertambahan besar
amplitudo kontraksi akibat pertambahan intensitas rangsangan. Dengan
meningkatkan intensitas rangsangan maka makin banyak motor unit yang
terangsang, akibatnya kontraksi akan semakin besar. Pada umumnya sumasi dapat
terjadi dengan cara meningkatkan jumlah unit motorik yang berkontraksi secara
serentak dan dengan meningkatkan kecepatan kontraksi tiap unit motorik.
5. Tetani
Kontraksi tetani diawali dengan timbulnya sumasi, dengan cara otot diberikan
rangsangan yang berulang-ulang. Dengan meningkatkan frekuensi kontraksi dan
diberikan rangsangan berulang-ulang sebelum fase relaksasi selesai maka akan
menimbulkan peristiwa tetanisasi, yaitu kekuatan kontraksi yang telah mencapai
tingkat maksimumnya, sehingga tambahan peningkatan apa pun pada frekuensi di atas
titik ini tidak akan memberi efek peningkatan daya kontraksi lebih lanjut. Kontraksi
tetani dibagi menjadi dua yakni kontraksi tetani bergerigi dengan kontraksi tetani lurus.
a. Kontraksi tetani bergerigi adalah pertambahan panjang kekuatan kontraksi otot
yang sempat mengalami relaksasi sempurna yang kemudian dirangsang kembali.
b. Kontraksi tetani lurus merupakan pertambahan kontraksi otot setelah kontraksi
tetani.

6. Macam Rangsangan
Otot memiliki stimulus ambang yaitu voltase listrik minimum yang dapat
menyebabkan otot berkontraksi. Apabila stimulus tidak mencapai ambang batasnya
maka otot tidak akan memberikan respon. Ada beberapa macam rangsangan antara lain:
a. Rangsangan Subliminal
Rangsangan subliminal merupakan rangsangan yang diberikan tetapi belum ada
satu motor unit yang bereaksi terhadap rangsangan tersebut dalam bentuk potensial
aksi.
b. Rangsangan Liminal
Rangsangan liminal merupakan rangsangan yang diberikan dan mulai terjadi reaksi
dari satu motor unit, terjadi kontraksi pertama kali.
c. Rangsangan Supraliminal
Rangsangan supraliminal merupakan rangsangan yang menyebabkan terjadinya
kontraksiyang lebih besar daripada rangsangan liminal.
d. Rangsangan Submaksimal
Rangsangan submaksimal merupakan rangsangan yang diberikan hingga terjadi
kontraksi yang besarnya mendekati nilai maksimalnya.
e. Rangsangan Maksimal
Rangsangan maksimal merupakan rangsangan yang diberikan dimana semua motor
unit memberikan reaksi hingga menimbulkan reaksi yang paling tinggi.
f. Rangsangan Supramaksimal
Rangsangan supramaksimal merupakan rangsangan yang diberikan setelah
rangsangan maksimal.

7. Larutan Ringer
Larutan ringer merupakan larutan steril yang didalamnya mengandung NaCl
6,5gr, KCl 0,075gr, CaCl20,2gr, NaHCO3 0,2gr. Larutan ini berfungsi untuk menjafga
otot agar tetap hidup dan berkontraksi. Larutan ringer biasa digunakan untuk
mengahntarkan aliran listrik yang berguna pada alat kimograf. Larutan ringer
mengandung komposisi elektrolit yang konsentrasinya sangat mirip dengan kandungan
cairan ekstraseluler. Cairan elektrilot ini sangat dibutuhkan untuk menggantikan
kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik. Syok hipovolemik merupakan
kondisi medis dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada
kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak kuat dan
berakibat pada perfusi yang tidak kuat. Pada praktikum ini setelah bagian kaki katak
dibuka, jaringan otot dan saraf harus terus secra rutin diberi larutan ringer agar otot
pada katak tidak mengalami kekeringan dan kerusakan jaringan.

8. Kimograf
Kimograf merupakan suatu alat pencatat gelombang yang telah sejak lama digunakan
di dalam laboratorium fisiologi. Kegunaannya adalah untuk mengukur pergerakan
fisiologis tubuhyang akan terekam dalam bentuk gelombang. Dalam percobaan kali ini
Kimograf akan digunakan untuk menentukan laju kontraksi otot gastrocnemius katak.

Gambar 2. Alat Kimograf


F. Variabel
Variabel yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Variabel kontrol
Variabel kontrol dalam praktikum ini adalah jenis katak, ukuran katak, dan larutan
ringer.
2. Variabel manipulasi
Variabel manipulasi dalam praktikum ini adalah intensitas rangsangan sub minimal,
intensitas rangsangan minimal, intensitas rangsangan sub maksimal, intensitas
rangsangan maksimal, intensitas rangsangan supra maksimal, kontraksi tunggal,
kontraksi tetani lurus bergerigi, kontraksi tetani bergerigi, dan sumasi gelombang.
3. Variabel respon
Variabel respon dalam praktikum ini adalah frekuensi kimograf.

G. Definisi Operasional
Pada percobaan yang telah dilakukan, menggunakan beberapa variabel yaitu :
1. Intensitas rangsangan sub minimal : Rangsangan dengan intensitas lebih kecil dari
nilai ambang yang hanya mengakibatkan terjadinya respon potensial lokal.
2. Intensitas rangsangan minimal : Rangsangan terkecil yang sudah dapat menimbulkan
potensial aksi.
3. Intensitas rangsangan sub maksimal : Rangsangan dengan intensitas lebih rendah dari
rangsangan maksimal tapi dapat mengaktifkan hampir semua sel syaraf.
4. Intensitas rangsangan maksimal : Rangsangan terkecil yang dapat mengaktifkan
semua serat saraf untuk menimbulkan potensial aksi maksimal.
5. Intensitas rangsangan supra maksimal : Rangsangan dengan intensitas lebih tinggi dari
rangsangan maksimal tetapi kekuatan yang dihasilkan sama dengan rangsangan
maksimal.
6. Kontraksi tunggal : Satu bentuk kontraksi otot akibat dari satu stimulus yang
dikenakan pada otot.
7. Tetani lurus bergerigi : Didapatkan apabila Intensitas frekuensi yang lebih besar dan
cepat sehingga tidak memberi kesempatan untuk berelaksasi.
8. Tetani bergerigi : Didapatkan bila intensitas frekuensi lebih kecil sehingga otot masih
dapat berelaksasi yang kemudian disambung dengan kontraksi lagi.
9. Sumasi gelombang : Gabungan kedutan akibat stimulasi berulang.
H. Alat dan Bahan
Alat
Dalam praktikum ini dibutuhkan beberapa alat, per kelompok yaitu
1. Jarum kasur panjang 1 batang
2. Dissecting kit 10 cm
3. Dissecting pan 1 buah
4. Beaker glass 2 buah
5. Pipet 1 buah
6. Kymograf beserta dengan kompenen pelengkapnya.

Bahan
Dalam praktikum ini, bahan yang dibutuhkan meliputi :
1. Katak 1 ekor
2. Benang kelos 2 helai
3. Benang kasur 2 helai
4. Larutan ringer secukupnya
5. Tinta penulis secukupnya

I. Langkah Kerja
1. Membuat sediaan otot dan syaraf dari katak.
A. Pithing
a. Menangkap katak dengan tangan kanan, meletakkan bagian leher katak di atas jari
tengah kiri. Meletakkan telunjuk kiri kita di atas kepala katak bagian depan, dan
ibu jari kiri di atas punggung katak. Dengan menekan telunjuk an ibu jari, maka
kepala katak akan menunduk.
b. Pegang jarum Kasur dengan jri kanan. Dengan jarum Kasur, raba garis tengah
kepala yang tertunduk tadi hingga terasa ada bagian yang melekuk. Ingat titik
bagian tersebut.
c. Dengan ujung jarum Kasur, tusuk bagian tersebut sedalam 1,5-2 mm. Posisikan
jarum Kasur sejajar dengan permukaan atas kepala katak, sehingga jarum mudah
meluncur ke bagian depan rongga tengkorak sewaktu didorong ke depan.
d. Jika jarum tidak mau maju, berate jarum belum tepat pada foramen magnum. Tusuk
sedikit lebih dalam, atau tarik jarum sedikit keluar, sehingga diposisikan jarum
sejajar dengan permukaan atas kepala, lalu dorong ke depan hingga ujung jarum
mentuh tulang.
e. Tarik sedikit demi sedikit jarum tersebut sambal pangkalnya digerakan dengan arah
berputar, sehingga jarum menusuk bagian otak katak.

B. Mengisolasi otot gastrocnemius dan paha katak


a. Memasukkan katak ke dalam wadah tertutup yang sebelumnya telah diberi
kloroform, sehingga katak akan mengalami pingsan/lemas dan katak siap untuk
dibedah.
b. Katak diletakkan pada dissecting pan dengan posisi katak terlungkup. Kedua kaki
depan dan salah satu kaki belakang, lalu memfiksir dengan jarum pasak yang
tersedia di dalam dissecting kit.
c. Memegang kulit di pergelangan kaki dari kaki belakang yag tidak difiksir, sehingga
kulit yang terjepit melipat membujur. Dengan gunting di tangan kanan, lalu
menggunting kulit yang terlipat tadi, sehingga berlubang. Satu daun gunting kita
masukkan ke dalam lubang tadi, lalu melanjutkan menggunting kulit tersebut
melingkar pergelangan kaki.
d. Dengan dua pinset ujung kulit tadi kit atarik ke proksimal, sehingga terlihat berkas
otot gastrocnemius. Sejak saat itu berkas kita tetesi secara teratur dan terus menerus
dengan larutan ringer dan dengan bantuan pipet, sehingga semua kegiatan
terselesaikan.
e. Menusuk tendon achilles dengan pinset yang ujungnya tajam. Dalam keadaan
menusuk, pinset kita buka ke arah cranial, agar berkas otot gastrocnemius terpisah
dari struktur di bawahnya. Dengan ujung pinset masih di posisi itu, kita jepit kedua
helai benang kelos tadi. Jika kita tarik pinset tadi ke luar, maka kedua helai benang
kelos tadi akan berada di bawah berkas otot tadi.
f. Keempat ujung benang kelos tadi kita tari ke arah distal sehingga berada pada
tendon achilles. Dua ujung benang yang sepihak kita pegang dengan ujung tangan
kiri, pinset kita belit dengan benang tadi sebanyak dua lilitan. Denagn ujung pinset
tadi kita simpul dari benang tadi. Kedua pihak ujung benang tadi kita tarik hingga
simpul benar-benar rapat. Kita ulang dua kali lagi pembuatan simpul tadi, sehingga
tendon achilles terikat kuat. Bagian distal dari tendon tersebut kita potong dari
tulang, sedangkan tulang betis dan otot gastrocnemius itu juga kita potong. Dengan
demikian tinggal berkas otot gastrocnemius yang tendonyya terikat benang kelos.
Membiarkan ujung benang tetap panjang, karena nantinya akan digunakan untuk
mengikat tendon gastrocnemius ke lubang ter distal dari pemegang penulis. Kulit
kaki bagian betis kita turunkan kembali.
g. Dengan pinset berkait di tangan kiri, menjepit kulit ditengah paha bagian belakang,
sehingga terjadi lipatan arah melintang paha. Dengan menggunkan gunting
memotong lipatan kulit tadi arah membujur. Lubang diperpanjang arah membujur
paha, sehingga terlihat ada dua berkas otot membujur pada paha. Sejak saat ini otot
paha ditetesi secara teratut dan terus menerus dengan larutan ringer secara
bergantian dengan otot gastrocnemius.
h. Dengan pinset yang ujungnya tajam, kita menusuk batas antara kedua berkas otot
itu, kemudian ujung pinset kita buka arah longituldinal, untuk memisahkan kedua
berkas tadi. Setelah terpisah, dengan ujung pinset tadi kita memisahkan syaraf yang
terlihat dibawah kedua berkas yang telah dipisahkan tadi. Dengan ujung pinset
tetap pada posisi itu, menjepit salah satu pihak ujung kedua helai benang kasur
yang telah disediakan. Jika pinset kita tarik, maka kedua helai benang kasur tadi
akan berada di bawah syaraf paha tadi, satu helai benang kasur kita arahkan ke
distal lalu disimpulkan longgar, satu kaki yang lain kita arahkan ke proksimal lalu
disimpulkan longgar juga. Cara menyimpulkannya sama dengan menyimpulkan
benang kelos pada tendon achilles tadi.
i. Sejak saat itu syaraf ditetesi secara tertaur dan terus menerus dengan larutan ringer
secara bergantian dengan otot gastrocnemius. Sekarang sediaan otot dan syaraf
katak telah siap untuk digunakan selanjutnya.
2. Menyiapkan kimograf
a. Pegang kertas kimograf dengan bagian yang bergaris menghadap badan dan ujung
yang di beri lem di tangan kanan.
b. Lingkarkan kertas tersebut pada tabung silinde kimograf, basahi ujung kertas yang
berlem dan lekatkan dengan ujung kertas di tangan kanan menumpang pada ujung
kertas di tangan kiri. Ratakan kerats tersebut dengan tangan pada permukaan
silinder.
3. Menyiapkan papan sediaan
a. Pasang pemegang papan sediaan, kemudian pasang papan sediaan dengan
mengendorkan dan mengencangkan sekrup pada bagian tersebut.
b. Pasang batang penulis pada pemegangnya, kemudian pasang pemegang penulis
pada tepi papan sediaan.
c. Di tepi lain dari papan sediaan, pasang katode. Tancapkan ujung kabel hitam pada
lubang hitam pada kimograf dan ujung merah pada lubang kertas teratas dari
kimograf. Putar tombol pengatur intensitas rangsang pada angka terkecil.
d. Atur papan sediaan agar batang penulis tampak mengarah ke poros tabung silinder
kimograf dan ujung penulis berada tepat pada sambungan kertas kimograf.
Perhatikan agar batang penulis dapat bergerak bebas sambal merekam naik
turunnya dengan lengkap.
e. Letakkan satu beaker glass dibawah lubang papan unuk menampung larutan ringer
dari otot.

4. Meletakkan katak pada papan sediaan


a. Mengangkat katak dengan skalpel, meletakkan tengkurap sehingga sediaan lutut
kaki katak berada tepat di bawah lubang terakhir batang pemegang penulis. Fiskir
lutut pada gabus alas katak dengan jarum.
b. Mengikatkan benang pengikat tendon achilles dengan erat pada lubang paling
distal pemegang batang penulis. Pastikan berkas otot gastrocnemius telah berdiri
tegak lurus pada alas papan sedian. Atur letak katode sehingga syaraf paha katak
dapat diletakkan di atas katode tanpa teregang.
3. Menentukan intensitas rangsangan
a. Memasang saklar power pada posisi “on”.
b. Dalam keadaan kimograf tidak berputar, menekan tombol pemberian
rangsangan tunggal.
c. Melihat apakah pada kertas kimograf sudah ada coretan ke atas yang terkecil, yang
menunjukkan terjadinya kontraksi terkecil.
d. Jika belum, memutar tombol pengatur besar rangsangan (ditentukan dengan besar
voltase) ke angka lebih besar. Melakukan langkah 1 dan 2 hingga terjadi kontraksi
pertama. Intensitas rangsangan ini disebut intensitas rangsangan minimal.
e. Menhitung besar rangsangan dengan mengalikan angka yang ditunjuk jarum
pengatur besar rangsangan dengan angka di sebelaj lubang tempat ujung kabel
merah ditancapkan.
f. Jika jarum sudah menunjuk angka terbesar, tetapi belum juga terjadi kontraksi,
maka memindahkan ujung kabel merah ke lubang merah di bawahnya. Memutar
tombol sampai menunjukkan angka terkecil, sebelum memberikan rangsangan
berikutnya. melakukan langkah a-d.
g. Setelah mendapatkan besarnya intensitas rangsangan terbesar yang menimbulkan
kontraksi terkecil, mencatat besar intensitas tersebut di bawah grafik kontraksi
terkecil tadi.
h. Memutar silinder kimograf sedikit saja agar ujung penulis bergeser sedikit.
i. Memberi istirahat sebentar pada otot dengan menunda pemberian rangsangan
berikutnya.
j. Menaikkan intensitas pemberian rangsangan dan mencatat masing-masing
intensitas rangsang yang diberikan di bawah masing-masing grafik yang terjadi.
k. Mengulangi langkah 9 beberapa kali, sehingga mendapatkan sederet grafik
kontraksi yang semakin tinggi, hingga grafik mencapai tinggi yang tetap. Grafik
ini disebut sumasi motor unit.
l. Dengan grafik tersebut, menentukan intensitas rangsangan sub minimal, intensitas
sub maksimal, dan intensitas rangsangan supra maksimal.

4. Membuat grafik kontraksi tunggal, tetani lurus bergerigi, tetani bergerigi, dan
sumasi gelombang.
Catatan :
 Kegiatan ini dilakukan dengan silinder kimograf berputar.
 Gunakan besar rangsangan (voltase) yang bisa memunculkan kontraksi minimal
pada percobaan penentuan nilai ambang.
 Tetesi terus sediaan otot dan syaraf dengan larutan ringer hingga kegiatan selesai.
a. Memasang saklar power kimograf pada posisi “on”
b. menentukan kecepatan putar silinder kimograf dengan menempatkan skala yang
sesuai pada tombol pengatur frekuensi.
c. Dengan menggunakan rangsangan multiple, menentukan frekuensi rangsang otot.
d. Rangsang otot dengan frekuensi rendah sekitar 3-4 detik. menuliskan frekuensi
yang digunakan di bawah grafik yang dihasilkan.
e. Mengistirahatkan otot sejenak dan tetap menetesi dengan larutan ringer.
f. Memutar tombol frekuensi yang lebih tinggi.
g. Merangsang otot dengan menekan tombol multiple selama 3-4 detik. Menuliskan
frekuensi yang digunakan di bawah grafik yang dihasilkan.
h. Mengulangi langkah 5-7 untuk frekuensiyang lebih tinggi hingga dihasilkan
puncak grafik yng lurus.
i. Berdasarkan grafik yang diperoleh, menentukan frekuensi rangsangan yang
menghasilkan kontraksi tunggal, sumasi gelombang, tetani tidak lengkap dan tetani
lengkap (sempurna).

J. Hasil dan Pembahasan

Gambar 2. Hasil Pembentukan Grafik dan Tetani pada Otot Gastrcnemius Katak Menggunakan
Kontraksi
Analisis Hasil
Berdasarkan hasil data yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa pada Gambar 1.
merupakan data hasil pembentukan grafik dan tetani pada otot gastrocnemius
menggunakan kontraksi.
Berdsarkan data Gambar 1. dapat diketahui bahwa untuk mengetahui intensitas
rangsangan minimal, intensitas rangsangan maksimal, intensitas supramaksimal, tetani
lurus, dan tetani bergerigi maka dibutuhkan da diperluka alat yaitu kymograf yang
nantinya akan menghasilkan grafik. Berdasarkan data yang diperoleh pada Gambar 1,
dapat diketahui bahwa intensitas rangsangan pada otot kodok memiliki nilai dari minimal
hingga maksimal. Nilai intensitas rangsangan minimal sebesar 2,5 x 16, maksimal sebesar
2,5x44. Nilai intensitas rangsangan otot katak dapat diketahui berdasarkan grafik yang
dihasilkan pada kertas grafik dengan mengikat tendon kodok pada kimograf yang telah
dirancang sedemikian rupa sehingga diperoleh grafik yang digunakan sebagai acuan dalam
penghitungan nilai intensitas rangsangan. Grafik yang dihasilkan merupakan pergerakan
kontraksi tendon kodok. Grafik dapat diperoleh dengan memutar tombol besar rangsangan
dan angka yang ditunjuk jarum. Kedua nilai tersebut dikalikan maka akan diperoleh besar
rangsangan. Kontraksi pertama merupakan coretan pada kertas grafik pada garis kedua
sehingga diperoleh nilai 40 yang merupakan intensitas rangsangan minimal. Hal tersebut
dilakukan terus menerus hingga didapatkan sederet grafik kontraksi yang semakin tinggi
dan grafik mencapai tinggi yang tetap. Grafik tersebut merupakan sumasi motor unit. Pada
ketukan ke-5, grafik menunjukkan grafik tertinggi yang tetap sehingga dapat disebut
sebagai kontraksi tertinggi dengan rangsangan yang maksimal dan diperoleh nilai sebesar
110.
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa frekuensi kontraksi tunggal,
tetani lurus bergerigi, tetani bergerigi, dan sumasi gelombang terletak pada urutan grafik
yang berbeda pula. Kontraksi tunggal frekuensinya dimulai dari grafik nomor 1 hingga 5
yang mana grafiknya adalah renggang-renggang (antar gelombang masih terdapat jarak).
Tetani lurus bergerigi dimulai dari grafik nomor 6 hingga 7 yang mana grafiknya sudah
mulai rapat namun masih terdapat beberapa gelombang pada grafik yang renggang. Tetani
bergerigi dimulai dari grafik nomor 8 hingga 13 yang mana grafiknya sudah sangat rapat
(antara gelombang 1 dengan gelombang yang lain jaraknya sangat rapt sekali sehingga
Nampak tidak ada batas tetapi masih terlihat lekukan). Sedangkan sumasi gelombang
terletak pada grafik nomor 14 hingga 15 yang mana grafiknya sudah berbentuk garis lurus.

Pembahasan
Berdsarkan data hasil praktikum kontraksi otot dapat diketahui bahwa untuk
mengetahui intensitas rangsangan minimal, intensitas rangsangan maksimal, intensitas
supramaksimal, tetani lurus, dan tetani bergerigi maka dibutuhkan da diperlukan alat yaitu
kymograf yang nantinya akan menghasilkan grafik. Berdasarkan grafik tersebut maka
dapat diketahui bahwa intensitas rangsangan pada otot kodok memiliki nilai dari minimal
hingga maksimal, dimana nilai dari intensitas tersebut dapat dipengaruhi oleh kontraksi
otot perifer, besarnya rangsangan yang diberikan pada nervus ischiadicus mempengaruhi
kontraksi pada otot gastrocnemius. Otot memiliki stimulus ambang yaitu voltase listrik
minimum yang menyebabkan otot berkontraksi. Jika stimulus tidak mencapai ambang
batasnya maka otot tidak akan memberikan respon (Guyton, 2007).
Nilai intensitas rangsangan minimal sebesar 2,5 x 16, dimana intensitas rangsangan
minimal merupakan rangsangan terkecil yang diberikan dan mulai terjadi kontraksi otot
terkecil pertama kali. Rangsangan minimal adalah rangsangan yang diberikan dan mulai
terjadi reaksi dari satu motor unit yang paling peka (terjadi kontraksi pertama kali).Nilai
intensitas rangsangan otot katak dapat diketahui berdasarkan grafik yang dihasilkan pada
kertas grafik dengan mengikat tendon kodok pada kimograf yang telah dirancang
sedemikian rupa sehingga diperoleh grafik yang digunakan sebagai acuan dalam
penghitungan nilai intensitas rangsangan. Grafik yang dihasilkan merupakan pergerakan
kontraksi tendon kodok. Grafik dapat diperoleh dengan memutar tombol besar rangsangan
dan angka yang ditunjuk jarum. Sedangkan maksimal yang diperoleh adalah sebesar 2,5 x
44, dimana rangsangan maksimal adalah rangsangan terkecil yang mengakibatkan semua
serabut saraf memberikan reaksi dan menghasilkan kontraksi otot terbesar. Kedua nilai
tersebut dikalikan maka akan diperoleh besar rangsangan. Kontraksi pertama merupakan
coretan pada kertas grafik pada garis kedua sehingga diperoleh nilai 40 yang merupakan
intensitas rangsangan minimal. Hal tersebut dilakukan terus menerus hingga didapatkan
sederet grafik kontraksi yang semakin tinggi dan grafik mencapai tinggi yang tetap. Grafik
tersebut merupakan sumasi motor unit. Pada ketukan ke-5, grafik menunjukkan grafik
tertinggi yang tetap sehingga dapat disebut sebagai kontraksi tertinggi dengan rangsangan
yang maksimal dan diperoleh nilai sebesar 110. Sebuah otot akan berkontraksi dengan
cepat apabila tanpa melawan beban. Akan tetapi apabila diberi beban, kecepatan kontraksi
otot akan menurun secara progresif seiring dengan penambahan beban (Rumpis, 2008).
Besar beban meningkat sampai sama dengan kekuatan maksimum yang dapat dilakukan
otot tersebut, maka kontraksi otot akan menjadi nol atau tidak terjadi kontraksi otot sama
sekali. Hal ini dikarenakan beban yang diberikan pada otot kekuatannya berlawanan arah
dengan yang menggerakkan kontraksi otot.
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa frekuensi kontraksi tunggal,
tetani lurus bergerigi, tetani bergerigi, dan sumasi gelombang terletak pada urutan grafik
yang berbeda pula. Kontraksi tunggal frekuensinya dimulai dari grafik nomor 1 hingga 5
yang mana grafiknya adalah renggang-renggang (antar gelombang masih terdapat jarak).
Sedangkan kontraksi tetani dibagi menjadi dua yakni kontraksi tetani bergerigi dengan
kontraksi tetani lurus, tetani lurus bergerigi dimulai dari grafik nomor 6 hingga 7 yang
mana grafiknya sudah mulai rapat namun masih terdapat beberapa gelombang pada grafik
yang renggang. Kontraksi tetani bergiri ialah pertambahan panjang kekuatan kontraksi otot
yang sempat mengalami relaksasi sempurna yang kemudian dirangsang kembali, tetani
bergerigi dimulai dari grafik nomor 8 hingga 13 yang mana grafiknya sudah sangat rapat
(antara gelombang 1 dengan gelombang yang lain jaraknya sangat rapt sekali sehingga
Nampak tidak ada batas tetapi masih terlihat lekukan). Sedangkan sumasi gelombang
terletak pada grafik nomor 14 hingga 15 yang mana grafiknya sudah berbentuk garis lurus.
Kontraksi somasi merupakan hasil kekuatan kontraksi otot setelah adanya rangsangan
yang mengalami relaksasi sempurna. Sedangkan kontraksi tetani lurus merupakan
pertambahan kontraksi otot setelah dirangsang yang tidak mengalami relaksasi sempurna
sehingga terbentuk diagram pada kertas kimograf berupa garis lurus atau yang biasa
disebut sebagai sumasi gelombang.
Menurut Sarifin (2010) gejala di atas dapat terjadi karena otot dapat berkontraksi dan
berelaksasi karena adanya energi dari sistem energi. Selain itu, otot rangka dapat
mengadakan kontraksi dengan cepat apabila mendapatkan rangsangan dari luar berupa
rangsangan arus listrik, rangsangan mekanis panas, dingin, dan lain-lain. Kontraksi
maksimum terjadi bila terdapat tumpang tindih maksimum antara fimaen aktin dan
jembatan penyebrangan filamen myosin. Hal ini disebabkan karena semua saraf telah
diaktifkan sehingga tidak dapat memiliki besaran yang lebih besar lagi (Guyton, 2007).
Sedangkan rangsangan minimal merupakan rangsangan terkecil yang yang dapat
menimbulkan potensial aksi (kontraksi otot terkecil) karena mencapai nilai ambang
sehingga menyebabkan otot dapat berkontraksi secara lemah (Guyton, 2007).

K. Simpulan
Berdasakan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kontraksi otot
dapat terjadi karena adanya rangsangan. Rangsangan tersebut ditangkap oleh reseptor
sensorik yang kemudian diubah menjadi impuls saraf. Setelah melalui reseptor, impuls
saraf tersebut akan diteruskan ke saraf pusat melalui serangkain potensial aksi. Pada saraf
pusat tersebut rangsangan akan menjadi informasi, sehingga akan diteruskan ke efektor
melalui saraf motorik. Setiap serabut otot memiliki ukuran stimulus ambang tertentu yang
dapat dilihat dari besarnya rangsangan liminal. Kontraksi sumasi berlangsung pada
frekuensi rangsangan di mana otot rangka masih bisa berelaksasi. Frekuensi rangsangan
yang yang begitu tinggi tanpa adanya relaksasi menyebabkan otot mengalami kontraksi
tetani. Kerja otot meningkat seiring dengan bertambahnya beban sampai batas optimal,
namun setelah itu kerja otot akan menurun. Kontraksi otot yang terus menerus
menyebabkan kelelahan otot yang disebabkan karena penumpukan asam laktat dan
kekurangan ATP.
L. Daftar Pustaka
Guyton, John E Hall. 2007. Buku Aajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Irawati, lili. 2015. Aktifitas listrik pada otot jantung. Jurnal Kesehatan andalas. Vol 4 No
2 Hal 596-599. Padang : fakultas kedokteran universitas andalas.
Irianto, K. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Bandung: Yrama
Widya
Qid, Milton. (2001). Fitness For Dummies. Australia: Wiley Publishing.
Rumpis, Agus Sunarto. 2008. Fisiologi Latihan. Yogjakarta: FIK UNY.
Sarifin. 2010. Kontraksi Otot dan Kelelahan. JURNAL ILARA, Volume I, Nomor 2,
halaman 58-60. Makassar: Program Studi Ilmu Keolahragaan FIK Universitas
Negeri Makassar.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta.
Wulangi, K.S. 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
LAMPIRAN

No. Nama Gambar Kegunaan


1. Katak Sebagai bahan
percobaan.

2. Statif Sebagai alat untuk


mengamati otot betis
katak.

3. Pipet Untuk mengambil


larutan oralit atau
NaCl 2%
5. Stopwatch Untuk menghitung
waktu kontraksi otot.

6. Larutan NaCl Sebagai larutan yang


2% atau oralit akan ditetesi agar
otot ktak tidak
kering.

8. Benang Untuk mengikat otot


betis katak.
9. Papan paraffin Sebagai tempat
pengamatan.

10. Alat bedah Untuk menguliti dan


me
mbedah katak.

Anda mungkin juga menyukai