Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PENDIDIKAN LOGIKA DAN FILSAFAT ILMU

DEFENISI MARAH BERDASARKAN ONTOLOGI, EPISTOMOLOGI, DAN


AKSIOLOGI

DISUSUN OLEH :
FRANS HARDY W MUNTHE
E1121161004
PRODI : ANTROPOLOGI SOSIAL

DOSEN PENGAMPU :
Dr. H. Pabali Musa, M.Ag

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
T.A 2017
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam saya sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam

makalah ini saya membahas Defenisi Marah menurut Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi

Yang mana Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman Marah dalam Logika
dan Filsafat Ilmu yang mana makalah ini sangat diperlukan dalam memahami defenisi
Kemarahan menurut Logika dan Filsafat Ilmu.

Dalam proses pendalaman materi security ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan,

arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa Terima kasih yang sedalam-dalamnya saya

sampaikan kepada :

Bapak Dr. H. Pabali Musa, M.Ag

Pontianak, 5 Juni 2017

Penyusun,

Frans Hardy W Munthe

1121161004
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku marah merupakan salah satu jenis perilaku yang dianggap sebagai perilaku dasar
dan bersifat survival. Semua orang dari semua budaya mempunyai perilaku marah, marah yang
berlebihan dapat memperburuk kesehatan. Kemarahan merupakan puncak kegagalan seseorang
dalam mengawal emosi, berbagai peristiwa hidup akan menciptakan berbagai emosi dalam diri
seseorang yang kadang-kadang membuat perilaku marah tidak menentu dan bisa menimbulkan
musibah pada kehidupan seseorang baik secara psikis maupun fisik.

Semua orang memiliki sifat marah. Sifat marah dinilai negatif oleh masyarakat karena
sifat destruktifnya. Orang yang marah bisa menjadi kejam dan tidak berperikemanusiaan. Marah
pun sering bernilai negatif bagi individu. Orang tidak jarang hilang akal saat marah.

Sifat marah adalah emosi yang paling sering muncul dalam pembicaraan sehari-hari
karena masyarakat umumnya mengidentikkan istilah emosi dengan marah. Dalam perspektifnya
bilamana kita memendam amarah maka akan dapat menimbulkan kegoncangan mental. Menarik
untuk disimak bahwa ketika membahas emosi,ataupun sifat amarah para ahli tidak memulainya
dengan definisi yang lazim, pembahasan tentang marah ataupun emosi biasanya diawali dengan
contoh-contoh konkrit dalam kehidupan sehari-hari yang nyata dirasakan, baik dalam
kesendirian maupun dalam keramaian.
Sesuai dengan fakta yang ada bahwa, pada hakikatnya setiap orang
mempunyai kadar kecerdasan dan kecenderungan emosi yang berbeda satu sama lain. Karena
mulai bangun tidur di pagi hari hingga menjelang tidur pada malam harinya, setiap orang
mengalami berbagai pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi. Ungkapan-ungkapan
kesedihan,kemarahan, kecemasan dan sebagainya seringkali muncul pada diri seseorang
bergaris-lurus dengan pengalaman atau realitas kehidupan yang ia hadapi.

B. Rumusan Masalah

1) Pengertian Marah
2) Pengertian Marah berdasarkan Ontologi
3) Pengertian Marah berdasarkan Epistemologi
4) Pengertian Marah berdasarkan Aksiologi

C. Tujuan Penulisan

Makalah ini saya buat untuk menjelaskan dan memperoleh pemahaman secara
lebih dalam tentang pengertian marah yang mana keadaadaan maupun ekspresi seseorang
ketika sedang dalam pucak keamarahannya pasti berbeda antara individu. Semoga dengan
adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan mengenai marah yang terdapat pada diri
kita dan bisa mengekspresikan amarah pada tempat yang benar dan tepat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Marah

Marah adalah emosi dasar yang dialami oleh semua manusia. Biasanya disebabkan oleh
perasaan tidak senang yang terjadi karena merasa tersakiti, tidak dihargai, berbeda
pandangan, atau ketika menghadapi halangan untuk mencapai tujuan. Begitu banyaknya
definisi tentang marah, berikut ini para ahli memaparkan definisi tentang marah : Emosi
marah menurut Kuipers, dkk : 1989 (Ramadhani : 2008) merupakan suatu emosi yang
didominasi kesiapan untuk beraksi. Dari penelitian yang mereka lakukan, disimpulkan
bahwa ada dua unsur dalam emosi marah, yaitu unsur bergerak melawan atau moving
against (kecenderungan untuk antagonis seperti menyerang atau beroposisi) dan boiling
inwardly (mendidih di dalam). Spielberger (Yulianti, 2007 : 28) menyatakan bahwa marah
adalah “ An emotional state that varies in intensity from mild irritation to intense fury and
rage”. Kalimat tersebut diartikan sebagai pernyataan em osional yang intensitasnya beragam
mulai dari kejengkelan ringan, kegeraman hingga mengamuk. Kartono (2000:21)
mengartikan marah sebagai “reak si emosional terhadap kekecewaan, terluka, perlakuan
campurtangan dan sebagainya yang dicirikan dengan ketidaksenangan dan permusuhan.
Kemarahan dapat membangkitkan agresi dan disertai dengan berfungsinya sistem syaraf
otomatis.”
Webster (en.wikipedia.org/wiki/Anger ) mendefinisikan marah sebagai ‘A strong
passion or emotion of displeasure or antagonism, excited by a real or supposed injury
or insult to one’s self or others, or by the intent to do such injury’. Kalimat tersebut dia
rtikan sebagai suatu emosi atau nafsu pertentangan atau kejengkelan yang kuat, yang
digairahkan oleh luka atau kerugian yang nyata maupun yang diharapkan atau menghina
pada diri atau orang lain, atau bertujuan secara sengaja untuk membuat luka atau kerugian.
Davidoff (Purwanto dan Mulyono, 2006:8) menyatakan bahwa ‘marah adalah suatu emosi
yang mempunyai ciri-ciri aktivitas sistem syaraf simpatetik yang tinggi dan adanya perasaan
tidak suka yang sangat kuat yang disebabkan adanya kesalahan yang mungkin nyata salah
atau mungkin pula tidak’ Marah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku yang
tidak diterima secara emosional dimana biasanya meledak-ledak, tidak terkendali atau
bahkan sampai melakukan tindak kekerasan sehingga dapat menimbulkan ketidaknyamanan
sosial dari lingkungan disekitarnya.
Beberapa ahli mengemukakan pendapat yang berbeda tentang respon marah. Spielberger
(Yulianti, 2007 : 29) menyatakan bahwa secara instinktif, cara alami untuk mengekspresikan
kemarahan adalah merespon secara agresif. Spielberger mengemukakan tiga pendekatan
utama yang dilakukan orang untuk menangani perasaan marahnya baik secara sadar ataupun
tidak sadar yaitu :
a. Kemarahan diekspresikan, secara asertif bukan agresif, cara yang paling sehat dalam
mengekspresikan kemarahan.
b. Hal ini terjadi ketika kemarahan ditahan, berhenti memikirkannya, dan fokus pada sesuatu
yang positif. Tujuannya adalah untuk menghalangi atau menekan kemarahan dan diganti
dengan perilaku yang lebih konstruktif.
c. Kemarahan dapat diredakan di dalam, artinya tidak hanya mengontrol perilaku luar tetapi
juga mengontrol respon internal, mengambil langkah untuk memperlambat detak jantung,
menenangkan diri, dan membiarkan perasaan itu surut.

B. Pengertian Marah berdasarkan Ontologi

Ontologi merupakan salah satu daripada kajian yang paling kuno yang membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Secara kesimpulannya ontologi adalah ilmu yang
bisa dirumuskan sebagai Ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan yang konkret dan
secara kristis.

Bilamana kita pahami Marah ataupun amarah berdasarkan Ontologi berarti membahas
tentang marah secara kritis dan konkret. Marah dapat terjadi kepada siapa saja bahkan anak
kecil sekalipun bisa marah apabila kita mengganggu nya. Kenapa kita bisa marah ? Kita bisa
marah itu dikarnakan adanya atau timbulnya rasa tidak senang akan suatu hal, sehingga otak
ataupun pikiran kita memerintahkan mulut untuk memarahi ataupun anggota tubuh yang
lainnya untuk melakukan kontak tubuh terhadap sesuatu yang tidak kita suka tersebut sebagai
tanda nyata dari rasa tidak suka tersebut.

C. Pengertian Marah berdasarkan Epistemologi

Epistemologi merupakan cabang dari Filsafat Ilmu yang mana berkaitan dengan asal, sifat,
dan jenis pengetahuan. Epistemologi merupakan teori pengetahuan yang berhubungan dengan
hakikat dari Ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui akal dan panca indra dengan berbagai
metode.

Jadi marah berdasarkan Epistemologi itu membahas mengenai asal, sifat dan jenis daripada
marah itu sendiri. Sifat marah itu berasal dari rasa kesombongan dan ego dari diri kita masing-
masing, semakin besar ego dari indvidu tersebut maka akan semakin besar pula puncak daripada
kemarahannya, dan begitu juga dengan sifat marah berdasarkan Epistemologi. Sifat pemarah ada
pada hampir semua orang yang mempunyai sikap hasad dengki, kenapa kita marah ? itu
dikarnakan rasa ego yang tinggi tadilah yang menjadi pemacu utama timbulnya sifat pemarah.
Dan tidak akan mungkin seorang yang baik dan pemurah hati akan marah terhadap sesuatu-
sesuatu yang merugikan dirinya, dan kalaupun mungkin hanya sebagian kecil, karna orang-orang
yang penyabar dan lagi murah hati sudah terlatih dan sudah memahami apa amarah itu dan apa
kerugian yang ditimbulkan apabila amarah kita timbul.

D. Pengertian Marah berdasarkan Aksiologi

Aksiologi merupakan bagian darpada Ilmu filsafat yang menaruh perhatian lebih tentang
baik dan buruk, benar dan salah, serta tentang tatacara dan tujuan dari marah tersebut. Jadi
apabila kita lihat berdasarkan Aksiologi ini, amarah yang terjadi adalah amarah yang patut
ditiru. Kenapa ? karna sebelum kita marah didalam mempelajari aksiologi kita diajarkan
mengenai tentang tatacara marah yang baik ataupun lebih tepatnya teguran dan juga disini
dituliskan mengenai dimana kita harus bisa melihat situasi nya, dalam arti sempit nya ialah
kita boleh marah tetapi kita harus melihat situasi terlebih dahulu dan apa tujuan dari amarah
kita tersebut. Marah berdasarkan Aksiologi tidak membenarkan adanya sikap marah yang
tidak baik ( buruk ) dan tidak mengikuti tatacara yang telah tertulis secara baik didalam
pengertian Aksiologi tersebut. Jadi kesimpulannya adalah, marah dalam arti aksiologi adalah
marah yang harus bisa membaa kedlam perubahan yang baik, marah yang selalu mempunyai
aturan-aturan maupun cara tertentu yang tidak mengikuti ego kita sendiri.

BAB III

PENUTUP

Apakah yang dapat kita simpulkan tentang sifat marah ini? Sekiranya sifat marah itu
hilang sama sekali dalam jiwa seseorang maka ia termasuk dalam perbuatan yang tercela dan
menunjukkan ciri-ciri seorang insan yang lemah pegangan agamanya, penakut, lemah
imannya dan kurang cintanya terhadap Agama. Begitu juga sifat marah yang berlebih-lebihan
tanpa batasan ia juga mengundang bahaya serta akan dapat menimbulkan suasana yang
kacau-balau yang dapat merugikan dirinya sendiri. Oleh itu, sekalipun sifat marah itu perlu
ada pada diri seseorang tetapi ada baiknya kalau kita mengaplikasikannya diarah yang tepat
dan benar pada tempatnya. Karena apabila suatu saat amarah kita timbul pada bukan
tempatnya maka itu akan merugikan diri kita sendiri kedepannya.

Dari penjelasan tersebut tampak bahwa potensi baik pada diri manusia sangatlah besar
sehingga dengan demikian semestinya manusia harus mampu mengelola setiap kekurangan
sehingga bisa memberi manfaat bagi kehidupan ditengah-tengah masyarakat.
Daftar Pustaka

Fatihuddin Abul Yasin, Terapi Rohani Pebngobatan Penyakit Hati, Terbit Terang,
surabaya, 2002

Robert Nay, Mengelola Kemarahan, PT SUN, Jakarta, 1996

Musfir bin Said Az zahrani, Konseling Terapi, Gema Insani, Jakarta, 2005

Paul Hauck, Tenangkan Diri, Arcan, Jakarta, 1993

Irawati Istadi, Ayo Marah, Pustaka Inti, Bekasi, 2010

Sarwono, Sarlito W. 1991. Pisikoloi Remaja. Jakarta : Rajawali Press.

Hurlock, B. 1990. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai