Anda di halaman 1dari 36

BAHAN PENYEGAR

Bahan penyegar adalah semua bahan nabati yang dapat merangsang pemakainya, baik digunakan
untukmerokok(furnitori), menyirih (mastikatori) ataupun dalam minuman. Mengapa disebut
penyegar karena bias merangsang respon syaraf untuk lebih aktif sehingga menghasilkan efek
segar. Yang termasuk bahan penyegar antara lain kopi,teh,colakt,tembakau,sirih,kola,candu dan
ganja. Pada umumnya bahan – bahan tersebut mengandung zat perangsang yang temasuk golongan
alkaloid.

KOPI
1.1. Pengertian Kopi
Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji
tanaman kopi. Kata kopi awalnya berasal dari bahasa Turki ‘kahveh’ yang diambil dari bahasa
Arab ‘qahwah’. Kahveh bukanlah nama tanamannya tapi sudah menjadi nama minumannya,
yang sebenarnya mempunyai arti anggur dalam bahasa Arab. Kopi digolongkan ke dalam
famili Rubiaceae dengan genus Coffea. Secara umum kopi hanya memiliki dua spesies yaitu
Coffea arabica dan Coffea robusta (1).

1.2. Struktur Fisik Kopi

Gambar 1. Struktur Fisik Kopi

Bagian-bagian buah kopi terdiri atas:


1. Kulit luar (Exocarp) : merupakan bagian terluar dari buah kopi yang terdiri atas lapisan tipis,
liat, dan pada buah yang masih muda akan berwarna hijau tua lalu berangsur - angsur berwarna
hijau kuning, kuning, merah hingga merah kehitaman
2. Lapisan daging buah (Mexocarp) : merupakan daging buah yang berlendir dan rasanya agak
manis apabila sudah masak.
3. Lapisan kulit tanduk (Endocarp) : merupakan kulit bagian dalam dengan struktur cukup keras
dan disebut kulit tanduk
4. Biji kopi terdiri dari 2 bagian, yaitu:
- Putih lembaga / endosperm terdapat lembaga (embrio)
- Kulit ari / kulit biji
5. Celah merupakan rongga kosong berupa saluran memanjang sepanjang ukuran biji Komposisi
buah kopi adalah sebagai berikut:
 40 % terdiri dari pulp,
 20 % lendir (mucilage) dan
 40 % adalah biji kopi dan kulit majemuk (2).

1.3. Komposisi Kopi

Tabel 1. Informasi Rinci Komposisi Pada 100gr Kopi : (2)

Zat Gizi Jumlah Zat Gizi Jumlah

Air 11,23 % Vitamin B2 0,23 %

Kafein 1,21 % Vitamin B6 0,143 %

Lemak 12,27 % Vitamin B12 0,00011%

Gula 8,55 % Vitamin B1 0,2 %

Selulosa 18,87 % Sodium 4%

Nitrogen 12,07 % Ferrum 3,7 %


Abu
3,92 % Fluor 0,45 %

1.4. Jenis- jenis Kopi


Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi tetapi yang sering dibudidayakan
hanya kopi Robusta, Arabika, dan Liberika. Penggolongan kopi tersebut umumnya didasarkan
pada spesiesnya, kecuali robusta. Kopi robusta buka merupakan nama spesies karena kopi ini
merupakan keturunan daru beberapa spesies kopi terutama Coffea canephora (3).

1.4.1. Kopi Robusta


Kopi robusta berasal dari kawasan pegunungan tinggi di barat Ethipia maupun di
kawasan utara Kenya. Kopi ini dapat tumbuh dengan ketinggian 800 m diatas permukaan laut,
tinggi pohon kopi ini bisa mencapai 12 meter. Kopi ini juga lebih resisten terhadap serangan
jamur karat, hama dan penyakit. Kopi robusta digolongkan lebih rendah mutu cita rasanya
dibandingkan dengan citarasa kopi arabika. Rasa dari kopi robusta sendiri lebih pahit dari kopi
arabika, sedikit asam, dan kafeinnya lebih banyak dibanding kopi arabika (2,8%). Kelebihan
dari kopi ini sendiri yaitu kekentalan lebih dan warna yang kuat (3).
Jenis- jenis kopi robusta menurut Najiyati dan Danarti adalah Quilou, Uganda, dan
Canephora.

1.4.2. Kopi Arabika


Kopi arabika berasal dari kawasan pegunungan tinggi di Ivory Coast dan Republik Afrika
Tengah. Kopi arabika dapat tumbuh pada ketinggian 600- 2000 m diatas permukaan laut.
Tinggi pohon kopi ini antara 4 hingga 6 meter. Kopi ini termasuk tipe kopi tradisional dengan
cita rasa terbaik sehingga banyak sekali yang memenggemari kopi ini, baik penyuka kopi atau
yang hanya coba- coba,ditandai dengan biji picak dan daun hijau tua dan berombak- ombak.
Kopi arabika memiliki kandungan kafein tidak lebih dari 1,5%.
Jenis- jenis kopi yang termauk dalam golongan Arabika menurut Najiyati dan Danarti
adalah Abesinia, Pasumah, Marago, dan Congensis.
1.4.3. Kopi Leberika

Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun1965. Meskipun
sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat ini jumlahnya masih terbatas karena
kualitas buah yang kurang bagus dan rendemennya rendah (3).
Jenis liberika antara lain: kopi Abeokutae, kopi Klainei, kopi Dewevrei, kopi Excelsa,
dan kopi Dybrowskii. Diantara jenis- jenis tersebut pernah dicoba di Indonesia tetapi hanya
satu jenis saja yang diharapkan ialah jenis Excelsa.

1. 5. Pengolahan Kopi
Bagian dari kopi yang di olah menjadi kopi siap minum adalah bijinya. Pengolahan buah
kopi dapat dilakukan dengan dua cara: cara basah dan cara kering. Kedua cara pengolahan ini
akan menghasilkan kopi beras dengan kadar air sekitar 14.5%. Berikut cara pengolahan buah
kopi baik dengan cara basah maupun cara kering (4):

1.5.1. Pengolahan Kering


Pengolahan cara kering ditujukan untuk kopi jenis robusta, karena tanpa fermentasi
sudah dapat diperoleh mutu yang baik. Diperkebunan besar pengolahan secara kering hanya
digunakan untuk mengolah kopi yang berwarna hijau, kopi rambang, dan kopi yang diserang
bubuk (3).
Pengolahan biji kopi cara kering dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Pengeringan Alami
Pengeringan alami yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari, caranya
sangat sederhna tidak memerlukan peralatan dan biaya yang besar tetapi memerlukan tempat
pengeringan yang luas dan waktu pengeringan yang lama. Pengeringan yang lama karena biji
kopi mengandung gula dan pectin. Pengeringan biasnya dilakukan di daerah yang bersih,
kering dan permukaan yang rata, dapat berupa lantai plester semen atau tanah telanjang yang
telah diratakan dan dibersihkan (4).
Lamanya proses pengeringan teragntung pada cuaca, ukuran biji kopi, tingkat
kematangan dan kadar air dalam biji kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar
3-4 minggu. Setelah proses pengeringan kadar air menjadi 18- 20%.
b. Pengeringan Buatan (Artificial Drying)
Keuntungan pengeringan buatan dapat menghemat biaya dan juga tenaga kerja. Hal
yang perlu diperhatikan adalah pengaturan suhunya (5). Suhu yang baik untuk pengeringan pada
suhu 50- 60oC sehingga diperoleh kopi gelondongan dengan kadar air 6- 8%. Setelah
didinginkan, dilakukan pengupasan dua kali. Pengupasan pertama untuk melepaskan daging
buah yang telah kering, dan pengupasan kedua untuk melepaskan kulit tanduk dan kulit ari (4).
1.5.1. Pengolahan Basah
Pengolahan cara basah biasanya memerlukan modal yang lebih besar, tetapi lebih cepat
dan menghasilkan mutu yang lebih baik. Proses metode pengolahan basah meliputi:
penerimaan, pulping, klasifikasi fermentasi, pencucian, dan pengeringan (5):
a. Penerimaan
Hasil panen harus secepat mungkin dipindahkan ke tempat pemrosesan untuk
menghindari pemanasan langsung yang dapat menyebabkan kerusakan; perubahan warna buah,
buah kopi menjadi busuk. Hasil panen dimasukkan kedalam tangki penerima yang dilengkapi
dengan air untuk memindahkan buah kopi yang mengambang dan biasnya diproses dengan
pengolahan kering. Sedangkan buah kopi yang tidak mengambang dipindahkan menuju bagian
pemecah (pulper).
b. Pulping
Pulping bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan mesocarp (bagian
daging), hasilnya pulp. Prosesnya dilakukan didalam air mengalir dan menghasilkan kopi hijau
kering dengan jenis yang berbeda- beda. Di Indonesia yang sering digunakan adalah vis pulper
dan raung pulper. Vis pulper hanya berfungsi sebagai pengupas kulit saja, sehingga harus
difermentasi dan dicuci lagi, sedangkan raung pulper berfungsi sebagai pencuci sehingga kopi
yang keluar dari mesin ini tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi langsung masuk tahap
pengeringan.
c. Fermentasi
Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir yang masih
melekat pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas sehingga
mempermudah proses pengeringan.
Proses fermentasinya ada beberapa cara, (4) antara lain:
1) Pengolahan cara basah tanpa fermentasi
Biji kopi setalah dicuci langsung dikeringkan
2) Pengolahan cara basah dengan fermentasi kering
Setelah pencucian, biji kopi digunduk- gundukkan dalam bentuk gunungan kecil (kerucut)
dan ditutup dengan karung goni. Agar proses fermentasi berlangsung merata, maka perlu
dilakukan pengadukan dan penggundukan kembali sampai proses fermentasi dianggap selesai
yaitu jika lapisan lender mudah terlepas.
3) Pengolahan cara basah dengan fermentasi basah
Biji kopi direndam dalam bak fermentasi itu sendiri akan berlangsung sekitar 1,5- 4,5 hari.
d. Pencucian
Pencucian secara manual dilakukan pada biji kopi dari bak fermentasi dialirkan dengan
air melalui saluran dalam bak pencucian yang segera diaduk- aduk dengan tangan atau di injak-
injak dengan kaki. Selama proses ini, air di dalam bak dibiarkan terus mengalir keluar dengan
membawa bagian-bagian yang terapung berupa sisa-sisa lapisan lender yang terlepas.
Pencucian biji dengan mesin pencuci dilakukan dengan memasukkan biji kopi tersebut
kedalam suatu mesin pengaduk yang berputar pada sumbu horizontal dan mendorong biji kopi
dengan air mengalir. Pengaduk mekanin ini akan memisahkan lapisan lendir yang masih
melekat pada biji dan lapisan lender yang masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang
telah terpisah ini akan terbuang lewat aliran air yang seterusnya dibuang.
e. Pengeringan
Pengeringan dilakukan tahap, pada tahap pertama pengeringan dilakukan pada suhu
100oC sampai kadar air biji kopi 30%. Selanjutnya pada pengeringan tahap kedua dilakukan
pada suhu 50- 60oC sampai kadar air biji 6-8%.
Biji- biji kopi arabika dan robusta dapat diolah secara basah dan menghasilkan rasa khas
kopi. Biji kopi hasil pengolahan cara basah menampakkan biji yang lebih menarik dan dengan
warna agak putih pada alur di tengah keping bijinya (6).

Gambar 4. Pengolahan Kopi

1. 6. Penyimpanan Kopi
Buah kopi dapat disimpan dalam bentuk buah kopi kering atau buah kopi parchment
kering yang membutuhkan kondisi penyimpanan yang sama. Sebelum memasuki tahapan
penyimpanan, harus dipastikan bahwa biji kopi yang akan disimpan memiliki kadar air
dibawah 14%. Dan sebisa mungkin dilakukan pengeringan hingga sesuai dengan SNI yaitu
12,5% (6).
- Biji kopi dikemas dengan menggunakan karung goni yang bersih dan baik dan dijahit zigzag
mulutnya dengan tali goni, serta diberi label sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-1999
- Karung diberi label yang menunjukkan jenis mutu dan identitas produsen. Cat untuk label
menggunakan pelarut non minyak
- Karung- karung tersebut ditumpuk diatas landasan kayu kurang lebih setinggi 10 cm serta
tidak menempel pada dinding untuk menghindari peningkatan kadar air karena kelembaban
lantai dan dinding.
- Menyimpan tumpukan karung tersebut di dalam suatu ruangan/ gudang yang bersih, bebas
dari bau asing dan kontaminasi lainnya, ventilasi yang cukup, suhu optimum 20- 25oC (5).
- Memonitor kondisi biji selama disimpan terhadap kondisi kadar airnya, kemanan terhadap
organism gangguan (tikus, serangga, jamur, dll) dan faktor- faktor lain yang dapat merusak
kopi.
- Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penyimpanan kopi adalah: kadar air,
kelembaban relative dan kebersihan ruangan penyimpanan. Kelembaban tempat penyimpanan
sebaiknya 70% (6).

1. 7. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Mutu dan Aroma Kopi


Kopi merupakan salah satu minuman yang paling banyak digemari orang karena
kenikmatan rasa dan aroma, yang tidak lain dipengaruhi oleh mutu biji kopi itu sendiri, yaitu:
(7)

1. Biji kopi memiliki kadar air maksimal 12%


2. Tidak berbau busuk dan tidak ditumbungi kapang
3. Tingkat keasaman kopi
4. Jenis kopi hijau yang digunakan
5. Cara pengolahan biji kopi
6. Cara penyangraian
7. Cara penggilingan
8. Penyimpanan
9. Metode penyeduhan kopi

Standar Mutu Kopi (5)


1. Pengolahan Kering
- Kadar air maksimum 13%
- Kadar kotoran berupa ranting, batu, gumpalan tanah dan benda- benda asing lainnya
maksimum 0,5%
- Bebas dari serangga hidup
- Bebas dari biji yang berbau busuk, berbau kapang, dan bulukan
- Biji tidak lolos ayakan ukuran 3 mm x 3 mm (8 mesh) dengan maksimum lolos 1%
- Untuk bisa disebut biji ukuran beger, harus memenuhi persyaratan tidak lolos ukuran (3,6
mesh) dengan maksimum lolos 1%
2. Pengolahan Basah
- Kadar air maksimum 12%
- Kadar kotoran berupa ranting, batu, gumpalan tanah dan benda- benda asing lainnya
frlaksimum 0,5%
- Bebas dari serangga hidup
- Bebas dari biji yang berbau busuk, berbau kapang, dan bulukan
- Untuk robusta, dibedakan ukutan besar (L), sedang (M), dan kecil (S)
- Untuk jenis bukan robusta ukuran biji tidak dipersyaratkan
2) TEH
2.1. Pengertian Teh
Nama lain dari Teh adalah Camellia Sinensis. Teh adalah salah satu bahan minuman
dibuat dari pucuk muda daun teh yang telah mengalami proses pengolahan tertentu seperti
pelayuan, penggilingan, oksidasi ezmitasis dan pengeringan (8) .

2.2. Struktur Fisik Teh


Struktur fisik daun teh dibagi menjadi 2, yaitu peko dan daun burung. Daun burung
adalah daun pucuk terakhir sebelum pucuk dorman. Sistem pemetikannya P+1 berarti pucuk
yang dipetik terdiri dari pucuk peko dan sebuah daun sebelumnya (dibawahnya), P+ 2 berarti
peko dan 2 daun pucuk berturut-turut sebelumnya. (4) .

2.3. Komposisi dan Analisis

Tabel 2. Komposisi Kimia dalam Teh (4)

No Nama Zat Persen Bahan Kering


1 Selulosa dan serat kasar 34%

2 Protein 17%

3 Klorofil dan Pigmen 1.5%

4 Tanin 25%

5 Pati 0.5%

6 Kafein 4%

7 Asam Amino 8%
8 Gula 3%

9 Abu 5.5%

Analisis komposisi kimia teh:


A. Kadar Air
Prinsip analisis kadar air adalah proses penguapan air dari suatu bahan dengan cara
pemanasan. Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat sampel sebelum dan sesudah
dikeringkan. Prosedur analisa kadar air adalah sebagai berikut:
1. Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit, kemudian
didinginkan selama 30 menit dalam desikator, setelah dingin beratnya ditimbang.
2. Sampel ditimbang sebanyak ± 5 g lalu dimasukkan dalam cawan kemudian dikeringkan dalam
oven selama 6 jam pada suhu 105 0 C.
3. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan setelah dingin ditimbang
kembali.
4. Kemudian setelah ditimbang, cawan tersebut dikeringkan dalam oven kembali sehingga
didapat berat konstan.
Persentase kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝐵2 − 𝐵1
𝐵
Keterangan:
B = Berat sampel (g)
B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan (g)
B2 = Berat (sampel + cawan) sesudah dikeringkan (g)

B. Kadar Abu
Prinsip analisis kadar abu adalah proses pembakaran senyawa organik sehingga
didapatkan residu anorganik yang disebut abu. Prosedur analisa kadar abu adalah sebagai
berikut :
1. Cawan porselen kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator selama
30 menit dan ditimbang beratnya.
2. Sampel ditimbang sebanyak ± 5 g dan diletakkan dalam cawan porselen, kemudian dibakar
pada kompor listrik sampai tidak berasap.
3. Cawan porselen kemudian dimasukkan dalam muffle furnace. Pengabuan dilakukan pada suhu
550 oC selama ± 2-3 jam hingga terbentuk abu berwarna abu keputihan.
4. Cawan porselen kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin cawan porselen
kemudian ditimbang.
Persentase dari kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑏𝑢𝑎𝑛−𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
Kadar abu (%) = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑧𝑚𝑝𝑒𝑙

C. Aktifitas Antioksidan
Aktifitas antioksidan dianalisa berdasarkan kemampuannya menangkap radikal bebas
DPPH menurut metode yang dikembangkan oleh Gadow et al, (1997) sebelum dilakukan
pengukuran, teh yang telah dibuat diencerkan terlebih dahulu. Sebanyak 0,5 ml teh diencerkan
dalam labu ukur 10 ml dengan menggunakan air. Reagen DPPH (400μM dalam etanol)
sebanyak 1 ml dan 3 ml etanol dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,1
ml teh yang telah diencerkan. Campuran divortek dan didiamkan selama 30 menit untuk
kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm dengan menggunakan
spektrofotometer. Aktifitas antioksidan dinyatakan dalam % penghambatan, berikut rumus
pengukuran aktivitas antioksidan :

% aktivitas antioksidan=

D. Kadar Tanin
Kadar tanin dianalisis dengan metode spektometri dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Diambil 1,0 ml supernatan kemudian campurkan dengan aquades dalam tabung reaksi ukuran
18 x 150 mm.
2. Ditambahkan 0,3 ml FeCl3 0,1 M lalu kocok
3. Ditambahkan 0,3 ml K3Fe(CN)6 0,008 M dan diamkan selama 10 menit.
4. Absorbansi sampel dibaca pada λ=720 nm. Nilai absorbansi blangko=0,625.
E. Kadar Kafein
Kafein merupakan alkaloid utama yang terdapat pada teh. Adanya kafein inilah maka
teh digolongkan dalam bahan penyegar karena kafein memberikan efek merangsang pada
jaringan tubuh manusia maupun hewan. Jadi kafein merupakan komponen penting pada produk
teh.
Kafein dapat larut dalam air, mempunyai aroma wangi tetapi rasanya sangat pahit. Kafein
bersifat basa mono-acid yang lemah dan dapat memisah dengan penguapan air. Dengan asam,
kafein akan bereaksi membentuk garam yang tidak stabil. Sedangkan reaksi kafein dengan basa
akan membentuk garam yang stabil. Kafein mudah terurai dengan alkali panas membentuk
kafeidin.
Cara Balley-Andrew untuk menganalisis kadar kafein pada teh dapat dilakukan dengan:
1. Terlebih dahulu menimbang contoh bahan yang telah digiling halus dan lolos saringan 30 Mesh
sebanyak 5 gram.
2. Lalu contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 5 gram MgO dan air suling
sebanyak 200 ml.
3. Kemudian di didihkan perlahan selama 2 jam dengan ditutup pendingin balik.
4.Setelah dingin diencerkan dengan air suling dalam labu takar sampai volumenya 500
ml,kemudian disaring.
5. Selanjutnya filtrat diambil sebanyak 300 ml kemudian masukkan ke dalam labu godok.
6. Lalu ditambahkan 10 ml H2SO4(1:9), kemudian di didihkan sampai volume cairan tinggal
kurang lebih 100 ml.
7. Kemudian cairan dimasukkan ke dalam corong pemisah. Selanjutnya, labu godok dibilas
dengan sedikit H2S04 (1:99) dan dikocok berkali-kali dengan khloroform berturut-turut
menggunakan 25 ml, 20 ml, 15 ml, 15 ml, 10 ml,10 ml,dan 10 ml.
8. Selanjutnya cairan bilasan dimasukkan ke dalam corong pemisah, lalu ditambahkan 5 ml KOH
1 % kemudian dikocok dan dibiarkan beberapa lama sampai cairan terpisah jelas. Cairan bagian
bawah yang merupakan larutan kafein dalam khloroform dikeluarkan dan ditampung dalam
erlenmeyer.
9. Kemudian di tambahkan lagi 10 ml khloroform ke dalam corong pemisah, lalu dikocok dan
dibiarkan sampai cairan terpisah jelas.
10.Selanjutnya cairan bagian bawah dikeluarkan dan ditampung dalam erlenmeyer yang sama.
Larutan dalam erlenmeyer diuapkan residunya, selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu
1000 C sampai diperoleh berat konstan yang merupakan berat kafein kasar (4).
2.4. Jenis-jenis Teh
2.4.1. Teh Hijau (Green Tea)
Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi (oksidasi enzimatis), yaitu dibuat dengan
cara menginaktifkan enzim fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar, dengan cara
pemanasan sehingga oksidasi terhadap katekin (zat antioksidan) dapat dicegah. Pemanasan
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan udara kering (pemanggangan/sangrai) dan
pemanasan basah dengan uap panas (steam).
Pemanggangan daun teh akan memberikan aroma dan flavor yang lebih kuat
dibandingkan dengan pemberian uap panas. Keuntungan dengan cara pemberian uap panas,
adalah warna teh dan seduhannya akan lebih hijau terang. Di Cina, untuk membuat teh hijau
dilakukan pemberian uap panas pada daun teh, sedangkan di Jepang daun tehnya disangrai.
Pada kedua metode tersebut, daun teh sama-sama menjadi layu, tetapi karena daun teh ini
segera dipanaskan setelah pemetikan, maka hasil tehnya tetap berwarna hijau.

Gambar 6. Teh Hijau

2.4.2. Teh hitam (Black Tea)


Teh hitam biasa disebut juga sebagai teh merah, hal tersebut dikarenakan kebiasaan orang
timur menyebutnya teh merah karena larutan teh yang dihasilkan dari teh ini akan berwarna
merah, sedangkan orang barat menyebutnya teh hitam karena daun teh yang digunakan untuk
penyeduhan biasanya berwarna hitam. Teh hitam merupakan jenis teh yang paling banyak di
produksi di Indonesia, dimana Indonesia sendiri merupakan pengekspor teh hitam ke-5 terbesar
di dunia.
Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi, dalam hal ini fermentasi tidak
menggunakan mikrobia sebagai sumber enzim, melainkan dilakukan oleh enzim fenolase yang
terdapat di dalam daun teh itu sendiri. Pada proses ini, sebagian besar katekin dioksidasi
menjadi teaflavin dan tearubigin, suatu senyawa antioksidan yang tidak sekuat katekin.
Teh hitam merupakan daun teh yang paling banyak mengalami pemrosesan fermentasi,
sehingga dapat dikatakan pengolahan teh hitam dilakukan dengan fermentasi penuh. Tahap
pertama, daun diletakkan di rak dan dibiarkan layu selama 14 sampai 24 jam. Kemudian daun
digulung dan dipelintir untuk melepaskan enzim alami dan mempersiapkan daun untuk proses
oksidasi, pada tahap ini daun ini masih berwarna hijau. Setelah proses penggulungan, daun siap
untuk proses oksidasi. Daun diletakkan di tempat dingin dan lembab, kemudian proses
fermentasi berlangsung dengan bantuan oksigen dan enzim. Proses fermentasi memberi warna
dan rasa pada teh hitam, dimana lamanya proses fermentasi sangat menentukan kualitas hasil
akhir. Setelah itu, daun dikeringkan atau dipanaskan untuk menghentikan proses oksidasi untuk
mendapatkan rasa serta aroma yang diinginkan.

Gambar 7. Teh Hitam

2.4.3. Teh oolong (Oolong Tea)


Teh oolong diproses secara semi fermentasi dan dibuat dengan bahan baku khusus, yaitu
varietas tertentu seperti Camellia sinensis varietas Sinensis yang memberikan aroma khusus.
Jenis teh oolong, memang belum begitu popular dibandingkan dengan jenis teh hijau atau teh
hitam. Kebanyakan daun teh oolong dihasilkan perkebunan teh di Cina dan Taiwan, oolong
dalam bahasa Cina berarti naga hitam karena daunnya mirip naga hitam kecil yang tiba-tiba
terbangun ketika diseduh, tetapi saat ini teh oolong telah diproduksi di Indonesia, seperti Jawa
Oolong, Olong Bengkulu, dan Olong Organik Banten.
Proses pembuatan dan pengolahan teh oolong berada diantara teh hijau dan teh hitam,
dimana teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses
penggulungan daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi, oleh karena itu
tehoolong disebut sebagai teh semi fermentasi.
Bahan baku teh oolong diambil dari 3 daun teh teratas, yang dipetik tepat pada waktunya,
yaitu pada saat tidak terlalu muda dan juga tidak terlalu tua. Langkah pertama pengolahan teh
oolong adalah membuat daun menjadi layu yaitu daun dibiarkan layu selama beberapa jam
dibawah sinar matahari, tapi kurang dari satu hari. Setelah daun layu, daun diaduk untuk
mengeluarkan tetes kecil air dari daun sehingga proses oksidasi bisa dimulai. Ketika daun
terpapar udara, maka akan berubah warna menjadi lebih gelap. Lamanya waktu daun
mengalami oksidasi tergantung dari jenis oolong, beberapa jenis hanya 10% teroksidasi,
sedangkan yang lain bisa sampai 50% yang teroksidasi. Daun teh kemudian dipanaskan untuk
menghentikan proses oksidasi dan mengeringkannya.

Gambar 8. Teh Oolong

2.4.4. Teh Putih (White Tea)


Teh putih merupakan jenis teh yang tidak mengalami proses fermentasi sama sekali,
dimana proses pengeringan dan penguapan dilakukan dengan sangat singkat. Teh Putih
diambil hanya dari daun teh pilihan yang dipetik dan dipanen sebelum benar-benar mekar. Teh
putih terkenal sebagai dewa dewinya teh karena diambil dari kuncup daun terbaik dari setiap
pohonnya, dan disebut teh putih karena ketika dipetik kuncup daunnya masih ditutupi seperti
rambut putih yang halus. Daun teh yang dipetik adalah pucuk daun yang muda, kemudian
dikeringkan dengan metode penguapan (steam dried) atau dibiarkan kering oleh udara (air
dried).
Daun teh putih adalah daun teh yang paling sedikit mengalami pemrosesan dari semua
jenis teh, sedangkan teh jenis yang lain umumnya mengalami empat sampai lima langkah
pemrosesan. Dengan proses yang lebih singkat tersebut, kandungan zat katekin pada teh putih
adalah yang tertinggi, sehingga mempunyai khasiat yang lebih ampuh dibanding teh jenis
lainnya.
Pucuk daun muda (kuntum daun yang baru tumbuh) tidaklah dioksidasi; pucuk-pucuk ini
dihindarkan dari sinar matahari demi mencegah pembentukan klorofil. Karenanya teh putih
diproduksi hanya sedikit dibandingkan jenis teh lain, dan akibatnya menjadi lebih mahal
dibandingkan teh lainnya
Seperti halnya teh oolong, selama ini teh putih hanya diproduksi oleh perkebunan teh di
China dan Taiwan, tetapi saat ini telah mulai diproduksi di Indonesia oleh 3 perkebunan teh
yaitu : (1) PT. Chakra di Ciwidey, Jawa Barat dengan nama Oza Premium White Tea; (2)
PTPN VIII di Garut, Jawa Barat; serta (3) PTPN XII di Wonosari, Jawa Timur.
Jika kita melintas di daerah Puncak Jawa Barat, maka akan disambut dengan hamparan
kebun teh Camellia sinensis varietas Asammica yang menghijau, dari varietas teh inilah teh
hijau, teh hitam/merah dan teh putih diolah, kecuali teh oolong yang diolah dari Camellia
sinensis varietas Sinensis. Dengan demikian selain perbedaan varietas pada teh oolong dan
perbedaan daun yang dipetik, maka perbedaan teh hitam/merah, teh hijau, teh oolong dan teh
putih terletak pada pengolahannya, sehingga memberikan aroma dan sensasi rasa yang berbeda
saat diseduh dan dinikmati, serta memberikan tingkat khasiat yang berbeda sehubungan dengan
tingkatan antioksidan katekin yang dikandungnya (1).

Gambar 9. Teh Putih

2.5. Pengolahan Daun Teh


Di Indonesia dikenal 2 macam pengolahan teh yaitu pengolahan teh hitam dan teh hijau.
Pengolahan teh hitam dilakukan oleh perkebunan- perkebunan besar, sedangkan teh hijau
biasanya dilakukan oleh perkebunan- perkebunan rakyat. Di samping teh hitam dan teh hijau
dikenal juga pengolahan teh oolong dimana pengolahan jenis ini hanya dilakukan di Taiwan
(4)
.

Berikut ini beberapa pengolahan daun teh yang biasa dilakukan diantaranya adalah
sebagai berikut:

2.5.1. Teh Hitam


Daun teh dilayukan pada suhu 35oC selama 10-20 jam atau pada suhu 54.4oC (130oF)
selama 3-4 jam. Selanjutnya dilakukan penggulungan menggunakan mesin penggulung.
Bagian- bagian yang telah digulung dan telah melalui saringan, langsung dibawa ke ruang
fermentasi, sedangkan bagian- bagian yang masih kasar digulung kembali apabila perlu
diberikan tekanan selama proses penggulungannya.
Bubuk daun teh difermentasikan pada meja atau rak tempat fermentasi selama 2,5-3 jam
dengan suhu ruangan fermentasi sekitar 26oC. Kemudian bubuk teh dikeringkan dengan sistem
counter current dengan udara panas bersuhu 71,1-82,2oC bola kering serta 37,8oC bola basah.
Pengeringan dilakukan sampai kadar air bubuk teh mencapai 13%. Penyaringan dilakukan
terhadap bubuk teh yang sudah kering.

2.5.2. Teh Hijau


Proses pembuatan teh hijau hampir sama dengan proses pembuatan teh hitam, hanya
tidak dilakukan fermentasi. Proses pembuatannya biasanya dilakukan dengan cara dan
peralatan sederhana.
Proses pengolahannya yaitu dengan melayukan daun teh dengan cara menjemurnya
beberapa jam di atas tampah sampai daun tersebut layu. Selanjutnya dilakukan penggulungan
dengan cara menggilas daun teh di atas tampah menggunakan tangan atau kaki sampai sebagian
besar cairan sel terperas keluar. Lalu dikeringkan sampai kadar airnya cukup rendah.

2.5.3. Teh Oolong


Pelayuan daun teh dilakukan pada suhu sekitar 30oC selama 5-6 jam. Pemanasan
dilakukan pada suhu tinggi 10 menit dengan menggunakan panci pemanas. Selama pemanasan,
dilakukan pengadukan agar daun teh tidak hangus. Selanjutnya dilakukan penggulungan
selama 10 menit.
Pencucian dilakukan dengan cara mengaduk-aduk daun dengan tangan dalam air yang
mengalir. Pencucian dilakukan dengan hati- hati untuk mencegah kerusakan daun. Selanjutnya
teh tersebut dijemur diatas tikar. Penjemuran diatur sebagai berikut:
- Hari pertama penjemuran 8-10 jam
- Hari kedua penjemuran 3-4 jam
- Hari ketiga penjemuran 3-4 jam
- Hari keempat penjemuran 3-4 jam
- Hari kelima penjemuran 3-4 jam
- Hari keenam tidak dijemur
- Hari ketujuh penjemuran 8-10 jam
- Pengeringan dilanjutkan jika perlu, sampai kadar air sekitar 8%

2.6. Penyimpanan Teh


Karakteristik awal teh hijau yang digunakan adalah sebagai berikut : kadar air 5,61 %,
kadar abu 5,64 %, lemak 4,05 %, protein 21,96 %, serat 6,08 %, tanin 8, 32% dan nilai pH
seduhan 5,14.
Selama masa penyimpanan terjadi peningkatan kadar air pada suhu penyimpanan 25 dan
35o C, sedangkan pada suhu 45o C kadar air teh hijau mengalami penurunan. Nilai pH seduhan
teh hijau semakin meningkat. Kenaikan nilai pH yang terjadi sangat kecil.
Kadar tanin teh hijau menurun secara eksponensial selama 3 bulan masa penyimpanan.
Semakin tinggi suhu penyimpanan maka didapatkan laju penurunan
kadar tanin yang semakin besar. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi suhu penyimpanan maka
akan semakin menunjang terjadinya proses oksidasi tanin. Kadar tanin awal teh hijau adalah
8,32%.[11]
Pendugaan umur simpan teh hijau kemasan alumunium foil suhu 25° C adalah 270,24
hari, suhu 35° C adalah 235,46 hari, dan suhu 45° C adalah 207,71 hari. Pada plastik PP umur
simpan teh hijau suhu 25° C adalah 189,67 hari, suhu 35° C adalah 187,99 hari, dan suhu 45°
C adalah 186,50 hari. Kemasan multilayer memiliki barrier terhadap oksigen yang lebih baik.
Dibandingkan dengan kemasan polipropilen. Kemasan jenis multilayer lebih dapat
mempertahankan kestabilan minuman teh hijau selama penyimpanan dibandingkan dengan
kemasan jenis polypropilen. Suhu filling yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu
85°C. Minuman teh hijau dalam kemasan gelas plastik selama penyimpanan 8 minggu adalah
relatif stabil. Akan tetapi, semakin lama penyimpanan warna minuman teh hijau dalam
kemasan multilayer menjadi semakin gelap. Seiring dengan itu, terlihat pula kandungan asam
askorbat yang terdapat dalam minuman teh hijau juga semakin menurun (11). Dengan demikian
kemasan yang lebih sesuai digunakan untuk teh hijau adalah kemasan alumunium foil (9) (10).
2.7. Mutu Rasa Teh
Tingkat tinggi rendahnya kualitas mutu suatu produk bisa dilihat dari hasil pengujian,
suatu laboratorium yang dituangkan dalam bentuk Sertifikat Mutu atau Certificate of Quality
yang diakui secara resmi dan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Mutu adalah
gambaran dan karakteristik menyeluruh produk atau jasa, yang menunjukan kemampuanya
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ditentukan ( tersurat ) maupun yang tersirat (
www.rudyct.com ) (10).
Selanjutnya, Suryatmo (2003:2), menjelaskan mutu teh juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang mendukungnya seperti kandungan kimia dalam teh dan hasil uji organoleptik teh
keringnya. Di antara senyawa 168 kimia yang paling besar peranannya dalam pembentukan
cita rasa dan berbagai khasiat istimewa teh adalah katekin dari golongan polifenol. Semakin
tinggi kandungan katekin dalam produk teh yang dikonsumsi, semakain maksimal cita rasa,
penampilan dan sifat-sifat serta khasiat khususnya dari segi kesehatan, pengobatan, anti kuman,
dan sebagainya (13).
Syarat-syarat mutu teh ditetapkan dengan mengutamakan ketampakan warna teh,
aroma, rasa, warna dan aroma ampas teh, sebagai berikut:
a) Mutu Khusus
Ketampakan teh dengan bentuk besar, kurang besar atau kecil menurut jenisnya dan
mengandung tip (pucuk daun), warna kehitam-hitaman, air seduhan berwarna merah kekuning-
kuningan, aroma harum dan rasa kuat, serta ampas seduhan berwarna tembaga kehijauan
dengan aroma harum

b) Mutu I
Ketampakan dengan bentuk besar, kurang besar, atau kecil menurut jenisnya dan
persentase daun lebih banyak, warna teh kehitaman dan rata, air seduhan berwarna merah
kekuning-kuningan, aroma harum dan rasa kuat, ampas seduhan berwarna merah tembaga,
kekuningan dan kehijauan dengan aroma harum 169.
c) Mutu II
Ketampakan dengan bentuk besar, kurang besar, kecil menurut jenis dengan persentase
daun lebih sedikit, warna teh kemerah-merahan dan kurang rata, air seduhan berwarna kurang
merah, aroma kurang harum, rasa kurang kuat, dan ampas kehitaman serta aromanya kurang
harum (Spillane (1992:75))

3. COKLAT
3.1. Pengertian Coklat
Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan tanaman yang digunakan sebagai
penyedap makanan juga sebagai sumber lemak nabati. Kakao ini juga digunakan sebagai bahan
dalam pembuatan minuman, campuran gula-gula atau jenis makanan lainnya.[15] Berdasarkan
bentuk buahnya dibedakan atas jenis kriolo (criollo) yang bentuknya agak memanjang dan
jenis Forastero dibedakan berdasarkan pada warnanya dimana kriolo tidak berwarna
sedangkan Forastero berwarna ungu muda. Pada umumnya mutu coklat Forastero lebih rendah
daripada coklat Kriolo.

Gambar 10. Coklat


3.2. Struktur Fisik Coklat
Terdapat beberapa jenis coklat, terdapat bebeapa jenis coklat antara lain : criollo,
forastero, calabacillo, angoleto, cundeamur, amelonado, dan trinitario. Jenis criollo
mempunyai biji tidak berwarna, buah berwarna merah atau kuning, kulit buah bertonjolan dan
berlekuk – lekuk, bau dan rasanya lebih baik dari yang lain, ukuran biji lebih kecil
dibandingkan jenis forastero. Ciri – ciri coklat jenis forastero antara lain biji berwarna ungu
dengan ukuran lebih besar dibandingkan criollo, buah berwarna kuning, bau kurang baik dan
rasa agak pahit, serta kulit buah hampir rata dan licin. Jenis trinitaro memiliki ciri yang hampir
sama dengan jenis criollo.
Buah coklat yang masak mempunyai kulit yang tebal dan berisi 30 -40 biji yang
dikelilingi oleh pulp yang berlendir. Biji coklat terdiri dari dua bagian utama yaitu biji (testa)
dan keping biji (15).

3.3. Komposisi Coklat


Buah coklat biasanya mengandung 30 – 40 biji yang tertutup oleh pulp yang berlendir.
Pulp segar umumnya berwarna putih susu, lunak dan berlendir. Bagian pulp ini sebenarnya
adalah biagian dinding buah yang melekat pada epidermis kulit biji.
Biji coklat mentah yang masih segar terdiri dari bagian – bagian, berturut – turut dari
luar adalah pulp, kulit biji, kulit air, keping biji dan lembaga (embryo). Biji coklat umumnya
terutama mengandung lemak, karbohidrat, protein dan tanin, disamping zat – zat lainnya seperti
mineral, pigmen, asam, dan air. Tanin dalam coklat berperan dalam proses fermentasi yang
akan merubah aroma coklat yang dihasilkan. Selain dari itu, pulp berperan sebagai sumber
fermentasi coklat(15).
Biji Kakao adalah bahan utama pembuatan bubuk kakao (coklat), bubuk kakao adalah
bahan dalam pebuatan kue, es krim, makanan ringan, susu dll. atau dalam bahasa keseharian
masyarakat kita menyebutnya coklat. Karakter rasa coklat adalah gurih, dengan aroma yang
khas sehingga disukai banyak orang khususnya anak-anak dan remaja(16).

Tabel 3. Komposisi dan Kandungan Coklat


Komposisi Kandungan (%)

Lemak 30 – 35
Karbohidrat 18
Protein 18
Tanin 8 – 10
Mineral 3–4
Pigmen 2–4
Asam – asam 0,5 – 1
Air Sisanya

3.4. Jenis-jenis Coklat


Biji coklat diperoleh dari buah tanaman coklat. Berdasarkan bentuk dari buahnya
dibedakan atas jenis Kriolo (criollo) yang berbentuk agak memanjang dan jenis Forastero yang
bentuknya agak bulat. Selain dari bentuknya , jenis Kriolo dan Forastro dibedakan
berdasarkan pada warnanya dimana kriolo tidak warna sedangkan Forastero berwarna ungu
muda.
Pada umumnya mutu coklat forastero lebih rendah daripada coklat kriolo.[14]
Berdasarkan bentuk buahnya, kakao dapat dikelompokkan ke dalam empat populasi. Kakao
lindak (bulk) yang telah tersebar luas di daerah tropika adalah anggota sub jenis
sphaerocarpum. Bentuk bijinya lonjong, pipih dan keping bijinya berwarna sub jenis cacao.
Permukaan kulit buahnya relatif halus karena alur-alurnya dangkal. Kulit buah tipis tetapi keras
(liat).

Gambar 11. Jenis-jenis Coklat


A. Kakao lindak (sub jenis T. cacao sphaerocarpum)
B. Kakao mulia (sub jenis T. cacao cacao)
Komoditi kakao secara garis besar terbagi atas 2, yaitu :kakao mulia (edel cacao) dan
kakao lindak (bulk cacao). Terbagi jenis kakao ini disebabkan adanya perbedaan dari sifat fisik
dan kimia pada masing-masing kakao.

Tabel 4. Perbedaan Kakao Lindak dan Kakao Mulia


Kakao Mulia (Edel) Kakao Lindak (Bulk)
Bentuk buah bulat telur sampai lonjong Bentuk buah umumnya bulat sampai
bulat telur
Warna buah merah muda Warna buah hijau muda
Biji besar dan bulat Biji gepeng dan kecil
Berat biji kering lebih dari 1,2 gram Berat biji kering rata-rata 1 gram
Warna kotiledon dominan putih Warna kotiledon dominant ungu
Kandungan lemak biji kurang dari 56% Kandungan lemak biji mendekati atau
lebih dari 56%
Ukuran dan berat biji homogen Ukuran dan berat biji heterogen
Aroma dan rasa lebih baik Aroma dan rasa kurang

Menurut Wood (1975), kakao dibagi tiga kelompok besar, yaitu criollo, forastero, dan
trinitario; sebagian sifat criollo telah disebutkan di atas. Sifat lainnya adalah pertumbuhannya
kurang kuat, daya hasil lebih rendah daripada forastero, relatif gampang terserang hama dan
penyakit permukaan kulit buah criollo kasar, berbenjol-benjol dan alur-alurnya jelas. Kulit ini
tebal tetapi lunak sehingga mudah dipecah. Kadar lemak biji lebih rendah daripada forastero
tetapi ukuran bijinya besar, bulat, dan memberikan citarasa khas yang baik(17) .
Dalam tata niaga kakao criollo termasuk kelompok kakao mulia (fine flavoured),
sementara itu kakao forastero termasuk kelompok kakao lindak (bulk), kelompok kakao
trinitario merupakan hibrida criollo dengan farastero. Sifat morfologi dan fisiologinya sangat
beragam demikian juga daya dan mutu hasilnya. Dalam tata niaga, kelompok trinitario dapat
masuk ke dalam kakao mulia dan lindak, tergantung pada mutu bijinya(17) .
Gambar 12. Buah dan Biji Kakao

Jenis-jenis olahan Coklat


 Couverture
Couverture adalah jenis cokelat terbaik. Cokelat ini murni dengan persentase lemak
kakaonya yang tinggi, sehingga menghasilkan flavor yang sangat baik. Biasanya digunakan
untuk pembuatan produk cokelat buatan tangan. Sebelum digunakan, cokelat jenis ini melalui
proses temper (dilelehkan) terlebih dahulu.
Karena coklat ini merupakan jenis coklat yang paling tinggi mutunya. Coklat Couverture
memiliki kandungan lemak kakao yang tinggi. Coklat ini sangat cocok untuk membuat
dekorasi dan hiasan lainnya yang merupakan kerajinan yang berbahan dasar coklat. Coklat ini
sering dipakai oleh industry dan hotel berbintang, karena memerlukan penanganan yang khusus
serta alat yang tepat. Ada tiga coklat couverture yang dapat digunakan : milk coklat couverture,
dark coklat couverture, white cokelat couverture(18) .
 Coklat Compound
Compound Chocolate komposisinya hampir sama dengan couverture chocolate tetapi
cocoa butter yang ada digantikan oleh lemak nabati lainnya yang murah seperti minyak kelapa
atau soya. Cocoa butter juga sebenarnya termasuk lemak nabati tetapi kenapa disebut butter
mungkin karena memiliki sama warna kuning dan harganya mahal seperti butter.

Secara rasa compound chocolate cenderung semi-sweet atau sweet karena banyak
pemahaman kalo cokelat pahit itu bukanlah cokelat, namun secara penanganan lebih mudah.
Compound chocolate lebih banyak digunakan untuk cokelat dekorasi dan terkadang juga untuk
buat ganache, praline dan lain-lain. Karena pertimbangan harga yang jauh lebih murah dari
couverture.

Ada 3 jenis coholate compound yaitu :


 Dark chocolate compound : yaitu cokelat batangan yang berwarna pekat, rasa cokelatnya lebih
terasa dan tidak mengandung susu. Cokelat jenis ini baik digunakan untuk kue, cake, dan aneka
makanan ringan lainnya.
 Milk chocolate compound : yaitu cokelat batangan yang berwarna cokelat yang merupakan
campuran gula, kakao, cokelat cair, susu, dan vanila.
 White chocolate compound : yaitu cokelat batangan yang berwarna putih, mengandung cokelat
batangan yang berwarna putih, mengandung cokelat dan cacao butter.

 Coklat Tawar
Cokelat jenis ini baik digunakan untuk kue, cake, dan aneka makanan ringan lainnya.
Persentase massa kakao bervariasi, antara 30-70 persen. Semakin tinggi konsentrasi massa
kakao, semakin baik flavor-nya.

 Coklat Susu
Jenis cokelat yang satu ini merupakan campuran gula, kakao, cokelat cair, susu, dan vanila.
Cokelat jenis ini paling banyak dikonsumsi. Massa kakaonya cukup rendah, hanya 20 persen
dan rasanya lebih manis dibandingkan cokelat tawar. Cokelat satu ini pasti disukai anak-anak
karena bisa langsung disantap dengan rasa yang manis. Kandungan susunya membuat rasa
menjadi lebih lembut. Jika Anda hendak membuat kue, cokelat jenis ini bukanlah pilihan yang
baik. Selain kandungan cokelatnya relatif sedikit, cokelat ini mudah hangus bila dilelehkan.

 Coklat Putih
Cokelat yang umumnya berwarna putih ini tidak mengandung massa kakao yang tinggi.
Selain dikonsumsi langsung, cokelat putih kerap digunakan untuk dekorasi. Cokelat ini terbuat
dari lemak cokelat, gula, dan vanili yang tidak mengandung cokelat padat. Karena mudah
hangus, ada baiknya dimasak secara hati-hati.(19)
 Coklat Cair
Cokelat cair merupakan produk minuman yang mengandung massa kakao dan
mengandung kadar gula tinggi. Kadar gulanya, disebut-sebut sebagai biang keladi
meningkatnya berat badan.

 Coklat Baker’s
Sama halnya dengan coklat compound, jenis coklat inipun mudah digunakan. Di
dalamnya terdapat lemak nabati, susu, gula, letchitin, dan vanilla. Cocok digunakan untuk
penutup dan melapisi kue juga dapat digunakan untuk hiasan dan coklat cetak. Coklat ini sangat
mudah di peroleh dipasar dengan variasi milk coklat baker’s, dark coklat baker’s dan white
coklat baker’s.(18)
Perbedaan yang sangat mendasar diantara ketiga variasi coklat tersebut adalah :
 Milk coklat, atau coklat susu merupakan campuran kakao dengan susu dan ditambah gula. Coklat
jenis ini juga sangat digemari karena rasanya yang nikmat
 Dark coklat, atau cokelat hitam rasanya lebih pekat, warnanya lebih gelap, dan lebih banyak
kandungan komponen kimia yang berkhasiat bagi kesehatan. Dark chocolate merupakan
cokelat murni tanpa kandungan susu. Cokelat ini mengandung 15% cokelat cair, bubuk cokelat,
dan minyak cokelat.
 White coklat, atau coklat putih bukanlah cokelat karena sama sekali tidak mengandung cocoa.
White chocolate terbuat dari gula, minyak cokelat, susu, lesitin, dan vanilli. Jika di dalamnya
tidak ditambahkan minyak cokelat, maka campuran itu dinamakan coating.Cokelat putih
banyak digunakan sebagai pelapis cake dan sebagai hiasan.
Selain coklat diatas, masih banyak lagi hasil olahan coklat lainnya, seperti :
1) Coklat chips, adalah butir-butir cokelat kecil. Umumnya dijual dalam bentuk bulat, bentuk
"tetesan air mata" yang dasarnya rata. Ukurannya pun beragam, dari yang besar sampai kecil,
namun biasanya dijumpai yang berdiameter 1 cm. Cokelat chip dapat ditambahkan di kue
kering, panekuk, waffle, puding, muffin, crêpes, pai, cokelat panas, dan berbagai macam kue
basah. Cokelat chip dapat pula dijumpai di produk makanan lain seperti granola, es krim, dan
trail mix.(18)
2) Cocoa powder, atau Coklat bubuk terbuat dari bungkil/ampas biji coklat yang telah dipisahkan
lemak coklatnya. Bungkil ini dikeringkan dan digiling halus sehingga terbentuk tepung coklat.
Coklat bubuk ada 2 jenis, yang pertama melalui proses natural dan yang kedua melalui proses
dutch. Cocoa natural sedikit asam, sedangkan cocoa dutch warnanya lebih gelap dan coklatnya
lebih lembut. Cocoa proses dutch lebih disukai untuk membuat coklat panas karena aromanya
lebih lembut. Kebanyakan coklat bubuk yang dijual dipasaran adalah jenis cocoa natural.
Coklat bubuk natural dibuat dari bubur coklat atau balok coklat pahit, dengan menghilangkan
sebagian besar lemaknya hingga tinggal 18-23%. Coklat jenis ini berbentuk tepung,
mengandung sedikit lemak, dan rasanya pahit. Banyak sekali yang menggunakan coklat bubuk
jenis ini sebagai bahan campuran untuk membuat kue.(18)
Ada dua jenis coklat bubuk, pertama coklat bubuk yang melalui proses natural dan yang
kedua melalui proses dutch. Coklat bubuk yang melalui proses natural berasa sedikit asam,
sedangkan coklat dutch warnanya lebih gelap dan coklatnya lebih lembut coklat bubuk dutch
lebih disukai untuk membuat coklat panas karena aromanya lebih lembut. Coklat panas adalah
minuman panas yang dibuat dari coklat atau kakao bubuk dan gula, dengan air atau susu hangat.
Kebanyakan coklat bubuk yang dijual dipasaran adalah jenis coklat natural. Coklat bubuk
natural dibuat dari bubur coklat dengan menghilangkan sebagian besar lemaknya hingga
mencapai 18-23%. Coklat natural berbentuk tepung, mengandung sedikit lemak, dan rasanya
pahit. Banyak sekali yang menggunakan coklat bubuk jenis ini sebagai bahan campuran untuk
membuat kue.[20]

3) Coklat meyses, adalah butiran-butiran cokelat yang digunakan sebagai teman makan roti,
penghias dan penambah rasa pada cake, kue terang bulan, donat dan es krim. Di Belanda,
meyses disebut hagelslag dan variasinya disebut muisjes. Meyses sebagai teman makan roti
hanya dinikmati di Indonesia dan Belanda. Konon orang Indonesia yang mengenal hagelslag
dari orang Belanda. Kebetulan cokelat butir banyak digemari gadis-gadis kecil Belanda
(muisjes) sehingga teman makan roti ini ikut-ikutan disebut meyses. Pengucapan "meisje"
untuk cokelat butir menghasilkan beberapa variasi ejaan: meises, mises atau meisyes. Ada juga
kemungkinan meyses berasal dari kata muisjes karena bentuknya memang mirip.(18)

3.5. Pengolahan dan Penyimpanan Coklat


3.5.1. Pemetikan dan Sortasi Buah
 Buah kakao dipetik apabila sudah cukup masak, yakni ditandai dengan adanya perubahan warna
kulit buah. Buah ketika mentah berwarna hijau akan berubah menjadi kuning pada waktu
masak, sedangkan yang berwarna merah akan berubah menjadi jingga pada waktu masak.
 Pada satu tahun terdapat puncak panen satu atau dua kali yang terjadi 5 - 6 bulan setelah
perubahan musim. Pada beberapa negara ada yang panen sepanjang musim.
 Buah hasil pemetikan dipisahkan antara yang baik dan yang jelek. Buah yang jelek berupa buah
yang kelewat masak, yang terserang hama penyakit, buah muda atau buah yang lewat masak.
Frekuensi pemanenan ditentukan oleh jumlah buah yang masak pada satu periode pemanenan.
Jumlah minimum fermentasi adalah 100 kg buah segar. Petani biasanya memanen 5 - 6 kali
pada musim puncak panen dengan interval satu minggu.
3.5.1. Pemeraman dan Pemecahan Buah
Pemeraman Buah
 Pemeraman buah bertujuan, memperoleh keseragaman kematangan buah serta memudahkan
pengeluaran biji dari buah kakao.
 Buah dimasukan kedalam keranjang rotan atau sejenisnya disimpan ditempat yang bersih dengan
alas daun – daunan dan permukaan tumpukan ditutup dengan daun-daunan.(21)
 Pemeraman dilakukan selama 5 - 12 hari tergantung kondisi setempat dan pematangan buah,
dengan cara (a). Mengatur tempat agar cukup bersih dan terbuka, (b). Menggunakan wadah
pemeraman seperti keranjang atau karung goni, (c). Memberi alas pada permukaan tanah dan
menutup permukaan tumpukan buah dengan daun-daun kering. Cara ini menurunkan jumlah
biji kakao rusak dari 15% menjadi 5%. (17)

Pemecahan Buah (21)


 Pemecahan atau pembelahan buah kakao dimaksudkan untuk mendapatkan biji kakao,
pemecahan buah kakao harus dilakukan secara hati-hati, agar tidak melukai atau merusak biji
kakao.
 Pemecahan buah kakao dapat menggunakan pemukul kayu atau memukulkan buah satu dengan
buah lainnya, harus dihindari kontak langsung biji kakao dengan benda – benda logam, karena
dapat menyebabkan warna biji kakao menjadi kelabu.
 Biji kakao dikeluarkan lalu dimasukan dalam ember plastik atau wadah lain yang bersih, sedang
empulur yang melekat pada biji dibuang.
 Pemecahan buah dapat dilakukan dengan pemukul kayu, pemukul berpisau atau hanya dengan
pisau apabila sudah berpengalaman. Selama pemecahan dilakukan sortasi buah dan biji basah.
Buah yang masih mentah, yang diserang hama tikus atau yang busuk sebaiknya dipisahkan.(17)
 Penyimpanan buah sebelum fermentasi hal yang baik dilakukan. Di Malaysia penyimpanan dan
penghamparan buah sebelum fermentasi akan menghasilkan biji kakao yang bercita rasa coklat
lebih baik.
 Kadar kulit buah berkisar 61.0 – 86.4% dengan rata-rata 74.3%. dan kadar biji segar 39.0%-
13.6% dengan ratarata 25.7%.
 Setelah pemecahan buah, biji superior dan inferior dimasukkan kedalam karung plastik dan
ditimbang untuk menentukan jumlah hasil pemanenan. Di pabrik, biji ditimbang ulang untuk
melihat bobot penyusutannya. Pemeriksaan mutu dilakukan sebelum difermentasi.(17)
3.5.3. Fermentasi(17)
Fermentasi dimaksudkan untuk memudahkan melepas zat lendir dari permukaan kulit
biji dan menghasilkan biji dengan mutu dan aroma yang baik, selain itu menghasilkan biji yang
tahan terhadap hama dan jamur, selama penyimpanan dan menghasilkan biji dengan warna
yang cerah dan bersih.[21]
• Wadah/alat fermentasi yang dibutuhkan yaitu : Kotak fermentasi terbuat dari lembaran papan
atau berupa.
• Keranjang bambu.
• Daun pisang.
• Karung goni.
 Fermentasi dilakukan untuk memperoleh biji kakao kering yang bermutu baik dan memiliki
aroma serta cita rasa khas coklat. Citra rasa khas coklat ditentukan oleh fermentasi dan
penyangraian. Biji yang kurang fermentasi ditandai dengan warna ungu, bertekstur pejal,
rasanya pahit dan sepat, sedang yang berlebihan fermentasi akan mudah pecah, berwarna coklat
seperti coklat tua, cita rasa coklat kurang dan berbau apek.(17)
 Fermentasi dapat dilakukan dalam kotak, dalam tumpukan maupun dalam keranjang. Kotak
dibuat dari kayu dengan lubang didasarnya untuk membuang cairan fermentasi atau keluar
masuknya udara. Biji ditutup dengan daun pisang atau karung goni untuk mempertahankan
panas. Selanjutnya diaduk setiap hari atau dua hari selama waktu 6-8 hari. Kotak yang
kedalamannya 42 cm cukup diaduk sekali saja selama 2 hari. Tingkat keasamannya lebih
rendah dibandingkan lebih dari 42 cm. Fermentasi tidak boleh lebih dari 7 hari. Setelah
difermentasi biji kakao segera dikeringkan.(17)
 Fermentasi tumpukan dilakukan dengan cara menimbun atau menumpuk biji kakao segar di atas
daun pisang hingga membentuk kerucut. Permukaan atas ditutup daun pisang atau lainnya yang
memungkinkan udara masuk, kemudian ditindih dengan potongan kayu. Pada metode ini,
fermentasi dilakukan selama 6 hari dengan pengadukan dua kali. Fermentasi harus dilakukan
ditempat teduh agar terlindung dari hujan dan cahaya matahari langsung.(17)

 Fermentasi dalam keranjang dilakukan didalam keranjang bambu atau rotan yang telah dilapisi
daun pisang dengan kapasitas lebih dari 20 kg. Permukaan biji ditutup daun pisang atau karung.
Pengadukan dilakukan setelah 2 hari fermentasi. Caranya dipindahkan ke keranjang lain atau
ditempat yang sama kemudian ditutup kembali. Lama fermentasi tidak boleh lebih dari 7 hari.
3.5.4. Perendaman dan Pencucian
Tujuan perendaman dan pencucian adalah menghentikan proses fermentasi dan
memperbaiki kenampakan biji. Sebelum pencucian dilakukan perendaman ± 3 jam untuk
meningkatkan jumlah biji bulat dengan kenampakan menarik dan warna coklat cerah.
Pencucian dapat dilakukan secara manual (dengan tangan) atau menggunakan mesin pencuci.
Pencucian yang terlalu bersih sehingga selaput lendirnya hilang sama sekali, selain
menyebabkan kehilangan berat juga membuat kulit biji menjadi rapuh dan mudah terkelupas.
Umunya biji kakao yang dicuci adalah jenis edel sedangkan jenis bulk tergantung pada
permintaan pasar.(21)

 Pencucian dilakukan setelah fermentasi untuk mengurangi pulp yang melekat pada biji. Biji
direndam selama 3 jam untuk meningkatkan jumlah biji bulat dan penampilan menarik. Kadar
kulit biji yang dikehendaki maksimum 12%, yang melebihi 12 % akan dikenai potongan
harga.(17)
 Saat ini telah dihasilkan mesin cuci kakao berkapasitas 2 ton biji segar/jam. Pencucian dimulai
pukul 03.00 dan diakhiri pukul 10.00 sehingga kapasitas per hari adalah 14 ton.

3.5.5. Pengeringan dan Tempering(17)


 Tujuan utama pengeringan adalah mengurangi kadar air biji dari 60% menjadi 6-7% sehingga
aman selama pengangkutan dan pengapalan. Pengeringan tidak boleh terlalu cepat atau terlalu
lambat. Pengeringan dilakukan dengan penjemuran, memakai alat pengering atau keduanya.
 Penjemuran cara yang paling baik dan murah. Kapasitas per m2 lantai adalah 15 kg. Biji kakao
dapat kering setelah 7-10 hari. Selama penjemuran hamparan biji perlu dibalikkan 1-2 jam
sekali. Selama penjemuran biji dirawat dengan membuang serpihan kulit buah, plasenta,
material asing dan biji yang cacat.
 Pada daerah yang curah hujannya agak tinggi dan produksi biji kakao banyak, penjemuran saja
tidak cukup tapi diperlukan pengering mekanis. Pengolahan konvensional yang masih
ditetapkan adalah penjemuran 1 hari dan pengeringan mesin selama 24 jam efektif, yaitu flat
bed dryer yang dioperasikan suhu lebih dari 60oC.
 Tempering adalah proses penyesuaian suhu pada biji dengan suhu udara sekitarnya setelah
dikeringkan, agar biji tidak mengalami kerusakan fisik pada tahap berikutnya. Biasanya
ditempat gudang timbun sementara kapasitasnya 330 kg biji kakao kering/m2. Sortasi
kemudian dilakukan lagi setelah 5 hari dan dilakukan pengemasan.
3.5.6. Sortasi(17)
Sortasi ditujukan untuk memisahkan biji kakao dari kotoran yang melekat dan
mengelompokkan biji berdasarkan kenampakan fisik dan ukuran biji.
 Biji kakao yang telah 5 hari kering disortasi
 Proses sortasi dilakukan secara manual

3.5.7. Pengemasan dan Penyimpanan


 Biji kakao kering dan bersih dikemas dalam karung bersih dan disimpan dalam gudang. Biji
kakao dikemas dengan baik didalam wadah bersih dan kuat, biasanya menggunakan karung
goni dan tidak dianjurkan menggunakan karung plastik.
 Biji kakao tidak disimpan dalam satu tempat dengan produk pertanian lainnya yang berbau keras,
karena biji kakao dapat menyerap bau-bauan tersebut.
 Biji kakao jangan disimpan di atas para-para dapur karena dapat mengakibatkan biji kakao
berbau asap.
 Biji kakao disimpan dalam ruangan, dengan kelembaban tidak melebihi 75 % ventilasi cukup
dan bersih.(21)
 Antara lantai dan wadah biji kakao diberi jarak ± 8 Cm dan jarak dari dinding ± 60 Cm, biji
kakao dapat disimpan ± 3 bulan.
 Penyimpanan dan pengelolaan biji kakao kering dilkakukan mengikuti Standar Prosedur
Operasional (SPO) penanganan biji kakao di kesportir, SPO fumigasi kakao di gudang, dan
SPO fumigasi kakao di container.(17)

3.6. Mutu Rasa Coklat

Mutu kakao mempunyai beberapa pengertian , yakni dalam pengertian sempit meliputi
cita rasa (flavour ) dan upaya mempertahankannya. Sementara dalam pengertian luas meliputi
beberapa aspek yang menentukan nilai dan acceptibility dari suatu partai biji kakao. Mutu biji
kakao merupakan hal yang sangat penting dalam produksi kakao dan olahannya(23) .

Tabel 5 . Spesifikasi Biji Kakao Standar Kualitas Nasional (SNI)


Grade Kadar Air Kotoran Biji / 100 gr Jamur
Grade AA 6-7 % 0% Max . 85 1–2%
Grade A 7-8 % 2% 85 – 100 -
Grade B 7,5 % 2,5% 101 – 100 4%
Grade C 8-9 % 3-4% 111 – 120 4%+
Ditolak 10%+ 5% 120 + 5 – 6% +

3.6.1. STANDAR UNTUK KAKAO (22)


Standar pembelian Kakao di Indonesia pada umumnya masih mengikuti Standar
Nasional Indonesia (SNI) 01-2323:2008. Standar SNI ini sudah merujuk pada standar yang
digunakan oleh negara produsen kakao lainnya dan persyaratan mutu yang ditetapkan oleh
negara konsumen atau tujuan ekspor.

Persyaratan mutu

Tabel 6. SNI kakao (sumber : BSN (2010). Standar Nasional Indonesia Biji Kakao. SNI
2323:2008. Badan Standardisasi Nasional.)
Satuan dalam persen
Jenis mutu Persyaratan
Kakao Kakao Kadar Kadar Kadar biji Kadar Kadar biji
mulia Lindak biji biji slaty berserangga kotoran berkecambah
(fine (Bulk berjmur (biji/biji ) (biji/biji ) waste (biji/biji)
Cocoa) Cocoa) (biji/biji) (biji/biji)
I-F I-B Maks. 2 Maks.3 Maks.1 Maks. 1.5 Maks. 2
II-F II-B Maks.4 Maks.8 Maks.2 Maks. 2.0 Maks. 3
III-F III-B Maks. 4 Maks.20 Maks.2 Maks. 3.0 Maks. 3

Menurut jenis tanaman kakao di golongkan dalam 2 jenis yaitu:


 Jenis Mulia (Fine Cacoa/F)
 Jenis Lindak (Bulk Cacoa/B)
Menurut jenis mutunya kakao digolongkan dalam 3 jenis yaitu:
 Mutu I
 Mutu II
 Mutu III

Berdasarkan ukuran biji dalam takaran 100 gram, biji kakao digolongkan dalam 5 kategori
yaitu:
1. AA: Maksimum 85 biji kakao dalam pe rseratus gram
2. A : 86-100 biji kakao dalam per seratus gram
3. B : 101-110 biji kakao dalam per seratus gram
4. C : 111-120 biji kakao dalam per seratus gram
5. S : lebih dari 120 biji kakao dalam per seratus gram
Persyaratan mutu yang dilihat dalam penentuan kualitas kakao meliputi:
 Serangga hidup yang terdapat dalam sampel
 Kadar air maksimum 7,5
 Biji yang berbau asap atau bau asing lainnya
 Kadar benda asing

3.6.2. Pengujian Mutu (23)


a. Kadar benda Asing (sampah )
Tujuan dari kegiatan ini adalah agar peserta/petani hanya menjual biji yang bermutu
baik ke pedagang / eksportir (terbebas dari sampah ), karena jika sampah terikut dalam biji
yang dijual maka barang/biji kakao yang dijual tersebut akan mendapatkan potongan harga.
Sampah yang terpisah dari biji dapat dijual tersendiri (23).
Pemiahan sampah dengan biji baik yang terdapt pada contoh kemudian
membandingkan antara berat sampah dengan berat contoh untuk memperoleh persentase
sampah (standar 2,5%)

b. Jumlah biji
Kriteria jumlah biji :
a) Bila jumlah biji 85 (golongan AA)
b) Bila jumlah biji 86-100 (golongan A)
c) Bila jumlah biji 101-110 (golongan B)
d) Bila jumlah biji 111-120 (golongan C)
e) Bila jumlah biji >120 (golongan S )

c. Kandungan biji berjamur


Tujuannya adalah untuk mendorong upaya untuk mencegah kontaminasi pada biji kakao
yang baik sehingga mutu biji kakao dapat ditingkatkan.
 Ambil 100 biji secara acak dari contoh dan kemudian dipotong memanjang/melintang. Periksa
biji yang terbelah satu per satu.
 Hitung jumlah biji berjamur yang ditemukan. Misalnya biji yang berjamur adalah 5 biji maka
persentase jamur = 5/100 = 0.05 x 100% = 5%.
 Jadi jumlah biji yang berjamur adalah sebesar 5%, sehingga perhitungannya 5% - 4% = 1%.
Terjadi pemotongan sebesar 1% terhadap kandungan jamur.

d. Kadar air (23)


1) Cara manual petani
 Untuk mengukur kadar air tanpa menggunakan alat petani dapat melakukannya di lapangan
dengan cara menggunakan perasaan, yakni dengan menggenggam erat-erat biji-biji kakao
kemudian melepaskannya.
 Jika biji kakao semuanya dapat terlepas berarti pertanda biji kakao telah mencapai kadar 7 -
8% (perlu kepekaan tinggi dan terus menerus).
 Pastikan lagi dengan mengambi biji kakao, kemudian patahkan. Jika biji kakao mudah
dipatahkan, berarti biji kakao telah kering dengan kadar air 7-8%.
2) Uji laboratorium
 Ambil contoh secara acak sebanyak sekitar 12 gram dan hancurkan dengan mortar.
 Timbang 10 gram contoh yang telah ditumbuk dan masukkan ke dalam cawan yang telah
diketahui beratnya.
 Panaskan cawan beserta isinya dalam oven pada suhu 103-120◦ C selama 16 jam.
 Setelah dipanaskan 16 jam kemudian masukkan ke dalam eksikator dan dinginkan.
 Timbang dengan ketelitian 0,001 gram sehingga perbedaan selisih berat 2 penimbangan tidak
lebih dari 0,005 gram.
e. Aqua-boy
Pengujian kadar air menggunakan Aqua-boy (model tusuk) membutuhkan contoh
barang dalam jumlah tertentu, dengan cara (23):
 Tumpuk contoh barang dalam karung (± 60 kg) dengan memberikan beban pada bagian atas.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kefakuman dalam massa biji (tidak ada rongga dalam
massa biji) agar mendapatkan angka yang akurat.
 Tusuk bagian atas, tengah dan bawah karung menggunakan tangkai pengukur dengan menekan
tombol putih pada kotak digital, dengan cara demikian maka secara otomatis akan keluar angka
yang menunjukkan kadar air terhadap contoh barang yang diuji.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fattihrima. Pengertian Kopi. Available from: digilib.unimus.ac.id/download.php?id=11291.


2. APAPBBPdPTPBS DK. BEBERAPA HAL YANG MEMPENGARUHI VIABILITAS
BENIH (BIJI) KOPI (Coffea Sp). 2014;9.
3. USU. 2003. Available from:
reposiroy.usu.ac.id/bitstream/123456789/20868/4/Chapter%20II.pdf.
4. Muchtadi TR S, Fitriyono Ayustaningwarno. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung:
Alfabeta; 2011.
5. ridwansyah. Pengolahan Kopi 2003. Available from: library.usu.ac.id/download/fp/tekper-
ridwansyah4.pdf.
6. M C. Penerapan GMP pada Penanganan Pasca Panen Kopi Rakyat untuk Menurunkan
Okratoksin Produk Kopi (Studi Kasus di Sidomulyo, Jember). 2010;4 (2):144-20.
7. Wilujeng AAT PRW. Pengaruh Lama Fermentasi Kopi Arabika (Coffea arabica) dengan
Bakteri Asam Laktat Lactobacillus plantarum B1765 terhadap Mutu Produk. UNESA J
Chem. 2013;2:1-10.
9. AI P. PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN PADA UMUR
SIMPAN TEH HIJAU. Bogor Insitut Pertanian Bogor; 2010.
10. Ria Kusumaningrum, Agus Supriadi*, Siti Hanggita R.J.2013. The Characteristics and
Quality of Lotus flower (Nelumbo nucifera) tea. FishTech 2:1
11.Melanie Cornelia DS, Chatrine Listyani. KESTABILAN MINUMAN TEH HIJAU SELAMA
PENYIMPANAN DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK. 2005;3:13 - 25.
12.Rosida.2009.KualitasTeh.[Cites:25Maret2016].Availablefrom:.http://www.damandiri.or.id/file
/rosidaadamunpadbab42.pdf
13. WIBOWO DA. PROSEDUR PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI MUTU TEH UNTUK
EKSPOR PADA BALAI PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI MUTU BARANG (BPSMB)
DI SURAKARTA. 2010.
14.Siregar. HTSR, L. nuraeni. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya;
1994.
15.Prof. Dr. Ir. Tien Muchtadi MS, dkk Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: ALFABETA,
CV; 2011.
16.Nuraeni. Coklat Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya;
1995.
17.Prof.Dr.Ir.Elna Kamawati dkk. 2010.BUDIDAYA DAN PASCA PANEN KAKAO. Bogor:
Puslitbang perkebunan
18.Dra. Binur Prety Napitupulu, MM. PENGGUNAAN COKELAT SEBAGAI BAHAN DEKORASI
CAKE DI HOTEL.2012
19.MM Sitanggang - 2014.http://digilib.unila.ac.id/3219/7/7.BAB%20II.pdf
20.Harnani Fatmawati, S.Pd. 2013. PENGETAHUAN BAHAN MAKANAN 1 (SEKOLAH
MENENGAH KEJURUAN KURIKULUM 2013, PROGRAM KEAHLIAN TATA BOGA).
Penerbit : Kementrian Pendidikn dan kebudayaan
21.Pengolahan Kakao. http://www.kadin indonesia.or.id/id/doc/UKM_Teknologi_Kakao.pdf
22. BSN (2010). Standar Nasional Indonesia Biji Kakao. SNI 2323:2008. Badan Standardisasi
Nasional
23. Giri Arnawa, Suharman, Meri July Sianturi, Beny Lesmana, Muhammad Syahrir, Megi
Wahyuni, Ade Sonyville. Pasca Panen, Pengolahan Biji Kakao dan FermentasI. 2013.
Sustainable Cocoa Production Program

Anda mungkin juga menyukai