Orang-orang Eropa mulai mengenal kopi sekitar abad ke-16 melalui pelabuhan Mocha
di Yaman. Mereka mencoba membudidayakan di negerinya sendiri tapi sering kali
gagal karena tanaman kopi tidak bisa tumbuh baik di sana. Beberapa negara di Eropa
lantas membawa tanaman ini ke daerah lain, salah satu caranya adalah dengan
memanfaatkan tanah koloni atau jajahannya.
Sementara asal usul kopi robusta bisa menjadi minuman yang populer tidak lepas dari
peran Indonesia. Pada awal abad ke-20, Belanda membawa tanaman asli Afrika ini
secara besar-besaran ke Indonesia untuk dibudidayakan.
Pembudidayaan kopi robusta oleh Belanda ini adalah untuk menggantikan arabika yang
terserang wabah karat daun atau Hemileia vastatrix. Tanaman arabika sangat rapuh
terhadap hama ini, sedangkan robusta memiliki daya tahan yang lebih kuat. Pada saat
itu, Indonesia pun sempat menjadi ladang pengekspor kopi terbesar di dunia.
2. Klasifikasi Ilmiah
Baik arabika maupun robusta, keduanya termasuk dalam tanaman
bersuku Rubiaceae dengan marga Coffea. Berdasarkan jenis atau spesiesnya, kopi
arabika memiliki nama ilmiah Coffea arabica, sedangkan robusta bernama Coffea
canephora.
3. Lingkungan Penanaman
Tanaman Coffea arabica dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1.000-2.000 meter
dari permukaan laut. Tanaman ini sebenarnya masih bisa tumbuh pada dataran rendah.
Namun, pertumbuhannya tidak akan optimal, sehingga hasil panennya akan buruk.
Oleh karena rasa kopinya yang begitu kuat dan pahit, sangat cocok dijadikan minuman
yang bercampur dengan susu. Selain itu, robusta juga merupakan bahan baku yang
sering digunakan untuk produksi kopi instan.
Kira-kira, 70% produksi kopi dunia didominasi oleh jenis arabika. Sementara robusta
hanya sekitar 28% saja. Sisanya adalah produksi jenis kopi lainnya seperti liberika,
excelsa, dan lain-lain.
Metode kering dilakukan dengan mengeringkan buah kopi sampai kadar air
mencapai 12 – 13% selanjutnya baru dikupas kulitnya. Sedangkan metode
basah dilakukan dengan pengupasan kulit buah kopi terlebih dahulu baru
selanjutnya dicuci dan dikeringkan sampai kadar air 12 – 13%.
Berikut ini adalah tahapan pengolahan buah kopi menjadi biji kopi kering:
Panen
Pemanenan buah kopi dilakukan secara manual dengan cara memetik buah
yang telah masak. Ukuran kemasakan buah ditandai dengan perubahan
warna kulit buah. Kulit buah berwarna hijau tua ketika masih muda, kuning
ketika setengah masak, merah saat masak penuh, dan kehitaman saat
terlampau masak penuh (over ripe).
Sortasi Buah
Source
Sortasi buah kopi bertujuan untuk memisahkan buah yang superior (masak,
bernas dan seragam) dari buah inferior (cacat, hitam, pecah, berlubang, dan
terserang hama/penyakit). Sortasi buah kopi ini juga bertujuan untuk
menghilangkan kotoran seperti daun, ranting, tanah, dan kerikil karena
pengotor tersebut dapat merusak mesin pengupas kulit.
Source
Pengupasan kulit buah dilakukan pada awal metode basah pengolahan biji
kopi. Pengupasan kulit buah dilakukan dengan alat pengupas tipe silinder.
Pengupasan buah kopi dilakukan dengan menyemprotkan air ke dalam
silinder bersama dengan buah kopi yang akan dikupas. Aliran air ini berfungsi
untuk membantu mekanisme pengaliran buah kopi ke dalam silinder dan
sekaligus membersihkan lapisan lendir. Selain itu, air juga berfungsi untuk
mengurangi tekanan geseran silinder terhadap buah kopi sehingga kulit
tanduknya tidak pecah.
Fermentasi
Proses fermentasi bertujuan untuk menghilangkan lapisan lendir yang tersisa
di permukaan kulit tanduk biji kopi setelah pengupasan. Selain itu fermentasi
juga bertujuan untuk mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya
kesan “mild” pada citarasa seduhannya. Prinsip fermentasi adalah peruraian
senyawa-senyawa yang terkandung di dalam lapisan lendir oleh mikroba
alami dan dibantu dengan oksigen dari udara. Proses fermentasi dapat
dilakukan secara basah (direndam di dalam genangan air) dan secara kering
(tanpa rendaman air). Proses fermentasi ini biasanya dilakukan pada kopi
arabika.
Pencucian
Source
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang
masih menempel di kulit tanduk. Prinsip pencucian ini adalah memasukkan
biji kopi HS ke dalam corong silinder secara kontinyu dan disertai dengan
semprotan air ke dalam silinder. Sirip pencuci yang diputar dengan motor
bakar mengangkat massa biji kopi ke permukaan silinder, sambil bergerak,
sisa-sisa lendir pada permukaan kulit tanduk akan terlepas dan tercuci oleh
aliran air. Kotoran-kotoran akan menerobos lewat lubang-lubang yang
tersedia pada dinding silinder, sedang massa biji kopi yang sudah bersih
terdorong oleh sirip pencuci ke arah ujung pengeluaran silinder.
Pengeringan
Sou
rce
Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji HS
yang semula 60 – 65% sampai menjadi 12 – 13%. Proses penjemuran dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan cara
penjemuran di bawah sinar matahari, mekanis, dan kombinasi keduanya.
Penyangraian
Source
Penyangraian merupakan suatu proses yang penting pada pembuatan kopi
bubuk. Penyangraian bertujuan untuk menurunkan kadar air biji sampai di
bawah 4% dan bertujuan untuk membentuk aroma dan citarasa khas kopi.
Proses penyangraian dapat menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yaitu
penguapan air dari dalam biji, penguapan senyawa volatil (aldehid, furfural,
keton, alkohol, dan ester), serta proses pirolisis atau pencoklatan biji.
Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas
3 golongan yaitu ligh roast suhu yang digunakan 193 °C sampai 199
°C, medium roast suhu yang digunakan 204 °C dan dark roast suhu yang
digunakan 213 °C sampai 221 °C. Light roast menghilangkan 3-5% kadar
air, medium roast menghilangkan 5-8% dan dark roast menghilangkan 8-14%
kadar air (Varnam and Sutherland, 1994).
Pendinginan (Tempering)
Pendinginan bertujuan untuk menurunkan suhu biji kopi setelah proses
penyangraian. Pendinginan dilakukan selama kurang lebih 15 menit untuk
kapasitas 8-10 kg dengan menggunakan alat pendingin dengan pengaduk
otomatis dan dilengkapi dengan blower untuk mempercepat proses
pendinginan.
Source
Proses penghalusan biji kopi dilakukan dengan alat penghalus sampai
dieroleh kopi bubuk dengan ukuran partikel tertentu. Ukuran partikel kopi
bubuk ini sudah dapat diataur pada alat penghalus (s). Butiran bubuk kopi
mempunyai luas penampang yang besar sehingga senyawa pembentuk
citarasa mudah larut ke dalam air panas.
Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk mempertahankan aroma dan citarasa kopi
bubuk yang akan didistribusikan. Beberapa faktor yang dapat berpengaruh
terhadap keawetan kopi bubuk selama dikemas adalah kondisi penyimpanan,
tingkat sangrai, kadar air kopi bubuk, kehalusan bubuk, dan kandungan
oksigen di dalam kemasan. Kemasan yang mengandung terlalu banyak
oksigen dapat menyebabkan aroma dan citarasa kopi berkurang karena
proses oksidasi. Sedangkan kandungan air yang terlalu banyak di dalam
kemasan akan dapat menghidrolisa senyawa kimia yang ada di dalam kopi
bubuk dan menyebabkan bau apek.
Pengolahan Kopi akan menghasilkan produk kopi yang cacat atau tidak
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan. Produk cacat dari biji kopi
ini dapat berupa biji kopi yang tidak memenuhi standar mutu yang telah
ditentukan, seperti biji terlalu kecil, biji yang mempunyai warna yang berbeda,
biji berlubang, atau biji pecah. Produk cacat yang berupa biji kopi sangrai ini
selanjutnya akan dicampur dengan kopi sangrai yang lain untuk diolah
menjadi kopi bubuk. Namun biji kopi dengan mutu yang bagus akan dijual
dalam bentuk biji.
Limbah pada pengolahan kopi ini adalah berupa ampas kopi, kulit kopi kering,
dan kulit kopi basah. Ampas kopi yang setelah disaring untuk dijadikan kopi
instan ini akan dikeringkan dan dijadikan bahan campuran untuk pembuatan
sabun. Selanjutnya kulit kopi baik yang kering maupun yang basah akan
digunakan sebagai campuan pakan ternak.