Anda di halaman 1dari 13

Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

KAJIAN PENERAPAN PROTOTIP BANGUNAN IRIGASI BERBAHAN FEROSEMEN DI


KAWASAN PERBATASAN (STUDI KAUS DI KECAMATAN SAJINGAN BESAR KABUPATEN
SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT)

Dadang Ridwan1) & M.Muqorrobin2)


1), Staf
Balai Irigasi Pusat Litbang Sumber Daya Air, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
2) Perekayasa Balai Irigasi Pusat Litbang Sumber Daya Air, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat

ABSTRAK
Kawasan perbatasan memiliki nilai strategis dalam menjaga kedaulatan negara. Kecamatan Sajingan besar
merupakan salah satu wilayah yang ditetapkan menjadi prioritas pertama dalam pengembangan kawasan
perbatasan Indonesia-Malaysia, oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), yang dijadikan sebagai
lokasi penerapan.Tujuan dan sasaran dari penelitian ini adalah menerapkan prototype bangunan irigasi
berbahan ferosemen, dengan harapan dapat menjadi percontohan petani. Kegiatan ini merupakan penelitian
tindakan, melalui penerapan langsung di lapangan, dan pendekatan partisipatif. Variabel penelitian meliputi :
(i) proses pengerjaan; (ii) kajian teknis dan kinerja; (iii) evaluasi kinerja pasca penerapan. Model penelitian
dirancang dalam skala penuh, dengan memilih lokasi yang menjadi prioritas penanganan. Penerapan
prototip, melipuiti bangunan pengumpul (capturing), bangunan bagi dilengkapi pintu air, saluran, boks tersier
dan kuarter sistim proporsional. Berdasarkan uji kinerja prototip mempunyai kinerja cukup baik, dengan rata-
rata kecepatan aliran air yaitu berkisar antara 2.34 m/s - 2.81 m/s. Kapasitas aliran cukup aman terhadap
sedimentasi, mampu membawa material lebih dari 0.008 mm. Bangunan memiliki kuat tekan rata-rata lebih
dari 200 kg/cm2. Penerapan prototip ini juga diharapkan dapat memberikan input baik dalam pengelolaan
irigasi, dan berpotensi meningkatkan index pertanaman (IP) sekitar 50,2 % dengan efisiensi irigasi tinggi
ebih dari 91.5%. Keberhasilan pertanian sangat ditentukan oleh kondisi sumber air, infrastruktur irigasi,
pengelola irigasi, dan input lain diluar irigasi. Upaya untuk mendorong keberhasilan tersebut tidak bisa
terlepas dari dukungan nyata dan intervensi positif berbagai instansi terkait .
Kata Kunci : ferosemen, irigasi, kawasan perbatasan, prototip.

ABSTRACT
Border region has a strategic value in maintaining state sovereignty. Sajingan Besar Subdistrict is one area
that is set to be the first priority in the Indonesia-Malaysia border region development, by the National Agency
for Border Management (BNPP), which serve as the Location of the application.Goals and objectives of this
research is to apply made ferosemen irrigation infrastructure prototype, with hope can be a pilot for farmers.
This activity is an action research, through direct application of the field, and participatory approaches. The
research variables include: (i) the process; (Ii) technical and performance assessment; (Iii) post-
implementation performance evaluation. The model is designed in a full-scale study, by selecting the location
of priority handling. Application of prototypes, capturing, building for fitted sluice, channel, tertiary x and
quarter box proportional system. Based on the performance test prototypes have pretty good performance,
with an average velocity of water flow ranged between 2:34 m / s - 2.81 m / s. Safe enough flow capacity to
sedimentation, capable of carrying more than 0008 mm material. The infrastructure has an average
compressive strength of more than 200 kg / cm2. Application of this prototype is also expected to provide
input in the management of irrigation, and potentially increasing cropping index (IP) approximately 50.2% with
high irrigation efficiency more than 91.5%. Agricultural success is determined by the condition of water
resources, irrigation infrainfrastructure, irrigation management, irrigation and other inputs beyond. Efforts to
encourage the success can not be separated from the real support and positive interventions related
agencies.
Keywords: ferocement, irrigation, border areas, prototype.

Pusat Litbang Sumber Daya Air 1


Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

1. PENDAHULUAN
Pembangunan wilayah perbatasan pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Kawasan perbatasan memiliki nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional karema
mempunyai dampak penting bagi kedaulatan negara, menjadi faktor pendorong bagi peningkatan
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya, memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi
dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lain yang berbatasan dengan wilayah maupun antar negara,
serta mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun nasional
(Husnadi 2006). Kawasan perbatasan suatu negara memiliki peran penting dalam penentuan batas wilayah
kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, serta menjaga keamanan dan keutuhan wilayah, sehingga
sangat penting untuk diperhatikan. Banyak permasalahan yang muncul di kawasan perbatasan, seperti
kesenjangan ekonomi, ketertinggalan pembangunan, dan keterisolasian kawasan, bahkan terjadinya proses
dehumanisasi (peminggiran masyarakat), dan dekulturisasi, yang secara makro dapat mengarah pada dis-
integrasi wilayah (Husnadi 2006).
Kecamatan Sajingan besar merupakan salah satu kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten
Sambas Provinsi Kalimantan Barat, yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia, dalam hal ini
Serawak. Kawasan ini apabila dilihat dari potensinya merupakan salah satu wilayah yang cukup kaya akan
sumber daya alam, namun keberadaanya selama ini dirasakan masih kurang mendapat perhatian pihak-
pihak yang berkepentingan dalam pembangunan wilayah (BPD Desa Kalaiu. 2012). Kecamatan ini
merupakan salah satu wilayah yang ditetapkan menjadi prioritas pertama dalam pengembangan kawasan
perbatasan Indonesia-Malaysia, oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), pada wilayah PALSA
(Kecamatan Paloh dan Sajingan), sekaligus dijadikan sebagai pilot project oleh Forum Komunikasi
Kelitbangan (Puslitbang SDA 2013).

LOKASI :

Desa Kaliau,
Kecamatan Sajingan Besar
Kabupaten Sambas, Kalimantan
Barat

Gambar 2 Peta Kabupaten Sambas (Sumber : Pem.kab.Sambas,2013)

Pusat Litbang Sumber Daya Air 2


Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

Kecamatan Sajingan Besar terletak di bagian utara Kab. Sambas atau diantara 1 025’ Lintang Utara serta
1049’ Lintang Utara dan 109025’ Bujur Barat s erta 109045’ Bujur Timur. Secara Administratif, batas wilayah
kecamatan Sajingan Besar adalah Sebelah Utara berbatasan dengan Serawak (Malysia), sebelah selatan
berbatasan dengan Kecamatan Galing, belah barat berbatasan dengan Kecamatan Paloh, sebelah timur
berbatasan dengan Serawak (Malysia).Luas kecamatan Sajingan Besar adalah 1.391,20 km2 atau sekitar
21,75 persen dari luas wilayah Kabupaten Sambas, yang terbagi menjadi 5 desa. Potensi pengembangan
pertanian di Kecamatan Sajingan Besar cukup besar terutama untuk pengembangan sub sector tanaman
bahan makanan dan perkebunan. Hal ini dikarenakan Kecamatan Sajingan Besar mempunyai kesesuaian
yang cukup baik budidaya berbagai komoditas pertanian. Namun demikian budidaya pertanian masih bersifat
tradisional dan sub sistem, dengan cara perladangan berpindah yang masih umum dilakukan. Penggunaan
lahan pertanian sawah di Kecamatan Sajingan Besar berupa irigasi sederhana baru mencapai 465 hektar,
sedangkan irigasi tadah hujan seluas 772 hektar yang diantaranya terdapat di wilayah Desa Kaliau
(Burhansyah R, 2013).
Desa Kaliau memiliki luas wilayah sekitar 17.576,7 Ha, yang sebagian besar berpotensi untuk dikembangkan
menjadi lahan pertanian. Sebagian wilayahnya terdiri dari perkebunan kelapa sawit, yaitu sekitar 13.289,5
Ha, dan sisanya terdiri dari lahan pertanian rakyat, tegalan/ladang dan sawah, yang terbagi di empat wilayah
dusun antara lain meliputi dusun Sajingan, Keranji, Tapang dan Ngolek. Jumlah penduduk tercatat sekitar
2.056 jiwa atau sekitar 456 KK, dengan sumber penghidupannya dari sektor pertanian, dengan luas
kepemilikan lahan rata-rata sebesar 2,08 Ha (Pem.Kab. Sambas, 2013). Lahan sawah yang terdapat di
wilayah dusun Sajingan adalah salah satunya adalah Daerah Irigasi (DI) Kiawit, yang dijadikan sebagai
lokasi kajian.
Sebagai tindak lanjut riset bersama, pada tahun 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air telah menerapkan
hasil litbang bidang Sumber Daya Air, salah satu diantaranya adalah kajian penerapan prototip bangunan
irigasi berbahan ferosemen melalui Balai Irigasi sebagai salah satu unit pelaksana teknis bidang terkait, yang
sebelumnya Pusat Litbang Sumber Daya Air pada tahun 2013, telah melakukan kajian Identifikasi Potensi
Sumber Daya Air Di Kawasan Perbatasan Indonesia-Malaysia.
2. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud kegiatan penelitian ini adalah melakukan kajian penerapan prototype bangunan irigasi berbahan
ferosemen dengan tujuan mendukung pengembangan jaringan irigasi di kawasan perbatasan sekaligus
menjadi percontohan petani.
3. METODOLOGI
Kegiatan ini merupakan penelitian tindakan, melalui penerapan langsung di lapangan, dengan pendekatan
partisipatif. Variabel penelitian meliputi : (i) efektifitas penerapan prototip ditinjau dari potensi yang ada,
proses pengerjaan; (ii) kajian teknis dan kinerja; (iii) evaluasi kinerja pasca penerapan. Model penerapan
dirancang dalam skala penuh, dengan memilih lokasi dimana terdapat permasalahan irigasi dan menjadi
prioritas penanganan yang diusulkan oleh pemerintah setempat. Luasan lahan yang dijadikan lokasi kajian
adalah + 30 Ha, tepatnya pada daerah irigasi Kiawit Dusun Sajingan Desa Kaliau, Kecamatan Sajingan
Besar, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Proses penelitian dari mulai survai penentuan lokasi,
pelaksanaan pembuatan prototip dan evaluasi penerapan dilakukan dengan melibatkan langsung petani
(kelompok tani) sekitar lokasi kajian. Pengumpulan data dilakukan melalui : wawancara, dan pengumpulan
dokumentasi dengan mencatat, mengutip, merekam data/informasi yang ada dari pihak Dinas, Kecamatan,
Desa, PPL dan Kelompok Tani.
Sebagai langkah awal dari proses kegiatan kajian ini, dimulai dengan melakukan kegiatan persiapan dan
studi referensi sekaligus mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan, berdasarkan
hasil kajian dari tim kegiatan pendahulu pada TA. 2013.Dalam penerapan prototip, terdiri dari beberapa
bagian proses kegiatan utama antaralain meliputi : perancangan, penerapan berupa pembuatan/pemasangan
prototip langsung di lapangan, serta melakukan uji teknis terhadap prototip yang diterapkan. Desain prototip
dirancang berdasarkan kebutuhan air di sawah.Pelaksanaan pemasangan dilaksanakan berbasis peran serta
petani (partisipatif). Untuk memastikan kinerja prototip terpasanag dilakukan pengujian melalui pengukuran
parameter uji pengaliran (kecepatan dan debit aliran),efisiensi irigasi, dan uji kuat tekan bahan ferosemen.
Uji debit aliran dilakukan menggunakan metode pengukuran kecepatan aliran dengan menggunakan current

Pusat Litbang Sumber Daya Air 3


Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

meter, dengan perhitungan luas penampang basah menggunakan metode rata-rata. Efisiensi irigasi dianalisis
berdasarkan hasil pengukuran air yang masuk ke saluran dibandingkan dengan air yang masuk ke lahan. Uji
kuat tekan ferosemen dilakukan dengan pengujian hammer test pada prototip terpasang. Untuk evaluasi
dampak penerapan prototip yang telah diterapkan, dilakukan melalui evaluasi manfaat, dengan melakukan
pengamatan langsung di lapangan, terhadap lahan sawah yang terdampak oleh layanan irigasi. Indeks
Pertanaman dianalisis berdasarkan perbandingan antara jumlah luas masing-masing jenis tanaman dalam
pola tanam selama setahun dengan luas lahan yang tersedia untuk ditanami.
Sebagai hipotesis penelitian, apabila dilakukan penataan jaringan dan penyediaan infrastruktur irigasi yang
memadai, handal dan dapat diterapkan oleh petani, maka akan memberikan potensi terhadap peningkatan
layanan air menjadi lebih baik, yaitu mampu meningkatkan indek pertanaman (IP) lebih dari 30 %.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Sistim Pertanian
Sektor pertanian di Kecamatan Sajingan Besar, khususnya di Desa Kaliau merupakan salah satu andalan
utama dalam menjalankan roda perekonomian masyarakat setempat. Namun hasil pertanian yang ada
relative masih belum dapat mendorong mengangkat perekonomian masyarakat secara signifikan, karena
masih terkendala oleh beberapa hal, diantaranya terkait infrastruktur jalan sebagai akses yang palin penting
dalam memasarkan hasil pertanian kurang memadai, dan sarana prasarana pendukung pertanian lainya,
termasuk teknologi budidaya pertanian yang relative masih belum maju. Dalam hal teknik budidaya pertanian
sebagian besar masyarakat setempat masih berpegang pada aturan dan kebiasaan adat. Petani sangat
berpegang pada aturan adat yang tidak boleh dilanggar. Sebagai contoh petani tidak berani merubah lahan
sawah menjadi lahan lahan lainya, termasuk merubah pola tanam tahunan (yang diyakini telah diwariskan
leluhurnya secara turun temurun) minimal satu kali musim tanam dalam satu tahun.
Dalam hal pemilihan komoditas tanaman, sebetulnya masyarakat yang ada sudah berpikir maju dan rasional
dengan memilih komoditas yang mempunyai nilai jual cukup tinggi, seperti tanaman karet dan kopi. Untuk
komoditas lainnya mereka lebih memilih tanaman buah-buahan terutama seperti durian, kelapa, umbi-
umbian, kacang-kacangan bahkan sebagian masyarakat telah melakukan budidaya kelapa sawit. Rata-rata
jenis komoditas tersebut umumnya diusahakan oleh setiap rumah tangga tidak dalam suatu hamparan yang
luas.
Untuk tanaman padi, petani masih menganggap belum menjadi komoditas komersil yang menjanjikan,
dibanding dengan komoditas lainya seperti kelapa sawit, karet atau komoditas lainya. Sebagian besar petani
melakukan budidaya tanaman padi hanya untuk memenuhi stok pangan untuk kebutuhan hidup sehari-hari,
dengan rata-rata produksi padi masih rendah yaitu berkisar antara 1-2 ton/ha/MT. Selain kurangnya
infrastruktur irigasi,hal demikian menjadi faktor penyebab perkembangan lahan sawah untuk padi dari tahun
2002 sampai dengan 2010, tidak berkembang atau tetap stagnan, seperti pada Tabel 1. Sementara
perkebunan sawit sangat pesat perkembanganya.
Tabel 1 Luas Perubahan Tutupan Lahan Sajingan Besar tahun 2002 - tahun 2010
No Tutupan Lahan Tahun 2002 Prosentase Tahun 2010 Prosentase Perubahan
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha)
1 Pemukiman 90.44 0.09 99.69 0.1 9.25
2 Hutan rimba 81,749.49 79.92 53,448.65 52.25 28,300.84
3 Lahan pertanian 15,758.16 15.41 1,631.59 1.6 14,126.57
4 hutan rawa 171.48 0.17 171.48 0.17 Tetap
5 Sawah 125.04 0.12 125.04 0.12 Tetap
6 Tegalan/ladang 574.99 0.65 559.05 0.55 15.94
7 Kebun sawit 403.29 0.39 42,639.63 41.69 -42,236.34

Sumber : Pem. Kab. Sambas, 2013

Pusat Litbang Sumber Daya Air 4


Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

4.2. Kondisi jaringan irigasi eksisting


DI Kiawit merupakan daerah dengan sistim irigasi sederhana yang berada dalam kewenangan pengelolaan
pengelolaan Dinas PU,Pengairan, dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Sambas. DI ini terletak pada wilayah
dataran relatif landai, berada pada elevasi 49-60 m. Tepatnya berada disekitar kaki gunung Branjangan.
Kondisi struktur tanah diwilayah ini tidak kompak hasil pelapukan perbukitan disekitarnya dan jumlah hujan
cukup tinggi diperparah dengan tutupan vegetasi kurang baik, potensi terjadinya longsor di wilayah ini,
sangat besar. Bahkan telah terjadi longsoran yang menutup sebagian areal irigasi DI Kiawit, dan
menyebabkan sumber air yang ada menjadi terganggu (Pem.Kab. Sambas, 2013). Luas areal sawah secara
keseluruhan adalah sekitar 30 Ha, namun karena terjadinya longsoran dan sistim irigasi yang kurang optimal,
berdasarkan pengukuran langsung di lapangan luas lahan sawah yang dapat terairi hanya sekitar 13,47 Ha

Area Irigasi
DI Kiawit

Gambar 2. Kondisi topografi daerah irigasi Kiawit


Sistim irigasi yang ada merupakan sistim irigasi sederhana, dengan sistim pengaliran gravitasi. Sumber Mata
Air Daerah Irigasi Kiawit terletak pada elevasi lebih dari 82 m dpl, seperti tampak pada Gambar 2. Sumber
air , berasal dari 3 mata air yang ada di Gunung Brancangan, melalui mata air Kiawit, Brancangan, dan
telaga kecil, dengan total debit sebesar 61.26 l/s. Namun dalam kenyataanya luas areal sawah yang ada
belum dapat terlayani air irigasi secara optimal, disebabkan kondisi jaringan irigasi yang ada belum tertata
dengan baik, terkadang trase saluran masih berpindah-pindah menyesuaikan dengan kondisi ketersediaan
air. Saluran irigasi merupakan saluran alami, yang rawan terjadi sedimentasi dan kebocoran di sepanjang
saluran, sehingga efisiensi irigasi menjadi rendah. Sistim irigasi dan drainase masih bergabung menjadi satu,
sehingga sistim pembagian air menjadi kurang optimal.
4.3. Penerapan Prototip
Desain layout jaringan irigasi ini diperlukan dalam rangka menata jaringan irigasi yang ada agar lebih mudah
dalam sistim pembagian dan pengaturan air. Sistim irigasi dibuat secara terpisah dengan sistim
pembuang/drainase sawah. Sistim suplai air irigasi dirancang, air yang berasal dari kedua sumber mata air
dikumpulkan melalui bangunan pengumpul (capturing),dari bangunan pengumpul dialirkan melalui saluran
pembawa bangunan ke bagi sadap yang telah dilengkapi pintu air. Saluran pembawa dirancang bentuk
travesium berdimensi lebar atas 0.6 m, lebar bawah 0.4 m dan tinggi 0.6 m, bangunan bagi dilengkapi
dengan pintu air berdimensi tinggi 1.5, dan lebar 0.6 m, bangunan bagi tersier (box tersier) berdimensi
panjang dan lebar masing-masing 0,6 m dan sementara untuk bangunan bagi kuarter mempunyai dimensi
panjang dan lebar 0,5 m.

Pusat Litbang Sumber Daya Air 5


Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

LAY OUT PENERAPAN PROTOTIP

Areal Potensial
di kembangkan
Areal Potensial
di kembangkan

Bangunan Sadap

Bangunan Bagi Box Tersier


Bangunan Bagi Box Kuarter
Saluran dg Lining ferosemen
Saluran tanah
Saluran Normalisasi
Balai Irigasi Puslitbang SDA Balitbang PU
Gambar 3. Layout Jaringan Irigasi DI Kiawit
Dari bangunan bagi dialirkan ke boks tersier melalui saluran tersier, kemudian dari box terseir air dilirkan ke
masingmasing bangunan box kuarter melalui saluran kuarter, untuk dibagi ke masing-masing petakan lahan,
dengan sistim proporsional, seperti Gambar 3. Kebutuhan air didasarkan pada perhitungan kebutuhan bersih
air di sawah (net field requirement) atau NFR sebesar 1.21 L/s dan efisiensi irigasi disepanjang saluran, pada
luasan lahan irigasi 30 Ha. Kebutuhan air irigasi yang diperlukan adalah sebesar 50 L/s. Sementara untuk
Qtersedia berasal dari sumber mata air pegunungan sebesar 61.26 L/s, seperti pada Tabel 2. Apabila dilihat dari
debit tersedia dan debit yang dibutuhkan, sistim pola tanam dapat dilakukan secara serempak dan tidak perlu
dilakukan sistem irigasi rotasi atau giliran.
Tabel 2. Debit Tersedia dari sumber mata air
No Sumber Air Kecepatan Rata-rata Luas Penampang Debit (Q)
(v) Basah (A)
m/s m2 (l/s)

1 Saluran Kiawit (mata air Kiawit) 0,30 0,14 43,20

2 Saluran Neklagi (mata air Kiawit) 0,20 0,04 7,22

3 Saluran Brancangan (mata air Brancangan) 0,20 0,04 8,84

4 Telaga kecil 0,1 0,02 2,00

TOTAL 61,26

Sumber : Hasil uji Tim Balai Irigasi, 2014


Penerapan prototip, melipuiti pembuatan bangunan pengumpul (capturing), bangunan bagi yang dilengkapi
pintu air, saluran pembawa, boks tersier dan kuarter sistim proporsional. Prototip bangunan pengumpul dan

Pusat Litbang Sumber Daya Air 6


Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

bangunan bagi dibuat dari pasangan batu kali 1:3, sementara saluran pembawa, boks tersier dan kuarter,
terbuat dari ferosemen. Ferosemen ini merupakan teknologi konstruksi alternatif yang telah digunakan dalam
penyediaan suplai air dan berbagai pembangunan irigasi, yang mudah untuk diterapkan, hasilnya kuat,
lentur, tahan lama, lebih ekonomis, dan mudah untuk diadopsi baik ke dalam prinsip fisik, mekanik maupun
teori hidraulika yang tepat (Muqorrobin, 2012). Sistim penerapan ferosemen ini dipilih karena melihat potensi
ketersediaan material pasir di lokasi penelitian yang cukup besar. Dimana material pasir merupakan
komponen paling besar yang digunakan dalam sistim ferosemen. Materail yang digunakan merupakan
campuran mortar dengan perbandingan 1 semen : 3 pasir (1:3), di perkuat rangka beton sebagai tulangan
yang terdiri dari besi beton 6 mm, dan kawat anyam (wire mesh). Proses pemasangan dan hasil prototip
terpasang seperti pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 4. Proses pemasangan pintu air dan bangunan pengumpul (capturing) terpasang

Gambar 5. Prototip Bangunan Irigasi Terpasang


Sistim pemasangan prototip untuk bangunan pengumpul (capturing) dilakukan dengan di tempat (cast in
situ); sementara untuk bangunan bagi dan Saluran pembawa, dibuat dengan 2 tipe, sistim cor di tempat (cast
in situ) dan sistim pra-cetak (pre-cast), disesuaikan dengan kondisi lapangan. Dalam pelaksanaannya dari
mulai rancangan tata letak jaringan irigasi, sampai pelaksanaan pemasangan di lapangan, dilakukan dengan
melibatkan peran serta petani sekitar lokasi, dan tetap memperhatikan kebiasaan atau kebudayaan
setempat.

Gambar 6. Proses pelibatan petani dan memperhatikan kebudayaan lokal.

Pusat Litbang Sumber Daya Air 7


Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

3.1. Evaluasi Kinerja Prototip


3.1.1. Uji Pengaliran
Uji pengaliran meliputi uji kecepatan aliran dan debit. Berdasarkan hasil pengujian kecepatan aliran air di
saluran pembawa, yang dilakukan pada 5 lokasi, sebanyak 3-5 kali pengukuran pada masing-masing variasi
n (n=10 detik dan n=30 detik) diperoleh kecepatan aliran rerata pada Ketinggian Muka Air pada kondisi
sesuai debit yang diperlukan adalah sekitar 2.34 m/s - 2.81 m/s. Seperti pada Tabel
Tabel 3 Pengukuran kecepatan aliran menggunakan current meter
Tinggi Penampang Tinggi Muka Air Jumlah Putaran Baling-Baling V= 1,0583 n/t + 2.1864
Saluran
H1 H2 n1 n2 v1 v2
(cm) (cm) 10 second 30 second (m/s)
20 5 242 603 2.33 1.94
20 5 217 903 2.09 2.89
20 5 290 778 2.78 2.49
20 5 253 802 2.43 2.57
20 5 187 652 1.80 2.09
Rerata per jumlah putaran 2.29 2.40
Rerata per lokasi 2.34
Tinggi Penampang Tinggi Muka Air Jumlah Putaran Baling-Baling V= 1,0583 n/t + 2.1864
Saluran
H1 H2 n1 n2 v1 v2
(cm) (cm) 10 second 30 second (m/s)
26.5 6.5 316 899 3.03 2.88
26.5 6.5 299 934 2.87 2.99
26.5 6.5 231 804 2.22 2.57
Rerata per jumlah putaran 2.71 2.81
Rerata per lokasi 2.76

Tinggi Penampang Tinggi Muka Air Jumlah Putaran Baling-Baling V= 1,0583 n/t + 2.1864
Saluran
H1 H2 n1 n2 v1 v2
(cm) (cm) 10 second 30 second (m/s)
27.5 6.5 323 973 3.10 3.11
27.5 6.5 358 1106 3.43 3.53
27.5 6.5 279 938 2.68 3.00
Rerata per jumlah putaran 3.07 3.21
Rerata per lokasi 3.14

Tinggi Penampang Tinggi Muka Air Jumlah Putaran Baling-Baling V= 1,0583 n/t + 2.1864
Saluran
H1 H2 n1 n2 v1 v2
(cm) (cm) 10 second 30 second (m/s)
28 6.5 363 975 3.48 3.12
28 6.5 309 800 2.96 2.56
28 6.5 199 333 1.92 1.08
Rerata per jumlah putaran 2.79 2.25
Rerata per lokasi 2.52
Rerata 2.81

Sumber : Hasil uji Tim Balai Irigasi, 2014


Kecepatan maksimum yang diizinkan akan menentukan kecepatan rencana untuk dasar saluran, baik saluran
tanah tanah ataupun saluran dengan pasangan campuran. Di dalam saluran ferrocemen khususnya
penampang tapal kuda, disyaratkan tidak timbul atau terjadi endapan dalam saluran. Minimum kecepatan
aliran ditetapkan vmin= 0,6 m/s, dengan tujuan agar pasir atau lumpur tidak mengendap disepanjang saluran,
sedangkan untuk kecepatan aliran maksimum ditetapkan sebesar vmaks= 3 m/s (Standar Perencanaan Irigasi,
2013). Apabila melihat data pengujian seperti pada Tabel 1, dan kriteria yang ditetapkan dalam Standar
Perencanaan Irigasi, kecepatan aliran pada prototip saluran pembawa berbahan ferosemen ini telah
memenuhi syarat yang telah ditetapkan.

Pusat Litbang Sumber Daya Air 8


Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

3.1.2. Debit Aliran


Untuk memastikan prototip yang telah terpasang mempunyai fungsi dan kondisi baik dilakukan uji pengaliran
(running test) dari mulai bangunan sadap sampai dengan box kuater yang langsung masuk ke sawah. Hasil
running test, menunjukan prototip yang terpasang telah berfungsi dengan baik dan memenuhi kriteria sebagai
irigasi teknis (dapat dibagi, diatur dan diukur).
Alat ukur debit yang digunakan dalam jaringan irigasi adalah ambang tajam jenis Thompson. Ketepatan
pengukuran debit pada alat ukur ini divalidasi menggunakan pengukuran current meter. Hasil pengukuran
(Tabel 4 dan Gambar 7) menunjukkan bahwa debit terukur pada sekat ukur tidak berbeda nyata dengan hasil
pengukuran current meter. Secara umum, debit pada hasil pengukuran current meter sedikit lebih besar
dengan tingkat korelasi mencapai 0,86. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alat ukur cukup akurat
dan dapat digunakan dalam operasi irigasi.
Tabel 4. Hasil validasi alat ukur
Q (l/s)

Pengukuran
Thompson Current meter
1 3,06 4,30
2 6,51 7,02
3 7,80 8,33
4 7,80 8,14
Gambar 7. Korelasi hasil pengukuran
5 7,64 7,56 Thompson dan current meter

3.1.3. Efisiensi irigasi


Nilai efisiensi irigasi ditentukan berdasarkan pengukuran debit menggunakan current meter, dengan cara
membandingkan debit yang ke luar dari bangunan sadap dibandingkan dengan debit yang ke luar.
Berdasarkan hasil pengujian nilai efisiensi irigasi di saluran tersier 91.5%, dan saluran kuarter sebesar
87,7%. Resume Hasil pengukuran seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Efisiensi Irigasi di Saluran
Debit (l/s) Efisiensi Irigasi
Saluran Kehilangan air (l/s)
Hulu Hilir (%)

Tersier 6.28 5.74 0.53 91.5


Kuarter 6.89 5.98 0.92 87.7

Sumber : Hasil uji Tim Balai Irigasi, 2014

3.1.4. Uji kuat tekan


Kualitas hasil pengerjaan dievaluasi dengan melakukan pengukuran kekuatan tekan menggunakan metode
hammer test. Kekuatan bahan hasil pengerjaan di lapangan cukup baik dan memadai walaupun lebih rendah
dari kekuatan rencana bahan ferosemen di laboratorium yaitu 225 kg/cm2. Untuk mengukur kekuatan tekan
lining saluran berbahan ferosemen, dilakukan uji kuat tekan melalui Hammer Test., dengan hasil seperti pada
Tabel 6.

Pusat Litbang Sumber Daya Air 9


Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

Gambar 8 Uji Tekan dengan Hammer Test

Tabel 6 Hasil Pengujian Kuat Tekan dengan Hammer Test Lapangan

Nama/Lokasi Sample Min/Max Ẋ (kg/cm2)

R3-HU-Ki-13 24/31 27 R 233


R3-HU-Ki-14 24/30 28 R 248
R4-TG-Ki-15 23/30 26 R 217
R4-TG-KA-16 24/30 27 R 233
R4-HU-KA-18 24/31 27,5 R 240
R5-HI-KI-19 23/28 25 R 201
R5-HU-KI-21 23/29 26 R 217
R5-HU-KA-30 24/29 25 R 201
R5-HU-KA-31 23/30 26 R 217
Rerata 223
Sumber : Hasil pengujian Tim Balai Irigasi, 2014.
Apabila melihat data pada Tabel 6, terlihat hasil pengujian mempunyai nilai rata-rata di atas 200 kg/cm2,
menunjukan komposisi campuran pasir semen relative merata, bahkan sebagian besar kuat tekan
ferosemen mempunyai nilai kuat tekan yang cukup tinggi, sehingga saluran cukup kedap.
3.2. Evaluasi Penerapan
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, melalui penataan jaringan dan penerapan prototip berpotensi
memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap peningkatan Indeks Pertanaman. Berdasarkan hasil
pengukuran lapangan dan melihat debit air yang masuk ke lahan, diperkirakan terjadi penambahan luas areal
sawah yang dapat terairi adalah sekitar 7,53 Ha, diluar areal yang terkena longsoran. Seperti pada Gambar
9, terlihat ilustrasi lahan yang dapat terlayani air irigasi, dengan perkiraan luas lahan terairi irigasi seperti
pada Tabel 8.

Pusat Litbang Sumber Daya Air 10


Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

Gambar 9 Tambahan Lokasi Lahan yang Dapat Terairi Setelah Pengembangan Jaringan
Tabel 7 Tambahan Luas Lahan yang dapat terairi

Sumber air Luas (Ha)

Bangunan pengambilan 1 2,49

Bangunan pengambilan 2 1,68

Bangunan pengambilan 3 3,35

Total Tambahan Luas Lahan 7,53

Sumber : Hasil evaluasi, 2014.


Tabel 8 Potensi Peningkatan Indeks Pertanaman
Prediksi Indeks Pertanaman
Total Luas Lahan
Sebelum Penerapan Prototip Setelah Penerapan Prototip
Musim
Luas Lahan IP (%) Luas Lahan Terairi IP (%) Peningkatan IP
Tanam
(Ha) Terairi (Ha) (Ha) (%)

MT-1 30 13,46 44,9 21,0 70,0 25,1

MT-2 30 13,46 44,9 21,0 70,0 25,1

Total 89,7 139,9 50,2

Sumber : Hasil evaluasi, 2014.

Pusat Litbang Sumber Daya Air 11


Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

Berdasarkan hasil evaluasi, dengan adanya penambahan luas layanan irigasi seperti Tabel, total layanan
irigasi menjadi 21 hektar. dengan adanya penerapan prototip ini berpotensi mampu meningkatkan Indeks
Pertanaman (IP) sebesar 50,2 %, dari IP semula, yang hanya sekitar 89,7%. Peningkatan IP ini akan
bertambah lagi apabila areal sawah yang terkena longsoran dapat segera di fungsikan kembali oleh petani.

5. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan disimpulkan sebagai berikut :
1). Penerapan prototip optimasi pengelolaan jaringan irigasi di kawasan perbatasan merupakan penerapan
prototip bangunan irigasi berbahan ferosemen yang dilatarbelakangi oleh beberapa permasalahan di
lokasi penerapan terkait dengan permasalahan pemanfaatan sumber air dan penyaluran air iirigasi.
Penerapan prototip ini dilakukan di DI Kiawit Desa Sajingan Besar Kecamatan Sajingan Kabupaten
Sambas, Provinsi Kalimantan Barat.
2). Secara teknis rata-rata kecepatan aliran air di saluran pembawa cukup baik memenuhi kecepatan aliran
yang disyaratkan, yaitu berkisar antara 2.34 m/s - 2.81 m/s. Kapasitas aliran akan cukup aman
terhadap sedimentasi, kecepatan aliran mampu membawa material lebih dari 0.008 mm. Bahan
ferosemen yang digunakan memiliki kuat tekan yang relatif merata dengan nilai kuat tekan rata-rata lebih
dari 200 kg/cm2.
3). Keuntungan dari penerapan prototip ini selain dapat dijadikan model percontohan, juga dapat
memberikan input baik dalam pengelolaan irigasi, diantaranya berpotensi meningkatkan index
pertanaman (IP) sebesar 50,2 % dan memberikan efisiensi penyaluran irigasi yang cukup tinggi hingga
91.5%.
4). Keberhasilan pertanian sangat ditentukan oleh kondisi sumber air, infrastruktur irigasi, pengelola irigasi,
dan input lain diluar irigasi.
5). Dalam pengembangan kawasan pertanian di kawasan perbatasan, selain perlu didukung oleh
infrastruktur irigasi juga perlu didukung oleh teknologi pertanian, jaminan pemasaran, sarana produksi
dan infrastruktur pendukung lainya, yang dapat mendorong perkembangan pertanian di kawasan
perbatasan agar menjadi lebih berkembang. Upaya untuk mendorong keberhasilan tersebut tidak bisa
terlepas dari dukungan nyata dan intervensi positif berbagai instansi terkait .

6. DAFTAR PUSTAKA
BPD Kalaiu. 2012. Proposal Usulan Pembangunan Bendung dan Irigasi Desa Kalaiau Kecamatan Sajingan
Besar. Pemdes Kaliau.Sambas.
Balai Irigasi. 2007. Evalusi Kinerja Jaringan Irigasi Tersier. Pedoman Teknis. Bekasi.
Burhansyah R,2013. Profil Kemandirian Pangan Wilayah Perbatasan Kabupaten Sambas Kalimantan
Barat.Balitbang Pertanian. Jakarta.
Direktorat Jendral Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. 2010. Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria
Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01 s/d KP-09. Jakarta.
Husnadi.2006. Menuju model pengembangan kawasan perbatasan daratan antar negara (Studi Kasus :
Kecamatan Paloh Dan Sajingan Besar Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat). Master Thesis. Undip.
Semarang
Muqorrobin, M. Damar, dan Subari. 2012 Peningkatan Optimasi Jaringan Irigasi. Bekasi
Pusat Litbang Sumber Daya Air. 2013. Laporan Akhir Identifikasi Potensi Sumber Daya Air Di Kawasan
Perbatasan Indonesia-Malaysia. Bandung.
Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007, Tentang Operasi dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Jakarta.

Pusat Litbang Sumber Daya Air 12


Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air 2015

Tim Balai Irigasi. 2014. Laporan Akhir Optimasi Pengelolaan Jaringan Irigasi di Kawasan Perbatasan. Balai
Irigasi. Bekasi

UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih disampaikan kepada Pihak Dinas PU Bina Marga, Pengairan dan Energi Sumber Daya Mineral
Kabupaten Sambas, dan pihak Kecamatan Sajingan Besar, sehingga dapat terselenggaranya kegiatan ini
dengan baik.

Pusat Litbang Sumber Daya Air 13

Anda mungkin juga menyukai