Anda di halaman 1dari 54

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Timbal atau timah hitam merupakan senyawa kimia yang digunakan

sebagai campuran bensin. Fungsi timbal di sini bertujuan untuk mengontrol

bilangan oktan pada bahan bakar, agar efisiensi pembakaran dan daya pelumas

dapat meningkat, dengan demikian daya kerja kendaraan bermotor juga akan

meningkat. Pada oktan yang tinggi suara letupan mesin kendaraan bisa diredam,

hal ini akan membuat mesin lebih awet dan kinerjanya menjadi lebih bagus

(Palar, 2012). Selain digunakan sebagai bahan campuran bensin, timbal juga

dimanfaatkan sebagai bahan dasar dari baterai, pelapis kabel, bahan pewarna dan

lain-lain.

Banyaknya manfaat yang diberikan timbal tidak terlepas dari dampak

buruk yang dapat terjadi. Dampak buruk dari penggunaan timbal adalah

pencemaran lingkungan terutama pencemaran udara akibat asap kendaraan

bermotor hasil pembakaran bensin. Asap ini adalah hasil pembakaran solar atau

bensin di dalam silinder mesin kendaraan. Pembakaran sempurna bahan-bahan ini

akan menghasilkan karbondioksida dan uap air. Namun apabila pembakaran

tersebut tidak sempurna, gas-gas beracun dan berbagai macam polutan pencemar

udara yang akan terbentuk (Sumardjo, 2009).

Sebagai polutan, timbal memiliki dampak buruk pada lingkungan dan juga

makhluk hidup. Pada lingkungan timbal dapat mencemari udara, air dan tanah,

sedangkan pada makhluk hidup timbal dapat masuk ke dalam tubuh dan

mengendap di dalam darah (Albalak, 2001). Timbal memiliki efek toksik pada

1 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


paparan yang sangat rendah sekalipun. Efek secara akut ataupun kronis terhadap

kesehatan manusia meliputi gangguan pada sistem organ di dalam tubuh. Efek

buruk ini tidak hanya menyerang manusia dewasa saja, anak-anak dan janin yang

masih di dalam kandungan sekalipun dapat merasakan efek toksik dari timbal.

Anak-anak dan janin dalam kandungan adalah usia yang paling rentan

terhadap efek buruk dari logam timbal (CIEL, 2008), ini dikarenakan timbal yang

terakumulasi di dalam tubuh ibu dapat disalurkan kepada janinnya melalui

plasenta dan ASI. Paparan timbal terhadap janin dan usia anak, terbukti dapat

mengganggu perkembangan otak dan sistem kardiovaskuler. Timbal bisa

mengurangi tingkat intelligence quotient (IQ), gangguan perkembangan

neurobehavior, gangguan bicara dan bahasa, penurunan katajaman pendengaran

serta dapat merusak ginjal. Bebarapa kasus keracunan timbal bahkan dapat

menyebabkan koma ataupun kematian (WHO HECA, 2002).

World Health Organization (WHO) menyatakan tidak ada ambang batas

paparan timbal di udara maupun di dalam darah mengingat sifatnya sebagai logam

berat dan neurotoksik. Sedangkan menurut Centers for Disease Control and

Prevention (CDC) di Amerika Serikat menetapkan bahwa untuk anak-anak kadar

timbal dalam darah (BLL) yang tinggi adalah ≥ 10 µg/dl (CDC, 2005), namun ada

bukti-bukti bahwa dampak negatif dapat terjadi pada tingkat tingkat yang lebih

rendah dari kadar tersebut. Penelitian di Amerika yang dilakukan terhadap 278

anak Afrika-Amerika didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh paparan timbal

pada awal kehidupan terhadap tingkat kemampuan IQ anak. Di Indonesia sendiri

juga telah dilaksanakan penelitian yang melaporkan terjadi perbedaan skor

memory task, recall, dan recognition pada kelompok timbal darah tinggi dengan

2 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


kelompok timbal darah rendah. Hasil penelitian lain di Yogyakarta pada tahun

2008 menyebutkan terdapat 29.234 kasus penurunan IQ pada anak sebagai

dampak kesehatan yang disebabkan oleh timbal (Gravitiani, 2009).

Pada dewasa timbal dapat menyebabkan gangguan pada sistem tubuh.

Salah satunya adalah gangguan pada sistem kardiovaskuler di mana timbal dapat

menyebabkan peningkatan kejadian hipertensi. Berdasarkan penelitian Riyadina

tahun 2002 terhadap karyawan operator stasiun pengisian bahan bakar umum

(SPBU), didapatkan hasil bahwa kadar timbal dalam darah merupakan prediktor

atau determinan yang bermakna untuk terjadinya hipertensi setelah

mengendalikan faktor umur, lama kerja, lama merokok dan kebiasaan

mengkonsumsi minuman beralkohol (Riyadina, 2002). Penelitiaan lain di

Yogyakarta mengatakan terdapat hubungan yang bermakna antara angka kejadian

hipertensi terhadap operator SPBU di Yogyakarta dengan kadar timbal dalam

darah (Rosyidah, 2010). Selain mempengaruhi sistem kardiovaskuler timbal juga

mempengaruhi beberapa sistem organ lain di dalam tubuh seperti hemopoetik,

neurologis, endokrin, ginjal, gastrointestinal, hematologi, dan reproduksi

(Widowati, 2008).

Sifat mematikan dari timbal ternyata sudah dikenal dari zaman Mesir

kuno. Dalam naskah kuno yang ditemukan di Gunung Papyrus Mesir, tercatat

bahwa timbal sering digunakan sebagai alat pembunuh. Pada abad pertengahan

banyak ditemukan kasus keracunan timbal, hal ini dikarenakan minimnya

pengetahuan tentang efek samping timbal serta pengunaanya yang secara bebas

dan tanpa aturan. Dahulu timbal banyak digunakan dalam industri, rumah tangga,

dan obat-obatan, contoh timbal asetat (lead sugar). Timbal asetat digunakan

3 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


sebagai pemanis anggur dan ciders. Penggunaan timbal secara bebas inilah yang

menjadi penyebab keracunan masal di beberapa negara di Eropa saat itu

(Hernberg, 2000). Pada zaman sekarang masalah yang disebabkan oleh timbal

berupa pencemaran lingkungan. Dalam beberapa tahun belakang, keracunan

timbal dikenal sebagai salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cukup

serius di seluruh dunia, khususnya bagi anak-anak kurang mampu yang hidup di

negara berkembang (Meyer, 2003).

Timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi, makanan dan

minuman yang terkontaminasi timbal atau terabsorbsi melalui kulit (Albalak,

2001). Makanan dan minuman yang mudah tercemar oleh timbal adalah makanan

jajanan yang dijual di pinggir jalan. Makanan jajanan biasanya berupa makanan

ringan seperti aneka gorengan, kue-kue kecil, dan lain-lain. Menurut Mudjajanto,

konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan akan terus meningkat

karena semakin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan

sendiri (dalam Marbun, 2010). Hal ini cukup memprihatinkan mengingat semakin

meningkatnya konsumsi makanan jajanan namun tidak diimbangi dengan

peningkatan mutu dari produsen makanan jajanan itu sendiri. Hal ini ditunjukan

dari hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di sentral kuliner Pasar Ulakan

Tapakis Padang Pariaman, ditemukan masyarakat melakukan kegiatan produksi

makanan jajanan mulai dari pengolahan bahan dasar sampai menjajakan

makanannya, dilakukan di lokasi yang jaraknya kurang lebih 1 meter dari pinggir

jalan raya, bahkan dalam keadaan tanpa penutup pelindung atau terbuka bebas.

Tentu hal ini menyebabkan makanan yang diproduksi memiliki higien yang

4 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


rendah dan rentan untuk tercemar terutama logam berat seperti timbal yang

berasal dari asap kendaraan bermotor yang hilir mudik di sana.

Berdasarkan penelitian Marbun (2010) diperoleh hasil bahwa terdapat

pengaruh lama waktu pajanan terhadap timbal pada makanan jajanan yang dijual

di pinggir jalan Pasar I Padang Bulan Kota Medan. Dimana baru sesaat saja

gorengan diangkat dari kuali ternyata sudah mengandung timbal. Penelitian

Reffiane, dkk (2011) di Semarang membuktikan bahwa ada kecenderungan

dengan semakin padatnya kendaraan bermotor berbahan bakar bensin maka kadar

timbal dalam udara juga meningkat karena sifat akumulatif yang dimiliki timbal.

Tingginya kadar timbal di udara akan menyebabkan pencemaran lingkungan

sekitar, yang paling rentan tercemar adalah makanan jajanan yang dijual di

pinggir jalan.

Penelitian terkait kadar timbal pada makanan jajanan ini belum pernah

dilakukan di Pariaman sebelumnya, padahal Pasar Ulakan Tapakis, Padang

Pariaman merupakan salah satu sentral jajanan kuliner terbesar di Pariaman yang

ramai dikunjungi setiap harinya. Terlebih lagi lokasinya yang berdekatan dengan

dua tempat wisata yakni Pantai Gondoriah dan makam Syekh Burhanuddin dan

merupakan jalan perlintasan antar kota Pariaman dengan kota Padang, hal ini

menjadikan lokasi tersebut sangat sering dilalui oleh kendaraan bermotor, hal ini

akan menyebabkan makanan yang dijajakan di lokasi ini berpotensi

terkontaminasi oleh timbal dari asap kendaran bermotor yang melewati daerah

tersebut. Oleh sebab itu peneliti merasa tertarik untuk mengetahui analisis

kandungan timbal pada gorengan jenis rakik udang yang dijual sekitar Pasar

Ulakan Tapakis, Padang Pariaman.

5 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah:

1.2.1 Apakah terdapat kandungan timbal pada gorengan jenis rakik udang yang

dijual di sekitar Pasar Ulakan Tapakis, Padang Pariaman?

1.2.2 Berapa rata-rata kadar timbal yang ditemukan pada rakik udang?

1.2.3 Apakah kadar timbal pada gorengan rakik udang tersebut memenuhi

syarat atau tidak untuk dikonsumsi berdasarkan peraturan yang telah

ditetapkan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009

tentang batas maksimum cemaran logam timbal di dalam makanan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis kandungan timbal pada gorengan rakik udang yang dijual di

Pasar Ulakan Tapakis, Padang Pariaman.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui gambaran frekuensi gorengan rakik udang yang

terkontaminasi timbal dan yang tidak terkontaminasi timbal di Pasar

Ulakan Tapakis, Padang Pariaman.

1.3.2.2 Mengetahui kandungan kadar timbal pada gorengan rakik udang yang

dijual di sekitar Pasar Ulakan Tapakis, Padang Pariaman.

1.3.2.3 Mengetahui kandungan timbal pada gorengan rakik udang tersebut

memenuhi syarat atau tidak untuk dikonsumsi berdasarkan peraturan yang

telah ditetapkan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009

tentang batas maksimum cemaran logam timbal di dalam makanan.

6 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kadar timbal pada

makanan jajanan yang dijual di pinggir jalan.

1.4.2 Sebagai referensi pada masyarakat agar lebih selektif dalam upaya

pemilihan makanan jajanan yang akan dikonsumsi.

1.4.3 Bagi pemerintah dan lembaga masyarakat yang bergerak di lingkungan

hidup, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang

positif dalam menyusun kebijakan di bidang kesehatan masyarakat.

7 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Timbal

2.1.1 Defenisi dan Karakteristik

Timbal atau timah hitam adalah suatu logam yang dalam bahasa ilmiahnya

dinamakan plumbum, dan disimbolkan dengan Pb. Timbal terdapat dalam 2

bentuk yaitu bentuk inorganik dan organik. Timbal mempunyai nomor atom (NA)

82 dengan berat atom (BA) 207,2, dapat meleleh pada suhu 328ºC dengan titik

didih 1740ºC serta memiliki gravitasi 11,34 (Widowati, 2008). Timbal termasuk

ke dalam kelompok logam-logam golongan IV–A pada tabel periodik unsur

kimia. Timbal dapat menguap dan membentuk timbal oksida. Bentuk oksidasi

yang paling umum adalah timbal (II). Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal

sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air

panas dan air asam. Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam

sulfat pekat (Palar, 2012).

Timbal adalah logam lunak yang mudah dimurnikan dari pertambangan

dan dapat diubah menjadi berbagai bentuk (Palar, 2012). Timbal tidak pernah

ditemukan dalam bentuk murninya, selalu bergabung dengan logam lain

(Anies, 2005). Timbal memiliki titik lebur yang rendah dengan sifat kimia yang

aktif, sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul

perkaratan (korosi). Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan

alloy yang terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan timbal yang asli

(Palar, 2012).

8 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


2.1.2 Pemanfaatan Timbal

Timbal sangat banyak dimanfaatkan perindustrian, hal ini dikarenakan

kemampuannya membentuk alloy dengan logam lain dan juga sifatnya yang

mampu menahan korosif. Alloy Pb yang mengandung 1% stibium (Sb) digunakan

sebagai kabel telepon. Alloy Pb dengan 0,15% As, 0,1% Sn dan 0,1% Bi

digunakan sebagai kabel listrik. Selain itu penggunaan bentuk-bentuk lain dari

alloy Pb juga banyak digunakan dalam konstruksi pabrik-pabrik kimia, kontainer

dan alat-alat lainnya (Palar, 2012). Contohnya saja pipa-pipa yang digunakan

untuk mengalirkan bahan-bahan kimia yang korosif.

Timbal terdapat dalam 2 bentuk yaitu bentuk inorganik dan organik.

Dalam bentuk inorganik timbal dipakai dalam industri baterai, cat, kabel telepon,

kabel listrik, percetakan, gelas polivinil, plastik, pengkilap keramik, insektisida,

detonator, pembangkit tenaga listrik dan mainan anak-anak. Sedangkan dalam

bentuk organik timbal dipakai dalam industri perminyakan. Alkil timbal (timbal

tetraetil dan timbal tetrametil) digunakan sebagai campuran bahan bakar bensin.

Fungsinya selain meningkatkan daya pelumasan, meningkatkan efisiensi

pembakaran juga sebagai bahan aditif anti ketuk (anti-knock) pada bahan bakar

yaitu untuk mengurangi hentakan oleh kerja mesin sehingga dapat menurunkan

kebisingan suara ketika terjadi pembakaran pada mesin-mesin kendaraan

bermotor (Palar, 2012).

9 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Tabel 2.1. Bentuk persenyawaan timbal dan kegunaanya (Palar, 2012)
No Bentuk Persenyawaan Kegunaan
1 Pb + Sb Kabel telepon
2 Pb + As + Sn + Bi Kabel listrik
3 Pb + Ni Senyawa azida untuk peledak
4 Pb + Cr + Mo + Cl Untuk pewarnaan pada cat
5 Pb + asetat Pengkilapan keramik dan bahan anti
api
6 Pb + Te Pembangkit listrik tenaga panas
7 Tetrametil-Pb (CH3)4-Pb Aditif untuk bahan bakar kendaraan
Tetraetil-Pb (C2H5)4-Pb bermotor

2.1.3 Keberadaan Timbal di Lingkungan

2.1.3.1 Udara

Jumlah timbal di udara mengalami peningkatan yang sangat drastis sejak

dimulainya revolusi industri di benua Eropa. Timbal tersebut berasal dari

cerobong asap dan gas pembuangan kendaraan. Dalam udara timbal dapat

berbentuk gas dan partikel (Palar, 2012). Di daerah tanpa penghuni seperti di

pegunungan California (USA), kadar timbal sebesar 0,008 μg /m3. Baku mutu di

udara adalah 0,025 – 0,04 gr/Nm3 (Mukono, 2002).

2.1.3.2 Air

Timbal dapat berada dalam perairan secara alamiah dan sebagai dampak

dari aktivitas manusia. Secara alamiah, timbal dapat masuk ke perairan melalui

pengkristalan timbal di udara dengan bantuan air hujan dan proses korosifikasi

dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin. Timbal dari aktivitas

manusia terdapat pada limbah industri yang mengandung timbal yang dibuang ke

badan air. Baku mutu (WHO) timbal dalam air 0,1 mg/liter dan KLH No. 02

tahun 1988 yaitu 0,05 - 1 mg/liter (Palar, 2012).

10 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Secara alami timbal juga ditemukan pada air permukaan. Kadar timbal

pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1 – 10 μg/ liter. Dalam air laut kadar

timbal lebih rendah dibandingkan dari dalam air tawar (Sudarmaji, 2006)

2.1.3.3 Tanah

Rata-rata timbal yang terdapat di permukaan tanah adalah sebesar 5–25

mg/kg. Keberadaan timbal di dalam tanah biasanya berasal dari emisi kendaraan

bermotor, di mana partikel timbal yang terlepas ke udara dengan adanya gaya

gravitasi mengakibatkan timbal tersebut akan turun ke tanah (Widowati, 2008)

2.1.3.4 Batuan

Bumi pada dasarnya mengandung timbal sekitar 13 mg/kg, yang berbentuk

timbal sulfida, timbal karbonat, timbal sulfat, dan timbal klorofosfat dengan

kandungan yang sangat beragam. Batuan eruptif seperti granit dan riolit memiliki

kandungan timbal kurang lebih 200 ppm (Diapari, 2009).

2.1.3.5 Tumbuhan

Menurut Mukono (2002) secara alamiah timbal dapat terkandung di dalam

tanaman. Kadar timbal pada dedaunan adalah 2,5 mg/kg berat kering.

2.1.3.6. Makanan

Semua bahan pangan alami mengandung timbal dalam konsentrasi kecil,

dan dapat bertambah selama proses pengolahan. Timbal pada makanan dapat

berasal dari peralatan masak, alat-alat makan, dan wadah-wadah penyimpanan

yang terbuat dari alloy Pb atau keramik yang dilapisi glaze. Menurut Palar (2012),

dalam air minum juga dapat ditemukan senyawa timbal bila air tersebut disimpan

atau dialirkan melalui pipa yang merupakan alloy dari logam timbal. Asupan

11 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


yang diizinkan yaitu 50 μg /kg BB untuk dewasa dan 25 μg /kgBB untuk anak-

anak.

2.1.4 Sumber Pencemaran Timbal

2.1.4.1 Pencemaran secara Alami

Kadar timbal yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar

13 mg/kg. Khusus timbal yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat di

dalam batu pasir kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg. Timbal yang terdapat di

tanah berkadar sekitar 5-25 mg/kg dan air bawah tanah (ground water) berkisar

antara 1-60 μg/liter. Secara alami timbal juga ditemukan di air permukaan. Kadar

timbal pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1-10µg/liter. Dalam air laut

kadar timbal lebih rendah dari pada air tawar. Tumbuh-tumbuhan termasuk

sayur-mayur dan padi-padian dapat mengandung timbal, penelitian yang

dilakukan di USA menyebutkan bahwa kadarnya berkisar antara 0,1-1,0 µg/kg

berat kering (Sudarmaji, 2006).

2.1.4.2 Pencemaran dari Industri

Semua industri yang menggunakan sebagai bahan baku maupun bahan

penolong memiliki potensi sebagai sumber pencemaran. Seperti industri

pengecoran, pembuatan baterai, kabel, dan industri kimia dalam pembuatan cat,

dan lainnya

2.1.4.3 Pencemaran dari Transportasi

Timbal berupa tetra ethyl lead dan tetra methyl lead banyak ditambahkan

ke dalam bahan bakar terutama bensin. Penambahan kandungan timbal dalam

bahan bakar dilakukan sejak sekitar tahun 1920-an oleh produsen minyak.

Penggunaan timbal dalam bensin lebih disebabkan oleh keyakinan bahwa tingkat

12 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


sensitifitas timbal tinggi dalam menaikkan angka oktan, menurut ahli timbal

mampu menaikkan angka oktan 1,5 sampai 2 satuan. Selain itu, harga timbal

relatif murah untuk meningkatkan satu oktan dibandingkan dengan senyawa

lainnya (Santi, 2001). Nantinya timbal yang ditambahkan dengan bahan bakar

tersebut akan bercampur dengan oli dan berproses di dalam mesin sehingga logam

timbal akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya

(Sudarmaji, 2006).

Dari senyawa timbal yang ditambahkan ke bensin, kurang lebih 70%

diemisikan melalui knalpot dalam bentuk garam anorganik, 1% diemisikan masih

dalam bentuk tetralkil lead dan sisanya terperangkap dalam system exhaust dan

mesin oli (Mukono, 2002).

2.1.5 Metabolisme Timbal di dalam Tubuh

2.1.5.1 Absorbsi

Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan timbal dapat terjadi

karena masuknya senyawa logam tersebut kedalam tubuh. Proses masuknya

timbal ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui saluran

pernafasan dan saluran pencernaan, sedangkan absorbsi melalui kulit sangat kecil

sehingga dapat diabaikan (Albalak, 2001). Bentuk kimia dari senyawa timbal

merupakan faktor penting yang mempengaruhi aktifitas timbal di dalam tubuh

manusia. Senyawa-senyawa timbal organik relatif lebih mudah untuk diserap

tubuh melalui selaput lendir atau melalui lapisan kulit bila dibandingkan dengan

senyawa timbal anorganik. Selain itu bahaya yang ditimbulkan oleh timbal juga

dipengaruhi oleh ukuran partikelnya. Partikel dengan ukuran lebih kecil dari 10

13 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


mikrogram dapat tertahan di paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar

mengendap di saluran nafas bagian atas.

Absorbsi timbal melalui saluran pernafasan dipengaruhi oleh tiga proses

yaitu deposisi, pembersihan mukosiliar, dan pembersihan alveolar. Deposisi

terjadi di nasofaring, saluran trakeobronkhial, dan alveolus. Deposisi tergantung

pada ukuran partikel timbal volume pernafasan dan daya larut. Partikel yang lebih

besar banyak dideposit pada saluran pernafasan bagian atas dibanding partikel

yang lebih kecil (DeRoos 1997, dan OSHA, 2005 dalam Ardyanto, 2005).

Pembersihan mukosiliar membawa partikel di saluran pernafasan bagian atas ke

nasofaring dan kemudian akan tertelan.

Tidak seluruh timbal yang masuk ke dalam tubuh akan diserap, hanya

sekitar 5-10% dari timbal yang tertelan diabsorbsi melalui saluran cerna dan

kurang lebih 10–40% timbal yang terinhalasi diabsorbsi melalui paru-paru.

Sebagian besar dari timbal yang terhirup pada saat bernafas akan masuk ke dalam

pembuluh darah paru-paru. Tingkat penyerapan ini sangat dipengaruhi oleh

ukuran partikel senyawa timbal, volume udara yang mampu dihirup pada saat

peristiwa bernafas berlangsung dan daya larut. Logam timbal yang masuk ke

paru-paru melalui peristiwa pernafasan akan terserap dan berikatan dengan darah

paru-paru untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh

(Palar, 2012).

Absorpsi melalui saluran cerna dipengaruhi oleh daya larut, bentuk dan

ukuran partikel, kebiasaan merokok, penyakit saluran nafas menahun, status gizi

dan tipe diet. Pada orang dewasa sekitar 10% dari cemaran timbal yang masuk

14 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


melalui saluran cerna akan diabsorpsi oleh tubuh. Pada keadaan puasa, diet yang

rendah kalsium, Fe dan protein akan meningkatkan absorpsi timbal.

2.1.5.2 Distribusi dan Penyimpanan

Timbal yang diabsorpsi dari saluran pernapasan, pencernaan atau kulit

akan diangkut oleh darah ke organ-organ lain. Sekitar 95% timbal dalam darah

diikat oleh sel darah merah dan 5% dalam plasma darah (Palar, 2012).

Berdasarkan jumlah yang terserap ini hanya 15% yang akan mengendap pada

jaringan tubuh dan sisanya akan turut terbuang bersama bahan sisa metabolisme.

Timbal dapat terakumulasi di dalam gigi, tulang, kuku, rambut, dan organ tubuh

seperti hati, ginjal dan otak, namun yang terbanyak biasanya pada gigi dan tulang.

Gigi dan tulang panjang mengandung timbal yang lebih banyak dibandingkan

tulang lainnya. Pada gusi dapat terlihat lead line yaitu pigmen berwarna abu-abu

pada perbatasan antara gigi dan gusi (Goldstein & Kipen, 1994 dalam Ardyanto,

2005). Hal itu merupakan ciri khas keracunan timbal. Pada jaringan lunak

sebagian timbal akan disimpan dalam aorta, hati, ginjal, otak, dan kulit. Timbal

yang berada di jaringan lunak bersifat toksik.

2.1.5.3 Ekskresi

Ekskresi timbal dapat melalui beberapa cara, yang terpenting adalah

melalui ginjal dan saluran cerna. Ekskresi timbal melalui urine sebanyak 60–75%,

melalui feces 15% dan lainnya melalui empedu, keringat, rambut, dan kuku

(Palar, 2012).

Pada umumnya ekskresi timbal berjalan sangat lambat. Waktu paruh

timbal di dalam darah kurang lebih 25 hari, pada jaringan lunak 40 hari sedangkan

pada tulang 25 tahun. Ekskresi yang lambat ini menyebabkan timbal mudah

15 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


terakumulasi dalam tubuh, baik pada pajanan okupasional maupun non

okupasional.

Gambar 2.1 : Metabolisme timbal dalam tubuh manusia

2.1.6 Efek Timbal Terhadap Kesehatan

Timbal adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia. Timbal dapat

masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi, makanan dan minuman yang

terkontaminasi timbal atau terabsorbsi melalui kulit (Albalak, 2001). Kurang

lebih 10–40% timbal yang terinhalasi diabsorbsi melalui paru-paru sedangkan di

usus mencapai 5 – 15% pada orang dewasa dan lebih tinggi pada anak-anak yaitu

40 % terutama pada anak dengan kekurangan kalsium, zat besi dan zinc dalam

tubuhnya (BPOM, 2010).

Laporan yang dikeluarkan Poison Center Amerika Serikat menyatakan

anak-anak merupakan korban utama ketoksikan timbal dengan 49% dari kasus

yang dilaporkan terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 6 tahun. Yang lebih

menghawatirkan adalah efeknya terhadap IQ anak – anak, sehingga menurunkan

16 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


prestasi belajar mereka walaupun kadar timbal di dalam darah mereka masih

belum dianggap toksik (BPOM 2010).

Timbal bersifat beracun baik dalam bentuk logam maupun garamnya.

Garamnya yang beracun adalah : timbal karbonat (timbal putih); timbal

tetraoksida (timbal merah); timbal monoksida; timbal sulfida; timbal asetat

(merupakan penyebab keracunan yang paling sering terjadi). Ada beberapa bentuk

keracunan timbal, yaitu keracunan akut, subakut dan kronis. Konsentrasi normal

kadar timbal dalam darah menurut WHO adalah 10 – 25 µg/dL.

Keracunan timbal dibagi menjadi (Chadha, 1995):

2.1.6.1 Keracunan Akut

Keracunan timbal akut merupakan kasus yang jarang terjadi. Keracunan

timbal akut secara tidak sengaja yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat.

Gejala keracunan akut mulai timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat

ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya. Keracunan biasanya

terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau inhalasi uap

timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa

terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan

muntahan yang berwarna putih seperti susu karena timbal khlorida dan rasa sakit

perut yang hebat. Lidah berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat.

Pada gusi terdapat garis abu-abu yang merupakan hasil dekomposisi protein

karena bereaksi dengan gas hidrogen sulfida. Tinja penderita berwarna hitam

karena mengandung timbal sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi. Sistem

saraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan

vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga

17 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


menyebabkan pergelangan tangan terkulai (wrist drop) dan pergelangan kaki

terkulai (foot drop).

2.1.6.2 Keracunan Sub Akut

Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun

dalam dosis kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada

sistem syaraf yang lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan

paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan ini kemudian akan diikuti dengan kejang-

kejang dan koma. Gejala umum meliputi penampilan yang gelisah, lemas dan

depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem pencernaan, pengeluaran

urin sangat sedikit dan berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram. Periode fatal :

1-3 hari.

2.1.6.3 Keracunan Kronis

Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan

keracunan akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami oleh para pekerja

yang terpapar timbal dalam bentuk garam pada berbagai industri, karena itu

keracunan ini dianggap sebagai penyakit industri. seperti penyusun huruf pada

percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat huruf mesin cetak, pabrik

cat yang menggunakan timbal, dan petugas pemasang pipa gas. Bahaya dan resiko

pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15 µg /m3 , atau 0,007 µg /m3 bila sebagai

aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang minum air yang

dialirkan melalui pipa yang terbuat dari alloy timbal, juga pada orang yang

mempunyai kebiasaan menyimpan ghee (sejenis makanan di India) dalam

bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi sistem saraf dan ginjal,

sehingga menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas, menghambat

18 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul

kemudian. Beberapa gangguan yang dapat disebabkan oleh paparan timbal secara

kronis:

1) Efek timbal terhadap peningkatan radikal bebas

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa timbal adalah racun yang

menyebabkan berbagai gangguan tubuh seperti gangguan neurologis, hematologi,

gastrointestinal, reproduksi, kardiovaskuler dan urinaria. Aktivitas senyawa timbal

dalam tubuh seringkali dikaitkan dengan stres oksidatif, melalui pembentukan

molekul reactive oxygen species (ROS) (Ercal et al, 2001).

Mekanisme toksisitas pembentukan radikal bebas oleh timbal terdiri dari 2

cara yakni pembentukan ROS dan penekanan langsung terhadap cadangan

antioksidan tubuh (Ercal et al, 2001). Mekanisme timbal menginduksi stress

oksidatif sebenarnya belum secara sempurna diketahui.

Gambar 2.2 Mekanisme induksi radikal bebas oleh timbal (Ercal, 2001)

19 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Timbal mempunyai efek langsung terhadap membran sel, hal ini dapat

dilihat dari pengaruh timbal terhadap eritrosit. timbal menimbulkan destabilitas

membran sel, menurunkan fluiditas membran dan meningkatkan kecepatan

hemolisis. Timbal dianggap sebagai agen hemolitik seperti juga tembaga dan air

raksa, menyebabkan penghancuran eritrosit melalui pembentukan peroksida-

peroksida lipid dalam membran sel.

Beberapa penelitian menunjukkan terjadi peninggian asam arakidonat

(20:4) dan rasio asam arakidonat-asam linoleat (18:2) pada membran sel hati,

serum dan eritrosit. Dianggap bahwa peninggian asam arakidonat yang diinduksi

timbal bertanggung jawab terhadap terjadinya peroksidasi lipid membran. Disisi

lain timbal berikatan kuat dengan phosphatidilkholin membran sel secara invitro

pada pengamatan shafiq-Ur Rahman dan Abdulla (1993) (dalam Gurer & Erca,

2000), sehingga kadar phosphatidilkholin membran sel menurun. Selain itu timbal

juga menunjukan interaksi dengan hemoglobin. Hal ini ditunjukan oleh penurunan

produksi heme oleh timbal. Timbal menghambat enzim utama biosintesi heme

yakni delta aminolevulinic acid dehidrogenase (DALAD) dan ferrochelatase.

Penghambatan terhadap DALAD, enzim utama dalam biosintesis heme,

menyebabkan peninggian kadar substrat aminolevulinic acid (ALA) baik dalam

darah ataupun urin individu yang terkena. Peningkatan kadar ALA menyebabkan

pembentukan hidrogen peroksida, radikal superoksida dan juga interaksi dari

keduanya menghasilkan radikal hidroksil, suatu radikal bebas yang paling reaktif.

ALA yang kemudian teroksidasi akan menjadi asam 4,5-dioxovalerat, suatu

senyawa yang berpotensi genotoksik dan memungkinkan timbal sebagai

karsinogenik (Gurer-Orhan et al, 2004).

20 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


ALA kemudian mengalami enolisasi dan autooksidasi pada pH 7-8. Enol

ALA (ALA terenolisasi) menjadi donor elektron ke oksigen molekuler bersama

dengan transfer elektron dari oksihemoglobin ke oksigen. H2O2 dan O2- yang

terbentuk berinteraksi membentuk radikal HO yang sangat reaktif. Disamping

oksihemoglobin, methemoglobin dan logam besi atau kompleks besi juga memicu

oksidasi ALA (Monteiro et al, 1986 dalam Gurer & Ercal, 2000).

Selain mempengaruhi pembentukan radikal bebas mekanisme toksisitas

timbal juga mempengaruhi penekanan terhadap cadangan antioksidan tubuh.

penelitian melaporkan terjadinya perubahan pada enzim-enzim antioksidan seperti

superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase (GPx) dan juga

molekul antioksidan seperti glutation (GSH). Timbal pada dosis rendah, akan

meningkatkan enzim tersebut namuni pemaparan pada dosis yang lebih tinggi

(>40mg/dL) dan jangka waktu lama justru akan menekan enzim-enzim tersebut.

Timbal dan logam lain seperti Hg dan Cd mempunyai affinitas tinggi

terhadap gugus sulfhidril (SH). Timbal menghambat beberapa enzim dengan

gugus fungsional SH seperti DALAD dan glucose 6-phosphat dehidrogenase

(G6PD). G6PD adalah enzim yang bertanggung jawab untuk menyediakan

NADPH di luar mitokondria. Molekul pereduksi NADPH ini penting dalam

menjaga tersedianya GSH yang dibentuk kembali dari glutation teroksidasi

(GSSG) oleh enzim glutation reduktase (GR) (Devlin, 2002).

GSH mempunyai gugus SH yang berpotensi reduktif, menjadikan molekul

ini pelindung sel dari stres oksidatif. Peran GSH sebagai molekul anti-oksidan

dapat secara non-enzimatik atau enzimatik sebagai ko-faktor/ko-enzim dalam

detoksifikasi ROS. Timbal yang berikatan dengan gugus SH dari GSH,

21 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


menyebabkan kadar GSH menurun dan mempengaruhi aktivitas antioksidannya.

Enzim GR menyokong sistem pertahanan antioksidan secara tak langsung.

Enzim ini memiliki disulfida pada tempat katalitiknya, yang merupakan target

timbal. Dengan demikian timbal yang terikat pada enzim ini menghambat

aktivitasnya.

GPx, katalase dan SOD adalah metaloprotein yang mendetoksifikasi secara

enzimatik berbagai peroksida, H2O2 dan O2-. Enzim-enzim ini sangat tergantung

pada berbagai mikromineral untuk struktur molekulnya ataupun fungsi

enzimatiknya, sehingga potensial menjadi target dari efek timbal.

Timbal diketahui sebagai antagonis Se, menurunkan pengambilan Se oleh

jaringan dan berakibat menurunkan aktivitas GPx yang memerlukan Se sebagai

ko-faktornya. Timbal menurunkan absorbsi Fe di saluran cerna dan menghambat

biosintesis heme, menyebabkan gagalnya pembentukan hemoglobin darah dan

juga menurunkan aktifitas katalase yang memerlukan heme sebagai gugus

prostetiknya.

SOD adalah enzim yang memerlukan Cu dan Zn untuk aktifitasnya.

Terdapat korelasi yang tinggi antara penurunan SOD dengan penurunan kadar Cu

darah pada hewan. Selain itu juga didapatkan bahwa pada kadar timbal darah

meninggi, tidak terdapat efek pada SOD bila kadar Cu darah normal. Pengamatan

ini mengesankan adanya penghambatan oleh timbal terhadap aktifitas SOD secara

tak langsung melalui penurunan kadar Cu (Gurer & Ercal, 2000).

22 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


2) Efek terhadap hemopoetik

Sistim hematopoetik sangat peka terhadap efek timbal. Efek

hematotoksisitas timbal akan menghambat sebagian besar enzim yang berperan

dalam biosintesa heme. Diantara enzim yang terlibat dalam heme, enzim DALAD

dan ferrochelatase termasuk enzim yang paling rentan terhadap efek

penghambatan timbal. Sedangkan enzim delta-aminolevulinic acid synthetase

(DALAS) uroporphyrinogen decarboxylase (UROD) dan coproporphyrinogen

oxidase (COPROD) tidak begitu peka terhadap penghambatan timbal (Goldstein

and Kipen 1994 dalam Ardyanto, 2005).

Inhibisi pada DALAD berhubungan dengan konsentrasi timbal dalam

darah. Hampir 50% aktivitas enzim ini dihambat pada kadar timbal darah 15

μg/dL (DeRoos, 1997). Namun efek yang paling berperan adalah hambatan pada

reaksi enzimatik terakhir dalam sintetis heme, dimana ferrochelatase

mengkatalisis penggabungan besi ferro ke dalam cincin heme (Goldstein and

Kipen,1994). Inhibisi pada ferrochelatase mengakibatkan akumulasi free

erythorocyte protopornpyrin (FEP) atau zinc protoporphyrin (ZPP) dan

coproporphiryn dalam urine (DeRoos,1997 dalam Ardyanto, 2005).

Selain melalui inhibisi pada sintesis heme, anemia yang terjadi pada

keracunan timbal juga disebabkan adanya destruksi eritrosit atau dikenal dengan

anemia hemolitik. Anemia hemolitik yang terjadi karena keracunan timbal

disebabkan oleh singkatnya masa hidup eritrosit. Patogenesis terjadinya hemolisis

pada ke racunan timbal diperkirakan berhubungan dengan inhibisi pada

pyrimidine–5’ nucleotidase. Defisiensi enzim ini secara herediter ditandai dengan

basophilic stippling pada eritosit, hemolisis kronik, dan akumulasi nukleotida

23 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


pirimidin di intraeritrosit. Nukleotida pirimidin ini berkompetensi dengan

nukleotida adenin pada sisi aktif kinase pada glycolitic pathway yang mengubah

stabilitas membrane sel darah merah. Defisiensi enzim yang disebabkan oleh

timbal dan penemuan klinis yang ditemukan sama dengan kelainan herediter

karena defisiensi enzim pyrimidine–5’ nucleotidase, oleh karenanya keracunan

timbal yang berat dihubungkan dengan penyakit herediter ini (Palar, 2012).

3) Efek terhadap saraf


Efek pencemaran timbal terhadap kerja otak lebih sensitif pada anak-anak

dibandingkan pada orang dewasa. Paparan menahun dengan timbal dapat

menyebabkan lead encephalopathy. Pada anak dengan kadar timbal darah sebesar

40-80 µg/100 ml dapat timbul gejala gangguan hematologis, namun belum

tampak adanya gejala lead encephalopathy. Gejala yang timbul pada lead

encephalopathy antara lain adalah perubahan perilaku mental, penurunan

kecerdasan, Pelemahan daya ingat dan pada aktivitas untuk berkonsentrasi,

hyperirritabel, kegelisahan, depresi, sakit kepala, vertigo dan tremor. Ensefalopati

akut berkembang hanya pada dosis yang besar dan jarang terjadi pada level timbal

dalam darah dibawah 100 μg/ 100 ml, pernah dilaporkan terjadi pada tingkat 70

μg/ 100ml (Alpatih, 2010).

Apabila pada masa bayi sudah mulai terpapar oleh Pb, maka pengaruhnya

pada profil psikologis dan penampilan pendidikannya akan tampak pada umur

sekitar 5-15 tahun. Akan timbul gejala tidak spesifik berupa hiperaktifitas atau

gangguan psikologis jika terpapar timbal pada anak berusi 21 bulan sampai 18

tahun. Untuk melihat hubungan antara kadar timbal darah dengan IQ telah

dilakukan penelitian pada anak berusia 3 sampai 15 tahun dengan kondisi sosial

24 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


ekonomi dan etnis yang sama. Pada sampel dengan kadar timbal darah sebesar 40-

60 µg/ml ternyata mempunyai IQ lebih rendah apabila dibandingkan dengan

sampel yang kadar timbal darah kurang dari 40 µg/ml. Pada dewasa muda yang

berumur sekitar 17 tahun tidak tampak adanya hubungan antara timbal darah dan

IQ (Sudarmaji, 2006).

4) Pendengaran
Gangguan pendengaran ditemukan pada pasien dengan kadar timbal darah

1 – 18 µg/dl. Beberapa penelitian pada anak-anak dan dewasa memperlihatkan

adanya hubungan paparan timbal dengan penurunan pendengaran tipe

sensorineural. Pada individu yang sensitif kadang-kadang didapatkan adanya efek

yang memburuk pada sistem tubuh, tetapi secara klinis efek tersebut tidak jelas

sampai dicapai kadar timbal yang lebih tinggi lagi (Alpatih, 2010).

5) Efek terhadap ginjal


Berdasarkan penelitian Sari tentang pengaruh timbal pada gambaran

mikroskopis ginjal didapatkan hasil terjadinya kerusakan tubulus ginjal mencit

setelah dipaparkan timbal selama 30 hari secara inhalasi, kerusakan berupa

penyempitan dan penyumbatan lumen tubulus proksimal.

Pada dasarnya proses ekskresi timbal yang berlangsung di ginjal dapat

menimbulkan dampak buruk bagi ginjal itu sendiri. Hal tersebut disebabkan oleh

beberapa macam faktor yang salah satunya adalah walaupun berat ginjal hanya

sekitar 0,5% dari total berat badan, tetapi ginjal menerima darah sebesar 20%-

25% dari curah jantung melalui arteri renalis. Tingginya aliran darah yang menuju

ginjal inilah yang menyebabkan berbagai macam obat, bahan kimia, dan logam-

logam berat dalam sirkulasi sistemik dikirim ke ginjal dalam jumlah yang besar.

25 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Zat-zat toksik ini akan terakumulasi di ginjal dan menyebabkan kerusakan bagi

ginjal itu sendiri (Sari, 2010).

6) Efek terhadap sistem kardiovaskuler


Gangguan sistem kardiovaskuler yang paling sering disebabkan oleh

keracunan timbal secara kronik adalah hipertensi. Namun timbal juga dilaporkan

dapat menyebabkan perubahan dalam otot jantung sebagai akibat dari keracunan

timbal. Hal ini hanya ditemukan pada anak-anak dengan gejala ketidaknormalan

pada pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG). Tetapi setelah diberikan bahan

khelat, EKG akan kembali menjadi normal (Palar, 2012).

7) Efek terhadap sistem reproduksi


Telah diketahui bahwa timbal dapat menyebabkan gangguan reproduksi

baik pada perempuan maupun pada laki-laki. Pada laki-laki dewasa diketahui

timbal darah yang tinggi bertanggung jawab terhadap infertilitas, rendahnya

produksi sperma dan penurunan libido. Pada wanita dapat menyebabkan

peningkatan kasus infertil, abortus spontan, gangguan haid dan bayi lahir mati

(Riyadina, 1997). Hubungan antara kadar timbal dalam darah dan kelainan yang

diakibatkan terhadap kelainan reproduksi perempuan adalah

- Kadar Pb darah 10 μg/dl dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan.

- Kadar Pb darah 30 μg/dl mengakibatkan kelainan prematur.

- Kadar Pb darah 60 μg/dl mengakibatkan komplikasi kehamilan.

Senyawa teratogen termasuk timbal dapat menembus janin dan dapat

mengganggu pertumbuhan mulai dari usia kehamilan pada minggu ke-3 hingga

minggu ke-38 (Alpatih, 2010).

26 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


2.2 Pencemaran Makanan

2.2.1 Pengertian Makanan Jajanan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk

pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik

yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau

minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku

pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,

dan pembuatan makanan atau minuman (BPOM, 2009).

Makanan jajanan adalah salah satu makanan ringan yang sering disebut

snack. Makanan jajanan menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan

minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di

tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi

tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto, 2008). Menurut

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.942/MENKES/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman

yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan atau disajikan sebagai

makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga,

rumah makan atau restoran, dan hotel. Makanan jajanan biasanya berupa

makanan ringan seperti gorengan atau kue-kuean.

Makanan ringan merupakan panganan yang ditujukan bukan sebagai

menu utama melainkan hanya sebagai penghilang rasa lapar sementara waktu dan

memberi sedikit suplai energi ke tubuh atau merupakan sesuatu yang dimakan

untuk dinikmati rasanya. Produk yang termasuk dalam kategori makanan ringan

adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia,

27 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


tepung dalam bentuk kerupuk, keripik, jipang dan produk ekstrusi seperti chiki-

chiki-an. Selain itu produk olahan kacang serta makanan ringan berbasis ikan,

udang dan lainnya (dalam bentuk kerupuk atau keripik) juga masuk ke dalam

kategori makanan ringan.

2.2.2 Pencemaran Terhadap Makanan

Makanan tercemar merupakan panganan yang di dalamnya mengandung

bahan beracun, berbahaya atau yang dapat menyebabkan kerugian atau

membahayakan kesehatan jiwa manusia, baik pangan yang mengandung cemaran

yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan ataupun pangan yang

mengandung bahan yang dilarang untuk dipergunakan (BPOM, 2009). Panganan

yang tercemar adalah panganan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan

apabila dikonsumsi.

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap

manusia. Salah satu cara untuk memelihara kesehatan tubuh adalah dengan

makanan. Tidak ada seorangpun yang tidak membutuhkan makanan, sebab dari

makananlah sumber energi penopang kehidupan manusia berasal.

Salah satu makanan yang rentan untuk terjadi pencemaran adalah makanan

jajanan. Masalah makanan jajanan di Indonesia umumnya terjadi karena

pengolahan dan penyajiannya yang tidak higienis. Biasanya diproduksi dan dijual

dalam kondisi yang kurang baik sehingga mudah untuk terkontaminasi dan dapat

menimbulkan berbagai penyakit (Srikandi dalam Marlina, 2003). Makanan sehat

selain mengandung zat gizi yang cukup dan seimbang juga harus aman, yaitu

bebas dari bakteri, virus, parasit, serta bebas dari pencemaran zat kimia. Oleh

28 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


sebab itu, makanan harus dipersiapkan, diolah, disimpan, diangkut dan disajikan

dengan serba bersih dan telah dimasak dengan benar (Soekirman, 2000).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

2.3.1 Teori Spektrofotometri Serapan Atom

Prinsip dasar spektrofotometri serapan atom (SSA) adalah interaksi

antara radiasi elektromagnetik dengan atom. SSA merupakan metode yang sangat

tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Khopkar, 2002). Teknik ini

adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur.

Cara kerja SSA ini adalah berdasarkan atas penguapan larutan sampel,

kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom

tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu

katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan.

Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu

menurut jenis logamnya (Harmita, 2006).

2.3.2 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

Alat SSA terdiri dari rangkaian dalam diagram skematik berikut:

Gambar 2.3. Komponen spektrofotometri serapan atom

29 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Komponen-komponen Spektrofotometri Serapan Atom

2.3.2.1 Sumber Sinar

Sumber radiasi SSA adalah Hollow Cathode Lamp (HCL). Setiap

pengukuran dengan SSA kita harus menggunakan Hallow Cathode Lamp khusus

misalnya akan menentukan konsentrasi tembaga dari suatu cuplikan. Maka kita

harus menggunakan Hollow Cathode Cu. Hollow Cathode Cu akan memancarkan

energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron

atom. Hollow Cathode Lamp terdiri dari katoda cekung yang silindris yang

terbuat dari unsur yang sama dengan yang akan dianalisis dan anoda yang terbuat

dari tungsten. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai

memijar dan atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan.

Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang

tertentu (Khopkar, 2002).

2.3.2.2 Sumber Atomisasi

Sumber atomisasi dibagi menjadi dua yaitu sistem nyala dan sistem tanpa

nyala. Kebanyakan instrumen sumber atomisasinya adalah nyala dan sampel

diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk

aerosol. Aerosol biasa dihasilkan oleh nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke

nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Jenis nyala yang digunakan

secara luas untuk pengukuran analitik adalah campuran gas udara-asetilen dan

nitrous oksida-asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang sesuai

untuk kebanyakan analit dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode

emisi, absorbsi dan juga fluorosensi.

30 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


2.3.2.3 Monokromator

Monokromator merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan radiasi

yang tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh Hallow

Cathode Lamp dan mengontrol intensitas energi tersebut kemudian diteruskan ke

detektor. Monokromator yang biasa digunakan ialah monokromator difraksi

grating (Anshori, 2005).

2.3.2.4 Detektor

Energi yang diteruskan dari sel atom harus diubah ke dalam bentuk sinyal

listrik untuk kemudian diperkuat dan diukur oleh suatu sistem pemproses data.

Proses pengubahan ini dalam alat SSA dilakukan oleh detektor. Detektor yang

biasa digunakan ialah tabung pengganda foton atau photomultiplier tube

(Anshori, 2005).

2.3.2.5 Sistem Pengolah

Sistem pengolah berfungsi untuk mengolah kuat arus dari detektor

menjadi besaran daya serap atom transmisi yang selanjutnya diubah menjadi data

dalam sistem pembacaan.

2.3.2.6 Sistem Pembacaan

Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau

gambar yang dapat dibaca oleh mata.

2.3.3 Gangguan dalam Spektrofotometri Serapan Atom

Gangguan diartikan sebagai suatu faktor kimia atau fisika yang akan

mempengaruhi jumlah atom pada analit dalam keadaan dasar (ground state)

sehingga akan menyebabkan bertambah atau berkurangnya bacaan nilai serapan

atau unsur yang dianalisis.

31 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometer serapan

atom adalah sebagai berikut (Khopkar, 2002):

2.3.3.1 Suhu yang sesuai, suhu gas pembakar harus sesuai dengan suhu unsur

yang akan dianalisis.

2.3.3.1 Konsentrasi sampel tidak boleh melebihi kesensitifan dari alat detektor

SSA. Ini akan menyebabkan gangguan terhadap garis spektrum dan

mengakibatkan kerusakan pada alat detektor SSA.

2.3.3.2 Pengaruh penguapan pelarut dan bahan larutan jangan sampai menurunkan

suhu nyala gas pembakar, ini akan menyebabkan bacaan nilai serapan

atom menjadi rendah.

32 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan

timbal pada gorengan rakik udang yang dijual di Pasar Ulakan Tapakis, Padang

Pariaman.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di sekitar Pasar Ulakan Tapakis,

Padang Pariaman.

Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut yakni; lokasi tersebut merupakan

sentral jajanan kuliner yang banyak dikunjungi oleh pembeli dan juga lokasi

tersebut merupakan jalan lintas antar kota Padang dengan kota Pariaman dan

berdekatan dengan tempat wisata sehingga berpotensi dilalui banyak kendaraaan

bermotor, kemudian masyarakat mengolah dan menjajakan makanan dagangan

mereka di pinggir jalan yang padat dilalui kendaraan bermotor dengan jarak ± 1

meter, dan dalam menjajakan dagangannya, pedagang tidak menggunakan

penutup untuk menghalangi pajanan makanan dengan udara dan asap kendaraan.

Penelitian terhadap sampel rakik udang akan dilakukan di laboratorium

Universitas Andalas, untuk pemeriksaan kualitatif timbal dilakukan di

laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan sampel yang

positif mengandung timbal kemudian dikirim ke laboratorium Teknik Lingkungan

Universitas Andalas untuk dilakukan pemeriksaan kuantitatif.

33 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai bulan Agustus 2015 sampai dengan Februari 2016.

3.3 Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh gorengan jenis rakik udang

yang dijual oleh pedagang gorengan sekitar Pasar Ulakan Tapakis, Padang

Pariaman.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi. Dari observasi awal yang telah

dilakukan peneliti, ditemukan pedagang gorengan yang menjual rakik udang

berjumlah 21 pedagang, jadi sampel dalam penelitian ini adalah 21 sampel.

3.3.2.1 Kriteria Sampel

1) Kriteria Inklusi

- Gorengan jenis rakik udang

- Gorengan tidak menggunakan pelindung atau terpapar secara bebas

dengan udara lingkungan.

- Gorengan telah terpapar lingkungan bebas minimal 6 jam dihitung dari

pengangkatan gorengan dari wajan.

2) Kriteria Ekslusi

- Gorengan telah rusak dan tidak layak dijual atau dikonsumsi.

34 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi pedagang

gorengan yang menjual rakik udang di sekitar Pasar Ulakan Tapakis Padang

Pariaman, dengan besar sampel berjumlah 21.

3.3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling.

Total sampling adalah teknik pengambilan sampel di mana jumlah sampel sama

dengan populasi.

3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

3.4.1 Klasifikasi Variabel

Variabel penelitian meliputi:

1) Variabel pemeriksaan kualitatif timbal

2) Variabel pemeriksaan kuantitatif timbal

3.4.2 Defenisi Operasional

3.4.2.1 Analisa kualitatif kandungan timbal

Defenisi : Suatu pemeriksaan yang memiliki tujuan untuk menyelidiki dan

mengetahui apakah terdapat kandungan timbal di dalam sampel uji

(Khopkar, 2002).

Alat ukur : Test Kit Timbal

Cara ukur : Sampel yang telah didestruksi sebelumnya ditimbang 5 gr dan

ditambahkan 2 ml HNO3 pekat dan dicampur ratakan, kemudian

ditambah 3 ml air dan saring. Hasil saringan diambil 2 ml dan

masukan ke dalam botol uji atau tabung reaksi dan ditambahkan 2

35 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


tetes reagent A lalu kocok sekitar 1 menit, kemudian tambahkan 5

tetes reagent B lalu kocok dan amati reaksi yang terjadi.

Hasil ukur : 1) endapan kuning : Mengandung Pb

2) tidak terdapat perubahan warna : Tidak mengandung Pb

3.4.2.2 Analisa kuantitatif kandungan timbal

Defenisi : Suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kadar

kandungan timbal di dalam sampel, dengan satuan berupa ppm

(Khopkar, 2002).

Alat ukur : Spektrofotometri Serapan Atom

Cara ukur : Sebanyak 10 gr abu sampel yang diperoleh pada destruksi kering

dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml kemudian ditambahkan

10 ml HNO3 pekat dicampur ratakan sehingga diperoleh larutan

sampel dan dipanaskan selama 30 menit dan didinginkan. Larutan

sampel tersebut ditambahkan 5 ml HNO3 pekat kemudian

dipanaskan di atas hot plate hingga setengah volume awal, disaring

dengan kertas saring whatman No.40, dicuci dengan aquades

panas, kemudian filtrat dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml dan

ditambahkan aquades hingga garis tanda lalu dihomogenkan.

selanjutnya Larutan sampel yang telah didestruksi dianalisa secara

kuantitatif dengan alat SSA pada panjang gelombang untuk logam

Pb λ = 283,3 nm.

Hasil ukur : Nilai dinyatakan dalam satuan ppm

Skala ukur : Ratio

36 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


3.4.2.3 Batas pencemaran timbal

Defenisi : Suatu aturan yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPOM

Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009

tentang penetapan batas maksimum cemaran logam timbal yang

diperbolehkan dalam makanan. Batas maksimal yang

diperbolehkan untuk timbal adalah 0,5 ppm.

Alat ukur : Laporan hasil analisa kuantitatif pemeriksaan timbal

Cara ukur : Membandingkan kadar timbal pada gorengan yang diperoleh dari

analisa kuantitif menggunakan spektrofotometri serapan atom

dengan batas maksimal cemaran logam timbal yang diperbolehkan

oleh BPOM.

Hasil ukur : 1) nilai < 0,5 ppm : Aman

2) nilai > 0,5 ppm : Tidak aman

Skala ukur : Ordinal

3.5 Alat dan Bahan

3.5.1 Alat dan Bahan untuk Pengambilan Sampel

- Kertas Label

- Kantong Plastik

- Spidol

3.5.2 Alat dan Bahan untuk Pemeriksaan Kuantitatif

- Tabung reaksi

- Rak Tabung reaksi

- Lumpang

- Kertas Saring Whatman no.40

37 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


- Pipet Ukur

- Aquades

- HNO3

- Sampel Rakik Udang

- Reagen Lead Test Kit (terdiri dari reagent A dan reagent B)

3.5.3 Alat dan Bahan Untuk Pemeriksaan Kuantitatif

- SSA

- Lampu holow katoda Pb

- Gelas piala 250 mL

- Pipet ukur

- Labu ukur 100 mL

- Corong gelas

- Pemanas listrik

- Kertas saring whatman 40

- Neraca analitik

- HNO3

- Larutan standar logam timbal (Pb)

- Gas asetilen (C2H2)

- Sampel Rakik Udang

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lead test kit dan

spektrofotometri serapan atom. Lead test kit digunakan sebagai instrumen uji

kualitatif timbal dalam makanan, uji ini merupakan pemeriksaan awal untuk

mengetahui apakah terdapat timbal di dalam sampel. Selanjutnya untuk

38 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


mengetahui kadar timbal di dalam sampel akan dilakukan uji kuantitatif

menggunakan metode spektrofotometri serapan atom. Spektrofotometer serapan

atom merupakan teknik analisis kuantitatif yang paling umum dipakai untuk

analisis unsur. Metode pemeriksaan dengan SSA ini memiliki beberapa

keunggulan yakni: prosedurnya selektif, spesifik terhadap logam yang diuji, biaya

analisisnya relatif murah, sensitivitasnya tinggi, waktu analisis sangat cepat dan

mudah dilakukan.

3.7 Prosedur Pengumpulan dan Pengambilan Data

3.7.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada akhir pekan dengan alasan pada hari

libur, banyak kendaraan bermotor para pengunjung yang berlibur di tempat wisata

Pantai Gondoriah dan makam Syekh Burhanuddin melintasi daerah tersebut.

Sampel yang diambil adalah gorengan jenis rakik udang yang sesuai dengan

kriteria sampel yang telah ditentukan. Seluruh sampel akan diambil pada hari

yang sama, diberi kode penanda dan kemudian dimasukan ke tempat

penyimpanan untuk mengindari kontaminasi tambahan. Sampel ini selanjutnya

akan dibawa ke laboratoriaum Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

untuk diperiksa secara kualitatif dan dikirim ke laboratorium Teknik Lingkungan

Universitas Andalas untuk pemeriksaan kuantitatif.

3.7.2 Pemeriksaan Kualitatif

3.7.2.1 Pembuatan Larutan Sampel Kualitatif

- Sampel diabukan pada suhu 550ºC selama 5 jam dalam tanur listrik lalu

didinginkan dalam desikator atau cara lain, digerus dengan pengeringan

sempurna terlebih dahulu.

39 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


- Timbang 5 gram sampel yang telah dihancurkan dan masukan ke dalam

tabung reaksi.

- Tambahkan HNO3 sebanyak 2 ml tunggu hingga tercampur rata, kemudian

berikan aquades 3 ml dan dikocok.

- Kemudian saring larutan sampel tersebut menggunakan kertas whatman

no. 40 dan ambil larutan sampel sebanyak 2 ml untuk diperiksa

menggunakan Lead test kit.

3.7.2.2 Pemeriksaan Menggunakan Timbal kit

- Ambil 2 ml larutan sampel kemudian tambahkan ragent A sebanyak 2 tetes

dan dikocok 1 menit.

- Kemudian tambahkan reagent B sebanyak 5 tetes lalu dikocok dan amati

perubahan reaksi.

- Hasil positif apabila terdapat perubahan warna sampel menjadi hitam

dengan endapan kuning.

3.7.3 Pemeriksaan Kuantitatif (SNI 06-6989.8-2004)

3.7.3.1 Pembuatan Larutan Baku Timbal 100 mg/L

- Pipet 10 mL larutan induk logam timbal, Pb 1000 mg/L ke dalam labu

ukur 100 mL.

- Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera.

3.7.3.2 Pembuatan Larutan Kerja Timbal

- Pipet 0 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 0,8 mL dan 1 mL larutan baku

timbal, Pb 10,0 mg/L masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL.

40 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


- Tambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh

konsentrasi logam timbal 0,0 mg/L; 0,2 mg/L; 0,4 mg/L; 0,6 mg/L; 0,8

mg/L dan 1 mg/L.

3.7.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi

- Optimalkan alat SSA sesuai petunjuk penggunaan alat.

- Ukur masing-masing larutan kerja yang telah dibuat pada panjang

gelombang 283,3 nm.

- Buat kurva kalibrasi untuk mendapatkan persamaan garis regresi.

3.7.3.4 Perhitungan

1) Kosentrasi logam timbal, Pb

Pb (mg/L) = C x fp

dengan pengertian:

C adalah konsentrasi yang didapat hasil pengukuran (mg/L)


fp adalah faktor pengenceran.

2) Persen temu balik (% Recovery)

𝐴−𝐵∗100%
%R = 𝐶

dengan pengertian:

A adalah kadar contoh uji yang di spike;


B adalah kadar contoh uji yang tidak di spike
C adalah kadar standar yang diperoleh (target value).

3.7.3.5 Destruksi Sampel

Sampel berupa rakik udang diabukan pada suhu 550ºC selama 5 jam

dalam tanur listrik lalu didinginkan dalam desikator atau cara lain, digerus

dengan pengeringan sempurna terlebih dahulu.

41 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


3.7.3.6 Pembuatan Larutan Sampel Kuantitatif

Sebanyak 10 gr abu sampel yang diperoleh pada destruksi kering

dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml kemudian ditambahkan 10 ml HNO3

pekat dicampur ratakan sehingga diperoleh larutan sampel dan dipanaskan selama

30 menit dan didinginkan. Larutan sampel tersebut ditambahkan 5 ml HNO3

pekat kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga setengah volume awal,

disaring dengan kertas saring whatman No.40, dicuci dengan aquades panas,

kemudian filtrat dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan aquades

hingga garis tanda lalu dihomogenkan.

3.7.3.7 Menentukan Kandungan Timbal pada Sampel

Larutan sampel yang telah didestruksi diuji secara kualitatif kemudian

dianalisa secara kuantitatif dengan alat SSA dengan panjang gelombang untuk

logam Pb λ = 283,3 nm.

3.7.3.8 Membandingkan Kandungan Timbal dengan Batas Maksimal yang

diperbolehkan

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan kuantitatif kadar timbal pada

gorengan jenis rakik udang dengan spektrofotometri serapan atom. Selanjutnya

dibandingkan dengan batas maksimum cemaran logam timbal berdasarkan

peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 yaitu sebesar

0,5 ppm dengan hasil akhir gorengan rakik udang tersebut memenuhi syarat atau

tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi.

42 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Pengambilan
sampel

Didestruksi Pembuatan larutan


standar timbal

Dibuat larutan sampel Pemeriksaan Kuantitatif


menggunakan SSA kurva
kalibrasi
Lakukan pemeriksaan
kualitatif

Dibaca pada panjang


Tidak Mengandung gelombang λ = 283,3 nm
mengandung timbal
timbal

Aman
Peraturan Kadar timbal
BPOM
Tidak
aman
Gambar 3.1 Alur penelitian

3.8 Jaminan Mutu

- Gunakan bahan kimia berkualitas murni (pa).

- Gunakan alat gelas bebas kontaminasi.

- Gunakan alat ukur yang terkalibrasi.

- Dikerjakan oleh analis yang kompeten.

- Lakukan analisis dalam jangka waktu yang tidak melampaui waktu

penyimpanan maksimum.

43 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


3.9 Cara Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran kadar timbal pada rakik udang,

diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel. Kemudian hasil

pemeriksaan kadar timbal pada makanan jajanan juga akan dibandingkan dengan

nilai ambang batas yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPOM Republik

Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang penetapan batas

maksimum cemaran logam timbal yang diperbolehkan dalam makanan jajanan.

Batas maksimal yang diperbolehkan untuk timbal adalah 0,5 ppm.

44 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


BAB 4
HASIL PENELITIAN

Penelitian telah dilakukan dengan sampel berjumlah 21 jajanan gorengan

berupa rakik udang dari penjual yang berbeda di sekitar Pasar Ulakan Tapakis,

Padang Pariaman. Hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

4.1 Gambaran Frekuensi Sampel Mengandung Timbal

Tabel 4.1 Frekuensi sampel yang mengandung timbal


Positif Negatif
Sampel
f % f %
1 s/d 21 21 100% 0 0%

Berdasarkan data tabel 4.1 menunjukan bahwa dari 21 sampel yang diteliti

secara kualitatif menggunakan metode lead test kit didapatkan seluruh sampel

(100%) mengandung logam timbal. Kemudian sampel yang mengandung timbal

akan dilakukan pemeriksaan kuantitatif di Laboratorium Teknik Lingkungan

Universitas Andalas.

4.2 Kadar Timbal pada Sampel

Untuk mengetahui kandungan timbal pada sampel rakik udang dilakukan

analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri serapan atom sesuai prosedur

yang telah ditetapkan Badan Standar Nasional, SNI 06-6989.8-2004 dan

dilakukan di laboratorium Teknik Lingkungan Universitas Andalas. Hasil yang

diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:

45 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Tabel 4.2 Kadar timbal pada sampel
Kadar Pb Kadar Pb
Sampel Sampel
(ppm) (ppm)
1 0,064 12 0,055
2 0,101 13 0,064
3 0,037 14 0,101
4 0,119 15 0,110
5 0,092 16 0,119
6 0,073 17 0,165
7 0,110 18 0,156
8 0,129 19 0,184
9 0,083 20 0,202
10 0,165 21 0,193
11 0,046

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan bahwa nilai kadar timbal pada sampel

rakik udang berkisar pada rentangan 0,037 ppm s/d 0,202 ppm dengan kadar

timbal rata-tata 0,112 ppm. Kadar timbal terendah ditemukan pada sampel no.3

dengan nilai 0,037 ppm dan kadar timbal tertinggi ditemukan pada sampel no.20

dengan nilai 0,202 ppm.

4.3 Kelayakan Konsumsi Berdasarkan Peraturan BPOM.

Tabel 4.3 Sampel dengan kadar timbal memenuhi syarat dan yang tidak untuk
dikonsumsi berdasarkan peraturan BPOM
Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat
Sampel (<0,5ppm) (>0,5ppm)
f % f %
1 s/d 21 21 100% 0 0%

Berdasarkan Tabel 4.3 didapatkan seluruh sampel masih memenuhi syarat

untuk dikonsumsi karena kandungan timbal di dalam sampel masih berada di

bawah ambang batas yang ditetapkan oleh Kepala BPOM RI Nomor

HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam timbal

di dalam makanan yakni 0,5 ppm. Walau demikian mengingat sifat timbal yang

46 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


akumulatif sehingga konsumsi dalam jumlah besar secara terus-menerus perlu

diwaspadai karena dapat terjadi penimbunan timbal dalam tubuh yang dapat

menyebabkan efek buruk terhadap kesehatan tubuh.

47 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Kadar Timbal pada Rakik Udang

Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif yang telah

dilakukan kepada 21 sampel rakik udang dari 21 pedagang di pasar ulakan tapakis

padang pariaman didapati seluruh sampel positif mengandung timbal. Namun

tidak melebihi batas maksimum yang telah ditentukan. Kadar timbal terendah

ditemukan pada sampel no.3 dengan nilai 0,037 ppm dan kadar timbal tertinggi

ditemukan pada sampel no.20 dengan nilai 0,202 ppm dengan kadar rata-rata

adalah 0,112 ppm.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kuantitatif sampel dapat disimpulkan

bahwa nilai kadar timbal tertinggi didapatkan pada sampel no.20. Berdasarkan

observasi yang telah dilakukan peneliti, hal ini dapat dikarenakan lokasi pedagang

sampel no.20 berada pada titik macet jalan raya Pasar Ulakan Tapakis, Padang

Pariaman. Hal ini juga didukung dari hasil pemeriksaan kadar timbal sampel

no.19 dan no.21 yang memiliki lokasi berdekatan dengan sampel no.20. ketiga

pedagang yang berjualan pada titik macet Pasar Ulakan Tapakis, Padang Pariaman

yakni pedagang dengan nomor sampel 19, 20 dan 21 memiliki kadar timbal 0,184

ppm, 0,202 ppm, 0,193 ppm yang merupakan tiga nilai tertinggi dari keseluruhan

sampel yang diperiksa. Untuk sampel dengan kadar timbal terendah pada sampel

no.3 berada pada lokasi yang cukup jauh dari titik macet.

Kontaminasi logam berat timbal pada jajanan jenis rakik udang ini dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu, bahan baku yang digunakan, lokasi

produksi makanan, proses penggorengan serta penggunaan pelindung ketika

48 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


menjajakan gorengan juga ikut mempengaruhi. Apabila bahan baku yang

digunakan sudah mengandung timbal maka kemungkinan besar hasil olahan akan

mengandung timbal juga. Selain itu proses produksi yang tidak memenuhi standar

hiegien dan sanitasi seperti lokasi produksi yang terlalu dekat dengan jalan raya,

penggunaan minyak gorengan yang telah berulang kali pakai, serta kebersihan

peralatan yang digunakan dalam produksi makanan akan mempengaruhi

kandungan timbal pada gorengan tersebut.

Kadar timbal yang telah diperiksa menggunakan metode spektrofotometri

serapan atom pada seluruh sampel rakik udang masih berada di bawah nilai

ambang batas yang telah ditetapkan oleh Kepala BPOM RI Nomor

HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam timbal

di dalam makanan yaitu 0,5 ppm. Hal ini menunjukan bahwa makanan jajanan

jenis rakik udang ini masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi oleh masyarakat

karena besar kadarnya masih di bawah ambang batas yang telah ditetapkan.

Namun konsumsi dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu lama perlu

waspadai mengingat sifat timbal yang dapat terakumulasi dan mengendap di

dalam tubuh. Timbal yang masuk tersebut akan dimetabolisme dan dapat

mengendap sekitar 90% pada jaringan keras seperti tulang dan gigi, sedangkan

10% nya lagi akan mengandap pada jaringan lunak seperti hati, ginjal dan otak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Marbun (2010) walaupun

sampel yang diteliti berbeda yakni peneliti menggunakan gorengan jenis rakik

udang sedangkan Marbun (2010) menggunakan sampel gorengan jenis bakwan,

yang menunjukan bahwa seluruh sampel jajanan gorengan yang diperiksa positif

mengandung timbal namun masih berada di bawah ambang batas yang telah

49 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


ditetapkan. Penelitian ini juga sejalan dengan Penelitian lain yang dilakukan oleh

Fillaeli dkk (2012) menunjukkan dari 26 sampel gorengan yang diteliti, semuanya

mengandung timbal.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Djalil (2014) yang

menunjukan dari 10 sampel yang diteliti tidak satupun mengandung timbal.

Penelitian ini juga tidak sejalan dengan Febriani (2014) yang menunjukan bahwa

kadar timbal pada 5 lokasi pengambilan sampel jajanan gorengan yang dijual di

Terminal Ubung Denpasar secara random, tiga diantaranya tidak mengandung

timbal dan dua lainnya mengandung timbal melewati batas yang telah ditetapkan

oleh Kepala BPOM RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009.

Penelitian Djalil (2014) dan Febriani (2014) menggunakan metode

pemeriksaan yang sama yakni metode spektrofotometri serapan atom, namun

memberikan hasil yang tidak sejalan. Menurut peneliti, hal ini dapat disebabkan

karena perbedaan jenis sampel yang diteliti, lamanya waktu paparan makanan

yang dijual dengan lingkungan bebas serta penggunaan penutup atau pelindung

makanan terhadap kontaminasi dari luar.

Sampel yang peneliti gunakan adalah gorengan jenis rakik udang

sedangkan penelitian Djalil (2014) menggunakan sampel gorengan dadar telur,

tela-tela, twister chips, bakso goreng dan bakso rebus. Di sini peneliti mengatur

kondisi sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditentukan

sebelumnya. Dari kriteria inklusi diatur bahwa sampel hanya gorengan jenis rakik

udang yang tidak menggunakan pelindung atau terpapar langsung secara bebas

dengan udara lingkungan sehingga kemungkinan sampel untuk terkontaminasi

oleh timbal menjadi lebih besar dari pada sampel yang menggunakan penutup

50 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


pelindung. Kemudian peneliti juga hanya menggunakan sampel gorengan rakik

udang yang telah terpapar lingkungan bebas minimal 6 jam dihitung dari

pengangkatan gorengan dari wajan dengan demikian timbal memiliki waktu yang

cukup panjang untuk mencemari rakik udang yang akan digunakan sebagai

sampel. Menurut Marbun (2010) kadar timbal yang mengkontaminasi jajanan di

pinggir jalan dipengaruhi oleh lama waktu pajanan makanan terhadap lingkungan

luar, semakin lama jajanan tersebut terpajan oleh lingkungan luar maka

kandungan timbal dalam jajanan tersebut akan meningkat.

Sumber cemaran utama timbal terhadap makanan jajanan yang dijual di

pinggir jalan berasal dari asap kendaraan bermotor. Timbal ini berasal dari hasil

pembakaran bahan bakar bensin yang mana timbal digunakan sebagai bahan

pencampur guna menaikan bilangan oktan pada bahan bakar agar efisiensi

pembakaran bahan bakar dan daya pelumas dapat meningkat, dengan demikian

daya kerja kendaraan bermotor juga akan meningkat. Pada oktan yang tinggi suara

letupan mesin kendaraan bisa diredam, hal ini akan membuat mesin lebih awet

dan kinerjanya menjadi lebih bagus (Palar, 2012).

Dari senyawa timbal yang ditambahkan ke bensin, kurang lebih 70%

diemisikan melalui knalpot dalam bentuk garam anorganik, 1% diemisikan masih

dalam bentuk tetralkil lead dan sisanya terperangkap dalam system exhaust dan

mesin oli (Mukono, 2002). Logam timbal yang keluar dari knalpot akan keluar ke

lingkungan dan mencemari lingkungan. Lingkungan yang dapat tercemari dapat

berupa udara, air, tanah, makanan dan lain-lain.

Makanan jajanan jenis rakik udang yang dijual di Pasar Ulakan Tapakis,

Padang Pariaman berada dalam kondisi terbuka atau tanpa penutup pengaman.

51 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Hal ini akan menyebabkan makanan yang dijajakan di lokasi ini menjadi lebih

rentan terkontaminasi oleh timbal yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor

yang melintas. Selain itu lokasi berjualan yang terlalu dekat dengan jalan raya

juga akan mempengaruhi kadar timbal dalam makanan tersebut.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah:

1.2.1 Penelitian ini tidak melihat hubungan antara faktor-faktor yang

mempengaruhi kontaminasi timbal dengan kandungan timbal pada sampel

rakik udang yang diteliti.

1.2.2 Penelitian ini hanya menggunakan gorengan jenis rakik udang sebagai

sampel penelitian sedangkan pedagang di Pasar Ulakan Tapakis, Padang

Pariaman tersebut menjual banyak jenis gorengan.

1.2.3 Penelitian ini hanya menggunakan Pasar Ulakan Tapakis, Padang

Pariaman sebagai lokasi penelitian sedangkan Pariaman sendiri masih

memiliki banyak titik-titik keramaian lain seperti Pasar Pariaman, Pantai

Gondoriah dan tempat lainnya.

52 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


BAB 6
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 21 sampel rakik

udang yang dijual sekitar Pasar Ulakan Tapakis Padang Pariaman, dapat

disimpulkan:

6.1.1 Seluruh sampel rakik udang yang dijual di Pasar Ulakan Tapakis, Padang

Pariaman positif mengandung logam timbal.

6.1.2 Kadar rata-rata kandungan timbal pada 21 sampel rakik udang yang diteliti

adalah 0,112 ppm. Nilai timbal terendah terdapat pada sampel no. 3

dengan nilai 0,037 ppm dan kadar timbal tertinggi ditemukan pada sampel

no.20 dengan nilai 0,202 ppm

6.1.3 Seluruh sampel yang diteliti memenuhi syarat dan dapat dikonsumsi

karena kandungan timbal masih berada di bawah batas maksimum

cemaran logam yang telah ditetapkan oleh Kepala BPOM RI Nomor

HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 yakni < 0,5 ppm.

6.2 Saran

6.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor-faktor yang

mempengaruhi kandungan timbal dalam makanan jajanan.

6.2.2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seputar kandungan timbal pada

makanan dengan menggunakan jenis sampel yang berbeda.

6.2.3 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek timbal terhadap

kesehatan, terutama pada individu dengan paparan kronik.

53 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


6.2.4 Kepada pedagang agar lebih memperhatikan prinsip higiene dan sanitasi

makanan jajanan, misalnya dengan memberikan penutup pada

dagangannya agar dapat mengurangi kontaminasi dari lingkungan luar.

54 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai