Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

1)

ANALISIS KONSENTRASI Pb BERBAGAI KAWASAN


PERUNTUKAN DI JAKARTA

2)

PENENTUAN KONSENTRASI OKSIDAN PADA UDARA AMBIEN


DENGAN MENGGUNAKAN METODE NEUTRAL BUFFER KALIUM
IODIDA(NBKI) DI SEKITAR FAKULTAS PERTANIAN IPB, DRAMAGA

Dosen Pengampu :
RIFATUL MAHMUDAH, M.Si

Disusun Oleh :
FAWWAZ MUHAMMAD FAUZI
(12630004)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan lingkungan merupakan hal yang sangat
penting

untuk

keselamatan,

segera

kesehatan,

merupakan faktor yang

diselesaikan
dan

karena

kehidupan

menyangkut

manusia.

Udara

penting dalam kehidupan, namun

dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat


industri, kualitas udara telah mengalami perubahan. Udara yang
dulunya segar, kini kering dan kotor, namun sayangnya kita tidak
dapat memilih udara yang kita hirup. Jika terjadi pencemaran
udara yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan
partikel kecil/aerosol) ke dalam udara maka sejak itulah manusia
akan menerima dampak yang ditimbulkan oleh pencemar udara
tersebut.
Salahsatu pencemar udara adalah logam Pb. Sebagian
besar pencemaran Pb di udara berasal dari senyawa Pb-organik,
seperti Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil yang terdapat pada bensin.
Hampir semua Pb-tetraetil diubah menjadi Pb organik dalam
proses pembakaran bahan bakar bermotor dan dilepaskan ke
udara. Selain dari kendaraan bermotor, pencemaran Pb dapat
berasal dari penambangan dan peleburan batuan Pb, peleburan
Pb sekunder, penyulingan dan industri senyawa dan barangbarang yang mengandung Pb, serta incinerator. Sumber Pb
lainnya adalah peleburan Pb, pembakaran batu bara, peleburan
logam, pengolahan senyawa dan manufaktur barang-barang
yang mengandung Pb. Di kawasan Jakarta, sumber dari proses
pengolahan timbal (lead processing) hanya berkontribusi <1%
terhadap polusi 3 udara ambien.

Senyawa

Pb

organik

bersifat

neurotoksik.

Gangguan

kesehatan yang ditimbulkan adalah akibat bereaksinya Pb


dengan gugusan sulfhidril dari protein yang menyebabkan
pengendapan

protein

dan

menghambat

pembuatan

haemoglobin. Timbal dapat menyebabkan kerusakan sistem


syaraf dan masalah pencernaan; sedangkan berbagai bahan
kimia yang mengandung timbal dapat menyebabkan kanker.
Total Pb dalam tubuh yang masuk melalui inhalasi udara
kurang dari 30%. Dari jumlah tersebut 80% melalui saluran
pernafasan dan 5% dari 80% tersebut akan tertinggal dalam
tubuh karena ukuran partikel, bentuk, dan konsentrasinya. Hanya
partikel yang sangat kecil (maksimum berdiameter 2 mikron)
tertinggal dan mengendap di dalam paru-paru. Penyerapan dari
endapan timbal melalui alveoli relatif lebih efisien dan sempurna
(Judosumaryo,

1997).

Peningkatan

kadar

Pb

dalam

darah

sebanyak 10 d/dL akan mengakibatkan penurunan IQ sebesar


2,5 poin pada anak-anak (Anonim,2000).
Cahaya matahari yang datang ke bumi akan disaring dan dipantulkan
sebagiannya oleh ozon, sehingga sinar ultraviolet yang datang ke permukaan bumi
telah sesuai dengan kadar yang dibutuhkan oleh tanaman dan makhluk hidup
lainnya. Namun kegiatan manusia yang mengasilkan gas rumah kaca seperti CO 2,
NH3, dan CFC dapat membuat penipisan lapisan ozon. Kondisi seperti ini tentu
saja akan membuat sinar matahari langsung menuju permukaan bumi.
Ozon harus berada pada lapisan stratosfer bumi, karena apabila ozon
berada di bawah lapisan tersebut akan membawa dampak buruk terhadap
kehidupan makhluk di bumi. Ozon yang berada pada troposfer merupakan salah
satu senyawa yang menyebabkan gas rumah kaca dan menciptakan pemanasan
global, karena panas matahari yang dipantulkan oleh bumi akan dikembalikan lagi
ke bumi sehingga menaikkan suhu secara menyeluruh. Namun kadar O 3 di udara
ambien tersebar tidak merata, konsentrasinya dipengaruhi oleh topografi,
komposisi zat kimia pada lapisan troposfer dan stabilitas udara.

Berdasarkan pada hal tersebut, dilakukan pembahasan


mengenai analisis udara ambien Pb dan O3 untuk mengetahui
paparan Pb dan O3 di udara yang diakibatkan oleh aktivitas
manusia.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui kandungan Pb Udara Ambien di Kawasan
Peruntukan Jakarta.
2. Untuk mengetahui kesesuaian Kandungan Pb Udara di
Kawasan Peruntukan Jakarta terhadap baku mutu Pb Udara
Ambien.
3. Untuk mengetahui kandungan O3 Udara Ambien di Parkiran
Fakultas Pertanian IPB.
4. Untuk mengetahui kesesuaian Kandungan O 3 Udara di Parkiran
Fakultas Pertanian IPB terhadap baku mutu O3 Udara Ambien.

1.3 Rumusan Masalah


1. Berapa kandungan Pb Udara Ambien di Kawasan Peruntukan
Jakarta?
2. Bagaimana kesesuaian Kandungan Pb Udara di Kawasan
Peruntukan Jakarta terhadap baku mutu Pb Udara Ambien?
3. Berapa kandungan O3 Udara Ambien di Parkiran Fakultas
Pertanian IPB?
4. Bagaimana kesesuaian Kandungan O3 Udara di Parkiran
Fakultas Pertanian IPB terhadap baku mutu O3 Udara Ambien?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Timbal (Pb)


2.1.1 Sekilas Tentang Pb
Timbal

(Pb)

termasuk

golongan IVA dalam


mempunyai

nomor

dalam

Sistem
atom

82

kelompok

Periodik

logam

Unsur

berat
kimia,

dengan berat atom 207,2,

berbentuk padat pada suhu kamar, bertitik lebur 327,4 0C dan


memiliki berat jenis sebesar 11,4/l. Pb jarang

ditemukan

di

alam dalam keadaan bebas melainkan dalam bentuk senyawa

dengan molekul lain,misalnya dalam bentuk PbBr2 dan PbCl2.


Gambar 2.1.1.1 Pb dalam Bentuk Padat
Logam

Pb

banyak

digunakan sebagai bahan

pengemas, saluran air, alat-alat rumah tangga dan hiasan.


Dalam bentuk oksida timbal digunakan sebagai pigmen/zat
warna dalam industri kosmetik dan glace serta indusri keramik
yang sebagian diantaranya digunakan dalam peralatan rumah
tangga. Dalam bentuk aerosol anorganik dapat masuk ke dalam
tubuh melalui udara yang dihirup atau makanan seperti sayuran
dan buah-buahan. Logam Pb tersebut dalam jangka waktu

panjang

dapat

terakumulasi

dalam

tubuh

karena

proses

eliminasinya yang lambat. Setiap liter bensin dalam angka oktan


87 dan 98 mengandung 0,70g senyawa Pb Tetraetil dan 0,84g
Tetrametil

Pb.

Setiap

satu liter bensin yang dibakar jika

dikonversi akan mengemisikan 0,56g Pb yang dibuang ke udara


(Librawati, 2005).
2.1.2 Bahaya Pb bagi Kesehatan
Logam Pb yang terkandung dalam bensin ini sangatlah
berbahaya, sebab pembakaran bensin akan mengemisikan 0,09
gram timbal tiap 1 km. Bila di Jakarta, setiap harinya 1 juta
unit kendaraan bermotor yang bergerak sejauh 15 km akan
mengemisikan 1,35 ton

Pb/hari.

Efek yang

ditimbulkan tidak

main-main. Salah satunya yaitu kemunduran IQ dan kerusakan


otak yang ditimbulkan dari emisi timbal ini. Pada orang dewasa
umumnya ciri -ciri keracunan timbal adalah pusing, kehilangan
selera, sakit kepala, anemia, sukar tidur, lemah, dan keguguran
kandungan.

Selain

itu

timbal

berbahaya

mengakibatkan perubahan bentuk

dan

karena

ukuran

sel

dapat
darah

merah yang mengakibatkan tekanan darah tinggi.


Logam Pb yang mencemari udara terdapat dalam dua
bentuk, yaitu dalam bentuk gas dan partikel-partikel. Gas timbal
terutama berasal dari pembakaran bahan aditif bensin dari
kendaraan bermotor

yang

terdiri

dari

tetraetil

Pb dan

tetrametil Pb. Partikel-partikel Pb di udara berasal dari sumbersumber lain seperti pabrik-pabrik

alkil Pb

dan

Pb- oksida,

pembakaran arang dan sebagai- nya. Polusi Pb yang terbesar


berasal dari pembakaran bensin, dimana dihasilkan berbagai
komponen Pb, terutama PbBrCl dan PbBrCl.2PbO (Fardiaz, 1992).
Emisi Pb ke udara dapat berupa gas atau partikel sebagai
hasil samping pembakaran yang kurang sempurna dalam mesin
kendaraan

bermotor.

Semakin

kurang

sempurna

proses

pembakaran

dalam

mesin

kendaraan bermotor, maka

semakin banyak jumlah Pb yang akan di emisikan ke udara.


Senyawa yang terdapat dalam kendaraan bermotor yaitu PbBrCl,
PbBrCl.2PbO, PbCl2, Pb(OH)Cl, PbBr2, dan PbCO3.2PbO, diantara
senyawa tersebut PbCO3.PbO merupakan

senyawa

yang

berbahaya bagi kesehatan. Gambar 2-1 menunjuk- kan alur


pajanan Pb dalam lingkungan.
Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air dan
makanan. Tetraethyl lead

(TEL),

yang

merupakan

bahan

logam timah hitam (timbal) yang ditambahkan ke dalam bahan


bakar berkualitas rendah untuk menurunkan nilai oktan. Pb
organik diabsorbsi terutama melalui saluran pencernaan dan
pernafasan

dan

merupakan

tubuh.Selain itu mangan

sumber

pada

MMT

Pb
dan

utama

di

dalam

karsiogenik pada

MTBE (bahan aditif pada bensin selain TEL yang menghasilkan


zat berbahaya bagi tubuh) (Anonim, 2010).
Menurut Winarno (1993), Pb merupakan racun syaraf
(neuro toxin) yang bersifat kumulatif, destruktif dan kontinu pada
sistem haemofilik, kardio- vaskuler dan ginjal. Anak yang telah
menderita tokisisitas timbal cenderung menunjukkan gejala
hiperaktif,

mudah

bosan,

mudah

terpengaruh,

sulit

ber-

konsentrasi terhadap lingkungannya termasuk pada pelajaran,


serta akan mengalami gangguan pada masa dewasanya nanti
yaitu anak menjadi lamban dalam berfikir, biasanya orang akan
mengalami

keracunan

timbal

bila ia mengonsumsi timbal

sekitar 0,2 sampai 2mg/hari. Berikut dampak logam Pb pada


kesehatan:
a. Sistem Syaraf dan Kecerdasan
Efek Pb terhadap sistem syaraf telah diketahui, terutama
dalam studi kesehatan kerja dimana pekerja yang terpajan kadar

timbal yang tinggi dilaporkan menderita gejala kehilangan nafsu


makan, depresi, kelelahan, sakit kepala, mudah lupa, dan
pusing. Efek timbal terhadap kecerdasan anak memiliki efek
menurunkan IQ bahkan pada tingkat pajanan rendah. Studi lebih
lanjut menunjukkan bahwa kenaikan kadar timbal dalam darah di
atas 20 g/dl dapat mengakibatkan penurunan IQ sebesar 2-5
poin.
b. Efek Sistemik
Kandungan Pb dalam darah yang terlalu tinggi (toksitas
Timbal yakni di atas 30 ug/dl) dapat menyebabkan efek sistemik
lainnya adalah gejala gastro- intestinal. Keracunan timbal dapat
berakibat

sakit

anoreksia,

dan

perut,

konstipasi,

kehilangan

berat

kram,
badan.

mual,
Pb

muntah,

juga

dapat

meningkatkan tekanan darah. Intinya timbal ini dapat merusak


fungsi organ.
c. Efek Terhadap Reproduksi
Pajanan

Pb

pada

wanita

di

masa

kehamilan

telah

dilaporkan dapat memperbesar resiko keguguran, kematian bayi


dalam kandungan, dan kelahiran prematur. Pada laki-laki, efek
Pb antara lain menurunkan jumlah sperma dan meningkatnya
jumlah sperma abnormal.

d. Pada Tulang
Pada tulang, ion Pb2+

logam ini mampu menggantikan

keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan


tulang. Konsumsi makanan tinggi kalsium akan mengisolasi
tubuh dari paparan Pb yang baru.
Badan pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)
Propinsi Jabar bulan Mei 2008 telah memantau konsentrasi Pb

khususnya dalam darah manusia yang ditunjukkan dalam


gambar dibawah ini.

Gambar

tersebut

menunjukkan

hasil

pengukuran

konsentrasi Pb dalam darah, yang diambil dari sampel beberapa


siswa Sekolah Dasar (SD) di kota Bandung. Dari kedua gambar
tersebut
ambil

diketahui bahwa sebagian besar siswa SD yang di

sampel

melebihi
merupakan

darahnya

menunjukkan

konsentrasi

yang

ambang batas Pb yaitu 10ug/dl. Hal ini tentunya


masalah

yang

sangat

memprihatinkan

dan

hendaknya menjadi perhatian serius dari PEMDA serta semua


anggota masyarakat.
2.1.3 Peraturan Pemerintah mengenai Baku Mutu Pb di
Udara
Baku

mutu

lingkungan adalah

batas

kadar

yang

diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di


lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap
makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya.
Menurut pengertian secara pokok, baku mutu adalah
peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan yang berisi
spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang boleh dibuang atau
jumlah kandungan yang boleh berada dalam media ambien.
Secara objektif, baku mutu merupakan sasaran ke arah mana
suatu pengelolaan lingkungan ditujukan. Kriteria baku mutu
adalah kompilasi atau hasil dari suatu pengolahan data ilmiah
yang akan digunakan untuk menentukan apakah suatu kualitas
air atau udara yang ada dapat digunakan sesuai objektif
penggunaan tertentu.
Untuk
lingkungan

mencegah
oleh

terjadinya

berbagai

aktivitas

pencemaran

terhadap

industri

aktivitas

dan

manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran


lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan.
Berdasarkan Peraturan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tanggal 26 Mei 1999, dijelaskan
bahwa Baku Mutu Kandungan Pb dalam Udara ambien adalah
sebesar 2 g/Nm3.
2.1.4 Metode Analisis Pb di Udara

10

Untuk menganalisis kandungan Pb di Udara, dilakukan


dengan metode destruksi basah menggunakan Spektroskopi
Serapan Atom (SSA) sesuai dengan SNI 19-7119.4-2005.
Pengambilan sampel Timbal digunakan instrumen berupa
High Volume Air Sampler. Prinsip kerja alat ini adalah udara
dihisap melalui filter didalam shelter dengan menggunakan
pompa vakum laju alir tinggi sehingga partikel terkumpul di
permukaan filter. Jumlah partikel yang terakumulasi dalam filter
selama periode waktu tertentu dianalisis secara gravimetri. Laku
alir dipantau saat periode pengujian. Hasilnya ditampilkan dalam
bentuk satuan massa partikulat yang terkumpul per satuan
volum contoh uji udara yang diambil sebagai g/m 3. Berikut

adalah gambar alat HVAS :


a) Langkah langkah pengambilan sampel
1)

Alat alat pengambilan sampel ditempatkan pada lokasi


yang mempunyai prasarana seperti listrik

2)

Alat pengambilan sampel ditempatkan pada daerah


terbuka

3) Penempatan peralatan berjarak 1 m sampai 5 m dari pinggir


jalan yang akan diambil sampel dan pada ketinggian 5 m
sampai 3 m dari permukaan jalan.

11

4) Ukuran kepadatan lau lintas dari jalan yang akan diambil


sampel

kemudian

dikategorikan

kepadatan

lau

lintas

(<2000, 200010000 dan >10000 kendaraan per hari).


b) Persyaratan penempatan alat yang digunakan untuk pemilihan
lokasi dan titik pengambilan sampel adalah:
1) Di pilih lokasi pengambilan sampel di stasiun roadside.
2) Alat pengambilan sampel ditempatkan pada lokasi yang
alirannya bebas
3) Alat pengambilan sampel ditempatkan pada lokasi yang
tidak berpengaruh oleh peristiwa adsorbs maupun absorpsi.
4) Alat pengambilan sampel ditempatkan pada tempat yang
aman yang terbebas dari pengganggu fisika
5) Menghindari daerah yang rawan kerusuhan, bencana alam
seperti banjir
6) Memperhatikan tipe jalan (lebar, sempit, persimpangan
jalan.

2.2 Ozon/Oksidan (O3)


2.2.1 Sekilas Tentang Oksidan
Oksidan (O3) merupakan senyawa di udara selain oksigen
yang memiliki sifat sebagai pengoksidasi. Oksidan adalah
komponen atmosfer yang diproduksi oleh proses fotokimia, yaitu
suatu

proses

kimia

yang

membutuhkan

sinar

matahari

mengoksidasi komponen-komponen yang tak segera dioksidasi


oleh oksigen. Senyawa

yang

terbentuk

merupakan

bahan

pencemar sekunder yang diproduksi karena interaksi antara


bahan pencemar primer dengan sinar (Mukhlis, 2009).

12

Hidrokarbon merupakan komponen yang berperan dalam


produksi oksidan fotokimia. Reaksi ini juga melibatkan siklus
fotolitik NO2. Salah satu polutan sekunder yang dihasilkan dari
reaksi hidrokarbon dalam siklus ini adalah ozon (Mukhlis, 2009).
Ozon merupakan salah satu zat pengoksidasi yang sangat
kuat setelah fluor, oksigen dan oksigen fluorida (OF2). Meskipun
di alam terdapat dalam jumlah kecil tetapi lapisan lain dengan
bahan pencemar udara Ozon sangat berguna untuk melindungi
bumi dari radiasi ultraviolet (UV-B). Ozon terbentuk diudara pada
ketinggian 30 km dimana radiasi UV matahari dengan panjang
gelombang 242 nm secara perlahan memecah molekul oksigen
(O2) menjadi atom oksigen tergantung dari jumlah molekul O2
atom-atom

oksigen

secara

cepat

membentuk

ozon.

Ozon

menyerap radiasi sinar matahari dengan kuat di daerah panjang


gelombang 240-320 nm. Absorpsi radiasi elektromagnetik oleh
ozon didaerah ultraviolet dan inframerah digunakan dalam
metode-metode analitik (Wilson, 2013).
2.2.2 Bahaya Oksidan Bagi Kesehatan
Oksidan fotokimia masuk kedalam tubuh dan pada subletal
yang dapat mengganggu proses pernafasan normal, selain itu
oksidan

fotokimia

juga

dapat

menyebabkan

iritasi

mata.

Beberapa gejala yang dapat diamati pada manusia yang diberi


perlakuan kontak dengan ozon, sampai dengan kadar 0,2 ppm
tidak ditemukan pengaruh apapun, pada kadar 0,3 ppm mulai
terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan. Kontak dengan Ozon
pada kadar 1,03,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang yang
sensitif dapat mengakibatkan pusing berat dan kehilangan
koordinasi.
Pada kebanyakan orang, kontak dengan ozon dengan kadar
9,0 ppm selama beberapa waktu akan mengakibatkan edema
pulmonari.

Pada

kadar

di

udara

ambien

yang

normal,

13

peroksiasetilnitrat

(PAN)

dan

Peroksiabenzoilnitrat

(PbzN)

mungkin menyebabkan iritasi mata tetapi tidak berbahaya bagi


kesehatan. Peroksibenzoilnitrat (PbzN) lebih cepat menyebabkan
iritasi mata (Departemen Kesehatan, 2005).
Selain dampak terhadap kesehatan manusia, oksidan juga
dapat berdampak terhadap kesehatan lingkungan. Dampak yang
terjadi pada ekosistem adalah terganggunya atau bahkan
putusnya rantai makanan pada tingkat konsumen di ekosistem
perairan karena penurunan jumlah fitoplankton.
Woodwell

(1970)

merangkumkan

pengaruh

pencemar

oksidan atmosfer terhadap ekosistem sebagai berikut ini :


a) Menghilangnya spesies yang peka
b) Pengurangan diversitas dan jumlah spesies
c) Hilangnya tanaman overstorey tanaman kecil penyokong
d) Penguragan bahan organik pada tanaman pangan

yang

menyebabkan berkurangnya zat-zat makanan didalam


sistem tersebut
e) Meningkatkan hama serangga dan beberapa penyakit.
2.2.3 Peraturan Pemerintah mengenai Baku Mutu Oksidan
di Udara
Seperti halnya baku mutu Pb di udara, baku mutu Oksidan
di udara juga diatur dalam Berdasarkan Peraturan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tanggal 26
Mei 1999, dijelaskan bahwa Baku Mutu Kandungan Pb dalam
Udara ambien adalah sebesar 2 g/Nm3.
.
2.2.4 Metode Analisis Oksidan di Udara

14

Untuk
dilakukan

menganalisis
dengan

neutral

kandungan
buffer

Oksidan

kalium

di

Udara,

iodida

(NBKI)

menggunakan spektrofotometer sesuai dengan SNI 19-7119.82005.

15

BAB III
METODOLOGI

3.1 Analisis Konsentrasi Pb berbagai Kawasan Peruntukan


Jakarta
3.1.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilakukan pada bulan SeptemberDesember
2004 di 8 lokasi kawasan peruntukan Provinsi DKI Jakarta dan
Laboratorium

Udara

Pusat

Sarana

Pengendalian

Dampak

Lingkungan-KLH, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang.


3.1.2 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Simple
Active Sampler (SAV), Timbangan Analitik, X-Ray Fluorosence
(XRF), filter PTFE 0,8m, 25mm, pompa udara, dry gas meter,
termometer, three-way cock serta pelindung sampel (sampler
shelter) dan stopwatch.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Standard
Refference Material (SRM) 1648 Urban Air Pollution dengan
konsentrasi yang dibuat masing-masing 100g, 200g, 300g,
300g, 400g, dan 500g
3.1.3 Cara Kerja
3.1.3.1 Sampling
Dirangkai dan dipreparasi 8 alat Simple Active Sampler
(SAV) dengan setting laju alir 67 Lpm dan dipasang filter PTFE
0,8m, 25mm pada SAV). Kemudian, ditempatkan SAV di 8
Lokasi yang berbeda. Setelah diletakkan di 8 titik lokasi,
dibiarkan selama 1 minggu dan diatur waktunya dengan

16

menggunakan stopwatch. Lokasi sampling adalah 8 titik pada


Gambar 3.1.3.1 dan tabel 3.1.3.1.

Gambar 3.1.3.1 Lokasi Sampling

Tabel 3.1.3.1 Lokasi Sampling Sesuai dengan Peruntukannya

3.1.3.2 Analisis Kandungan Pb dengan X-Ray Fluorosence


(X-RF)
Dibuat kurva standar Pb dengan Standard Refference
Material (SRM) 1648 Urban Air Pollution dengan konsentrasi yang
17

dibuat masing-masing 100g, 200g, 300g, 300g, 400g, dan


500g dan meletakkannya pada Filter paper 513 sehingga
didapatkan persen fraksi massa elemen Pb dalam filter standard
sebesar 0.655 0.002.
Sampel Pb yang diukur diekstraksi dari TSP ambient yang
tersaring dalam filter. Untuk mendapatkan konsentrasi TSP,
sampel ditimbang dengan timbangan analitis (microbalance).
Kemudian dianalisis Pb menggunakan X-Ray Fluorescence (XRF).

3.2 Penentuan Konsentrasi Oksidan Pada Udara Ambien


dengan Menggunakan Metode (NBKI) di sekitar Fakultas
Pertanian IPB, Dramaga
3.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian

ini

dilakukan

pada

12

Januari

2010

di

Laboratorium Kualitas Udara IPB di parkiran Fakultas Pertanian


IPB.
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam mendukung penelitian ini
meliputi Midget Impinger, pompa vakum, Flowmeter, gelas piala,
pipet volumetric (1ml, 2ml, 5ml, dan 10ml), ball pipet, labu
erlenmayer asah bertutup, spektofotometer UV-Vis, kuvet, dan
thermometer.
3.2.3 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan
standar iod, dan larutan penyerap oksidan.
3.2.4 Cara Kerja
3.2.4.1 Sampling

18

Dalam pengambilan sampling di lapangan, botol impinger


diisi dengan 10 ml larutan penyerap. Kemudian botol tersebut
dihubungkan dengan selang silikon bersama labu Erlenmeyer
asah tertutup yang telah diisi dengan arang aktif. Arang tersebut
berfungsi untuk menangkap uap yang dialirkan ke dalam botol.
Setelah itu, rangkaian dihubungkan pada flow meter dan pompa
vakum

dengan

kecepatan

aliran

udara

0.7875

l/menit.

Pemompaan tersebut dilakukan selama 30 menit. Dimatikan


pompa setelah 30 menit.
3.2.4.2 Pengujian Sampel
Larutan

Penyerap

diukur

absorbansinya

dengan

menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang


352 nm.
3.2.4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Adisi Standar
Pada kalibrasi sampel digunakan metode Adisi Standar,
yakni dilakukan dengan memasukkan masing-masing 0.0 ml; 0.5
ml; 1.0 ml; 1.5 ml; 2.0 ml dan 3.0 ml larutan pada labu
erlenmayer dengan menggunakan pipet volumetrik.

Kemudian

larutan tersebut ditambahkan larutan penyerap hingga volume


10

ml.

Setelah

30

menit

ukur

absorbansi

tiap

larutan

menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 352


nm. Buat kurva kalibrasi antara absorbansi dan konsentrasi
oksidan. Kemudian plotkan nilai absorbansi sampel ke dalam
kurva kalibrasi untuk memperoleh nilai konsentrasi oksidan.
3.2.4.4 Analisis Hasil
Data kurva kalibrasi dan data sampel digabungkan untuk
mengetahui

konsentrasi

oksidan

dengan

prosedur

analisa

perhitungan. Tahap pertama dalam perhitungan yang dilakukan


yaitu menentukan nilai koreksi aliran udara dengan bantuan
rumus :

19

Qc=Qs .

Tr
Ta

(Persamaan 1)

Setelah nilai Qc diperoleh, dapat ditentukan volume sampel


udara dengan rumus :

V =Qc . t

(Persamaan 2)

Kemudian, untuk mencari nilai volume udara pada 25o C


dengan tekanan P sebesar 760 mmHg dengan persamaan berikut
:

Vr=V .

P
298
.
760 Tr +273

(Persamaan 3)

Untuk membuat kurva kalibrasi, maka nilai konsentrasi


larutan standar harus diketahui dengan menggunankan rumus :

Ca. Va=Cb . Vb

(Persamaan 4)

Penentuan konsentrasi NH3, sebelumnya membutuhkan


nilai b yaitu jumlah NH3 pada sampel yang diperoleh dari kurva
kalibrasi dengan rumus :

O 3=

a
x 25
Vr

(Persamaan 5)

20

Dimana Qs adalah koreksi laju aliran udara(L/menit), Qc


adalah laju aliran udara sampling(l/menit), Tr adalah temperatur
ruang saat pengukuran(K), Ta adalah temperatur alat(K), t adalah
lamanya sampling(menit), V adalah volume sampel udara(l), Vr
adalah volume sampel udara pada 25 o C, 760 mmHg(m3). Nilai
konsentrasi NH3 yang di dapat kemudian dibandingkan dengan
acuan baku mutu PP No. 41 tahun 1999.

21

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Konsentrasi Pb berbagai Kawasan Peruntukan
Jakarta
Hasil pengukuran dalam 4 bulan pengukuran, konsentrasi
TSP dan Pb dikelompokkan berdasarkan fungsi peruntukan lahan
pada Gambar 4.1.1 dan 4.1.2 Pada gambar 4.1.1 dapat dilihat
bahwa konsentrasi TSP yang melebihi batas baku mutu selama 4
bulan pengukuran yakni, sport center pada bulan September dan
November (98.6 g/m3 dan 96.52 g/m3), roadside semua
melebihi yakni 107.22-127.16 g/m3, dan industri pada bulan
September, Oktober dan November (142.31 g/m3, 102.83 g/m3
dan 123.l6 g/m3).
Tingginya konsentrasi TSP di daerah sportcenter Senayan
diakibatkan oleh daerah sekitarnya yang padat lalu lintas
walupun. Kendaraan cukup banyak mengemisikan partikulat.
Pembakaran 1000 L bahan bakar kendaraan menghasilkan 0,4 kg
partikulat (Anonim, 2000). Emisi TSP di wilayah industry secara
insidentil menghasilkan konsentrasi TSP ambien yang cukup
tinggi terutama di bulan September. Bisa jadi pada bulan-bulan
ini beban kerja industri sedang mencapai maksimum. Industri
merupakan penyumbang TSP terbesar ketiga setelah tanah dan
kendaraan bermotor (JICA, 1997).

22

Gambar 4.1.1 Konsentrasi TSP di Berbagai Peruntukan

Gambar 4.1.2 Konsentrasi Pb di Berbagai Peruntukan

Berbeda dengan TSP, Gambar 4 menunjukkan bahwa di


daerah pemukiman terjadi peningkatan konsentrasi Pb, walaupun
masih jauh di bawah baku mutu udara ambien (2 g/m3).
Kompleks perumahan bisa jadi menjadi daerah emiter Pb melalui
pembakaran. Hasil pengukuran rata-rata Pb untuk tahun 2004
adalah lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini
disebabkan makin menurunnya konsentrasi TEL dalam bahan
bakar, dari 1.5 cc TEL/USG menjadi 0 cc TEL/USG pada tahun
2001 (Pertamina, 2004).

23

Secara umum konsentrasi TSP dari bulan September


sampai Desember menunjukkan gejala penurunan. Hal ini bisa
disebabkan karena hujan (wash out). Polutan di atmosfer di bulan
Desember yaitu 138.1 mm lebih tinggi dibandingkan dengan
September yang hanya 28.6 mm. Di sisi lain konsentrasi Pb
sedikit terpengaruh dengan curah hujan seperti ditunjukkan
dalam grafik logaritmik di Gambar 5. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa partikel Pb dalam TSP tidak terlalu dipengaruhi
oleh adanya wash-out oleh hujan. Hal ini dapat disebabkan
karena pada dasarnya wash-out tidak berpengaruh pada partikel
yang diameternya lebih kecil dari 1m. Sedangkan partikel Pb
sendiri bervariasi dan mencapai diameter puncaknya hingga
2,5m (Nevers, 2000).

Gambar 4.1.3 Hubungan Konsentrasi Pb dengan Curah Hujan

Bila ditinjau hubungan Pb-TSP seperti terlihat dalam


Gambar

tentang

rasionya,

peruntukan

perumahan

menunjukkan rasio yang tinggi. Ini mengindikasikan proporsi Pb

24

dalam konsentrasi di daerah pemukiman adalah paling besar


dibanding peruntukan lain. Hal ini disebabkan oleh beragamnya
sumber

Pb

di

daerah

pemukiman.

Kawasan

Lebak

Bulus

merupakan kawasan yang relatif campuran walaupun didominasi


pemukiman. Berbagai aktivitas (transportasi, industri) serta debu
tanah di kawasan tersebut diprediksi memperkaya kandungan Pb
di TSP. Hal ini didukung oleh sebaran angin pada saat sampling
yang relative terdispersi seperti dalam Gambar 7. Kecepatan
rata-rata angin juga rendah yaitu 2.06m/dtk. Angin dominan
banyak bertiup dari arah Utara dan Barat Daya dan sebagian
kecil berasal dari arah Barat.
Secara umum kawasan peruntukan roadside, rekreasi dan
industri menunjukkan korelasi kuat antara konsentrasi Pb dan
TSP (Tabel 3). Jadi bila di kawasan-kawasan tersebut memiliki
konsentrasi TSP yang tinggi, maka dapat diprediksi bahwa
kandungan Pb-nya juga tinggi.

Gambar 4.1.4 Rasio Pb terhadap TSP di Berbagai Peruntukan

25

Secara umum konsentrasi Pb dari tahun ke tahun makin


menurun seiring dengan mulai diberlakukannya bensin tanpa
timbal sejak Juli 2001 (Tabel 2).

Tabel 4.1.1 Pengukuran Konsentrasi Pb di DKI Jakarta

Di Amerika Serikat, leaded phase out (bensin tanpa timbal)


sudah dimulai sejak pertengahan tahun 1970, demikian juga
dengan beberapa negara lain yaitu antara tahun 1980 dan 1990.
Indonesia

merupakan

Negara

terakhir

di

ASEAN

yang

menerapkan pemakaian unleaded gasoline.

Gambar 4.1.5. Bunga Angin Selama Sampling

Tabel 4.1.2 Hubungan antara Pb-TSP

26

4.2 Penentuan Konsentrasi Oksidan Pada Udara Ambien


dengan Menggunakan Metode (NBKI) di sekitar Fakultas
Pertanian IPB, Dramaga
Oksidan fotokimia adalah polutan primer berupa NOx dan
hidrokarbon (HC) yang banyak dilepaskan dari pabrik dan
kendaraan bermotor. Setelah menerima sinar matahari akan
mengalami reaksi fotokimia berubah menjadi polutan sekunder
berupa ozon. Ozon merupakan salah satu bentuk alotrop dari
oksigen dengan rumus molekul O3. Ozon memiliki bau yang
menusuk dan dapat dikenal pada konsentrasi yang rendah yaitu
0,02 ppm (Wilson, 2013).
Penelitian

kali

ini

yaitu

mengukur

atau

menentukan

konsentrasi oksidan total di udara ambien dengan menggunakan


metode Neutral Buffer Kalium Iodida (NBKI). Metode NBKI
dilakukan dengan mengabsorbsi larutan KI 1% dalam senyawa
fosfat

dan

selanjutnya

menghasilkan
diukur

nilai

I2

berwarna

absorbansi

kuning

dengan

muda

yang

menggunakan

spektofotometer pada panjang gelombang 352 nm. Pengambilan


sampel pada penelitian ini dilakukan di sekitar parkiran Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor dengan menggunakan midget
impinjer untuk mendapatkan data awal. Berikut adalah data hasil
pengukuran yang diperoleh dari sampling:

27

Tabel 4.2.1 Data Awal Hasil Pengukuran


Lama sampling (t)
Suhu ruang (Tr)
Suhu alat (Ta)
Tekanan udara (P)
Kecepatan aliran

30 menit
32.5 oC
31.875 oC
760 mmHg
0.7875 liter/menit

udara (Qs)
Berdasarkan data pada tabel 1 maka dapat ditentukan
besar konsentrasi oksidan total yang terdapat di sekitar parkiran
Fakultas Pertanian. Penentuan konsentrasi tersebut dilakukan
dengan analisis perhitungan. Namun sebelumnya dibuat larutan
standar pada oksidan dengan lima kondisi, yaitu 0.0 ml; 1.0 ml;
1.5 ml; 2.0 ml; dan 3.0 ml larutan standar iod. Kemudian kelima
larutan tersebut diukur absorbansinya dengan menggunakan alat
spektofotometer. Pengukuran absorbansi juga dilakukan pada
sampel yang didapat selama 30 menit. Berikut hasil pengukuran
nilai absorbansi tersebut:

Tabel 4.2.2 Jumlah g oksidan(Cb) pada volume yang telah


ditentukan (Vb) yang diambil dari volume larutan standar oksidan
(Va)
Larutan

Va

Vb

Ca

Cb

Standar

(ml)

(ml)

(g)

(g)

0.5

0.04

0.061

0.08

0.169

1.5

0.12

0.212

0.16

0.281

0.24

0.42

samp
el

10

0.8

Absorbansi

0.025

28

Pada tabel 2 didapat nilai absorbansi yang semakin tinggi


dari larutan standar 1 hingga 6. Hal ini dapat terjadi karena
semakin banyaknya larutan iod yang ditambahkan maka nilai
absorbansinya akan semakin besar. selain itu dapat berpengaruh
juga pada nilai konsentrasi oksidan yang semakin tinggi. Berikut
adalah kurva kalibrasi antara absorbansi dengan jumlah oksidan
(g) yang didapat dari data tabel 2, dimana jumlah oksidan (g)
sebagai sumbu x dan nilai absorbansi larutan sebagai sumbu y.

0.5
0.4

f(x) = 1.75x + 0
R = 0.99

0.3
Absorbansi

0.2
0.1
0
0

0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3


Cb

Grafik 4.2.1 Kurva kalibrasi hubungan absorbansi dengan jumlah


oksidan (Cb)

Pada kurva kalibrasi di atas didapat persamaan garis y =


1.747x+0.004, dengan persamaan ini maka akan didapat nilai a
untuk perbandingan pada volume sampel udara 0.012

g , yakni

melalui perhitungan berikut :

= 1.747x+0.008

0.025-0.004 = 1.747x

29

1.747x

= 0.021

0.021
= 0.012
1.747

Berdasarkan udara sampling yang telah terserap pada alat


midget impinjer maka dapat ditentukan konsentrasi oksidan di
udara melalui proses analisis perhitungan dengan beberapa
tahap. Tahap pertama ditentukan nilai pengoreksian laju aliran
udara melalui perhitungan berikut :
Qc = Qs x

Tr
Ta

= 0.7875/menit x

32.50 C
0
31.875 C

= 0.802 l /menit

Tahap kedua dilakukan penentuan volume sampel udara


dengan perhitungan berikut:
V = Qc x t
= 0.802/ menit x 30 menit = 24.088 l = 0.024088 m 3

Kemudian ditentukan volume udara pada 25 C, 760 mmHg


melalui perhitungan :

Vr=V x

P
298
x
760 T+273

30

=0.024088 m x

=0.02349 m

760 mmHg 298


x
760 mmHg 32.50 C+273

Sehingga

didapatkan

konsentrasi

oksidandengan

perhitungan berikut: untuk pengujian selama satu jam sebagai


berikut:

konsentrasi=

( mg ) = 0.012
0.023496
3

=0.5116 g/m 3

Berdasarkan nilai konsentrasi di atas, ditentukan pula


konsentrasi dengan estimasi waktu pengujian selama satu jam
melalui perhitungan berikut:

C2 = C1

t1
t2

()

0.185

C2 =0.5116 g/ m 3

30
60

0.185

( )

C2 =0.4492 g/ m 3

O3 =16 N2
O3 =16 0.05

31

O3 =0.9

Berdasarkan PP No.41 Tahun 1999, nilai ambang batas


konsentrasi oksidan (O3) di udara ambien yaitu 235 g/Nm3,
sedangkan hasil pengukuran dan penentuan konsentrasi oksidan
sampel menunjukkan bahwa konsentrasi oksidan di tempat
parkiran Fakultas Pertanian berada di bawah ambang batas.
Dengan demikian, kondisi udara tempat parkir Fakultas Pertanian
dikategorikan belum tercemar senyawa oksidan. Hal ini dapat
terjadi

karena

daerah

parkiran

Fakultas

Pertanian

Institut

Pertanian Bogor tidak berada di sekitar daerah industri serta


daerah

kegiatan

pembakaran

sampah,

sehingga

hanya

menghasilkan gas NO2 dan NO sangat rendah di troposfer. Pada


umumnya semakin rendah konsentrasi NO2 dan NO di troposfer,
maka laju pembentukan O3akan semakin rendah, begitu juga
sebaliknya.

32

BAB V
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kandungan Pb di 8 Kawasan Peruntukan di Jakarta dalam 4
bulan

pengamatan

tertinggi

terdapat

mengalami
pada

naik

Peruntukan

turun.

Kandungan

roadside

pada

Pb

bulan

September, yakni mencapai kadar 0,0730 g/m3. Sedangkan


yang

terendah

terdapat

pada

roadside

pula

pada

bulan

Desember, yakni sebesar 0,0040 g/m3.


Kandungan Pb di setiap Kawasan Peruntukkan Jakarta
masih dibawah ambang batas baku mutu Pb Udara sesuai
Peratuaran Pemerintah Indonesia No. 41 tahun 1999.
Kandungan Oksidan Udara di Area Parkiran Fakultas
Pertanian IPB, Dramaga adalah sebesar 0,4492 g/Nm3.
Kandungan Oksidan di Area Parkiran Fakultas Pertanian IPB
masih dibawah ambang batas baku mutu Oksidan Udara sesuai
Peratuaran Pemerintah Indonesia No. 41 tahun 1999.

33

DAFTAR PUSTAKA

Arian, dkk. 2016. PENENTUAN KONSENTRASI OKSIDAN PADA


UDARA AMBIEN DENGAN METODE NEUTRAL BUFFER
KALIUM

IODIDA

SPEKTROFOTOMETER.

(NBKI)
Jurusan

MENGGUNAKAN

Teknik

Lingkungan

FALTL Universitas Trisakti


BSNI. SNI 19-7119.4-2005. Udara ambien Bagian 4: Cara uji
kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah
menggunakan spektrofotometer serapan atom
BSNI. SNI 19-7119.8-2005. Udara ambien Bagian 8: Cara uji
kadar oksidan dengan metoda neutral buffer kalium
iodida (NBKI) menggunakan spektrofotometer
Dessy Gusnita. 2012. PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (PB)
DI

UDARA

DAN

UPAYA

PENGHAPUSAN

BENSIN

BERTIMBAL. Berita Dirgantara Vol. 13 No. 3 September


2012:95-101
Huboyo, HS, dkk. 2006. ANALISIS KONSENTRASI Pb BERBAGAI
KAWASAN PERUNTUKAN DI Jakarta. Jurnal Teknologi
Lingkungan, Vol. 3, No. 1, Juni 2006: 12 - 20
PP RI No. 41 tahun 1999. Baku Mutu Udara Ambien dan Sumber
Emisi Tidak Bergerak di Indonesia.
Prolabir.2013. Laporan Pemantauan Kualitas Udara Tahun 2013.
Yusvalina, dkk. ANALISIS RESIKO CEMARAN Pb AKIBAT ASAP
PABRIK

TERHADAP

KESEHATAN

PEKERJA

DAN

MASYARAKAT SEKITAR ( Studi Kasus : PT. Inti General


Yaja Steel, Semarang-Jawa Tengah)
Wildan,

Abi.

2015.

http://www.sampling-

analisis.com/2015/10/penentuan-kadar-debu-tsp-dalam-

34

udara.html#.VztP3_mLTDd. Diakses pada tanggal 13


Mei 2016
Wibawa, A. PENENTUAN KONSENTRASI OKSIDAN PADA UDARA
AMBIEN DENGAN MENGGUNAKAN METODE NEUTRAL
BUFFER KALIUM IODIDA(NBKI) DI SEKITAR FAKULTAS
PERTANIAN IPB, DRAMAGA. Bogor. : IPB Press.

35

Anda mungkin juga menyukai