Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Timbal (Pb)

2.1.1 Definisi Timbal (Pb)

Timbal atau timah hitam atau Plumbum (Pb) adalah logam berat

yang terjadi secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam

dalam jumlah kecil melalui proses alami. Meskipun timbal terjadi

secara alami dilingkungan, aktivitas antropogenik seperti pembakaran

bahan bakar fosil, penambangan dan manufaktur berkontribusi penting

pada ketersediaan timbal yang cukup tinggi dimuka bumi ini. Dimana

logam berat timbal salah satu bahan pencemar utama saat ini. Hal ini

bisa terjadi karena sumber utama pencemaran timbal adalah dari emisi

gas buang kendaraan bermotor selain itu timbal juga terdapat dalam

limbah cair industri yang pada proses pembuatan atau produksinya

menggunakan timbale (Hertika, 2019).

Gambar 2.1 Logam (Pb) (Jufri, 2019)

8
2.1.2 Karakteristik Timbal (Pb)

Timbal adalah logam dalam kelompok. IV dan periode 6 dari

tabel periodik unsur kimia dengan nomor atom 82, berat atom 207,2

g/mol, berat jenis 11,4 g/cm3, titik leleh 327,4 0C, dan titik didih 1725
0
C. Secara alami, timbal berwarna biru kelabu, dan biasanya ditemukan

sebagai mineral yang berkombinasi dengan unsur-unsur lain, seperti

belerang (yaitu, Pbs, PbSO4), atau oksigen (PbCO3). Walaupun bersifat

lentur, timbal sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut

dalam air dingin, air panas dan air asam. Timbal dapat larut dalam asam

nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat. Bentuk oksidasi yang paling

umum adalah timbal (II) dan senyawa organometalik yang terpenting

adalah timbal tetra etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML :

tetra methyl lead) dan timbal stearat. Rata-rata konsentrasi Pb pada

tanah lapisan atas adalah 32 mg/kg, dan berkisar dari 10 sampai 67

mg/kg (Handayanto, 2017).

2.1.3 Kegunaan Timbal (Pb)

Timbal banyak digunakan pada aktivitas industri, pertanian,dan

kosmetik. Timbal terdapat dalam 2 bentuk yaitu bentuk inorganik dan

organik. Dalam bentuk inorganik timbal digunakan dalam produksi

baterai timbal-asam, amunisi, produk logam (solder dan pipa), dan

perangkat untuk melindungi sinar-X. Penggunaan timbal tertinggi yakni

pada produksi baterai dengan persentase hampir mencapai 83 persen.

Selanjutnya timbal digunakan dalam produksi amunisi (3,5 persen),

9
disamping itu bentuk-bentuk lain dari persenyawaan timbal juga banyak

digunakan dalam konstruksi pabrik-pabrik kimia, kontainer dan alat-

alat lainnya. Persenyawaan timbal dengan atom N (nitrogen) digunakan

sebagai detonator (bahan peledak). Selain itu timbal juga digunakan

untuk industri cat (PbCrO4), pengkilap keramik (Pb-Silikat), insektisida

(Pb arsenat), pembangkit tenaga listrik (Pb-telurium), (2,6 persen) serta

lembaran-lembaran timah (1,7 persen) (Hertika, 2019).

Dalam bentuk organik timbal (Pb) digunakan dalam bidang

industri perminyakan. Sedangkan alkil timbal (TEL/timbal tetraetil dan

TML/timbal tetrametil) dapat digunakan sebagai campuran bahan bakar

bensin. Fungsinya selain meningkatkan daya pelumasan, meningkatkan

efisiensi pembakaran juga sebagai bahan aditif anti ketuk (anti-knock)

pada bahan bakar yaitu untuk mengurangi hentakan akibat kerja mesin

sehingga dapat menurunkan kebisingan suara ketika terjadi pembakaran

pada mesin-mesin kendaraan bermotor (Soegijanto, 2016).

2.1.4 Metabolisme Timbal (Pb) dalam Tubuh

a. Absorbsi

Paparan timbal (Pb) masuk kedalam tubuh dan akan diabsorbsi

ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan (oral), saluran

pernafasan (inhalasi), dan penetrasi lapisan kulit (dermal). Timbal

yang terhirup saat bernafas sebagian besar akan masuk ke pembuluh

darah dan paru-paru, sebanyak 30-40 % timbal yang diabsorbsi

melalui saluran nafas akan masuk ke dalam aliran darah tergantung

10
pada ukuran partikel, volume nafas, daya larut, variasi faal antar

individu dan akan berikatan dengan darah paru-paru untuk diedarkan

ke seluruh organ dan jaringan tubuh. Absorbsi timbal yang masuk

melalui saluran pernafasan akan dipengaruhi oleh tiga proses yaitu,

deposisi, pembersihan mukosiliar dan pembersihan alveolar

(Cahyani et al., 2016).

Rata-rata 10-30% paparan timbal yang terinhalasi diabsorbsi

melalui saluran cerna dan uap timbal tetra etil diabsorbsi dengan

baik melalui paru-paru. Peningkatan absorbsi timbal menyebabkan

penurunan kadar hematokrit, penurunan jumlah dan pemendekan

masa hidup eritrosit, peningkatan jumlah eritrosit berbintik basofilik,

dan peningkatan jumlah retikulosit (Soegijanto, 2016).

b. Distribusi

Timbal (Pb) Timbal yang terabsorbsi akan didistribusikan ke

sel darah, jaringan lunak dan tulang. Sebanyak 95% timbal diikat

oleh eritrosit dan 5% oleh plasma darah. Sebagian timbal plasma

dapat berdifusi serta diperkirakan dalam keseimbangan pool timbal

lainnya, yang dapat dibagi menjadi 2 yaitu jaringan lunak (sistim

saraf, paru-paru, sumsum tulang, otot, otak, ginjal, jantung, limpa,

hati) serta jaringan keras (rambut, tulang, gigi). Mengeliminasi

separuh kadar timbal (Pb) yang terakumulasi dalam darah diperlukan

waktu 2-3 tahun (Rosita and Widiarti, 2018).

11
c. Ekskresi

Proses ekskresi timbal dapat dilakukan melalui beberapa cara

yaitu melalui saluran cerna dan ginjal. Proses ekskresi timbal melalui

urin sekitar 75-80%, dan melalui feses 15% serta lainnya melalui

keringat, empedu, kuku, dan rambut. Dalam darah timbal yang ada

didalam darah akan diekskresikan setelah 25 hari, timbal yang ada

didalam jaringan akan diekskresikan setelah 40 hari dan timbal yang

ada didalam ditulang akan dieksresikan setelah 25 tahun. Sekresi

timbal pada umumnya berjalan lambat, sehingga menyebabkan

timbal mudah terakumulasi didalam tubuh (Rosita and Mustika,

2019).

2.1.5 Jalur Masuk Timbal (Pb)

a. Melalui sistem pernafasan

Timbal yang terhirup pada saat bernafas sebagian besar akan

masuk melalui pembuluh darah dan melalui paru-paru (pulmones).

Tingkat penyerapan sangat dipengaruhi oleh ukuran dari senyawa

timbal yang ada dan volume udara yang mampu dihirup, apabila

ukuran partikel debu kecil dan volume udara yang dihirup juga besar

maka maka akan semakin besar pula konsentrasi timbal (Pb) yang

diserap oleh tubuh. Timbal yang masuk melalui paru-paru akan

terserap dan berikatan dengan darah paru-paru untuk kemudian

diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh manusia. logam Pb

12
yang terserap oleh darah sebesar 90 % yang akan berikatan dengan

sel darah merah (eritrosit) (Fatimah et al., 2018).

b. Melalui makanan dan minuman

Senyawa timbal (Pb) yang masuk ke dalam tubuh manusia

melalui makanan dan minuman akan diikutkan dalam proses

metabolisme tubuh. Jumlah atau kadar timbal yang masuk bersama

dengan makanan dan minuman masih bisa ditolerir oleh lambung,

karena asam lambung (HCl) mempunyai kemampuan untuk

menyerap keberadaan timbal (Pb), dan pada kenyataannya timbal

dapat lebih banyak dikeluarkan oleh tinja (Feses) (Herman, 2019).

c. Penetrasi pada lapisan kulit

Penyerapan atau penetrasi pada lapisan kulit (dermis) melalui

kulit dapat terjadi karena senyawa timbal (Pb) dapat larut dalam

senyawa minyak dan lemak (lipid) (Herman, 2019).

2.1.6 Toksisitas Timbal (Pb)

Paparan timbal yang berlangsung lama dapat mengakibatkan

gangguan terhadap berbagai sistem organ manusia. Efek pertama pada

keracunan timbal kronis sebelum mencapai target organ adalah adanya

gangguan pada biosintesis heme, jika hal ini tidak segera diatasi maka

akan terus berlanjut memberikan efek negatif pada sistem neurologik

dan efek lainnya pada target organ. Berikut adalah organ-organ tubuh

manusia yang sering menjadi sasaran dan paparan dari keracunan

timbal (Pb) (Niman, 2019).

13
a. Sistem syaraf

Sistem saraf merupakan sistem yang paling sensitif terhadap

daya racun timbal (Pb). Senyawa seperti timbal tetra etil, dapat

menyebabkan keracunan akut pada sistem saraf pusat manusia,

meskipun proses keracunan tersebut terjadi dalam waktu yang cukup

panjang dengan kecepatan penyerapan yang kecil. Penyakit yang

berhubungan dengan otak sebagai akibat dari adanya keracunan

timbal adalah kerusakan pada otak besar, halusinasi, epilepsi, dan

delirium yang sejenis dengan penyakit gula (Ardillah, 2016).

b. Sistem saluran cerna

Kolik usus (spasme usus halus) merupakan gejala klinis yang

paling sering terjadi dari keracunan timbal lanjut, biasanya didahului

dan hampir selalu disertai dengan konstipasi berat. Nyeri terlokalisir

disekitar dan dibawah umbilikus. Tanda paparan timbal (tidak

berkaitan dengan kolik) adalah pigmentasi kelabu pada gusi (“garis-

garis timbal”) (Rosita and Mustika, 2019).

c. Sistem urinaria

Sistem urinaria merupakan proses pemisahan semua bahan

yang dibawa darah ke seluruh sistem tubuh, pada perederannya

darah akan terus masuk ke glomerolus yang merupakan bagian dari

ginjal. Glomerolus merupakan tempat terjadinya proses pemisahan

14
akhir dari semua bahan yang dibawa oleh darah, apakah masih

berguna bagi tubuh atau harus dibuang, termasuk senyawa Pb yang

terlarut dalam darah ke sistem urinaria (ginjal). Ikutnya senyawa

timbal yang terlarut dalam darah ke sistem urinaria (ginjal) dapat

menyebabkan terjadinya kerusakan pada saluran (ginjal). Kerusakan

tersebut terjadi disebabkan oleh terbentuknya intranuclear inclusion

bodies yang disertai dengan membentuk aminociduria, yaitu

terjadinya kelebihan asam amino dalam urine (Rosita and Mustika,

2019).

d. Sistem hematopoietik

Efek keracunan timbal terhadap kesehatan terutama biasanya

terjadi pada sistem hematopoietik (sistem pembentukan sel darah),

adalah menghambat sintesis hemoglobin, memperpendek umur sel

darah merah, dan menurunkan jumlah eritrosit atau sel darah merah.

Menurunya jumlah eritrosit berkonsekuensi terhadap terganggunya

proses hematopoietik didalam sistem peredaran darah dan akan

terjadi penurunan kadar hematokrit dalam darah yang menyebabkan

terjadinya anemia sehingga paparan timbal dapat menyebabkan

hemolisa eritrosit dan menghambat pembentukan hemoglobin.

Akibat dari anemia adalah transportasi sel darah merah akan

terganggu dan jaringan tubuh si penderita anemia akan mengalami

kekurangan oksigen guna menghasilkan energi. Timbal dapat

menyebabkan defisiensi enzim G-6PD dan penghambatan enzim

15
pirimidin-5-nukleotidase. Hal ini dapat menyebabkan turunnya masa

hidup eritrosit dan meningkatkan kerapuhan membran eritrosit

(Rosita and Mustika, 2019).

Gangguan awal pada biosintesis heme belum terlihat adanya

gangguan klinis, gangguan awal timbal hanya dapat terdeteksi

melalui pemeriksaan laboratorium. kadar timbal dalam 10 µg/dL

dapat menghambat aktivasi enzim δ-aminolevulinic acid

dehydratase (ALAD) dalam ertiroblast sumsum tulang dan ertirosit,

hal ini mengakibatkan peningkatan kadar δ-aminolevulinic acid (δ-

ALA) dalam kemih dan serum. Kadar ALAD yang tinggi dapat

menimbulkan neutrotoksik, kadar timbal dalam darah sebesar 40-50

µg/dL dapat menimbulkan gangguan pada sistem hematopoietik,

sedangkan apabila kadar timbal dalam darah jumlahnya sampai 70

µg/dL dapat menyebabkan anemia klinis (Rosita and Mustika, 2019).

Kadar hematokrit pada orang yang mengalami keracunan

timbal (Pb) cenderung berada dibawah nilai normal dan dapat

menjadi anemia. Anemia merupakan keadaan dimana berkurangnya

jumlah eritrosit (sel darah merah) didalam tubuh dari nilai normal

dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk

membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga

pengiriman O2 ke jaringan menurun. Timbal dapat menyebabkan 2

macam anemia, yang sering disertai dengan eritrosit berbintik

basofilik. Dalam keadaan keracunan timbal akut terjadi anemia

16
hemolitik, sedangkan pada keracunan timbal yang kronis terjadi

anemia makrositik hipokromik, hal ini disebabkan oleh menurunnya

masa hidup eritrosit akibat interfensi logam timbal (Pb) dalam

sintesis heme dan juga terjadi peningkatan corproporfirin dalam urin

(Ardillah, 2016).

2.1.7 Faktor yang Mempengaruhi Toksisitas Timbal dalam Darah

2.1.7.1. Faktor Lingkungan

a. Jalur pemaparan (cara kontak)

Timbal (Pb) akan memberikan efek yang berbahaya terhadap

kesehatan bila masuk melalui jalur yang tepat. Orang-orang dengan

sumbatan hidung mungkin juga akan berisiko lebih tinggi, karena

pernapasan lewat mulut mempermudah inhalasi partikel debu yang

lebih besar. Setiap emisi kendaraan, pemaparan akan cenderung

melalui inhalasi karena timbal yang dikeluarkan akan berbentuk

gas (Ardillah, 2016).

b. Dosis dan lama pemaparan

Dosis (konsentrasi) yang besar dan pemaparan yang lama

dapat menimbulkan efek yang sangat berat dan dapat berbahaya.

Sedangkan lamanya seseorang bekerja dalam sehari dapat juga

mempengaruhi paparan timbal (Pb) yang ada didalam darahnya.

Lama pemaparan mempengaruhi kandungan timbal dalam darah,

semakin lama pemaparan akan semakin tinggi kandungan timbale

(Ardillah, 2016).

17
c. Kelangsungan pemaparan

Berat ringan dari efek timbal yang ditimbulkan tergantung

pada proses pemaparan timbal (Pb) tersebut, yaitu pemaparan

timbal secara terus menerus (kontinyu) atau terputus-putus

(intermitten). Pemaparan timbal (Pb) secara terus menerus akan

memberikan efek yang lebih berat dibandingkan pemaparan timbal

secara terputus-putus (Ardillah, 2016).

2.1.7.2. Faktor Manusia

a. Umur

Usia muda pada umumnya lebih peka terhadap aktivitas

timbal, hal ini berhubungan dengan perkembangan organ tubuh dan

fungsinya yang belum sempurna. Sedangkan pada usia tua

kepekaannya lebih tinggi dari rata-rata orang dewasa, biasanya

karena aktivitas enzim biotransformasi yang berkurang dengan

bertambahnya umur dan daya tahan organ tertentu berkurang

terhadap efek timbal. Semakin tua umur seseorang,maka akan

semakin tinggi pula konsentrasi timbal yang terakumulasi pada

jaringan tubuh. Semakin tua umur seseorang akan semakin tinggi

pula konsentrasi Pb yang terakumulasi pada jaringan tubuhnya

(Ardillah, 2016).

b. Jenis Kelamin

Efek toksik timbale (Pb) pada laki-laki dan perempuan

mempunyai pengaruh yang berbeda.Wanita lebih rentan dari pada

18
pria. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan faktor ukuran tubuh

(fisiologi), keseimbangan hormonal dan perbedaan metabolism

(Ardillah, 2016).

c. Lama Kerja

Lamanya seseorang menjalani suatu pekerjaan secara umum

akan mempengaruhi sikap dan tindakan dalam bekerja. Semakin

lama waktu kerja dalam sehari maka akan semakin besar pula

resiko terhadap paparan timbal (Pb) yang dapat mempengaruhi

kesehatan (Ardillah, 2016).

d. Jenis jaringan

Kadar timbal dalam jaringan otak tidak sama dengan kadar

timbal yang ada dalam jaringan paru ataupun dalam jaringan lain.

Timbal yang tertinggal didalam tubuh, baik dari udara maupun

melalui makanan/minuman akan mengumpul terutama di dalam

skeleton (90-95%). Karena menganalisis Pb didalam tulang cukup

sulit, maka kandungan timbal didalam tubuh ditetapkan dengan

menganalisis konsentrasi Pb didalam darah atau urin. Konsentrasi

timbal didalam darah merupakan indikator yang lebih baik

dibandingkan dengan konsentrasi timbal di dalam urin (Ardillah,

2016).

2.1.7.3. Faktor Perilaku

a. Kebiasaan Merokok

19
Rokok mengandung beberapa logam berat seperti Pb, Cd,

dan sebagainya yang membahayakan bagi kesehatan. Konsumsi

rokok setiap harinya akan meningkatkan resiko inhalasi Pb akibat

dari asap rokok tersebut (Ardillah, 2016).

b. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri merupakan alat yang dipakai oleh

pekerja untuk memproteksi dirinya dari kecelakaan yang terjadi

akibat pekerjaannya APD yang dimaksud untuk mengurangi

absorbsi Pb adalah masker. Diharapkan dengan pemakaian APD

ini dapat menurunkan tingkat risiko bahaya penyakit dari paparan

Pb yang dapat diakibatkan oleh pekerjaannya (Ardillah, 2016).

2.1.8 Nilai Ambang Batas Kadar Timbal (Pb)

Menurut Menteri Kesehatan (2002) dalam Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1406/MENKES/SK/IX/2002

dalam (Rosita and Sosmira, 2018) adalah tentang standar pemeriksaan

kadar timah hitam pada specimen biomarker manusia, pengukuran

kadar timbal pada tubuh manusia dapat dilakukan melalui specimen

darah, urin, dan rambut. Berikut pengukuran nilai ambang batas kadar

timbal, antara lain :

a. Spesimen darah

Nilai ambang batas kadar timbal dalam specimen darah pada

orang dewasa normal adalah 10-25 µg/dl.

b. Spesimen Urine

20
Nilai ambang batas kadar timbal dalam spesimen urine adalah

150 µg/ml.

c. Spesimen Rambut

Nilai ambang batas kadar timbal dalam spesimen rambut

adalah

0,007-1,17 mg Pb/100gr jaringan basah.

2.1.9 Analisis Timbal Dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Analisis kadar logam berat seperti Pb, Cu, dan Cd dapat

dilakukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).

Pemilihan metode Spektrofotometri Serapan Atom karena mempunyai

sensitifitas tinggi, mudah, murah, sederhana, cepat, dan cuplikan yang

dibutuhkan sedikit. Analisis menggunakan SSA juga lebih sensitif,

spesifik untuk unsur yang ditentukan, dan dapat digunakan untuk

penentuan kadar unsur yang konsentrasinya sangat kecil tanpa harus

dipisahkan terlebih dahulu. Metode SSA berprinsip pada absorbsi

cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang

gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Rosita and

Widiarti, 2018).

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adalah suatu metode

analisis kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya

dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan

21
bebas. Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasnya elektron dalam

kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi (Nasir, 2019).

Teknik ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metode

spektroskopi emisi konvensional. Selain dengan metode serapan atom,

unsur-unsur dengan ekstitasi rendah dapat juga dianalisis dengan

menggunakan fotometri nyala cocok, akan tetapi, fotometri nyala tidak

cocok untuk unsur-unsur dengan energi eksitasi tinggi. Fotometri nyala

memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 400-800 nm,

sedangkan SSA memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang

200-300 nm (Nasir, 2019).

Kadar timbal (Pb) dalam darah manusia dapat diukur dengan

menggunakan metode analisis Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).

Metode ini digunakan karena mempunyai kepekaan yang sangat tinggi

sehingga mampu mendeteksi adanya logam berat seperti timbal (Pb)

dalam kadar kecil (Rosita and Widiarti, 2018).

2.2 Hematokrit

2.2.1 Definisi Hematokrit (Ht)

Hematokrit (Ht atau Hct) atau dalam bahasa= inggris disebut

packed cell volume (PCV) adalah pemeriksaan untuk menentukan

perbandingan eritrosit terhadap volume darah atau volume eritrosit di

dalam 100 ml, yang ditetapkan dalam satuan % pemeriksaan ini

menggambarkan komposisi eritrosit dan plasma di dalam tubuh

(Nugraha, 2017).

22
Nilai hematokrit adalah volume semua eritrosit dalam 100 ml

darah dan disebut dengan % dari volume darah itu. Nilai hematokrit

yang dinyatakan dalam % adalah sekitar 3 kali kadar hemoglobin (Hb).

pemeriksaan ini menggambarkan komposisi eritrosit dan plasma di

dalam tubuh. Biasanya nilai itu ditentukan dengan mengunakan sampel

darah vena atau sampel darah kapiler (Gandosoebrata, 2010).

Hematokrit darah merupakan persentase darah yang berupa

sel. Makin besar persentase sel dalam darah, maka makin besar

hamatokritnya sehingga makin banyak pergeseran diantara lapisan-

lapisan darah dan pergeseran inilah yang menentukan viskositas

(Heryanita et al., 2018).

2.2.2 Fungsi Hematokrit

Fungsi dilakukan pemeriksaan hematokrit ini untuk mendiagnosa

penyakit seperti polisitemia, anemia, dan keadaan hidrasi abnormal

didalam tubuh (Rosidah and Astuti, 2018).

Seseorang yang mengalami kekurangan darah atau tidak, dapat

diketahui dengan mengukur kadar hematokrit (Ht). Kadar hematokrit

yang kurang dari nilai normal menandakan bahwa didalam tubuh

seseorang mengalami kekurangan darah atau anemia (Heryanita et al.,

2018).

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Hematokrit

a. Umur

23
Kadar hematokrit menurun berdasarkan peningkatan umur

seseorang. Bayi yang baru lahir memiliki kadar hematokrit yang lebih

tinggi dibandingkan anak-anak dan orang dewasa. Kadar hematokrit

terlihat akan menurun pada usia 50 tahun keatas (Malaka and Iryani,

2011).

b. Jenis kelamin

Laki-laki memiliki kadar hematokrit (Ht) yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kadar hematokrit pada perempuan karena

dipengaruhi oleh fungsi fisiologis dan metabolisme laki-laki lebih

aktif dibandingkan dengan perempuan. Kadar hematokrit pada

perempuan lebih mudah menurun diakibatkan karena perempuan

mengalami siklus menstruasi yang rutin setiap bulannya. Pada saat

mengalami menstruasi perempuan banyak kehilangan zat besi (Fe),

oleh karena itu kebutuhan zat besi oleh perempuan lebih banyak dari

pada laki-laki (Malaka and Iryani, 2011).

c. Kebiasaan Merokok

Gas karbon monoksida yang dihasilkan sebatang rokok dapat

meningkatkan kadar karboksi hemoglobin dalam darah. Karbon

monoksida dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan eritrosit

membawa oksigen dalam darah. Bila terdapat kadar CO yang

berlebihan didalam darah, maka kadar oksigen didalam darah akan

menurun. Jadilah hipoksia karena darah kekurangan oksigen. Hal ini

akan menganggu peredaran oksigen didalam darah sehingga juga

24
merupakan salah satu penyebab kekurangan oksigen dalam darah

dimana jika terjadi penurunan kadar oksigen dalam darah dapat

meningkatkan produksi hormon eritroprotei, yang merupakan

stimulasi proses diferensiasi dari sel primitif menjadi eritroblas dan

menyebabkan sumsum tulang meningkatkan kecepatan produksi

eritrosit dan dapat meningkatkan nilai hematokrit (Rosidah and Astuti,

2018).

d. Kebiasaan minum teh dan kopi

Kebiasaan minum teh dan kopi sudah menjadi budaya bagi

penduduk dunia. Selain air putih, teh dan kopi merupakan minuman

yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia. Oleh karena itu

kebiasaan mengkonsumsi teh dan kopi memiliki pengaruh terhadap

absorbsi besi (Fe) karena didalam teh dan kopi mengandung senyawa

yang bernama tanin yang dapat menurunkan absorbsi besi. Senyawa

tanin dalam kopi dapat menurunkan absorbsi besi sampai 40% dan

senyawa tanin dapat menurunkan absorbsi sampai 80% pada teh.

Penurunan absorbsi besi (Fe) tersebut dapat menurunkan kadar

hematokrit (Septiawan and Sugerta, 2016).

e. Olahraga

Aktivitas yang berat seperti berolahraga dapat mempengaruhi

kadar hematokrit, hal ini dapat disebabkan karena pada saat olahraga

kebutuhan metabolik sel-sel otot didalam tubuh meningkat. Jika

aktivitas yang dilakukan berat maka dalam pembentuka heme juga

25
harus memadahi dengan banyak mengkonsumsi makanan yang

mengandung zat besi (Fe) dan protein yang cukup. Jika konsumsi zat

besi (Fe) dan protein kurang memadahi didalam tubuh maka dapat

terjadi penurunan hematokrit (Putra et al., 2017).

f. Logam berat timbal (Pb)

Logam berat Pb yang masuk kedalam tubuh melalui sistem

pernafasan (inhalasi) akan langsung berinteraksi dengan darah. Pb

yang masuk dalam darah 90% akan berikatan dengan eritrosit (sel

darah merah), yang dapat menimbulkan gangguan pada sistem

hematopoietik. Pb dapat menghambat biosintesis heme dengan cara

menghambat enzim ferokelatase sehingga produksi heme menjadi

berkurang dan tidak bisa berikatan dengan globulin yang akhirnya

dapat menurunkan kadar hematokrit (Ht) (Reffiane et al., 2011).

2.2.4 Kadar Hematokrit Normal dalam tubuh

Batas normal kadar hematokrit seseorang sulit ditentukan karena

kadar hematokrit bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin

sebagai berikut :

Tabel 2.1 Batas kadar hematokrit

Kelompok Umur Batas Kadar Hematokrit


Bayi baru lahir 44 – 46%
Usia 1 sampai 3 tahun 29 – 40%
Usia 4 sampai 10 tahun 31 – 43%
Pria dewasa 40 – 48%
Wanita dewasa 37 – 43%
Nilai Kritis < 5% dan > 60%
Sumber : (Nugraha, 2017)

26
2.2.5 Analisis Kadar Hematokrit Dengan Automated Hematology

Analyzer

Automated Hematology Analyzer adalah alat untuk mengukur

sampel berupa darah. Alat ini bisa digunakan dalam bidang kesehatan.

Automated Hematology Analyzer digunakan untuk memeriksa darah

lengkap dengan cara menghitung dan mengukur sel darah secara

otomatis berdasarkan impedansi aliran listrik atau berkas cahaya

terhadap sel-sel yang dilewatkan.

Prinsip Kerja Automated Hematology Analyzer yaitu metode

deteksi dengan menggunakan SLS yang merupakan reagen bebas

sianida yaitu reagen melisiskan sel darah merah dan sel darah putih

dalam sampel kemudian reaksi kimia dimulai dengan mengubah globin

dan mengoksidasi kelompok heme. Sehingga kelompok hidrofilik SLS

dapat berikatan denga heme membentuk kompleks yang stabil dan

berwarna yang disebut SLS-HGB yang dianalisis dengan metode

fotometri. Sehingga mampu mengukur kadar hematokrit dalam darah

Absorbansi yang terukur oleh sensor foto setara dengan kadar

hematokrit yang terdapat pada sampel. Absorbansi metode fotometri

pada umumnya dipengaruhi oleh kekentalan sampel. Kekentalan pada

sampel darah dapat disebabkan karena lipemia atau leukosistosis.

Penggunaan metode SLS-HGB dapat membantu meminimalisir

keadaan tersebut karena reagen yang efektif (Sysmex ., 2017).

27
Adapun beberapa keuntungan dari Hematology Analyzer adalah

efisiensi waktu lebih cepat dalam pemeriksaan hanya membutuhkan

waktu sekitar 2-3 menit dibandingkan dilakukan secara manual dan

lebih tanggap melayani pasien. Sampel pemeriksaan hematologi rutin

secara manual misalnya, sampel yang dibutuhkan lebih banyak

membutuhkan darah (Whole Blood). Manual prosedur yang di lakukan

dalam pemeriksaan leukosit membutuhkan sampel darah 10 mikro, juga

belum pemeriksaan lainnya. Namun alat ini hanya membutuhkan

sedikit sampel. Ketepatan hasil yang dikeluarkan oleh alat Automated

Hematology Analyzer ini biasanya sudah melalui quality control yang

dilakukan oleh intern laboratorium tersebut, instirusi rumah sakit

ataupun laboratorium klinik. Namun perlu juga diketahui bahwa

pemeriksaan oleh Automated Hematology Analyzer ini tidak selamanya

mulus, pada kenyataannya alat ini juga memiliki beberapa kekurangan

seperti dalam hal menghitung sel-sel abnormal. Seperti dalam

pemeriksaan hitung jumlah sel. Bisa saja nilai dari hasil hitung leukosit

atau trombosit bisa saja rendah karena ada beberapa sel yang tidak

terhitung dikarenakan sel tersebut memiliki bentuk yang abnormal.

28
2.3 Kerangka Teori

Penetrasi Lapisan Kulit

2 Meningkatkan
Timbal (Pb) Sistem Pernafasan (Inhalasi) Gangguan Sistem Hematopoietik
Kadar ALA dan
Protoporphirin
Makanan Dan Minuman

Umur Timbal (Pb)


dalam darah
Jenis kelamin

Anemia Kadar Hematokrit


Lama Kerja

Jam Kerja

Merokok

Gambar 2.2 Skema Kerangka Teori

29
2.4 Kerangka Konsep

Mengacu pada kerangka teori yang telah dipaparkan diatas,

kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel bebas Variabel terikat


Kadar Pb dalam darah Kadar hematokrit

Gambar 2.3 Kerangka Konsep


2.5 Hipotesis Penelitian

“Ada pengaruh kadar timbal dalam darah terhadap kadar

hematokrit pada pedagang kaki lima di Kelurahan Tamalanrea Indah

Kota Makassar Tahun 2020”.

30

Anda mungkin juga menyukai