Anda di halaman 1dari 15

TOKSIKOLOGI TIMBAL

Disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah Toksikologi
Industri
Dosen Mata Kuliah : Ibu Uswatun Hasanah,

Disusun Oleh :
Isyah Indah Sari
NIM :
1113101000010

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT


Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Isyah Indah Sari

NIM

: 1113101000010

Tempatl/Tanggal/Lahir

: Jakarta, 01 Juli 1995

Fakultas

: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Status Pendidikan

: S1

Program Studi

: Kesehatan Masyarakat

Peminatan

: Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dengan ini menyatakan bahwa makalah yang saya buat, tidak memuat bahan-bahan
yang

sebelumnya

telah

dipublikasikan

atau

ditulis

oleh

siapapun

tanpa

mencatnumkan sumbernya dalam makalah ini.


Demikian persyaratan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Apabila terbukti
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pernyataan ini, saya bersedia
menanggung sanksi yang akan diberikan dikemudian hari sesuai ketentuan yang
berlaku.

Jakarta, 28 Oktober 2015

Isyah Indah Sari


1113101000010

TIMBAL

a. Sifat fisika dan kimia


Sifat Fisika
Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan dalam
bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata Plumbum dan logam ini disimpulkan
dengan timbal (Pb). Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam
golongan IVA pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom
(NA) 82 dengan bobot atau berat (BA) 207,2 adalah suatu logam berat
berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 327C dan titik didih
1.620C. Pada suhu 550-600C ( PALAR, 1994).
Sifat kimia
Timbal (Pb) menguap dan membentuk oksigen dalam udara
membentuk timbal oksida. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah timbal
(II). Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal (Pb) sangat rapuh dan
mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air
asam. Timbal (Pb) dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat
pekat. Senyawa organometalik yang terpenting adalah timbal tetreil ( tetra
ethyl lead/ TEL) dan timbal titrametil lead ( tetra metril lead/ TML), yang
tidak larut dalam air tetapi mudah larut dalam pelarut organik, lemak, dan
larut TEL dan TML yang juga mudah menguap. Timbal merupakan logam
yang lunak sehingga dapat dipotong dengan menggunakan piasu atau tangan
dengan tangan dan mudah dibentuk. Timbal merupakan logam yang tahan
terhadap peristiwa korosi atau karat sehingga logam timbal sering digunakan
sebagai bahan coating. Timbal mempunyai densitas (kerapatan) yang lebih
besar dibandingkan dengan logam-logam biasa, kecuali emas (Au) dan

merkuri (Hg). Timbal merupakan penghantar listrik yang tidak baik. Timbal
membentuk alloy / dicampur dengan logam lain akan terbentuk logam
campuran yang lebih bagus daripada logam murninya sehingga mengasilkan
sifat logam yang berbeda ( PALAR, 1994)

b. Potensi bahaya bagi kesehatan dan keselamatan


Berikut dampak logam Pb pada kesehatan:

Darah
o Anemia, biasanya mikrositik (eritrosit berukuran kecil),
hipokromik

peningkatan

hemoglobin

eritrosit

secara

abnormal), berhubungan dengan rusaknya sintesis hemoglobin


dan meningkatnya kerapuhan sel-sel darah merah,
o basophilic stippling (gambaran bintik-bintik) pada sel-sel
darah merah

Sistem Syaraf dan Kecerdasan


o Ensefalopi (penyakit degenerative otak) pada anak-anak
dengan membengkaknya otak, kemungkinan demielinasi
( rusaknya sarung myelin saraf) otak dan otak kecil yang putih
sebelah belakang, kematian sel-sel syaraf
o Efek Pb terhadap sistem syaraf telah diketahui, terutama
dalam studi kesehatan kerja dimana pekerja yang terpajan
kadar timbal yang tinggi dilaporkan menderita gejala
kehilangan nafsu makan, depresi, kelelahan, sakit kepala,
mudah lupa, dan pusing.

Rongga mulut
Garis timbal gingiva (gusi) terdapat pada orang dewasa dengan
gingivitis ( deposit berwarna biru/hitam dari timbal sulfida)

Ginjal
Timbal yang masuk ke aliran darah kemudia di saring di ginjal akan
merusak kerja ginjal terutama sel-sel tubulus proksimal (terdiri dari
bagian kompleks timbal protein.

Efek Sistemik
Kandungan Pb dalam darah yang terlalu tinggi (toksitas Timbal yakni
di atas 30 ug/dl) dapat menyebabkan efek sistemik lainnya adalah
gejala gastrointestinal. Keracunan timbal dapat berakibat sakit perut,
konstipasi, kram, mual, muntah, anoreksia, dan kehilangan berat
badan. Pb juga dapat meningkatkan tekanan darah. Intinya timbal ini
dapat merusak fungsi organ.

Efek Terhadap Reproduksi


Pajanan Pb pada wanita di masa kehamilan telah dilaporkan dapat
memperbesar resiko keguguran, kematian bayi dalam kandungan, dan
kelahiran prematur. Pada laki-laki, efek Pb antara lain menurunkan
jumlah sperma dan meningkatnya jumlah sperma abnormal.

Tulang
Pada tulang, ion Pb2+ logam ini mampu menggantikan keberadaan
ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang. Konsumsi
makanan tinggi kalsium akan mengisolasi tubuh dari paparan Pb yang
baru.

c. Rute Pajanan

Perjalanan
timbal
yang

berasal

dari
lingkungan
sampai masuk
ke dalam
tubuh
manusia
(National
Health and

Medical Research Councils, 2009)

Hampir seluruh pajanan timbal yang masuk ke tubuh manusia terjadi


secara tidak langsung yaitu melaui perantara seperti air, udara, tanah,
makanan, minuman kontak dengan tangan dsb.

d. ADME

Absorbsi
Sumber pencemaran timbal di lingkungan berasal dari alam
dan kegiatan manusia yaitu emisi kendaraan dan industri. Emisi
timbal diudara dapat mencemari udara, tanaman, tanah dan
binatang, yang akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia,
seperti digambarkan pada gambar 1.
Absorbsi timbal terutama melalui saluran nafas 85%,
saluran pencernaan 14% dan kulit 1%. Absorbsi timbal melalui
saluran pernafasan dipengaruhi oleh tiga proses yaitu: deposisi,

pembersihan mukosiliar dan pembersihan alveolar. Deposisi


tergantung pada ukuran partikel timbal, volume nafas dan daya
larut. Pembersihan mukosiliar membawa partikel ke faring lalu
ditelan,

fungsinya

adalah

membawa

partikel

ke

eskalator

mukosiliar, menembus lapisan jaringan paru menuju kelenjar limfe


dan aliran darah. Sebanyak 30-40% timbal yang diabsorbsi melalui
saluran nafas akan masuk kedalam saluran pernafasan dan akan
masuk kedalam aliran darah, tergantung ukuran, daya larut, volume
nafas dan variasi faal antar individu (Darmono, 1995).
Absorbsi timbal melalui saluran pencernaan, biasanya
terjadi karena timbal tersebut tertelan bersama dengan merokok,
makan

dan

minum

dengan

menggunakan

tangan

yang

terkontaminasi timbal, begitupula apabila memakan makanan yang


terkontaminasi dengan debu dijalanan. Kurang lebih 5-10% dari
timbal yang tertelan diabsorbsi melalui mukosa saluran pencernaan.
Pada orang dewasa timbal diserap melalui usus sekitar 5-10%,
tetapi hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya dalam
keadaan puasa penyerapan timbal dari usus lebih besar, yaitu sekitar
15-12% (Darmono, 1995).

Distribusi dan Penyimpanan


Timbal

yang

diabsorbsi

melalui

saluran

pencernaan

didistribusikan kedalam jaringan lain melalui darah. Dalam tubuh


manusia timbal terdeteksi dalam (Darmono, 1995):

1) Darah, timbal terikat dalam sel darah merah (eritrosit). Sekitar


95% timbal yang berada pada peredaran darah terikat oleh
eritrosit. Waktu paruh timbal dalam darah sekitar 25-30 hari.
2) Jaringan lunak (hati dan ginjal) mempunyai waktu paruh
sekitar beberapa bulan. Terdapat keseimbangan antara kadar
timbal dalam darah dan dalam jaringan lunak. Pada jaringan ini
sejumlah

timbal

didistribusikan

dan

sejumlah

lainnya

didepositkan.
3) Tulang dan jaringan keras seperti gigi, tulang rawan dan
sebagainya. Hampir sekitar 90-95% timbal dalam tubuh
terdapat dalam tulang, terutama pada tulang panjang. Waktu
paruhnya mencapai 30 40 tahun. Timbal dalam tulang terdiri
atas dua bagian yaitu timbal yang terikat dalam matriks tulang,
disebut old lead dan yang lain disebut sebagai new lead yang
mudah berubah jika dibandingkan dengan old lead. Tulang
berfungsi sebagai tempat pengumpulan timbal karena sifat ion
timbal hampir sama dengan Ca. Jika kadar timbal dalam darah
turun, tulang akan mengembalikan timbal dalam peredaran
darah.

Metabolisme
Di dalam aliran darah, sebagian besar timbal diserap dalam
bentuk ikatan dengan eritrosit. Timbal dapat menggaggu enzim
oksidase dan akibatnya menghambat system metabolism sel, salah
satunya diantaranya adalah menghambat system Hb dalam sumsum
tulang. Timbal menghambat enzim sulfidril untuk mengikat deltaamnolevulinik

acid

(ALA)

menjadi

porprobilinogen,

serta

protoforvoron IX menjadi Hb. Hal ini menyebabkan anemia dan


adanya basofilik stipling dari eritrosit yang merupakan ciri khas

keracunan timbal. Basofilik stipling retensi dari DNA ribosom dalam


sitoplasma eritrosit sehingga mengaggu sintesis protein.
Pb yang diserap akan diendapkan dalam tulang bergabung
dengan matrik tulang yang mirip dengan kalsium (Ca). Pb yang
terdapat di dalam tulang akan bergerak lambat dan akan meningkat
jumlahnya bersamaan dengan waktu terpapar. Penyimpanan Pb dalam
tulang

menyebabkan

kenaikan

katabolisme

tulang

yang

memungkinkan meningkatnya konsentrasi Pb dalam sirkulasi darah.


Penyakit yang ditimbulkan oleh proses pergantian tulang berkaitan
dengan tingginya kadar Pb dalam darah seperti hipertiroidisme dan
osteoporosis (Depkes, 2001)

Ekskresi
Ekskresi Pb melalui beberapa cara, yang terpenting adalah
melalui ginjal dan saluran cerna. Ekskresi Pb melalui urine sebanyak
75 - 80%, melalui feces 15% dan lainnya melalui empedu, keringat,
rambut, dan kuku. Ekskresi Pb melalui saluran cerna dipengaruhi oleh
saluran aktif dan pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainnya di
dinding usus, regenerasi sel epitel, dan ekskresi empedu. Sedangkan
Proses eksresi Pb melalui ginjal adalah melalui filtrasi glomerulus.
Kadar Pb dalam urine merupakan cerminan pajanan baru sehingga
pemeriksaan Pb urine dipakai untuk pajanan okupasional. Pada
umumnya ekskresi Pb berjalan sangat lambat. Timah hitam waktu
paruh di dalam darah kurang lebih 25 hari, pada jaringan lunak 40 hari
sedangkan pada tulang 25 tahun. Ekskresi yang lambat ini
menyebabkan Pb mudah terakumulasi dalam tubuh, baik pada pajanan
okupasional maupun non okupasional

e. Hubungan efek dosis dan responnya

No
.

Kadar

Dampak Kesehatan

Pb
Anak

(g/dl)

Dewasa

Penurunan tingkat kecerdasan


1.

0 - 10

Gangguan pertumbuhan pada


tulang

2.

Gangguan

10 - 30

vitamin D
Gangguan
haemoglobin
Anemia

3.

30 - 50

4.

50 - 100

5.

metabolisme

Gangguan sistolik tekanan darah


Gangguan

protoporphyrin

eritrosit
sintesa

Gangguan sistem saraf pusat


Anemia
Gangguan ginjal
Infertibilitas (pada pria)

Gangguan ginjal
Gangguan otak dan sistem Gangguan sintesa haemoglobin
saraf pusat
> 100
Kematian
Kematian
Sumber : Shilu Tong, 2000

f. Target organ
Untuk mengetahui dan mengukur kadar Pb dalam tubuh manusia dapat
dilihat melalui dara, sekreta, jaringan lunak, dan jaringan mineral. Tetapi
specimen biomarker yang mewakili keberadaan Pb adalah darah dan urin.
Dalam aliran darah, sebagian besar Pb bentuk ikatan dengan eritrosit. Plasma
darah mendistribusikan Pb dalam bagian syaraf, ginjal, hati, kulit dan oto
skeletal/rangka. Bila Pb melewati plasenta, maka dapat menyebabkan janin
akan mengalami retardasi mental dan bahkan kematian janin (Robbins, 1995)

Pb yang diserap akan diendapkan dalam tulang bergabung dengan matrik


tulang yang mirip dengan kalsium (Ca). Pb yang terdapat di dalam tulang
akan bergerak lambat dan akan meningkat jumlahnya bersamaan dengan
waktu terpapar. Penyimpanan Pb dalam tulang menyebabkan kenaikan
katabolisme tulang yang memungkinkan meningkatnya konsentrasi Pb dalam
sirkulasi darah. Penyakit yang ditimbulkan oleh proses pergantian tulang
berkaitan dengan tingginya kadar Pb dalam darah seperti hipertiroidisme dan
osteoporosis (Depkes, 2001)

g. Studi invitro dan invivo


Invitro
Studi in vitro dilakukan untuk melihat pengaruh timbal terhadap
kepadatan sel dan kadar ekspolisakarida kultur cair Azetobacter yang
dilakukan oleh Hindersah R dan Kamaluddin, N.N. Masing-masing mikroba
ditumbuhkan pada media cair yangdikontaminasi Pb sebesar 0,1 mM, dan 1
mM dan diinkubasi pada suhu kamar selama 96 jam. Kedua kultur bakteri
dipelihara di media Ashby bebas N dan dipindahtanaman ke agar miring
media yang sama 72 jam sebelum penelitian. Biakan murni cair dibuat
menggunakan sodium klorida fisiologis steril. Media Vermani cair (10 g
sukrosa, 1 g K2HPO4), 0.5 g MgSO4, 0.5 g NaCl, 0.1 g FeSO4), (1 g CaCO3,
10 g Na2MoO4, 0.1 g NaNO3, 1 L akuades) sebanyak 25 mL media di dalam
erlenmeyer 100 mL yang mengandung Pb sesuai perlakuan diseterilisasi
selama 20 menit pada suhu 121C menggunakan otoklaf. Sebanyak 10%
biakan murni dengan kepadatan sel 108 CFU mL-1 dimasukkan kedalam
media Vermani steril dengan kadar Pb sesuai perlakuan. Kultur diinkubasi
pada suhu kamar (25C-27C) di atas shaker 115 rpm selama 96 jam.
Kepadatan

sel

ditetapkan

dengan

Total

Plate

Count

dan

kadar

eksopolisakarida ditetapkan dengan metoda gravimetri dihitung setiap 24 jam.

Kedua strain bakteri Azotobacter memperlihatkan respons pertumbuhan dan


produksi eksopolisakarida (EPS) berbeda terhadap keberadaan logam toksik
timbal (Pb) di kultur cair Hasil percobaan menunjukkan bahwa Azotobacter
sp. LKM6, Gram negatif basil, relatif lebih resisten Pb daripada A.
chroococcum,Gram negatif kokus. Meskipun secara statistik tidak nyata, Pb
berpotensi menurunkan kepadatan sel di kultur A. chroococcum sedangkan
populasi Azotobacter sp. LKM6 meningkat nyata pada kultur dengan
konsentrasi Pb 0,1 mM maupun 1,0 mM pada 72 dan 96 jam setelah inkubasi.
Produksi EPS A. chroococcum tidak dipengaruhi oleh Pb tetapi 0.1 mM Pb
meningkatkan kepadatan sel dan kadar EPS Azotobacter sp. LKM6 dengan
nyata. Resistensi Azotobacter sp. LKM6 terhadap Pb yang diperlihatkan
dengan peningkatan produksi EPS akan bermanfaat untuk pengembangan
strain bakteri ini untuk meningkatkan mobilisasi logam berat dalam
fitoremediasi lahan terkontaminasi logam berat, khususnya Pb (Hindersah dan
N.N, Kamaluddin, 2013).
Logam berat, termasuk Pb, memiliki efek negatif terhadap produksi
enzim oleh mikroba serta dapat menyebabkan berkurangnya produksi EPS,
namun Azotobacter mampu mengembangkan sistem resistensi terhadap logam
berat melalui fitokelatin yang mengkelat logam dan mensekuestrasinya di
vakuola (Vatamaniuk et al., 2000 dalam R, Hindersah dan N.N, Kamaluddin,
2013).

Invivo
Percobaan pernah dilakukan terhadap tikus putih jantan dan betina
yang diperlakukan dengan 1% Pb-asetat ke dalam makanannya, menunjukkan
hasil berkurangnya kemampuan system reproduksi dari hewan tersebut.
Embrio yang dihasilkan dari perkawinan yang terjadi antara tikus jantan yang

diberikaan perlakuan Pb-asetat dengan betina normal yang tidak diberi


perlakuan, engalami hambatan dalam pertumbuhannya. Sedangkan janin yang
terdapat pada betina diberi perlakuan dengan Pb-asetat mengalami penurunan
dalam ukuran, hambatan pada pertumbuhan dalam Rahim induk dan setelah
dilahirkan.

h. Referensi
Abshor Ulil. 2008. PENGARUH BAROTRAUMA AURIS TERHADAP
GANGGUAN PENDENGARAN PADA NELAYAN PENYELAM
DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBER. FK Universitas
Jember.
(http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/13805/gdl
%20%287%29xx.pdf?sequence=1)
Ardyanto Denny. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 2, NO.1,
JULI 2005. DETEKSI PENCEMARAN TIMAH HITAM (Pb)
DALAM DARAH MASYARAKAT YANG TERPAJAN TIMBAL
(PLUMBUM).

FKM

UNAIR

http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-07.pdf
Australian Government National Health and Medical Research Council. 2009.
https://www.nhmrc.gov.au/guidelines-publications/ds10
Darmono, 1995,Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, Penerbit UIPress, Jakarta.
Depkes RI. Profil kesehatan Indonesia 2001 Menuju Indonesia sehat 2010.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2002:40.

Gusnita, Dessy. Berita Dirgantara Vol. 13 No. 3 September 2012.


PENCEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (PB) DI UDARA DAN
UPAYA PENGHAPUSAN BENSIN BERTIMBAL. LAPAN
Kurniawan Wahyu. 2008. HUBUNGAN KADAR Pb DALAM DARAH
DENGAN PROFIL DARAH PADA MEKANIK KENDARAAN
BERMOTOR DI KOTA PONTIANAK. Program pascasarjana
UNDIP http://eprints.undip.ac.id/17625/1/Wahyu_Kurniawan.pdf
Palar.H. (1994). Pencemaran dan Toksikologi logam berat. Jakarta : Rineka
Cipta.
Palar H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi logam berat. Jakarta : Rineka
Cipta.
Robbins dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi 1. Edisi 4. Jakarta. EGC. 290293

R, Hindersah dan N.N, Kamaluddin. 2013. Pengaruh Timbal Terhadap


Kepadatan Sel dan Kadar Ekspolisakarida Kultur Cair Azetobacter.
Bionatura Jurnal Ilmu Ilmu Hayati dan Fisik ISSN 1411-0903. Vol.
15 No. 3, November 2013
Shilu Tong, Yasmin E. Von Schirnding, Taippawan Propamontol. 2000. Bulletin
of The World Health Organization Environmental Lead Exposure, a
Public Health Problem of Global Dimension
WHO. 1977. Lead. Environmental Health, Criteria No. 3. Geneva: Published
Under The Joint Sponsorship Of The United Nation Enviroment
Progamme and The World Health Organization

Anda mungkin juga menyukai