Anda di halaman 1dari 13

Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Timbal

Rio Nesa Pratama


102009050
Kelompok : B 7
Email : rionesapratama@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Timbal merupakan salah satu jenis logam alamiah yang tersedia dalam bentuk
biji

logam. Peningkatan

aktivitas

manusia, seperti

penggunaan dalam bahan bakar minyak

pertambangan, peleburan

dan

telah menyebabkan timbal menyebar di

lingkungan. Keracunan timbal merupakan salah satu masalah lingkungan di dunia yang
bisa merusak kesehatan manusia. Sebagai salah satu negara berkembang indonesia
memiliki potensi yang besar untuk terkena keracunan timbal. Khususnya bagi pekerja
pabrik yang kurang memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja nya dari aspek
K3. Oleh karena itu perlunya di berikan edukasi pada perusahaan pabrik dan para
pekerja dengan resisiko tinggi kontak, agar keracunan yang di sebabkan oleh timbal
dapat di kurangi, sehingga kesejahtraan baik pekerjaa dan perusahhan dapat tercapai.

A. Diagnosis Klinis
Anamnesis

Menanyakan Nama/ Usia/ Alamat ?


Menanyakan keluhan utama? Sejak kapan?
Menanyakan keluhan penyerta?
Menanyakan pekerjaan? Sudah berapa lama?
Menanyakan bekerja di bagian apa? Dan barang apa yang diproduksi?
Menanyakan pekerjaan sebelum menjadi pegawai pabrik ?
Menanyakan lama bekerja dalam sehari? Dalam satu minggu berapa kali bekerja?
Menanyakan apakah saat bekerja menggunakan alat pelindung diri?
Menanyakan bagaimana ventilasi di dalam tempat bekerja?
Menanyakan apakah ada temannya yang mengalami hal yang sama?
Menanyakan apakah sebelumnya sudah sering mengalami ini?
Menanyakan apakah di keluarga ada yang mengalami seperti ini juga?

Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk


mngetahui kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau
lingkungan kerja menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Riwayat penyakit meliputi antara
lain awal-mula timbul gejala atau tanda sakit pada tinggkat dini penyakit, perkembangan
penyakit, dan terutama penting hubungan antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan
atau lingkungan kerja.
Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dnegan seteliti-telitinya dari
pemrulaan sekali smapai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya
mencurahkan perhatian pada pekerjaan yangg dilakukan waktu sekarang, namun harus
dikumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit
akibat kerja yang diderita waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari
pekerjaan terdahulu. Hal ini lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu
pekerjaan ke pekerjaan lainnya.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik di mulai dengan menilai

kesadaraan pasien, kemudian

lakukan ttv. Inspeksi kulit yang pucat akibat anemia atau kulit kuning akibat hemolisis
akut sering kali di temukan pada para penderita intoksikasi timbal. Suatu garis
pigmentasi biru keabu-abuan kadang-kadang tampak pada gusi, yang di sebut lead
line . Pada pemeriksaan fisik

intoksikasi

timbal seringkali di

tunjukan

dengan

lemahnya otot rangka, terutama otot extensor bagian distal.

Pemeriksaan penunjang
Riwayat kontak dengan bahan toksik merupakan kunci untuk mendiagnosis
penyebab pusing, lemas, dan ngantuk pada pasien dengan intoksikasi. Namu harus di
tunjang dengan pemeriksaan laboratorium. Gambaran laboratorium biasanya tampak
anemia normositik normokrom atau normositik hipokrom pada darah tepi, kadangkadang ditemukan sel darah merah abnormal seperti morfologi daun semanggi serta
gambaran basofil yang berbintik. Penggabungan Fe dan Heme menyebabkan perubahan
Fe menjadi bentuk Zn- protoporfirin (ZPP), dan produk hidrolisis lainnya yaitu eritrosit
protoporfirin (EP).
Pada

urin

biasanya

dengan

peningkatan

kadar

asam

delta-aminolevulinik

dehidratase maka kenaikan kadar ZPP dan EP dapat di ukur. Ini merupakan
indikator yang dapat di percaya pada untuk pengukuran intoksikasi timbal.

Pada darah hanya dapat di ukur dengan spektrofotometri. Lebih dari 90%
timbal dalam tubuh disimpan di tulang. Pada individu yang yang tidak terpajan
timbal, kadar timbal di darah berkisar antar 5-15 mikrogram/dL. Kadar timbal
di darah para pekerja di sektor industri tidak boleh melebihi 40 mikrogram/dL.
Pada pasien di dapatkan Pb darah 40 mikrogram/dL, dan Hb nya 12.
Pada tulang konsetrasi timbal dapat di ikur dengan menggunakan x- ray
flourescence (XRF) atau densitometri.
Pada susunan saraf pusat dan tepi biasanya terjadi dengan kadar timbal 40-80
mikrogram/dL
Pada individu dengan gejala intoksikasi timbal yang jelas, tetapi sulit di temukan
riwayat pajanannya, tes mobilisasi CaNa2 EDTAPb dapat membantu untuk menegakan
diagnosis.

B. Pajanan yang dialami


Pajanan yang dialami ini dapat berupa pajanan yang didapatkan sewaktu bekerja dan
timbul sejak dimulainya bekerja atau sebelum bekerja. Pada pabrik pembuatan baterai aki
pajanan dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia sebagai komponen dalam membuat aki
yang terdiri dari timbal (Pb), zinc (Zn), larutan asam (H2SO4), NH4CL dan serbuk karbon.
Dalam kasus ini seseorang dapat sering terkena pajanan dikarenakan bahan komponen aki
berupa timbal yang bila dipanaskan akan menimbulkan uap yang dapat terhirup oleh pekerja.

Timbal
Timbal merupakan suatu logam berat yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan
titik leleh 327 C dan titik didih 1.620 C. Pada suhu 550 600C timbal menguap dan
bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Walaupun bersifat lentur,
timbal sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas
dan air asam. Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat. Bentuk
oksidasi yang paling umum adalah timbal (II) dan senyawa organometalik yang terpenting
adalah timbal tetra etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML : tetra methyl lead)
dan timbal stearat. Merupakan logam yang tahan terhadap korosi atau karat, sehingga sering
digunakan sebagai bahan coating. Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam
timbal dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses
masuknya timbal ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan
minuman, udara (pernafasan/inhalasi) serta perembesan atau penetrasi pada selaput atau

lapisan kulit. Lebih kurang 90% partikel timbal dalam asap atau debu halus di udara dihisap
melalui saluran pernafasan. Penyerapan di usus mencapai 5 -15 % pada orang dewasa.
Penyerapan Timbal dapat melalui inhalasi debu timbal atau benda berbahan timbal
lainnya. Partikel yang mudah larut menyebabkan absorbsi di paru berlangsung cepat dan luas.
Paparan inhalasi umumnya terjadi pada kawasan industri. Paparan pada daerah non-industri
terjadi terutama melalui pencernaan, terutama pada anak-anak yang mengabsorbsi 45-50%
timbal larut dibandingkan pada orang dewasa yang hanya sekitar 10-15%.

C. Hubungan Pajanan dengan Penyakit


Patofisiologi keracunan timbal
Keracunan timbal adalah akumulasi timbal yang berlebihan di dalam darah. Timbal
yang diserap kira-kira 40% dari asap Pb oksida yang dihirup, diabsorbsi ke saluran
pernapasan. Di dalam aliran darah, sebagaian besar Pb diserap dalam bentuk ikatan dengan
eritrosit. Plasma darah berfungsi dalam mendistribusikan Pb dalam darah ke bagian syaraf,
ginjal, hati, kulit dan otot skeletal/rangka. Sebagian besar dengan keracunan timbal bersifat
asimtomatik. Gejala akut keracunan timbal umumnya tidak nyata sampai kadar timbalnya
mencapai 50 g/dl atau lebih. Jumlah timbal berlebihan diserap dan akan ditimbun di dalam
tulang, jaringan lunak dan darah. Penyerapan oleh jaringan lunak menjadi masalah besar
karena dapat menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat (SSP) dan gagal ginjal reversibel.
Timbal dapat mengganggu enzim oksidase dan akibatnya menghambat sistem metabolisme
sel, salah satu di antaranya adalah menghambat sintesis Hb dalam sumsum tulang. Pb
menghambat enzim sulfidril untuk mengikat delta-amnolevulinik acid (ALA) menjadi
porprobilinogen, serta protoforfirin IX menjadi Hb. Hal ini menyebabkan anemia dan adanya
basofilik stipling dari eritrosit yang merupakan ciri khas dari keracunan Pb.

Keracunan Akut
Keracunan akut timbal (PB) jarang terjadi. Keracunan timbal akut yang pernah terjadi
secara tidak sengaja adalah karena keracunan timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai
timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada
dosisnya. Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam
asam atau inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam
disertai rasa terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan
muntahan yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang

hebat. Lidah berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis
biru yang merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida.
Tinja penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau
konstipasi. Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas
dan vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga
menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot
drop).

Keracunan subakut
Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam dosis
kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang lebih
menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan
ini kemudian akan diikuti dengan kejang-kejang dan koma. Gejala umum meliputi
penampilan yang gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem
pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah.

Keracunan kronis
Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan keracunan
akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang terpapar timbal dalam
bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini dianggap sebagai penyakit
industri. seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat
huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas, pekerja
pabrik baterai. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang minum air yang dialirkan
melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee (sejenis
makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi system
syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas,
menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul
kemudian.
Mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah :
Sistem haemopoietik
Dimana

Pb

menghambat

sistem

pembentukan

hemoglobin

(Hb)sehingga

menyebabkananemia.
Sistem saraf
Dimana Pb dapat menyebabkan kerusakan otak dengan gejalaepilepsi,halusinasi, kerusakan
otak besar, dan delirium.

Sistem urinaria
Dimana

Pb

bisa

menyebabkan

lesi

tubulus

proksimalis,

lengkunghenle,

serta

menyebabkanaminosiduria.
Sistem pencernaan
Dimana Pb dapat menyebabkan kolik dankonstipasi.
Sistem kardiovaskular
Dimana Pb dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Sistem reproduksi
Dimana Pb dapat menyebabkan keguguran, tidak berkembangnya selotak embrio, kematian
janin waktu lahir, serta hipospermia danteratospermia pada pria.
Sistem endokrin
Dimana Pb dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid dan fungsiadrenal.

D. Pajanan Cukup Besar


Epidemiologi
Timbal terdapat dalam lingkungan karena terdapat di alam dan digunakan dalam
industri. Kasus sporadis keracunan Pb bersumber dari Pb dalam mainan, debu ditempat
latihan menembak, pipa ledeng, pigmen cat, abu dan asap dari pembakaran kayu yang dicat,
limbah industri rumah, baterai / aki, dan percetakan. Keracunan pada anak cukup sering
karena termakannya serpihan cat yang berasal dari bangunan tua atau karena kebiasaan
menggerogoti lis dan kerangka jendela yang dicat. Cat mengandung Pb karbonat dan Pb
oksida sebanyak 5 40%. Asosiasi standar Amerika dalam tahun 1995 menentukan bahwa
cat mainan, perabot rumah tangga, dan interior tempat tinggal tidak boleh mengandung lebih
dari 1 %.
Pemajanan Pb di tempat kerja di Amerika telah berkurang selama 50 tahun terakhir
karena adanya peraturan dan program tepat guna di bidang pengawasan medis. Pajanan Pb
paling tinggi ialah di tempat peleburan Pb, karena asap dan debu yang mengandung Pb
oksida. Pekerja di pabrik aki menghadapi resiko serupa. Dari suatu penelitian yang dilakukan
di Indonesia kadar Pb darah karyawan pabrik aki kurang dari 0,699 ppm belum melewati
batas toksik (0,72 pppm), tetapi perlu pemantauan kadar Pb darah karyawan untuk
mendeteksi gejala dini keracunan Pb.

Manifestasi klinis

Sebagian besar yang menderita keracunan timbal bersifat asimtomatik dan keadaan
keracunan tersebut dapat terdeteksi selama dilakukan skrining rutin. Gejala yang tampak
dengan naiknya kadar timbal adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Anoreksia
Konstipasi atau diare
Iritabilitas
Mual dan muntah
Nyeri abdomen atau kolik
Malaise
Sistem sensoris hanya sedikit mengalami gangguan, sedangkan ensefalopati sering

ditemukan pada anak-anak.


8. Gejala keracunan ini pada sistem jantung dan peredaran darah berupa anemia,
hipertensi dan nefritis, artralgia ( rasa nyeri pada sendi ).

Evaluasi Lingkungan Kerja


Evaluasi lingkungan kerja harus dilakukan dilihat dari berbagai kondisi seperti
kondisi fisik, kondisi kimia, kondisi biologi dan kondisi ergonomi.
Kondisi fisik

Memasang temperatur suhu untuk menjaga suhu ruangan


Pengelompokan alat-alat berdasarkan fungsinya
Adanya jalan-jalan atau gang yang bisa digunakan sebagai jalan darurat bila terjadi

kecelakaan
Tempat kerja harus bersih dengan penerangan yang cukup
Penetapan pengukuran kadar bahan-bahan kimia berbahaya dan kondisi fisik di

lingkungan kerja secara berkala


Pengkondisian suhu lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif bagi pekerja

Kondisi kimia

Memasang sistem ventilasi yang memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat
Menyediakan tempat penyimpanan yang aman untuk bahan kimia berbahaya
Mengontorl kadar debu di tempat kerja
Air untuk mandi dan cuci mata harus cukup tersedia terutama untuk membersihkan

bahan-bahan korosif
Bubuk yang tumpah harus diambil dengan alat penghisap vakum

Kondisi biologi

Sanitasi lingkungan kerja yang memadai (tempat cuci tangan, ruangan makan)
Ruang pertolongan pertama yang terletak di lingkungan kerja
Terdapat fasilitas kesehatan

Ergonomi

Memposisikan pekerja sesuai dengan keahliannya


Peralatan disesuaikan dengan ukuran pekerja
Menyediakan ruang oksigenasi
Tersedianya waktu istirahat yang cukup
Penempatan mesin-mesin dan alat-alat industri yang tepat
Pada pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri, hal ini guna mencegah

terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja. Adapun alat-alat pelindung
diri yang digunakan, yaitu :

Kepala
: Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan
Mata
: Kacamata dari berbagai gelas
Muka
: Perisai muka
Tangan dan jari
: Sarung tangan
Kaki
: Sepatu
Alat pernafasan
: Respirator / masker khusus berlapis Tourmaline.
Telinga
: Sumbat telinga, tutup telinga
Tubuh
: Pakaian kerja dari berbagai bahan

Nilai Pb
Nilai Pb dalam darah seorang pekerja pabrik yang sering terpapar oleh timbal
biasanya cukup tinggi dibanding yang tidak sering terpapar. Hal ini menjelaskan bahwa pada
ada dampak kesehatan yang terjadi secara nyata dari pajanan timbal pada tubuh manusia.
Paparan timbal ini dapat terjadi secara akut ataupun kronik dimana pada kasus akut biasa
seseorang mengalami keracunan dengan termakan atau terminum yang berbahan timbal. Pada
kasus kronis biasa berjalan sangat lambat dan biasanya ditandai dengan munculnya gejala
kelelahan, lesu dan iritabilasi. Kadar normal Pb pada orang dewasa adalah antara 5 - 15
g/dL darah lengkap. Kadar nilai timbal (Pb) dapat memberikan efek pada manusia, yaitu :
Terdapat nilai kategori yang terdapat pada orang dewasa :

Kadar Pb (g/dL)
0 s/d 10

Anak
Penurunan kecerdasan

Dewasa
---

Gangg. Pertumbuhan
10 s/d 30

tulang
Gangg. Metab Vit D

Gangg Sistolik Tek. Darah


Gangg Protoporphyrin eritrosit

30 s/d 50

Gangg. Sintesa Hb

Gangg. SSP
Gangg. Ginjal

50 s/d 100

Anemia

Infertilitas pada pria


Anemia

Gangg. Ginjal

Gangg. Sintesa Hb

Gangg. Otak & SSP


100

Kematian

Kematian

E. Faktor Individu
Faktor individu ini bisa kita lihat dengan jelas dari status kesehatan fisik seperti
riwayat alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat penyakit dahulu, higiene diri baik di
lingkungan kerja atau lingkungan rumah dan alat pelindung diri sewaktu bekerja. Pada
anamnesis yang tepat dapat diketahui semua dengan tepat. Dalam kasus ini diketahui bahwa
pasien tidak mempunyai riwayat penyakit sebelumnya, pasien juga tidak memiliki kebiasaan
merokok tetapi pasien mempunyai kebiasaan menggunakan alat pelindung diri tanpa
menggunakan masker penutup.

F. Faktor lain di luar pekerjaan


Pada keadaan ini banyak faktor di luar lingkungan pekerjaan yang dapat
mempengaruhi kesehatan, bila korban mengkonsumsi rokok setiap harinya maka itu akan
memperburuk kesehatannya dan akan mudah sekali terserang oleh pajanan yang berbahaya.
Selain itu polusi kendaraan bermotor karna pada asap kendaraan bermotor mengandung zat
berbahaya seperti gas CO yang akan beredar bersamaan dengan darah dan menghalangi
masuknya oksigen yang dibutuhkan tubuh, Pb yang dapat diserap oleh otak dan ginjal
sehingga dapat mengganggu pertumbuhan fisik dan mental yang berakibat pada fungsi

kecerdasan, CO2 yang dapat meningkatkan suhu bumi secara global, Kabut Karbon yang
bersifat induser sebagai pemicu sel tumor.

G. Diagnosis Okupasi
Diagnosis okupasi dapat ditegakkan berdasarkan langkah-langkah yang telah disusun
terutama pajanan-pajanan yang berhubungan dengan pekerjaannya. Diagnosis pada kasus ini
yaitu, Laki-laki usia 35 tahun dengan keluhan sering pusing, mengantuk dan lemas
merupakan salah satu penyakit akibat kerja karena terpajan bahan kimia berupa timbal.

H. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Non medika mentosa
1. Menjauhkan dari tempat pajanaan contoh : seperti di pindah kan bagian lain
atau di istirahtkan sampai kadar Pb darahnya turun.
2. Pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri, hal ini guna mencegah
terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja

contoh

menggunakan masker berlapis tourmaline


3. Berikan edukasi pada pasien
Penatalaksanaan medis dapat dilakukan dengan medikamentosa seperti
1. Pengobatan awal fase akut intoksikasi Pb ialah secara suportif, dan selanjutnya
harus dicegah pajanan lebih jauh. Serangan kejang diobati dengan diazepam,
keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan, edema otak diatasi
dengan manitol dan deksametason. Kadar Pb darah harus ditentukan sebelum
pengobatan dengan kelator.
2. Kelator harus diberikan pada pasien dengan gejala atau pada pasien dengan kadar
Pb darah melebihi 0,5 0,6 ppb. Tiga kelator yang biasa digunakan dalam
pengobatan

intoksikasi

Pb,

kalsium

disodium

edetat

(CaNa2EDTA),

dimerkapol dan D-penisilamin.


3. CaNa2EDTA diberikan dengan dosis 50 -75 mg/kgBB per hari dibagi dalam dua
kali pemberian secara IM yang dalam atau sebagai infus selama 5 hari berturutturut. Interval pemberian CaNa2EDTA dengan dimerkapol ialah 4 jam. Terapi
dengan CaNa2EDTA tidak boleh melebihi jumlah dosis 500 mg/kgBB.
4. Dimerkapol dengan dosis 4 mg/kgBB diberikan secara IM setiap 4 jam selama 48
jam, kemudian setiap 6 jam selama 48 jam berikutnya dan akhirnya setiap 6 12

jam selama 17 hari terakhir. Penisilamin efektif diberikan secara oral dan dapat
ditambahkan dalam rejimen pengobatan dengan dosis empat kali 250 mg sehari
selama 5 hari. Pada terapi jangka panjang tidak boleh melebihi 40 mg/kgBB per
hari.

I. Pencegahan
Mengadakan program penyuluhan tentang bahayanya pajanan bahan kimia yang dapat
menimbulkan penyakit terhadap pekerja terutama yang berhubungan langsung atau yang
sering terpajan. Memberitahukan untuk menjaga kesehatan dengan minimalnya sering
berolah raga setiap harinya lalu bila bekerja menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dan
baik, serta dianjurkan pada pekerja untuk merubah gaya hidup yang buruk.
Memberikan usulan terhadap pimpinan pabrik untuk memberikan sanksi bila ada
pekerja yang tidak patuh atau tidak sesuai dengan SOP dalam melakukan pekerjaan, misalnya
tidak menggunakan alat pelindung diri yang lengkap. Perbaiki ventilasi pabrik terutama di
gedung yang terdapat pajanan agar pertukaran udara terjadi dengan baik dan tidak
menimbulkan resiko besar bagi yang bekerja. Sanitasi lingkungan kerja dan perilaku makan
yang sehat harus diperhatikan. Program pencegahan dilaksanakan tindakan berikut :8
Pemantauan biologis (kadar timbal dalam darah):
1. Dilakukan setiap 6 bulan bila kadar timbal <40 g/ dl.
2. Dilakukan setiap 2 bulan bila kadar timbal > 40 g/ dl, sampai kadarnya mencapai <
40 g/ dl dalam 2 kali pemantauan secara berturut-turut.
3. Bila kadar timbal > 40 g/ dl dan sudah tidak diperkenankan bekerja di tempat
pajanan maka pemantauan harus dilaksanakan setiap bulan.
Pemeriksaan Medis
1. Dilakukan setiap tahun bila kadar timbal dalam darah > 40 g/ dl
2. Dilakukan setelah peninjauan lapangan bila kadar timbal di lingkungan tempat kerja
sama atau kadar timbal dalam darah mencapai > 30 g/ ml.
3. Dilakukan sesegera mungkin bila seseorang pekerja timbul tanda intoksikasi timbal
yang mencurigakan.
Tidak diperkenankan bekerja di tempat pajanan

1. Pekerja dengan kadar timbal > 60 g/ ml, kecuali bila kadarnya yang terakhir masih <
40 g/ ml.
2. Pekerja dengan kadar timbal > 50 g/ ml pada pemeriksaan terakhir selama tiga kali
berturut-turut atau lebih dari 6 bulan. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja bila
kadar timbalnya sudah < 40 g/ ml dalam pemeriksaan dua kali berturut- turut.

Kesimpulan
Pada kasus ini pasien di diagnosis telah mengalami penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh paparan timbal dimana dapat dilihat dari hasil pemeriksaan kadar Pb Darah
40 g/dL. Pada kasus ini pasien kurang memperhatikan keselamatan dirinya dengan baik
karena tidak menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja, seharusnya hal ini dapat
dicegah apabila pasien menggunakan alat pelindung diri dengan benar sehingga pasien dapat
menghindari terhirupnya zat-zat berbahaya seperti timbal.

Daftar Pustaka
1. DR.P.V Chadha, Timbal, Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi 5. Widya Medika.
Jakarta: 1995.h 268 72.
2. Mitchell, Kumar, Abbas. BS Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. EGC Kedokteran.
Jakarta: 2006.h 255.
3. Budi F E. Juli 2012, Strategi Penanggulangan Masalah Kesehatan Pada Industri
Accu.Ejournal. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/1033/1103.
17 Oktober 2014.
4. Harrianto R. Buku Ajar Kesehatan Kerja. EGC Kedokteran. Jakarta: 2013.h 74-5.
5. Ronald A, Richard A. Tinjauan Klinis hasil pemeriksaan laboratorium. EGC
Kedokteran. Jakarta: 2002.h 42.
6. Wiria M S. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Badan penerbit FKUI. Jakarta: 2011.h
844.

7. Betz C L, Linda A. Buku saku keperawatan pediatri. Edisi 5. EGC Kedokteran.

Jakarta: 2009.h 360.

Anda mungkin juga menyukai