Pendahuluan
Timbal merupakan salah satu jenis logam alamiah yang tersedia dalam bentuk
biji
logam. Peningkatan
aktivitas
manusia, seperti
pertambangan, peleburan
dan
lingkungan. Keracunan timbal merupakan salah satu masalah lingkungan di dunia yang
bisa merusak kesehatan manusia. Sebagai salah satu negara berkembang indonesia
memiliki potensi yang besar untuk terkena keracunan timbal. Khususnya bagi pekerja
pabrik yang kurang memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja nya dari aspek
K3. Oleh karena itu perlunya di berikan edukasi pada perusahaan pabrik dan para
pekerja dengan resisiko tinggi kontak, agar keracunan yang di sebabkan oleh timbal
dapat di kurangi, sehingga kesejahtraan baik pekerjaa dan perusahhan dapat tercapai.
A. Diagnosis Klinis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik di mulai dengan menilai
lakukan ttv. Inspeksi kulit yang pucat akibat anemia atau kulit kuning akibat hemolisis
akut sering kali di temukan pada para penderita intoksikasi timbal. Suatu garis
pigmentasi biru keabu-abuan kadang-kadang tampak pada gusi, yang di sebut lead
line . Pada pemeriksaan fisik
intoksikasi
timbal seringkali di
tunjukan
dengan
Pemeriksaan penunjang
Riwayat kontak dengan bahan toksik merupakan kunci untuk mendiagnosis
penyebab pusing, lemas, dan ngantuk pada pasien dengan intoksikasi. Namu harus di
tunjang dengan pemeriksaan laboratorium. Gambaran laboratorium biasanya tampak
anemia normositik normokrom atau normositik hipokrom pada darah tepi, kadangkadang ditemukan sel darah merah abnormal seperti morfologi daun semanggi serta
gambaran basofil yang berbintik. Penggabungan Fe dan Heme menyebabkan perubahan
Fe menjadi bentuk Zn- protoporfirin (ZPP), dan produk hidrolisis lainnya yaitu eritrosit
protoporfirin (EP).
Pada
urin
biasanya
dengan
peningkatan
kadar
asam
delta-aminolevulinik
dehidratase maka kenaikan kadar ZPP dan EP dapat di ukur. Ini merupakan
indikator yang dapat di percaya pada untuk pengukuran intoksikasi timbal.
Pada darah hanya dapat di ukur dengan spektrofotometri. Lebih dari 90%
timbal dalam tubuh disimpan di tulang. Pada individu yang yang tidak terpajan
timbal, kadar timbal di darah berkisar antar 5-15 mikrogram/dL. Kadar timbal
di darah para pekerja di sektor industri tidak boleh melebihi 40 mikrogram/dL.
Pada pasien di dapatkan Pb darah 40 mikrogram/dL, dan Hb nya 12.
Pada tulang konsetrasi timbal dapat di ikur dengan menggunakan x- ray
flourescence (XRF) atau densitometri.
Pada susunan saraf pusat dan tepi biasanya terjadi dengan kadar timbal 40-80
mikrogram/dL
Pada individu dengan gejala intoksikasi timbal yang jelas, tetapi sulit di temukan
riwayat pajanannya, tes mobilisasi CaNa2 EDTAPb dapat membantu untuk menegakan
diagnosis.
Timbal
Timbal merupakan suatu logam berat yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan
titik leleh 327 C dan titik didih 1.620 C. Pada suhu 550 600C timbal menguap dan
bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Walaupun bersifat lentur,
timbal sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas
dan air asam. Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat. Bentuk
oksidasi yang paling umum adalah timbal (II) dan senyawa organometalik yang terpenting
adalah timbal tetra etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML : tetra methyl lead)
dan timbal stearat. Merupakan logam yang tahan terhadap korosi atau karat, sehingga sering
digunakan sebagai bahan coating. Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam
timbal dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses
masuknya timbal ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan
minuman, udara (pernafasan/inhalasi) serta perembesan atau penetrasi pada selaput atau
lapisan kulit. Lebih kurang 90% partikel timbal dalam asap atau debu halus di udara dihisap
melalui saluran pernafasan. Penyerapan di usus mencapai 5 -15 % pada orang dewasa.
Penyerapan Timbal dapat melalui inhalasi debu timbal atau benda berbahan timbal
lainnya. Partikel yang mudah larut menyebabkan absorbsi di paru berlangsung cepat dan luas.
Paparan inhalasi umumnya terjadi pada kawasan industri. Paparan pada daerah non-industri
terjadi terutama melalui pencernaan, terutama pada anak-anak yang mengabsorbsi 45-50%
timbal larut dibandingkan pada orang dewasa yang hanya sekitar 10-15%.
Keracunan Akut
Keracunan akut timbal (PB) jarang terjadi. Keracunan timbal akut yang pernah terjadi
secara tidak sengaja adalah karena keracunan timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai
timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada
dosisnya. Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam
asam atau inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam
disertai rasa terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan
muntahan yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang
hebat. Lidah berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis
biru yang merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida.
Tinja penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau
konstipasi. Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas
dan vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga
menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot
drop).
Keracunan subakut
Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam dosis
kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang lebih
menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan
ini kemudian akan diikuti dengan kejang-kejang dan koma. Gejala umum meliputi
penampilan yang gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem
pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah.
Keracunan kronis
Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan keracunan
akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang terpapar timbal dalam
bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini dianggap sebagai penyakit
industri. seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat
huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas, pekerja
pabrik baterai. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang minum air yang dialirkan
melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee (sejenis
makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi system
syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas,
menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul
kemudian.
Mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah :
Sistem haemopoietik
Dimana
Pb
menghambat
sistem
pembentukan
hemoglobin
(Hb)sehingga
menyebabkananemia.
Sistem saraf
Dimana Pb dapat menyebabkan kerusakan otak dengan gejalaepilepsi,halusinasi, kerusakan
otak besar, dan delirium.
Sistem urinaria
Dimana
Pb
bisa
menyebabkan
lesi
tubulus
proksimalis,
lengkunghenle,
serta
menyebabkanaminosiduria.
Sistem pencernaan
Dimana Pb dapat menyebabkan kolik dankonstipasi.
Sistem kardiovaskular
Dimana Pb dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Sistem reproduksi
Dimana Pb dapat menyebabkan keguguran, tidak berkembangnya selotak embrio, kematian
janin waktu lahir, serta hipospermia danteratospermia pada pria.
Sistem endokrin
Dimana Pb dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid dan fungsiadrenal.
Manifestasi klinis
Sebagian besar yang menderita keracunan timbal bersifat asimtomatik dan keadaan
keracunan tersebut dapat terdeteksi selama dilakukan skrining rutin. Gejala yang tampak
dengan naiknya kadar timbal adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Anoreksia
Konstipasi atau diare
Iritabilitas
Mual dan muntah
Nyeri abdomen atau kolik
Malaise
Sistem sensoris hanya sedikit mengalami gangguan, sedangkan ensefalopati sering
kecelakaan
Tempat kerja harus bersih dengan penerangan yang cukup
Penetapan pengukuran kadar bahan-bahan kimia berbahaya dan kondisi fisik di
Kondisi kimia
Memasang sistem ventilasi yang memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat
Menyediakan tempat penyimpanan yang aman untuk bahan kimia berbahaya
Mengontorl kadar debu di tempat kerja
Air untuk mandi dan cuci mata harus cukup tersedia terutama untuk membersihkan
bahan-bahan korosif
Bubuk yang tumpah harus diambil dengan alat penghisap vakum
Kondisi biologi
Sanitasi lingkungan kerja yang memadai (tempat cuci tangan, ruangan makan)
Ruang pertolongan pertama yang terletak di lingkungan kerja
Terdapat fasilitas kesehatan
Ergonomi
terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja. Adapun alat-alat pelindung
diri yang digunakan, yaitu :
Kepala
: Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan
Mata
: Kacamata dari berbagai gelas
Muka
: Perisai muka
Tangan dan jari
: Sarung tangan
Kaki
: Sepatu
Alat pernafasan
: Respirator / masker khusus berlapis Tourmaline.
Telinga
: Sumbat telinga, tutup telinga
Tubuh
: Pakaian kerja dari berbagai bahan
Nilai Pb
Nilai Pb dalam darah seorang pekerja pabrik yang sering terpapar oleh timbal
biasanya cukup tinggi dibanding yang tidak sering terpapar. Hal ini menjelaskan bahwa pada
ada dampak kesehatan yang terjadi secara nyata dari pajanan timbal pada tubuh manusia.
Paparan timbal ini dapat terjadi secara akut ataupun kronik dimana pada kasus akut biasa
seseorang mengalami keracunan dengan termakan atau terminum yang berbahan timbal. Pada
kasus kronis biasa berjalan sangat lambat dan biasanya ditandai dengan munculnya gejala
kelelahan, lesu dan iritabilasi. Kadar normal Pb pada orang dewasa adalah antara 5 - 15
g/dL darah lengkap. Kadar nilai timbal (Pb) dapat memberikan efek pada manusia, yaitu :
Terdapat nilai kategori yang terdapat pada orang dewasa :
Kadar Pb (g/dL)
0 s/d 10
Anak
Penurunan kecerdasan
Dewasa
---
Gangg. Pertumbuhan
10 s/d 30
tulang
Gangg. Metab Vit D
30 s/d 50
Gangg. Sintesa Hb
Gangg. SSP
Gangg. Ginjal
50 s/d 100
Anemia
Gangg. Ginjal
Gangg. Sintesa Hb
Kematian
Kematian
E. Faktor Individu
Faktor individu ini bisa kita lihat dengan jelas dari status kesehatan fisik seperti
riwayat alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat penyakit dahulu, higiene diri baik di
lingkungan kerja atau lingkungan rumah dan alat pelindung diri sewaktu bekerja. Pada
anamnesis yang tepat dapat diketahui semua dengan tepat. Dalam kasus ini diketahui bahwa
pasien tidak mempunyai riwayat penyakit sebelumnya, pasien juga tidak memiliki kebiasaan
merokok tetapi pasien mempunyai kebiasaan menggunakan alat pelindung diri tanpa
menggunakan masker penutup.
kecerdasan, CO2 yang dapat meningkatkan suhu bumi secara global, Kabut Karbon yang
bersifat induser sebagai pemicu sel tumor.
G. Diagnosis Okupasi
Diagnosis okupasi dapat ditegakkan berdasarkan langkah-langkah yang telah disusun
terutama pajanan-pajanan yang berhubungan dengan pekerjaannya. Diagnosis pada kasus ini
yaitu, Laki-laki usia 35 tahun dengan keluhan sering pusing, mengantuk dan lemas
merupakan salah satu penyakit akibat kerja karena terpajan bahan kimia berupa timbal.
H. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Non medika mentosa
1. Menjauhkan dari tempat pajanaan contoh : seperti di pindah kan bagian lain
atau di istirahtkan sampai kadar Pb darahnya turun.
2. Pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri, hal ini guna mencegah
terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja
contoh
intoksikasi
Pb,
kalsium
disodium
edetat
(CaNa2EDTA),
jam selama 17 hari terakhir. Penisilamin efektif diberikan secara oral dan dapat
ditambahkan dalam rejimen pengobatan dengan dosis empat kali 250 mg sehari
selama 5 hari. Pada terapi jangka panjang tidak boleh melebihi 40 mg/kgBB per
hari.
I. Pencegahan
Mengadakan program penyuluhan tentang bahayanya pajanan bahan kimia yang dapat
menimbulkan penyakit terhadap pekerja terutama yang berhubungan langsung atau yang
sering terpajan. Memberitahukan untuk menjaga kesehatan dengan minimalnya sering
berolah raga setiap harinya lalu bila bekerja menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dan
baik, serta dianjurkan pada pekerja untuk merubah gaya hidup yang buruk.
Memberikan usulan terhadap pimpinan pabrik untuk memberikan sanksi bila ada
pekerja yang tidak patuh atau tidak sesuai dengan SOP dalam melakukan pekerjaan, misalnya
tidak menggunakan alat pelindung diri yang lengkap. Perbaiki ventilasi pabrik terutama di
gedung yang terdapat pajanan agar pertukaran udara terjadi dengan baik dan tidak
menimbulkan resiko besar bagi yang bekerja. Sanitasi lingkungan kerja dan perilaku makan
yang sehat harus diperhatikan. Program pencegahan dilaksanakan tindakan berikut :8
Pemantauan biologis (kadar timbal dalam darah):
1. Dilakukan setiap 6 bulan bila kadar timbal <40 g/ dl.
2. Dilakukan setiap 2 bulan bila kadar timbal > 40 g/ dl, sampai kadarnya mencapai <
40 g/ dl dalam 2 kali pemantauan secara berturut-turut.
3. Bila kadar timbal > 40 g/ dl dan sudah tidak diperkenankan bekerja di tempat
pajanan maka pemantauan harus dilaksanakan setiap bulan.
Pemeriksaan Medis
1. Dilakukan setiap tahun bila kadar timbal dalam darah > 40 g/ dl
2. Dilakukan setelah peninjauan lapangan bila kadar timbal di lingkungan tempat kerja
sama atau kadar timbal dalam darah mencapai > 30 g/ ml.
3. Dilakukan sesegera mungkin bila seseorang pekerja timbul tanda intoksikasi timbal
yang mencurigakan.
Tidak diperkenankan bekerja di tempat pajanan
1. Pekerja dengan kadar timbal > 60 g/ ml, kecuali bila kadarnya yang terakhir masih <
40 g/ ml.
2. Pekerja dengan kadar timbal > 50 g/ ml pada pemeriksaan terakhir selama tiga kali
berturut-turut atau lebih dari 6 bulan. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja bila
kadar timbalnya sudah < 40 g/ ml dalam pemeriksaan dua kali berturut- turut.
Kesimpulan
Pada kasus ini pasien di diagnosis telah mengalami penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh paparan timbal dimana dapat dilihat dari hasil pemeriksaan kadar Pb Darah
40 g/dL. Pada kasus ini pasien kurang memperhatikan keselamatan dirinya dengan baik
karena tidak menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja, seharusnya hal ini dapat
dicegah apabila pasien menggunakan alat pelindung diri dengan benar sehingga pasien dapat
menghindari terhirupnya zat-zat berbahaya seperti timbal.
Daftar Pustaka
1. DR.P.V Chadha, Timbal, Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi 5. Widya Medika.
Jakarta: 1995.h 268 72.
2. Mitchell, Kumar, Abbas. BS Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. EGC Kedokteran.
Jakarta: 2006.h 255.
3. Budi F E. Juli 2012, Strategi Penanggulangan Masalah Kesehatan Pada Industri
Accu.Ejournal. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/1033/1103.
17 Oktober 2014.
4. Harrianto R. Buku Ajar Kesehatan Kerja. EGC Kedokteran. Jakarta: 2013.h 74-5.
5. Ronald A, Richard A. Tinjauan Klinis hasil pemeriksaan laboratorium. EGC
Kedokteran. Jakarta: 2002.h 42.
6. Wiria M S. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Badan penerbit FKUI. Jakarta: 2011.h
844.