Intosikasi Timbal
Bernadina N S Lewowerang
102011303
novi.lw_fc@yahoo.co.id
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara, No.6, Jakarta Barat 11510
PENDAHULUAN
Timbal merupakan suatu logam berat yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan
titik leleh 327 C dan titik didih 1.620 C. Pada suhu 550 600C timbal menguap dan
bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Walaupun bersifat lentur,
timbal sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas
dan air asam. Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat. Bentuk
oksidasi yang paling umum adalah timbal (II) dan senyawa organometalik yang terpenting
adalah timbal tetra etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML : tetra methyl lead)
dan timbal stearat. Merupakan logam yang tahan terhadap korosi atau karat, sehingga sering
digunakan sebagai bahan coating. 1
Pekerja di pertambangan timbal sangat berpotensi terpajan debu dan fume yang
banyak dihasilkan pada proses pengilingan/prnggosongan biji timbal. Disamping itu, pajanan
timbal juga berpotensi terjadi pada pada pekerja pengelasan, penyolderan, pelukis, pekerja
pabrik, aki, cat, terutama pekerja yang terkait proses penyemprotan, gelas, keramik.
SKENARIO
Seorang laki-laki 35 tahun datang ke klinik dengan keluhan sering pusing, mengantuk
dan lemas seejak 6 bulan terkahir, belum pernah berobat, banyak minum jamu. Tidak ada
masalah psikologis dengan atasan ataupun rekan pekerja. Sudah 5 tahun dipabrik batrei dan
nggak pernah pakai APD, TTV normal, konjungtiva normal, pemeriksaan fisik normal. Hb :
12, monitoring biologis kadar Pb : 40 mg/dL
Page 1 of 17
PEMBAHASAN
1. DIANGNOSIS KLINIS
a. Anammesis (allo-anamesis atau autoanamesis)
Dalam kasus ini anamnesis sangat berperan penting, yaitu bertujuan untuk mengenali
gejala dan kelainan yang dialami pasien apakah suatu penyakit akibat kerja atau penyakit
yang hanya berhubungan dengan pekerjaan.
Keluhan utama: pasien sering merasa pusing, mengantuk, dan lemas yang dirasakan
(1) Apakah gejala berhubungan dengan pekerjaan? Misalnya, apakah gejala membaik
saat liburan atau akhir pekan?. Mengidentifikasi pola yang menunjukkan baik
perbaikan atau eksaserbasi saat tidak terpajan, dapat juga untuk menilai tahap pertama
efek perilaku.
(2) Apakah pekerja lain mengalami gejala yang sama? Identifikasi pekerja lain yang
mungkin sudah terkena dapat mengarah pada pencarian informasi yang menjelaskan
masalah pasien secara individual.
(3) Apakah pasien sekarang terpajan logam, pelarut, atau pestisida? Untuk memikirkan
kemungkinan bahan neurotoksik, mengingat banyaknya bahan dengan kemungkinan
memberikan pengaruh terhadap sistem saraf.
Page 2 of 17
(4) Siapa lagi yang pasien kunjungi berkaitan dengan masalah ini?. Pertanyaan ini
ditujukan untuk memperoleh informasi lebih lanjut dari pihak lain yang mungkin
sudah pernah melihat pasien pada tahap yang lebih awal, misalnya saat ada perubahan
perilaku.
(1) Membuat daftar sesuai dengan kronologi semua pekerjaan yang pernah dilakukan.
Penjelasan tentang pekerjaan dalam sehari dan tanggungjawab pekerjaan. Hal ini
dilakukan untuk memastikan kadar dan lama pajanan terhadap kemungkinan bahan
neurotoksik.
(2) Apakah peralatan pelindung telah diberikan? Bila iya, apakah pasien memakainya?
Seberapa sering pasien memakainya? Mempertimbangkan bila perlindungan telah
diberikan pada pekerja dan apakah perlindungannya sudah cukup memadai.
(3) Apakah ventilasi di tempat kerja memadai? Pertanyaan ini dapat memberikan kesan
secara umum tentang kecukupan ventilasi oleh gerakan udara dan bebauan yang
diinhalasi.
(4) Apakah pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dilakukan? Bagaimana tentang
pemeriksaan kesehatan secara berkala? Informasi penting mengenai data dasar dan
kecenderungan hasil pemeriksaan bisa didapatkan bila pemeriksaan memadai
sebelumnya telah dilakukan.
(5) Disamping pekerjaan tetap, apakah pasien memiliki pekerjaan lain? Beberapa pajanan
yang bermakna mungkin bukan akibat pekerjaan tetap, tetapi dapat juga diakibatkan
pekerjaan paruh waktu diluar jam kerja yang normal, sehingga bila pasien memiliki
lebih dari satu pekerjaan sebaiknya dibuat daftar pekerjaan tambahan.
(6) Menanyakan mengenai keadaan yang tidak normal di tempat kerja, apakah akhir-akhir
ini ada penambahan beban kerja? Apakah ada kemacetan internal atau penutupan?
Apakah ada perubahan garis produksi atau perkenalan bahan kimia baru? Hal ini
bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan berjangkitnya kelainan neurologi.1
b. Pemeriksaan fisik
Tanda-Tanda vital
Page 3 of 17
Page 4 of 17
Pekerja di pertambangan timbal sangat berpotensi terpajan debu dan fume yang
banyak dihasilkan pada proses penggilingan atau penggosokkan biji timbal. Disamping
itu, pajanan timbal juga berpotensi terjadi pada pekerjaan pengelasan, penyolderan,
pelukis, pekerja di pabrik baterai/ aki/ cat, terutama pekerja yang terkait proses
penyemprotan, gelas, dan keramik. Pajanan di lingkungan dekat lokasi peleburan timbal
dapat terjadi akibat udara, tanah, atau air minum yang terkontaminasi. Didaerah perkotaan
pajanan akibat pencemaran lingkungan seperti asap buangan knalpot kendaraan bermotor.
Pencemaran udara lingkungan mengakibatkan paparan bahan-bahan berbahaya
bagi kesehatan individu-individu yang terkena paparan. Ada berbagai mekanisme yang
bisa terjadi untuk timbulnya berbagai kelainan yang terjadi dan tergantung pada sifat-sifat
polutan yang bersangkutan. Mekanisme-mekanisme tersebut antara lain sebagai berikut1
1. Bahan-bahan yang berbentuk gas toksis sesudah masuk menembus atau ditahan
(retensi) mukosa saluran nafas. Dapat menembus ataupun diretensi mukosa
bergantung pada hal-hal berikut, diantaranya sifat fisis gas (kelarutannya), konsentrasi
gas dalam udara inspirasi, kecepatan dan dalamnya ventilasi, serta reaktivasi gas. Gas
yang mudah larut (misalnya SO2) sesudah masuk saluran nafas hampir lengkap
diserap oleh mukosa saluran nafas bagian atas saat terjadi paparan. Bagi gas yang
kurang dapat larut, misalnya (misalnya NO2, O3) sesudah masuk saluran nafas terus
kebawah dapat menembus saluran nafas dan alveoli. Gas CO kurang bisa larut dalam
air sehingga gas ini tidak dapat dihilangkan di saluran nafas bagian atas. Kemudian
setelah CO sampai di alveoli akan berdifusi melewati membran alveol-kapiler dan
segera berikatan dengan hemoglobin pada eritrosit dalam peredaran darah (HbCO),
dan tergantung pada konsentrasinya dalam darah dapat menimbulkan keracunan CO.
Olahraga (frekuensi nafas lebih cepat) dan pergantian nafas lewat mulut dari lewat
hidung saat olahraga (sedang sampai berat) kurang efektif dalam rangka membuang
polutan.
2. Bahan partikel yang tersuspensi sebagai aerosol sesudah terhirup udara nafas akan
terdeposisi di saluran nafas. Deposisinya tergantung beberapa faktor, seperti sifat
aerodinamik partikel (besar partikel), anatomi saluran nafas, dan yang terakhir adalah
pola nafas. Partikel ukuran lebih besar dari 10 m akan tersaring dan ditahan oleh
hidung (rambut hidung). Partikel ukuran kurang dari 10 m terdeposisi di cabang
trakeobronkial. Partikel ukuran 1-2 m dapat terdeposisi di alveoli. Partikel kurang
dari 0,5 m dengan gerakan Brown menuju alveoli dan melekat disana. PartikelPage 5 of 17
partikel yang terdeposisi di saluran nafas dan dihilangkan (dieliminasi) oleh fungsi
mukosilier dalam waktu beberapa jam setelah deposisi. Sedangkan partikel-partikel
yang melekat pada dinding alveolus akan dibersihkan oleh makrofag dalam beberapa
hari sampai bulan.
3. Mekanisme kerusakan paru oleh gas atau partikel yang terinhalasi ada berbagai cara.
Misalnya gas oksidan (O3 dan NO2) menyebabkan inflamasi pada epitel dengan cara
membentuk oksidan toksis dan mediator inflamasi terlebih dahulu. SO2 dapat
memberikan iritasi saluran nafas. Partikel-partikel yang terikat dengan asam dan larut
pada cairan jaringan dapat menginduksi inflamasi. Partikel organis juga dapat
menimbulkan inflamasi di saluran nafas atau berlaku sebagai carcinogenic
initiator.Polutan akan memberikan efek kurang baik bagi kesehatan manusia apabila
polutan tersebut konsentrasinya di udara ambien telah melebihi konsentrasi standar
yang dibolehkan. Udara ambien dianggap kualitasnya baik apabila udara tersebut
aman untuk dihirup sebagai udara pernafasan, artinya memberi perlindungan untuk
semua populasi, termasuk yang mempunyai suseptibiltas tinggi. Meskipun udara
ambien mengandung bahan potensial berbahaya bagi kesehatan manusia, udara
tersebut masih aman untuk manusia apabila konsentrasinya masih dalam batas aman.
Nilai standar kualitas udara ambien bisa dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Nilai Standar Kualitas Udara Ambien1
Nama polutan
Nilai Standar Primer
0,14 ppm (365 g/m3)
SO2
0,03 ppm (80 g/m3)
150 g/m3
PM10
50 g/m3
NO2
0,053 ppm (100 g/m3)
35 ppm (40 g/m3)
CO
9 ppm (10 g/m3)
O3
0,12 ppm (235 g/m3)
Lead (Pb)
1,5 mg/m3
Rerata Dalam
24 jam
1 tahun
24 jam
1 tahun
1 tahun
1 jam
8 jam
1 jam (maksimal)
3 bulan (maksimal)
Menurut WHO risiko kesehatan akibat polusi udara lingkungan adalah timbulnya
penyakit berikut (kemungkinannya), antara lain infeksi pernafasan akut (ISPA), penyakit paru
obstruktif kerja, asma bronkial, kanker paru, tuberkulosis, penyakit jantung iskemik, penyakit
serebrovaskular, dan akibat atau penyakit pada perinatal.2
3. APA ADA HUBUNGAN PAJANAN DENGAN PENYAKIT
Page 6 of 17
Kondisi kimia
Page 7 of 17
Air untuk mandi dan cuci mata harus cukup tersedia terutama untuk
membersihkan bahan-bahan korosif
Ergonomi
Pada pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri, hal ini guna
mencegah terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja. Adapun
alat-alat pelindung diri yang digunakan, yaitu 5
Kaki
: Sepatu
Nilai Pb
Page 8 of 17
Nilai Pb dalam darah seorang pekerja pabrik yang sering terpapar oleh timbal
biasanya cukup tinggi dibanding yang tidak sering terpapar.Hal ini menjelaskan
bahwa pada ada dampak kesehatan yang terjadi secara nyata dari pajanan timbal pada
tubuh manusia.Paparan timbal ini dapat terjadi secara akut ataupun kronik dimana
pada kasus akut biasa seseorang mengalami keracunan dengan termakan atau
terminum yang berbahan timbal.Pada kasus kronis biasa berjalan sangat lambat dan
biasanya ditandai dengan munculnya gejala kelelahan, lesu dan iritabilasi. Kadar
normal Pb pada orang dewasa adalah antara 0,4-0,5 g/mL darah lengkap, sedangkan
untuk anak-anak 0,25 g/mL darah. Terdapat nilai timbal (Pb) dapat memberikan efek
pada manusia, yaitu :3
Kadar Pb (g/ ml)
0 s/d 10
Anak
Penurunan kecerdasan
Dewasa
---
Gangg. Pertumbuhan
10 s/d 30
tulang
Gangg. Metab Vit D
30 s/d 50
Gangg. Sintesa Hb
Gangg. SSP
Gangg. Ginjal
50 s/d 100
Anemia
Gangg. Ginjal
Gangg. Sintesa Hb
Kematian
Kematian
Keracunan akut
Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak sengaja yang
pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai timbul 30 menit
setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya.
Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau
inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa
Page 9 of 17
terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan
yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah
berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis biru yang
merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja
penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi.
Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan
vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga
menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot
drop), insomnia, keracunan pikiran, delirium, dan mania.3,4
Keracunan subakut
Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam dosis kecil,
misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang lebih
menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan
ini kemudian akan diikuti dengan kejang-kejang dan koma. Gejala umum meliputi
penampilan yag gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem
pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram.
Periode fatal : 1-3 hari.4
Keracunan kronis
Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan keracunan akut.
Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang terpapar timbal dalam bentuk
garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini dianggap sebagai penyakit industri.
seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat huruf
mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas. Bahaya dan
resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15 mikrogram/m3, atau 0,007 mikrogram/m3 bila
sebagai aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang minum air yang
dialirkan melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee
(sejenis makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi
system syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik usus, mempengaruhi
fertilitas, menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat
muncul kemudian.4
4. JUMLAH PEJANANAN CUKUP
Page 10 of 17
Dalam hal ini di cari apakah jumlah pajanan tersebut cukup untuk
menyebabkan efek toksis pada pasien. Hal tersebut di dapat secara kualitatif dengan
melakukan pengamatan pada cara kerja, proses kerja, keadaan lingkungan kerja, masa
kerja dan juga penting untuk di ketahui apakah para pekerja telah memakai alat
pelindung yang sesuai. Selain itu bisa di ukur kadar zat toksis dalam diri
pekerja/pasien serta konsentrasi timbal tersebut di lingkungan kerja dimana para
pekerja tersebut terpapar.
Secara umum paparan Konsentrasi normal timbal dalam darah 10 25 g/dL.
Pada orang dewasa terdapat perbedaan kandungan timbal dalam darah, hal ini
disebabkan oleh faktor lingkungan dan geografis dimana orang-orang itu berada.
Kadar timbal dalam darah merupakan indikator yang paling baik untuk menunjukkan
current exposure (pemaparan sekarang). Hal ini hanya berlaku pada steady state
conditions yaitu bila seseorang terpapar timbal secara terus menerus. Untuk mencapai
kondisi steady state tersebut diperlukan waktu pemaparan selama 2 bulan secara terus
menerus. Setelah pemaparan berhenti, kadar timbal akan turun secara perlahan-lahan.5
Kategori
A (normal)
< 40
B (dapat ditoleransi)
40 - 80
C (berlebih)
80 - 120
D (tingkat bahaya)
> 120
Deskripsi
Tidak terkena paparan atau
Tingkat paparan normal
Pertambahan penyerapan
Dari keadaan terpapar tetapi
masih bisa ditoleransi
Kenaikan penyerapan dari
keterpaparan yang banyak
dan mulai memeperlihatkan
tanda-tanda keracunan
Penyerapan mencapai
tingkat bahaya dengan
tanda-tanda keracunan
ringan sampai berat.
Epidemiologi
Timbal terdapat dalam lingkungan karena terdapat di alam dan digunakan
dalam industri. Kasus sporadis keracunan Pb bersumber dari Pb dalam mainan, debu
Page 11 of 17
ditempat latihan menembak, pipa ledeng, pigmen cat, abu dan asap dari pembakaran
kayu yang dicat, limbah industri rumah, baterai / aki, dan percetakan. Keracunan pada
anak cukup sering karena termakannya serpihan cat yang berasal dari bangunan tua
atau karena kebiasaan menggerogoti lis dan kerangka jendela yang dicat. Cat
mengandung Pb karbonat dan Pb oksida sebanyak 5 40%. Asosiasi standar Amerika
dalam tahun 1995 menentukan bahwa cat mainan, perabot rumah tangga, dan interior
tempat tinggal tidak boleh mengandung lebih dari 1 %. 3
Pemajanan Pb di tempat kerja di Amerika telah berkurang selama 50 tahun
terakhir karena adanya peraturan dan program tepat guna di bidang pengawasan
medis. Pajanan Pb paling tinggi ialah di tempat peleburan Pb, karena asap dan debu
yang mengandung Pb oksida. Pekerja di pabrik aki menghadapi resiko serupa. Dari
suatu penelitian yang dilakukan di Indonesia kadar Pb darah karyawan pabrik aki
kurang dari 0,699 ppm belum melewati batas toksik (0,72 pppm), tetapi perlu
pemantauan kadar Pb darah karyawan untuk mendeteksi gejala dini keracunan.
5. FAKTOR INDIVIDU BERPERAN
Faktor individu yang dilihat dalam status kesehatan fisik serta riwayat
alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, higene dan alat pelindung diri dalam
bekerja sesuai kebutuhan. Dalam kasus ini diketahui bahwa pasien tidak
memiliki riwayat penyakit sebelumnya, pasien juga tidak memiliki kebiasaan
merokok. Pasien tidak menggunakan alat pelindung diri berupa masker pada
saat bekerja.3
6. FAKTOR LAIN YANG DILUAR PEKERJAAN
Pada keadaan ini banyak faktor di luar lingkungan pekerjaan yang dapat
mempengaruhi kesehatan, bila korban mengkonsumsi rokok setiap harinya maka itu akan
memperburuk kesehatannya dan akan mudah sekali terserang oleh pajanan yang
berbahaya. Selain itu polusi kendaraan bermotor karna pada asap kendaraan bermotor
mengandung zat berbahaya seperti gas CO yang akan beredar bersamaan dengan darah
dan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan tubuh, Pb yang dapat diserap oleh
otak dan ginjal sehingga dapat mengganggu pertumbuhan fisik dan mental yang berakibat
pada fungsi kecerdasan, CO2 yang dapat meningkatkan suhu bumi secara global, Kabut
Karbon yang bersifat induser sebagai pemicu sel tumor.3
Page 12 of 17
7. DIANGNOSIS OKUPASI
A. DIANGNOSIS KERJA
Langkah ini merupakan yang paling sulit dalam diagnosis okupasi. Karena
pada bagian inilah ditentukan apakah faktor pekerjaan merupakaan faktor yang paling
bermakna terhadap timbulnya/terjadinya penyakit yang di derita oleh pasien tersebut.
Dalam kasus ini, sudah sangat jelas terlihat bahwa keracunan Timbal dengan
keluhan sering pusing, mengantuk dan lemas seejak 6 bulan terkahir dan Sudah 5
tahun dipabrik batrei dan monitoring biologis kadar Pb : 40 mg/dLmerupakan faktor
utama yang menyebabkan Hal yang paling mendukung adalah dengan pekerjaan
dipabrik batrei.
B. PATOFISIOLOGI
Pajanan Pb dapat berasal dari makanan, minuman, udara di lingkungan keja atau
lingkungan umum yang tercemar Pb. Pajanan okupasional dapat melalui saluran
pernapasan (inhalasi uap atau partikel udara yang polutif) atau saluran pencernaan
(tertelannya makanan atau minuman yang mengandung Pb Karbonat atau Pb Sulfat).
Dari pajanan Pb 100-350 g/hari, rata-rata 10-30% (20g) Pb yang terinhalasi
diabsorbsi
melalui
paru-paru
dan
sekitar
5-10%
yang
tertelan
lewat
10g lebih
banyak dideposit di saluran napas bagian atas dan partikel yang <10g dapat tertahan
di paru-paru. Pembersihan mukosiliar membawa partikel di saluran napas bagian atas
ke nasofaring kemudian ditelan. Pembersihan alveolar membawa partikel menembus
lapisan jaringan paru menuju kelenjar limfe dan aliran darah. Masuknya Pb ke aliran
darah juga bergantung dari variasi faal atar individu.5
Setelah diabsorbsi, 95% Pb dalam darah diikat oleh eritrosit dan diangkut ke organorgan tubuh. Pada jaringan lunak, Pb disimpan dalam aorta, hati, ginjal, otak, sumsum
tulang dan kulit dan bersifat toksik. Pada jaringan keras seperti tulang panjang dan
gigi juga mengandung lebih banyak Pb dibandingkan tulang lainnya, sehingga pada
Page 13 of 17
gusi dapat terlihat lead line yaitu pigmen keabuan antara perbatasan gigi dan gusi. Hal
ini merupakan cirri khas keracunan timbal.5
Eskresi Pb dapat melalui beberapa cara yaitu melalui urine sebanyak 75-80%, melalui
feses 15% dan lainnya empedu, keringat, rambut dan kuku. Kadar Pb dalam urine
merupakan cerminan pajanan baru sehingga pemeriksaan Pb urine dipakai untuk
pajanan okupasional. Umumnya eskresi berjalan sangat lambat. Waktu paruh timbale
di dalam darah 25 hari, jaringan lunak 40 hari, sedangkan dalam tulang dapat
bertahan 2 tahun. Diduga eksresi Pb yang lambat inilah yang menyebabkan Pb mudah
terakumulasi di dalam tubuh.5
C. GEJALA KLINIS
Efek toksis timbal terutama berpengaruh pada saluran cerna darah dan system
pernafasan. Pada saluean pencernaan, biasanya terjadi kolik timbal akibat efek
langsung timbal tehadap lapisan oto polos saluran pencernaan. Hal ini menyebabkan
timbulnya rasa kram perut yang menyeluruh terutama di daerah epigastrium dan
periumbilikalis, serta sering disertai mual, muntah, anoreksi dan kostipasi atau
kadang-kadang diare.
Intosikasi timbaljuga akan mempengaruhi system enzim sal darah merah,
sehingga anemia normositik normokrom atau mikrositik hipokrom dan hemolisis akut
sering terjadi. Enzim-enzim sel darah merah, seperti asam delta-aminolevulnik
dehidrase yang dibutuhkan untuk konjugasi mengabungankan Fe ke dalam
protoporfirin dapat terganggu sehingga mempengaruhi sintesis feme.
Gejala meningginya tekanan cairan otak dalam bentuk iritabilitas, inkordinasi,
gangguan tidur, rasa nyeri kepala, disorientasi, hangguan mental, ataksia, sampai
kelumpuhan saraf otak, kebutaan, serangan pingsan, atau koma, merupaka manifestasi
intoksikasi timbal pada susunan saraf pusat. Serangan ini disebut ensefalopati timbal,
yang biasanya merupakan tanda prognosis yang sangat buruk karena sudah terjadi
kerusakan otak yang serius. Selain itu gangguan motorik seperti wrist drop dan foot
sering sekali timbul sebagai manifestasi intoksikasi timbal pada susunan saraf tepi.
Timbal bersama aliran darah dapat melalui plasenta sehingga aborsi spontan
dapat terjadi pada wanita hamil yang terpajan timbal pada masa kehamilan.
Sedangkan pada laki-laki, timbal juga dapat mengurangi kesuburan karena timbal
diduga turut mempengaruhi proses spermatogenesis. Manifestasi klinis timbal lainnya
adalah poloatralgia, kegagalan fungsi hati, dan gagal ginjal. Psikosis dapat terjadi
Page 14 of 17
sebagai akibat intoksikasi tetraetil timbal dengan gejla insomnia, euphoria, halusinasi
dan kadang-kadang konvulsi.5
D. PENATALAKASANAAN
1.
Pengobatan awal fase akut intoksikasi Pb ialah secara suportif, dan selanjutnya
harus dicegah pajanan lebih jauh. Serangan kejang diobati dengan diazepam,
keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan, edema otak diatasi dengan
manitol dan deksametason. Kadar Pb darah harus ditentukan sebelum pengobatan
dengan kelator.
2.
Kelator harus diberikan pada pasien dengan gejala atau pada pasien dengan
kadar Pb darah melebihi 0,5 0,6 ppb. Tiga kelator yang biasa digunakan dalam
pengobatan intoksikasi Pb, kalsium disodium edetat (CaNa2EDTA), dimerkapol
dan D-penisilamin.
3.
CaNa2EDTA diberikan dengan dosis 50 -75 mg/kgBB per hari dibagi dalam
dua kali pemberian secara IM yang dalam atau sebagai infus selama 5 hari berturutturut. Interval pemberian CaNa2EDTA dengan dimerkapol ialah 4 jam. Terapi dengan
CaNa2EDTA tidak boleh melebihi jumlah dosis 500 mg/kgBB.
4.
Dimerkapol dengan dosis 4 mg/kgBB diberikan secara IM setiap 4 jam selama
48 jam, kemudian setiap 6 jam selama 48 jam berikutnya dan akhirnya setiap 6 12
jam selama 17 hari terakhir. Penisilamin efektif diberikan secara oral dan dapat
ditambahkan dalam rejimen pengobatan dengan dosis empat kali 250 mg sehari
selama 5 hari. Pada terapi jangka panjang tidak boleh melebihi 40 mg/kgBB per hari.6
F. PENCEGAHAN
Sanitasi lingkungan kerja, terutama kebersihan kantin dan perilaku makan
yang sehat haruslah diperhatikan. Berikut beberapa rangkuman pencegahan yang
dapat dilakukan
a. Primer dapat berupa penyuluhan, olahraga, dan perubahan perilaku.
b. Sekunder melalui peraturan dan administrasi, melalui teknis (substitusi, v
entilasi, isolasi, dan alat pelindung diri)
c. Tersier melalui medical check up secara berkala.
Menurut standar OSHA, program pengawasan medis pada pekerja perlu dilaksanakan
bila kadar timbal di lingkungan tempat kerja 30 g/m3 untuk lebih dari 30 hari/tahun.
Program ini disertai juga pelaksanaan tindakan berikut3
(1)
Pemantauan biologis (kadar timbal dalam darah) pada masing-masing pekerja:
Dilakukan setiap 6 bulan bila kadar timbal <40 g/dL.
Page 15 of 17
Dilakukan setiap 2 bulan bila kadar timbal >40 g/dL, sampai kadarnya
kerja sama atau kadar timbal dalam darah mencapai >30 g/m3.
Dilakukan sesegera mungkin bila seseorang pekerja timbul tanda intoksikasi
<40 g/dL.
Pekerja dengan kadar timbal >50 g/dL pada pemeriksaan terakhir selama tiga
(2)
(3)
kali berturut-turut atau lebih dari 6 bulan, kecuali kadarnya yang terakhir
masih <40 g/dL. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja di tempat pajanan
bila kadar timbalnya mencapai <40 g/dL dalam pemeriksaan selama dua kali
berturut-turut.3,6
KESIMPULAN
Hipotesis diterima, pria berusia 35 tahun tersebut diduga mengalami simtom yang
serupa intoksikasi timbal (Pb) sehubungan dengan pekerjaannya sebagai buruh pada salah
satu pabrik aki terkemuka sejak 5 tahun yang lalu. Keracunan timbal dapat terjadi oleh karena
menghirup uapnya ataupun penyerapan timbal melalui kulit. Meskipun untuk diagnosis
keracunan timah hitam diterapkan cara menegakkan diagnosis akibat kerja pada umumnya,
tetapi terutama perlu mendapat perhatian ialah gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium
serta evaluasi pekerjaan dan tempat kerja. Akumulasi timbal didalam tubuh pasien saat
pemeriksaan kadar timbal dalam darah yaitu 40 g/dL dapat menjadi petunjuk mengenai
akumulasi timbal sejak pria ini bekerja 5 tahun lalu. Dapat disimpulkan bahwa pria ini tidak
mengalami penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya, melainkan terdiagnosis sebagai
Penyakit Akibat Kerja (PAK).
DAFTAR PUSTAKA
Page 16 of 17
Pabrik
Baterai.Diunduhdari:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34378/4/Chapter
%20II.pdf. 18 Oktober 2014.
5. Harrianto R. Bahaya Kerja Kimiawi: Intoksikasi Timbal. Dalam: Buku Ajar
Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.3-10; 72-5
6. Logam Berat dan Antagonis: Timbal. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5
Page 17 of 17