Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Menstruasi merupakan pengeluaran, secara berkala dan fisiologis, darah dan
jaringan mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil. Proses ini di bawah
kendali hormon secara normal berulang, biasanya dengan interval sekitar empat
minggu, jika tidak terjadi kehamilan selama masa subur periode produktif
(pubertas sampai menopause), pada wanita dan beberapa species primata. Proses
ini merupakan puncak siklus haid.

Pada umumnya wanita mengalami ketidaknyamanan fisik selama beberapa hari


sebelum periode menstruasi mereka datang. Kira-kira setengah dari seluruh
wanita menderita akibat dismenore, atau menstruasi yang menyakitkan. Hal ini
khususnya sering terjadi awal-awal masa dewasa. Gejala-gejala dari gangguan
menstruasi dapat berupa payudara yang melunak, puting susu yang nyeri,
bengkak, dan mudah tersinggung. Beberapa wanita mengalami gangguan yang
cukup berat seperti keram yang disebabkan oleh kontraksi otot-otot halus rahim,
sakit kepala, sakit pada bagian tengah perut, gelisah, letih, hidung tersumbat, dan
ingin menangis. Dalam bentuk yang paling berat, sering melibatkan depresi dan
kemarahan, kondisi ini dikenal sebagai gejala datang bulan atau pre menstrual
syndrom (PMS), dan mungkin membutuhkan penanganan medis.
Beberapa wanita mengalami sebuah kondisi yang dikenal sebagai amenore, atau
kegagalan bermenstruasi selama masa waktu perpanjangan. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh bermacam-macam faktor termasuk stres, hilang berat badan,
olahraga berat secara teratur, atau penyakit. Sebaliknya, beberapa wanita
mengalami aliran menstruasi yang berlebihan, kondisi yang dikenal sebagai
menoragi. Tidak hanya aliran darah menjadi banyak, namun dapat berlangsung
lebih lama dari periode normal.
Seorang wanita jika awal kedatangan menstruasi, hal ini bisa menjadi saat yang
mengecewakan baginya. Anak-anak perempuan yang tidak mengenal tubuh
mereka dan proses reproduksi dapat mengira bahwa menstruasi merupakan bukti
adanya penyakit atau bahkan hukuman akan tingkah laku yang buruk. Anak-
anak perempuan yang tidak diajari untuk menganggap menstruasi sebagai fungsi
tubuh normal dapat mengalami rasa malu dan perasaan kotor saat menstruasi
pertama mereka. Dari latar belakang diatas penulis akan menjelaskan tentang
siklus menstruasi yang meliputi siklus menstruasi normal, perubahan yang
terjadi selama siklus menstruasi regulasi dan faktor yang mempengaruhi siklus
menstruasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Organ reproduksi internal


 Uterus
Uterus adalah organ muskular yang sebagian ditutupi oleh
peritoneum atau serosa. Permukaan rongga uterus dilapisi oleh
endometrium. Selama kehamilan, uterus berfungsi sebagai tempat
untuk penerimaan, implantasi, retensi, dan nutrisi konseptus, yang
akan dikeluarkan saat persalinan. Uterus perempuan yang tidak hamil
terletak di rongga panggul antara kandung kemih di sebelah anterior
dan rektum di sebelah posterior. Bagian inferior yaitu serviks
menonjol ke dalam vagina. Hampir seluruh dinding posterior uterus
dilapisi oleh serosa, atau peritoneum. Bagian bawah dinding
posterior uterus membentuk batas anterior ekskavasio rectouterina atau
kavum Douglasi. Hanya bagian atas dinding anterior uterus yang
seluruhnya dilapisi peritoneum.

Bentuk uterus mirip dengan buah pir pipih dan terdiri atas dua
bagian utama yang bentuknya tidak sama, yakni bagian segitiga di
sebelah atas, yaitu korpus (atau badan), dan bagian fusiform atau
silindrik di sebelah bawah, yaitu serviks.
 Tuba uterina
Tuba uterina (oviduk suatu tuba fallopi) membentak dari kornu uteri ke
tempat dekat ovarium dan merupakan akses perjalanan ovum menuju
rongga uterus. Tuba uterina memiliki panjang yang bervariasi, mulai
dari 8 sampai 14 cm, dan ditutupi oleh peritoneum, sedangkan
lumennya dilapisi oleh membrane mukosa. Masing-masing tuba uterina
dibagi menjadi bagian interstitial, isthmus, ampula, dan infundibulum.
Ketebalan tuba uterine berbeda-beda; bagian tersempit (isthmus)
berdiameter 2-3 mm dan bagian terlebar (ampula) berdiameter antara
5-8 mm. tuba uterine dikelilingi seluruhnya oleh peritoneum, kecuali
diperlekatkan mesosalping. Secara umum, otot tuba uterine terdiri atas
dua lapisan-lapisan dalam yang sirkular dan lapisan luar yang
longitudinal.

Tuba uterine dilapisi membrane mukosa yang epitelnya terdiri atas


selapis sel kolumner, sebagian bersilia dan yang lainnya bersifat
sekretorik. Arus yang ditimbulkan oleh sislia tuba adalah sedemikian
rupa sehingga arah alirannya menuju ke rongga uterus, terbukti benda
asing kecil dalam rongga abdomen hewan dapat keluar melalui vagina
setelah benda tersebut disalurkan melalui tuba dan rongga uterus.
Perisatalsis tuba diperkirakan merupakan faktor penting dalam
transportasi ovum.
 Ovarium
Ovarium adalah organ yang bentuknya hampir seperti buah badam
(almond-shaped) yang berfungsi sebagai tempat perkembangan dan
pengeluaran ovum serta sintesis dan sekresi hormon steroid. Ukuran
ovarium cukup bervariasi. Selama masa subur, ovarium memiliki
panjang 2,5-5cm, lebar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1,5 cm. Setelah
menopause, ukuran ovarium jauh berkurang.
Ovarium melekat ke ligamentum latum melalui mesovarium.
Ligamentum utero ovarikum, yang juga disebut ligamentum ovarii
proprium, membentang dari bagian lateral dan posterior uterus, tepat
dibawah insersi tuba, ke ekstremitas uterine (bawah) ovarium.
Ligamentum suspensorium ovarii membentang dari ekstremitas tubaria
(atas) ovarium kedinding panggul. Ligamentum ini dilalui pembuluh
dan saraf ovarium.
Struktur umum ovarium paling baik dipelajari melalui potongan
melintang, karena dapat dibedakan dua bagian, yaitu korteks dan
medulla. Korteks, atau lapisan luar, memiliki ketebalan yang bervariasi
sesuai usia dan menjadi semakin tipis seiring dengan bertambahnya
usia. Dilapisan inilah terletak ovum dan folikel de Graaf. Medulla
terdiri atas jaringan ikat longgar yang bersambungan dengan
mesovarium. Terdapat banyak arteri dan vena serta sejumlah kecil
serabut otot polos yang bersambungan dengan serabut di ligamentum
suspensorium ovarii, serabut otot berperan dalam pergerakan ovarium.
(Norman, 2010)

Gambar 2. Genetalia interna


II.2 Sistem Hormon Wanita
Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon
sebagai berikut:
1. Hormon 'releasing' hipotalamus: 'luteinixing hormone-releasing hormone'
(LHRH).
2. Hormon hipofisis anterior, hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon
luteinisasi (LH), yang disekresi akibat respon terhadap 'releasing
hormone' dari hipotalamus.
3. Hormon ovarium: estrogen, dan progesteron, yang disekresi oleh ovarium
akibat respon terhadap dua hormon dari kelenjar hipofisis anterior.
Berbagai hormon tidak disekresi secara konstan, jumlahnya tetap, tetapi
disekresi dengan kecepatan yang berbeda drastis pada berbagai bagian siklus
wanita.
 Siklus Bulanan Ovarium Dan Fungsi Hormon Gonadotropin
Masa reproduksi normal wanita ditandai oleh perubahan berirama bulanan
dalam kecepatan sekresi hormon-hormon wanita dan perubahan yang
sesuai pada organ seks itu sendiri. Gambaran berirama ini dinamakan siklus
seksual wanita (atau yang kurang tepat, siklus menstruasi). Lama siklus rata-
rata 28 hari. Siklus dapat sependek 20 hari atau selama 45 hari bahkan pada
wanita yang normal sama sekali, walaupun panjang siklus yang abnormal
kadang-kadang dihubungkan dengan pengurangan ferlilitas.

Dua hasil bermakna dari siklus seksual adalah: Pertama, hanya satu ovum
matang yang normal dikeluarkan dari ovarium setiap bulan sehingga hanya
satu fetus yang dapat mulai tumbuh pada saat ini. Kedua, endometrium
uterus dipersiapkan untuk implantasi ovum yang telah dibuahi bila
dibutuhkan pada bulan ini.

 Hormon-Hormon Gonadotropik dan Pengaruhnya pada Ovarium


Perubahan ovarium yang terjadi selama siklus seksual bergantung
seluruhnya pada hormon-hormon gonadotropik, FSH dan LH, yang
disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Tidak adanya hormon-hormon
tersebut membuat ovarium tetap tidak aktif, yang merupakan keadaan pada
masa kanak-kanak, ketika hampir tidak ada hormon-hormon gonadotropik
hipofisis yang disekresi. Pada usia 9 sampai 12 tahun, hipofisis secara
progresif mulai menyekresi lebih banyak FSH dan LH, yang menyebabkan
dimulainya siklus seksual bulanan normal yang terjadi antara usia 11 dan
15 tahun. Periode perubahan ini disebut pubertas, dan saat terjadinya siklus
menstruasi pertama disebut menarke. FSH dan LH, keduanya merupakan
glikoprotein kecil dengan berat molekul kira-kira 30.000.

Selama setiap bulan siklus seksual wanita, terjadi kenaikan dan penurunan
jumlah FSH dan LH.Variasi siklus ini menyebabkan terjadinya perubahan
siklus ovarium. Baik FSH maupun LH merangsang sel target ovarium
dengan cara bergabung dengan reseptor FSH dan LH yang sangat spesifik
pada membran sel ovarium target. Selanjutnya, reseptor yang diaktifkan
akan meningkatkan laju kecepatan sekresi dari sel-sel ini biasanya sekaligus
meningkatkan pertumbuhan dan proliferasi sel. Hampir semua efek
perangsangan ini dihasilkan dari pengaktifan sistem second messenger
siklus adenosin monofosfat dalam sitoplasma sel, yang menyebabkan
pembentukan protein kinase dan berbagai fosfolirase dari enzim-enzim
kunci yang merangsang sintesis hormon seksual.

II.3 Pertumbuhan Folikel—Fase "Folikular" Siklus Ovarium


Ketika seorang anak perempuan dilahirkan, masing-masing ovum dikelilingi
oleh selapis sel-sel granulosa; ovum, dengan selubung sel granulosa tersebut
disebut folikel primordial, seperti diperlihatkan pada gambar. Sepanjang masa
kanak-kanak, sel-sel granulosa diyakini berfungsi memberi makanan untuk
ovum dan untuk menyekresi suatu faktor penghambat pematangan oosit, yang
membuat ovum tetap tertahan dalam keadaan primordial, dalam fase profase
pembelahan meiosis. Kemudian, sesudah pubertas, bila FSH dan LH dari
kelenjar hipofisis anterior mulai disekresikan dalam jumlah yang cukup,
seluruh ovarium, bersama dengan folikelnya, akan mulai tumbuh.
Tahap pertama pertumbuhan folikel berupa pembesaran sedang dari ovum itu
sendiri, yang meningkatkan diameternya menjadi dua sampai tiga kali lipat.
Kemudian diikuti dengan pertumbuhan lapisan sel-sel granulosa tambahan di
dalam beberapa folikel; folikel-folikel ini di-kenal sebagai folikel primer.

 Perkembangan folikel Antral dan Vesikular.


Selama beberapa hari pertama setiap siklus seksual bulanan wanita,
konsentrasi FSH dan LH yang disekresi dari kelenjar hipofisis anterior
meningkat dari sedikit menjadi sedang, dengan peningkatan FSH yang
sedikit lebih besar dari pada LH dan lebih awal beberapa hari dari LH.
Hormon-hormon ini, khususnya FSH, dapat mempercepat pertumbuhan 6
sampai 12 folikel primer setiap bulan. Efek awalnya adalah proliferasi sel-
sel granulosa yang berlangsung cepat, menyebabkan lebih banyak lapisan
pada sel-sel tersebut. Selain itu, sel-sel berbentuk kumparan yang dihasilkan
dari interstisium ovarium berkumpul dalam beberapa lapisan di luar sel
granulosa, membentuk massa sel kedua yang disebut teka. Teka terbagi
menjadi dua lapisan. Di dalam teka interna, sel-selnya mempunyai
karakteristik epitelium yang mirip dengan sel-sel granulosa dan membentuk
kemampuan untuk menyekresi hormon steroid seks tambahan (estrogen dan
progesteron). Lapisan luar, teka ekstena, berkembang menjadi kapsul
jaringan ikat yang sangat vaskular. Kapsul ini akan menjadi kapsul dari
folikel yang sedang tumbuh.

Sesudah tahap awal pertumbuhan proliferasi, yang berlangsung selama


beberapa hari, massa sel granulosa menyekresi cairan folikular yang
mengandung estrogen dalam konsentrasi tinggi, salah satu hormon kelamin
wanita yang penting. Pengumpulan cairan ini menyebabkan munculnya
antrum di dalam massa sel granulose.

Pertumbuhan awal folikel primer menjadi tahap antral dirangsang oleh


FSH sendiri. Kemudian peningkatan pertumbuhan secara besar-besaran
terjadi, menuju ke arah pembentukan folikel yang lebih besar lagi yang
disebut folikel vesikular. Peningkatan pertumbuhan ini terjadi sebagai
berikut: (1) Estrogen disekresikan ke dalam folikel dan menyebabkan sel-
sel granulosa membentuk jumlah reseptor FSH yang semakin banyak;
keadaan ini menyebabkan suatu efek umpan balik positif karena estrogen
membuat sel-sel granulosa jauh lebih sensitive terhadap FSH. (2) FSH dari
hipofisis dan estrogen bergabung untuk memacu reseptor LH sel-sel
granulosa sebenarnya, sehingga terjadi .rangsangan LH sebagai tambahan
terhadap rangsangan oleh FSH dan membentuk peningkatan sekresi
folikular yang lebih cepat. (3) Peningkatan jumlah estrogen dari folikel
ditambah dengan peningkatan LH dari kelenjar hipofisis anterior bersama-
sama bekerja untuk menyebabkan proliferasi sel-sel teka folikular dan juga
meningkatkan sekresi folikular.

Sekali folikel antral mulai tumbuh, pertumbuhan folikel-folikel tersebut


terjadi sangat cepat. Diameter ovum sendiri juga membesar tiga sampai
empat kali lipat lagi, menghasilkan peningkatan diameter ovum total dari
awal sampai menjadi 10 kali lipat, atau peningkatan massa sebesar 1000
kali lipat. Ketika folikel membesar, ovum sendiri tetap tertanam di dalam
massa sel granulosa yang terletak pada sebuah kutup folikel.

 Hanya Satu Folikel yang Mengalami Pematangan Penuh Setiap Bulan, dan
Sisanya Mengalami Atresia.
Setelah pertumbuhan selama satu minggu atau lebih tetapi sebelum terjadi
ovulasi salah satu dari folikel mulai tumbuh melebihi semua folikel yang
lain; sisa 5 sampai 11 folikel yang tumbuh berinvolusi (suatu proses yang
disebut atresia), dan sisa folikel ini dikatakan menjadi atretik. Penyebab
atresia masih belum diketahui, tetapi didalilkan sebagai berikut: Sejumlah
besar estrogen yang berasal dari folikel yang tumbuh paling cepat tersebut
bekerja pada hipotalamus untuk lebih menekan kecepatan sekresi FSH
oleh kelenjar hipofisis anterior, denagn cara ini menghambat pertumbuhan
lebih jauh folikel-folikel yang kurang berkembang. Oleh karena itu folikel
yang paling besar dapat melanjutkan pertumbuhannya karena pengaruh
efek-efek umpan balik positif instrinsik yang dimilikinya, setelah semua
folikel yang lain berhenti tumbuh dan mengalami infolusi.

Proses atresia tersebut penting, karena biasanya peristiwa tersebut


normalnya hanya membuat satu folikel tumbuh sampai cukup besar untuk
berovulasi setiap bulan; hal ini mencegah lebih dari satu anak yang
berkembang dalam setiap kehamilan. Folikel tunggal tersebut mencapai
diameter 1-1,5 cm pada saat ovulasi dan disebut sebagai folikel matang.

 Ovulasi
Ovulasi pada wanita yang mempunyai siklus seksual normal 28 hari terjadi
pada 14 hari sesudah menstruasi dimula. Tidak berapa lama sebelum
ovulasi, dinding luar folikel yang menonjol akan membengkak dengan
cepat, dan daerah kecil pada bagian tengah kapsul folikular, yang disebut
stigma, akan menonjol seperti puting. Dalam waktu 30 menit kemudian,
cairan mulai mengalir dari folikel melalui stigma, dan sekitar 2 menit
kemudian, stigma akan robek cukup besar menyebabkan cairan yang lebih
kental, yang menempati bagian tengah folikel, mengalami evagiansi keluar.
Cairan ini membawa ovum bersamanya, yang dikelilingi oleh massa dari
beberapa ratus sel granulosa kecil yang disebut korona radiata.

 Lonjakan LH Penting dalam Ovulasi.


LH diperlukan untuk pertumbuhan akhir folikel dan ovulasi. Tanpa hormon
ini, walaupun ketika FSH tersedia dalam jumlah besar, folikel tidak akan
berkembang ke tahap ovulasi. Sekitar 2 hari sebelum ovulasi, laju kecepatan
sekresi LH oleh kelenjar hipofisis anterior meningkat dengan pesat, menjadi
6 sampai 10 kali lipat dan mencapai puncaknya 16 jam sebelum ovulasi.
FSH juga meningkat kira-kira 2 sampai 3 kali lipat pada saat bersamaan,
dan FSH dan LH akan bekerja secara sinergistik untuk mengakibatkan
pembengkakan folikel yang berlangsung cepat selama beberapa hari
sebelum ovulasi. LH juga mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa
dan sel teka, yang mengubah kedua jenis sel tersebut terutama menjadi sel
yang bersifat menyekresikan progesteron. Oleh karena itu, kecepatan
sekresi estrogen mulai menurun kira-kira 1 hari sebelum ovulasi, sementara
sejumlah peningkatan progesteron mulai disekresikan.

Pada lingkungan tempat terjadi (1) pertumbuhan folikel yang berlangsung


cepat, (2) berkurangnya sekresi estrogen sesudah fase sekresi estrogen yang
berlangsung lama, dan (3) dimulainya sekresi progesteron, terjadi ovulasi.
Tanpa adanya lonjakan hormon LH praovulasi, ovulasi tidak akan
berlangsung.
 Permulaan Ovulasi
Skema permulaan ovulasi, menunjukkan peran LH dalam jumlah besar yang
disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. LH tersebut menyebabkan
sekresi hormon-hormon steroid folikular dengan cepat, yang mengandung
progesteron. Dalam waktu beberapa jam akan berlangsung dua peristiwa,
keduanya dibutuhkan untuk ovulasi: (1) Teka eksterna (kapsul folikel)
mulai melepaskan enzim proteolitik dari lisosom, dan enzim tersebut
mengakibatkan pelarutan dinding kapsul folikular dan akibatnya yaitu
melemahnya dinding, menyebabkan makin membengkaknya seluruh folikel
dan degenerasi stigma. (2) Secara bersamaan juga akan terjadi pertumbuhan
pembuluh darah baru yang berlangsung cepat ke dalam dinding folikel, dan
pada saat yang sama, prostaglandin (hormon setempat yang mengakibatkan
vasodilatasi) akan disekresi kedalam jaringan folikular. Kedua efek ini akan
mengakibatkan transudasi plasma ke dalam folikel, yang berperan pada
pembengkakan folikel. Akhirnya, kombinasi dari pembengkakan folikel
dan degenerasi stigma mengakibatkan pecahnya folikel disertai dengan
pengeluaran ovum.

II.4 Korpus Luteum—Fase "Luteal" Siklus Ovarium


Selama beberapa jam pertama sesudah ovum dikeluarkan dari folikel, sel-sel
granulosa dan teka interna yang tersisa berubah dengan cepat menjadi sel
lutein. Diameter sel ini membesar dua kali atau lebih dan terisi dengan inklusi
lipid yang memberi tampilan kekuningan. Proses ini disebut luteinisasi, dan
seluruh massa dari sel bersama-sama disebut sebagai korpus luteum. Suplai
vaskular yang berkembang dengan baik juga tumbuh ke dalam korpus luteum.

Sel-sel granulosa dalam korpus luteum mengembangkan retikulum


endoplasma halus intrasel yang luas, yang membentuk sejumlah besar hormon
seks wanita progesteron dan estrogen (lebih banyak progesteron daripada
estrogen). Sel-sel teka terutama lebih membentuk hormon ..androgen,
androstenedion dan testosteron dari pada hormon seks wanita. Akan tetapi,
sebagian besar dari hormon-hormon tersebut juga akan dikonversikan oleh sel-
sel granulosa menjadi hormon-hormon wanita.
Pada wanita normal, diameter korpus luteum tumbuh menjadi kira-kira 1,5
sentimeter. Tahap perkembangan ini dicapai dalam waktu 7 sampai 8 hari
setelah ovulasi. Kemudian korpus luteum mulai berinvolusi dan akhirnya
kehilangan fungsi sekresi juga warna kekuningannya, dan sifat lipidnya dalam
waktu kira-kira 12 hari setelah ovulasi, menjadi korpus albikans; selama
beberapa minggu, korpus albikans akan digantikan oleh jaringan ikat dan
dalam hitungan bulan akan diserap.

 Fungsi Luteinisasi LH.


Perubahan sel-sel granulosa dan sel teka menjadi sel lutein sangat
bergantung pada LH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. Pada
kenyataannya, fungsi inilah yang menyebabkan LH mendapat julukan
"luteinisasi," untuk "kekuningan." Luteinisasi juga bergantung pada
pengeluaran ovum dari folikel. Sebuah hormon setempat yang masih belum
diselidiki pada cairan folikel, yang disebut faktor penghambat luteinisasi,
kelihatannya berfungsi menahan proses luteinisasi sampai sesudah ovulasi.

 Sekresi Korpus Luteum: Fungsi Tambahan dari LH.


Korpus luteum adalah organ yang sangat sekretorik, yang menyekresi
sejumlah besar progesteron dan estrogen. Sekali LH (terutama yang
disekresi selama kebutuhan ovulasi) bekerja pada sel granulosa dan sel teka
untuk menimbulkan luteinisasi, maka sel-sel lutein yang baru terbentuk
kelihatannya diprogram untuk meneruskan tahapan yang sudah diatur yaitu
(1) proliferasi, (2) pembesaran, dan (3) sekresi, diikuti dengan (4)
degenerasi. Semua itu terjadi dalam waktu 12 hari. Kita akan melihat pada
pembahasan mengenai kehamilan, bahwa ada hormon lain dengan sifat
yang persis sama dengan LH, yaitu gonadotropin korionik, yang disekresi
oleh plasenta, dapat bekerja pada korpus luteum untuk memperpanjang
kelangsungan hidupnya biasanya dipertahankan untuk sekurang-kurangnya
2 sampai 4 bulan pertama kehamilan.

 Involusi Korpus Luteum dan Timbulnya Siklus Ovarium Berikutnya.


Estrogen, khususnya, dan progesteron, dalam jumlah lebih sedikit, yang
disekresi oleh korpus luteum selama tahap luteal dari siklus ovarium,
mempunyai efek umpan balik yang kuat terhadap kelenjar hipofisis anterior
untuk mempertahankan kecepatan sekresi FSH maupun LH yang rendah.
Selain itu, sel lutein juga menyekresi sejumlah kecil hormon inhibin, yang
sama seperti inhibin yang disekresi oleh sel Sertoli dari testis pria. Hormon
ini menghambat sekresi kelenjar hipofisis anterior, khususnya sekresi FSH.
Konsentrasi FSH dan LH dalam darah yang rendah terjadi, dan hilangnya
hormon ini akhirnya menyebabkan korpus luteum berdegenerasi secara
menyeluruh, suatu proses yang disebut involusi korpus luteum.

Involusi akhir biasanya terjadi pada hampir tepat 12 hari dari masa hidup
korpus luteum, sekitar hari ke-26 dari siklus seksual wanita normal, 2 hari
sebelum menstruasi dimulai. Pada saat ini, penghentian tiba-tiba sekresi
estrogen, progesteron, dan inhibin dari korpus luteum akan menghilangkan
umpan balik halangan dari kelenjar hipofisis anterior, memungkinkan
kelenjar meningkatkan sekresi FSH dan LH kembali. FSH dan LH akan
merangsang pertumbuhan folikel baru, memulai siklus ovarium yang baru.
Terhentinya sekresi progesteron dan estrogen secara sementara pada waktu
ini akan menyebabkan menstruasi oleh uterus.

II.5 Fungsi Hormon-Hormon Ovarium—Estradiol dan Progesteron


Kedua jenis hormon kelamin ovarium adalah estrogen dan progestin. Sejauh ini
yang paling penting dari estrogen adalah hormon estradiol dan yang paling
penting dari progestin adalah progesteron. Estrogen terutama meningkatkan
proliferasi dan pertumbuhan sel-sel khusus di dalam tubuh yang berperan dalam
perkembangan sebagian besar karakteristik kelamin sekunder wanita. Progestin
berfungsi terutama untuk persiapan uterus untuk menerima kehamilan dan
persiapan payudara untuk laktasi.

 Fungsi Estrogen—Efeknya pada Karakteristik Kelamin Primer dan Sekunder


Fungsi primer dari estrogen adalah untuk menimbulkan proliferasi sel dan
pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin dan jaringan lain yang berkaitan
dengan reproduksi.

Efek Estrogen pada Uterus dan Organ Kelamin Luar Wanita. Selama masa
kanak-kanak, estrogen disekresi hanya dalam jumlah kecil, tetapi pada saat
pubertas, jumlah yang disekresi pada wanita di bawah pengaruh hormon-
hormon gonadotropin hipofisis meningkat sampai 20 kali lipat atau lebih.
Pada saat ini, organ-organ kelamin wanita akan berubah dari yang dimiliki
seorang anak menjadi yang dimiliki seorang wanita dewasa. Ovarium, tuba
fallopii, uterus, dan vagina, semuanya bertambah besar. Selain itu, genitalia
eksterna membesar, dengan deposisi lemak pada mons pubis dan labia
mayora dan disertai pembesaran labia minora. Selain itu, estrogen juga
mengubah epitel vagina dari tipe kuboid menjadi bertingkat, yang dianggap
lebih tahan terhadap trauma dan infeksi daripada epitel sel kuboid
prapubertas. Infeksi vagina pada anak sering dapat disembuhkan dengan
pemberian estrogen hanya karena estrogen dapat meningkatkan ketahanan
epitel vagina.
Selama beberapa tahun pertama sesudah pubertas, ukuran uterus
meningkat menjadi dua sampai tiga kali lipat, tetapi yang lebih penting
daripada bertambahnya ukuran uterus adalah perubahan yang berlangsung
pada endometrium uterus di bawah pengaruh estrogen. Estrogen
menyebabkan terjadinya proliferasi yang nyata stroma endometrium dan
sangat meningkatkan perkembangan kelenjar endometrium, yang nantinya
akan membantu memberi nutrisi pada ovum yang berimplantasi. Efek ini
akan dibicarakan nanti di bab yang berkaitan dengan siklus endometrium.
Efek Estrogen pada Tuba Fallopii. Estrogen berpengaruh pada mukosa yang
membatasi tuba fallopii, sama seperti efek estrogen terhadap endometrium
uterus. Estrogen menyebabkan jaringan kelenjar lapisan tersebut
berproliferasi, dan yang penting, estrogen menyebabkan jumlah sel-sel
epitel bersilia yang membatasi tuba fallopii bertambah banyak. Aktivitas
silia juga meningkat. Silia tersebut selalu bergerak ke arah uterus, yang
membantu mendorong ovum yang telah dibuahi ke arah uterus.

 Fungsi-Fungsi Progesteron
Efek Progesteron pada Uterus. Sejauh ini fungsi progesteron yang paling
penting adalah untuk meningkatkan perubahan sekretorik pada
endometrium uterus selama separuh terakhir siklus seksual bulanan wanita,
sehingga mempersiapkan uterus untuk menerima ovum yang sudah dibuahi.

Selain dari efek terhadap endometrium, progesteron juga mengurangi


frekuensi dan intensitas kontraksi uterus, sehingga membantu mencegah
terlepasnya ovum yang sudah berimplantasi. Efek Progesteron pada Tuba
Fallopii. Progesteron juga meningkatkan sekresi pada mukosa yang
membatasi tuba fallopii. Sekresi ini dibutuhkan untuk nutrisi ovum yang
telah dibuahi, dan sedang membelah, sewaktu ovum bergerak dalam tuba
fallopii sebelum berimplantasi.

Gambar 3. Sekresi dan efek hormon pada siklus reproduksi wanita (Tortora, 2009)
Gambar 4. Regulasi hormonal pada ovarium dan uterus (Tortora, 2009)

Gambar 5. Perubahan konsentrasi hormon

II.6 Siklus Menstruasi Normal dan Bulanan Endometrium


Produksi berulang dari estrogen dan progesteron oleh ovarium mempunyai
kaitan dengan siklus endometrium pada lapisan uterus yang bekerja melalui
tahapan berikut ini: (1) proliferasi endometrium uterus; (2) perubahan sekretoris
pada endometrium, dan (3) deskuamasi endometrium, yang dikenal sebagai
menstruasi.

 Fase Proliferasi (Fase Estrogen) Siklus Endometrium, yang Terjadi


Sebelum Ovulasi.
Pada permulaan setiap siklus seksual bulanan, sebagian besar endometrium
telah berdeskuamasi akibat menstruasi. Sesudah menstruasi, hanya selapis
tipis stroma endometrium yang tertinggal, dan sel-sel epitel yang tertinggal
adalah yang terletak di bagian lebih dalam dari kelenjar yang tersisa serta
pada kripta endometrium. Di bawah pengaruh estrogen, yang disekresi
dalam jumlah lebih banyak oleh ovarium selama bagian pertama siklus
ovarium, sel-sel stroma dan sel epitel berproliferasi dengan cepat.
Permukaan endometrium akan mengalami epitelisasi kembali dalam waktu
4 sampai 7 hari sesudah terjadinya menstruasi.

Kemudian, selama satu setengah minggu berikutnya yaitu, sebelum terjadi


ovulasi ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma
bertambah banyak dan karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta
pembuluh darah baru yang progresif ke dalam endometrium. Pada saat
ovulasi, endometrium mempunyai ketebalan 3 sampai 5 milimeter.

Gambar 6. Fase pertumbuhan endomentrium dan menstuasi selama setiap siklus

Kelenjar endometrium, khususnya dari daerah serviks, akan menyekresi


mukus yang encer mirip benang. Benang mukus akan tersusun di sepanjang
kanalis servikalis, membentuk saluran yang membantu mengarahkan sperma
ke arah yang tepat dari vagina menuju ke dalam uterus.

 Fase Sekretorik (Fase Progestasional) Siklus Endometrium, yang Terjadi


Setelah Ovulasi.
Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi terjadi,
progesteron dan estrogen bersama-sama disekresi dalam jumlah yang besar
oleh korpus luteum. Estrogen menyebabkan sedikit proliferasi sel tambahan
pada endometrium selama fase siklus ini, sedangkan progesteron
menyebabkan pembengkakan yang nyata dan perkembangan sekretorik dari
endometrium. Kelenjar makin berkelok-kelok; kelebihan substansi
sekresinya bertumpuk di dalam sel epitel kelenjar. Selain itu, sitoplasma dari
sel stroma bertambah banyak, simpanan lipid dan glikogen sangat meningkat
dalam sel stroma, dan suplai darah ke dalam endometrium lebih lanjut akan
meningkat sebanding dengan perkembangan aktivitas sekresi, dengan
pembuluh darah yang menjadi sangat berkelok-kelok. Pada puncak fase
sekretorik, sekitar 1 minggu setelah ovulasi, ketebalan endometrium sudah
menjadi 5 sampai 6 milimeter.

Maksud keseluruhan dari semua perubahan endometrium ini adalah untuk


menghasilkan endometrium yang sangat sekretorik, yang mengandung
sejumlah besar cadangan nutrien yang membentuk kondisi yang cocok untuk
implantasi ovum yang sudah dibuahi selama separuh akhir siklus bulanan.
Dari saat sebuah ovum yang sudah dibuahi memasuki kavum uteri dari tuba
fallopii (yang terjadi 3 sampai 4 hari setelah ovulasi) sampai waktu ovum
berimplantasi (7 sampai 9 hari setelah ovulasi), sekret uterus, yang disebut
"susu uterus," menyediakan makanan bagi pembelahan awal ovum.
Kemudian, sekali ovum berimplantasi di dalam endometrium, sel-sel
trofoblas pada permukaan blastokis yang berimplantasi mulai mencerna
endometrium dan mengabsorbsi substansi yang disimpan endometrium, jadi
menyediakan jumlah persediaan nutrisi yang semakin besar untuk embrio
yang berimplantasi.
 Menstruasi.
Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan,
korpus luteum di ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan hormon-hormon
ovarium (estrogen dan progesteron) menurun dengan tajam sampai kadar
sekresi yang rendah terjadilah menstruasi.
Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron,
terutama progesteron, pada akhir siklus ovarium bulanan. Efek pertama
adalah penurunan rang-sangan terhadap sel-sel, endometrium oleh kedua
hormon ini, yang diikuti dengan cepat oleh involusi endometrium sendiri
menjadi kira-kira 65 persen dari ketebalan semula. Kemudian, selama 24 jam
sebelum terjadinya menstruasi, pembuluh darah yang berkelok-kelok, yang
mengarah ke lapisan mukosa endometrium, akan menjadi vasospastik,
mungkin disebabkan oleh efek involusi, seperti pelepasan bahan
vasokonstriktor mungkin salah satu tipe vasokonstriktor prostaglandin yang
terdapat dalam jumlah sangat banyak pada saat ini.

Vasospasme, penurunan zast nutrisi endometrium, dan hilangnya rangsangan


hormonal menyebabkan dimulainya proses nekrosis pada endometrium,
khususnya dari pembuluh darah. Sebagai akibatnya, darah akan merembes
ke lapisan vaskular endometrium, dan daerah perdarahan akan bertambah
besar dengan cepat dalam waktu 24 sampai 36 jam. Perlahan-lahan, lapisan
nekrotik bagian luar dari endometrium terlepas dari uterus pada daerah perda-
rahan tersebut, sampai kira-kira 48 jam setelah terjadinya menstruasi, semua
lapisan superficial endometrium sudah berdeskuamasi. Massa jaringan
deskuamasi dan darah di dalam kavum uteri, ditambah efek kontraksi dari
prostaglandin atau zat-zat lain di dalam lapisan yang terdeskuamasi,
seluruhnya bersama-sama akan merangsang kontraksi uterus yang
menyebabkan dikeluarkannya isi uterus.

Selama menstruasi normal, kira-kira 40 mililiter darah dan tambahan 35 ml


cairan serosa dikeluarkan. Cairan menstruasi ini normalnya tidak membentuk
bekuan, karena fibrinolisin dilepaskan bersama dengan bahan nekrotik
endometrium. Bila terjadi perdarahan yang berlebihan dari permukaan uterus,
jumlah fibrinolisin mungkin tidak cukup untuk mencegah pembekuan.
Adanya bekuan darah selama menstruasi sering merupakan bukti klinis
adanya kelainan patologi dari uterus.
Dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran
darah akan berhenti, karena pada saat ini endometrium sudah mengalami
epitelisasi kembali.

 Leukore Selama Menstruasi.


Selama menstruasi, sangat banyak leukosit dikeluarkan bersama dengan
bahan nekrotik dan darah. Ada kemungkinan bahwa beberapa substansi yang
dilepaskan karena nekrosis endometrium merupakan penyebab pengeluaran
leukosit. Sebagai akibat dari pengeluaran leukosit ini dan kemungkinan
faktor yang lain juga, uterus menjadi sangat resisten terhadap in-feksi selama
menstruasi, walaupun permukaan endometrium telanjang. Tentu saja, ini
merupakan perlindungan yang sangat bernilai.

II.7 Pengaturan Ritme Bulanan Wanita—Hubungan Antara Hormon


Ovarium dan Hipotalamus-Hipofisis.

 Hipotalamus Menyekresikan GnRH, yang Menyebabkan Kelenjar


Hipofisis Anterior Menyekresikan LH dan FSH
Sekresi sebagian besar hormon-hormon hipofisis anterior diatur oleh "hor-
mon pelepas" yang dibentuk di hipotalamus dan dibawa ke kelenjar
hipofisis anterior melalui sistem porta hipotalamus-hipofisis. Bila
menyangkut gonadotropin, ada satu faktor pelepas yang penting, yaitu
GnRH.

 Sekresi GnRH yang Intermiten dan Pulsatil oleh Hipotalamus


Merangsang Pelepasan LH yang Pulsatil dari Kelenjar Hipofisis
Anterior.
Penelitian menunjukkan bahwa hipotalamus tidak menyekresikan GnRH
secara terus menerus tetapi sebaliknya menyekresi GnRH secara pulsatil
selama 5 sampai 25 menit yang terjadi setiap 1 sampai 2 jam. Saat GnRH
diinfus secara terus menerus supaya GnRH terdapat sepanjang waktu, jadi
tidak secara pulsatil, maka kemampuan GnRH dalam menyebabkan
pelepasan LH dan FSH oleh kelenjar hipofisis anterior akan hilang. Oleh
karena itu, untuk alasan yang tidak diketahui, sifat asli pelepasan GnRH
dengan cara pulsatil bersifat penting untuk fungsi GnRH sendiri. Pelepasan
GnRH dengan cara pulsatil menyebabkan pengeluaran sekresi LH secara
intermiten setiap 90 menit.

 Pusat Hipotalamus untuk Pelepasan GnRH.


Aktivitas saraf yang menyebabkan pelepasan GnRH dengan cara pulsatil
terutama terjadi di dalam hipotalamus mediobasal, khususnya di nukleus
arkuatus daerah ini. Oleh karena itu, diyakini bahwa nukleus arkuatus
mengatur sebagian besar aktivitas seksual wanita, walaupun saraf-saraf yang
terletak di daerah preoptik hipotalamus anterior juga menyekresikan GnRH
dalam jumlah yang cukup. Banyak pusat saraf dalam sistem "limbik" otak
(sistem untuk pengaturan psikis) menghantarkan sinyal ke dalam nukleus
arkuatus untuk memodifikasi intensitas pelepasan GnRH dan frekuensi
pulsasi, sehingga menyediakan suatu penjelasan parsial mengenai mengapa
faktor-faktor psikis sering memodifikasi fungsi seksual wanita.

 Efek Umpan Balik Negatif Estrogen dan Progesteron dalam


Menurunkan Sekresi LH dan FSH
Dalam jumlah yang kecil, estrogen mempunyai efek yang kuat untuk
menghambat produksi LH dan FSH. Selain itu, bila terdapat progesteron, efek
penghambatan dari estrogen akan berlipat ganda, walaupun progesteron
sendiri hanya mempunyai efek yang kecil.
Efek umpan balik ini kelihatannya terutama bekerja pada kelenjar hipofisis
anterior secara langsung namun efek tersebut juga bekerja sedikit pada
hipotalamus untuk menurunkan sekresi GnRH, terutama dengan mengubah
frekuensi pulsasi GnRH.

 Hormon Inhibin dari Korpus Luteum Menghambat Sekresi FSH dan LH.
Selain dari efek umpan ba-lik oleh estrogen dan progesteron, terdapat
hormon lain yang kelihatannya ikut berperan, khususnya inhibin, yang
disekresikan bersama dengan hormon seks steroid oleh sel-sel granulosa dari
korpus luteum ovarium dengan cara yang sama seperti sel-sel Sertoli
menyekresikan inhibin pada testis pria. Hormon tersebut mempunyai efek
yang sama pada wanita seperti halnya pada pria—menghambat sekresi FSH,
dan sedikit menghambat LH lewat kelenjar hipofisis anterior. Oleh karena
itu, diyakini bahwa hormon inhibin mungkin cukup penting dalam
menyebab-kan berkurangnya sekresi FSH dan LH pada akhir siklus bulanan
seksual wanita.

 Efek Umpan-Balik Positif Estrogen Sebelum Ovulasi—Lonjakan LH


Praovulasi
Dengan alasan yang masih belum diketahui seluruhnya, kelenjar hipofisis
anterior dapat menyekresi jumlah LH yang sangat meningkat selama 1
sampai 2 hari mulai 24 sampai 48 jam sebelum ovulasi.

Eksperimen telah menunjukkan bahwa pemberian infus estrogen pada wanita


di atas kecepatan kritis selama 2 sampai 3 hari selama bagian terakhir paruh
pertama siklus ovarium, akan menyebabkan makin cepatnya pertum-buhan
folikel ovarium, demikian juga semakin cepatnya sekresi estrogen dari
ovarium. Selama periode ini, baik sekresi FSH maupun LH oleh kelenjar
hipofisis anterior mula-mula sedikit tertekan. Kemudian secara mendadak
sekresi LH meningkat menjadi enam kali lipat sampai de-lapan kali lipat, dan
sekresi FSH meningkat kira-kira dua kali lipat. Peningkatan sekresi LH yang
sangat besar ini menyebabkan ovulasi.
Penyebab kenaikan yang mendadak dari sekresi LH masih belum diketahui.
Akan tetapi, beberapa penjelasan yang mungkin adalah sebagai berikut: (1)
Diperkirakan bahwa estrogen pada saat siklus ini mempunyai efek umpan
balik positif khusus untuk merangsang sekresi LH demikian juga sedikit
merangsang FSH; ini sangat berbeda dengan efek umpan-balik negatif yang
normal, yang berlangsung selama sisa siklus bulanan wanita. (2) Sel-sel
granulosa dari folikel mulai menyekresi progesteron dalam jumlah sedikit
tetapi meningkat, sehari atau beberapa hari sebelum terjadi lonjakan LH
praovulasi, dan sudah diperkirakan bahwa hal ini merupakan faktor yang
merangsang kelebihan sekresi LH.
II.8 Perubahan yang terjadi selama siklus menstruasi
 Ovarium
Ovarium mengalami perubahan-perubahan dalam besar, bentuk, dan
posisinya sejak bayi dilahirkan hingga masa tua seorang wanita. Di samping
itu, terdapat perubahan-perubahan histologik yang disebabkan oleh
rangsangan berbagai kelenjar endokrin. Pada masa pubertas ovarium
berukuran 2,5-5 cm panjang, 1,5-3 cm lebar dan 0,6-1,5 tebal. Pada salah
satu pinggirnya terdapat hilus, tempat keluar masuknya pembuluh-
pembuluh darah dan serabut-serabut saraf. Ovarium dihubungkan oleh
mesovarium dengan ligamentum latum, dan oleh ligamentum ovarii
proprium dengan uterus. Permukaan ovarium ditutupi oleh satu lapis sel
kuboid yang disebut epitel germinativum. Di bawahnya terdapat tunika
albugenia yang kebanyakan terdiri dari serabut-serabut jaringan ikat.

Gambar 7. Perubahan selama pembentukan folikel

Pada garis besarnya ovarium terbagi atas dua bagian, yaitu korteks dan
medulla. Korteks terdiri atas stroma yang padat, dimana terdapat folikel-
folikel dengan sel telurnya. Folikel dapat dijumpai dalam berbagai tingkat
perkembangan, yaitu folikel primer, sekunder, dan folikel yang masak
(folikel de Graaf). Juga ada folikel yang telah mengalami degenerasi yang
disebut atresia folikel. Dalam korteks juga dapat dijumpai korpus rubrum,
korpus luteum dan korpus albikans.

Makin muda usia wanita makin banyak folikel dijumpai. Pada bayi baru
lahir terdapat ±400.000 folikel pada kedua ovarium. Rata-rata hanya 300-
400 ovum yang dilepaskan selama masa reproduksi. Pada masa
pascamenopause sangat jarang dijumpai folikel karena kebanyakan telah
mengalami atresia. Dalam medulla ovarium terdapat pembuluh-pembuluh
darah, serabut-serabut saraf, dan jaringan ikat elastis.

Perubahan-perubahan yang terdapat pada ovarium dalam siklus haid ialah


sebagai berikut. Dibawah pengaruh FSH beberapa folikel mulai
berkembang; akan tetapi hanya satu yang terus tumbuh sampai menjadi
matang. Pada folikel ini mula-mula sel-sel di sekitar ovum berlipat ganda
dan kemudian di antara sel-sel itu timbul suatu rongga yang berisi cairan
disebut liquor folikuli. Ovum sendiri terdesak ke pinggir dan terdapat di
tengah tumpuka sel yang menonjol ke dalam rongga folikel. Tumpukan sel
dengan ovum di dalamnya itu disebut kumulus oophorus. Antara ovum dan
sel-sel sekitarnya terdapat zona pellusida. Sel-sel lainnya yang membatasi
ruangan folikel disebut membrana granulosa. Dengan tumbuhnya folikel,
jaringan ovarium di sekitar folikel tersebut terdesak ke luar dan membentuk
dua lapisan, yaitu teka interna yang banyak mengandung pembuluh darah
dan teka eksterna terdiri dari jaringan ikat yang padat. Dengan bertambah
matang folikel hingga akhirnya matag benar dan oleh karena pembentukan
cairan folikel makin bertambah, maka folikel makin terdesa ke permukaan
ovarium, malahan menonjol ke luar. Sel-sel pada permukaan ovarium
menjadi tipis dan pada suatu waktu oleh mekanisme yang belum jelas betul,
folikel pecah dan keluarlah cairan dari folikel bersama-sama ovum yang
dikelilingi sel kumulus ooforus.
Gambar 8. Ovarium dan folikel-folikel dalam berbagai tingkat perkembangan

Sel-sel dari membrana granulosa dan teka interna yang tinggal pada ovarium
membentuk korpus rubrum yang berwarna merah oleh karena perdarahan
waktu ovulasi dan yang kemudian menjadi korpus luteum. Korpus luteun
berwarna kuning karena mengandung zat kuning yang disebut lutein; ia
mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen.jika tidak terjadi
pembuahan (konsepsi), setelah 8 hari korpus luteum mulai berdegenarasi
dan setelah 14 hari mengalami atrofi menjadi korpus albikans (Jaringan
parut). Korpus luteum tadi disebut korpus luteum menstruasionis. Jika
terjadi konsepsi, korpus luteum dipelihara oleh hormon chorionic
gonadotropin (hCG) yang dihasilkan oleh sinsitiotrofoblas dari korion. Ini
dinamakan korpus luteum graviditas dan berlangsung hingga 9-10 minggu.
Pada manusia, ovulasi biasanya terjadi hanya dari satu ovarium, walapun
kadang-kadang lebih dari satu folikel dapat pecah pada satu waktu yang
dapat menghasilkan kehamilan kembar dizigotik. Ovum yang dilepaskan
berukuran kira-kira 150m dan cepat mengalami degenerasi kecuali jika
terjadi fertilisasi. Fertilisasi biasanya terjadi dalam tuba dekat dengan
fimbrium-fimbrium. Perjalanan ovum di tuba memakan waktu selama 3 hari
dan implantasi blastokist pada uterus biasanya terjadi 6-7 hari setelah
fertilisasi.

 Endometrium
Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir uterus
mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas
ovarium. Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus haid, yaitu.
o Fase menstruasi atau deskuamasi
Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai
perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah haid
mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam
hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami
desintegrasi dan otolisis, dan sekret dari uterus, serviks, dan kelanjar-
kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari.
o Fase pascahaid atau fase regenerasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar
berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru
yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal
endometrium ± 0,5 mm. Fase ini telah mulai sejak fase menstruasi dan
berlangsung ± 4 hari.
o Fase intermenstruum atau fase proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase ini
berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid. Fase
proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu:
a. Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke-4 samapi hari ke-
7. fase ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan
adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar-
kelenjar kebanyakan lurus, pendek dan sempit. Bentuk kelenjar
ini merupakan ciri khas fase proliferasi; sel-sel kelenjar
mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih menunjukkan
suasana fase menstruasi di manaterlihat perubahan-perubahan
involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma
padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel-selnya
berbentuk bintang dan dengan tonjolan-tonjolan anastomosis.
Nukleus sel stroma relatif besar sebab sitoplasma relatif sedikit.

b. Fase proliferasi madya (mid proliferation phase)


Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. fase ini
merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel
permukaan yang berbentuk torak dan tinggi. Kelenjar berlekuk-
lekuk dan bervariasi. Sejumlah stroma mengalami edema.
Tampak banyak mitosis dengan inti berbentuk telanjang (naked
nucleus).

c. Fase proliferasi akhir (late prolieration phase)


Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. fase ini
dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan
dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk
pseudostratifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan padat.

o Fase prahaid atau fase sekresi


Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai
ke-28. pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk
kelenjar berubah menjadi panjang, berlekuk-lekuk dan mengeluarkan
getah yang makin lama makin nyata. Daam endometrium telah
tertimbun glikogen dan kapuk yang kelak diperlukan sebagai makanan
untuk telur yang dibuahi. Memang tujuan perubahan ini adalah untuk
mempersiapkan endometrium menerima telur yang dibuahi. Fase sekresi
dibagi atas:
a. Fase sekresi dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase
sebelumnya karena kehilangan cairan. Pada saat ini dapat
dibedakan beberapa lapisan, yakni:

1. Stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam


yang berbatasan dengan lapisan miometrium; lapisan ini
tidak aktif, kecuali mitosis pada kelenjar.
2. Stratum spongiosum, yaitu lapisan tenga berbentuk anyaman
seperti spons. Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang
melebar dan berkeluk-keluk dan hanya sedikit stroma di
atasnya.
3. Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran-
saluran kelenjar sempit, lumennya berisi sekret dan
stromanya edema.
b. Fase sekresi lanjut
Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. Dalam fase ini
terdapat peningkatam dari fase sekresi dini, dengan
endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah yang
berkeluk-keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat ideal
untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel-sel
stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua jika terjadi
kehamilan.

II.9 Faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi


Mekanisme haid belum diketahui seluruhnya, akan tetapi sudah dikenal
beberapa faktor yang, kecuali faktor hormonal, memegang peranan dalam hal
ini. Yang penting adalah:
 Faktor-faktor enzim :
Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim
hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen
dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut serta dalam
pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma di
bagian bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida
terhenti, dengan akibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh
darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan
demikian, lebih banyak zat-zat makanan mengalir ke stroma endometrium
sebagai persiapan untuk implantasi ovum, apabila terjadi kehamilan. Jika
kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya kadar progesteron,
enzim-enzim hidrolitik dilepaskan dan merusakkan bagian sel-sel yang
berperan dalam sintesis protein. Karena itu, timbul gangguan dalam
metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi endometrium dan
perdarahan.
 Faktor-faktor vaskular :
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam
lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut
tumbuh pula arteria-arteria, vena-vena dan hubungan antaranya, seperti
digambarkan di atas.Dengan regresi endometrium timbul stasis dalam vena-
vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri dan
akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom,
baik dari arteri maupun dari vena.
 Faktor prostaglandin :
Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2. dengan
desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan
berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi
perdarahan pada haid.
BAB III
KESIMPULAN
Siklus menstruasi merupakan siklus terjadinya pembentukan disertai pengeluaran
sel telur dari ovarium ke dalam uterus di sertai dengan penebalan dinding
endometrium dengan tujuan untuk memudahkan terjadinya nidasi apa bila terjadi
pembuahan. Pada umunya wanita mengalami siklus menstruasi yang berbeda-beda
sesuai dengan aktifitas hormonal yang bekerja pada tubuh setiap individu. Siklus
menstruasi dapat dijadikan sebagai dasar untuk kesehatan reproduksi wanita
dewasa dan mempersiapkan kehamilan. Siklus menstruasi tidak selamanya akan
berjalan akan ada fase dimana tidak akan terjadi menstruasi yang sering di sebut
dengan menopause. Hal ini disebabkan karena sudah tidak mampunya ovarium
menghasilkan hormon estrogen sehingga menyebabkan ketidakseimbangan
hormon.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, ed. Williams Obstetrics 22nd edition. USA ; McGraw-Hill


Professional, 2001.

Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Edisi 29. EGC, Jakarta.


Gant, Norman F,. Cunningham, F Gray. 2010. Dasar-dasar Ginekologi dan
Obsentri. Jakarta. EGC

Guyton A.C., Hall J.E. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta.
EGC.
Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology 10th edition. Philadelphia;
WB Saunders, 2000.

Price, Sylvia A., Lorraine M.W. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran :EGC, 1995.

Putz, Reinhard and Reinhard pabst. 2007. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 22.
Jakarta. EGC.
Schnatz, Rebecca Heuer. 2011. Female Reproductive Organ Anatomy . [Diunduh
dari http://emedicine.medscape.com/article/1898919-overview#showall
tanggal 21 Juni 2012]

Tortora, Gerard J dan Bryan H. D. 2009. Principles of Anatomy and Physiology.


Edisi 12. Wiley. 1097-1119

Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachmidhani T. Ilmu Kandungan edisi kedua.


Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta. Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai