HASIL PENGAMATAN :
PEMBAHAAN :
MORFOLOGI
Bagian tubuh
a. Gnatosoma
Gnatosoma terletak di bagian anterior tubuh merupakan alat mulut yang
terdiri atas kelisera dan pedipalpi. Pada gnatosoma terdapat stigmata,
peritrema dan alat sensori. Stigmata dan peritrema berfungsi sebagai alat
pernapasan. Kelisera berfungsi sebagai alat untuk menusuk, menghisap dan
mengunyah sedang pedipalpi berfungsi sebagai alat bantu makan.
b. Kapitulum
Gnatosoma merupakan bagian dari kapitulum
c. Podosoma
Terdapat empat pasang tungkai yang terletak pada podosoma.
d. Opistosoma
Opistosoma merupakan bagian posterior dari tubuh tungau yang terdiri dari
organ sekresi dan organ genital.
e. Idiosoma
Idiosoma pada tungau adalah podosoma dan opistosoma yang menyatu.
T1, T2, T3, T4 = tungkai ke-1 hingga ke-4
Beberapa jenis tungau :
A. Sarcoptes scabiei
Scabies atau kudis adalah penyakit kulit yang gatal dan menular pada
mamalia domestik maupun mamalia liar yang disebabkan oleh ektoparasit jenis
tungau (mite) Sarcoptes scabiei, dengan berbagai varietas seperti pada kambing
S scabiei var.caprae, pada domba S.scabiei var.ovis, pada kelinci S.scabiei
var.cuniculi pada anjing S scabiei var. canis, pada manusia S.scabiei var.hominis
dan pada babi S.scabiei var.suis. Meskipun antara mamalia satu dengan lainnya
berbeda varietas namon dimungkinkan terjadi penularan pada induk semang
lainnya (Wahyuti, 2009)
Menurut Subronto (2008), penyebab dari scabies pada umumnya adalah
tungau (mite) dari spesies Sarcoptes scabiei. Tungau sarcoptes bersifat parasitik,
dan mampu menyerang berbagai spesies ternak. Nomenklatur sarkoptes
didasarkan pada berbagai spesies hospes yang diserangnya. Tungau scabies pada
ternak kambing diketahui juga dari spesies Sarcoptes scabiei dari varietas
caprae.
Menurut Kelly (1977), klasifikasi selengkapnya dari tungau tersebut
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Acarina
Sub-ordo : Sarcoptiformes
Famili : Sarcoptidae
Genus : Sarcoptes
Spesies : Sarcoptes scabiei
Siklus hidup tungau ini dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu
10 – 14 hari, tungau betina mampu hidup pada induk semang selama 30 hari.
Tungau betina masuk ke dalam kulit dengan membentuk lorong dan bertelur
sekitar 40 – 50 telur dalam bentuk kelompok-kelompok yaitu dua-dua atau
empatempat. Telur menetas menjadi larva setelah 5053 jam. Sebagian larva
keluar dari lorong, sebagian lagi berkembang menjadi protonymfa selama 3 –
5 hari kemudian menjadi tritonympha setelah 2 – 3 hari pada stratum korneum.
Perkembangan terakhir menjadi tungau dewasa memerlukan waktu tiga sampai
enam hari.
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Chelicerata
Kelas : Arachnida
Ordo : Acariformes
Subordo : Astigmata
Famili : Pyroglyphidae
Genus : Dermatophagoides
Dermatophagoides farinae
Bentuk Tungau Debu Dermatophagoides.
Secara umum semua spesies tungau debu memiliki daur hidup yang
mirip dengan tungau lainnya. Tungau debu bersifat ovipara. Siklus tungau
debu dimulai dari telur, larva, protonimfa, tritonimfa dan dewasa. Siklus
hidup ini sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, dan suhu optimsl
bsgi pertumbuhan tungau adalah 25 – 30 derajat celcius pada kelembaban 70
– 80 persen.
Waktu yang diperlukan perkembangan kedua spesies dari periode telur
hingga dewasa adalah rata-rata 35 hari, tetapi yang betina lebih panjang yaitu
sekitar 70 hari. Makin tinggi suhu periode siklus hidup akan semakin cepat,
sebaliknya makin rendah suhu peride siklus hidup makin lambat. Adapun
periode bertelur D. farinae berlangsung selama 30 hari, dan mampu
memproduksi sekitar satu telur per hari, sedangkan D. pteronyssinus mampu
bertelur sekitar 80 -120 telur selama periode 45-hari
Daftar Pustaka
Dwibadra, Dhian. 2008. Tungau, Caplak, Kutu, dan Pinjal. Fauna Indonesia 8 (2)
: 29-30