Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG

Serangga dan tungau / akarina kalau diperhatikan ternyata paling banyak berasosiasi dengan
kehidupan manusia, dan berbagai usaha telah dilakukan untuk menunjang kelangsungan
hidupnya. Hal ini disebabkan oleh adanya keragaman genetik yang dimiliki oleh serangga dan
tungau, sehingga dapat beradaptasi pada berbagai habitat alamiah maupun habitat buatan yang
dikembangkan oleh manusia. Sejak jaman dahulu manusia telah bersaing dengan Arthropoda
dalam mendapatkan makanan, ternyata manusia tidak selalu menang.

Tungau yang dalam bahasa Inggris disebut mites atau ticks, merupakan salah satu hama yang
mempunyai arti ekonomi yang cukup penting. Tungau / akarina sangat melimpah dan terjadi
pada beberapa habitat yang dapat hidup pada berbagai jenis tanaman, bahan yang disimpan,
dalam tanah, bahkan pada tubuh manusia atau hewan.

Diberbagai belahan dunia, laporan kasus scabies yang disebabkan oleh serangga tungau ini
sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi yang rendah,
tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung
jelek. Sehingga sangat berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat.

Oleh sebab itu, makalah ini kami buat untuk lebih mendalami avertebrata khususnya serangga.
Serangga dalam hal ini yaitu tungau (mites).

B.       RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana morfologi vector tungau?

2.      Bagaimana bionomic vector tungau?

3.      Bagaimana habitat vector tungau?

4.      Apa saja penyakit yang disebabkan oleh vector tungau dan mekanisme penularannya?

5.      Bagaimana pengendalian vector tungau?

C.      TUJUAN

Untuk mengetahui:
1.      Bagaimana morfologi vector tungau.

2.      Bagaimana bionomic vector tungau.

3.      Bagaimana habitat vector tungau.

4.      Apa saja penyakit yang disebabkan oleh vector tungau dan mekanisme penularannya.

5.      Bagaimana pengendalian vector tungau.

BAB II

PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN

Tungau (Mites) adalah arachnida yang memiliki suatu gnathosoma (suatu kapitulum anterior
mulut) yang mudah dibedakan dari arachnida lain, karena tidak adanya pembagian yang jelas
antara cephalothorax (prosoma) dan perut (opisthosoma).Tungau merupakan hewan bertubuh
kecil sampai mikroskopis dan umumnya berukuran 1 mm atau kurang.

Tungau merupakan spesies yang melimpah diperkirakan terdiri atas 20.000 spesies dengan
memiliki habitat antara lain tanah, humus, air tawar, air laut, dan tumbuhan, serta bersifat parasit
pada hewan dan tanaman. Beberapa dari mereka memakan tumbuhan dan hewan yang masih
hidup maupun yang sudah mati, sedangkan yang lain menghisap cairan tumbuhan. Selain itu
beberapa dari mereka memiliki kebiasaan berada di kulit, darah atau jaringan dari vertebrata
darat.

Tungau merupakan sekelompok hewan kecil bertungkai delapan yang, bersama-sama dengan
caplak, menjadi anggota superordo Acarina. Tungau bukanlah kutu dalam pengertian ilmu
hewan walaupun sama-sama berukuran kecil (sehingga beberapa orang menganggap keduanya
sama). Apabila kutu sejati merupakan anggota Insecta (serangga), tungau lebih berdekatan
dengan laba-laba dilihat dari kekerabatannya.

Tabel 2.1. Perbedaan antara tungau dan caplak.

Perbedaan Umum

CAPLAK & TUNGAU

CAPLAK TUNGAU
·   Ukurannya besar (makroskopis) ·   Umumnya berukuran kecil
(mikroskopis)
·   Tubuhnya tertutup rambut pendek
·   Tubuhnya tertutup rambut panjang
·   Hipostomanya menonjol dan bergigi
·   Hipostomanya agak tersembunyi
·   Tektur tubuh tampak keras (kecuali dan tak bersenjata
caplak lunak)
·   Tektur tubuhnya nampak
membranosa

(a)                                       (b)

Gambar 2.1. (a) Mites (Tungau); (b) Caplak

B.       MORFOLOGI MITES

Tungau merupakan binatang yang berukuran sangat kecil, yakni 250-300 mikron berbentuk oval,
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau memiliki ciri umum memiliki tubuh
tersegmentasi dengan segmen disusun dalam dua tagmata: sebuah prosoma (cephalothorax) dan
opisthosoma (perut). Namun, hanya jejak-jejak samar segmentasi utama tetap di tungau,
sedangkan prosoma dan opisthosoma menyatu.

Tungau dewasa memiliki empat pasang kaki, seperti arachnida lain, tetapi beberapa memiliki
kaki lebih sedikit. Beberapa tungau parasit hanya memiliki satu atau tiga pasang kaki dalam
tahap dewasa. Tungau dewasa dengan hanya tiga pasang kaki dapat disebut 'larviform'.

Tungau bernapas melalui tracheae, stigmata (lubang kecil pada kulit), usus dan kulit.
Kebanyakan tungau tidak memiliki mata. Mata pusat arachnida selalu hilang, atau mereka
menyatu menjadi satu mata.Panjang tungau dewasa hanya 0,3-0,4 milimeter. Tungau memiliki
tubuh semitransparan memanjang yang terdiri dari dua segmen menyatu. Tungau memiliki
delapan kakipendek, kaki yang tersegmentasi melekat pada segmen tubuh pertama. Tubuh
ditutupi dengan sisik untuk penahan dirinya dalam folikel rambut, dan tungau memiliki pin
(seperti mulut) yaitu bagian untuk makan sel-sel kulit dan minyak (sebum) yang menumpuk di
folikel rambut. Tungau dapat meninggalkan folikel rambut dan perlahan-lahan berjalan-jalan
pada kulit, dengan kecepatan 8-16 mm per jam, terutama pada malam hari, ketika mereka
mencoba untuk menghindari cahaya.

Gambar. 2.2. Morfologi Mites (Tungau)

Keterangan:

a.     Gnatosoma
Gnatosoma terletak di bagian anterior tubuh merupakan  alat mulut yang terdiri atas kelisera dan
pedipalpi. Pada gnatosoma terdapat stigmata, peritrema dan alat sensori. Stigmata dan peritrema
berfungsi sebagai alat pernapasan. Kelisera berfungsi sebagai alat untuk menusuk, menghisap
dan mengunyah sedang pedipalpi berfungsi sebagai alat bantu makan.

b.      Kapitulum

Gnatosoma merupakan bagian dari kapitulum

c.       Podosoma

Terdapat  empat pasang tungkai yang terletak pada podosoma.

d.      Opistosoma

Opistosoma merupakan bagian posterior dari tubuh tungau yang terdiri dari organ sekresi dan
organ genital.

e.       Idiosoma

Idiosoma pada tungau adalah podosoma dan opistosoma yang menyatu.

·      T1, T2, T3, T4 = tungkai ke-1 hingga ke-4

C.      BIONOMI MITES

Tungau termasuk dalam filum Arthropoda, sub filum Chelicerata, kelas Arachnida, dan ordo
Acarina. Acarina berasal dari bahasa Yunani, yaitu akari yang berarti tungau. Kebanyakan
tungau yang menyerang tanaman umumnya berukuran sangat kecil, panjangnya 0,2 – 0,8 mm
sehingga sulit dilihat dengan mata. Tubuhnya tidak mempunyai segmen sehingga menyerupai
kantong, dan hanya pada bagian mulut yang menonjol mejadi satu dengan badannya. Adapun
klasifikasi tungau/mites yaitu:

Kingdom :  Animalia

Phylum     :  Arthropoda

Kelas        :  Arachanida

Ordo         :  Acarinida

Famili       :  Demodicidae, Psorergatidae, Tydeidae, dll

Genus       :  Demodex, Psorergates, Tydeus, dll

Spesies     :  Demodexbrevis, Psorergatesovis, Tydeusmolestus, dll


1.         Demodex brevis

Demodex brevis merupakan salah satu bagian dari Famili Demodicidae. Demodex


brevis merupakan tungau wajah yang menimpa manusia, biasanya ditemukan dalam kelenjar
sebaceous dari tubuh manusia. Dalam kondisi normal mereka tidak berbahaya, dan
diklasifikasikan sebagai commensals (tidak ada kerugian atau keuntungan ke host) dibandingkan
dikatakan sebagai parasit (di mana tuan rumah yang dirugikan), meskipun dalam kondisi wabah
(demodicosis) mereka bisa berbahaya.

Gambar 2.3. Demodex brevis

Brevis demodex biasanya ditemukan pada manusia.  D. brevis tinggal di kelenjar sebaceous
terhubung ke folikel rambut. Dapatditemukan di wajah, dekat hidung, bulu mata dan alis, dan
juga terdapat di tempat lain pada tubuh.

Tungau demodex jantan dan betina memiliki pembukaan genital, dan pembuahan internal.
Perkawinan berlangsung di pembukaan folikel, dan telur diletakkan di dalam folikel rambut atau
kelenjar sebaceous. Larva tungau menetas setelah tiga sampai empat hari, dan larva berkembang
menjadi dewasa dalam waktu sekitar tujuh hari. Umur total tungau demodex adalah beberapa
minggu. Tungau mati membusuk di dalam folikel rambut atau kelenjar sebaceous. Penelitian
terbaru telah menunjukkan bahwa penyakit kulit yang umum rosacea dapat disebabkan oleh
tungau membusuk.Infestasi pada manusia disebut demodicosis atau demodex (radang kelopak
mata).

2.         Dermatophagoides pteronyssinus

Dermatophagoides pteronyssinus (tungau debu rumah /TDR) adalah tungau debu rumahyang


berukuran 0,2 – 1,2 mm, badannya berbulu dan berkaki 4  pasang(dewasa).

TDR termasuk ordo acari, mengalami metamorfosis tidak sempurna dan ditemukan pada debu
rumah terutama di tempat tidur (sprei, kasur, bantal), karpet, lantai dan juga ditemukan di luar
rumah, misalnya pada sarang burung, permukaan kulit mamalia dan binatang lainnya.
Makanannya adalah serpihan kulit (skuama) manusia / binatang.

Tungau merupakan komponen alergenik utama dari debu rumah. Bagian TDR yang mengandung
alergen adalah kutikula, organ seks dan saluran cerna. Selain bagian badan, feses TDR juga
mempunyai sifat antigenik. Antigen yang berasal dari tubuh TDR masuk ke dalam tubuh
manusia melalui penetrasi kulit, sedangkan yang berasal dari feses masuk ke dalam tubuh
manusia melalui inhalasi. Tungau ini diketahui sebagai pemicu serangan asma dan gejala-
gejala alergi di seluruh dunia.  Penyebabnya adalah enzim-enzim (terutama protease) yang keluar
dari perut bersama-sama kotorannya. Tungau debu merupakan alergen hirup sebagai faktor
pencetus timbulnya penyakit alergi seperti dermatitis atopik, asma bronkial dan rinitis.

Gambar 2.4. Dermatophagoides pteronyssinus

3.         Sarcoptes scabei

Sarcoptes scabiei adalah tungau yang termasuk famili Sarcoptidae, ordo Acari kelas Arachnida.
Badannya transparan, berbentuk oval, pungggungnya cembung, perutnya rata, dan tidak bermata.
Ukurannya,yang  betina antara 300-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang  jantan lebih
kecil, antara 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk  dewasa tungau ini memiliki 4 pasang
kaki, 2 pasang merupakan pasangan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki belakang. Pasangan
kaki yang pertama berakhir sebagai tabung panjang masing-masing dengan sebuah alat
penghisap berbentuk bel dan dengan kuku. Kaki belakang berakhir menjadi bulu keras yang
panjang kecuali pasangan kaki ke-4 pada jantan yang mempunyai alat penghisap. Pada
permukaan sebelah dorsal terdapat garis-garis yang berjalan transversal yang mempunyai duri,
sisik, dan bulu keras. Bagian mulutnya terdiri atas selisera yang bergigi, pdipalpi berbentuk
kerucut yang bersegmen tiga dan palp bibir yang menjadi satu dengan hipostoma.

Tungau membuat terowongan pada bagian permukaan kulit tubuh pada lekukan lutut dan siku
berada diantara sela – sela jari dan pergelangan tangan serta pada daerah sekitar puting payudara
wanita dan penis serta kantung zakar pada laki – laki dan di pantat bagian bawah.
Tungau penyebab penyakit scabies ini distribusinya hampir di seluruh penjuru dunia namun
kebanyakan di beberapa negara berkembang dimana prevalensi skabies sekitar 6% - 27%
populasi umum dan cenderung tinggi pada anak serta orang dewasa. Di Indonesia banyak
menyebar di kampung – kampung yang padat penduduknya, di rumah penjara, asrama, dan panti
asuhan yang kurang terjaga kebersihannya. Terjadi juga pada satu keluarga atau tetangga yang
berdekatan. Infestasi dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan keadaan demografis serta
ekologisnya.

Gambar 2.5. Siklus hidup Sarcoptes scabiei

Siklus hidup Sarcoptes scabiei dari telur hingga dewasa berlangsung selama satu


bulan. Sarcoptes scabei memiliki empat fase kehidupan yaitu telur, larva nimfa dan dewasa.
Berikut ini siklus hidup Sarcoptes scabiei :

·      Betina bertelur pada interval 2-3 hari setelah menembus kulit.

·      Telur berbentuk oval dengan panjang 0,1-0,15 mm

·      Masa inkubasi selama 3-8 hari. Setelah telur menetas, terbentuk larva yang kemudian
bermigrasi ke stratum korneum untuk membuat lubang molting pouches. Stadium larva memiliki
3 pasang kaki.

·      Stadium larva terjadi selama 2-3 hari. Setelah stadium larva berakhir, terbentuklah nimfa
yang memiliki 4 pasang kaki.

·      Bentuk ini berubah menjadi nimfa yang lebih besar sebelum berubah menjadi dewasa. Larva
dan nimfa banyak ditemukan di molting pouches atau di folikel rambut dan bentuknya seperti
tungau dewasa tapi ukurannya lebih kecil. Perkawinanterjadi antara tungau jantan dengan tungau
betina dewasa.

·      Tungau betina memperluas molting pouches untuk menyimpan telurnya. Tungau betina


mempenetrasi kulit dan menghabiskan waktu sekitar 2 bulan di lubang pada permukaan.

Gambar 2.6. Sarcoptes scabiei

Tungau pada famili ini melakukan metamarfose tidak sempurna sehingga larva, nimfa dan imago
memiliki bentuk yang sama, dibedakan pada jumlah kaki dan kelengkapan alat kelamin.
Tubuhnya dibagi atas kapitulum, thorax, dan abdomen yang pembagiannya tidak begitu jelas
serta batas – batas segmen yang tidak jelas. Tungai scabies betina membuat liang yang panjang
dalam kulit dan mereka meletakkan 40 – 50 telur dalam liang. Larva dan nimfa berkembang dan
membuat liang dalam kulit. Siklus hidup mencapai 1 – 3 minggu tergantung dari kondisi
lingkungan. Tungau ini dapat menimbulkan penyakit skabies pada anak – anak dan orang
dewasa.

4.         Pyemotes herfsi

Pyemotes herfsi, juga dikenal sebagai kutu daun oak empedu atau tungau gatal, adalah tungau
ectoparasitic diidentifikasi di pusat Eropa pada tahun 1936 dan kemudian ditemukan di India,
Australia, dan Amerika Serikat. Tungau yang nyaris tak terlihat, berukuran sekitar 0,2 mm,
potensi besar reproduksi mereka, ukuran kecil, dan kapasitas tinggi untuk penyebaran oleh angin
membuat mereka sulit untuk mengontrol diri.

Siklus hidup tungau ini diawali dengan perkawinan tungau baru dan tungau betina lalukemudian
menyuntikkan air liur neurotoksin ke dalamhost, yang melumpuhkan tuan rumah dan
memungkinkan tungau betina hamil dan memakan Hemolimf host. Bagian posterior
(opisthosoma) membesar sebagai tempat berkembangnya anak tungau, dan dalam beberapa hari,
hingga 250 tungau dewasa menetas dari tungau betina.

Gambar 2.7. Pyemotes herfsi

Bruce dan Wrensch (1990) menemukan bahwa keturunan dari tungau gatal jerami rata-rata 254
anak yang 92% adalah perempuan. Pria muncul sebelum perempuan, memposisikan diri di
sekitar pembukaan genital ibu, dan kawin dengan perempuan yang muncul. Kemudian, betina
dikawinkan untuk menemukan host baru. Tungau ini sering tersebar oleh angin, dan ketika
mereka mendarat di vertebrata host, mereka mencoba untuk makan dengan menggigit. Sebuah
siklus hidup dapat diselesaikan dalam waktu tujuh hari, dan munculnya keturunan dapat
diperpanjang sampai 15 hari.

Gambar 2.8. bekas gigitan Pyemotes herfsi pada kulit


P. herfsi telah ditemukan di Cekoslovakia, Mesir, Australia, India utara, dan Amerika
Serikat.Tungau ini menimbulkan gigitan pada manusia, menyebabkan merah, gatal, dan bercak
menyakitkan (bekas).

5.         Acarus siro

Acarus siro merupakan salah satu anggota dari Famili Acaridae. Tubuh berwarna agak kemerah
– merahan / merah muda, tungkai mempunyai kuku pada bagian ujung. Tungkai depan lebih
besar dibandingkan dengan tungkai belakang dan mempunyai duri yang tebal pada bagian
ventral.

Tungau betina dapat menghasilkan 500 – 800 telur selama hidupnya. Telur menetas menjadi
nimfa. Bentuk nimfa dapat mengalami bentuk yang disebut hypopus (bentuk yang tidak
bergerak) dan sangat resisten terhadap kekeringan. Bentuk hypopus tahan terhadap insektisida.
Siklus hiduponya berlangsung 17 hari. Tungau ini biasa hidup di gudang – gudang penyimpanan
tepung dan biji – bijian. Acarus siro dapat menyebabkan dermatitis dan alergi.

Gambar 2.9. Acarus siro

6.         Tydeus molestus

Tydeus molestus merupakan salah satu anggota dari Famili Tydeidae. Tydeidae hidup di tanah,
humus, sampah, lumut, jamur, rumput, di pohon (di kulit, pada daun dan buah-buahan), jerami
dan jerami, dalam produk yang disimpan, dan sarang burung, mamalia, dan lebah stingless
(Meliponini). Tungau yang bersifat kosmopolit, dapat bersifat sebagai predator, pemakan
tumbuhan, tetapi dapat juga mengganggu ketentraman manusia. Tydeus molestus, dapat
menyerang manusia dan hewan, dan menyebabkan iritasi pada permukaan kulit.
Gambar 2.10. Tydeus molestus

7.         Trombiculidae scutellaris

Trombiculidae scutellaris merupakan salah satu anggota dari Famili Trombiculidae. Jenis tungau
ini penting dari segi kedokteran. Larva Trombiculidae yang disebut chigger mite dapat
menyerang berbagai jenis vertebrata. Bentuk larva hampir bulat, tungau dewasa berukuran
panjang sekitar 1 mm. Dermatis yang disebabkan oleh tungau chigger disebut trombidiosis dan
merupakan gejala yang sering terdapat pada manusia. T. scutellaris dapat menjadi vektor demam
tsutsugamushi atau scrub typhus (tifus semak).

Gambar 2.11. Trombiculidae scutellaris

D.      HABITAT MITES

Banyak diantara anggotanya yang hidup bebas di daratan, namun ada anggotanya yang menjadi
parasit pada hewan lain (mamalia maupun serangga). Tungau menyukai tempat – tempat yang
lembab dan tempat yang tidak terkena sinar matahari.
Populasi tungau pada umumnya melimpah pada saat musim kemarau, sedangkan pada musim
penghujan serangan / populasi akan menurun. Hal ini disebabkan pada musim penghujan, semua
stadia (telur, larva, nimfa, maupun imago) yang menempel pada bagian tanaman terbawa oleh
hujan.

E.       SIKLUS HIDUP MITES

Daur hidup tungau ada 4 fase, yaitu :  telur→ larva→nimfa →tungau dewasa. Siklus hidup
tungau mulai dari telur sampai dewasa memerlukan waktu selama 8-12 hari. (Hamzah, 2007)

Gambar 2.12. Siklus hidup mites (tungau)

1.      Fase telur

Pada tungau betina yang dewasa biasanya bertelur setiap hari. Sehari rata-rata menghasilkan
telur 5 butir.
2.       Fase larva

Setelah 3-4 hari telur menetas menjadi larva. Larva tungau hidup dan makan selama 4 hari
kemudian beristirahat selama 24 jam. Selama masa istirahat tersebut terjadi pergantian kulit
(molting) menuju tahap berikutnya.

3.      Fase nimfa

Pada tahap ini bentuk tungau sudah seperti bentuk dewasanya dengan 4 pasang kaki. Bentuk 
nimfa ini terdiri dari dua fase yaitu protonimfa dan deutonimfa. Masing-masing fase nimfa
makan selama 3-5 hari, istirahat , kemudian molting menuju tahap berikutnya.

4.      Fase tungau dewasa

Tungau dewasa berukuran ± 0,4 mm, berwarna putih-krem atau kecoklatan dan dapat dilihat oleh
mata telanjang atau kaca pembesar. Tungau dewasa dapat hidup dan mencapai umur 2 bulan.
Pada tungau dewasa setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan
mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina.
Tungau betina yang telah dibuahi mempunyai kemampuan untuk membuat terowongan pada
kulit sampai diperbatasan stratum korneum dan startum granulosum dengan kecepatan0,5-5 mm
per hari. Di dalam terowongan ini tungau betina akan bertelur sebanyak 2-3 butir setiap hari.
Seekor tungau betina akan bertelur sebanyak 40- 50 butir semasa siklus hidupnya yang
berlangsung kurang lebih 30 hari.

Gambar 2.13. Terowongan yang dibuat oleh tungau betina

Makanan

Makanan kesukaan tungau yakni serpihan kulit mati dari manusia dan hewan. Serpihan ini
biasanya tertinggal pada karpet, sofa, pakaian, kasur dan bantal. Secara tidak sadar setiap orang
membuang serpihan kulit mati kurang lebih 1,5 gram/hari. Jumlah ini cukup untuk dimakan oleh
satu juta tungau debu.
F.       JENIS – JENIS MITES

1.      Famili TARSONEMIDAE

Jenis tungau dari famili ini mempunyai beberapa variasi biologi, yaitu berbadan lunak dan tidak
mempunyai mata. Beberapa spesiesnya adalah fitofag, pada hal hidupnya pada sampah atau
sebagai parasit.

a.         Polyphagotarsonemus ( = Hemitarsonemus ) latus Banks. atau yellow tea mite (sin.


Tarsonemus translucens Green), tersebar luas dan bersifat polifag.

Gambar 2.14. Polyphagotarsonemus latus a. Telur, b.Larva (Bagian Lateral),

c. Larva (Bagian Ventral), d. Nimfa Bagian Ventral, e. Imago Betina, dan   f. Imago Jantan

Tungau dapat menyebar pada tanaman inang diantaranya kapas di Brasil, Uganda, dan Kongo;
kacang-kacangan, castor, dan dahlia di Afrika Selatan; teh di Ceylon dan Jawa serta beberapa
tanaman lainnya. Di Philipina tungau ini menjadi hama pada tanaman muda di green house
(yaitu tomat, kentang, dan tembakau) dan di kebun-kebun bunga. Umumnya gejala serangan,
daun berwarna coklat, daun menebal dan mati pada bagian pucuknya.

Di Indonesia tungau ditemukan pada beberapa tanaman diantaranya tomat, lombok, karet, dan
teh. Tungau ini merupakan hama yang cukup serius pada tanaman teh dan juga kadang-kadang
pada tanaman kopi, sehingga dapat menyebabkan kerusakan (Kalshoven, 1981).

Tungau ini juga sering ditemukan pada tanaman teh, yaitu di pucuk diantara bulu-bulu pada sisi
bawah daun muda. Akibat serangan pada daun-daun muda, pucuknya memanjang dan
mengalami khlorosis serta mengeriting. Setelah pemetikan daun teh biasanya tungau tersebar
pada suatu tempat di atas daun-daun muda. Gejala serangan pada tanaman teh serupa dengan
yang disebabkan oleh pink mite (Eriophyes sp.).

b.      Steneotarsonemus (= Tarsonemus) bancrofti Mich.

Tungau ini banyak terdapat di dekat nodes (tunas-tunas baru) di celah-celah atas poros daun,
sedang di bagian tepi tidak terlihat dengan jelas (Kalshoven, 1981).

Tungau ini menyebabkan kerusakan seperti gall (pembengkakan), dengan ciri khusus
kekuningan dan akhirnya menjadi coklat kemerahan sampai hitam. Tungau betina berukuran 0,4
mm dan yang jantan berukuran 0,3 mm. Tungaunya bertungkai 4 pasang dan sangat peka
terhadap cahaya matahari, dan lebih suka menyembunyikan diri di tempat-tempat yang gelap
seperti di bawah daun.

c.       Steneotarsonemus (= Tarsonemus) pallidus Banks., cyclament (sin. Tarsonemus fragariae


Zimm.), strawberry tarsonemid mite.

Tubuh tungau sangat kecil dan sulit dilihat dengan mata, berwarna putih, hijau, atau coklat
keperakan. Tungau ini tercatat sebagai hama pada strawberry, anggur, dan beberapa tanaman
bunga-bungaan. Ditemukan pertama kali di New York pada tahun 1898 dan di Kanada tahun
1908 serta umumnya menyebar di green house.

Tungau dewasa panjangnya 0,25 mm yang pada tingkat pertumbuhan larva berkaki 6 dan tingkat
pertumbuhan nimfa berkaki 8. Pasangan kaki belakang pada tungau betina terdapat seperti
benang dan yang jantan seperti catut (penjapit) (Metcalf dan Flint, 1979). Setiap imago betina
menghasilkan sekitar 90 butir telur, dan 80 persen diantaranya akan berkembang menjadi tungau
betina.

b
 

a
 

Gambar 2.15. Steneotarsonemus pallidus (Cyclamen Mite)

a.       Imago Betina, b. Imago Jantan

2.      Famili TETRANYCHIDAE

Famili tungau ini sebagian besar terdiri dari jenis fitofag, dengan ukuran tubuhnya tidak melebihi
1 mm dan berwarna kuning, coklat, kehijau-hijauan, atau merah dan mempunyai mata. Jenis
tungau ini bervariasi dengan panjang tubuhnya antara 0,25 – 0,5 mm. Tungau ini aktif merayap
yang dapat diketahui oleh mata kita sebagai bintik merah pada ujung depan tubuhnya, dan
biasanya berlindung pada permukaan daun dengan pelindung yang baik.

Tingkatan hidup tungau ini terdiri dari telur, larva (dengan 3 pasang kaki), 2 tingkatan nimfa
(protonimfa dan deutonimfa) yang mempunyai 4 pasang kaki, dan imago. Setiap pergantian kulit
didahului dengan keadaan diam selama 1 atau 2 hari; selama keadaan ini tungau sangat resisten
terhadap pengendalian dengan kimia.

a.       Tetranychus cinnabarinus (Boisduvall), carmine atau red spider mite.

Jenis tungau ini hampir selalu terdapat di daerah tropis, dan sebagai hama di green house pada
daerah-daerah beriklim sedang.

Jenis tungau ini pertama kali ditemukan di Jawa pada cassava (ketela pohon) oleh Leefmans
pada tahun 1915, bersifat polifag yaitu terdapat juga pada tanaman–tanaman seperti jeruk, kapas,
kacang-kacangan, dan tanaman hias serta pada tumbuhan pengganggu (gulma).
Gambar 2.16. Tetranychus cinnabarinus

b.      Tetranychus urticae (= telarius, bimaculatus) Koch., two spotted mite.

Tungau ini bersifat kosmopolit dan polifag, yang merupakan hama utama pada buah-buahan
(apel dan pepaya), kapas, ketela pohon, dan lain sebagainya. Di Indonesia juga dijumpai
menyerang tanaman kedelai, walaupun serangannya tidak berat .

Gambar 2.17. Tetranychus urticae

Bentuk tubuh tungau betina oval dengan ukuran 0,3 – 0,35 mm, bahkan perkembang biakan
selama musim kemarau dapat mencapai 6 generasi dan kadang-kadang dapat lebih. Pada
kelembaban nisbi 60 – 70 persen, suhu siang hari 28 0C dan suhu malam hari 25 0C, rata-rata
jumlah telur setiap betina dapat mencapai 40 butir.

c.       Oligonychus coffeae (Nietn.), red tea mite.

Tungau ini menyebar di daerah tropis dan tercatat sebagai hama pada tanaman kopi, teh, kapas,
dan tanaman lain. Tungau telah lama diketahui di Ceylon pada tanaman kopi, akan tetapi
sekarang ditemukan pada lapisan atas daun teh yang tua dan warna daun berubah menjadi coklat
kekuningan berkarat atau berwarna ungu.

Tungau ini tidak tahan terhadap air hujan dan hanya telur saja yang masih bisa bertahan untuk
hidup. Telur berwarna merah terang berbentuk bola berukuran 0,15 mm. Telur yang menetas
kulitnya meluruh sehingga dapat dilihat dengan mata seperti bintik putih. Imagonya berukuran
0,4 – 0,5 mm berwarna merah pada bagian anterior dan berwarna terang bagian posteriornya,
serta fase nimfanya berukuran sedikit lebih kecil daripada imagonya.

b
 

a
 
Gambar 2.18. Oligonychus coffeae (a) Telur, (b) Imago

Tungau pada fase sebelum dewasa memerlukan waktu 2 minggu pada suhu 21 – 22 0C, dan
masa sebelum peletakan telur 1 – 2 hari. Siklus hidupnya sekitar 3 minggu pada ketinggian 1.350
m. Imago betina dapat menghasilkan 40 – 50 butir telur.

d.      Olygonychus ilicis McGregor

Merupakan hama kopi di Sao Paulo dan Brasil. Tungau ini hidup pada lapisan atas daun dengan
pelindung dari tenunan yang kuat, dan menyebabkan daun menguning khususnya disekitar urat
daun. Penyebaran tungau dari daun ke daun melalui benang atau terbawa oleh adanya angin (Le
Pelley, 1968).

Tungau betina bertelur 10 – 24 butir, masa bertelur 6 – 10 hari pada suhu 22,5 0C. Lama hidup
imago betina sekitar 15 hari dan masa sebelum peletakan telur 3 hari. Telur yang dihasilkan oleh
tungau betina steril, hanya akan menghasilkan imago jantan. Hasil pencatatan di lapang ternyata
sekitar 80 persen dari telur yang dibuahi, akan menghasilkan imago betina.

e.       Olygonychus exiccator (Zehnt.)

Adalah tungau pada daun tebu di Jawa dan Hawaii. Tungau ini membentuk koloni pada daun
sebelah bawah yang berwarna kuning kehijauan dengan sedikit bintik merah. Daun yang
terserang menjadi layu, selanjutnya kering dan akhirnya mati sebelum tua; akan tetapi kerusakan
ini terbatas pada pucuk ke dua dan tidak merugikan, dan tungau dapat berkembang dengan cepat
sekitar 10 hari.
f.       Brevipalpus (= Tenuipalpus) phoenicis (Geijsk.) atau Brevipalpus obovatus (Donn.),
scarlet tea mite.

Tungau betina bentuknya oval, warnanya kemerah-merahan dan ukuran tubuhnya sekitar 0,25 x
0,12 mm; sedangkan tungau jantan bentuknya trianguler dan lebih kecil daripada betina. Telur
berbentuk elips berwarna kemerahan dan diletakkan secara tunggal atau mengelompok di bawah
lapisan daun.

Tungau ini hidupnya polifag yaitu pada kopi, apel, mangga, jeruk, pepaya, ketela pohon, dan lain
sebagainya.

c
 

b
 

a
 

Gambar 2.19. Brevipalpus obovatus

a.       Telur, b. Imago Betina, c. Imago Jantan

g.      Tenuipalpus orchidarum Parf. (sin. Brevipalpus pereger Donn)

Tungau merah pada bunga anggrek. Tungaunya berukuran sangat kecil hanya 0,2 mm dan
ditemukan pada daun. Perkembangan tungau ini sangat cepat, sehingga dalam waktu singkat
dapat menyebabkan kerusakan yang berat. Telur berwarna merah, memanjang (empat persegi
panjang) yang diletakkan pada sisi atas. Kerusakan dapat meluas baik pada tanaman maupun
pembibitan.

h.      Panonychus (= Metatetranychus) ulmi Koch. (sin. Paratetranychus pilosus), european red


mite.

Hama menyebar di Benua Eropa, dan pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada tahun
1911. Tungau ini menjadi salah satu hama penting di Canada dan Amerika Serikat yang
menyerang tanaman apel dan peer. Bentuk tungau amat kecil dan aktif biasanya berada di bagian
bawah daun, apabila serangan ringan daun akan berbintik dan pada serangan berat daun yang
sakit berwarna kecoklatan dan dalam waktu singkat akan terlihat tertutup oleh debu dan daun
gugur.

c
 

d
 

b
 

a
 

f
 
e
 

Gambar 2.20. Siklus Hidup Panonychus (= Metatetranychus) a. Telur, b. Larva, c.Protonimfa, d.


Deutonimfa, e. Imago Jantan, dan f.Imago Betina bagian lateral

3.      Famili ERIOPHYIDAE

Jenis-jenis tungau famili ini bentuknya memanjang dan hanya mempunyai 2 (dua) pasang kaki
pada bagian anterior tubuhnya, serta tungau ini dapat mengakibatkan timbulnya gall pada daun
dan batang. Bentuk telur menyerupai gelembung yang transparan dan penyebaran tungaunya
melalui angin.

a.       Calacarus (= Eriophyes) carinatus (Gr.).

Tungau ini menjadi hama tanaman teh di pantai timur Sumatra dan juga terjadi di Jawa. Spesies
tungau ini pertama kali menyebar di India, dan akibat serangan tungau ini dapat menyebabkan
tanaman berwarna ungu, dan daun tertutup dengan tepung halus diantara jaringan. Imagonya
kecil dengan ukuran 0,15 – 0,20 mm dan berwarna ungu gelap. Pembibitan tanaman teh pada
musim kemarau kadangkala terserang oleh hama ini.

Gambar 2.21. Calacarus carinatus


b.      Eriophyes boisi Gerb. (= doctersi Nal.)

Adalah tungau yang menyebabkan gall pada tanaman kina. Ukuran badannya hanay 0,12 – 0,14
mm. Daun muda yang baru membukua kadang-kadang terserang sehingga berwarna kuning
keunguan.

b
 

c
 

a
 

Gambar 2.22. Eriophyes sp. dan Gejala Serangan Tungau

a. Eriophyes boisi, b. Gall pada Daun akibat Serangan Tungau,

c. Eriophyes indigoferae

c.       Eriophyes ( = Acaphylla ) theae Watt., pink tea mite.

Tungau ini ditemukan di Indonesia dan India sebagai hama pada tanaman teh. Tanaman the yang
masih muda sering mendapat serangan, dan gejala pertama kali kelihatan pada daun berwarna
keputihan dan akhirnya menjadi kering. Walaupun demikian tungau ini ternyata merupakan
hama yang kurang penting.

Gambar 2.23. Eriophyes theae

4.      Famili PHYTOSEIIDAE

Tungau pada famili ini merupakan jenis tungau yang hidupnya sebagai predator, khususnya
pemangsa famili Tetranychidae; sehingga dapat digunakan dalam usaha pengendalian pada
sejumlah tungau yang merusak buah-buahan dan sayur-sayuran yang ada di green house maupun
di lapang.

Tungau famili Phytoseiidae sering berkembangbiak dengan cepat, dan akan mati apabila
kekurangan makanan. Jenis tungau yang sangat memberikan harapan untuk usaha pengendalian
secara hayati yaitu Phytoseiulus persimilis, akan tetapi spesies ini belum digunakan di Indonesia.

Gambar 2.24. Phytoseiulus persimilis

Jenis tungau pada famili ini selain memangsa semua tungau yang merugikan tanaman, juga
memangsa binatang-binatang kecil lainnya seperti Thrip, telur-telur ngengat dan lain sebagainya.
Spesies lainnya yang berperan sebagai predator adalah Typhlodromus luvea Oud. dan
Typhlodromus luvearum Oud. yang telah ditemukan pada tungau-tungau yang menyerang
tanaman karet, bunga tanaman kelapa dan juga pada koloni rayap serta sekitar telur-telur
belalang.
5.      Famili ACARISIDAE (TYROGLYPHIDAE)

Tungau ini hidup pada bahan simpanan dan sampah, umumnya bertubuh lunak, licin, berkaki
pendek, berwarna putih atau abu-abu dan tidak begitu aktif. Pada keadaan yang tidak
menguntungkan akan istirahat, dan dapat hidup dalam waktu yang cukup lama tanpa makan.

Penyebaran tungau dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan melalui hewan lain.
Jenis-jenis tungau ini sering ditemukan pada biji dan beberapa bahan simpanan diantaranya
bungkil, daging kering atau ikan, keju bahan fermentasi, jerami dan lain sebagainya. Beberapa
bahan makanan yang terserang tidak dapat dimakan, bahkan mengganggu bahan simpanan yang
disimpan terlalu lama (misalnya kopra).

6.      Famili PYEMOTIDIAE (PEDICULOIDIDAE)

Pyemotes (= Pediculoides ) ventricosus Newp., adalah tungau yang bersifat predator kosmopolit


pada seranga gudang. Tungau ini juga hidup di lapang, menyerang serangga yang hidup pada
tempat - tempat persembunyiannya.

Imago betina yang masih muda berukuran 0,2 mm dan jantan 0,15 mm, menyerang binatang-
binatang yang berbadan lunak dan membunuhnya dalam waktu 24 jam dengan cara menghisap
cairan tubuh. Penyebarannya melalui angin atau terbawa oleh binatang dan juga dapat terbawa
dengan bahan makanan.

Imago muda muncul dalam waktu 6 – 14 hari, kemudian kawin dan yang jantan mencari mangsa.
Tungau ini dapat menyerang hampir 100 persen larva dan pupa Promecotheca cumingii pada
musim kering, tetapi tidak menyerang imago. Berkembangbiaknya sangat cepat sekitar 10 hari
pada kondisi kering.

7.      Famili PSEUDOLEPTIDAE

Pseudoleptus vandergooti Oud., orange orchid mite. Tanaman yang terserang menunjukkan
warna gelap pada daun dan batang. Tungau umumnya berukuran 0,3 mm, hidupnya berkoloni di
bawah kulit daun yang mati menggulung. Tanaman anggrek jenis Dendrobium spp. sangat
disukai sehingga mudah terserang.

G.      MEKANISME PENULARAN PENYAKIT


1.      Pada Manusia

a.      Scabies

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang
termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat
dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis.

Gambar 2.25 Penderita penyakit scabies

Skabies dapat menyebabkan gatal-gatal hebat yang biasanya semakin memburuk pada malam
hari. Lubang tungau tampak sebagai garis bergelombang dengan panjang sampai 2,5 cm, kadang
pada ujungnya terdapat beruntusan kecil. Lubang atau terowongan tungau dan gatal-gatal paling
sering ditemukan dan dirasakan di sela-sela jari tangan, pada pergelangan tangan, siku, ketiak,
disekitar putting payudara wanita, alat kelamin pria (penis dan kantung zakar), di sepanjang garis
ikat pinggang dan bokong bagian bawah. Infeksi jarang mengenai wajah, kecuali pada anak-anak
yaitu lesinya muncul sebagai lepuhan berisi air. Lama-lama terowongan ini sulit untuk dilihat
karena tertutup oleh peradangan yang terjadi akibat penggarukan.
Gambar 2.26. Peradangan yang disebabkan scabies

Penyakit Scabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke
manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Scabies mudah menyebar baik secara langsung
melalui sentuhan langsung dengan penderitamaupun secara tak langsung melalui baju, seprai,
handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah digunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih
terdapat tungau Sarcoptesnya. Skabies identik dengan penyakit anak pondok.

b.      Asma bronkial

Penyakit Asma terdiri dari beberapa jenis asma namun kebanyakan orang awam lebih mengenal
asma pada jenis bronkial karena memang jenis asma inilah yang paling banyak penderitanya.
Asma bronkial sendiri merupakan asma (sesak nafas) yang muncul akibat penyempitan saluran
pernafasan.Salah satu penyebabnya adalah Dermatophagoides pteronyssinus (tungau debu
rumah).

Penyakit asma bronkial ini merupakan salah satu penyakit kronik(menahun) dengan pasien


terbanyak di dunia. diperkirakan 300 juta orang di dunia menderita asma jenis ini. Angka ini
akan jauh lebih besar jika kriteria diagnosanya diperlonggar. Bahkan tahun ini paling tidak ada
tambahan sekitar 100 juta pasien asma lagi. Di Indonesia, diperkirakan sampai 10 persen
penduduk (sekitar 12 juta orang ) mengidap dalam berbagai jenis penyakit asma

c.       Demodicosis

Demodicosis disebabkan oleh Demodex brevis. Orang tua lebih rentan untuk terkena tungau.
Sekitar sepertiga dari anak-anak dan remaja, setengah dari orang dewasa, dan dua-pertiga dari
orang tua diperkirakan membawa tungau.
Gambar. 2.27. Penyakit Demodicosis

Tingkat intensitas tungau untuk menyerang lebih rendah anak-anak disebabkan karena anak-anak
memproduksi sebum lebih sedikit. Tungau ditransfer antara host melalui kontak rambut, alis dan
kelenjar sebaceous pada hidung.

d.      Tifus Semak (schrub typhus)

Tifus semak adalah jenis penyakit yang ditularkan ke manusia dari tikus ladang dan tikus besar
(rat) melalui gigitan tungau yang hidup pada hewan – hewan tersebut. Tifus ini disebabkan oleh
Rickettsia tsutsugamushi yang hidup dalam Leptotrombidium akamushi (berasal dari Famili
Trombiculidae). Hanya bentuk larva yang dapat menularkan penyakit. Larva tungau (chigger)
melekatkan tubuh mereka ke permukaan kulit dalam proses untuk mendapatkan makanan.
Tungau ini dapat menginfeksi inang atau menularkan riketsia ke mamalia lain atau tubuh
manusia.

Tifus ini sering disebut penyakit tsutsugamushi atau tifus tropis karena hanya terbatas di daerah
tropis Asia Tenggara, India, Australia Utara dan pulau – pulau di sekitarnya. Infeksi disebut tifus
semak karena penyakit ini biasanya terjadi sesudah orang mengunjungi semak. Namun telah
ditemukan juga bahwa penyakit ini dapat terjadi juga di area – area seperti pantai berpasir, hutan
hujan di katulistiwa.

e.       Rosacea

Penyebab dari rosacea adalah Demodex follicularum, yang merupakan


jenis tungau rumah. Tungau rumah adalah relatif mikroskopis yang biasanya berada di kulit sehat
dan feed pada sebum, minyak disekresikan oleh kulit. Hal ini biasanya melihat pertama di bawah
bulu mata. Seseorang dengan tungau bawah mata mereka menderita dari mata terbakar, mata
lengket dan gatal. Tungau mikroskopis juga tinggal pada wajah, pipi, dahi, pada saluran telinga
eksternal dan di mana saja pada anjing.

Gambar 2.28. Penderita rosacea

2.      Pada Tumbuhan

Brevipalpus californicus

·      Spesies : Brevipalpus californicus (Acarina: Tenuipalpidae)

·      Nama Umum : red and black flat mites

·      Inang : Pepaya

·      Gejala : Buah pepaya yang diserang kulitnya menjadi tidak mulus, cacat seperti bergabus,
dan berwarna agak kecoklatan.

·      Deskripsi : Ukuran tunggau relatif kecil 0,3 mm. - Tungau jantan berwarna merah dan
berbentuk baji pipih. - Tungau betina berbentuk oval pipih dan berwarna merah atau merah
kehitam-hitaman sampai hitam. - Selama hidupnya berlangsung sekitar 30 hari - Seekor betina
bertelur antara 50-70 butir. Telur berwarna merah muda sampai kemerahan - Stadia telur sampai
dewasa berkisar antara 3-5 minggu. - Pada musim panas, stadia tungau berlangsung lebih cepat
antara 3-5 minggu, dan musim hujan berlangsung selama 4-5 minggu. 

Polyphagotarsonemus latus

·      Spesies : Polyphagotarsonemus latus (Acarina: Tarsonematidae)


·      Inang : Cabai

·      Gejala : Permukaan daun bergelombang dan terdapat variasi perubahan warna daun yang
tidak merata.

·      Deskripsi : Siklus hidup terdiri dari empat stadia yaitu telur, larva, nimfa, imago. Dan
perkembangannya sangat singkat.Imago betina meletakkan telur antara 30-76 butir, pada
permukaan daun selama 8-13 hari. Betina yang tidak kawin akan menghasilkan keturunan jantan
semua, sedangkan betina yang kawin akan menghasilkan 4 telur betina dan 1 telur jantan. Telur
tidak berwarna, bening, berbentuk elips tipis. Telur diletakkan satu per satu. Larva akan menetas
2-3 hari. Larva berukuran sangat kecil antara 0,1-0,2 mm berbentuk seperti buah pear dan
memiliki 3 pasang tungkai. Fase pupa, tungau akan istirahat, bentuknya tidak berbeda dengan
fase larva hanya tungkainya menjadi 4 pasang. Imago betina berukuran sekitar 0,2 mm dan tidak
berornamen. Ukuran tubuh betina lebih besar dari pada jantan. 

·      Pengendalian : Membersihkan gulma disekitar tanaman. Disemprot dengan akarisida seprti


Kelthan, Acarin, Galecron, Gusathon dll.

Polyphagotarsonemus latus

·      Spesies : Polyphagotarsonemus latus (Acarina: Tarsonematidae)

·      Inang : Tomat

·      Gejala : Permukaan daun bergelombang dan terdapat variasi perubahan warna daun yang
tidak merata.

·      Deskrip : Siklus hidup terdiri dari empat stadia yaitu telur, larva, nimfa, imago. Dan
perkembangannya sangat singkat.Imago betina meletakkan telur antara 30-76 butir, pada
permukaan daun selama 8-13 hari. Betina yang tidak kawin akan menghasilkan keturunan jantan
semua, sedangkan betina yang kawin akan menghasilkan 4 telur betina dan 1 telur jantan. Telur
tidak berwarna, bening, berbentuk elips tipis. Telur diletakkan satu per satu. Larva akan menetas
2-3 hari. Larva berukuran sangat kecil antara 0,1-0,2 mm berbentuk seperti buah pear dan
memiliki 3 pasang tungkai. Fase pupa, tungau akan istirahat, bentuknya tidak berbeda dengan
fase larva hanya tungkainya menjadi 4 pasang. Imago betina berukuran sekitar 0,2 mm dan tidak
berornamen. Ukuran tubuh betina lebih besar dari pada jantan. 

·      Pengendalian   : Membersihkan gulma disekitar tanaman. Disemprot dengan akarisida seprti


Kelthan, Acarin, Galecron, Gusathon dll.

H.      PENGENDALIAN
Beberapa usaha pengendalian yang dapat dilakukan untuk menghidari terjadinya peningkatan
populasi tungau, diantaranya dengan cara mekanis, teknik budidaya, biologis, dan penggunaan
bahan kimia (pestisida).

1.      Mekanis

Pengendalian tungau yang seringkali dilakukan dengan cara mekanis yaitu, mengambil secara
langsung telur, larva, nimfa, atau imago kemudian dimusnahkan; dapat juga dengan
menyemprotkan air beberapa kali sehingga tungau tercuci.

2.      Teknik Budidaya

Pengendalian dengan teknik budidaya dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman atau
varietas yang resisten (tahan), rotasi (pergiliran) tanaman, pemupukan, dan sanitasi lingkungan.
Pemakaian varietas resisten terhadap serangan tungau belum banyak dilakukan. Hal ini
disebabkan karena belum banyak para ahli yang menelitinya, lebih-lebih di negara kita ini.

Di Mesir telah ditemukan varietas kapas yang tahan terhadap serangan tungau Tetranychus
telarius yaitu Rahtim-101. Varietas ini memiliki bulu yang lebat dan bercabang sehingga
menyulitkan stilet (alat mulut) tungau tersebut untuk menusuknya. Varietas ubi kayu Adira 4,
Adira 1, Adira 2, Malang 2, dan Malang 6 adalah tahan terhadap tungau merah ubi kayu
(Sinuraya, 2005).

Pemupukan tanaman dapat dilakukan dengan tujuan untuk mengusahakan agar pertumbuhan
tanaman menjadi lebih baik, sehingga diperoleh hasil yang cukup tinggi; akan tetapi apabila jenis
dan dosisnya kurang tepat maka dapat memberikan dampak sebaliknya. Sebagai contoh pada
pemupukan N yang berlebihan pada tanaman kacang tanah, ternyata dapat meningkatkan
serangan tungau Tetranychus telarius lebih tinggi.

Sanitasi merupakan tindakan yang cukup penting, khususnya terhadap tanaman yang telah
mendapat serangan tungau berat. Pada tanaman yang terserang berat, apabila telah dipanen
sebaiknya dibersihkan dari sisa-sisa bagian tanaman yang menjadi tempat persembunyian
tungau.

Pengaturan pergiliran tanaman merupakan salah satu cara usaha pengendalian yang baik
terhadap serangan tungau. Pada rotasi tanaman yang perlu diperhatikan adalah agar dalam
penanaman berikutnya tidak menanam tanaman yang sama atau tanaman yang sedang menjadi
inang bagi tungau saat itu. Selain itu diusahakan menanam tepat waktu, misalnya menanam ubi
kayu pada lahan kering hendaknya diusahakan pada saat awal musim hujan.

3.      Biologis (Hayati)

Usaha pengendalian biologis dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami, namun
demikian di lapang masih belum / bahkan kurang mendapat perhatian pada pengendalian
serangan tungau. Penggunaan musuh alami ini akan dapat membantu pelestarian lingkungan
(alam sekitarnya), bahkan dapat menghindari terjadinya resistensi (kekebalan) tungau terhadap
bahan pengendali kimiawi (pestisida).

Pada suatu percobaan di dalam green house (rumah kaca) menggunakan tungau Tarsonemus
pallidus sebagai hama tanaman strawberry dengan menggunakan predator Typhlodromus
bellinus, ternyata menunjukkan adanya goncangan-goncangan populasi yang teratur antara kedua
populasi tersebut.

Apabila populasi hama tinggi maka predator akan aktif, akan tetapi apabila populasi mangsa
(hama) rendah maka hama tersebut relatif lebih aman sebab terdapat pelindung yang cukup pada
bulu-bulu, duri-duri, maupun lekukan-lekukan tanaman inang; sedangkan predator akan bertahan
pada embun-embun madu dan substitusi makanan lainnya, sambil menunggu meningkatnya
populasi mangsa (Metcalf dan Flint, 1979).

4.       Bahan Kimia (Pestisida)

Pengendalian tungau dengan menggunakan pestisida (akarisida) hendaknya dilakukan, bilamana


usaha-usaha pengendalian yang lainnya sudah tidak mungkin dapat dilakukan.

Tidak semua pemakaian bahan kimia dalam menekan populasi hama akan berakibat lebih baik
dalam menurunkan populasinya, bahkan hama tersebut bisa menjadi resisten. Selain itu tanpa
memperhatikan keselamatan lingkungan akan dapat meningkatkan populasi hama yang kurang
mendapat perhatian, juga secara langsung kemungkinan dapat mematikan serangga-serangga
berguna sebagai akibat penggunaan pestisida. Akibat secara tidak langsung menyebabkan adanya
bahaya kelaparan serangga berguna (musuh alami), sebagai akibat sangat berkurangnya mangsa
sebagai makanannya.

Di dalam kebun-kebuin yang tidak terpelihara ternyata populasi tungau hama Paratetranychus sp.
tetap rendah, karena predator-predator sepanjang musim panas terus menerus aktif, sedangkan
dalam kebun-kebun yang terpelihara baik ternyata jumlah predator sangat berkurang, sebagai
akibat penyemprotan dengan pestisida (Collyer dalam Hadiwidjaja, 1955).

Beberapa akibat buruk penggunaan DDT (Dikhloro diphenyl trikhlor etana) pada waktu yang
lalu, ternyata dapat mematikan beberapa musuh alami dalam menekan populasi tungau. Pada
percobaan di Bogor ternyata semua daun tanaman kapas gugur akibat gangguan tungau sesudah
penyemprotan dengan DDT yang berulang-ulang. Percobaan lain menunjukkan bahwa serangan
tungau lebih hebat pada kapas dalam pertengahan musim hujan, sebagai akibat dari percobaan
DDT setiap minggu sehingga berakibat tanaman-tanaman gugur daunnya.

Pada pohon apel di Selandia Baru ternyata serangan tungau Paratetranychus pilosus dan Bryobia
praetiosa lebih berat akibat terbunuhnya predator. Demikian juga naiknya populasi tungau
Paratetranychus citri disebabkan terbunuhnya predator Stethorus picvipes Csy., Conwentzia
hageni Banks., dan Chrysopa californica Coq.

Pada waktu lalu penggunaan sulfur yang digunakan secara langsung di atasnya, juga ditempatkan
dalam tanah pada pengendalian tungau ternyata cukup efektif. Beberapa produk pestisida
ternyata efektif apabila pertama kali dipakai, akan tetapi gejala resistensi telah berkembang pesat
dan sering mengalami kesulitan untuk menemukan akarisida atau kombinasi yang efektif.

Akarisida berasal dari nama latin, yaitu acari yang berarti tungau dan coedos yang berarti
membunuh. Akarisida dalam bahasa Inggris disebut mitecide, adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia beracun dan dapat mematikan tungau. Insektisida biasanya ada yang berfungsi
ganda yaitu sebagai pembunuh serangga dan tungau. Akarisida yang pertama kali digunakan
terhadap tungau fitofag adalah Azobenzine yang digunakan dalam green house. Perkembangan
selanjutnya dihasilkan Sulphenone, Diphenysulphone, dan Tetradifon. Sulphide dihasilkan pada
tahun 1953 dengan nama Chlorbeside, dan Fluorbenside dihasilkan pada tahun 1955; selanjutnya
dihasilkan Chlorfenson dan Fenson, juga efektif terhadap beberapa tungau.

BAB III

PENUTUP

A.      KESIMPULAN

1.      Morfologi mites:

a.       Gnatosoma

b.      Kapitulum

c.       Podosoma

d.      Opistosoma

e.       Idiosoma

f.       Tungkai

2.      Bionomi mites:

Kingdom        :  Animalia

Phylum           :  Arthropoda
Kelas              :  Arachanida

Ordo               :  Acarinida

Famili             :  Demodicidae, Psorergatidae, Tydeidae, dll

Genus             :  Demodex, Psorergates, Tydeus, dll

Spesies           :  Demodexbrevis, Psorergatesovis, Tydeusmolestus, dll

3.      Habitat mites:

Banyak diantara anggotanya yang hidup bebas di daratan, namun ada anggotanya yang menjadi
parasit pada hewan lain (mamalia maupun serangga). Tungau menyukai tempat – tempat yang
lembab dan tempat yang tidak terkena sinar matahari.

4.      Penyakit yang disebabkan oleh vector mites

·         Scabies

·         Asma bronkial

·         Tifus Semak (schrub typhus)

·         Demodicosis

·         Rosacea

5.      Pengendalian vector mites diantaranya dengan cara mekanis, teknik budidaya, biologis, dan
penggunaan bahan kimia (pestisida).

B.       SARAN

Kepada seluruh masyarakat dan para mahasiswa diharapkan menjaga kebersihan pribadi dan
lingkungan lebih baik lagi sehingga kondisi kesehatan dapat tercipta dengan baik. Selain itu,
diharapkan agar tungau (mites) ini dapat didalami lebih lanjut dengan melakukan penelitian
sehingga kita dapat mengetahui cara mencegah serta mengobati penyakit akibat serangga tungau
ini.

DAFTAR PUSTAKA

Darwanto, dkk. 2001. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hama dan Penyakit pada Tanaman, http://riyanbagus.blogspot.com/2011/05/hama-dan-penyakit-
tanaman.html. Diunduh pada tanggal 4 Mei 2014.

Jenis-jenis Tungau, http://digilib.upnjatim.ac.id/files/disk1/2/jiptupn-gdl-mochsodiqp-52-7-
v.jenis-u.pdf. Diunduh pada tanggal 4 Mei 2014.

Makalah tentang tungau, http://digilib.upnjatim.ac.id/files/disk1/2/jiptupn-gdl-mochsodiqp-52-6-


iv.peng-n.pdf. Diunduh pada tanggal 4 Mei 2014.

Morfologi Tungau.http://repository.ipb.ac.id. Diunduh pada tanggal 4 Mei 2014.

Pengertian Tungau, http://id.wikipedia.org/wiki/Tungau. Diunduh pada tanggal 4 Mei 2014.

Tungau, https://www.academia.edu/6530387/TUNGAU. Diunduh pada tanggal 4 Mei 2014.

Tungau (Mites), http://www.tanijogonegoro.com/2013/05/tungau.html. Diunduh pada tanggal 4


Mei 2014.

Vektor pengganggu, http://juanna-kesling.blogspot.com/2011/05/vektor-binatang-
pengganggu.html. Diunduh pada tanggal 4 Mei 2014.

Anda mungkin juga menyukai