Anda di halaman 1dari 21

Tugas : MK Filsafat Ilmu

MAKALAH

LANDASAN FILOSOFI, YURIDIS DAN IMPLEMENTASI


PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN (PTK)

Dibuat Oleh

Nama : MUSLIMIN
Nim : 16 1052013 001
Kelas : 04 (PTK/2016)

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016
LANDASAN FILOSOFI, YURIDIS DAN IMPLEMENTASI
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN (PTK)

1. PENDAHULUAN
Perkembangan globalisasi, dan transformasi sistem perekonomian menuju
era industrialisasi modern yang berbasis pengetahuan memicu pergeseran dan
perubahan pola hidup terhadap bangsa Indonesia, menimbulkan fenomena dan
dampak terhadap ketidak sesuaian pola hidup dan pendidikan yang diterima
dengan kebutuhan dunia kerja, akibatnya terjadi peningkatan jumlah
pengangguran dan berbagai permasalahan lainnya.
Pemerintah melalui berbagai kebijakan terus berupaya dalam mengatasi
permasalahan penggangguran, salah satunya adalah disektor pendidikan, dalam
hal ini terus mendorong perkembangan pendidikan teknologi kejuruan di seluruh
wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan sejarah, pendidikan kejuruan pertama di Indonesia pada
zaman Belanda yakni tahun 1853, dengan demikian pendidikan kejuruan sudah
berumur kurang lebih 163 tahun, sekolah kejuruan pertama adalah Sekolah
Pertukangan Surabaya (Ambacht School Van Soerabaja). Sementara di
Bandung dibuka Amacht School and Ambacht Leergang yang kemudian menjadi
Sekolah Teknik Ciroyom.
Hingga awal kemerdekaan konsep pendidikan kejuruan mengkuti
pendidikan kejuruan di Belanda. Sejak pelita digulirkan pada akhir tahun 60an
bentuk pendidikan kejuruan mulai mengadopsi model dari negara lain. Bahkan
saat ini pendidikan kejuruan mulai mendapat tempat pada sistem pendidikan di
Indonesia.
Awal upaya terpadu pengembangan pendidikan kejuruan pada Pelita V
(melalui UU No. 2 Tahun 1989) dapat dikatakan merupakan tonggak awal
pengembangan pendidikan kejuruan secara terpadu di Indonesia. PP No. 29
Tahun 1990 terdapat 3 pasal sebagai dasar berpijak bagi pengembangan
pendidikan kejuruan.
Upaya lain adalah kerjasama pendidikan kejuruan dengan dunia usaha dan
industry. Penerapan pendidikan sistem ganda melalui konsep “Link and Match”
merupakan tonggak bersejarah bagi awal upaya pemerintah melibatkan industri
dalam pendidikan kejuruan. Kemudian dengan Pembentukan Majelis Pendidikan
Kejuruan NasonaI (MPKN) dan Pembentukan MPKN untuk propinsi. (Raiarsa,
2013)
Strategi pengembangan pendidikan kejuruan setelah orde reformasi adalah
dengan mengembangkan mutu dan relevansi dan membina sejumlah SMK
bertaraf internasional. Perluasan dan pemerataan akses dengan tetap
memperhatikan mutu pendidikan dan meningkatkan manajemen SMK dengan
menerapkan prinsip “Good Governance” (Renstra Dit PSMK, 2005:8).
Hingga tahun 2016 ini, berdasarkan statistik Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) tahun 2015/2016 Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan
Kemendikbud, sekolah kejuruan di Indonesia berjumlah 12.659 dengan jumlah
lulusan sebanyak 1.429.870 orang. Di Sulawesi Selatan sekolah kejuruan
berjumlah 414 terdiri dari 155 sekolah kejuruan berstatus negeri dan yang
berstatus swasta sebanyak 259, dengan jumlah lulusan sebanyak 41.614 orang.
Sementara perkembangan jumlah sekolah menurut status di Sulawesi selatan
selama tiga tahun terakhir tidak mengalami peningkatan yang signifikan bahkan
mengalami penurunan, dimana tahun 2013/2014 berjumlah 405 sekolah, tahun
2014/2015 sebanyak 415 sekolah dan tahun 2015/2016 berkurang menjadi 414
sekolah. (Kemendikbud, 2015/2016).
Dengan demikian, pendidikan teknologi kejuruan merupakan salah satu
jawaban untuk menjawab berbagai permasalahan yang terjadi, terutama dalam
perekonomian, dimana dengan kehadiran dan perkembangan pendidikan
teknologi kejuruan yang handal dengan menyiapkan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang siap terjun di dunia industri, maka angka pengangguran dapat
dicegah yang nantinya akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan.
2. LANDASAN TEORI
Perkembangan ilmu pengetahuan ditandai dengan prinsip metodologi
keilmuan. Metodologi mengkaji perurutan langkah-langkah yang ditempuh
sehingga pengetahuan yang diperoleh memenuhi pengetahuan ilmiah. Untuk
memahami prinsip metode filsafat, perlu dibahas pengertian metodologi, unsure
metodologi dan beberapa pandangan tentang prinsip metodologi bagi para filsuf.
Hal ini dikarenakan metodologi dapat diartikan sebagai ilmu yang membicarakan
berbagai metode. Metode adalah cara bertindak menurut aturan ataupun hukum
yang berlaku.
Menurut Anton Baker unsur-unsur metodologi ilmiah sebagai berikut
(Dr.Beni Ahmad Saebani, 2015):
1) Interpretasi (penafsiran)
2) Induksi dan deduksi (menarik kesimpulan dari pemikiran khusus pada
pemikiran umum dan menarik kesimpulan dari pemikiran umum ke
pemikiran khusus)
Harsoyo menyatakan bahwa ilmu yang dimiliki umat manusia saat ini belum
seberapa dibandingkan dengan rahasia alam semesta yang melindungi manusia.
Ia mengemukakan bahwa kebenaran ilmiah tidaklah absolute dan final,
kebenaran ilmiah selalu terbuka untuk peninjauan kembali berdasarkan fakta-
fakta baru yang sebelumnya tidak diketahui.
Filsafat sebagai ilmu khusus merupakan salah satu cabang dari ruang
lingkup filsafat ilmu secara umum, selanjutnya ilmu merupakan suatu bagian dari
filsafat. Dengan demikian pembahasan lingkup filsafat tidak terlepas dari
persoalan filsafat ilmu. Filsuf terkemuka Clarence Irving Lewis juga
mengemukakan dua gugus persoalan yaitu problem reflektif dalam suatu ilmu
khusus yang dapat dikatakan membentuk filsafat dari ilmu tersebut dan problem
mengenai asas permulaan dan ukuran-ukuran yang berlaku umum bagi semua
ilmu ataupun aktivitas kehidupan manusia secara umum.

2.1 Filosofi Pendidikan Teknologi Kejuruan (PTK)


Dalam pendidikan kejuruan ada dua aliran filsafat yang sesuai dengan
keberadaanya, yaitu Eksistensialisme dan Esensialisme (Prof.Sapto, 2016).
Eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus
mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, bukan
merampasnya. Sedangkan esensialisme berpandangan bahwa pendidikan
kejuruan harus mengaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti
ekonomi, politik, sosial, ketenaga kerjaan serta religi dan moral.
Landasan filosofis yang mendasari pendidikan kejuruan, harus mampu
menjawab dua pertanyaan : pertama, Apa yang harus diajarkan? dan kedua,
Bagaimana harus mengajarkan? (Calhoun dan Finch, 1982). Chalhoun dan Finch
menegaskan bahwa sumber prinsip-prinsip fundamental pendidikan kejuruan
adalah individu dan perannya dalam suatu masyarakat demokratik, serta peran
pendidikan dalam transmisi standar sosial.
Secara umum juga dikatakan bahwa filsafat pendidikan merupakan rojani
atau spiritual sistem pendidikan nasional. Pendidikan kejuruan yang berkembang
telah banyak ditandai dengan pesatnya perkembangan fasilitas fisik untuk
melayani kebutuhan banyak orang dalam lingkup pendidikan kejuruan yang
makin luas.
Filosofi memandang pendidikan kejuruan sebagai pihak yang harus
bertanggungjawab atas penyiapan orang untuk bekerja atau mandiri, maka
menuntut adanya jenis pendidikan yang dapat menyediakan berbagai alternatif
pilihan itu, dan untuk hal tersebut yang paling tepat adalah pendidikan kejuruan
itu sendiri. Pernyataan Hornby yang dikutip Soeharto (1988) mengatakan bahwa
filosofi adalah mempelajari berbagai prinsip yang mendasari aksi dan tinggkah
laku manusia. Miller (1986, 3) menyatakan bahwa: phylosphys defined as a
conceptual frame work for synthesis and evaluation that represents a system of
values to serve as a basis for making decisions that projects vocation’s future.
Falsafah pendidikan kejuruan adalah cara pandang akan pendidikan kejuruan itu
sendiri. Falsafah akan memberikan arah yang dipelukan untuk pelayanan
pendidikan, selain kerangka kerja dimana tujuan, maksud, dan kegunaaan
pendidikan itu dibangun. (Raiarsa, 2013).
Secara khusus filosofi pendidikan kejuruan menurut Miller (1986)
mempunyai tiga elemen pokok, yaitu: nature of reality, truth, and value. Sehingga
falsafah pendidikan kejuruan merupakan artikulasi sebagai dasar asumsi yang
meliputi kenyataan, kebenaran dan tata nilai. Pertama, landasan falsafah
meandanga adanya ketentuan-ketentuan yang diperlukan oleh peserta didik dan
strategi apa yang sesuai dengan kebutuhan anak didik. Kedua, asumsi tentang
perwujudan atau kenyataan tentang kebenaran untuk memeberikan tuntunan
dalam membentuk kurikulum pendidikan kejuruan. Ketiga, kemudian dengan
materi yang telah diyakini kebenaran sesuai dengan falsafahnya, lembaga
pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk melakukan pengajaran dengan
benar, dan falsafah dapat memberikan kepercayaan secara penuh dalam
kebenaran pengetahuan yang diberikan.
Charles Prosser dalam Vocational Education in Democracy (1949) yang
dikutip oleh William G. Camp dan John H. Hillison (1984, 15-16) memberikan 16
butir dalil sebagai falsafah pendidikan kejuruan diantaranya yaitu:
1) Pendidikan kejuruan akan efisien apabila disediakan lingkungan yang
sesuai dengan kondisi nyata dimana lulusan akan bekerja.
2) Pendidikan kejuruan akan efektif bilmana latihan dan tugas yang
diberikan secara langsung dan spesifik (dalam arti mengerjakan benda
kerja sesungguhnya, bukan sekedar tiruan).
3) Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana dalam latihan kerja atau
dalam pengerjaan tugas sudah dibiasakan pada kondisi nyata nantinya.
4) Latihan kejuruan akan efektif apabila diberikan secara berulang kali
hingga diperoleh penguasaan yang memadai bagi peserta didik.
5) Pendidikan kejuruan akan efektif bila para guru dan instrukturnya
berpengalaman dan mampu mentransfer kepada peserta didik.
6) Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana mampu memberikan bekal
kemampuan minimal yang dibutuhkan dunia kerja (sebagai standar
minimal profesi), sehingga mudah adaptif dan mudah
pengembangannya.
7) Pendidikan kejuruan akan efektif apabila memperhatikan kondisi pasar
kerja.
Berdasarkan falsafah pendidikan kejuruan yang diuraikan di atas,
khususnya dari Charles Prosser dapat diasumsikan bahwa 16 butir falsafah
tersebut juga sekaligus kriteria dasar yang sagat esensial dalam
penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Maksudnya dalah pendidikan kejuruan
akan dikatakan dengan klasifikasi baik apabila mampu memenuhi 16 kriteria
falsafah pendidikan kejuruan tersebut.
Secara ringkas dari 16 butir falsafah pendidikan kejuruan dapat diringkas
ke dalam 16 butir kriteria ideal pendidikan kejuruan yang harus dipenuhi, yaitu:
(1) lingkungan belajar; (2) program dan fasilitas/peralatan; (3) praktek langsung;
(4) budaya kerja; (5) kualitas input; (6) praktek yang berulangkali; (7) tenaga
pendidik yang berpengalaman; (8) kemampuan minimal lulusan; (9) sesuai pasar
kerja; (10) proporsi praktek; (11) sumber data program dari pengalaman; (12)
program dasar kejuruan dan lanjut; (13) kebutuhan tertentu dan waktu tertentu;
(14) hubungan dengan masyarakat; (15) administrasi fleksibel; (16) biaya
pendidikan.
Berbicara mengenai landasan filosofis Indonesia, maka hal yang harus
diingat bahwa negara kita adalah negara yang dengan asas pancasila. Pancasila
yang dibahas secara filosofis disini adalah Pancasila yang butir-butirnya termuat
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertulis dalam alinia ke
empat. Dijelaskan bahwa Negara Indonesia didasarkan atas Pancasila.
Pernyataan tersebut menegaskan hubungan yang erat antara eksistensi negara
Indonesia dengan Pancasila. Lahir, tumbuh dan berkembangnya negara
Indonesia ditumpukan pada Pancasila sebagai dasarnya.
Secara filosofis ini dapat diinterpretasikan sebagai pernyataan mengenai
kedudukan Pancasila sebagai jati diri bangsa. Karena Pancasila adalah dasar
Negara Indonesia, implikasinya maka Pancasila juga adalah dasar pendidikan
nasional. Sejalan dengan ini Pasal 2 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003
Tentang “Sistem Pendidikan Nasional” menyatakan bahwa: “Pendidikan nasional
adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Karenanya sistem pendidikan nasional
wajarlah dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila itu.
Sistem pendidikan nasional dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah
sub sistem dari sistem negara Pancasila. Dengan kata lain sistem negara
Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem
kehidupan nasional bangsa Indonesia secara keseluruhan.Tegasnya tiada sistem
pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan. Jadi, jelas bahwa tidak mungkin
sistem pendidikan nasional Pancasila dijiwai dan didasari oleh sistem pendidikan
yang lain, kecuali Filsafat Pendidikan Pancasila.
Untuk merumuskan konsep landasan filosofis PTK yang sesuai dan sinkron
dengan kondisi dan asas pancasila, maka dalam perumusan konsep filosofis
PTK di Indonesia harus di dasari pada landasan yang sesuai dengan jati diri
bangsa. Adapun landasan filosofis yang berkembang dan mempengaruhi PTK di
Indonesia yaitu Filosofi Essensialisme dan Eksistensialisme, namun seiring
dengan berbagai situasi dan kondisi di Indonesia, di temukan indikasi pergeseran
aliran filosofis menuju ke arah aliran filosofi Pragmatisme. Berbagai landasan
filosofis pendidikan tersebut tetap perlu kita kaji dengan tujuan untuk
memahaminya, memilah dan memilih gagasan-gagasannya yang positif yang
tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila untuk diambil hikmahnya demi
pengembangan dan memperkaya kebudayaan (pendidikan) kita. Hal ini juga
membutuhkan kajian secara mendalam, apakah berbagai aliran tersebut sesuai
dengan kondisi perkembangan PTK di indonesia, adapun beberapa aliran
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Aliran filosofi Essensialisme
Filosofi esensialisme yang menekankan bahwa pendidikan
kejuruan dan vokasi harus berfungsi dan relevan dengan berbagai
kebutuhan, baik kebutuhan peserta didik, kebutuhan keluarga, maupun
kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektor pembangunan nasional.
Esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus
mengaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi,
politik, sosial, ketenaga kerjaan serta religi dan moral. filosofi
esensialisme dimana pendidikan kejuruan dan vokasi bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja.
2) Aliran filosofi Ekstesialisme
Aliran Eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan
harus mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup,
bukan merampasnya. Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa
pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi
peserta didik seoptimal mungkin, Hal ini sejalan dengan penjelasan UU
no 20 tahun 2003, bahwa pendidikan teknologi kejuruan
mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja.Dalam
peranannya pada pendidikan teknologi kejuruan, Aliran ini juga
menekankan pada budaya lama yang ada di masyarakat, contohnya
disiplin yang menunjang pelaksanaan pendidikan teknologi kejuruan
dalam hal praktek.
3) Aliran filosofi liberalism
Aliran ini menekankan kebebasan individu dalam pemanfaatan
dan pemberdayaan potensi diri dalam pendidikan teknologi dan
kejuruan. Biasanya terdapat kesadaran pribadi terhadap bakat dan
potensi yang dimiliki. Sehingga tanpa paksaan dan dorongan dari orang
lain, seseorang terjun dalam pendidikan teknologi kejuruan, dapat di
lihat bahwa ada upaya pembebasan diri dan peningkatan kualitas diri
berdasarkan kapabilitas dan kemampuan diri sendiri.
4) Aliran fiosofi pragmatism
Dalam proses perkembangan PTK di Indonesia,terjadi berbagai
perubahan filosofis, dimana dapat di lihat dari aliran filosofis
essensialisme, hingga indikasi pergeseran ke aliran filosofis
pragmatism, dalam aliran ini menekankan tentang bagaimana
memecahkan suatu masalah yang di hadapi, dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pribadi, dalam peranannya terhadap pendidikan
teknologi kejuruan, juga menekankan pada hal yang bersifat praktis
sebagai aktualisasi.

2.2 Landasan Yuridis dan Kebijakan PTK


Sebagai pijakan awal dalam membahas tentang PTK di Indonesia, di
butuhkan landasan yang kuat dalam operational PTK yang baik dan benar. Dasar
pelaksanaan pendidikan kejuruan di Indonesia diperkuat oleh beberapa
landasan, salah satunya yaitu landasan yuridis sebagai berikut:
1) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) nomor 20
Tahun 2003.
2) Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 pasal 19 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP)
3) Peraturan pemerintah (PP) 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan
4) Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
5) Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Kelulusan.
6) Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Permendiknas No. 22 dan No. 23 tentang Standar Isi dan Standar
Kelulusan
Namun apabila ditelaah secara mendalam, maka akan timbul berbagai
pertanyaan bahwa apakah landasan yuridis yang menjadi dasar dan acuan
dalam menjalankan PTK di Indonesia sudah sesuai, baik dan benar serta saling
menguatkan satu sama lainnya. Dalam hal inipun dibutuhkan kajian yang
mendalam dan filosofis, mengingat bahwa beberapa landasan yuridis misalnya
pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) nomor 20 Tahun
2003 dan Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 pasal 19 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) masing-masing di pengaruhi oleh aliran pemikiran
yang berbeda yaitu Aliran Essensialisme dan Aliran Pragmatisme. (Setiawan,
2015).
Landasan yuridis pelaksanaan pendidikan daerah, membawa amanah
untutan reformasi yang sangat penting yaitu demokratisasi, yang mengarah pada
dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah
(otoda). Hal ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar
partisipasi masyarakat. Demikian juga peranan pemerintah pusat yang bersifat
sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun lebih, akan diperkecil
dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah yang
dikenal dengan sistem desentralisasi. Kedua hal ini harus berjalan secara
simultan; inilah yang merupakan paradigma baru, yang menggantikan paradigma
lama yang sentralistis.
Akan tetapi kekurangan dalam hal pengembangan pendidikan teknologi
kejuruan tetap terkendala pada system desentralisasi dimana kemampuan tiap
daerah dalam mengembangkan pendidikan teknologi kejuruan di wilayahnya
masing-masing terbatas pada kemampuan pengelolaan dan kurangnya ilmu ke
PTK-an. Sehingga terjadi ketidakmerataan di setiap wilayah, mengingat kondisi
geografis Indonesia adalah negara kepulauan.hal ini akan berdampak pada
kualitas output pendidikan teknologi kejuruan yang dilaksanakan di berbagai
daerah.
Landasan yuridis pelaksanaan pendidikan lokal dimana satuan pendidikan
yang berbasis keunggulan lokal, juga merupakan paradigma baru pendidikan,
untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang
dimiliki oleh masyarakat lokal. Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus
dibarengi dengan lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal. Hal ini
bukan saja berkaitan dengan kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal
(pasal 37 ayat 1 huruf j), melainkan lebih memperjelas spesialisasi peserta didik,
untuk segera memasuki dunia kerja di lingkungan terdekatnya, dan juga untuk
menjadi ahli dalam bidang tersebut.
Di Indonesia pendidikan teknologi kejuruan di pengaruhi oleh beberapa
pandangan, hal ini dapat dilihat pada landasan yuridis Pendidikan teknologi
kejuruan, adapun pemikiran pendidikan teknologi kejuruan di pengaruhi oleh :

a) Teori Charles Prosser


Dr. Charles Allen Prosser (1871-1952) adalah seorang praktisi dan
akademisi Amerika Serikat yang sering dianggap sebagai bapak
pendidikan kejuruan, cukup dikenal sebagai penyusun 16 Prinsip
Pendidikan Vokasi atau sering juga disebut sebagai 16 Dalil Prosser.
Prosser yakin bahwa sekolah harus membantu para siswanya untuk
mendapatkan pekerjaan, mempertahankan pekerjaan tersebut dan terus
maju dalam karir. Prosser yakin bahwa harus ada sekolah vokasional
untuk publik sebagai alternatif terhadap sekolah umum yang sudah ada.
Sekolah vokasional yang dimaksud adalah sekolah yang menyediakan
pelajaran untuk berbagai jenis pekerjaan yang ada di industri. Prosser
percaya bahwa pendidikan vokasional di jenjang sekolah menengah atas
akan mampu menjadikan para siswa lebih independen.
Adapun 16 butir dalil sebagai falsafah pendidikan kejuruan yaitu:
1. Pendidikan kejuruan akan efisien apabila disediakan lingkungan yang
sesuai dengan kondisi nyata dimana lulusan akan bekerja.
2. Latihan kejuruan akan efektif apabila diberikan tugas atau program
seusai dengan apa yang dikerjakan kelak. Demikian pula fasilitas atau
peralatan beserta proses kerja dan operasionalnya dibuat sama
dengan kondisi nyata nantinya.
3. Pendidikan kejuruan akan efektif bilmana latihan dan tugas yang
diberikan secara langsung dan spesifik (dalam arti mengerjakan
benda kerja sesungguhnya, bukan sekedar tiruan).
4. Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana dalam latihan kerja atau
dalam pengerjaan tugas sudah dibiasakan pada kondisi nyata
nantinya.
5. Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana program-program yang
disediakan adalah banyak dan bervariasi meliputi semua profesi serta
mampu dimanfaatkan atau ditempuh oleh peserta didik.
6. Latihan kejuruan akan efektif apabila diberikan secara berulang kali
hingga diperoleh penguasaan yang memadai bagi peserta didik.
7. Pendidikan kejuruan akan efektif bila para guru dan instrukturnya
berpengalaman dan mampu mentransfer kepada peserta didik.
8. Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana mampu memberikan bekal
kemampuan minimal yang dibutuhkan dunia kerja (sebagai standar
minimal profesi), sehingga mudah adaptif dan mudah
pengembangannya.
9. Pendidikan kejuruan akan efektif apabila memperhatikan kondisi
pasar kerja.
10. Proses pemantapan belajar dan latihan peserta didik dalam
pendidikan kejuruan akan efektif apabila diberikan secara
proporsional.
11. Sumber data yang dipergunakan untuk menentukan program
pendidikan didasarkan atas pengalaman nyata pekerjaan di lapangan.
12. Pendidikan kejuruan membeikan program tertentu yang mendasar
sebagai dasar kejuruannya serta program lain sebagai pengayaan
atau pengembangannnya.
13. Pendidikan kejuruan akan efisien apabila sebagai lembaga
pendidikan yang menyiapkan SDM untuk memenuhi kebutuhan dunia
kerja tertentu dan dalam waktu tertentu.
14. Pendidikan kejuruan dapat dirasakan manfaatnya secara sosial
kemasyarakatan termasuk memperhatikan hubungan kemanusiaan
dan hubungan dengan masyarakat luar dunia pendidikan.
15. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien apabila bersifat
fleksibel dan tidak bersifat kaku.
16. Walaupun pendidikan kejuruan telah diusahakan dengan biaya
investasi semaksimal mungkin, nmaun apabila sampai dalam batas
minimal tersebut tidak efektif, maka lebih baik penyelenggaraan
pendidikan kejuruan dibatalkan.
Namun setelah mengkaji dalil-dalil prosser di atas maka dapat
ditemukan bahwa ada beberapa dalil yang tidak sesuai dan relevan
penerapannya di masa sekarang, perkembangan laju iptek yang sangat
cepat memaksa kita untuk beradaptasi, oleh karena itu sangat perlu
ditelaah sesuai dengan perubahan dan perkembangan global secara
menyeluruh. Di butuhkan identifikasi model pendidikan kejuruan adan
vokasi yang paling sesuai dengan keadaan pendidikan dan negara
Indonesia, Beberapa model yang sedang di terapkan saat ini misalnya
Prakerin, model PSG (Pendidikan Sistem Ganda) atau Model Magang
harus terus di sempurnakan sehingga dapat mempercepat tercapainya
tujuan pendidikan teknologi kejuruan.
b) Teori John Dewey
Dewey meyakini bahwa tujuan dasar pendidikan kejuruan dan
vokasi adalah untuk pemenuhan kebutuhan individu dan penyiapan
menjalani kehidupan. Bagaimana siswa belajar memecahkan
permasalahan hidupnya dengan cara-cara berbeda sesuai dengan
kondisinya masing-masing.
Dewey menawarkan model pendidikan kejuruan dan vokasi
demokratis dimana siswa memiliki kebebasan mengembangkan
kemampuan intelektualitas serta kesempatannya dalam mengembangkan
kompetensi kerja di industri. Pemikiran Dewey pada umumnya diadopsi
oleh negara-negara maju yang mengarahkan pada penciptaan atau
membangun market atau pasar tenaga kerja yang memiliki kemmampuan
inovasi tinggi. Penerapan teori Dewey pun sering terkendala dalam
implementasinya, apabila siswa di biarkan dalam memilih sendiri sesuai
dengan minatnya tanpa di bekali dengan pre-vocational maka di
khawatirkan dapat terjadi kesalahan dalam memilih bidang yang akan
digeluti.
Kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
yang dikembangkan untuk meningkatkan relevansi Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) adalah Link and Match, yaitu relevansi dengan kebutuhan pembangunan
umumnya dan kebutuhan dunia kerja, dunia usaha serta dunia industri
khususnya. Beberapa prinsip yang akan dipakai sebagai strategi dalam kebijakan
Link and Match diantaranya adalah model penyelenggaraan Pendidikan Sistem
Ganda (PSG).
Pembaharuan model penyelenggaraan pendidikan di SMK dimulai sejak
dilaksanakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) tahun 1994, dan dilengkapi
dengan sejumlah perangkat pelaksanaannya. Dalam perkembangan
selanjutnnya, pelaksanaan PSG lebih dimantapkan lagi dengan menggunakan
acuan yang lebih mendasar yaitu yang tertulis dalam buku “Keterampilan
Menjelang 2020 untuk Era Global” yang disusun oleh Satuan Tugas
Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1997). Kemudian, penyelenggaraan PSG
dibakukan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor
323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Sistem Ganda pada Sekolah Menengah
Kejuruan tanggal 31 Desember 1997, yang memuat komponen-komponen yang
diperlukan dalam penyelenggaraan PSG. Inti dari PSG ini adalah upaya untuk
mendekatkan pendidikan kejuruan ke dunia usaha/industri.
3. Model Penyelenggaraan PTK Berdasarkan Sistem Perundang-undangan
Republik Indonesia.
Perkembangan zaman menuntut pembinaan sumber daya manusia yang
berkualitas. Daya saing Indonesia dalam menghadapi persaingan antar negara
maupun perdagangan bebas sangat ditentukan oleh outcome dari pembinaan
SDM-nya. Salah satu upaya negara dalam pemenuhan SDM level menengah
yang berkualitas adalah pembinaan pendidikan kejuruan. Rumusan arti
pendidikan kejuruan sangat bervariasi. Menurut Rupert Evans (1978), pendidikan
kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang
agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang
pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lainnya. Menurut penjelasan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15, pendidikan kejuruan
merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama
untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan terdiri dari Sekolah
Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan (Kemendikbud, 2016).
Model Sekolah;
Pada model ini pembelajaran dilaksanakan sepenuhnya di sekolah. Model ini
berasumsi bahwa segala hal yang terjadi di tempat kerja dapat diajarkan di
sekolah dan semua sumber belajar ada di sekolah. Model ini banyak di adopsi di
Indonesia sebelum Repelita VI.
Model Magang;
Pada model ini pembelajaran dasar-dasar kejuruan dilaksanakan di sekolah dan
inti kejuruannya diajarkan di industri melalui sistem magang. Model ini banyak
diadopsi di Amerika Serikat.
Model Sistem Ganda;
Model ini merupakan kombinasai pemberian pengalaman belajar di sekolah dan
pengalaman kerja di dunia usaha. Dalam sistem ini sistem pembelajaran
tersistem dan terpadu dengan praktik kerja di dunia usaha/industri.
Model School-based Enterprise;
Model ini di Indonesia dikenal dengan unit produksi. Modul ini pada dasarnya
adalah mengembangkan dunia usaha di sekolahnya dengan maksud sesain
untuk menambah penghasilan sekolah, juga untuk memberikan pengalaman
kerja yang benar-benar nyata pada siswanya. Model ini dilakukan untuk
mengurangi ketergantungan sekolah kepada industri.
(Kemendikbud, 2016) karakteristik pendidikan kejuruan (Djojonegoro, 1998)
adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik
memasuki lapangan kerja
2. Pendidikan kejuruan didasarkan atas “demand-driven” (kebutuhan dunia
kerja)
3. Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh
dunia kerja
4. Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan siswa harus pada
“hands-on” atau performa dalam dunia kerja
5. Hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses
pendidikan kejuruan
6. Pendidikan kejuruan yang baik adalah responsif dan antisipatif terhadap
kemajuan teknologi
7. Pendidikan kejuruan lebih ditekankan pada “learning by doing” dan
“hands-on experience”
8. Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktik
9. Pendidikan kejuruan memerlukan biaya investasi dan operasional yang
lebih besar daripada pendidikan umum
Model perencanaan dan pengembangan kurikulum pembelajaran
pendidikan kejuruan tidak terlepas dari tujuan pendidikan kejuruan yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2003 (SDM.Kemendikbud).
Tujuan pendidikan kejuruan seara umum adalah untuk mempersiapkan
peserta didik memasuki dunia kerja dengan dibekali kompetensi yang sesuai
dengan bidangnya masing-masing.Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
tersebut, diterjemahkan dalam kurikulum yang dikembangkan sesuai karakteristik
pendidikan kejuruan. Perencanaan dan pengembangan kurikulum pendidikan
kejuruan didasarkan pada landasan konseptual yaitu: landasan filosofis, yuridis,
sosiologi, dan psikologi.
Model pengembangan kurikum pembelajaran vokasi (pendidikan kejuruan)
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Untuk merumuskan tujuan umum pendidikan kejuruan yang memiliki
karakteristik kurikulum pendidikan kejuruan bersumber dari Siswa,
Masyarakat DU/DI, dan Keilmuan sesuai dengan bidang yang
dikembangkan,
2) Hasil analisis data dari ketiga sumber tersebut sebagai dasar dalam
merumuskan tujuan (goal) dan sasaran (objective) pendidikan kejuruan,
3) Rumusan tujuan yang telah ditetapkan, untuk selanjutnya disaring
berdasarkan landasan filosofi dan psikologi yang telah dirumuskan yang
sesuai dengan pendidikan kejuruan,
4) Hasil dari penyaringan tujuan umum oleh landasan filosofi danpsikologi,
merupakan rumusan tujuan khusus pembelajaran yang menjadi dasar
untuk melakukan pemilihan pengalaman belajar, organisasi, dan orientasi
pembelajaran (tahap implementasi kurikulum),
5) Tahap akhir dari model tersebut adalah evaluasi proses yang digunakan
sebagai balikan dari proses pembelajaran yang berlangsung dan sebagai
evaluasi hasil belajar siswa untuk menentukan masing-masing bidang,
6) Evaluasi secara keseluruhan terhadap kurikulum yang diimplementasikan
diperlukan untuk mengetahui keberhasilan kurikulum dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan, hal tersebut dapat diukur dari keberhasilan
peserta didik (lulusan) yang diserap oleh dunia kerja (outcome).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka makalah ini penulis mengambil
sampel model pembelajaran pada SMK Negeri 2 Somba Opu Kabupaten Gowa
Provinsi Sulawesi Selatan. (Drs.Asman Nur, 2016)
1. Profil Sekolah
SMK Negeri 2 Somba Opu beralamatkan Jl. Mesjid Raya No 46
Sungguminasa, Bonto-bontoa, SOMBA OPU Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan, Kode Pos: 92111, Telpon: 0411-866451, Email:
smknegeri2sombaopu@yahoo.co.id.
Visi:
“Menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan kejuruan yang menghasilkan
sdm yang bertaqwa, profesional, terpercaya dan terkemuka serta
berwawasan lingkungan.”
Misi:
1) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kejuruan sesuai
karakteristik wilayah.
2) Meningkatkan kerjasama dengan dunia industri, instansi, lembaga
terkait dan partisipasi masyarakat
3) Meningkatkan kesadaran berbudaya dan peduli lingkungan.
2. Kurikulum Pokok
Kurikulum di SMK Negeri 2 Somba Opu menggunakan KTSP dengan
proses penyelarasan kompetensi dari Dunia Industri. Pengembangan
Kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin
pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri
atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.
Dengan proses singkronisasi kurikulum tersebut, mendukung
keterserapan alumni SMK Negeri 2 Somba Opu melanjutkan pendidikan ke
perguruan tinggi dan terserap dalam dunia industri kerja, dimana 60 persen
alumni SMK Negeri 2 Somba Opu melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih
tinggi, 30 persen bekerja sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan 10 persen
yang bekerja tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan.
3. Sistem Pembelajaran
Pola penyelenggaraan pembelajaran pada SMK Negeri 2 Somba Opu
dilaksanakan secara terpadu melalui pola pendidikan sistem ganda dengan
pengaturan sebagai berikut ;
a. Pembelajaran di sekolah yaitu melakukan pembelajaran prograan
normatif, adaptif dan produktif, untuk pembelajaran produktif ditekankan
pada penguasaan dasar-dasar keahlian serta penguasaan alat dan teknik
bekerja yang tepat.
b. Pembelajaran di Industri / dunia kerja Kegiatan pelatihan di industri /
dunia usaha dilaksanakan sesuai program bersama yang telah disepakati
dengan dunia industry, dimana sebelum melakukan praktik industry
(Prakerin), peserta didik melaksanakan praktek di sekolah sesuai dengan
komptensi keahlian masing-masing.
4. Kompetensi Keahlian :
1). Teknik alat berat
Jurusan Teknik Alat Berat didirikan pada tahun 2010 dengan visi “Mampu
menghasilkan tenaga-tenaga mekanik handal dibidang alat berat sesui
kebutuhan industri”.
Untuk mendukung pencapaian visi tersebut, siswa diajarkan beberapa
kompetensi, keahlian berkaitan dengan teknik alat berat seperti :
kelistrikan, mesin dan power under carriage, perawatan alat berat.
2). Teknik Otomotif/Kendaraan Ringan
Jurusan Teknik Kendaraan ringan (Otomotif) didirikan pada tahun 2004
dengan visi “Menghasilkan tamatan yang siap pakai di dunia kerja
utamanya dunia industry otomotif dan teknik otomotif”.
Untuk mendukung pencapaian visi tersebut, siswa diajarkan beberapa
kompetensi/keahlian berkaitan dengan teknik kendaraan ringan seperti;
perawatan dan perbaikan engine/elektrikal, casis dan pemindah
tenaga/system pendingin dan sepeda motor
3). Teknik Pengelasan
Jurusan Teknik Pengelasan didirikan pada tahun 2004 dengan visi
“Menghasilkan tenaga kerja yang handal dalam bidang pengelasan dan
konstruksi baja, serta logam dasar dan mesin.
Untuk mendukung pencapaian visi tersebut, siswa diajarkan beberapa
kompetensi / keahlian seperti; teknik pengelasan listrik, las tig, las mig,
las oksiasetilin, perkakas tangan, pembuatan benda jadi.
4). Desain Komunikasi Visual (DKV)
Jurusan DKV didirikan pada tahun 2006 dengan visi “Menghasilkan siswa
yang siap pakai di bidang industry desain grafis, foto grafis, video grafis,
cinema grafis, desain ilustrasi dan media massa.
Untuk mendukung pencapaian visi tersebut, siswa diajarkan beberapa
kompetensi/keahlian berkaitan dengan DKV seperti; dasar-dasar desain,
wawasan seni, fotografi, computer grafis, video dan cetak saring.
5). Desain dan Produksi Kria Kayu
Jurusan Kria Kayu didirikan pada tahun 1984 dengan visi “Mencetak
siswa yang terampil dibidang kayu (mobile dan souvenir)
Untuk mendukung pencapaian visi tersebut, siswa diajarakan kerja mesin,
bubut, scrool, kerja bangku, ukir raut dan finidshing.
6). Desain dan Produksi Kria Keramik
Jurusan Kria Keramik didirikan pada tahun 1986 dengan visi
“Menghasilkan siswa yang siap bekerja didunia industri keramik dan
usaha mandiri”.
Untuk mendukung pencapaian visi tersebut, siswa diajarkan beberapa
kompetensi/keahlian berkaitan dengan kria keramik seperti; mendesain
keramik mengolah, membentuk, membakar dan finishing.
7). Desain dan Produksi Kria Kulit
Jurusan Kria Kulit didirikan pada tahun 2008 dengan visi “Menghasilkan
lulusan yang bisa berwira usaha dalam bidang kerajinan kulit”.
Untuk mendukung pencapaian visi tersebut, siswa diajarkan beberapa
kompetensi/keahlian berkaitan dengan kria kulit seperti; membuat ta,
jaket, sepatu, sandal dan non alas kulit dan non busana seperti tempat
tissue.
8) Desain dan Produksi Kria Logam
Jurusan Kria Logam didirikan pada tahun 1986 dengan visi “Mencetak
siswa yang mampu membuka lapangan kerja sendiri dan berjiwa usaha di
bidang kerajinan logam”.
Untuk mendukung pencapaian visi tersebut, siswa diajarkan beberapa
kompetensi/keahlian berkaitan dengan kria logam seperti; mengukir plat
logam, las listrik, jewerli, patri keras, patri lunak, pelipatan bahan logam,
canai logam, ukir tekan plat, bubut dan etsa luas dan etsa sablon
9). Desain dan Produksi Kria Tekstil
Jurusan Kria Tekstil didirikan pada tahun 1994 dengan visi “Menghasilkan
peserta didik yang memiliki keahlian dalam kria tekstil dan desain untuk
home industri”.
Untuk mendukung pencapaian visi tersebut, siswa diajarkan beberapa
kompetensi/keahlian berkaitan dengan kria tekstil seperti; membatik,
menjahit, tenun, sablon/cetak saring, border/sulam dan desain.
5. Sarana dan Prasarana
Untuk mendukung proses belajar mengajar, SMK Negeri 2 Somba Opu
memiliki 48 ruang kelas dan sarana prasarana lainnya sesuai dengan
kompetensi masing-masing.
 Teknik alat berat dilengkapi bengkel alat berat.
 Teknik kendaraan ringan sarana dan prasarana pendukung seperti;
peralatan bengkel mobil dan motor praktek, trainer-trainer, engine stand.
 Teknik Pengelasan dilengkapi alat-alat pengelasan dan bengkel las.
 Desain Komunikasi Visual sarana dan prasarana pendukung seperti;
peralatan masinal dan manual untuk DKV seperti kamera video dan
peralatan manual lainnya.
 Desain dan Produksi Kria Kayu sarana dan prasarna pendukung seperti;
peralatan masinal dan manual untuk kria kayu.
 Desain dan Produksi Kria Keramik dilengkapi dengan sarana pendukung
seperti peralatan masinal dan manual untuk kria kayu.
 Desain dan Produksi Kria Kulit didukung dengan sarana seperti; mesin
jahit kulit dan alat press dan pendukung lainnya.
 Desain dan Produksi Kria Logam dilengkapi peralatan masinal dan
manual untuk desain produk kria logam
 Desain dan Produksi Kria Tekstil dilengkapi dengan sarana pendukung
seperti mesin jahit, alat membatik, mesin border dan alat cetak sarung
tenun.
4. KESIMPULAN
1) Filosofi memandang pendidikan kejuruan sebagai pihak yang harus
bertanggungjawab atas penyiapan orang untuk bekerja atau mandiri, oleh
karena itu pendidikan kejuruan diharapkan mampu menghasilkan alumni
yang berkualitas, mampu mengembangkan dirinya dan memiliki keahlian
baik bekerja di dunia industri maupun membuka lapangan kerja.
2) Untuk mencapai tujuan pendidikan kejuruan secara umum yakni
mempersiapkan peserta didik memasuki dunia kerja, maka sekolah
kejuruan harus membekali peserta didik dengan kompetensi yang sesuai
dengan bidangnya masing-masing.
3) Landasan yuridis pendidikan teknologi kejuruan berlandaskan pada UUD
1945, UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003, peraturan pemerintah nomor
19 Tahun 2005 pasal 19 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP),
Peraturan pemerintah (PP) 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan, Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi, Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Kelulusan, Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23 tentang Standar
Isi dan Standar Kelulusan.
4) SMK Negeri 2 Somba Opu sebagai sekolah kejuruan yang memiliki
Sembilan kompetensi keahlian telah menerapkan model
penyelenggaraan proses belajar mengajar berdasarkan sistem
perundang-undangan dimana dalam proses belajar mengajar dilengkapi
sarana pendukung mulai dari ruang kelas, bengkel/ruang praktek setiap
kompetensi keahlian dan pendukung lainnya. Hal ini dilakukan untuk
menyiapkan alumni yang berkualitas, siap pakai di dunia industri dan
mampu membuka lapangan kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Dr.Beni Ahmad Saebani, M. (2015). Filsafat Ilmu dan Metode Penilitian.


Bandung: CV Pustaka Setia.
Drs.Asman Nur, M. (2016). Profile SMKN 2 Somba Opu dan Sistem
Pembelajaran. Gowa Sulawesi Selatan.
Kemendikbud. (2016, September 2). Retrieved November 6, 2016, from
https://psmk.kemdikbud.go.id/konten/1869/konsep-pembelajaran-di-sekolah-
menengah-kejuruan
Kemendikbud. (2015/2016). Statistik SMK. Jakarta: PDSPK Kemdikbud
(http://publikasi.data.kemdikbud.go.id/uploadDir/isi_936650E4-39F4-4EB4-8C17-
3F180B970E55_.pdf) diakses 4 November 2016.
Prof.Sapto, H. (2016). Pada Perkuliahan Mata Kuliah Filsafat Ilmu Kelas 04 PTK
Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Makassar. Makassar, Sulawesi
Selatan, Indonesia.
Raiarsa. (2013, Januari 20). Retrieved November 11, 2016, from
http://raiarsa.blogspot.co.id/2013/01/pendidikan-kejuruan-di-indonesia.html
SDM.Kemendikbud. (n.d.). Retrieved November 11, 2016, from
http://sdm.data.kemdikbud.go.id/SNP/dokumen/undang-undang-no-20-tentang-
sisdiknas.pdf
Setiawan, E. (2015, Maret 12). Retrieved Novermber 4, 2016, from
http://wacana.siap.web.id/2015/03/filosofi-dan-perspektik-pendidikan-teknologi-
kejuruan.html#.WBx1EfQwqKE
Ditinjau dari perspektif perkembangan kebutuhan pembelajaran
dan aksesibilitas duia usaha/industri, sekurang-kurangnya tiga dimensi
pokok yang menjadi tantangan bagi kita terutama SMK , baik dalam
konteks regional maupun nasional, diantaranya :
a. Implementasi program pendidikan dan pelatihan harus berfokus pada
pendayagunaan potensi sumber daya lokal, sambil mengoptimalkan
kerjasama secara intensif dengan institusi pasangan
b. Pelaksanaan kurikulum harus berdasarkan pendekatan yang lebih
fleksibel sesuai dengan trend perkembangan dan kemajuan teknologi agar
kompetensi yang diperoleh peserta didik selama dan sesudah mengikuti
program diklat, memiliki daya adaptasi yang tinggi
c. Program pendidikan dan pelatihan sepenuhnya harus berorientasi
mastery learning (belajar tuntas) dengan melibatkan peran aktif –
partisipatif para stakeholders pendidikan, termasuk optimalisasi peran
Pemerintah Daerah untuk merumuskan pemetaan kompetensi
ketenagakerjaan di daerahnya sebagai input bagi SMK dalam
penyelenggaraan diklat berkelanjutan.
Upaya untuk mempertahankan SMK yang dapat menjawab tuntutan
kebutuhan masyarakat,dan didalamnya mencakup kemana arah
Pendidikan Kejuruan dibawa, dalam hal ini SMK harus mampu
menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Dalam menjalankan peran
dan fungsinya tersebut, maka pendidikan dan pelatihan di SMK perlu
memperhatikan prinsip-prinsip pendidikan kejuruan yang dikemukakan
Prosser (Djojonegoro, 1998); sebagai berikut :
a. Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih
merupakan replika lingkungan dimana nanti ia akan bekerja.
b. Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan dimana tugas-
tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti
yang ditetapkan di tempat kerja.
c. Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia melatih seseorang dalam
kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan
itu sendri
d. Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia dapat memampukan setiap
individu memodali minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya pada
tingkat yang paling tinggi.
e. Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan atau
pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seseorang yang
memerlukannya, yang menginginkannya dan yang dapat untung darinya.
f. Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk
membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berfkir yang benar diulangkan
sehingga pas seperti yang diperlukan dalam pekerjaan nantinya.
g. Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai
pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan
pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan.
h. Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh
seseorang agar dia tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut.
i. Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar
(memperhatikan tanda-tanda pasar kerja).
j. Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika
sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan
memang paling efektif jika dilakukan lewat pengajaran kejuruan.

D. PENUTUP
Pada hakekatnya pendidikan teknologi dan kejuruan adalah
pendidikan yang diselenggarakan bagi para siswa yang merencanakan
dan mengembangkan karirnya pada bidang keahlian tertentu untuk
bekerja secara produktif dan professional dan juga siap melanjutkan ke
tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Fungsi pendidikan kejuruan menyiapkan siswa menjadi manusia
Indonesia seutuhnya yang mampu meningkatkan kualitas hidup, mampu
mengembangkan dirinya, dan memiliki keahlian dan keberanian membuka
peluang meningkatkan penghasilan yang dilihat dari psikologis peserta
didik dan kondisi sosial budaya.
Filsafat pendidikan kejuruan adalah apa yang diyakini sebagai suatu
pandangan hidup dan landasan berpikir yang dianggap benar dan baik.
Pendidikan kejuruan mengarah pada prinsip yang dikaitkan dengan
adanya bimbingan masyarakat, belajar seumur hidup, memenuhi
kebutuhan masyarakat, pendidikan kejuruan terbuka bagi semua,
penempatan lulusan, tidak membedakan jenis kelamin, kebutuhan individu
akan pendidikan kejuruan, kompetensi guru, etos kerja, pelatihan kerja,
dan berorientasi mastery learning (belajar tuntas) dengan melibatkan
peran aktif partisipatif para stakeholders pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai