Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG MASALAH

Sering kali orang awam menganggap penyandang buta warna hanya mampu
melihat warna hitam dan putih, seperti menonton film bisu hitam putih. Anggapan ini
sebenarnya salah besar.
Banteng ternyata buta warna. Kesan yang ditimbulkan warna merah mengakibatkan
binatang tersebut melonjak emosinya, bukan akibat warna merah itu sendiri. Pada Perang
Dunia II, serdadu yang buta warna dikirim untuk melakukan misi tertentu. Ketidakmampuan
mereka untuk melihat warna hijau dialihfungsikan untuk mendeteksi adanya kamuflase yang
dilakukan pihak lawan.
Penyandang buta warna selalu dihantui oleh pertanyaan “Warna apakah ini?”

II. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang didaptkan:

1. Apa pengertian dari buta warna?


2. Bagaimana caranya untuk mengetahui seseorang mengalami buta warna?

III. TUJUAN

Tujuannya adalah untuk mengetahui pengertian buta warna dan cara pemeriksaan
yang dapat dilakukan untuk mengetahui seseorang mengalami buta warna.

IV. METODE PENULISAN

Dalam penyusunan makalah ini penulis mengembangkan suatu metode yang sering
digunakan dalam pembahsan makalah sederhana, dimana penulis menggunakan metode dan
teknik secara deskriptif dimana mencari sumber data dan sumber informasi yang akurat
lainnya setelah itu dianalisis sehingga diperoleh informasi tentang masalah yang akan
dibahas.

1
BAB II
PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN DEFEK PENGLIHATAN WARNA (COLOR BLINDNESS)

Buta warna adalah ketidakmampuan seseorang untuk membedakan warna tertentu. Pada
retina manusia normal terdapat 2 jenis sel yang sensitif terhadap cahaya. Yaitu sel batang
(rod cell) yang aktif pada cahaya rendah dan sel kerucut (cone cell) yang aktif pada cahaya
intensitas tinggi / terang. Sel kerucut ini yang membuat kita dapat melihat warna dan
membedakan warna.
Pada kondisi normal sel kerucut mempunyai spectrum terhadap 3 warna dasar yaitu
merah, hijau, biru. Orang normal sel kerucutnya sensitive untuk 3 jenis warna ini. Pada orang
tertentu mungkin hanya 2 atau 1 atau bahkan tak ada sel krucut yang sensitive terhadap
warna-warna tersebut. Pada kasus ini orang ini akan menderita buta warna. Jadi buta warna
biasanya menyangkut warna merah, biru, hijau. Meski demikian ada juga orang yang sama
sekali tak bisa melihat warna, atau hanya tampak sebagai hitam dan putih. Namun kasus
seperti ini jarang terjadi.
Buta warna dapat terjadi karena faktor keturunan atau karena memang kita mengalami
kelainan pada retina, saraf optic dan mungkin juga pada otak kita. Sifat penurunannya
bersifat X-linked recessive. Artinya diturunkan melalui khromosom X. Hal ini menjelaskan
bahwa buta warna selalu ditemukan pada lelaki, sedangkan perempuan berfungsi sebagai
carrier (pembawa sifat tapi tidak terkena).

Retina mata memiliki hampir tujuh juta sel fotoreseptor yang terdiri dari dua jenis sel– sel
batang dan sel kerucut– yang terkonsentrasi di bagian tengahnya yang disebut makula. Sel
batang sangat sensitif terhadap cahaya, dan dapat menangkap cahaya yang lemah seperti
cahaya dari bintang di malam hari, tetapi sel itu tidak dapat membedakan warna. Berkat sel
batang kita dapat melihat hal-hal di sekitar kita di malam hari, tetapi hanya dalam nuansa
hitam, abu-abu, dan putih. Sel kerucut dapat melihat detail obyek lebih rinci dan
membedakan warna tetapi hanya bereaksi terhadap cahaya terang. Kedua jenis sel tersebut

2
berfungsi saling melengkapi sehingga kita bisa memiliki penglihatan yang tajam, rinci, dan
beraneka warna.

Ada tiga jenis sel kerucut pada retina. Mereka masing-masing berisi pigmen visual (opsin)
yang berbeda sehingga bereaksi terhadap panjang gelombang cahaya yang berbeda : merah,
hijau dan biru. Sel kerucut menangkap gelombang cahaya sesuai dengan pigmen masing-
masing dan meneruskannya dalam bentuk sinyal transmisi listrik ke otak. Otak kemudian
mengolah dan menggabungkan sinyal warna merah, hijau dan biru dari retina ke tayangan
warna tertentu. Karena perbedaan intensitas dari masing-masing warna pokok tersebut, kita
dapat membedakan jutaan warna. Gangguan penerimaan cahaya pada satu jenis atau lebih sel
kerucut di retina berdampak langsung pada persepsi warna di otak. Seseorang yang buta
warna memiliki cacat atau kekurangan satu atau lebih jenis sel kerucut.

II. KLASIFIKASI DEFEK PENGLIHATAN WARNA


Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama), deutros (kedua), dan tritos
(ketiga) yang pada warna 1. Merah, 2. Hijau, 3. Biru.

1. Anomalous trichromacy

Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat disebabkan oleh
faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa. Penderita anomalous trichromacy
memiliki tiga sel kerucut yang lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas
terhadap salah satu dari tiga sel reseptor warna tersebut. Pasien buta warna dapat melihat
berbagai warna akan tetapi dengan interpretasi berbeda daripada normal yang paling sering
ditemukan adalah:

a. Trikromat anomali, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment (blue). Pigmen biru
ini bergeser ke area hijau dari spectrum merah. pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut
akan tetapi satu tidak normal, kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau
lebih pigmen kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada
anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.

3
b. Deutronomali, disebabkan oleh kelainan bentuk pigmen middlewavelenght (green).
Dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau, karena terjadi gangguan
lebih banyak daripada warna hijau.

c. Protanomali adalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi kelainan terhadap long-
wavelenght (red) pigmen, sehingga menyebabkan rendahnya sensitifitas warna merah.
Artinya penderita protanomali tidak akan mempu membedakan warna dan melihat campuran
warna yang dilihat oleh mata normal. Penderita juga akan mengalami penglihatan yang
buram terhadap warna spektrum merah. Hal ini mengakibatkan mereka dapat salah
membedakan warna merah dan hitam.

2. Dichromacy

Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel kerucut tidak ada atau
tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel pigmen pada kerucut, seseorang yang
menderita dikromatis akan mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu.

Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pigmen yang rusak:

a. Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya
photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia, penglihatan terhadap warna
merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi pada 1 % dari seluruh pria. Keadaan
yang paling sering ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau sehingga sering
dikenal dengan buta warna merah – hijau.
b. Deuteronopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya
photoreceptor retina hijau. Pada penderita deuterunopia, penglihatan terhadap warna
hijau tidak ada.
c. Trinopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya
photoreceptor retina biru.

3. Monochromacy

Monochromacy atau akromatopsia adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki sebuah
pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Pasien hanya mempunyai satu
pigmen kerucut (monokromat rod atau batang). Pada monokromat kerucut hanya dapat
membedakan warna dalam arti intensitasnya saja dan biasanya 6/30. Pada orang dengan buta

4
warna total atau akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan nistagmus dan bersifat
autosomal resesi

III. DIAGNOSIS DEFEK PENGLIHATAN WARNA


Diagnosis defek penglihatan warna dibuat berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan
penunjang, anamnesis yang sesuai seperti terdapat riwayat buta warna di dalam keluarga atau
terdapat riwayat trauma kranial yang menyebabkan kelainan saraf atau makula. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan dengan menggunakan Buku Ishihara.
Pada Penelitian ini digunakan Buku Ishihara edisi 38 plate. Plate 1-25 bergambar
angka (numeral) yang sebaiknya dijawab dalam waktu tidak lebih dari 3 detik, jika anak
tersebut tidak mampu membaca angka, digunakan plate 26 – 38 yang diminta untuk
menghubungkan menjadi garis diantara 2 ‘x’ yang harus diselesaikan dalam waktu 10 detik.
Pada penelitian dilakukan tes menggunakan 38 plate atau 6 plate, yang mana plate 2,3,4,5
bisa diwakilkan satu plate, plate 6,7,8,9 bisa diwakilkan satu plate, plate 10,11,12,13 bisa
diwakilkan satu plate, demikian pula dengan plate 14,15,16,17 dan plate 18,19,20,21.
Penggunaan seluruh plate (38 plate) dilakukan bila dtemukan ketidaksesuaian dengan
menggunakan 6 plate tersebut. Pembacaan plate 1-21 menentukan normal atau anak tersebut
mengalami defek penglihatan warna. Jika anak tersebut mampu membaca 17 plate atau lebih
dengan benar, anak tersebut memiliki penglihatan warna yang normal. Bila hanya mampu
membaca 13 plate atau kurang dari 13 plate dengan benar, anak ini tergolong mengalami
penurunan penglihatan warna (color vision deficiency) yang di dalam penelitian ini disebut
sebagai defek penglihatan warna, keadaan ini bisa juga dilihat jika anak tersebut lebih mudah
membaca plate 18,19,20,dan 21 sebagai 5,2,45,dan 73 dibandingkan dengan plate
14,10,13,17.
Buku ishihara dapat mendiagnosa defek penglihatan warna dengan klasifikasi red-
green deficiency, buta warna total, protanopia atau strong protanomaly, protanomaly,
deuteranopia atau strong deuteranomaly , dan deuteranomaly. Kelainan tritanomaly tidak
dapat dilihat disini. Tes Ishihara digunakan untuk mendiagnosis defek penglihatan warna
congenital, untuk mengetahui penyebab yang didapat (saraf, kelainan macula, trauma kranial)
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

Metode Ishihara

5
Menurut Guyton (1997) Metode ishihara yaitu metode yang dapat dipakai untuk menentukan
dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik,
seperti gambar 1. Kartu ini disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai
bermacam-macam warna. Pada gambar 1. orang normal akan melihat angka “74”, sedangkan
penderita buta warna merah-hijau akan melihat angka “21”.

gambar 1

Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan
berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran.
Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat
perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal (pseudo-isochromaticism). Dalam tes buta
warna ishihara ini digunakan 38 plate atau lembar gambar. Dimana gambar-gambar tersebut
memiliki urutan 1 sampai 38.
Yang perlu diperhatikan saat pemeriksaaan tes buta warna adalah ruangan pemeriksaan harus
cukup pencahayaan serta lama pengamatan untuk membaca angka masing-masing lembar
maksimal 10 detik.
Buta warna terjadi karena retina penangkap cahaya tidak dapat menangkap panjang
gelombang warna tertentu sehingga pasien sulit membaca atau membedakan warna. Persepsi
warna merupakan respon otak atas stimulus yang diterima oleh retina.

6
Kesimpulan Tes Pengambilan Kesimpulan

Buta warna total 1. Jika gambar 1 salah dan jawaban gambar


lain diabaikan
Buta warna parsial 1. Jika gambar 1 benar, gambar 2 sampai
gambar 16 ada salah lebih dari 3 atau
2. Jika gambar 1 benar, gambar 22 sampai
gambar 24 jawaban hanya benar pada salah
satu gambar atau
3. Jika gambar 1 benar, jika gambar 18
sampai gambar 21 terlihat angka.
Normal 1. Jika gambar 1 sampai gambar 17 benar,
atau gambar 1 harus benar dan lebih dari 13
gambar dijawab benar.
2. Gambar 22 sampai gambar 24 benar atau 2
gambar benar.

Pada tes pembacaan buku Ishihara dapat disimpulkan :

7
1) Normal

2) Buta warna Parsial

a. Bila plate no. 1 sampai dengan no 17. hanya terbaca 13 plate atau kurang.

b. Bila terbaca angka-angka pada plate no. 18, 19, 20 dan 21 lebih mudah atau lebih jelas
dibandingkan dengan plate no. 14, 10, 13, dan 17.

c. Bila ragu-ragu kemungkinan buta warna parsial dapat dites dengan:

a) Membaca angka-angka pada plate no. 22, 23, 24, dan 25. Pada orang normal, akan terbaca
dengan benar angka-angka pada plate-plate tersebut diatas secara lengkap (dua rangkap).
Pada penderita buta warna parsial hanya terbaca satu angka pada tiap-tiap plate tersebut
diatas.

b) Menunjuk arah alur pada plate no. 26, 27, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, dan 38. Untuk
orang normal bisa menunjuk alur secara benar sedangkan untuk buta warna parsial dapat
menunjukkan adanya alur dari satu sisi yang lainnya.

3) Buta warna total

Pada plate no. 28 dan 29, untuk orang normal, tidak bisa menunjukkan adanya alur,
sedangkan untuk penderita buta warna parsial dapat menunjukkan adanya alur dari satu sisi
ke sisi yang lainnya.

Baik yang normal dan mereka dengan semuajenis defisiensi penglihatan warna me
mbacanya sebagai 12.

8
Normal membaca ini sebagai 8. Mereka yang kekurangan merah - hijau membaca
ini sebagai 3. Mereka yang buta warna total tidak bisa membaca angka apapun.

Normal membaca ini sebagai 29.

Mereka yang kekurangan merah-hijau membaca ini sebagai 70.

Mereka yang buta warna total tidak bisa membaca angka apapun.

9
Normal membaca ini sebagai 3.

Mereka yang kekurangan merah-hijau membaca ini sebagai 5.

Mereka yang buta warna total tidak bisa membaca angka apapun.

Normal membaca ini sebagai 42. Dalamprotanopia dan Protanomalia kuat hanya 2ismembaca
, dan dalam kasus Protanomaliaringan angka itu dibaca, tapi 2 lebih
jelasdaripada 4. Dalam deuteranopia danDeuteranomalia kuat hanya 4 dibaca, dandalam
kasus kedua angka Deuteranomaliaringan dibaca tetapi 4 lebih jelas daripada 2.

Normal membaca ini sebagai 26. Dalamprotanopia dan Protanomalia kuat hanya 6dibaca, dan
dalam kasus Protanomaliaringan angka itu dibaca, tetapi 6 lebih
jelasdaripada 2. Dalam deuteranopia danDeuteranomalia kuat hanya 2 dibaca, dandalam
kasus kedua angka Deuteranomaliaringan dibaca tetapi 2 lebih jelasdibandingkan dengan 6.

10
Dalam menelusuri garis berkelok-kelok antara dua X, normal menelusuri garis kebiruan-
hijau, tapi sebagian besar dari mereka dengan kekurangan penglihatan warna tidak dapat
mengikuti garis atau mengikuti garis yang berbeda dari yang normal.

Dalam menelusuri garis berkelok-kelok antara dua X, mayoritas dari mereka yang
kekurangan merah-hijau jejak sepanjang garis, tapi mayoritas normal dan mereka yang buta
warna total tidak mampu mengikuti garis.

Baik normal dan mereka dengan semua jenis defisiensi penglihatan warna dapat

11
menelusuri garis berkelok-kelok antara dua X

Orang normal justru tak bisa melihat apapun, namun jika kamu buta warna justru
terlihat angka 5 yang sangat jelas

12
BAB III

PENUTUP

I. KESIMPULAN

1. Buta warna diklasifikasikan menjadi buta warna yang diperoleh dan buta warna
yang diturunkan.
2. Buta warna genetic disebabkan penerimaan mutasi gen pada kromosom X
3. Tes buta warna disebut dengan Ishihara Test
4. Belum ditemukan penatalaksanaan yang tepat untuk penyakit buta warna

II. SARAN

Saya sebagai penyusun makalah ini, sangat mengharap atas segala saran – saran dan
kritikan bagi para pembaca yang saya hormati guna untuk membangun pada masa yang
akan datang untuk menjadi yang lebih baik dalam membenarkan alur-alur yang
semestinya kurang memuaskan bagi tugas yang saya laksanakan.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.

2. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General


ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai