Lembar Pengesahan
Lembar Pengesahan
Referat yang berjudul “Terapi Cairan Pada Syok Hemorragic” telah diterima dan
1
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan
hidayah Nya sehinga saya dapat menyelesaikan referat ini. Referat berjudul “
Terapi Cairan Pada Syok Hemorragic” ini dibuat sehingga dapat menjadi suatu
gerbang bagi penulis untuk menggali pengetahuan yang lebih luas lagi di masa
sekarang dan masa yang akan datang.
1102009150
DAFTAR ISI
2
Lembar Pengesahan.............................................................................................. 1
Bab I
Pendahuluan ……………………………………………………………………. 4
Bab II
Pembahasan …………………………………………………………………… 5
Bab III
Kesimpulan ……………………………………………………………………..37
BAB I
PENDAHULUAN
3
Terapi cairan perioperatif meliputi cairan pada masa prabedah, selama
pembedahan dan pascabedah. Terapi cairan meliputi penggantian kehilangan
cairan, memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi untuk membantu tubuh
mendapatkan kembali keseimbangan normal dan pulihnya perfusi ke jaringan,
oksigenasi sel, dengan demikian akan mengurangi iskemia jaringan dan
kemungkinan kegagalan organ.1
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
5
sama. Kulit menjadi pucat dan dingin serta mungkin memperlihatkan warna
keabu-abuan karena stasis di kapiler dan adanya sedikit sianosis. Respirasi yang
cepat dan pasien dengan kesadaran utuh, haus hebat adalah gejala yang menonjol.4
Tabel 2.1 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita
Semula
6
Gejala klinis tunggal jarang saat diagnosa syok ditegakkan. Pasien bisa
mengeluh lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang (gejala
pecahnya aneurisma aorta abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang tipe,
jumlah dan lama pendarahan, karena pengambilan keputusan untuk tes diagnostik
dan tatalaksana selanjutnya tergantung jumlah darah yang hilang dan lamanya
pendarahan. Bila pendarahan terjadi di rumah atau di lapangan, maka harus
ditaksir jumlah darah yang hilang.
Untuk pendarahan pada saluran cerna sangatlah penting dicari asal darah
dari rektum atau dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah darah yang
hilang dari saluran cerna bagian bawah. Semua darah segar yang keluar dari
rektum harus diduga adanya perdarahan hebat, sampai dibuktikan sebaliknya.
7
Syok umumnya memberi gejala klinis kearah turunnya tanda vital tubuh,
seperti: hipotensi, takikardia, penurunan urin output dan penurunan kesadaran.
Kumpulan gejala tersebut bukanlah gejala primer tapi hanya gejala sekunder dari
gagalnya sirkulasi tubuh. Kumpulan gejala tersebut merupakan mekanisme
kompensasi tubuh, berkorelasi dengan usia dan penggunaan obat tertentu, kadang
dijumpai pasien syok yang tekanan darah dan nadinya dalam batas normal. Oleh
karena itu pemeriksaan fisik menyeluruh pada pasien dengan dilepas pakaiannya
harus tetap dilakukan.
Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit kering,
pucat dan dengan diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi dan tidak sadar.
Pada fase awal nadi cepat dan dalam dibandingkan denyutnya. Tekanan darah
sistolik bisa saja masih dalam batas normal karena kompensasi. Konjungtiva
pucat, seperti yang terdapat pada anemia kronik. Lakukan inspeksi pada hidung
dan faring untuk melihat kemungkinan adanya darah. Auskultasi dan perkusi dada
juga dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat gejala hematothoraks, dimana
suara nafas akan turun, serta suara perkusi redup di area dekat perdarahan.
Periksa pasien lebih lanjut dengan teliti dari ujung kepala sampai ujung
kaki, yang dapat mengarahkan kita terhadap kemungkinan adanya luka. Periksa
adakah perdarahan di kulit kepala, apabila dijumpai perdarahan aktif harus segera
diatasi bahkan sebelum pemeriksaan lainnya. Periksa juga apakah ada darah pada
mulut dan faring.
8
bisa mengarahkan kita adalah terabanya masa abdomen yang berdenyut,
pembesaran skrotum karena terperangkapnya darah retroperitoneal, kelumpuhan
ekstremitas bawah dan lemahnya nadi femoralis.
Fraktur pada tulang panjang ditandai nyeri dan krepitasi saat palpasi di dekat
fraktur. Semua fraktur tulang panjang harus segera direposisi dan digips untuk
mencegah perdarahan di sisi fraktur. Yang perlu diperhatikan t erutama fraktur femur,
karena dapat mengakibatkan hilangnya darah dalam jumlah banyak, sehingga harus
segera diimobilisasi dan ditraksi secepatnya. Tes diagnostik lebih jauh perlu
dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang mungkin terjadi di intratorakal,
intra-abdominal,atau retroperitoneal.6
9
Penderita yang mengalami perdarahan, menghadapi dua masalah yaitu
berapakah sisa volume darah yang beredar dan berapakah sisa eritrosit yang
tersedia untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Bila volume darah hilang 1/3, penderita akan meninggal dalam waktu
beberapa jam. Penyebab kematian adalah syok progresif yang menyebabkan
hipoksia jaringan. Hipovolemia menyebabkan beberapa perubahan :
10
• Pasien anak yang memiliki volume darah yang lebih sedikit dibandingkan
orang dewasa sehingga secara proporsional persentase kehilangan darah dan
volum sirkulasi juga akan jauh lebih besar. Anak dibawah 2 tahun pun fungsi
ginjalnya belum sempurna, sehingga produksi konsentrat urin belum baik.
Anak usia muda dalam mempertahankan volume sirkulasinya belum seefektif
anak besar. berhati-hatilah akan bahaya koagulopati karena proporsi luas
permukaan tubuh akan meningkat sesuai berat badannya dan membuat mudah
kehilangan air lewat panas serta terjadinya hipotermia dini.
11
cairan ekstraselular 20 % berat badan; sedangkan cairan ekstraselular terdiri dari :
cairan intravaskular 5 % berat badan dan cairan interstisial 15 % berat badan.
Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan
ekstraseluler berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai
nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah
12
relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir,
sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :8
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial,
sekitar 11- 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam
volume interstitial.
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah
(contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar
5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah
merah, sel darah putih dan platelet.
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan
sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan
transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat
masuk dan keluar dari ruang transeluler.8
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.
3.2.1 Kation
13
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem
pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium
ini.
Natrium
- Central baroreseptor
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana kurang lebih 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari
= 100mEq (6-15 gram NaCl).7
14
terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap
tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.7
Kalium
Kalsium
Magnesium
3.2.2 Anion
15
sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan
ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.7,12
Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit
sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh
paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
Klorida
Fosfat
Non elektrolit merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak
terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan
bilirubin.11,12
16
membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.
Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme
transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.11,7,12
Osmosis
Difusi
17
4.1 Jenis Cairan
1) Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Indikasi penggunaan antara lain untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel
pada pasien syok hipovolemik, kasus – kasus perdarahan memerlukan cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali jumlah darah yang hilang )
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit
volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar
20-30 menit.
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, mudah di dapat, tidak
perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi, menurunkan viskositas
darah, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Efek samping pemberian
sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema perifer dan
edema paru. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang
hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat.
2) Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan
pada “cross match”. Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a) Koloid alami
18
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5 % ).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10
jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein
plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin
dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments)
seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam
albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma
seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
b) Koloid sintesis yaitu:
A. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh
bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa.
Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik
dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki
aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan
(viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang
dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,
meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian
Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.1
B. Hydroxylethyl Starch (HES)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000,
rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30
mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan
46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari.
Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low molecullar
weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
19
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan
dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma
volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak
mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan pada penderita gawat.
C. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3
macam gelatin, yaitu:
a. Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
b. Urea linked gelatin
c. Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita
gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama
dari golongan urea linked gelatin. Keuntungan gelatin tidak terlalu mahal,
dapat disimpan 2 – 3 tahun pada suhu ruangan, dampak pada system
koagulasi tidak terlalu menonjol, aman bagi fungsi ginjal. Kerugian gelatin
cepat diekskresi melalui urin, meningkatkan viskositas darah dan
memudahkan agregasi eritrosit, terjadi reaksi anafilaksis.
20
Langkah kedua dalam pengelolaan awal terhadap syok adalah mencari
penyebab syok, yang untuk penderita trauma berhubungan dengan mekanisme
cedera. Kebanyakan penderita trauma akan mengalami syok hipovolemik.13
Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk hampir
semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah – olah penderita menderita
syok hipovolemik, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan
oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang harus
dipegang ialah menghentingan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.13
Faktor-faktor preoperatif:14
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena
dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal
karena efek diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air
dan elektrolit
4. Preparasi bedah
21
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elekrolit dari traktus gastrointestinal.
Faktor Perioperatif:14
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
Faktor postoperatif:11
22
1. Hiperkalemia
2. Asidosis metabolik
3. Alkalosis metabolik
4. Asidosis respiratorik
5. Alkalosis repiratorik
4.2.1 Dasar-dasar Terapi Cairan Perioperatif
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam
pemberian cairan perioperatif, yaitu :14
a. Perdarahan14
23
digunakan sebelum dan setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4
cm) mengandung ± 10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads)
dapat menyerap darah ± 10-100 ml.
24
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan: Laju Filtrasi
Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun, reabsorbsi Na+ di
tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kadar
aldosteron, meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan
terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules)
meningkat, Ginjal tidak mampu mengekskresikan “free water” atau untuk
menghasilkan urin hipotonis.
Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis
seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena
penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi
enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena
akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa.
25
diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang
hilang.
Bayi 80 Kg/BB
26
- 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar
hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
- Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3gr%
Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga
diuresis ± 1 ml/kgBB/jam
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
27
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama
pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%,
sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan
tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil,
jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
5.1 Transfusi Darah Selama Pembedahan
Kehilangan Darah
28
A. SEDIAAN DARAH UNTUK TRANFUSI
1. Macam-macam komponen darah
Untuk kepentingan tranfusi, tersedia berbagai produk darah,
seperti yang tercantum dalam table 3.1.
Tabel 3.1 Karakteristik darah dan komponen-komponen darah
29
30
31
32
2. Tranfusi Eritrosit
Eritrosit adalah komponen darah yang paling sering ditransfusikan.
Eritrosit diberikan untuk meningkatkan kapasitas oksigen dan
mempertahankan oksigenasi jaringan.16 Transfusi sel darah merah
merupakan komponen pilihan untuk mengobati anemia dengan tujuan
utama adalah memperbaiki oksigenisasi jaringan.15Pada anemia akut,
penurunan nilai Hb dibawah 6 g/dl atau kehilangan darah dengan cepat
>30% - 40% volume darah, maka umumnya pengobatan terbaik adalah
dengan transfusi sel darah merah(SDM).15,17
33
Pada anemia kronik seperti thalassemia atau anemia sel sabit, transfusi
SDM dimaksudkan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronik. SDM juga
diindikasikan pada anemia kronik yang tidak responsive terhadap obat- obatan
farmakologik.16
Transfusi SDM pra- bedah perlu dipertimbangkan pada pasien yang akan
menjalani pembedahan segera (darurat), bila kadar Hb < 6g/dL>Ada juga yang
menyebutkan, jika kadar Hb <10gr/dl,>3Transfusi tukar merupakan jenis transfusi
darah yang secara khusus dilakukan pada neonatus, dapat dilakukan dengan darah
lengkap segar, dapat pula dengan sel darah merah pekat(SDMP) /
mampat(SDMM). 18
Transfusi tukar ini diindikasikan terutama pada neonatus dengan ABO
incompatibility atau hiperbilirubinemia yang tidak memberikan respon adekuat
dengan terapi sinar. Indikasi yang lebih jarang adalah DIC / pengeluaran toksin
seperti pada sepsis. 19
Biasanya satu/ dua volume darah diganti.17Faktor-faktor lain yang perlu
dipertimbangkan dalam memberikan transfusi selain kadar Hb adalah: (1)Gejala,
tanda, dan kapasitas vital dan fungsional penderita, (2)Ada atau tidaknya penyakit
kardiorespirasi atau susunan saraf pusat, (3)Penyebab dan antisipasi anemia,
(4)Ada atau tidaknya terapi alternatif lain1Pedoman untuk transfusi pada anak dan
remaja serupa dengan pada dewasa (lihat tabel 3.2) Untuk neonatus, tidak ada
indikasi transfusi eritrosit yang jelas disepakati, biasanya, pada neonatus eritrosit
diberikan untuk mempertahankan Hb, berdasarkan status klinisnya17,18
Pilihan produk eritrosit untuk anak dan remaja adalah suspensi standar
eritrosit yang dipisahkan dari darah lengkap dengan pemusingan dan disimpan
dalam antikoagulan/medium pengawet pada nilai hematokrit kira-kira 60%. Dosis
biasa adalah 10 – 15 ml/Kg, tetapi volume transfusi sangat bervariasi, tergantung
pada keadaan klinis (misalnya perdarahan terus menerus atau hemolisis). Untuk
neonatus, produk pilihan adalah konsentrat PRC (Ht 70 – 90%) yang diinfuskan
perlahan-lahan (2 – 4 jam) dengan dosis kira-kira 15 ml/KgBB.
3. Tranfusi Suspensi Trombosit
Suspensi trombosit dapat diperoleh dari 1 unit darah lengkap segar
donor tunggal, atau dari darah donor dengan cara/ melalui tromboferesis.
Komponen ini masih mengandung sedikit sel darah merah, leukosit, dan
34
plasma. Komponen ini ditransfusikan dengan tujuan menghentikan
perdarahan karena trombositopenia, atau untuk mencegah perdarahan yang
berlebihan pada pasien dengan trombositopenia yang akan mendapatkan
tindakan invasive.8,7
4. Tranfusi Plasma Segar Beku (fresh frozen plasma)
Plasma segar beku adalah bagian cair dari darah lengkap yang
dipisahkan kemudian dibekukan dalam waktu 8 jam setelah pengambilan
darah. Hingga sekarang, komponen ini masih diberikan untuk defisiensi
berbagai factor pembekuan. (Bila ada/ tersedia, harus diberikan factor
pembekuan yang spesifik sesuai dengan defisiensinya).17,18
Plasma beku segar ditransfusikan untuk mengganti kekurangan
protein plasma yang secara klinis nyata, dan defisiensi faktor pembekuan
II, V, VII, X dan XI. Kebutuhan akan plasma beku segar bervariasi
menurut faktor spesifik yang akan diganti.17
Komponen ini dapat diberikan pada trauma dengan perdarahan hebat atau
renjatan (syok), penyakit hati berat, imunodefisiensi tanpa ketersediaan
preparat khusus, dan pada bayi dengan enteropati disertai kehilangan
protein (protein losing enteropathy). Meskipun demikian, penggunaan
komponen ini sekarang semakin berkurang. Dan bila diperlukan, maka
dosisnya 20-40 ml/ kgBB/hari.
Indikasi lain transfusi plasma beku segar adalah sebagai cairan
pengganti selama penggantian plasma pada penderita dengan purpura
trombotik trombositopenik atau keadaan lain dimana plasma beku segar
diharapkan bermanfaat, misalnya tukar plasma pada penderita dengan
perdarahan dan koagulopati berat. Transfusi plasma beku segar tidak lagi
dianjurkan untuk penderita dengan hemofilia A atau B yang berat, karena
sudah tersedia konsentrat faktor VIII dan IX yang lebih aman. Plasma
beku segar tidak dianjurkan untuk koreksi hipovolemia atau sebagai terapi
pengganti imunoglobulin karena ada alternatif yang lebih aman, seperti
larutan albumin atau imunoglobulin intravena.
35
BAB III
KESIMPULAN
36
Yang ditandai dengan penurunan volume darah, akral dingin, pucat, takikardi,
hipotensi dan penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan syok hemoragik pada saat operasi yang terpenting adalah
segera menggatikan cairan atau darah akibat syok tersebut. Karena penanganan
yang terlambat dapat merusak organ tubuh pasien seperti ginjal,jantung bahkan
otak.
DAFTAR PUSTAKA
37
2. Krausz, Michael M; 2006; Initial Resuscitation of Hemorrhagic Shock; Israel :
Department of Surgery A, Rambam Medical Center, and the Technion-Israel
Institute of Technology, P.O.B 9602, Haifa 31096;
3. Sudoyo, A. Setiyohadi, B. Alwi, I. Setiati, S. Simadibrata, M. Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 1. Edisi ke-4. Jakarta : 2006.
4. Ganong, W. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : ECG; 2002
5. Guyton, A. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta : ECG; 1997
6. American College of Surgeons Commite On Trauma. Advanced Trauma Life
Support for Doctors. United of States of America; 2004
7. Leksana, Ery; 2010; Terapi Cairan dan Darah; Semarang; SMF/Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, RSUP Dr. Kariadi / Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; Diunduh dari :
8. Heitz U, Horne MM. Fluid; 2005; Electrolyte and Acid Base Balance. 5th ed.
Missouri: Elsevier-mosby;.p3-227; Dikutip dari : Hartanto, Widya W; 2007;
Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi
Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran;
9. Hartanto, Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif;
Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran;
10. Wirjoatmodjo, Karjadi; 2000; Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar
untuk Pendidikan S1 Kedokteran; Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
11. Banks JB, Meadows S. Intravenous Fluids for Children with Gastroenteritis.
Clinical Inquiries, American Family Physician, January 1 2005. American
Academy of Family Physicians.
12. Morgan G.E, et al. Clinical Anesthesiology. Fourth edition. New York: Lange
Medical Books – McGraw Hill Companies. 2006: 662-689
13. Steven, Parks N; 2004; Advanced Trauma Life Support (ATLS) For Doctors;
Jakarta : Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI).
14. Martin S. Intravenous Therapy. Nova Southeastern University PA Program
15. Latief, Said A, dkk; 2002; Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua:
Dikutip dari: Transfusi Darah pada Pembedahan; Jakarta, Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
16. Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu
Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics), 1996, Jakarta, EGC, volume
2, Edisi 15, halaman: 1727-1732.
17. Ramelan S, Gatot D, Transfusi Darah Pada Bayi dan Anak dalam Pendidikan
Kedokteran berkelanjutan (Continuing Medical Education) Pediatrics
Updates, 2005, Jakarta, IDAI cabang Jakarta, halaman: 21-30
38
19. Gary, R Strange, William R, Steven L, 2002, Pediatric Emergency Medicine,
2nd edition. Boston: Mc Graw Hill, halaman: 527-529
39