Anda di halaman 1dari 39

LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul “Terapi Cairan Pada Syok Hemorragic” telah diterima dan

disetujui pada April 2013

oleh pembimbing sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi RSUD Dr. Slamet Garut

Garut, April 2013

dr. Hj. Hayati Usman, Sp.An

1
Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan
hidayah Nya sehinga saya dapat menyelesaikan referat ini. Referat berjudul “
Terapi Cairan Pada Syok Hemorragic” ini dibuat sehingga dapat menjadi suatu
gerbang bagi penulis untuk menggali pengetahuan yang lebih luas lagi di masa
sekarang dan masa yang akan datang.

Saya mengucapkan terima kasih kepada pembimbing saya dr.Hj Hayati


Usman,Sp.An yang telah memeberikan banyak pengalaman dan bimbingannya
dalam proses penyelesaian referat ini. Semoga hasil yang sederhana ini dapat
menjadi pembelajarn unyuk menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang


membutuhkan.

Garut, April 2013

Izza Ayudia Hakim

1102009150

DAFTAR ISI

2
Lembar Pengesahan.............................................................................................. 1

Kata Pengantar …………………………………………………………………. 2

Daftar Isi ………………………………………………………………………... 3

Bab I

Pendahuluan ……………………………………………………………………. 4

Bab II

Pembahasan …………………………………………………………………… 5

Bab III

Kesimpulan ……………………………………………………………………..37

Daftar Pustaka …………………………………………………………………. 38

BAB I

PENDAHULUAN

3
Terapi cairan perioperatif meliputi cairan pada masa prabedah, selama
pembedahan dan pascabedah. Terapi cairan meliputi penggantian kehilangan
cairan, memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi untuk membantu tubuh
mendapatkan kembali keseimbangan normal dan pulihnya perfusi ke jaringan,
oksigenasi sel, dengan demikian akan mengurangi iskemia jaringan dan
kemungkinan kegagalan organ.1

Dalam pemberian cairan pada pasien perioperatif, kita harus


memperhitungkan kebutuhan cairan basal, penyakit yang menyertai, medikasi,
teknik dan obat anestetik serta kehilangan cairan akibat pembedahan. 1 Syok
hemoragik (hipovolemik): disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan
tubuh. Tindakan utama dari syok hemoragik adalah mengontrol sumber
perdarahan secepat mungkin dan pengganti cairan. Pada syok hemoragik
terkontrol dimana sumber perdarahan telah dihentikan, maka penggantian cairan
bertujuan untuk menormalkan parameter hemodinamik. Pada syok hemoragik tak
terkendali di mana perdarahan itu berhenti sementara karena hipotensi,
vasokonstriksi, dan pembentukan pembekuan, terapi cairan bertujuan untuk
pemulihan denyut nadi radial, atau pemulihan kesadaran.2

Pemberian infus kristaloid atau koloid, terutama ditujukan untuk


mempertahankan volume intravaskular, tetapi juga akan mempengaruhi komposisi
kompartemen cairan fisiologi. Untuk mengurangi penyulit akibat pemberian
cairan yang kurang atau berlebihan, diperlukan pengetahuan tentang volume,
komposisi kompartemen cairan dan tanda-tanda fisik dan laboratori kelebihan dan
kekurangan cairan dan pemilihan jenis cairan.1

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Syok hemoragik adalah suatu sindrom yang terjadi akibat gangguan


hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh yang biasanya
terjadi akibat perdarahan yang massif.3,4

2.2 Etiologi

Perdarahan adalah penyebab syok yang paling sering terjadi. Perdarahan


akan menurunkan tekanan pengisisan sirkulasi dan sebagai akibatnya akan
menurunkan aliran balik vena . sebagai hasilnya, curah jantung menurun di bawah
normal dan timbul syok. Semua tingkat syok dapat timbul karena perdarahan, dari
pngurangan curah jantung, bergantun pada jumlah darah yang hilang.5

2.3 Patofisiologi

Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan sebagai


akibatnya menurunkan alir balik vena. Sebagai hasilnya, curah jantung menurun
di bawah normal. Pada perdarahan hebat selalu terjadi penurunan tekanan darah.
Pada perdarahan sedang (5-15 mL/Kgbb) tekanan nadi berkurang tapi tekanan
arteri rata-rata mungkin normal. Walaupun tidak terdapat penurunan tekanan arteri
rerata, penurunan tekanan nadi menurunkan kecepatan lepas muatan di
baroreseptor arteri dan timbul vasokonstriksi dan takikardi refleks. Apabila darah
yang hilang semakin banyak takikardi akan diganti menjadi bradikardi. Hal ini
terjadi sementara, apabila perdarahan lebih besar lagi kecepatan denyut jantung
kembali meningkat. Vasokonstriksi paling jelas terjadi di kulit, yang dalam proses
ini menyebabkan kulit dingin dan pucat.4,6

Hilangnya sel darah merah menyebabkan kemampuan darah membawa O2


menurun, dan aliran darah ke badan karotis dan aorta berkurang.Perubahan
tekanan darah bervariasi dari orang ke orang, walaupun jumlah darah yang hilang

5
sama. Kulit menjadi pucat dan dingin serta mungkin memperlihatkan warna
keabu-abuan karena stasis di kapiler dan adanya sedikit sianosis. Respirasi yang
cepat dan pasien dengan kesadaran utuh, haus hebat adalah gejala yang menonjol.4

2.4 Klasifikasi Syok Hemoragik

Efek langsung dari kelas perdarahan, berdasarkan presentase kehilangan


volume darah yang akut. System klasifikasi ini berguna untuk memastikan tanda –
tanda dini dan patofisiologi syok.6

Tabel 2.1 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita
Semula

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Kehilangan Sampai 750 750-1500 1500-200 >2000
darah (mL)
Kehilangan Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%
darah (%
volume
darah)
Denyut nadi < 100 >100 >120 >140
Tekanan Normal Normal Menurun Menurun
darah
Tekanan Normal atau Menurun Menurun Menurun
nadi naik
(mmHg)
Frekuensi 14-20 20-30 30-40 >35
pernafasan
Produksi >30 20-30 5-15 Tidak
urin berarti
(mL/jam)
CNS/status Sedikit cemas Agak cemas Cemas, Bingung,
mental bingung lesu
Penggantian kristaloid Kristaloid Kristaloid dan Kristaloid
cairan darah dan darah
(Hukum
3:1)

2.5 Gejala Klinis Syok Hemoragik

6
Gejala klinis tunggal jarang saat diagnosa syok ditegakkan. Pasien bisa
mengeluh lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang (gejala
pecahnya aneurisma aorta abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang tipe,
jumlah dan lama pendarahan, karena pengambilan keputusan untuk tes diagnostik
dan tatalaksana selanjutnya tergantung jumlah darah yang hilang dan lamanya
pendarahan. Bila pendarahan terjadi di rumah atau di lapangan, maka harus
ditaksir jumlah darah yang hilang.

Untuk pendarahan pada saluran cerna sangatlah penting dicari asal darah
dari rektum atau dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah darah yang
hilang dari saluran cerna bagian bawah. Semua darah segar yang keluar dari
rektum harus diduga adanya perdarahan hebat, sampai dibuktikan sebaliknya.

Pendarahan saat trauma kadang sulit ditaksir jumlahnya. Karena rongga


pleura, kavum abdominalis, mediastinum dan retroperitoneum bisa menampung
darah dalam jumlah yang sangat besar dan bisa menjadi penyebab kematian.
Perdarahan trauma eksternal bisa ditaksir secara baik, tapi bisa juga kurang
diawasi oleh petugas emergensi medis. Laserasi kulit kepala bisa menyebabkan
kehilangan darah dalam jumlah besar. Fraktur multipel terbuka, juga bisa
mengakibatkan kehilangan darah yang cukup besar.

Tabel 3. Lokasi & Estimasi Perdarahan


Lokasi Estimasi Perdarahan
Fr. Femur tertutup 1.5-2 liter
Fr.Tibia tertutup 0.5 liter
Fr. Pelvis 3 liter
Hemothorax 2 liter
Fr. Iga (tiap satu) 150 ml
Luka sekepal tangan 500 ml
Bekuan darah sekepal 500 ml
Pemeriksaan klinis pasien syok hemoragik dapat segera langsung
berhubungan dengan penyebabnya. Asal sumber perdarahan dan perkiraan berat
ringannya darah yang hilang bisa terlihat langsung. Bisa dibedakan perdarahan
pada pasien penyakit dalam dan pasien trauma. Dimana kedua tipe perdarahan ini
biasanya ditegakkan dan ditangani secara bersamaan.

7
Syok umumnya memberi gejala klinis kearah turunnya tanda vital tubuh,
seperti: hipotensi, takikardia, penurunan urin output dan penurunan kesadaran.
Kumpulan gejala tersebut bukanlah gejala primer tapi hanya gejala sekunder dari
gagalnya sirkulasi tubuh. Kumpulan gejala tersebut merupakan mekanisme
kompensasi tubuh, berkorelasi dengan usia dan penggunaan obat tertentu, kadang
dijumpai pasien syok yang tekanan darah dan nadinya dalam batas normal. Oleh
karena itu pemeriksaan fisik menyeluruh pada pasien dengan dilepas pakaiannya
harus tetap dilakukan.

Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit kering,
pucat dan dengan diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi dan tidak sadar.
Pada fase awal nadi cepat dan dalam dibandingkan denyutnya. Tekanan darah
sistolik bisa saja masih dalam batas normal karena kompensasi. Konjungtiva
pucat, seperti yang terdapat pada anemia kronik. Lakukan inspeksi pada hidung
dan faring untuk melihat kemungkinan adanya darah. Auskultasi dan perkusi dada
juga dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat gejala hematothoraks, dimana
suara nafas akan turun, serta suara perkusi redup di area dekat perdarahan.

Periksa pasien lebih lanjut dengan teliti dari ujung kepala sampai ujung
kaki, yang dapat mengarahkan kita terhadap kemungkinan adanya luka. Periksa
adakah perdarahan di kulit kepala, apabila dijumpai perdarahan aktif harus segera
diatasi bahkan sebelum pemeriksaan lainnya. Periksa juga apakah ada darah pada
mulut dan faring.

Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal, misal: distensi,


nyeri palpitasi, dan perkusi redup. Periksa panggul apakah ada memar/ekimosis
yang mengarah ke perdarahan retroperitoneal. Adanya distensi, nyeri saat palpasi
dan ekimosis mengindikasikan adanya perdarahan intra-abdominal. Palpasi pula
kestabilan tulang pelvis, bila ada krepitasi atau instabilitas mengindikasikan
terjadinya fraktus pelvis dan ini dapat mengancam jiwa karena perdarahan terjadi
pada rongga retroperitoneum. Kejadian yang sering dalam klinis adalah pecahnya
aneurisma aorta yang bisa menyebabkan syok tak terdeteksi. Tanda klinis yang

8
bisa mengarahkan kita adalah terabanya masa abdomen yang berdenyut,
pembesaran skrotum karena terperangkapnya darah retroperitoneal, kelumpuhan
ekstremitas bawah dan lemahnya nadi femoralis.

Fraktur pada tulang panjang ditandai nyeri dan krepitasi saat palpasi di dekat
fraktur. Semua fraktur tulang panjang harus segera direposisi dan digips untuk
mencegah perdarahan di sisi fraktur. Yang perlu diperhatikan t erutama fraktur femur,
karena dapat mengakibatkan hilangnya darah dalam jumlah banyak, sehingga harus
segera diimobilisasi dan ditraksi secepatnya. Tes diagnostik lebih jauh perlu
dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang mungkin terjadi di intratorakal,
intra-abdominal,atau retroperitoneal.6

Jangan lupa pula untuk melakukan pemeriksaan rektum / rectal toucher.


Bila ada darah segar curiga hemoroid interna atau externa. Pada kondisi yang
sangat jarang curigai perdarahan yang signifikan terutama pada pasien dengan
hipertensi portal. Pasien dengan riwayat perdarahan vagina lakukan pemeriksaan
pelvis lengkap, dan lakukan tes kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan
kehamilan ektopik.

Lakukan pemeriksaan sistematik pada pasien trauma termasuk


pemeriksaan penunjang primer dan sekunder. Luka multipel bisa terjadi dan harus
mendapat perhatian khusus, hati-hati perdarahan bisa menjadi pencetus syok
lainnya, seperti syok neurogenik.

Tabel 4. Perdarahan & tanda-tandanya

Perdarahan < 750 ml 750-1500 ml 1500-2000 ml >2000 ml

CRT Normal memanjang memanjang memanjang

Nadi < 100 > 100 > 120 > 140

Tek. sistolik Normal Normal Menurun Menurun

Nafas Normal 20-30 x/m > 30-40 x/m >35 x/m

Kesadaran Sedikit cemas Agak cemas Cemas, bingung Bingung, lesu

9
Penderita yang mengalami perdarahan, menghadapi dua masalah yaitu
berapakah sisa volume darah yang beredar dan berapakah sisa eritrosit yang
tersedia untuk mengangkut oksigen ke jaringan.

Bila volume darah hilang 1/3, penderita akan meninggal dalam waktu
beberapa jam. Penyebab kematian adalah syok progresif yang menyebabkan
hipoksia jaringan. Hipovolemia menyebabkan beberapa perubahan :

a. Vasokonstriksi organ sekunder (viscera, otot, kulit) untuk menyelamatkan


organ primer (otak, jantung) dengan aliran darah yang tersisa.

b. Vasokonstriksi menyebabkan hipoksia jaringan, terjadi metabolisme


anaerob dengan produk asam laktat yang menyebabkan asidosis asam
laktat.

c. Asidosis asam laktat menyebabkan perubahan-perubahan sekunder pada


organ-organ primer dan organ-organ sekunder sehingga terjadi kerusakan
merata,

d. Pergeseran kompartemen cairan. Kehilangan darah dari intravaskular


sampai 10% EBV tidak mengganggu volume sebesar yang hilang. Tetapi
kehilangan yang lebih dari 25% atau bila terjadi syok/hipotensi maka
sekaligus kompartemen interstitial dan intrasel ikut terganggu. Bila dalam
terapi hanya diberikan sejumlah kehilangan plasma volume
(intravaskular), penderita masih mengalami defisit yang menyebabkan
syoknya irreversibel dan berakhir kematian.10

2.6 Pengaruh Usia Pada Syok Hemoragik

Tubuh akan mentoleransi syok hemoragik secara berbeda sesuai derajatnya


dan pada keadaan tertentu sesuai dengan usia pasien. Pasien bayi dan usia lanjut
akan sangat rentan terjadi gagal kompensasi saat tubuh kehilangan volume
sirkulasi.

10
• Pasien anak yang memiliki volume darah yang lebih sedikit dibandingkan
orang dewasa sehingga secara proporsional persentase kehilangan darah dan
volum sirkulasi juga akan jauh lebih besar. Anak dibawah 2 tahun pun fungsi
ginjalnya belum sempurna, sehingga produksi konsentrat urin belum baik.
Anak usia muda dalam mempertahankan volume sirkulasinya belum seefektif
anak besar. berhati-hatilah akan bahaya koagulopati karena proporsi luas
permukaan tubuh akan meningkat sesuai berat badannya dan membuat mudah
kehilangan air lewat panas serta terjadinya hipotermia dini.

• Usia lanjut memiliki penurunan kondisi fisik dan kesehatan dalam


mempertahankan kehilangan volum sirkulasi. Penyakit arterosklerosis dan
penurunan elastin menyebabkan fungsi dinding arteri menurun, yang akan
menurunkan kemampuan kompensasi kehilangan volume sirkulasi.
Menurunnya aliran arteriolar pada jantung karena vasodilatasi dan penyakit
angina atau infark akan membutuhkan oksigenasi tinggi otot jantung. Pada usia
lanjut mekanisme takikardi untuk respons peningkatan curah jantung melemah
karena turunnya rangsang beta-adrenergik dalam memacu sel miosit di nodul
sinoatrial. Penggunaan obat-obat jantung juga akan mengurangi respons normal
tubuh dalam mengkompensasi syok, terutama penggunaan obat golongan beta-
blocker, nitrogliserin, ca-blocker, dan obat anti aritmia.

• Penurunan fungsi ginjal juga berkorelasi dengan bertambahnya usia serta


kemampuan bersihan kreatinin (Creatinine Clearance) turun pada usia lanjut
dibanding nilai kreatin normalnya. Kemampuan mengkonsentrat urin pun
menurun karena sensitifitas terhadap ADH menurun. Semua gangguan pada
jantung, pembuluh darah dan ginjal ini secara keseluruhan membuat tubuh
gagal menjalankan mekanisme kompensasinya di saat kehilangan darah. Faktor
komorbid lainnya pun perlu dipertimbangkan saat melakukan tatalaksana
perdarahan pada usia lanjut.

3.1 Kompartemen Cairan Tubuh


Tubuh orang dewasa terdiri dari: zat padat 40 % berat badan dan zat cair
60% berat badan; zat cair terdiri dari: cairan intraselular 40 % berat badan dan

11
cairan ekstraselular 20 % berat badan; sedangkan cairan ekstraselular terdiri dari :
cairan intravaskular 5 % berat badan dan cairan interstisial 15 % berat badan.

Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan


kompartemen ekstraselular.
 Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada
orang dewasa, sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat
badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat
badannya merupakan cairan intraselular. Cairan intraseluler terlibat dalam
proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari nutrien-nutrien
dalam cairan tubuh.7

 Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan
ekstraseluler berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai
nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah

12
relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir,
sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :8
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial,
sekitar 11- 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam
volume interstitial.

o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah
(contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar
5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah
merah, sel darah putih dan platelet.

o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan
sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan
transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat
masuk dan keluar dari ruang transeluler.8

3.2 Definisi Elektrolit

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.

Elektrolit merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan


menghantarkan arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan
ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama
(diukur dalam miliekuivalen).

3.2.1 Kation

13
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem
pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium
ini.

Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling


berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135
-155 mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:

- Left atrial stretch reseptor

- Central baroreseptor

- Renal afferent baroreseptor

- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)

- Atrial natriuretic factor

- Sistem renin angiotensin

- Sekresi ADH

- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana kurang lebih 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-
180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari
= 100mEq (6-15 gram NaCl).7

Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial


maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah, diare) sedangkan asupan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi
disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan
diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan

14
terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap
tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.7

Kalium

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler


berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-
ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel.7

Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3


mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+
ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter
dan keringat 10 mEq/liter.7,12

Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%


dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da
hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.7

Magnesium

Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk


pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.7

3.2.2 Anion

Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan


bikarbonat, sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat.
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya

15
sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan
ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.7,12

Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit
sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh
paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

Klorida

Kadar ion klorida berlebih di ruang ekstrasel, dan merupakan komponen


utama dari sekresi kelenjar gaster. Berfungsi dalam membantu proses
keseimbangan natrium. Sumber ion klorida banyak terdapat dalam garam dapur.

Fosfat

Fosfat merupakan bagian dari fosfat buffer system. Berfungsi untuk


menjadi energi pad metabolisme sel dan bersama dengan ion kalsium
meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang. Fosfat juga masuk dalam struktur
genetik yaitu: DNA dan RNA.

3.3 Definisi Non Elektrolit

Non elektrolit merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak
terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan
bilirubin.11,12

3.4 Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan


mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak

16
membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.
Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme
transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.11,7,12

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung


secara:

Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membrane


semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui
air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.11,7,12

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan


tekananosmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%,
Ringer laktat).Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik
(akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.

Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan


bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-
pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.11,7,12

Pompa Natrium Kalium

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa


ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion
kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.11,7,12

17
4.1 Jenis Cairan
1) Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Indikasi penggunaan antara lain untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel
pada pasien syok hipovolemik, kasus – kasus perdarahan memerlukan cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali jumlah darah yang hilang )
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit
volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar
20-30 menit.
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, mudah di dapat, tidak
perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi, menurunkan viskositas
darah, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Efek samping pemberian
sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema perifer dan
edema paru. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang
hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat.
2) Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan
pada “cross match”. Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a) Koloid alami

18
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5 % ).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10
jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein
plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin
dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments)
seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam
albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma
seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
b) Koloid sintesis yaitu:
A. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh
bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa.
Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik
dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki
aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan
(viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang
dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,
meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian
Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.1
B. Hydroxylethyl Starch (HES)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000,
rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30
mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan
46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari.
Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low molecullar
weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu

19
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan
dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma
volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak
mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan pada penderita gawat.
C. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3
macam gelatin, yaitu:
a. Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
b. Urea linked gelatin
c. Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita
gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama
dari golongan urea linked gelatin. Keuntungan gelatin tidak terlalu mahal,
dapat disimpan 2 – 3 tahun pada suhu ruangan, dampak pada system
koagulasi tidak terlalu menonjol, aman bagi fungsi ginjal. Kerugian gelatin
cepat diekskresi melalui urin, meningkatkan viskositas darah dan
memudahkan agregasi eritrosit, terjadi reaksi anafilaksis.

4.2 Penatalaksanaan Perdarahan

Langkah awal dalam mengelola syok pada penderita trauma adalah


mengetahui tanda-tanda klinisnya. Tidak ada tes laboratorium yang dapat
mendiagnosis syok. Diagnosis awal didasarkan pada gejala dan tanda yang timbul
akibat dari perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Definisi
syok sebagai ketidak-normalan dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan
perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat juga menjadi perangkat
untuk diagnosis dan terapi.13

20
Langkah kedua dalam pengelolaan awal terhadap syok adalah mencari
penyebab syok, yang untuk penderita trauma berhubungan dengan mekanisme
cedera. Kebanyakan penderita trauma akan mengalami syok hipovolemik.13

Dokter yang bertanggung jawab terhadap penatalaksanaan penderita harus


mulai dengan mengenal adanya syok. Terapi harus dimulai sambil mencari
kemungkinan penyebab dari keadaan syok tersebut.13

Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk hampir
semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah – olah penderita menderita
syok hipovolemik, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan
oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang harus
dipegang ialah menghentingan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.13

4.2 Terapi Cairan Perioperatif

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang


umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif.

Faktor-faktor preoperatif:14

1. Kondisi yang telah ada


Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk
oleh stres akibat operasi.

2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena
dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal
karena efek diuresis osmotik.

3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air
dan elektrolit

4. Preparasi bedah

21
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elekrolit dari traktus gastrointestinal.

5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada


6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.

7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya


Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

Faktor Perioperatif:14

1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.

2. Kehilangan darah yang abnormal


3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya
kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka
operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.

Faktor postoperatif:11

1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi


2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif
Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi
perioperatif adalah :

22
1. Hiperkalemia
2. Asidosis metabolik
3. Alkalosis metabolik
4. Asidosis respiratorik
5. Alkalosis repiratorik
4.2.1 Dasar-dasar Terapi Cairan Perioperatif

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam
pemberian cairan perioperatif, yaitu :14

Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian

Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan ± 30-35 ml/kgBB/hari dan


elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan
urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru
atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada
umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).

Defisit cairan dan elektrolit pra bedah

Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada


penderita bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang
seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis
berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan
meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat
banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum
dilakukan pembedahan.

Kehilangan cairan saat pembedahan

a. Perdarahan14

Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari : 1) Botol penampung darah


yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction pump); 2)Kasa yang

23
digunakan sebelum dan setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4
cm) mengandung ± 10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads)
dapat menyerap darah ± 10-100 ml.

Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bias


ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan
klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar
hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kadar
hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit
daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka
operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai
kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.

b. Kehilangan cairan lainnya

Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih


menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan
translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan
lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama.
Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang
ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan
intravaskuler.

Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat


mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke
ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion
fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi
tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara
fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan
fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.

Gangguan fungsi ginjal

24
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan: Laju Filtrasi
Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun, reabsorbsi Na+ di
tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kadar
aldosteron, meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan
terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules)
meningkat, Ginjal tidak mampu mengekskresikan “free water” atau untuk
menghasilkan urin hipotonis.

4.2.2 Pengganti defisit Pra bedah

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa,


lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa
pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan
pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua
berikutnya.12,14

Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis
seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena
penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi
enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena
akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa.

Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi)


yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan
melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.12

4.2.3 Terapi cairan selama pembedahan

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan


kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan
(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang

25
diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang
hilang.

4.2.4 Terapi Penggantian Darah

Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood


Volume = taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi
dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada
seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala
tersebut seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif.

. Perkiraan Volum Darah

Usia Volume Darah

Prematur Neonatus 90 Kg/BB

Fullterm Neonatus 85 Kg/BB

Bayi 80 Kg/BB

Laki-laki 70-75 Kg/BB

Wanita 60-65 Kg/BB

Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan


kristaloid, pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan
berdasarkan: 1) Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum
pembedahan; 2) Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi; 3) Sumber
perdarahan yang telah teratasi atau belum; 4) Keadaan hemodinamik (tensi dan
nadi); 5) Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan; 6) Kalau
mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit; 7) Usia
penderita.

Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah:

26
- 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar
hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.

- Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3gr%
Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga
diuresis ± 1 ml/kgBB/jam

4.2.5 Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.


Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ±
50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan
pemberian kalium karenaadanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang
rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan
dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan
natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian
natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan
minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai
50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan
pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam
isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan
makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C
suhu tubuh

- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.

- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan


humidifikasi.

27
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama
pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%,
sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan
tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil,
jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
5.1 Transfusi Darah Selama Pembedahan

Kehilangan Darah

Pada bayi anak dengan kadar hemoglobin normal,kehilangan darah sebanyak


10-15% volume darah , karena tidak memberatkan kompensasi badan ,maka
cukup diberikan cairan kristaloid atau koloid saja,sedangkan diatas 15% perlu
transfusi darah,karena ada gangguan pada pengangkutan oksigen. Sedangkan
untuk orang dewasa dengan kadar hemoglobin normal angka patokannya
adalah 20%. Kehilangan darah lebih dari 20 % ada gangguan pada faktor
pembekuan. Cairan kristaloid(ringer laktat-asering) untuk mengisi ruang
intravaskular diberikan sebanyak 3 kali lipat jumlah darah yang
hilang,sedangkan koloid diberikan dalam jumlah yang sama.15

Indikasi Transfusi Darah

Transfusi darah umumnya >50% diberikan pada saat perioperatif dengan


tujuan untuk menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volum
intravaskular . Kalau hanya menaikkan volum intravaskular cukup dengan
koloid atau kristaloid.

Indikasi transfusi darah:15

1. Perdaraha akut sampai HB <8 gr% atau Ht <30%

Pada orang tua,kelainan paru,kelainan jantung Hb <10 gr/dL

2. Bedah mayor kehilangan darah > 20 % volum darah

28
A. SEDIAAN DARAH UNTUK TRANFUSI
1. Macam-macam komponen darah
Untuk kepentingan tranfusi, tersedia berbagai produk darah,
seperti yang tercantum dalam table 3.1.
Tabel 3.1 Karakteristik darah dan komponen-komponen darah

29
30
31
32
2. Tranfusi Eritrosit
Eritrosit adalah komponen darah yang paling sering ditransfusikan.
Eritrosit diberikan untuk meningkatkan kapasitas oksigen dan
mempertahankan oksigenasi jaringan.16 Transfusi sel darah merah
merupakan komponen pilihan untuk mengobati anemia dengan tujuan
utama adalah memperbaiki oksigenisasi jaringan.15Pada anemia akut,
penurunan nilai Hb dibawah 6 g/dl atau kehilangan darah dengan cepat
>30% - 40% volume darah, maka umumnya pengobatan terbaik adalah
dengan transfusi sel darah merah(SDM).15,17

33
Pada anemia kronik seperti thalassemia atau anemia sel sabit, transfusi
SDM dimaksudkan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronik. SDM juga
diindikasikan pada anemia kronik yang tidak responsive terhadap obat- obatan
farmakologik.16
Transfusi SDM pra- bedah perlu dipertimbangkan pada pasien yang akan
menjalani pembedahan segera (darurat), bila kadar Hb < 6g/dL>Ada juga yang
menyebutkan, jika kadar Hb <10gr/dl,>3Transfusi tukar merupakan jenis transfusi
darah yang secara khusus dilakukan pada neonatus, dapat dilakukan dengan darah
lengkap segar, dapat pula dengan sel darah merah pekat(SDMP) /
mampat(SDMM). 18
Transfusi tukar ini diindikasikan terutama pada neonatus dengan ABO
incompatibility atau hiperbilirubinemia yang tidak memberikan respon adekuat
dengan terapi sinar. Indikasi yang lebih jarang adalah DIC / pengeluaran toksin
seperti pada sepsis. 19
Biasanya satu/ dua volume darah diganti.17Faktor-faktor lain yang perlu
dipertimbangkan dalam memberikan transfusi selain kadar Hb adalah: (1)Gejala,
tanda, dan kapasitas vital dan fungsional penderita, (2)Ada atau tidaknya penyakit
kardiorespirasi atau susunan saraf pusat, (3)Penyebab dan antisipasi anemia,
(4)Ada atau tidaknya terapi alternatif lain1Pedoman untuk transfusi pada anak dan
remaja serupa dengan pada dewasa (lihat tabel 3.2) Untuk neonatus, tidak ada
indikasi transfusi eritrosit yang jelas disepakati, biasanya, pada neonatus eritrosit
diberikan untuk mempertahankan Hb, berdasarkan status klinisnya17,18
Pilihan produk eritrosit untuk anak dan remaja adalah suspensi standar
eritrosit yang dipisahkan dari darah lengkap dengan pemusingan dan disimpan
dalam antikoagulan/medium pengawet pada nilai hematokrit kira-kira 60%. Dosis
biasa adalah 10 – 15 ml/Kg, tetapi volume transfusi sangat bervariasi, tergantung
pada keadaan klinis (misalnya perdarahan terus menerus atau hemolisis). Untuk
neonatus, produk pilihan adalah konsentrat PRC (Ht 70 – 90%) yang diinfuskan
perlahan-lahan (2 – 4 jam) dengan dosis kira-kira 15 ml/KgBB.
3. Tranfusi Suspensi Trombosit
Suspensi trombosit dapat diperoleh dari 1 unit darah lengkap segar
donor tunggal, atau dari darah donor dengan cara/ melalui tromboferesis.
Komponen ini masih mengandung sedikit sel darah merah, leukosit, dan

34
plasma. Komponen ini ditransfusikan dengan tujuan menghentikan
perdarahan karena trombositopenia, atau untuk mencegah perdarahan yang
berlebihan pada pasien dengan trombositopenia yang akan mendapatkan
tindakan invasive.8,7
4. Tranfusi Plasma Segar Beku (fresh frozen plasma)
Plasma segar beku adalah bagian cair dari darah lengkap yang
dipisahkan kemudian dibekukan dalam waktu 8 jam setelah pengambilan
darah. Hingga sekarang, komponen ini masih diberikan untuk defisiensi
berbagai factor pembekuan. (Bila ada/ tersedia, harus diberikan factor
pembekuan yang spesifik sesuai dengan defisiensinya).17,18
Plasma beku segar ditransfusikan untuk mengganti kekurangan
protein plasma yang secara klinis nyata, dan defisiensi faktor pembekuan
II, V, VII, X dan XI. Kebutuhan akan plasma beku segar bervariasi
menurut faktor spesifik yang akan diganti.17
Komponen ini dapat diberikan pada trauma dengan perdarahan hebat atau
renjatan (syok), penyakit hati berat, imunodefisiensi tanpa ketersediaan
preparat khusus, dan pada bayi dengan enteropati disertai kehilangan
protein (protein losing enteropathy). Meskipun demikian, penggunaan
komponen ini sekarang semakin berkurang. Dan bila diperlukan, maka
dosisnya 20-40 ml/ kgBB/hari.
Indikasi lain transfusi plasma beku segar adalah sebagai cairan
pengganti selama penggantian plasma pada penderita dengan purpura
trombotik trombositopenik atau keadaan lain dimana plasma beku segar
diharapkan bermanfaat, misalnya tukar plasma pada penderita dengan
perdarahan dan koagulopati berat. Transfusi plasma beku segar tidak lagi
dianjurkan untuk penderita dengan hemofilia A atau B yang berat, karena
sudah tersedia konsentrat faktor VIII dan IX yang lebih aman. Plasma
beku segar tidak dianjurkan untuk koreksi hipovolemia atau sebagai terapi
pengganti imunoglobulin karena ada alternatif yang lebih aman, seperti
larutan albumin atau imunoglobulin intravena.

35
BAB III

KESIMPULAN

Syok hemoragik adalah suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun


dan menyebabkan inadekuatnya hantaran oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel.

36
Yang ditandai dengan penurunan volume darah, akral dingin, pucat, takikardi,
hipotensi dan penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan syok hemoragik pada saat operasi yang terpenting adalah
segera menggatikan cairan atau darah akibat syok tersebut. Karena penanganan
yang terlambat dapat merusak organ tubuh pasien seperti ginjal,jantung bahkan
otak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sunatrio, 1997, Terapi Cairan untuk Resusitasi Pasien Traumatik, dalam


Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in Traumatic Patients, Bagian
Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.

37
2. Krausz, Michael M; 2006; Initial Resuscitation of Hemorrhagic Shock; Israel :
Department of Surgery A, Rambam Medical Center, and the Technion-Israel
Institute of Technology, P.O.B 9602, Haifa 31096;
3. Sudoyo, A. Setiyohadi, B. Alwi, I. Setiati, S. Simadibrata, M. Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 1. Edisi ke-4. Jakarta : 2006.
4. Ganong, W. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : ECG; 2002
5. Guyton, A. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta : ECG; 1997
6. American College of Surgeons Commite On Trauma. Advanced Trauma Life
Support for Doctors. United of States of America; 2004
7. Leksana, Ery; 2010; Terapi Cairan dan Darah; Semarang; SMF/Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, RSUP Dr. Kariadi / Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; Diunduh dari :
8. Heitz U, Horne MM. Fluid; 2005; Electrolyte and Acid Base Balance. 5th ed.
Missouri: Elsevier-mosby;.p3-227; Dikutip dari : Hartanto, Widya W; 2007;
Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi
Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran;
9. Hartanto, Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif;
Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran;
10. Wirjoatmodjo, Karjadi; 2000; Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar
untuk Pendidikan S1 Kedokteran; Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
11. Banks JB, Meadows S. Intravenous Fluids for Children with Gastroenteritis.
Clinical Inquiries, American Family Physician, January 1 2005. American
Academy of Family Physicians.
12. Morgan G.E, et al. Clinical Anesthesiology. Fourth edition. New York: Lange
Medical Books – McGraw Hill Companies. 2006: 662-689
13. Steven, Parks N; 2004; Advanced Trauma Life Support (ATLS) For Doctors;
Jakarta : Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI).
14. Martin S. Intravenous Therapy. Nova Southeastern University PA Program
15. Latief, Said A, dkk; 2002; Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua:
Dikutip dari: Transfusi Darah pada Pembedahan; Jakarta, Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
16. Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu
Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics), 1996, Jakarta, EGC, volume
2, Edisi 15, halaman: 1727-1732.
17. Ramelan S, Gatot D, Transfusi Darah Pada Bayi dan Anak dalam Pendidikan
Kedokteran berkelanjutan (Continuing Medical Education) Pediatrics
Updates, 2005, Jakarta, IDAI cabang Jakarta, halaman: 21-30

18. Sudarmanto B, Mudrik T, AG Sumantri, Transfusi Darah dan Transplantasi


dalam Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak, 2005, Jakarta, Balai Penerbit
IDAI, halaman: 217-225

38
19. Gary, R Strange, William R, Steven L, 2002, Pediatric Emergency Medicine,
2nd edition. Boston: Mc Graw Hill, halaman: 527-529

39

Anda mungkin juga menyukai