Memo #1
Date : 1 Oktober 2016
To : Jonosuhartono1@gmail.com
From : Linda Claudia Lestari (14-2013-031) ; Raden Hartiyoso Kusuma Ningrat (14-2013-
088) ; Duwi Ahmad Safari (14-2014-002)
Re : Production of Algae Biomass to Biofuels
Sub : 16_A_Process Design and Economics for The Conversion of Algae Biomass to
Biofuels_memo#1
Executive Summary
PT. Solid Corporation Indonesia adalah suatu perusahaan yang memiliki komitmen
untuk penyediaan bahan bakar alternatif yang terbarukan dan ramah lingkungan. Sesuai
dengan isu pemanasan global dan kelangkaan akan bahan bakar fosil kami berupaya
untuk membantu ketersediaan bahan bakar cair dalam menyongsong pembangunan
nasional sehingga terwujud kemandirian ekonomi. Solid corporation memiliki produk
utama berupa bahan bakar cair dalam bentuk biogasolin dan biosolar. Biogasolin dan
biosolar adalah bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil yang diperuntukan
bagi mesin otto dan mesin diesel.
Sebagai negara yang di lintasi garis equator tentunya Indonesia akan selalu
mendapatkan cahaya matahari selama hampir setahun penuh sehingga sangat mudah
untuk ditumbuhi tanaman baik tanaman tingkat tinggi ataupun tanaman tingkat rendah.
Salah satu jenis tanaman tingkat rendah yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif
pengganti bahan bakar fosil adalah golongan alga. Berbeda dengan bahan baku alternatif
pengganti bahan bakar fosil lainnya, alga merupakan tanaman yang memiliki media
tanam yang berbeda yaitu berupa air.
Project background
Seiring dengan meningkatnya aktifitas sektor ekonomi dan semakin membaiknya
kondisi ekonomi masyarakat Indonesia, energi sebagai salah satu faktor penting
pendorong pertumbuhan ekonomi cenderung terus mengalami pertumbuhan selama
beberapa tahun terakhir. Hal tersebut tentunya akan mendorong konsumsi bahan bakar
minyak(BBM) di Indonesia yang selama ini di dominasi oleh bahan bakar fosil.
Berdasarkan data kementrian Energi dan Sumberdaya Alam (ESDM) cadangan minyak
bumi di Indonesia terus menurun untuk tiap tahunnya, pada Tahun 2011 dilaporkan
cadangan minyak bumi di Indonesia berada pada angka 7,73 miliar barel dan
diperkirakan ketersediaan cadangan minyak bumi di Indonesia saat ini hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan minyak bumi Indonesia hingga 18 tahun ke depan.(ESDM, 2012)
Pada tahun 2014 kebutuhan bahan bakar minyak terbesar adalah kebutuhan akan bensin
dan solar. Kebutuhan bahan bakar jenis premium dan solar pada tahun tersebut adalah
masing masing 29.707.002,00 KL dan 32.673.230,00 KL. (ESDM, 2015)
Jika keadaan ini terus berlanjut dapat dipastikan bahwa beberapa tahun
mendatang akan terjadi kelangkaan BBM di Indonesia terutama bahan bakar jenis
premium dan solar apabila tidak didapatkan bahan bakar alternatif pengganti bahan
bakar fosil. Salah satu energi alternatif yang harus dikembangkan oleh Indonesia untuk
mengatasi masalah ini adalah pengembangan biofuel mengingat Indonesia memiliki
bahan baku yang melimpah berupa biomassa.
500,000,000
400,000,000
Volume (L)
300,000,000
2014 Premium
200,000,000
2014 Solar
100,000,000 2015 Premium
0 2015 Solar
Juli
Mei
Agustus
Maret
April
Juni
September
November
Januari
Februari
Oktober
Bulan
Gambar 1. Kebutuhan Bahan Bakar Kendaraan Motor dan Mobil Untuk PBBKB 2014-2015
Sumber :Kementrian ESDM Provinsi Jawa Barat, 2015
Dari Gambar 1. Dapat diketahui bahwa kebutuhan akan bahan bakar minyak
untuk Provinsi Jawa Barat cukup tinggi untuk dua tahun terakhir yaitu rata rata 360 juta L
untuk premium sedangkan untuk bahan bakar solar sendiri rata rata 50 juta L untuk tiap
tahunnya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan bahan bakar untuk transportasi
ataupun non transportasi.
Tabel 1. Sifat Fisik Premium dan solar sesuai dengan Kep Dirjen Migas No.
313.K/10/DJM.T/2013 dan No. 978.K/10/DJM.S/2013
Jenis Bahan Bakar
No. Sifat Fisik Premium Solar
Min. Maks. Min. Maks.
Densitas @ 15oC
1 715 770 815 860
(Kg/m3)
2 Viskositas @ 40oC - - 2,0 4,5
Secara umum kapasitas produksi untuk menghasilkan bahan bakar biogasolin dan
biosolar sebesar 2.400.000 ton/tahun. Luas area total pabrik adalah 15 hektar, yang mana
85% luas areanya merupakan area kultivasi untuk pembiakan mikroalga. Bahan baku
pembuatan biogasolin dan biosolar ialah mikroalga dengan golongan alga hijau
(Cholorophyta sp.) sebanyak 39610,368 kg/hari. Kebutuhan utilitas air mencapai 57,000
m3/ton produk dan kebutuhan listrik mencapai 30 kW/ton. Penentuan kapasitas ini
berdasarkan data statistik dari kebutuhan energi berupa bahan bakar di Indonesia.
Raw Material
1. Air Limbah dari Tambak Udang
Tingkat pencemaran lingkungan yang disebabkan pembuangan air limbah tambak
udang di sejumlah lokasi makin mengkhawatirkan, karena saat ini masih terdapat
banyak kandungan nitrogen di dalamnya. Untuk itu perlu pengolahan lebih lanjut
dalam memanfaatkan limbah buangan dari tambak udang.
2. Hidrogen
Hidrogen yang akan dipergunakan saat proses biomass menjadi biogasolin dan
biosolar di PT Solid Corporation berasal dari PT Air Liquide Indonesia di Cilegon
dengan kapasitas produksi 120.450.000 kg/tahun. Senyawa hidrogen relatif langka
dijumpai secara alami di bumi, dan biasanya dihasilkan secara industri dari
berbagai senyawa hidrokarbon.
Tabel 2. Sifat fisik dan kimia Hidrogen
Warna Tak berwarna
Fase Gas
Massa Jenis (0oC ; 101,325 kpa) 0,08988 g/L
Titik Lebur 13,99 K ; -259,16 oC ; -434,49 oF
Titik Didih 20,271 K ; -252,879 oC ; -423,182 oF
Titik Tripel 13,8033 K (-259oC) ; 7,041 Kpa
Titik kritis 32,938 K ; 1,2858 Mpa
Kalor Peleburan 0,117 kJ/ mol
Kalor Penguapan 0,904 kJ/mol
Kapasitas kalor 28,836 J. Mol / K
3. Karbon dioksida
Karbon dioksida yang akan digunakan saat proses fotosintesis dan ditambahkan
saat di foto bioreaktor berasal dari alam. CO2 berbentuk gas pada keadaan
temperatur dan tekanan standar sehingga dihasilkan dari hewan, tumbuh-
4. Metanol
Metanol yang dibutuhkan dalam proses pembuatan biogasolin dan biosolar
berasal dari PT. Kaltim Metanol milik Pertamina dengan kapasitas 600.000
ton/tahun. Metanol digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi pemisahan
antara lipid dengan solid untuk menjadi biogasolin dan biosolar.
Production Method
Pengolahan Awal Alga
Pengolahan awal alga merupakan tahap proses yang ditujukan untuk
mempersiapkan alga yang akan diproses untuk tahap selanjutnya (yaitu perolahan tri-
gliserida), di antara lain yaitu:
Kultivasi alga
Penghilangan air dari alga
Pengeringan alga
Produksi minyak alga melalui ekstraksi
1. Kultivasi alga
Secara umum, kultivasi alga dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu sistem terbuka
dan juga sistem tertutup. Pada sistem tertutup, alga dikembangbiakkan dalam
suatu bioreaktor sehingga pengkondisian dapat dilakukan dengan mudah. Selain
itu sistem reaktor akan memberikan bebrapa keuntungan yang lebih diantaranya :
a. Efisiensi lahan yang tinggi
b. Waktu tumbuh alga yang lebih singkat
c. Proses pencampuran antara nutrisi dan karbon dioksida(CO2) lebih mudah
d. Kuantitas alga tetap
e. Resiko kehilangan air dan nutrisi lebih rendah.
(Lousia, 2011)
Tabel. 6 Aspek pertimbangan pemilihan bio reaktor dan sistem operasi kultivasi alga
(sumber :chen dkk, 2011).
No. Metode Sumber Sumber carbon Densitas Jenis
kultivasi energi sel Reaktor yang
digunakan
1 Phototrophic Cahaya Bahan anorganik Rendah Kolam
mathari terbuka
2 Heterotrophic Bahan Bahan organik Tinggi Fermentor
organik konvensional
3 Mixotrophic Cahaya Bahan organik Sedang PFR
matahari
Gambar 4. Ilustrasi bioreaktor segitiga. Kiri : ilustrasi dari hak paten US 20050260553,
demonstrasi plant mikroalga oleh the Red Hawk Power Plant, Arizona Amerika Serikat.
Sumber : Bioenergy Research, 2008
2. Penghilangan Air (Dewatering)
Proses penghilangan air sangat menunjang perolehan biomassa dari alga.
Penghilangan air dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu proses
sedimentasi, flotasi, filtrasi dan sentrifugasi. Jika ditinjau dari pemakaian energi,
proses dengan sentrifugasi paling membutuhkan energi paling banyak (0.9 to 8.0
kWh/m3)dengan efisensi pemisahan yang tinggi( 10%-22%). Sedangkan untuk
proses flotasi dan sedimentasi didaptkan produk solid dengan kadar 0,3 – 5%
dengan konsumsi energi yang rendah yaitu 0,1-2 kWh/m3, namun dalam teknik
menggunakan disolved air flotation konsumsi energi lebih tinggi(1.5- 20 kWh/m3)
akibat laju alir udara yang tinggi sehingga daya kompresor yang digunakan juga
tinggi.Pada proses filtrasi, belt filter press dapat di andalkan karena memiliki
konsumsi energi yang rendah(0.5 kWh/m3) dengan hasil akhir padatan 18%.
(Patrick dkk, 2011)
3. Proses ekstraksi lipid.
Dalam ekstraksi lipid dari alga dapat menggunakan dua metode yaitu ekstraksi
dengan menggunakan dua pelarut organik yang tidak tercampur ataupun dengan
TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono
menggunakan pelarut organik tunggal. Jenis pelarut yang biasa digunakan dalam
ekstraksi lipid antara lain adalah heksana, isopropil alkohol, butanol, metanol dan
juga etanol. Pada proses ekstraksi yang kami lakukan pelarut yang digunakan
adalah etanol mengingat sifat nya yang ramh lingkungan dan ketersediaan yang
melimpah.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam proses penyediaan bahan baku kami
menggambarkan blok diagram proses penyediaan bahan baku lipid dalam gambar.
Catalytic Hydroprocessing
Catalytic hydroprocessing merupakan konversi trigliserida dan lemak-lemak dari alga
menjadi paraffin dan iso-paraffin (nafta, kerosin dan diesel).
Karakteristik Catalytic Hydroprocessing:
Konversi tri-gliserida/lemak-lemak menjadi hidrokarbon.
Pada tekanan (P) dan suhu (T) yang tinggi, menggunakan katalis dengan hidrogen
(H2) berlebih.
Unit catalytic hydrotreatment terdiri dari:
1. Persiapan Umpan (Feed Preparation Section)
Biomassa cair (trigliserida) dicampurkan dengan hidrogen (H2) bertekanan
tinggi (dari recycle gas dengan tambahan make-up hidrogen baru) dan
dipanaskan (preheated) sebelum memasuki reaktor.
2. Reaktor (Reactor Section)
Terdiri dari dua sesi reaktor, yaitu:
Mild Hydrotreating Reactor
Main Hydrotreating Reactions Reactor
Pada setiap reaktor terdiri atas dua atau lebih catalytic beds untuk
mempertahankan profil suhu yang konstan pada sepanjang reaktor.
3. Pemisahan Produk (Separator Section)
Produk hasil dari reaktor memasuki separator section, dimana:
Setelah didinginkan memasuki High Pressure Separator (HPS) flash
drum dengan porsi terbesar dari gas dan produk cair terpisahkan.
Mekanisme Reaksi
1. Cracking
Cracking trigliserida menjadi kandungan asam lemak (carboxylic acids) yang ada
dan propana. Reaksinya sebagai berikut:
Namun pada reaksi cracking lainnya juga dapat terjadi bergantung pada jenis
molekul yang terkandung dalam feedstock dengan reaksi sebagai berikut:
Proses heteroatom removal lainnya seperti S dan N menghasilkan H2S dan NH3.
4. Isomerisasi (Isomerization)
Meskipun paraffin rantai lurus memiliki cetane number yang lebih tinggi, heating
value dan stabilitias oksidasi yang lebih baik, namun memiliki sifat fisik yang sulit
mengalir. Untuk memperbaiki sifat sulit mengalirnya tersebut, reaksi isomerisasi
pun diperlukan, yang secara normal diselenggarakan pada reaktor/tahap kedua
yang mana pada kedua reaktor tersebut membutuhkan katalis yang berbeda.
Beberapa contoh dari reaksi isomerisasi adalah sebagai berikut:
Katalis Hydroprocessing
Material katalitik yang digunakan memiliki dua peran yaitu memicu terjadinya reaksi
hidrogenasi dan cracking/isomerisasi.
Katalis untuk reaksi hidrogenasi antara lain logam-logam aktif seperti Mo, Ni, Co,
Pd, Pt.
Parameter Operasi
1. Temperatur Operasi
Reaktor catalytic hydrotreating dan hydrocracking beroperasi antara 290-450oC.
Rentang temperatur dipilih berdasarkan tipe katalis dan tipe umpan yang akan
diproses. Pada tahap/kondisi awal katalis, temperatur diatur rendah karena
aktivitas katalis masih sangat tinggi. Seiring dengan berjalannya waktu reaksi,
katalis terdeaktivasi sehingga temperatur harus kian dinaikkan secara teratur
untuk mengimbangi dan mengatasi hal tersebut agar dapat mempertahankan
perolehan produk dan kualitas yang diinginkan.
2. Tekanan Parsial Hidrogen
Tekanan parsial hidrogen sangat berpengaruh pada reaksi hydrotreating sama
halnya seperti deaktivasi katalis. Deaktivasi katalis berbanding terbalik dengan
tekanan parsial hidrogen dan dengan laju umpan hidrogen. Namun, tekanan
parsial hidrogen yang tinggi akan merdampak pada kebutuhan biaya operasional
yang lebih tinggi pula. Tekanan parsial hidorgen harus diimbangi dengan aktivitas
dan usia katalis untuk mengoptimasi keseluruhan proses.
3. Liquid Hourly Space Velocity (LHSV)
LHSV didefinisikan sebagai perbandingan antara laju umpan massa cair (g/h)
dengan massa katalis (g) dan menjadi h-1. Terlihat bahwa kenalikan dari LHSV
adalah waktu tinggal dari umpan cair dalam reaktor . Pada dasarnya semakin
tinggi LHS
V, maka akan semakin sedikit waktu yang tersedia untuk campuran reaksi kontak
dengan katalis, sehingga konversi reaksi akan menjadi kecil. Namun,
mempertahankan LHSV yang besar akan berdampak pada degradasi katalis yang
lebih cepat.
4. Laju Umpan Hidrogen
Laju umpan hidrogen merupakan parameter lain yang sangat penting yang juga
mendefinisikan tekanan parsial hidrogen bergantung pada konsumsi hidrogen dari
setiap pengaplikasian. Hal ini juga berkaitan dengan laju heteroatom removal dan
Biomassa
Air limbah solid
Foto bioreaktor Dewatering Penguapan air Proses ektraksi
H2O methanol
CO2 Kultur Chlorella sp H2O
Lipid
Pemisahan
pelarut
H2 make up
Gas
Trigliserida/Lipid HPS LPS
Preheater
Kerosene
Diesel
Katalis Hydroprocessing yang digunakan memiliki dua peran yaitu memicu terjadinya
reaksi hidrogenasi dan cracking/isomerisasi.
Katalis untuk reaksi hidrogenasi antara lain logam-logam aktif seperti Mo, Ni, Co,
Pd, Pt.
Katalis untuk cracking dan isomerisasi antara lain oksida-oksida amfoter pada
kondisi/lingkungan yang asam seperti SiO2-Al2O3, crystaline zeolites (z-zeolites).
Refference
BioEnergy Research. 2008. Second Generation Biofuels :High Efficiency Microalgae
for Biodiesel Production.Springer.
Chun-Yen, Chen; Yeh , Kuei-Ling; Aisyah, Rifka; Lee, Duu-Jong; Chang, Jo-Shu.2011.
Cultivation, photobioreactor design and harvesting of microalgae for biodiesel production:
A critical review. Taiwan: Elsevier.
Dirjen migas, 2013. Keputusan Dirjen Migas No. 313.K/10/DJM.T/2013 dan No.
978.K/10/DJM.S/2013. Jakarta : Dirjen Migas.
ESDM, 2015. Perhitungan Volume Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk PBBKB
2014/2015. Jakarta : Kementrian energi dan sumber daya mineral.
Gouveia, Luisa. 2011. Microalgae as a feedstock for biofuels. Lisbon : Springer.
Patrick E., Wiley; Campbell, J. Elliott; McKuin, Brandi. 2011. Production of Biodiesel
and Biogas from Algae: A Review of Process Train Options. California : University of
California at Merced.