Anda di halaman 1dari 20

PT.

SOLID CORPORATION INDONESIA

Memo #1
Date : 1 Oktober 2016
To : Jonosuhartono1@gmail.com
From : Linda Claudia Lestari (14-2013-031) ; Raden Hartiyoso Kusuma Ningrat (14-2013-
088) ; Duwi Ahmad Safari (14-2014-002)
Re : Production of Algae Biomass to Biofuels
Sub : 16_A_Process Design and Economics for The Conversion of Algae Biomass to
Biofuels_memo#1

Executive Summary
PT. Solid Corporation Indonesia adalah suatu perusahaan yang memiliki komitmen
untuk penyediaan bahan bakar alternatif yang terbarukan dan ramah lingkungan. Sesuai
dengan isu pemanasan global dan kelangkaan akan bahan bakar fosil kami berupaya
untuk membantu ketersediaan bahan bakar cair dalam menyongsong pembangunan
nasional sehingga terwujud kemandirian ekonomi. Solid corporation memiliki produk
utama berupa bahan bakar cair dalam bentuk biogasolin dan biosolar. Biogasolin dan
biosolar adalah bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil yang diperuntukan
bagi mesin otto dan mesin diesel.
Sebagai negara yang di lintasi garis equator tentunya Indonesia akan selalu
mendapatkan cahaya matahari selama hampir setahun penuh sehingga sangat mudah
untuk ditumbuhi tanaman baik tanaman tingkat tinggi ataupun tanaman tingkat rendah.
Salah satu jenis tanaman tingkat rendah yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif
pengganti bahan bakar fosil adalah golongan alga. Berbeda dengan bahan baku alternatif
pengganti bahan bakar fosil lainnya, alga merupakan tanaman yang memiliki media
tanam yang berbeda yaitu berupa air.

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


Dengan curah hujan yang tinggi yaitu 150 mm untuk setiap tahunnya tentunya
indonesia sangat berpotensial sebagai penghasil bahan bakar alternatif dari alga. (BMKG,
2014)
PT. Solid Corporation Indonesia akan didirikan mulai dari tahun 2020 berlokasi di
Cirebon dengan kapasitas bahan bakar yang dihasilkan sebesar 2.400.000 ton/tahun. Luas
area total pabrik adalah 15 hektar, yang mana 85% luas areanya merupakan area kultivasi
untuk pembiakan mikroalga. Bahan baku pembuatan biogasolin dan biosolar ialah
mikroalga dengan golongan alga hijau (Cholorophyta sp.) sebanyak 39610,368 kg/hari.
Kebutuhan utilitas air mencapai 57,000 m3/ton produk dan kebutuhan listrik mencapai 30
kW/ton.

Project background
Seiring dengan meningkatnya aktifitas sektor ekonomi dan semakin membaiknya
kondisi ekonomi masyarakat Indonesia, energi sebagai salah satu faktor penting
pendorong pertumbuhan ekonomi cenderung terus mengalami pertumbuhan selama
beberapa tahun terakhir. Hal tersebut tentunya akan mendorong konsumsi bahan bakar
minyak(BBM) di Indonesia yang selama ini di dominasi oleh bahan bakar fosil.
Berdasarkan data kementrian Energi dan Sumberdaya Alam (ESDM) cadangan minyak
bumi di Indonesia terus menurun untuk tiap tahunnya, pada Tahun 2011 dilaporkan
cadangan minyak bumi di Indonesia berada pada angka 7,73 miliar barel dan
diperkirakan ketersediaan cadangan minyak bumi di Indonesia saat ini hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan minyak bumi Indonesia hingga 18 tahun ke depan.(ESDM, 2012)
Pada tahun 2014 kebutuhan bahan bakar minyak terbesar adalah kebutuhan akan bensin
dan solar. Kebutuhan bahan bakar jenis premium dan solar pada tahun tersebut adalah
masing masing 29.707.002,00 KL dan 32.673.230,00 KL. (ESDM, 2015)
Jika keadaan ini terus berlanjut dapat dipastikan bahwa beberapa tahun
mendatang akan terjadi kelangkaan BBM di Indonesia terutama bahan bakar jenis
premium dan solar apabila tidak didapatkan bahan bakar alternatif pengganti bahan
bakar fosil. Salah satu energi alternatif yang harus dikembangkan oleh Indonesia untuk
mengatasi masalah ini adalah pengembangan biofuel mengingat Indonesia memiliki
bahan baku yang melimpah berupa biomassa.

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


Untuk pemasaran produk dari PT. Solid Corporation Indonesia sendiri di
rencanakan pada wilayah Provinsi Jawa Barat. Mengingat Lokasi dari perusahan kami
yang berada di Provinsi Jawa Barat, kami akan terus berupaya untuk meningkatkan
kuantitas produk kami sehingga dapat mencukupi kebutuhan Bahan bakar minyak tidak
hanya di jawa barat. Kebutuhan Bahan bakar minyak di jawa barat dapat dilihat pada
gambar 1.

500,000,000

400,000,000
Volume (L)

300,000,000
2014 Premium
200,000,000
2014 Solar
100,000,000 2015 Premium

0 2015 Solar
Juli
Mei

Agustus
Maret
April

Juni

September

November
Januari
Februari

Oktober

Bulan

Gambar 1. Kebutuhan Bahan Bakar Kendaraan Motor dan Mobil Untuk PBBKB 2014-2015
Sumber :Kementrian ESDM Provinsi Jawa Barat, 2015

Dari Gambar 1. Dapat diketahui bahwa kebutuhan akan bahan bakar minyak
untuk Provinsi Jawa Barat cukup tinggi untuk dua tahun terakhir yaitu rata rata 360 juta L
untuk premium sedangkan untuk bahan bakar solar sendiri rata rata 50 juta L untuk tiap
tahunnya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan bahan bakar untuk transportasi
ataupun non transportasi.

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


Gambar 2. Proyeksi kebutuhan energi final Indonesia di sektor transportasi (BPPT,2016)

Gambar 2 menunjukkan bahwa kebutuhan energi di sektor transportasi masih


bergantung pada bahan bakar cair terutama bensin dan minyak solar. Hal ini sejalan
dengan peningkatan jumlah kebutuhan bahan bakar kendaraan motor dan mobil pada
gambar 1.
Sebagai perusahaan yang memiliki daya saing tentunya PT. Solid Corporation
Indonesia akan selalu mengedepankan kepuasan pelanggan kami. PT. Solid corporation
Indonesia menargetkan kualitas produk yang mendekati standar mutu untuk bahan bakar
premium dan solar sesuai dengan Keputusan Direktur Jendral minyak dan Gas Bumi No.
313.K/10/DJM.T/2013 dan No. 978.K/10/DJM.S/2013. Adapun spesifikasi sifat fisik
premium dan solar sesuai keputusan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Sifat Fisik Premium dan solar sesuai dengan Kep Dirjen Migas No.
313.K/10/DJM.T/2013 dan No. 978.K/10/DJM.S/2013
Jenis Bahan Bakar
No. Sifat Fisik Premium Solar
Min. Maks. Min. Maks.
Densitas @ 15oC
1 715 770 815 860
(Kg/m3)
2 Viskositas @ 40oC - - 2,0 4,5

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


(mm2/s)
3 Bilangan oktana 90 - --
4 Bilangan cetana - - 45 -
Kandungan sulfur
5 - 500 - 3000
(ppm)
Kandungan sedimen
6 - 1 - 100
(ppm)
Distilasi 90%
7 - 180 - 370
penguapan (oC)
Bil asam
8 - - - 0,6
(mg KOH/ g)
9 Titik Nyala (oC) - - 52 -
10 Titik Ruang (oC) - - - 18
Kandungan Oksigen
11 - 27000 - -
(ppm)
12 Warna Hijau 3,0 (No.ASTM)

Secara umum kapasitas produksi untuk menghasilkan bahan bakar biogasolin dan
biosolar sebesar 2.400.000 ton/tahun. Luas area total pabrik adalah 15 hektar, yang mana
85% luas areanya merupakan area kultivasi untuk pembiakan mikroalga. Bahan baku
pembuatan biogasolin dan biosolar ialah mikroalga dengan golongan alga hijau
(Cholorophyta sp.) sebanyak 39610,368 kg/hari. Kebutuhan utilitas air mencapai 57,000
m3/ton produk dan kebutuhan listrik mencapai 30 kW/ton. Penentuan kapasitas ini
berdasarkan data statistik dari kebutuhan energi berupa bahan bakar di Indonesia.

Raw Material
1. Air Limbah dari Tambak Udang
Tingkat pencemaran lingkungan yang disebabkan pembuangan air limbah tambak
udang di sejumlah lokasi makin mengkhawatirkan, karena saat ini masih terdapat
banyak kandungan nitrogen di dalamnya. Untuk itu perlu pengolahan lebih lanjut
dalam memanfaatkan limbah buangan dari tambak udang.

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


PT Solid Corporation Indonesia akan memanfaatkan air limbah buangan dari
tambak udang sebagai budidaya algae yang akan diproses menjadi bahan bakar
biogasoline dan biosolar. Dikarenakan air limbah tambak tidak boleh dibuang
langsung ke alam maka harus di sterilkan dahulu, setelah disterilkan maka akan
dapat digunakan sebagai budidaya alga. Tambak udang yang terdapat di cirebon
dengan menghasilkan 100 hektar area tambak udang setiap tahunnya. Hal ini akan
memberikan target produksi yang baik terhadap PT Solid Corporation.

2. Hidrogen
Hidrogen yang akan dipergunakan saat proses biomass menjadi biogasolin dan
biosolar di PT Solid Corporation berasal dari PT Air Liquide Indonesia di Cilegon
dengan kapasitas produksi 120.450.000 kg/tahun. Senyawa hidrogen relatif langka
dijumpai secara alami di bumi, dan biasanya dihasilkan secara industri dari
berbagai senyawa hidrokarbon.
Tabel 2. Sifat fisik dan kimia Hidrogen
Warna Tak berwarna
Fase Gas
Massa Jenis (0oC ; 101,325 kpa) 0,08988 g/L
Titik Lebur 13,99 K ; -259,16 oC ; -434,49 oF
Titik Didih 20,271 K ; -252,879 oC ; -423,182 oF
Titik Tripel 13,8033 K (-259oC) ; 7,041 Kpa
Titik kritis 32,938 K ; 1,2858 Mpa
Kalor Peleburan 0,117 kJ/ mol
Kalor Penguapan 0,904 kJ/mol
Kapasitas kalor 28,836 J. Mol / K

3. Karbon dioksida
Karbon dioksida yang akan digunakan saat proses fotosintesis dan ditambahkan
saat di foto bioreaktor berasal dari alam. CO2 berbentuk gas pada keadaan
temperatur dan tekanan standar sehingga dihasilkan dari hewan, tumbuh-

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


tumbuhan, fungi dan mikroorganisme. Karbon dioksida yang didapatkan dari
udara sekitar 850.000 ton/tahun.

Tabel 3. Sifat fisik dan kimia karbon dioksida


Rumus Molekul CO2
Massa molar 44,0095 g/mol
Densitas 1,98 g/L (gas)
Titik lebur -57 oC
Titik didih -78 oC
Kelarutan dalam air 1,45 g/L
Keasaman (pKa) 6,35 dan 10,33
Viskositas 0,07 cP pada -78 oC

4. Metanol
Metanol yang dibutuhkan dalam proses pembuatan biogasolin dan biosolar
berasal dari PT. Kaltim Metanol milik Pertamina dengan kapasitas 600.000
ton/tahun. Metanol digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi pemisahan
antara lipid dengan solid untuk menjadi biogasolin dan biosolar.

Tabel 4. Sifat fisik dan kimia methanol


Rumus molekul CH3OH
Massa molar 32,04 g/mol
Densitas 0,7918 g/cm3 (cair)
Titik lebur -97oC ; -142,9 oF
Titik didih 64,7 oC ; 148,4 oF
Keasaman (pKa) 15,5
Viskositas 0,59 mPa.s pada 20oC

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


Site Selections
Lokasi pabrik merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses pendirian
sebuah pabrik. Beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar penentu letak pabrik antara
lain :
1. Penyediaan bahan baku dan pemasaran produk
2. Ketersediaan air
3. Ketersediaan tenaga kerja
4. Kondisi geografis dan sosial
5. Transportasi
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas pabrik produksi bahan bakar
biogasolin dan biosolar akan di dirikan di salah satu tempat antara Cirebon Jawa Barat,
Bantaeng Sulawesi Selatan atau Tulang Bawang Lampung. Berdasarkan ketiga tempat
tersebut pertimbangan aspek dari masing-masing tempat dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Pemilihan Tempat Pabrik Biogasolin dan Biosolar


Factors Cirebon Bantaeng Tulang Bawang
Air limbah dari Tambak Air limbah dari Tambak
Air limbah dari Tambak Udang
udang seluas 100.000.000 Udang seluas
seluas 750.000.000 m2
m2 160.000.000 m2
H2 dari PT Air Liquide
Indonesia H2 dari PT Air Liquide H2 dari PT Air Liquide
Proximity to raw
H2 dari PT Joko Energy Indonesia Indonesia
materials
Indonesia
Methanol dari PT. Kaltim Metanol milik Pertamina
PT. Kaltim Methanol
Metanol milik Pertamina dengan kapasitas 600.000
Industrial dengan kapasitas
dengan kapasitas 600.000 ton/tahun
300.000 ton/tahun
ton/tahun
Ketersediaan
25 hektar 20 hektar 23 Hektar
lahan pabrik
Proximity to Kendaraan umum (Mobil dan Kendaraan umum (Mobil Kendaraan umum (Perahu,
product market Motor) dan Motor) Mobil)

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


PT Euroasiatic Jaya
Kawasan Industri Makassar
PT Sinergi Mitra Sukses PT. Bukit Asam
(KIMA)
PT Joko Energy Indonesia
Jalan Lintas Timur
Infrastructures Jalan Pantura Darat
Sumatera (168 Km)
Laut Jawa Laut Flores Pelabuhan Panjang
Listrik : PT . Cirebon Electric Listrik : PT Bantaeng Sigma Listrik : PT . PLN Persero
Utilities
Power sebesar 3000MW Energi 2000MW (85,6 Km)
Air : PDAM Kota Cirebon Air : PDAM Eremerasa Air : Sungai Mesuji
1.600.000 m3/tahun 1.400.000 m3/tahun
Tenaga Kerja 1.081.331 jiwa 37.088 jiwa 77.577 jiwa

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas lokasi pabrik yang digunakan


adalah Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat, dengan bahan pertimbangan diantaranya:
1. Sumber bahan baku utama yang dekat dengan lokasi pabrik.
2. Lokasi pabrik yang cukup strategis sehingga memudahkan distribusi ke Pulau
Jawa, Sumatera dan Sulawesi.
3. Transportasi dapat dilakukan di darat maupun di laut.
4. Banyaknya jumlah tenaga kerja yang diambil dari daerah sekitar pabrik
sehingga mengurangi angka pengangguran, dan juga memperluas lapangan
pekerjaan. Untuk tenaga kerja profesional dapat mengambil lulusan perguruan
tinggi di Pulau Jawa.
5. Sumber air dan listrik yang tersedia cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan
pabrik, disertai fasilitas pendidikan dan kesehatan yang cukup menunjang.

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


Gambar 3. Lokasi pabrik PT. Solid Corporation Indonesia

Production Method
Pengolahan Awal Alga
Pengolahan awal alga merupakan tahap proses yang ditujukan untuk
mempersiapkan alga yang akan diproses untuk tahap selanjutnya (yaitu perolahan tri-
gliserida), di antara lain yaitu:
 Kultivasi alga
 Penghilangan air dari alga
 Pengeringan alga
 Produksi minyak alga melalui ekstraksi
1. Kultivasi alga
Secara umum, kultivasi alga dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu sistem terbuka
dan juga sistem tertutup. Pada sistem tertutup, alga dikembangbiakkan dalam
suatu bioreaktor sehingga pengkondisian dapat dilakukan dengan mudah. Selain
itu sistem reaktor akan memberikan bebrapa keuntungan yang lebih diantaranya :
a. Efisiensi lahan yang tinggi
b. Waktu tumbuh alga yang lebih singkat
c. Proses pencampuran antara nutrisi dan karbon dioksida(CO2) lebih mudah
d. Kuantitas alga tetap
e. Resiko kehilangan air dan nutrisi lebih rendah.
(Lousia, 2011)

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


Pada proses pengembangiakan alga, terdapat beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan. Aspek tersebut di antara nya mengenai beberapa jenis
bioreaktor, suplai karbon dioksida , dan tentunya performance dari reaktor
tersebut. Sebagai bahan pertimbangan kami melampirkan beberapa penelitian
mengenai bioreaktor untuk alga jenis chlorella.

Tabel. 6 Aspek pertimbangan pemilihan bio reaktor dan sistem operasi kultivasi alga
(sumber :chen dkk, 2011).
No. Metode Sumber Sumber carbon Densitas Jenis
kultivasi energi sel Reaktor yang
digunakan
1 Phototrophic Cahaya Bahan anorganik Rendah Kolam
mathari terbuka
2 Heterotrophic Bahan Bahan organik Tinggi Fermentor
organik konvensional
3 Mixotrophic Cahaya Bahan organik Sedang PFR
matahari

Tabel 7. Pengaruh karbondioksida dan suhu pada bioreaktor pada kultivasi


beberapa mikroalga (Wang dkk, 2008).
No. Spesies alga Kadar CO2(%) Suhu(oC Produktivitas
) biomasssa (g/L hari)
1 Chlorella kessleri 18 30 0.087
2 Chlorella vulgaris Menggunakan udara 25 0.040
3 Dunaliella 3 27 0.17
4 Haematococcus 16–34 20 0.076
Pluvialis
5 Botryococcus braunii - 25–30 1.1
6 Scenedesmus 18 30 0.14-0.26
obliquus
7 Spirulina sp. 12 30 0.22

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


Berdasarkan kajian beberapa proses kultivasi alga, maka kami akan menggunakan
sistem reaktor dengan sistem mixotropic dan laju udara yang digunakan berasal
dari udara. Sebagai gambaran reaktor kami mengilustrasikan dalam gambar 4.

Gambar 4. Ilustrasi bioreaktor segitiga. Kiri : ilustrasi dari hak paten US 20050260553,
demonstrasi plant mikroalga oleh the Red Hawk Power Plant, Arizona Amerika Serikat.
Sumber : Bioenergy Research, 2008
2. Penghilangan Air (Dewatering)
Proses penghilangan air sangat menunjang perolehan biomassa dari alga.
Penghilangan air dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu proses
sedimentasi, flotasi, filtrasi dan sentrifugasi. Jika ditinjau dari pemakaian energi,
proses dengan sentrifugasi paling membutuhkan energi paling banyak (0.9 to 8.0
kWh/m3)dengan efisensi pemisahan yang tinggi( 10%-22%). Sedangkan untuk
proses flotasi dan sedimentasi didaptkan produk solid dengan kadar 0,3 – 5%
dengan konsumsi energi yang rendah yaitu 0,1-2 kWh/m3, namun dalam teknik
menggunakan disolved air flotation konsumsi energi lebih tinggi(1.5- 20 kWh/m3)
akibat laju alir udara yang tinggi sehingga daya kompresor yang digunakan juga
tinggi.Pada proses filtrasi, belt filter press dapat di andalkan karena memiliki
konsumsi energi yang rendah(0.5 kWh/m3) dengan hasil akhir padatan 18%.
(Patrick dkk, 2011)
3. Proses ekstraksi lipid.
Dalam ekstraksi lipid dari alga dapat menggunakan dua metode yaitu ekstraksi
dengan menggunakan dua pelarut organik yang tidak tercampur ataupun dengan
TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono
menggunakan pelarut organik tunggal. Jenis pelarut yang biasa digunakan dalam
ekstraksi lipid antara lain adalah heksana, isopropil alkohol, butanol, metanol dan
juga etanol. Pada proses ekstraksi yang kami lakukan pelarut yang digunakan
adalah etanol mengingat sifat nya yang ramh lingkungan dan ketersediaan yang
melimpah.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam proses penyediaan bahan baku kami
menggambarkan blok diagram proses penyediaan bahan baku lipid dalam gambar.

Catalytic Hydroprocessing
Catalytic hydroprocessing merupakan konversi trigliserida dan lemak-lemak dari alga
menjadi paraffin dan iso-paraffin (nafta, kerosin dan diesel).
Karakteristik Catalytic Hydroprocessing:
 Konversi tri-gliserida/lemak-lemak menjadi hidrokarbon.
 Pada tekanan (P) dan suhu (T) yang tinggi, menggunakan katalis dengan hidrogen
(H2) berlebih.
 Unit catalytic hydrotreatment terdiri dari:
1. Persiapan Umpan (Feed Preparation Section)
Biomassa cair (trigliserida) dicampurkan dengan hidrogen (H2) bertekanan
tinggi (dari recycle gas dengan tambahan make-up hidrogen baru) dan
dipanaskan (preheated) sebelum memasuki reaktor.
2. Reaktor (Reactor Section)
Terdiri dari dua sesi reaktor, yaitu:
 Mild Hydrotreating Reactor
 Main Hydrotreating Reactions Reactor
Pada setiap reaktor terdiri atas dua atau lebih catalytic beds untuk
mempertahankan profil suhu yang konstan pada sepanjang reaktor.
3. Pemisahan Produk (Separator Section)
Produk hasil dari reaktor memasuki separator section, dimana:
 Setelah didinginkan memasuki High Pressure Separator (HPS) flash
drum dengan porsi terbesar dari gas dan produk cair terpisahkan.

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


 Produk gas yaitu H2 (dari H2 berlebih), CO, CO2, H2S, NH3, H2O
(produk samping).
 Produk cair dari HPS kemudian memasuki flash drum ke-2, yaitu
Low Pressure Separator (LPS) untuk menghilangkan gas residual
yang terkandung dalam produk cair.
 Produk cair diumpankan ke dalam fraksionator untuk dilakukan
fraksionasi.
4. Fraksionasi (Fractionator Section)
Fraksionasi merupakan pemisahan produk akhir ke dalam fraksi titik didih
komponen yang berbeda sehingga menghasilkan produk yang diinginkan
diantaranya off-gas, nafta, kerosin dan diesel. Molekul yang paling berat
dikembalikan (dari bagian bawah/bottom fractionator) ke reactor section
sebgai liquid recycle stream.

Mekanisme Reaksi
1. Cracking
Cracking trigliserida menjadi kandungan asam lemak (carboxylic acids) yang ada
dan propana. Reaksinya sebagai berikut:

Namun pada reaksi cracking lainnya juga dapat terjadi bergantung pada jenis
molekul yang terkandung dalam feedstock dengan reaksi sebagai berikut:

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


(dapat terjadi selama proses catalytic hydroprecessing) dari pyrolysis oil yang
mengandung poliaromatik dan senyawa aromatik.

(pada deoksigenasi asam karboksilat menghasilkan paraffin berrantai panjang)


2. Penjenuhan (Saturation)
Reaksi ini terkait kuat dengan catalytic hydrotreating.
Reaksi penjenuhan yang terjadi sebagai berikut:

(penjenuhan asam karboksilat tak jenuh)

(reaksi penjenuhan yang menghasilkan naphthenes)


hasil dari reaksi ini adalah senyawa hidrokarbon tak jenuh yang lebih tidak aktif
dan tidak berkecenderungan untuk teroksidasi dan berpolimerisasi.
3. Heteroatom Removal
Heteroatom merupakan atom selain C dan H, yaitu S, N dan dalam hal ini umpan
bio-based yaitu O.
Penghilangan oksigen ditujukan karena oksigen memberikan dampak pada:
 Mengurangi stabilitas oksidasi (disebabkan oleh ikatan karboksilat dan
karbonil;

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


 Meningkatkan keasaman dan korosifitas (disebabkan oleh kehadiran H2O)
 Mengurangi heating value dari biofuels
Reaksi heteroatom removal sebagai berikut:

Proses heteroatom removal lainnya seperti S dan N menghasilkan H2S dan NH3.
4. Isomerisasi (Isomerization)
Meskipun paraffin rantai lurus memiliki cetane number yang lebih tinggi, heating
value dan stabilitias oksidasi yang lebih baik, namun memiliki sifat fisik yang sulit
mengalir. Untuk memperbaiki sifat sulit mengalirnya tersebut, reaksi isomerisasi
pun diperlukan, yang secara normal diselenggarakan pada reaktor/tahap kedua
yang mana pada kedua reaktor tersebut membutuhkan katalis yang berbeda.
Beberapa contoh dari reaksi isomerisasi adalah sebagai berikut:

Katalis Hydroprocessing
Material katalitik yang digunakan memiliki dua peran yaitu memicu terjadinya reaksi
hidrogenasi dan cracking/isomerisasi.
 Katalis untuk reaksi hidrogenasi antara lain logam-logam aktif seperti Mo, Ni, Co,
Pd, Pt.

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


 Katalis untuk cracking dan isomerisasi antara lain oksida-oksida amfoter pada
kondisi/lingkungan yang asam seperti SiO2-Al2O3, crystaline zeolites (z-zeolites).

Parameter Operasi
1. Temperatur Operasi
Reaktor catalytic hydrotreating dan hydrocracking beroperasi antara 290-450oC.
Rentang temperatur dipilih berdasarkan tipe katalis dan tipe umpan yang akan
diproses. Pada tahap/kondisi awal katalis, temperatur diatur rendah karena
aktivitas katalis masih sangat tinggi. Seiring dengan berjalannya waktu reaksi,
katalis terdeaktivasi sehingga temperatur harus kian dinaikkan secara teratur
untuk mengimbangi dan mengatasi hal tersebut agar dapat mempertahankan
perolehan produk dan kualitas yang diinginkan.
2. Tekanan Parsial Hidrogen
Tekanan parsial hidrogen sangat berpengaruh pada reaksi hydrotreating sama
halnya seperti deaktivasi katalis. Deaktivasi katalis berbanding terbalik dengan
tekanan parsial hidrogen dan dengan laju umpan hidrogen. Namun, tekanan
parsial hidrogen yang tinggi akan merdampak pada kebutuhan biaya operasional
yang lebih tinggi pula. Tekanan parsial hidorgen harus diimbangi dengan aktivitas
dan usia katalis untuk mengoptimasi keseluruhan proses.
3. Liquid Hourly Space Velocity (LHSV)
LHSV didefinisikan sebagai perbandingan antara laju umpan massa cair (g/h)
dengan massa katalis (g) dan menjadi h-1. Terlihat bahwa kenalikan dari LHSV
adalah waktu tinggal dari umpan cair dalam reaktor . Pada dasarnya semakin
tinggi LHS
V, maka akan semakin sedikit waktu yang tersedia untuk campuran reaksi kontak
dengan katalis, sehingga konversi reaksi akan menjadi kecil. Namun,
mempertahankan LHSV yang besar akan berdampak pada degradasi katalis yang
lebih cepat.
4. Laju Umpan Hidrogen
Laju umpan hidrogen merupakan parameter lain yang sangat penting yang juga
mendefinisikan tekanan parsial hidrogen bergantung pada konsumsi hidrogen dari
setiap pengaplikasian. Hal ini juga berkaitan dengan laju heteroatom removal dan

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


laju reaksi penjenuhan (saturation reaction). Laju umpan hidrogen dioptimasi
bergantung pada kebutuhan sistem.

Process Flow Diagram


Kultivasi Mikroalga dan Pengolahannya Menjadi Trigliserida/Lipids
Methanol

Biomassa
Air limbah solid
Foto bioreaktor Dewatering Penguapan air Proses ektraksi

H2O methanol
CO2 Kultur Chlorella sp H2O
Lipid
Pemisahan
pelarut

Gambar 5. Process Flow Diagram Kultivasi Mikroalga dan Pengolahannya Menjadi


Trigliserida/Lipid
Catalytic Hydroprocessing

H2 make up

Gas
Trigliserida/Lipid HPS LPS
Preheater

Mild Main Fractionator


Hydrotreating Hydrotreating Section
Reactor Reactor Naphtha

Kerosene
Diesel

Gambar 6. Process Flow Diagram Catalytic HydroprocessingTrigliserida/Lipid

Other proposals and recommendations


Pengolahan budidaya algae dilakukan berdasarkan air limbah yang diperoleh dari
tambak udang di Cirebon, Jawa Barat. Dengan melalui tahapan kultivasi maka akan

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


terpisahkan antara lipid dan solid, yang kemudian akan di lanjutkan ke tahap
hydroprocessing.

Katalis Hydroprocessing yang digunakan memiliki dua peran yaitu memicu terjadinya
reaksi hidrogenasi dan cracking/isomerisasi.
 Katalis untuk reaksi hidrogenasi antara lain logam-logam aktif seperti Mo, Ni, Co,
Pd, Pt.
 Katalis untuk cracking dan isomerisasi antara lain oksida-oksida amfoter pada
kondisi/lingkungan yang asam seperti SiO2-Al2O3, crystaline zeolites (z-zeolites).

Refference
BioEnergy Research. 2008. Second Generation Biofuels :High Efficiency Microalgae
for Biodiesel Production.Springer.

BMKG, 2014. Prakiraan Musim Hujan 2014/2015. Jakarta : Badan Meteorologi


Klimatologi dan Geofisika.

BPPT, 2016. Proyeksi kebutuhan energi final Indonesia di sektor transportasi.


Jakarta : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Chun-Yen, Chen; Yeh , Kuei-Ling; Aisyah, Rifka; Lee, Duu-Jong; Chang, Jo-Shu.2011.
Cultivation, photobioreactor design and harvesting of microalgae for biodiesel production:
A critical review. Taiwan: Elsevier.

Dirjen migas, 2013. Keputusan Dirjen Migas No. 313.K/10/DJM.T/2013 dan No.
978.K/10/DJM.S/2013. Jakarta : Dirjen Migas.

Dirjen migas, 2016. Konsumsi/Penjualan BBM.


http://statistik.migas.esdm.go.id/index.php?r=konsumsiBbm/index

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono


ESDM, 2012. Kajiansupply demand energi. Jakarta : Kementrian energi dan sumber
daya mineral.

ESDM, 2015. Perhitungan Volume Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk PBBKB
2014/2015. Jakarta : Kementrian energi dan sumber daya mineral.
Gouveia, Luisa. 2011. Microalgae as a feedstock for biofuels. Lisbon : Springer.

Patrick E., Wiley; Campbell, J. Elliott; McKuin, Brandi. 2011. Production of Biodiesel
and Biogas from Algae: A Review of Process Train Options. California : University of
California at Merced.

Stella Bezergianni.2013.Catalytic Hydroprocessing of Liquid Biomass for Biofuels


Production. Chemical Processes & Energy Resources Institute (CPERI), Centre for
Research & Technology Hellas (CERTH), Thermi-Thessaloniki. Greece:Bezergianni, licence
inTech.

Wang B, Li Wu N, Lan CQ.2008. CO2 bio-mitigation using microalgae. Appl


Microbiology Biotechnology 79:707–718

TK 411 – PLANT DESIGN 2016©Jono Suhartono

Anda mungkin juga menyukai