Anda di halaman 1dari 2

LEGENDA KAWAH SILERI

Tak jauh dari Dieng, ada sebuah kawah alam yang sangat indah. Ia adalah kawah sileri yang
terletak di lereng pegunungan Pagerkandang, di sebelah timur, barat dan utara jalan menuju
desa Bitingan. Disebut kawah Sileri karena air kawah/laharnya berwarna putih keruh seperti
air leri (air bekas cucian beras).

Selain keindahan alam kawah sileri yang mampu membius jutaan penikmat wisata alam,
ternyata tedapat legenda yang sangat menarik untuk ditelisik.

Diceritakan, pada suatu saat hiduplah seorang nenek ahli sihir yang selalu berusaha
memperdalam ilmunya. Dalam usahanya tersebut, nenek tadi tidak mau diganggu oleh segala
keributan di desa-desa sekitarnya. Suatu ketika, nenek sihir mendaki ke gunung dengan
maksud untuk bersemedi dan bertapa, berbekal tongkat wasiat di tangannya serta tangan yang
satu lagi memegang tempurung bersikan air leri (cucian beras).

Maksud nenek itu, kalau nanti ia masih merasa terganggu juga, air leri akan ditumpahkan dari
gunung menjadi kawah dan laharnya akan menghancurkan/membinasakan segala sesuatu
yang menghadang, termasuk penduduk desa seisinya.

Dalam perjalanan ke puncak gunung, karena ketuaannya, nenek itu terpeleset dan terantuk
batu sehingga tempurung yang dipegangnya pun tertumpah, lalu tumpahan air leri itu menjadi
kawah-kawah kecil dan banyak jumlahnya. Karena air kawahnya putih, maka kemudian
disebut kawah Sileri.

Menyadari apa yang menjadi harapannya digagalkan oleh sebongkah batu, dengan seketika
nenek menghantamkan tongkat saktinya ke batu yang menghalanginya menjadi berkeping-
keping. Kepingan batu yang berserakan tiba-tiba lenyap kemudian berubah menjadi asap
tipis, kepulan-kepulan asap perlahan –lahan menjadi seorang putrid cantik yang seluruh tubuh
dan pakaiannya berhiaskan emas yang gemerlapan oleh karena pantulan sinar matahari.
Ternyata ia adalah Dewi Mala, seorang putrid yang tergila-gila pada perhiasan emas.

Menurut cerita, putrid ini dulu pernah berguru/menjadi murid nenek sihir. Ia menginginkan
apa yang disinggungnya berubah menjadi emas. Akan tetapi, saat diberi petunjuk oleh nenek
sihir untuk bertapa dengan cara merendamkan diri ke sungai Dolok selama seratus hari, ia
membuat satu kesalahan. Dewi Mala mencuri pembakar dupa milik si nenek yang terbuat dari
emas.

Akibatnya, ia disumpah menjadi batu. Maka, saat si nenek melewati, kesempatan yang baik
tidak disia-siakannya guna membalas dendam kepada gurunya dengan cara
menghalangi/menggagalkan harapan si nenek seperti halnya nenek itu pernah menggagalkan
keinginannya.

Setelah diketahui bahwa penyebab ini semua adalah bekas murid durhaka, nenek sihir
menghendaki nyawa si murid itu sendiri yang menjadi imbalannya. Terjadilah pertempuran
dasyat yang memporak-porandakan segala apa yang berada di sekitarnya. Pertempuran ini
berakhir dengan matinya guru dan murid bersama-sama. Segala perhiasan yang dipakai dewi
Mala berubah menjadi logam biasa. Hingga saat ini, ada sebuah mitos bahwa barang siapa
yang berkunjung ke kawah Sileri dan memakai perhiasan dari emas, maka akan turun kadar.
LEGEND OF SILERI KOLAH
Not far from Dieng, there is a very beautiful natural crater. It is a crater of sileri located on
the slopes of the Pagerkandang mountains, to the east, west and north of the road to the
village of Bitingan. Called the crater Sileri because crater water / lava colored white as
cloudy water leri (water used rice washing).

In addition to the natural beauty of sileri crater that is able to anesthetize millions of nature
tourism lovers, it turns out that legend is very interesting to be examined.

Told, at some point lived a witch's grandmother who always tried to deepen his knowledge.
In his efforts, the grandmother was not willing to be disturbed by all the commotion in the
surrounding villages. Once upon a time, the witches climbed up the mountain with the
intention to meditate and meditate, armed with wills in hand and the other hand holding a
shell with water leri (rice laundry).

Meaning the grandmother, if later he is still disturbed also, the water will be shed from the
mountain into a crater and lava will destroy / destroy everything that confronts, including the
villagers in it.

On the way to the top of the mountain, because of his old age, the grandmother slipped and
stumbled against the stone so that the shell he held was spilled, then the spillage of the water
became small craters and many in number. Because the water crater is white, then called
Sileri crater.

Realizing what his hopes had been thwarted by a stone, an instant his grandmother pounded
his wand into a stone that prevented him from falling into pieces. The scattered stones of the
stone suddenly disappeared and then turned into a thin smoke, the puffs of smoke slowly
becoming the beautiful princess whose whole body and clothes were dotted with gold
glittering by the reflection of the sun. Apparently he is the Goddess Mala, a daughter who is
crazy about gold jewelry.

According to the story, this princess had once studied / became a student of witches. He
wanted what he alluded to turn into gold. However, when instructed by the witch to meditate
by immersing himself in the Dolok river for a hundred days, he made a mistake. Goddess
Mala stole the incense burner belonging to the grandmother made of gold.

As a result, he was sworn into stone. So, when the grandmother passes, a good opportunity is
not wasted in order to avenge his teacher by blocking / thwarting the wishes of the
grandmother as well as the grandmother had thwarted her wishes.

Once it is known that this cause is all a former ungodly disciple, the witch wants the student's
own life in return. There was a terrible battle that devoured all that was around him. This
battle ended with the death of teachers and students together. All the jewels worn by the
goddess Mala turned into ordinary metal. Until now, there is a myth that anyone who visits
the crater Sileri and wearing gold jewelry, it will drop.

Anda mungkin juga menyukai