Anda di halaman 1dari 54

a.

Beri Salam
Version [0.0]
b. Perkenalkan diri
c. Siapkan sarana dan prasarana untuk JUNE 1, 2016
edukasi
d. Tuliskan materi edukasi sesuai dengan kebutuhan pasien dengan menggunakan
bahasa yang mudah dipahami
e. Beri kesempatan pasien/keluarga untuk bertanya, memberi pendapat dan terlibat
dalam pengambilan keputusan
f. Pastikan bahwa pasien dan keluarga memahami apa yang telah diberikan oleh

PEDOMAN PELAYANAN
INSTALASI GAWAT DARURAT
edukator
g. Lakukan dan tulis evaluasi kepada pasien/keluarga tentang edukasi yang sudah
diberikan pada formulir identifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan pasien dan
keluarga terintergrasi
h. Beri reinforcement terhadap partisipasi pasien/keluarga dalam mengambil
keputusan
i. Tuliskan tanggal edukasi dilakukan
j. Tuliskan metode yang digunakan dalam edukasi dan durasi waktu pemberian
edukasi

RUMAH SAKIT EFARINA ETAHAM


JL. JAMIN GINTING NO. 1 DESA RAYA,
KEC. BERASTAGI, KAB. KARO, PROV. SUMUT
TEL. 0628 – 323716, 323717

Pastikan edukator dan pasien/keluarga menandatangani Formulir Identifikasi


Pendidikan Kesehatan Pasien dan Keluarga Terintegrasi.
LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN DOKUMEN RS. EFARINA ETAHAM


TANDA
NAMA KETERANGAN TANGGAL
TANGAN
dr.Erick Darossi Sinulingga
Pembuatan Dokumen

Santi Friska Sinaga,AmK


Authorized Person

dr.Herman Ramli
Direktur
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................5
B. TUJUAN PEDOMAN........................................................................................6
C. RUANG LINGKUP PELAYANAN...................................................................6
D. BATASAN OPERASIONAL..............................................................................6
E. LANDASAN HUKUM......................................................................................9
BAB II STANDAR KETENAGAAN...........................................................................10
A. KUALIFIKASI SDM........................................................................................10
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN........................................................................10
C. PENGATURAN JAGA.....................................................................................11
BAB III STANDAR FASILITAS..................................................................................14
A. DENAH RUANGAN........................................................................................14
B. STANDAR FASILITAS....................................................................................14
C. STANDAR OBAT INSTALASI GAWAT DARURAT.....................................19
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN...................................................................24
A. TATA LAKSANA PENDAFTARAN PASIEN.................................................24
B. TATA LAKSANA SISTIM KOMUNIKASI INSTALASI GAWAT
DARURAT...................................................................................................................24
C. TATA LAKSANA PELAYANAN TRIASE......................................................25
D. TATA LAKSANA PENGISIAN INFORMED CONSENT...............................25
E. TATA LAKSANA TRANSPORTASI PASIEN.................................................26
F. TATA LAKSANA PELAYANAN FALSE EMERGENCY................................26
G. TATA LAKSANA PELAYANAN VISUM ET REPERTUM............................27
H. TATA LAKSANA PELAYANAN DEATH ON ARRIVAL ( DOA )..................27
I. TATA LAKSANA SISTIM INFORMASI PELAYANAN PRA
RUMAH SAKIT..........................................................................................................28
J. TATA LAKSANA SISTIM RUJUKAN............................................................28
BAB V LOGISTIK........................................................................................................30
BAB VI KESELAMATAN PASIEN.............................................................................31

A. PENGERTIAN..................................................................................................31
B. TUJUAN...........................................................................................................32
C. STANDAR KESELAMATAN PASIEN...........................................................32
D. TATA LAKSANA PENANGANAN KEJADIAN KESELAMATAN
PASIEN......................................................................................................................32
E. TATA LAKSANA SASARAN KESELAMATAN PASIEN.............................33
F. PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN.....................................37
BAB VII KESELAMATAN KERJA............................................................................41
A. PENDAHULUAN............................................................................................41
B. TUJUAN...........................................................................................................41
C. TINDAKAN YANG BERESIKO TERPAJAN................................................42
D. PRINSIP KESELAMATAN KERJA................................................................42
E. PENGENDALIAN BAHAYA DI TEMPAT KERJA........................................42
F. PROMOSI KESEHATAN.................................................................................47
G. PENGOBATAN DAN REHABILITASI..........................................................48
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU..........................................................................50

A. KEMATIAN PASIEN KURANG DARI 24 JAM DI IGD...............................50


B. WAKTU TANGGAP PELAYANAN DOKTER DI IGD.................................51
C. KEPUASAN PELANGGAN PADA PELAYANAN IGD................................51
BAB IX PENUTUP.........................................................................................................53
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT EFARINA ETAHAM
NOMOR: 673/RSEB/SK/DIR/VI/2016

TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN
INSTALASI GAWAT DARURAT
DIREKTUR RUMAH SAKIT EFARINA ETAHAM

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah


Sakit Efarina Etaham, maka diperlukan standarisasi kegiatan
penapisan pasien Gawat Darurat yang akan mendapatkan
pelayanan kesehatan di lingkungan Rumah Sakit Efarina
Etaham;
b. Bahwa agar proses penapisan pasien Gawat Darurat
terlaksana dengan baik dan terstandarisasi maka perlu suatu
Panduan Triage sebagai landasan bagi penapisan pasien
Gawat Darurat;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana butir a, perlu
ditetapkan Panduan Tata Naskah di lingkungan Rumah Sakit
Efarina Etaham dengan Keputusan Direktur.
Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan;
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438/ Menkes/ Per/ IX/ 2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran;

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


129/ MENKES/ SK/ II/ 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;
8. Keputusan Direktur PT Efarina Etaham nomor 020/ .DIR/
PT.ETA/ V/ 2015 tentang Pengangkatan dr. Herman Ramli
sebagai Direktur Rumah Sakit Efarina Etaham;
9. Keputusan Direktur PT Efarina Etaham Nomor 029/PT-
ETA/SK/V/2016 tentang Penetapan Struktur Organisasi
Rumah Sakit Efarina Etaham.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT EFARINA ETAHAM
TENTANG PANDUAN TRIAGE DI LINGKUNGAN RUMAH
SAKIT EFARINA ETAHAM
KEDUA : Panduan Triage di lingkungan Rumah Sakit Efarina Etaham
sebagaimana terlampir dalam Keputusan ini.
KETIGA : Panduan Traige di lingkungan Rumah Sakit Efarina Etaham
digunakan dalam penapisan kegawatdaruratan di Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Efarina Etaham.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Berastagi
Pada tanggal : 01 Juni 2016
Rumah Sakit Efarina Etaham
Direktur,

dr Herman Ramli
Lampiran
Keputusan Direktur Rumah Sakit Efarina Etaham
Nomor : 673/RSEB/SK/DIR/VI/2016
Tanggal : 01 Juni 2016

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar
pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Pelayanan Gawat Darurat merupakan pelayanan yang dapat memberikan tindakan yang
cepat dan tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat meminimalkan angka
kematian dan mencegah terjadinya kecacatan yang tidak perlu. Upaya peningkatan
Gawat Darurat ditujukan untuk menunjang pelayanan dasar, sehingga dapat
menanggulangi pasien Gawat Darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam
keadaaan bencana.
Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita Gawat Darurat, maka diperlukan
peningkatan pelayanan Gawat Darurat baik yang diselenggarakan ditempat kejadian,
selama perjalanan ke Rumah Sakit, maupaun di Rumah Sakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka di Instalasi Gawat Darurat perlu dibuat standar
pelayanan yang merupakan pedoman bagi semua pihak dalam tata cara pelaksanaan
pelayanan yang diberikan ke pasien pada umumnya dan pasien IGD Rumah Sakit Efarina
Etaham khususnya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka, dalam melakukan pelayanan Gawat Darurat di
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Efarina Etaham harus berdasarkan standar
pelayanan Gawat Darurat Rumah Sakit Efarina Etaham.

5
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Memberikan standar pelayanan Gawat Darurat baku bagi seluruh staff di lingkungan
Instalasi Gawat Darurat dalam memberikan pelayanan yang bermutu dan menjamin
keselamatan pasien.
2. Menjamin kontinuitas pelayanan pasien Gawat Darurat dalam mendapatkan
kesembuhan, baik yang membutuhkan pelayanan rawat inap, tindakan bedah, maupun
rujukan ke tempat lain.

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN


Ruang lingkup pelayanan Instalasi Gawat Darurat meliputi :
1. Pasien dengan kasus True Emergency
Yaitu pasien yang tiba – tiba berada dalam keadaan Gawat Darurat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapat pertolonngan secepatnya.
2. Pasien dengan kasus False Emergency
Yaitu pasien dengan :
a. Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat
b. Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya
c. Keadaan tidak gawat dan tidak darurat

D. BATASAN OPERASIONAL
1. Instalasi Gawat Darurat
Adalah unit pelayanan di Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pertama pada
pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan
berbagai multidisiplin.
2. Triage
Adalah pengelompokan korban yang berdasarkan atas berat ringannya trauma /
penyakit serta kecepatan penanganan / pemindahannya.
3. Prioritas
Adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul.
4. Survey Primer
Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam jiwa.
5. Survey Sekunder
Adalah melengkapi survei primer dengan mencari perubahan – perubahan anatomi
yang akan berkembang menjadi semakin parah dan memperberat perubahan fungsi
vital yang ada berakhir dengan mengancam jiwa bila tidak segera diatasi.
6. Pasien Gawat darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya ( akan menjadi cacat ) bila tidak
mendapat pertolongan secepatnya.
7. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat
misalnya kanker stadium lanjut
8. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba – tiba tetapi tidak mengancam nyawa dan
anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal.
9. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropium , TBC kulit , dan sebagainya
10. Kecelakaan ( Accident )
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak,
tidak dikehendaki sehingga menimbulkan cedera fisik, mental dan sosial.
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
a. Tempat kejadian :
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Kecelakaan di lingkungan rumah tangga
3) Kecelakaan di lingkungan pekerjaan
4) Kecelakaan di sekolah
5) Kecelakaan di tempat – tempat umum lain seperti halnya : tempat rekreasi,
perbelanjaan, di area olah raga, dan lain – lain.
b. Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat, terbakar baik
karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
c. Waktu kejadian
1) Waktu perjalanan ( travelling / transport time )
2) Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain – lain.
11. Cidera
Masalah kesehatan yang didapat / dialami sebagai akibat kecelakaan.
12. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan
terhadap tata kehidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan
pertolongan dan bantuan.
13. Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dari salah
satu system / organ di bawah ini, yaitu :
a. Susunan saraf pusat
b. Pernafasan
c. Kardiovaskuler
d. Hati
e. Ginjal
f. Pancreas
14. Kegagalan ( kerusakan ) System / organ tersebut dapat disebabkan oleh :
a. Trauma / cedera
b. Infeksi
c. Keracunan ( poisoning )
d. Degerenerasi ( failure)
e. Asfiksi
f. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar ( excessive loss of water and
electrolit )
g. Dan lain-lain.
Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan hipoglikemia dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat ( 4 – 6 ), sedangkan kegagalan sistim/organ
yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam
mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :
 Kecepatan menemukan penderita Gawat Garurat
 Kecepatan meminta pertolongan
 Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan
 Ditempat kejadian
 Dalam perjalanan ke Rumah Sakit
 Pertolongan selanjutnya secara mantap di Rumah Sakit

E. LANDASAN HUKUM
1. Undang – Undang No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
2. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Ri No 436 / Menkes / Sk / VI / 1993 Tentang
Berlakunya Standar Pelayanan Di Rumah Sakit
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Ri No. 0701/Yanmed/RSKS/GDE/VII/1991
Tentang Pedoman Pelayanan Gawat Darurat
4. Undang – Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran
5. Undang – Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
BAB II STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SDM
Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM IGD adalah :

Kualifikasi
No Nama Jabatan Keterangan
Formal
1. Ka Ru IGD D III Keperawatan Bersertifikat
BLS/BTCLS/PPGD
2. Ka Instalasi Gawat Dokter Umum Bersertifikat ACLS/ATLS
Darurat
3. Perawat Pelaksana D III Keperawatan Bersertifikat
IGD BLS/BTCLS/PPGD
4. Dokter IGD Dokter Umum Bersertifikat ACLS/ATLS
5. TPK SMU -

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Pola pengaturan ketenagaan Instalasi Gawat Darurat yaitu :
1. Dinas Pagi :
Jumlah 2 (dua) orang dengan standar minimal bersertifikat BLS.
Kategori :
 1 orang Ka Ru
 1 orang Pelaksana
2. Dinas Sore :
Jumlah 2 (dua) orang dengan standar minimal bersertifikat BLS.
Kategori :
 1 orang Penanggung Jawab Shift
 1 orang Pelaksana
3. Dinas Malam :
Jumlah 2 (dua) orang dengan standar minimal bersertifikat BLS.
Kategori :
 1 orang Penanggung Jawab Shift
 1 orang Pelaksana
C. PENGATURAN JAGA
1. PENGATURAN JAGA PERAWAT IGD
a. Pengaturan jadwal dinas perawat IGD dibuat dan dipertanggung jawabkan oleh
Kepala Ruang (Karu) IGD dan disetujui oleh Asisten Manajer Pelayanan
Keperawatan
b. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana IGD setiap satu bulan..
c. Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu, maka
perawat tersebut dapat mengajukan permintaan dinas pada buku permintaan.
Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada (apa bila tenaga
cukup dan berimbang serta tidak mengganggu pelayanan, maka permintaan
disetujui).
d. Setiap tugas jaga / shift harus ada perawat penanggung jawab shift (PJ Shift)
dengan syarat pendidikan minimal D III Keperawatan dan masa kerja minimal 2
tahun, serta memiliki sertifikat tentang kegawat daruratan.
e. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, dinas sore, dinas malam, lepas malam, libur
dan cuti.
f. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga
sesuai jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka perawat yang bersangkutan
harus memberitahu Karu IGD : 2 jam sebelum dinas pagi, 4 jam sebelum dinas
sore atau dinas malam. Sebelum memberitahu Karu IGD, diharapkan perawat
yang bersangkutan sudah mencari perawat pengganti, Apabila perawat yang
bersangkutan tidak mendapatkan perawat pengganti, maka KaRu IGD akan
mencari tenaga perawat pengganti yaitu perawat yang hari itu libur atau perawat
IGD yang tinggal di asrama.
g. Apabila ada tenaga perawat tiba – tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah
ditetapkan (tidak terencana), maka KaRu IGD akan mencari perawat pengganti
yang hari itu libur atau perawat IGD yang tinggal di asrama. Apabila perawat
pengganti tidak di dapatkan, maka perawat yang dinas pada shift sebelumnya
wajib untuk menggantikan.(Prosedur pengaturan jadwal dinas perawat IGD sesuai
SPO terlampir).
2. PENGATURAN JAGA DOKTER IGD
a. Pengaturan jadwal dokter jaga IGD menjadi tanggung jawab Ka Instalasi Gawat
Darurat dan disetujui oleh Manajer Pelayanan
b. Jadwal dokter jaga IGD dibuat untuk jangka waktu 1 bulan serta sudah diedarkan
ke unit terkait dan dokter jaga yang bersangkutan 1 minggu sebelum jaga di
mulai.
c. Apabila dokter jaga IGD karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan maka :
1) Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan ke
Ka Instalasi Gawat Darurat paling lambat 3 hari sebelum tanggal jaga, serta
dokter tersebut wajib menunjuk dokter jaga pengganti.
2) Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus
menginformasikan ke Ka Instalasi Gawat Darurat dan di harapkan dokter
tersebut sudah menunjuk dokter jaga pengganti, apabila dokter jaga pengganti
tidak didapatkan, maka Ka Instalasi Gawat Darurat wajib untuk mencarikan
dokter jaga pengganti, yaitu digantikan oleh dokter jaga yang pada saat itu
libur atau dirangkap oleh dokter jaga ruangan. Apabila dokter jaga pengganti
tidak di dapatkan maka dokter jaga shift sebelumnya wajib untuk
menggantikan.( Prosedur pengaturan jadwal jaga dokter IGD sesuai SOP
terlampir).
3) Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus
menginformasikan ke Ka Instalasi Gawat Darurat dan di harapkan dokter
tersebut sudah menunjuk dokter jaga pengganti, apabila dokter jaga pengganti
tidak didapatkan, maka Ka Instalasi Gawat Darurat wajib untuk mencarikan
dokter jaga pengganti, yaitu digantikan oleh dokter jaga yang pada saat itu
libur atau dirangkap oleh dokter jaga ruangan. Apabila dokter jaga pengganti
tidak di dapatkan maka dokter jaga shift sebelumnya wajib untuk
menggantikan.( Prosedur pengaturan jadwal jaga dokter IGD sesuai SPO
terlampir).

3. PENGATURAN JADWAL DOKTER KONSULEN


a. Pengaturan jadwal jaga dokter konsulen menjadi tanggung jawab Manager
Pelayanan.
b. Jadwal jaga dokter konsulen dibuat untuk jangka waktu 3 bulan serta sudah
diedarkan ke unit terkait dan dokter konsulen yang bersangkutan 1 minggu
sebelum jaga di mulai.
c. Apabila dokter konsulen jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan maka :
1) Untuk yang terencana, dokter yang bersangkutan harus menginformasikan ke
Manager Pelayanan atau ke petugas sekretariat paling lambat 3 hari sebelum
tanggal jaga, serta dokter tersebut wajib menunjuk dokter jaga konsulen
pengganti.
2) Untuk yang tidak terencana, dokter yang bersangkutan harus
menginformasikan ke Manager Pelayanan atau ke petugas sekretariat dan di
harapkan dokter tersebut sudah menunjuk dokter jaga konsulen pengganti,
apabila dokter jaga pengganti tidak didapatkan, maka Manager Pelayanan
wajib untuk mencarikan dokter jaga konsulen pengganti.( Prosedur
pengaturan jadwal jaga dokter konsulen sesuai SOP terlampir).
BAB III STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN

B. STANDAR FASILITAS
1. FASILITAS & SARANA
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Efarina Etaham berlokasi di lantai I gedung
utama yang terdiri dari ruangan Triase, ruang resusitasi , ruang tindakan bedah ,
ruangan tindakan non bedah dan ruangan observasi. Ruangan resusitasi terdiri dari 1
( satu ) tempat tidur , ruangan tindakan bedah terdiri dari satu (1 ) tempat tidur,
ruangan tindakan non bedah terdiri dari 2 ( dua ) tempat tidur, ruangan observasi
terdiri dari 2 ( dua ) tempat tidur

2. PERALATAN
Peralatan yang tersedia di IGD mengacu kepada buku pedoman pelayanan Gawat
Darurat Kementerian Kesehatan RI untuk penunjang kegiatan pelayanan terhadap
pasien Gawat darurat.
Alat yang harus tersedia adalah bersifat life saving untuk kasus kegawatan jantung
seperti monitor dan defribrilator.
a. Alat – alat untuk ruang resusitasi :
1) Mesin suction ( 1 set )
2) Oxigen lengkap dengan flowmeter ( 1 set )
3) Laringoskope anak & dewasa ( 1 set )
4) Spuit semua ukuran ( masing – masing 10 buah )
5) Oropharingeal air way ( sesuai kebutuhan )
6) Infus set / transfusi set ( 5 / 5 buah )
7) Brandcard fungsional diatur posisi trendelenberg, ada gantungan infus &
penghalang ( 1 buah )
8) Gunting besar (1 buah )
9) Defribrilator ( 1 buah )
10) Monitor EKG ( 1 buah )
11) Trolly Emergency yang berisi alat – alat untuk melakukan resusitasi ( 1 buah )
12) Papan resusitasi ( 1 buah )
13) Ambu bag ( 1 buah )
14) Stetoskop ( 1 buah )
15) Tensi meter ( 1 buah )
16) Thermometer ( 1 buah )
17) Tiang Infus ( 1 buah )

b. Alat – alat untuk ruang tindakan bedah


1) Bidai segala ukuran untuk tungkai, lengan, leher, tulang punggung (1 set )
2) Verban segala ukuran :
a) 4 x 5 em ( 5 buah )
b) 4 x10 em ( 5 buah )
3) Vena seksi set ( 1 set )
4) Extraksi kuku set ( 2 set )
5) Hecting set ( 5 set )
6) Benang – benang / jarum segala jenis dan ukuran:
a) Cat gut 2/0 dan 3/0 ( 1 buah )
b) Silk Black 2/0 ( 1 buah ), 3/0 ( 1 buah )
c) Jarum ( 1 set )
7) Lampu sorot ( 1 buah )
8) Kassa ( 1 tromel )
9) Cirkumsisi set ( 1 set )
10) Ganti verban set ( 3 set )
11) Stomach tube / NGT
a) Nomor 12 ( 3 buah )
b) Nomor 16 ( 3 buah )
c) Nomor 18 ( 2 buah )
12) Spekulum hidung ( 2 buah )
13) Spuit sesuai kebutuhan
a) 5 cc ( 5 buah )
b) cc ( 5 buah )
14) Infus set ( 1 buah )
15) Dower Catheter segala ukuran
a) Nomor 16 ( 2 buah )
b) Nomor 18 ( 2 buah )
16) Emergency lamp ( 1 buah )
17) Stetoskop ( 1 buah )
18) Tensimeter ( 1 buah )
19) Thermometer ( 1 buah )
20) Elastis verban sesuai kebutuhan
a) 6 inchi ( 1 buah )
b) 4 inchi ( 2 buah )
c) 3 inchi ( 1 buah )
21) Tiang infus ( 2 buah )

c. Alat – alat untuk ruang tindakan non bedah :


1) Urine bag ( 3 buah )
2) Otoscope ( 1 buah )
3) Nebulizer ( 1 buah ) Stomach tube / NGT
a) Nomor 16 ( 2 buah )
b) Nomor 18 ( 2 buah )
c) Nomor 12 ( 3 buah )
4)
5) Mesin EKG ( 1 buah )
6) Infus set ( 1 buah )
7) IV catheter semua nomer ( 1 set )
8) Spuit sesuai kebutuhan :
a) 1 cc ( 5 buah )
b) 2,5 cc ( 5 buah )
c) 5 cc ( 5 buah )
d) 10 cc ( 5 buah )
e) 20 cc ( 3 buah )
f) 50 cc ( 3 buah )
9) Tensimeter ( 1 buah )
10) Stetoskop ( 1 buah )
11) Thermometer ( 1 buah )
12) Tiang infus ( 1 buah )
d. Alat – alat untuk ruang observasi
1) Tensi meter ( 1 buah )
2) Oxygen lengkap dengan flow meter ( 1 buah )
3) Termometer ( 1 buah )
4) Stetoskop ( 1 buah )
5) Standar infus ( 1 buah )
6) Infus set ( 1 set )
7) IV catheter segala ukuran ( 1 set )
8) Spuit sesuai kebutuhan
a) 1 cc ( 5 buah )
b) 2,5 cc ( 5 buah )
c) 5 cc ( 5 buah )
d) 10 cc ( 5 buah )
e) 20 cc ( 3 buah )
f) 50 cc ( 3 buah )

e. Alat – alat dalam trolly emergency


1) Obat Life saving ( terlampir pada standar obat Dep. Gadar)
2) Obat penunjang ( terlampir pada standar obat Dep. Gadar)
3) Alat – alat kesehatan
a) Ambu bag / Air viva untuk dewasa & anak ( 1 buah / 1 buah )
b) Oropharingeal airway
- Nomor 3 ( 2 buah )
- Nomor 4 ( 2 buah )
c) Laringoscope dewasa & anak ( 1 set )
d) Magyl forcep
e) Face mask ( 1 buah )
f) Urine bag non steril ( 5 buah )
g) Spuit semua ukuran
h) Infus set ( 1 set)
i) Endotracheal tube ( dewasa & anak )
- Nomor 2.5 ( 1 buah )
- Nomor 3 ( 1 buah )
- Nomor 4 ( 1 buah )
- Nomor 7 ( 1 buah )
- Nomor 7.5 ( 1 buah )
- Nomor 8 ( 1 buah )
j) Slang oksigen sesuai kebutuhan
k) Stomach tube / NGT
- Nomor 16 ( 2 buah )
- Nomor 18 ( 2 buah )
- Nomor 12 ( 3 buah )
l) IV catheter sesuai kebutuhan
- Nomor 18 Cath / Terumo ( 2 / 2 buah )
- Nomor 20 Cath / Terumo ( 2 / 16 buah )
- Nomor 22 Cathy / terumo ( 2 / 11 buah )
m) Suction catheter segala ukuran
- Nomor 10 ( 3 buah )
- Nomor 12 ( 2 buah )
n) Neck collar Ukuran S / M ( 2 / 1 )

3. AMBULANCE
Untuk menunjang pelayanan terhadap pasien Rumah Sakit saat ini memiliki 2 (dua)
unit ambulance yang kegiatannya berada dalam koordinasi IGD dan bagian umum.
Fasilitas & Sarana untuk Ambulance
a. Perlengkapan Ambulance
1) AC
2) Sirine
3) Lampu rotater
4) Sabuk pengaman
5) Sumber listrik / stop kontak
6) Lemari untuk alat medis
7) Lampu ruangan
8) Wastafel
b. Alat & Obat
1) Tabung Oksigen ( 1 buah )
2) Mesin suction ( 1 buah )
3) Monitor EKG 1 buah )
4) Stretcher ( 1 buah )
5) Scope ( 2 buah )
6) Piala ginjal ( 5 buah )
7) Tas Emergency yang berisi :
 Obat – obat untuk life saving (
 Cairan infus : RL, NaCL 0,9 % ( 5 / 10 kolf )
 Senter ( 2 buah )
 Stetoskop ( 3 buah )
 Tensimeter ( 1 buah )
 Piala ginjal ( 5 buah )
 Oropharingeal air way
 Gunting verban ( 2 buah )
 Tongue Spatel ( 1 buah )
 Reflex hummer ( 2 buah )
 Infus set ( 1 buah )
 IV chateter ( Nomer 20 , 18 : 2 : 2 )
 Spuit semua ukuran ( masing- masing 2 buah )

C. STANDAR OBAT INSTALASI GAWAT DARURAT


1. OBAT LIVE SAVING
a. Injeksi
N NAMA OBAT SATU JUMLA JENIS OBAT
O AN H
1. Adona AC 10 ml Ampul 6 Haemostatic
2. Alupent Ampul 2 Anti asthmatic dan COPD
preparations
3. Aminophilin Ampul 14 Anti asmatic dan COPD
preparations
4 Atropin sulfat Ampul 125 Anti spasmodics
5. Buscopan Ampul 14 Anti spasmodics
N NAMA OBAT SATU JUMLA JENIS OBAT
O AN H
6 Catapres Ampul 3 Other Anti hypertensives
7 Cedation Ampul 5 Anti emetics
8 Cortidex Ampul 6 Corticosteroid Hormones
9 Diazepam Ampul 5 Minor Transquillizer
10 Dicynone Ampul 5 Haemostatics
11 Dormicum Asmpul Hypnotics dan sedatives
12 Ephinephrin Ampul 2 Asnastetic lokal & general
13 Lasik Ampul 16 Diuretics
14 Lidocain Ampul 94 Anastetic lokal
15 Metro clopramide Ampul 5 Anti emetik
16 Nicholin 250 mg Ampul 2 Neuroprotector
17 Nicholin 100 mg Ampul 2 Neoroprotector
18 Naotropil 1 gr Ampul 5 Neuroprotector
19 Novalgin Ampul 5 Analgetik
20 Orodexon Ampul 4 Anti inflamasi
21 Phenobarbital Ampul 2 Sedatif
22 Pethidine Ampul 2 Sedatif
23 Pulmicortn Naspv Ampul 8 Broncodilator
24 Ranitidine Ampul 5 Antacida
25 Remopain Ampul 5 Analgetik
26 Renatoc Ampul 2 Antacida
27 Toradol 50 mg Ampul 1 Analgetik
28 Panadol Ampul 5 Analgetik
29 Transamin Ampul 7 Haemostatics
30 Valium Ampul 14 Sedatif
31 Vit k Ampul 2 Anti perdarahan
32 Tramal 100 mg Ampul 1 Analgetik
33 ATS 1500 u Ampul 10 Anti tetanus
34 Vaksin Engerik B- Tube 3 Vaksinasi hepatitis
In-1
35 Vaccin Engerik o,5 Tube 2 Vaksinasi hepatitis
ml
36 Kallium clorida Flacon 6 Elektrolit
37 Meylon 25 ml Flacon 9
38 Meylon 100 ml Flacon 1

b. Tablet
N NAMA OBAT SATU JUMLA JENIS OBAT
O AN H
1. Adalat 5 mg Tablet 10 Anti hypertensi/
Betabloker
2. Adalat 10 mg Tablet 10 Anti hypertensi /
Betabloker
3. Cedocard 5 mg Tablet 8 Anti anginal
4. Nitrobat Tablet 10 Nitrogliserida

c. Cairan Infus
N NAMA OBAT SATU JUMLA JENIS OBAT
O AN H
1. Asering Kolf 4
2. Dextrose 5 % 250 ml Kolf 2
3. Dextrose 5 % 500 ml Kolf 8
4 Dextrose 10 % Kolf 5
500ml
5. Dextrose In Saline Kolf 2
0,225
6. Dextrose 0,5 Darrow Kolf 3
7. Kaen 3 B Kolf 1
8. Kaen 3 A Kolf 1
9. Larutan 2 A Kolf 7
10. Manitol 250 cc Kolf 2
11. Nacl 0,9 % 250 ml Kolf 1
12. Nacl 0,9 % 500 ml Kolh 5
13. Nacl 3 % Kolf 1
14. Ringer Dextrose Kolf 6
15 Ringer Lactat Kolf 13
16. Ringer Solution Kolf 2
17. Dex 40 % 25 ml Flalon 6

d. Suppositoria
N NAMA OBAT SATU JUMLA JENIS OBAT
O AN H
1. Amicain Supp Supp 2 Anti emetik
2. Primperan sup Child Supp 3 Anti emetik
3. Primperan Sup Adult Supp 1 Anti emetik
4. Paracetamol Sup Supp 1 Anti piretik, Analgetik
5. Propyretic 160 mg Supp 1 Anti piretik, Analgetik
6. Proris Sup Supp 6 Anti piretik , Analgetik
7. Stesolid 5 mg rect Tube 5 Sedatif
8. Stesolid 10 mg rect Tube 7 Sedatif

2. OBAT PENUNJANG
a. Injeksi
N NAMA OBAT SATU JUMLA JENIS OBAT
O AN H
1. Cedantron Ampul 5 Antiemetik
2. Calsium gluconas Ampul 3 Vitamin (elektrolit)
3. Zantadin Ampul 5 Antasida
4. Lanoxin Ampul 2 Cardiac drugs
5. Neurobion 5000 Ampul 5 Vitamin
6. Papaverin Ampul 12 Anti spasmudics
7. Sotatik Ampul 8 Anti emetik
8 Cortison Asetat Flacon 4 Anti inflamasi
9. Kanamycin 1 gr Flacon 10 Antibiotik
10. Procain Penicillin Flacon 2 Antibiotik

b. Obat tablet
N NAMA OBAT SATU JUMLA JENIS OBAT
O AN H
1. Aspilet Tablet 7 Anti coagulans, anti
trombotics
2. Inderal Tablet 5 Beta –Blockers
3. Inopamil Tablet 5
4. Isorbid Tablet 2 Cardiac drugs
5. Merislon Tablet 2 Anti vertigo
6. Propanolol Tablet 3 Beta Blockers
7. Strocain Tablet 5 Antacid& Antiulcerant
8. Norit Tablet 15
9. Ponstan Tablet 2 Analgetic& Antipiretic
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN

A. TATA LAKSANA PENDAFTARAN PASIEN


1. Petugas Penanggung Jawab
a. Perawat IGD
b. Petugas Admission
2. Perangkat Kerja
a. Status Medis
3. Tata Laksana Pendaftaran Pasien IGD
a. Pendaftaran pasien yang datang ke IGD dilakukan oleh pasien / keluarga di
bagian admission ( SPO – IGD – )
b. Bila keluarga tidak ada petugas IGD bekerja sama dengan securiti untuk mencari
identitas pasien
c. Sebagai bukti pasien sudah mendaftar di bagian admission akan memberikan
status untuk diisi oleh dokter IGD yang bertugas.
d. Bila pasien dalam keadaan Gawat Darurat, maka akan langsung diberikan
pertolongan di IGD, sementara keluarga / penanggung jawab melakukan
pendaftaran di bagian admission

B. TATA LAKSANA SISTIM KOMUNIKASI INSTALASI GAWAT


DARURAT
1. Petugas Penanggung Jawab
 Petugas Operator
 Dokter / perawat IGD
2. Perangkat Kerja
 Pesawat telpon
 Handphone
3. Tata Laksana Sistim Komunikasi IGD
a. Antara IGD dengan unit lain dalam Rumah Sakit adalah dengan nomor extension
masing-masing unit ( SPO – IGD – 026 )
b. Antara IGD dengan dokter konsulen / Rumah Sakit lain / yang terkait dengan
pelayanan diluar Rumah Sakit adalah menggunakan pesawat telephone langsung
dari IGD dengan menggunakan kode PIN yang dimiliki oleh dokter jaga atau
melalui bagian operator ( SPO - IGD – 027 )
c. Antara IGD dengan petugas ambulance yang berada dilapangan menggunakan
pesawat telephone dan handphone ( SPO – IGD – 025 )
d. Dari luar Rumah Sakit dapat langsung melalui operator.

C. TATA LAKSANA PELAYANAN TRIASE


1. Petugas Penanggung Jawab
Dokter jaga IGD
2. Perangkat Kerja
a. Stetoscope
b. Tensimeter
c. Status medis
3. Tata Laksana Pelayanan Triase IGD
a. Pasien / keluarga pasien mendaftar ke bagian admission ( SPO – IGD – 002 )
b. Dokter jaga IGD melakukan pemeriksaan pada pasien secara lengkap dan
menentukan prioritas penanganan.
c. Prioritas pertama (I, tertinggi, emergency ) yaitu mengancam jiwa / mengancam
fungsi vital, pasien ditempatkan diruang resusitasi
d. Prioritas kedua (II, medium, urgent ) yaitu potensial mengancam jiwa / fungsi
vital, bila tidak segera ditangani dalam waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir. Pasien ditempatkan di ruang tindakan bedah / non
bedah
e. Prioritas ketiga (III, rendah, non emergency) yaitu memerlukan pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Pasien
ditempatkan diruang non bedah

D. TATA LAKSANA PENGISIAN INFORMED CONSENT


1. Petugas Penangung Jawab
Dokter jaga IGD
2. Perangkat Kerja
Formulir Persetujuan Tindakan
3. Tata Laksana Informed Consent
a. Dokter IGD yang sedang bertugas menjelaskan tujuan dari pengisian informed
consent pada pasien / keluarga pasien ( SPO – IGD – 009 )disaksikan oleh
perawat
b. Pasien menyetujui, informed consent diisi dengan lengkap disaksikan oleh
perawat.
c. Setelah diisi dimasukkan dalam status medik pasien.

E. TATA LAKSANA TRANSPORTASI PASIEN


1. Petugas Penanggung Jawab
- Perawat IGD
- Supir Ambulan
2. Perangkat Kerja
- Ambulance
- Alat Tulis
3. Tata Laksana Transportasi Pasien IGD
a. Bagi pasien yang memerlukan penggunaan ambulan Rumah Sakit sebagai
transportasi, maka perawat unit terkait menghubungi IGD ( SPO- IGD – 022 )
b. Perawat IGD menuliskan data-data / penggunaan ambulance (nama pasien ruang
rawat inap, waktu penggunaan & tujuan penggunaan
c. Perawat IGD menghubungi bagian / supir ambulance untuk menyiapkan
kendaraan
d. Perawat IGD menyiapkan alat medis sesuai dengan kondisi pasien.

F. TATA LAKSANA PELAYANAN FALSE EMERGENCY


1. Petugas Penanggung Jawab
 Perawat Admission
 Dokter jaga IGD
2. Perangkat Kerja
 Stetoscope
 Tensi meter
 Alat Tulis
3. Tata Laksana Pelayanan False Emergency
a. Pasien / keluarga pasien mendaftar dibagian admission ( SPO – IGD – 002 )
b. Dilakukan triase untuk penempatan pasien diruang non bedah
c. Pasien dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter jaga IGD
d. Dokter jaga menjelaskan kondisi pasien pada keluarga / penanggung jawab
e. Bila perlu dirawat / observasi pasien dianjurkan kebagian admission.
f. Bila tidak perlu dirawat pasien diberikan resep dan bisa langsung pulang
g. Pasien dianjurkan untuk kontrol kembali sesuai dengan saran dokter

G. TATA LAKSANA PELAYANAN VISUM ET REPERTUM


1. Petugas Penanggung Jawab
 Petugas Rekam Medis
 Dokter jaga IGD
2. Perangkat Kerja
 Formulir Visum Et Repertum IGD
3. Tata Laksana Pelayanan Visum Et Repertum
a. Petugas IGD menerima surat permintaan visum et repertum dari pihak kepolisian
(SPO – IGD – 030 )
b. Surat permintaan visum et repertum diserahkan kebagian rekam medik
c. Petugas rekam medik menyerahkan status medis pasien kepada dokter jaga yang
menangani pasien terkait
d. Setelah visum et repertum diselesaikan oleh rekam medik maka lembar yang asli
diberikan pada pihak kepolisian

H. TATA LAKSANA PELAYANAN DEATH ON ARRIVAL ( DOA )


1. Petugas Penanggung Jawab
 Dokter jaga IGD
 Petugas Satpam
2. Perangkat Kerja
 Senter
 Stetoscope
 EKG
 Surat Kematian
3. Tata Laksana Death On Arrival IGD ( DOA )
a. Pasien dilakukan triase dan pemeriksaan oleh dokter jaga IGD ( SPO – IGD –
029 )
b. Bila dokter sudah menyatakan meninggal, maka dilakukan perawatan jenazah
c. Dokter jaga IGD membuat surat keterangan meninggal
d. Jenazah dipindahkan / diserah terimakan di ruangan jenazah dengan bagian
umum / keamanan

I. TATA LAKSANA SISTIM INFORMASI PELAYANAN PRA RUMAH


SAKIT
1. Petugas Penanggung Jawab
 Perawat IGD
2. Perangkat Kerja
 Ambulance
 Handphone
3. Tata Laksana Sistim Informasi Pelayanan Pra Rumah Sakit
a. Perawat yang mendampingi pasien memberikan informasi mengenai kondisi
pasien yang akan dibawa, kepada perawat IGD RS .
b. Isi informasi mencakup :
 Keadaan umum ( kesadaran dan tanda – tanda vital )
 Peralatan yang diperlukan di IGD ( suction, monitor, defibrillator )
 Kemungkinan untuk dirawat di unit intensive care ( SPO – IGD – 024 )
 Perawat IGD melaporkan pada dokter jaga IGD & PJ Shift serta menyiapkan
hal-hal yang diperlukan sesuai dengan laporan yang diterima dari petugas
ambulance.

J. TATA LAKSANA SISTIM RUJUKAN


1. Petugas Penanggung Jawab
 Dokter IGD
 Perawat IGD
2. Perangkat Kerja
 Ambulance
 Formulir persetujuan tindakan
 Formulir rujukan
3. Tata Laksana Sistim Rujukan IGD
a. Alih Rawat
 Perawat IGD menghubungi Rumah Sakit yang akan dirujuk
 Dokter jaga IGD memberikan informasi pada dokter jaga rumah sakit rujukan
mengenai keadaan umum pasien ( SPO - IGD – 020 )
 Bila tempat telah tersedia di Rumah Sakit rujukan, perawat IGD menghubungi
Rumah Sakit / ambulance 118 sesuai kondisi pasien
b. Pemeriksaan Diagnosis
 Pasien / keluarga pasien dijelaskan oleh dokter jaga mengenai tujuan
pemeriksaan diagnosis, bila setuju maka keluarga pasien harus mengisi
informed consent
 Perawat IGD menghubungi Rumah Sakit rujukan
 Perawat IGD menghubungi petugas ambulance Rumah Sakit
c. Spesimen
 Pasien / keluarga pasien dijelaskan mengenai tujuan pemeriksaan specimen
 Bila keluarga setuju maka harus mengisi inform consent
 Dokter jaga mengisi formulir pemeriksan, dan diserahkan kepetugas
laboratorium
 Petugas laboratorium melakukan rujukan ke laboratorium yang dituju.
BAB V LOGISTIK
BAB VI KESELAMATAN PASIEN

A. PENGERTIAN
1. KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY)
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi:
 Asesmen resiko
 Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien
 Pelaporan dan analisis insiden
 Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
 Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Sistem ini mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh:
 Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
 Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
2. KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN (KTD)/ADVERSE EVENT
Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cidera pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cidera dapat
diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat
dicegah
3. KTD YANG TIDAK DAPAT DICEGAH/UNPREVENTABLE ADVERSE EVENT
Suatu KTD yang terjadi akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan
pengetahuan mutakhir
4. KEJADIAN NYARIS CIDERA (KNC)/NEAR MISS
Adalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat menciderai
pasien, tetapi cidera serius tidak terjadi :
 Karena “ keberuntungan”
 Karena “ pencegahan ”
 Karena “ peringanan ”
5. KESALAHAN MEDIS/MEDICAL ERRORS
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien
6. KEJADIAN SENTINEL/SENTINEL EVENT
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cidera yang serius; biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima,
seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cidera yang terjadi (seperti,
amputasi pada kaki yang salah) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang
berlaku.

B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
K. STANDAR KESELAMATAN PASIEN
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
6. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

L. TATA LAKSANA PENANGANAN KEJADIAN KESELAMATAN


PASIEN
1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien
2. Melaporkan pada dokter jaga IGD
3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
4. Mengobservasi keadaan umum pasien
5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “Pelaporan Insiden
Keselamatan”
M. TATA LAKSANA SASARAN KESELAMATAN PASIEN
1. KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
Kegiatan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran atau kesesuaian sosok orang
yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan diagnosis dan/atau pengobatan dengan
identitas orang tersebut sebagaimana tercantum dalam file rekam medis pasien atau
dokumen lain yang berkaitan dengan sosok orang tersebut.
Kegiatan identifikasi pasien dilakukan sebelum melakukan pemberian obat-obatan,
prosedur pemeriksaan penunjang medis radiologi (rontgen, MRI, CT-Scan),
Laboratorium, endoskopi, treadmill, EEG ; pengambilan sampel (misalnya darah,
tinja, urin, dan sebagainya) ; intervensi pembedahan dan prosedur invasif lainnya ;
transfusi darah ; transfer pasien ; konfirmasi kematian.
Para staf IGD harus mengkonfirmasi identifikasi pasien dengan benar dengan
menanyakan nama dan tanggal lahir/ umur pasien, kemudian membandingkannya
dengan yang tercantum di rekam medis dan gelang pengenal. Jangan menyebutkan
nama, tanggal lahir, dan alamat pasien dan meminta pasien untuk mengkonfirmasi
dengan jawaban ya / tidak.
Identifikasi pasien yang dalam keadaan tidak sadar dapat dilakukan melalui keluarga
dan atau pengantar yang mengetahui identitas pasien. Apabila pasien datang dalam
keadaan tidak sadar dan tidak ada keluarga dan atau pengantar yang mengetahui
identitas pasien, maka pasien sementara akan diidentifikasi sebagai Mr. X atau Ms. X,
sampai identitas yang sesungguhnya diketahui lebih lanjut.
2. PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
Komunikasi efektif adalah tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh
penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman).
Prosesnya adalah pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan
secara lengkap isi pesan tersebut oleh si penerima pesan ; isi pesan dibacakan kembali
(read back) secara lengkap oleh penerima pesan ; dan penerima pesan
mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan.
Komunikasi dilakukan sedemikian sehingga isi pesan yang hendak disampaikan
benar-benar diterima oleh penerima sesuai dengan maksud pemberi pesan.
Komunikasi per lisan dengan menggunakan telepon dilaksanakan sedemikian
sehingga sebelum pembicaraan diakhiri, penerima informasi/ instruksi mengulang
kembali informasi/ instruksi yang diberikan dan pemberi informasi/ instruksi
mengecek kebenaran informasi/ instruksi yang diberikan. (lihat SPO Konsultasi
dengan Dokter per Telepon). Informasi/ instruksi lisan yang telah diterima segera
dicatat pada status rekam medis pasien, untuk selanjutnya pada kesempatan pertama
dimintakan tanda tangan dari pemberi instruksi.
3. PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH
ALERT MEDICATION)
Sasaran high alert medication ditujukan pada identifikasi, pengelolaan, pelaporan
serta dokumentasi obat–obat yang mempunyai risiko tinggi menyebabkan cidera pada
pasien bila digunakan secara salah. Obat–obat yang perlu diwaspadai (High Alert
Medications) adalah obat–obat yang mempunyai risiko tinggi menyebabkan cidera
pada pasien bila digunakan secara salah yang daftarnya diperoleh dari hasil
inventarisasi unit pelayanan. Obat-obatan yang perlu diwaspadai diberi label khusus
dengan menggunakan stiker berwarna (lihat SPO Pemberian Label Obat yang Perlu
Diwaspadai).
LASA (nama obat, rupa dan ucapan mirip) adalah obat–obat yang memiliki nama,
rupa dan ucapan mirip yang perlu diwaspadai khusus agar tidak terjadi kesalahan
pengobatan (dispensing error) yang bisa menimbulkan cidera pada pasien. Pemberian
obat-obatan tersebut diberikan kepada pasien dengan melakukan pengecakan ulang
atas obat dan pasien yang akan diberi.
Contoh rupa mirip: Dextrose 40% dan Magnesium Sulfat, Oxytocin dan Lidocaine.
Contoh ucapan mirip: Phenobarbital dan Phentobarbital.
4. KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR DAN TEPAT-PASIEN
OPERASI
Tindakan Pembedahan yang dilakukan oleh dokter IGD harus menjamin ketepatan pada
pasien dan pada Lokasi yang tepat, dan menggunakan metode yang sesuai untuk
mencegah komplikasi anestesi dan melindungi pasien dari rasa nyeri. Dokter IGD
mengidentifikasi dan mengantisipasi secara efektif ancaman hilangnya fungsi
pernapasan, resiko kehilangan darah, menghindari penggunaan obat yang dapat
menimbulkan reaksi alergi atau reaksi obat yang tidak dikehendaki pada pasien yang
diketahui beresiko, secara konsisten menggunakan metode pencegahan terjadinya
infeksi luka operasi, mencegah tertinggalnya instrumen bedah dan/atau kasa pada
luka/tempat operasi, mengidentifikasi secara akurat dan mengamankan spesimen bedah,
dan melakukan komunikasi dan konsultasi atas informasi penting atas jalannya tindakan
pembedahan yang aman. Formulir Persetujuan Tindakan Medis (informed consent)
harus sudah ditandatangani oleh yang berkepentingan, segera setelah penjelasan/
informasi yang diperlukan disampaikan kepada pasien dan/ atau keluarganya (lihat
SPO Persetujuan Tindakan Medis).
5. PENGURANGAN RESIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN
Semua bahan/material yang terkontaminasi darah dan komponen cairan tubuh pasien
harus dianggap berpotensi terhadap penularan infeksi, oleh karena itu perlu dilakukan
penggunaan alat pelindung diri (APD) dan dilakukan prosedur dekontaminasi terlebih
dahulu (lihat SPO Penggunaan APD dan SPO Dekontaminasi)
Semua peralatan medis yang akan dipergunakan untuk melakukan prosedur invasif
terhadap pasien harus terjamin sterilitasnya (lihat SPO Sterilisasi Alat)
Semua tenaga medis/ keperawatan/ paramedis lain harus melakukan cuci tangan
sebelum dan setelah melakukan tindakan terhadap pasien (lihat SPO Cuci Tangan).
Pasien perlu diberi informasi mengenai maksud dan tujuan tindakan cuci tangan serta
setiap prosedur septik dan antiseptik yang dilakukan terhadapnya
Mencuci tangan adalah prosedur tindakan membersihkan tangan dengan
menggunakan sabun/ anti septic di bawah air bersih yang mengalir atau cairan
lainnya. Lima momen cuci tangan, meliputi: sebelum kontak dengan pasien; sebelum
tindakan aseptik ; setelah kontak pasien ; setelah kontak cairan tubuh pasien ; setelah
kontak lingkungan.
Prosedur cuci tangan:
a. Gosokkan kedua telapak tangan.

b. Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan


kanan atau sebaliknya.
c. Dengan menghadapkan telapak tangan kiri dan telapak
tangan kanan dan bersihkan sela – sela jari.

d. Mengepalkan tangan dan gosok pungung jari tangan


kanan dengan tangan kiri atau sebaliknya.
e. Membersihkan ibu jari dengan cara mengosok dan putar
ibu jari tangan kanan dengan tangan kiri atau sebaliknya.

f. Bersihkan ujung jari dengan cara menggosok ujung jari


tangan kanan di atas telapak tangan kiri atau sebaliknya

6. PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH


Jatuh dapat diartikan sebagai hilangnya posisi tegak yang berakibat pada berakhirnya
posisi tubuh di lantai, tanah atau obyek lain seperti mebeler atau tangga ; atau dapat
diartikan perpindahan tubuh ke bawah dan mencapai lantai/tanah atau membentur
obyek lain (kursi, tangga, dsb.) secara tiba-tiba, tidak terkontrol, tidak disengaja, dan
tanpa tujuan.
Dokter/ perawat/ paramedis wajib melakukan asesmen terhadap pasien dengan risiko
jatuh dan memberikan identifikasi berupa gelang dan papan petunjuk mengenai hal
tersebut (lihat Panduan Pencegahan Pasien Jatuh).
Pasien yang telah diidentifikasi berpotensi atas risiko jatuh wajib dimonitor dan
dilakukan tindakan pencegahan (lihat SPO Pencegahan Pasien dengan Risiko Jatuh).
Asesmen harus sudah ditetapkan dalam waktu selambat-lambatnya 24 jam sejak
pasien dirawat di Rumah Sakit. Asesmen dilakukan oleh dokter penanggung jawab
pasien (DPJP) dan / atau perawat (minimal penanggung jawab shift / kepala tim)
dengan menentukan skore risiko jatuh berdasarkan Morse Fall Scale.
Terhadap semua pasien baru dilakukan penilaian atau asesmen atas potensi risiko
jatuh dan penilaian diulang jika diindikasikan adanya perubahan kondisi pasien atau
pengobatan yang menimbulkan adanya risiko jatuh. Hasil penilaian dimonitor dan
ditindaklanjuti sesuai level risiko jatuh. Seluruh pasien rawat inap dinilai risiko jatuh
dengan menggunakan lembar penilaian risiko jatuh. Penilaian memakai formulir
Morse Fall Scale (MFS).
 Kriteria Pasien dengan risiko jatuh (label Kuning – Morse Fall)
 Upaya pencegahan risiko pasien jatuh : railing, restraint, ...................
 Indikasi restraint : gaduh gelisah, kejang, ..........
N. PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
Pelaporan secara anonym dan tertulis kepada Tim KPRS setiap kejadian nyaris cidera
(KNC) atau kejadian tidak diharapkan (KTD) yang menimpa pasien atau kejadian lain
yang terjadi di rumah sakit.
1. ALUR PELAPORAN INSIDEN KE TIM KESELAMATAN PASIEN DI
RUMAH SAKIT (INTERNAL)
a. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD) di rumah sakit, wajib segera
ditindaklanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak/akibat yang tidak
diharapkan.
b. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi Formulir
Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada atasan langsung. Paling lambat
2x24 jam, jangan menunda laporan.
c. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada atasan langsung pelapor.
(Atasan langsung disepakati sesuai keputusan Manajemen : Supervisor/Kepala
Bagian/Instalasi/Departemen/Unit, Ketua Komite Medis/ Ketua KSMF)
d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap
insiden yang dilaporkan
e. Hasil grading akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap
insiden yang dilakukan sebagai berikut : (Pembahasan lebih lanjut lihat BAB III)
f. Grade biru: investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 1 minggu
g. Grade hijau: investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 2
minggu
h. Grade kuning: investigasi komprehensif/Analisis akar masalah/RCA oleh Tim KP
di RS, waktu maksimal 45 hari.
i. Grade merah: investigasi komprehensif/Analisis akar masalah/RCA oleh Tim KP
di RS, waktu maksimal 45 hari.
j. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan
laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS.
k. Tim KP di Rumah Sakit akan menganalisa kembali hasil investigasi dan laporan
insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA)
dengan melakukan Regrading.
l. Untuk grade Kuning/Merah, Tim KP di Rumah Sakit akan melakukan Analisa akr
masalah/Root Cause Analysis (RSC).
m. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan Rekomendasi
untuk perbaikan serta “Pembelajaran” berupa : Petunjuk/”Safety Alert” untuk
mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
n. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi.
o. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan umpan balik kepada
unit kerja terkait.
p. Unit Kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan kerjanya masing-masing.
q. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di Rumah Sakit. (Alur : Lihat
Lampiran 4)
2. ALUR PELAPORAN INSIDEN KE TIM KESELAMATAN PASIEN DI RS
(INTERNAL)
a. Faktor Kontributor
Adalah keadaan, tindakan atau faktor yang mempengaruhi dan berperan dalam
mengembangkan dan atau meningkatkan resiko suatu kejadian (misalnya
pembagian tugas yang tidak sesuai kebutuhan).
Contoh:
1) Faktor kontributor di luar organisasi (eksternal)
2) Faktor kontributor dalam organisasi (internal), misal : tidak adanya prosedur
3) Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas (kognitif atau perilaku
petugas yang kurang, lemahnya supervisi, kurangnya teamwork atau
komunikasi).
4) Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien.
b. Analisa akar masalah/ Root cause analysis (RCA)
Adalah suatu proses berulang yang sistematik dimana faktor-faktor yang
berkontribusi dalam suatu insiden diidentifikasi dengan merekonstruksi
kronologis kejadian menggunakan pertanyaan “kenapa” yang diulang hingga
menemukan akar penyebabnya dan penjelasannya. Pertanyaan “kenapa” harus
ditanyakan hingga tim investigator mendapatkan fakta, bukan hasil spekulasi.
Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi resiko, salah satu caranya
adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Dapat
dipastikan bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua orang dalam organisasi
untuk peduli akan bahaya/ potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien.
Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya
error sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi
selanjutnya.
Mengapa pelaporan insiden penting?
 Karena pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah
kejadian yang sama terulang kembali.
Bagaimana memulainya?
 Dibuat suatu sistem pelaporan insiden di Rumah Sakit meliputi kebijakan,
alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus
disosialisasikan pada semua karyawan.
Apa yang harus dilaporkan?
 Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi
ataupun yang nyaris terjadi.
Siapa yang membuat Laporan Insiden?
 Siapa saja atau semua staff Rumah Sakit yang menemukan kejadian
 Siapa saja atau semua staff yang terlibat dalam kejadian.
Masalah yang dihadapi dalam Laporan Insiden
 Laporan dipersepsikan sebagai “pekerjaan perawat”
 Laporan sering disembunyikan, karena takut disalahkan.
 Laporan sering terlambat
 Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya blame culture.
Bagaimana cara membuat Laporan Insiden?
Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud, tujuan
dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir laporan insiden,
kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan dalam sistem pelaporan dan
cara menganalisis laporan.
BAB VII KESELAMATAN KERJA

A. PENDAHULUAN
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih
tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejal. Setiap hari ribuan anak berusia
kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV. Dari
keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara - negara berkembang yang belum mampu
menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang
sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara
langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan
dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelingdung,
pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum
dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui tindakan
pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data PMI
angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998
dan angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah 2,10%.
Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak memberikan
gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan untuk
mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari
penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui “
Kewaspadaan Umum “ atau “Universal Precaution” yaitu dimulai sejak dikenalnya
infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi “Petugas Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak langsung
dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya mempunyai resiko
terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan
keselamatan darinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal.

B. TUJUAN
1. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi
diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
2. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko
tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk
menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal
Precaution”.

C. TINDAKAN YANG BERESIKO TERPAJAN


1. Cuci tangan yang kurang benar.
2. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
3. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman.
4. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman.
5. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat.
6. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.

D. PRINSIP KESELAMATAN KERJA


Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah
menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan.
Ketiga prinsip tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah
kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain.
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
karyawan Rumah Sakit dilakukan dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan
rehabilitasi.

E. PENGENDALIAN BAHAYA DI TEMPAT KERJA


1. PENGENDALIAN BARANG BERBAHAYA DAN BERACUN (B-3)
a. Tata Laksana Inventarisasi B-3
1) Melakukan pencatatan penggunaan, penyimpanan bahan dan limbah berbahaya
yang ada di lingkungan Rumah Sakit
2) Pencatatan/inventarisasi berdasarkan unit kerja terkait yang menggunakan,
menyimpan dan mengelola berdasarkan jenis, spesifikasi dan kategori bahan.
3) Mapping lingkungan tempat kerja (area atau tempat kerja yang dianggap
berisiko dan berbahaya)
4) Melakukan pemantauan secara berkala oleh unit berwenang, akan
pengunaannya
5) Menyusun prosedur pencatatan, pelaporan, penanggulangan dan tindak
lanjutnya
b. Tata Laksana Penanganan B-3
Dalam penanganan B-3 (menyimpan, memindahkan, menangani tumpahan,
menggunakan, dsb.) setiap staf wajib mengetahui betul jenis bahan dan cara
penanganannya dengan melihat standar prosedur dan MSDS (material safety data
sheet) yang telah ditetapkan.
1) Penanganan untuk personil
a) Kenali dengan seksama jenis bahan yang akan digunakan atau disimpan
b) Baca petunjuk yang tertera pada kemasan
c) Letakkan bahan sesuai ketentuan
d) Tempatkan bahan pada ruang penyimpanan yang sesuai dengan petunjuk
e) Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan
f) Jangan menyimpan bahan yang mudah bereaksi di lokasi yang sama
g) Jangan menyimpan bahan melebihi pandangan mata
h) Pastikan kerja aman sesuai prosedur dalam pengambilan dan penempatan
bahan, hindari terjadinya tumpahan/kebocoran
i) Laporkan segera bila terjadi kebocoran bahan kimia atau gas.
j) Laporkan setiap kejadian atau kemungkinan kejadian yang menimbulkan
bahaya/kecelakaan atau nyaris celaka (accident atau near miss) melalui
formulir yang telah disediakan dan alur yang telah ditetapkan.
2. PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN
a. Tata laksana identifikasi area berisiko kebakaran
1) Melakukan identifikasi area/lokasi yang berisiko
2) Melakukan inventarisasi bahan dan sumber yang beresiko terjadinya kebakaran
dimasing-masing Unit Rumah Sakit.
3) Melakukan mapping (denah) area berdasarkan kategori dan jenis/tingkat
resiko bahaya kebakaran.
4) Memberikan tanda dan symbol tempat serta bahan yang mengandung resiko
kebakaran
5) Melakukan sosialisasi ke staff dan pengunjung tentang sumber resiko bila
terjadi kebakaran
b. Tata laksana pencegahan kebakaran
1) Memberikan informasi dan edukasi kepada staff, pasien, pengunjung tentang
bahaya kebakaran.
2) Memberikan pendidikan, pelatihan dan aplikasi/uji coba yang nyata kepada
staf tentang kebakaran secara berkala
3) Mengidentifikasi pemakaian, penggunaan dan penempatan bahan-
bahan/sumber-sumber/peralatan yang mengakibatkan kebakaran.
4) Menetapkan lokasi-lokasi yang dapat menyebabkan resiko kebakaran, baik
resiko kebakaran kecil maupun besar
5) Melakukan kontrol/inspeksi, perbaikan dan penggantian secara berkala
peralatan/fasilitas yang rusak atau sudah waktunya dilakukan pembaharuan.
6) Menjauhkan peralatan dan fasilitas yang beresiko terbakar dengan
sumber/bahan yang mudah terbakar.
7) Menempatkan alat pemadam kebakaran di area-area/titik-titik tertentu yang
dapat mudah dijangkau oleh semua orang.
8) Memasang label, symbol dan tanda peringatan pada lokasi-lokasi yang
beresiko terjadinya kebakaran.
9) Mengatur/mendesain bangunan, peralatan dan sumber-sumber resiko
kebakaran sesuai dengan jarak aman yang diperkenankan.
10) Melakukan pengawasan setiap pembangunan didalam atau berdekatan dengan
bangunan yang dihuni pasien
c. Tata laksana deteksi dini kebakaran
1) Deteksi asap (smoke detector) dan alarm kebakaran
a) Penempatan peralatan disesuaikan dengan fungsi dan area beresiko (public
area)
b) Pastikan terlebih dahulu lokasi/area alarm kebakaran atau deteksi asap
yang bunyi/mendeteksi kebakaran.
c) Lakukan penanganan secepatnya bila sistem deteksi mengetahui adanya
tanda-tanda kebakaran dengan menuju lokasi terjadinya kebakaran.
d) Ambil peralatan kebakaran yang tersedia/terjangkau sekitar area/lokasi
kebakaran dan melakukan tindakan penyelamatan.
e) Pemeliharaan sistem/komponen deteksi kebakaran yang dilakukan secara
berkala
f) Dilakukan uji coba/simulasi terhadap peralatan dalam periode tertentu
untuk memastikan fungsi dan kegunaan alat.
2) Patroli kebakaran
a) Penetapan/penunjukkan staff sebagai petugas patroli kebakaran
b) Adanya prosedur pengawasan yang menjadi prosedur baku yang ditetapkan
sebagai langkah control yang ada.
c) Adanya rute/jadwal ronda secara berkala untuk melakukan pemantauan
area/lokasi dan tempat/fasilitas yang beresiko terjadinya kebakaran
d) Adanya sistem/kategori tingkat pengawasan lokasi/fasilitas dan area public
yang menimbulkan bahaya kebakaran besar, sedang dan kecil.
d. Tata laksana penghentian/supresi atau pengendalian kebakaran
1) Memastikan sistem penghentian/supresi pemadam kebakaran dapat berjalan
dengan baik dengan melakukan inspeksi dan uji coba secara berkala atas fungsi
alat.
2) Penggunaan dan penempatan peralatan disesuaikan dengan jenis bahan pada
lokasi yang mudah terjadinya kebakaran dan besarnya risiko yang terjadi
(supresan kimia dan springkler)
3) Gunakan sistem pemadaman sesuai dengan jenis/bahan yang terbakar, sistem
isolasi, sistem pendinginan dan sistem urai untuk mengurangi serta membatasi
api.
4) Memastikan petugas patroli kebakaran, staf dan pengunjung dapat
menggunakan peralatan pemadam kebakaran dengan baik dan tepat sasaran
sebagai fungsi pengendalian tingkat pertama sebelum terjadinya kebakaran
yang lebih besar lagi.
5) Memastikan ketersediaan APAR dan hydrant pada area/lokasi terdekat atau
pada titik rawan risiko terjadinya kebakaran
e. Tata laksana evakuasi
1) Pasien
a) Informasikan terjadinya kebakaran dengan membunyikan alarm/sirene
tanda bahaya kebakaran
b) Kepala ruangan/kepala unit yang terkait dengan pelayanan pasien
melakukan instruksi untuk melakukan pengosongan ruangan dengan cara
memindahkan pasien ke ruangan yang lebih aman/titik kumpul.
c) Kepala ruangan/kepala unit bekerjasama dengan kepala unit perawatan dan
perawat yang ada untuk mengevakuasi pasien dengan terlebih dahulu
menginformasikan alasan dilakukannya evakuasi.
d) Kepala ruangan/kepala unit dapat bekerjasama dengan keluarga dan
pengunjung yang berada dilokasi/ruangan untuk mempercepat jalannya
evakuasi pasien.
e) Lakukan evakuasi pada pasien yang mempunyai kondisi/keadaan yang
lebih stabil (dapat berjalan/menggunakan kursi roda), selanjutnya evakuasi
pasien yang berikutnya.
2) Karyawan & pengunjung/keluarga
a) Informasikan terjadinya kebakaran dengan membunyikan alarm/sirene
tanda bahaya kebakaran
b) melakukan evakuasi terhadap staf/tamu/pengunjung yang berada dilokasi
atau dekat dengan lokasi kebakaran (pengosongan area atau gedung).
c) Mengarahkan dan memandu staf/tamu/pengunjung ke area yang aman (titik
kumpul) dari jangkauan kebakaran.
d) Mengamankan lokasi sekitar dari staf/tamu/pengunjung dan bantu
kelancaran jalur evakuasi petugas pemadam menuju area kebakaran
e) Lakukan pemadaman listrik instalasi yang terdekat dengan area/lokasi
kebakaran atau bahan-bahan/sumber yang dapat menimbulkan terjadinya
kebakaran yang lebih hebat.
f. Tata laksana penanganan korban kebakaran
1) Proses penanganan korban dilakukan secepatnya untuk mencegah risiko
kecacatan dan atau kematian
2) Menentukan prioritas penanganan terhadap korban dan penempatan korban
sesuai hasil triage
3) Evakuasi korban ke tempat yang lebih aman dan layak untuk dapat dilakukan
pertolongan
4) Melakukan stabilisasi atau tindakan dasar (basic live support) pada korban
5) Tindakan definitive sesuai kondisi kegawatan dan bila diperlukan Memberikan
tindakan perawatan lanjutan

F. PROMOSI KESEHATAN
1. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM Rumah Sakit:
a. Pemeriksaan fisik lengkap
b. Kesegaran jasmani;
c. Rontgen paru-paru (bilamana mungkin);
d. Laboratorium rutin;
e. Pemeriksaan lain yang dianggap perlu;
f. Pemeriksaan yang sesuai kebutuhan guna mencegah bahaya yang
diperkirakan timbul, khususnya untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu.
g. Jika 3 (tiga) bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan
oleh dokter (pemeriksaan berkala), tidak ada keragu-raguan maka
tidak perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja.
2. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit
a. Pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap,
kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan
laboratorium rutin, serta pemeriksaanpemeriksaan lain yang dianggap perlu;
b. Pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit sekurang-
kurangnya 1 tahun.
c. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada :
1) SDM Rumah Sakit yang telah mengalami kecelakaan atau
penyakit yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2 (dua) minggu;
2) SDM Rumah Sakit yang berusia di atas 40 (empat puluh) tahun
atau SDM Rumah Sakit yang wanita dan SDM Rumah Sakit yang cacat
serta SDM Rumah Sakit yang berusia muda yang mana melakukan
pekerjaan tertentu;
3) SDM Rumah Sakit yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai
gangguan-gangguan kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan
khusus sesuai dengan kebutuhan;
4) Pemeriksaan kesehatan kesehatan khusus diadakan pula apabila
terdapat keluhan-keluhan diantara SDM Rumah Sakit, atau atas
pengamatan dari Organisasi Pelaksana K3RS.
d. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan
kerja dan memberikan bantuan kepada SDM Rumah Sakit dalam
penyesuaian diri baik fisik maupun mental.
Yang diperlukan antara lain:
1) Informasi umum Rumah Sakit dan fasilitas atau sarana yang terkait
dengan K3;
2) Informasi tentang risiko dan bahaya khusus di tempat kerjanya;
3) SOP kerja, SOP peralatan, SOP penggunaan alat pelindung
diri dan kewajibannya;
4) Orientasi K3 di tempat kerja;
5) Melaksanakan pendidikan, pelatihan ataupun promosi/penyuluhan
kesehatan kerja secara berkala dan berkesinambungan sesuai
kebutuhan dalam rangka menciptakan budaya K3.
e. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan
fisik SDM Rumah Sakit :
1) Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk
SDM Rumah Sakit yang dinas malam, petugas radiologi, petugas lab,
petugas kesling dll;
2) Pemberian imunisasi bagi SDM Rumah Sakit;
3) Olah raga, senam kesehatan dan rekreasi;
4) Pembinaan mental/rohani.

G. PENGOBATAN DAN REHABILITASI


1. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM Rumah
Sakit yang menderita sakit :
a. Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seiuruh SDM Rumah
Sakit;
b. Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobatan untuk SDM
Rumah Sakit yang terkena Penyakit Akibat Kerja (PAK);
c. Menindak lanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan
pemeriksaan kesehatan khusus;
d. Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait.
2. Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit penyakit yang ditimbulkan akibat karyawan
melakukan aktivitas pekerjaannya atau sebagai akibat/risiko yang diitimbulkan karena
aktivitas yang dilakukan karyawan selama melakukan pekerjaan tersebut. Penyakit
akibat kerja yang disebabkan oleh factor-faktor biologi (virus, bakteri, jamur, parasit),
faktor kimia (antiseptik, reagen, gas anestesi), faktor ergonomis (lingkungan kerja,
cara kerja dan posisi kerja yang salah), faktor fisik (suhu, cahaya, bising, listrik,
getaran dan radiasi), faktor psikososial (kerja bergilir, beban kerja, hubungan sesame
pekerja/atasan) sehingga dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi dari Penyakit Akibat Kerja berupa :
a. Jenis pekerjaan (saat ini dan sebelumnya)
b. Gerakan dalam bekerja
c. Tugas yang berat / berlebihan
d. Perubahan / pergeseran kerja
e. Iklim di tempat kerja
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu (quality control) adalah proses deteksi dan koreksi adanya penyimpangan
atau perubahan segera setelah terjadi dalam rangka mempertahankan mutu.
Indikator mutu adalah variabel mutu yang dapat digunakan sebagai pengukuran terhadap
pencapaian standar, dapat dievaluasi dari waktu ke waktu dan dapat dipakai sebagai tolok
ukur prestasi kuantitatif/kualitatif terhadap perubahan dari standar atau target yang telah
ditetapkan sebelumnya dengan selalu memperhatikan hubungan kerjasama para pelaksanan
pelayanan dari dokter, tenaga kesehatan dan tenaga lain yang bekerja di rumah sakit.

Indikator mutu di Instalasi Gawat Darurat sebagai berikut:

A. KEMATIAN PASIEN KURANG DARI 24 JAM DI IGD

JUDUL: Kematian Pasien ≤ 24 jam di Gawat Darurat

DIMENSI MUTU Efektifitas dan Keselamatan

TUJUAN Terselenggaranya pelayanan yang efektif dan mampu

menyelamatkan pasien gawat darurat

DEFINISI Kematian ≤ 24 jam adalah kematian yang terjadi dalam periode

OPERASIONAL 24 jam sejak pasien datang

FREKUENSI Tiap bulan

PENGUMPULAN

PERIODE ANALISIS Tiap 3 bulan

NUMERATOR Jumlah pasien yang meninggal dalam periode ≤ 24 jam sejak


pasien datang

DENOMINATOR Jumlah seluruh yang ditangani di Gawat Darurat

SUMBER DATA INKLUSI

EKSKLUSI

STANDAR ≤ 2 perseribu

PENANGGUNG Kepala Unit Gawat Darurat / Tim Mutu / Panitia Mutu

JAWAB

B. WAKTU TANGGAP PELAYANAN DOKTER DI IGD

JUDUL: Waktu Tanggap Pelayanan Dokter Di Unit Gawat Darurat

DIMENSI MUTU Keselamatan dan efektifitas

TUJUAN Terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsif dan mampu

menyelamatkan pasien gawat darurat

DEFINISI Kecepatan pelayanan dokter di gawat darurat adalah Kecepatan

OPERASIONAL pasien dilayani sejak pasien datang sampai mendapat pelayanan

dokter (menit)

FREKUENSI Setiap bulan

PENGUMPULAN

PERIODE ANALISIS Tiga bulan sekali

NUMERATOR Jumlah kumulatif waktu yang diperlukan sejak kedatanagan

semua pasien yang disampling secara acak sampai dilayani


dokter

DENOMINATOR Jumlah seluruh pasien yang di sampling (minimal n = 50)

SUMBER DATA Sample

STANDAR ≤ 5 menit terlayani setelah pasien datang

PENANGGUNG Kepala Unit Gawat Darurat / Tim Mutu / Panitia Mutu

JAWAB

C. KEPUASAN PELANGGAN PADA PELAYANAN IGD

JUDUL: Kepuasan Pelanggan pada Pelayanan Unit Gawat Darurat

DIMENSI MUTU Kenyamanan

TUJUAN Terselenggaranya pelayanan gawat darurat yang mampu

memberikan kepuasan pelanggan

DEFINISI Kepuasan adalah pernyataan tentang persepsi pelanggan

OPERASIONAL terhadap pelayanan yang di berikan

FREKUENSI Setiap bulan

PENGUMPULAN

PERIODE ANALISIS Tiga bulan sekali

NUMERATOR Jumlah kumulatif rerata penilaian kepuasan pasien Gawat

Darurat yang di survey

DENOMINATOR Jumlah seluruh pasien Gawat Darurat yang di survey (minimal n

= 50)
SUMBER DATA Survey

STANDAR ≥ 70%

PENANGGUNG Kepala Unit Gawat Darurat / Tim Mutu / Panitia Mutu

JAWAB
BAB IX PENUTUP

Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat memberikan tindakan yang cepat
dan tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat meminimalkan angka kematian dan
mencegah terjadinya kecacatan yang tidak perlu. Upaya peningkatan gawat darurat
ditujukan untuk menunjang pelayanan dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien gawat
darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaaan bencana.
Buku Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat ini diharapkan dapat mengatasi berbagai
kendala, antara lain sumber daya manusia, kebijakan manajemen rumah sakit serta pihak-
pihak terkait yang umumnya masih dengan paradigma lama yang “melihat” pelayanan
Gawat Darurat di rumah sakit “hanya” mengurusi masalah penanganan pasien secara medis
saja, melainkan juga memperhatikan kepuasan pasien dan keluarga pasien terhadap
pelayanan medis.
Untuk keberhasilan pelaksanaan Buku Pedoman ini diperlukan komitmen dan kerjasama
yang lebih baik antara berbagai unit terkait, sehingga pelayanan rumah sakit pada umumnya
akan semakin optimal, dan khususnya pelayanan Instalasi Gawat Darurat dan akan dirasakan
oleh pasien dan masyarakat.

Rumah Sakit Efarina Etaham


Direktur,

dr. Herman Ramli

Anda mungkin juga menyukai