Anda di halaman 1dari 36

KEPOLISIAN DAERAH SULAWEI TENGAH

RUMKIT BHAYANGKARA TK III PALU

PANDUAN SEDASI

RUMKIT BHAYANGKARA PALU


2018
KEPUTUSAN KEPALA RUMKIT BHAYANGKARA PALU
NOMOR : Kep / 09 / I / 2018

tentang

PANDUAN SEDASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA RUMKIT BHAYANGKARA PALU

Menimbang : Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan di Panduan Sedasi,


perlu menetapkan Keputusan Kepala Rumkit Bhayangkara Palu tentang
Panduan Sedasi di Rumkit Bhayangkara Palu;

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit.
2. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.
3. Keputusan Pemerintah No. 36 tahun 1996 tetang Tenaga Kesehatan.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 971/MENKES/PER/XI/2009 tentang Standar Kompetisi Pejabat
Struktural Kesehatan.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 340/Menkes/PER/II/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010 Tentang Izin Dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1796/MNKES/PER/VII/2011 Tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan.
9. Keputusan Menteri Kesehatan No. 129 Tahun 2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

10. Standar…..
10. Standar Asuhan Keperawatan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia 1997.
11. Pedoman Uraian Tugas Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1999.
12 .Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Di
Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2001.
13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 290/MENKES/PER/III? 2008 Tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 519 /Menkes/Per/III/2010
tentang pelayanan anestesiologi
15. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/251/2015 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Anestesiolagi dan Terapi Intensif

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA RUMKIT BHAYANGKARA PALU TENTANG


PANDUAN SEDASI

Pasal 1

Panduan Sedasi di Rumkit Bhayangkara Palu tercantum dalam lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini

Pasal 2

Panduan Sedasi di Rumkit Bhayangkara Palu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1


merupakan acuan bagi unit kerja Instalasi Bedah Sentral dan Unit terkait di
Lingkungan Rumkit Bhayangkara Palu dalam menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan

Pasal 3

Ketentuan yang belum tercantum dalam lampiran Keputusan ini akan dilakukan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Pasal 4…..
Pasal 4

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Palu
pada tanggal : 10 Januari 2018
KEPALA RUMKIT BHAYANGKARA PALU

dr. I MADE WIJAYA PUTRA, Sp.PD


AJUN KOMISARIS BESAR POLISI NRP 72090611
LAMPIRAN

KEPUTUSAN KEPALA RUMKIT BHAYANGKARA PALU


NOMOR : Kep / 09 / I / 2018

TENTANG

PANDUAN SEDASI
DAFTAR ISI
Halaman Judul ......................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................... ii
Lembar Pengesahan ................................................................................................ iii
BAB I. DEFINISI ..................................................................................................... 1
PENGERTIAN ............................................................................................. 1
BAB II. RUANG LINGKUP ..................................................................................... 3
A. TUJUAN UMUM ................................................................................... 3
B. TUJUAN KHUSUS ............................................................................... 3
Bab III. TATA LAKSANA .......................................................................................... 5
A. KUALIFIKASI DAN KETRAMPILAN KHUSUS ...................................... 5
B. KONTRAINDIKASI ................................................................................ 6
C. PENGGUNAAN OBAT .......................................................................... 6
D. PEMULIHAN DAN REVERSAL ............................................................. 8
E. PEMBAGIAN PEDIATRI BERDASARKAN PERKEMBANGAN
BIOLOGIS ............................................................................................. 10
F. FREKUENSI DAN MONITORING ......................................................... 10
G. KUNJUNGAN PRA ANESTESI / PRA SEDASI .................................... 11
H. PEMERIKSAAN FISIK .......................................................................... 13
I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN UJI LAIN ............................... 15
J. PERENCANAAN ANESTESI ................................................................ 17
K. MENENTUKAN PROGNOSIS............................................................... 17
L. PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN ............................................. 18
M. INFORMED CONSENT ......................................................................... 20
N. PERALATAN ......................................................................................... 20
1. ALAT-ALAT ANESTHESIA ............................................................. 20
2. MESIN ANESTESI .......................................................................... 20
3. MONITOR ....................................................................................... 20
4. VENTILATOR ANESTESI ............................................................... 20
5. SISTEM SIRKULASI ....................................................................... 21
BAB IV. DOKUMENTASI ......................................................................................... 22
1

KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI TENGAH LAMPIRAN KEPUTUSAN KARUMKIT BHAY


RUMKIT BHAYANGKARA PALU NOMOR : 09 / I / 2018
TANGGAL : 10 Januari 2018

BAB I
DEFINISI

PERBEDAAN SEDASI DAN ANESTESI

Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresion dari


sistemsaraf pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama
tindakan, kontak verbal dengan pasien harus tetap terjaga.Berdasarkan definisi ini,
maka setiap kehilangan kesadaran yang berhubungan dengan teknik yang dilakukan
dapat didefinisikan sebagai anestesi umum. Selama sedasi, diharapkan pasien dapat
mempertahankan jalan napas dan refleks protektif. Telah disarankan suatu konsep
'sedasi dalam', akan tetapi definisi terhadap hal ini belum jelas
Pada sedasi obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu periode
yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali diberikan
kepada pasien segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis tidak
nyaman.Sedasi menggunakan obat-obatan sedatif di mana satu atau lebih obat yang
digunakan untuk menekan sistem saraf pusat dari pasien sehingga mengurangi
kesadaran pasien untuk lingkungannya.
Sedangkan anestesi umum adalah obat induksi yang ditandai dengan tidak adanya
respon yang bertujuan untuk stimulus apapun , hilangnya reflek pelindung jalan nafas,
depresi pernafasan dan gangguan peredaran darah. Anestesi umum ditujukan selama
prosedur medis, bedah diagnostic atau interfensi medis dan membutuhkan perhatian
khusus.
Kebanyakan prosedur sedasi, dilakukan pada orang dewasa dalam keadaan
sadar, tetapi untuk anak memerlukan anestesi umum terutama jika prosedur dengan
waktu yang lama atau menyakitkan. Namun, sekarang ada peningkatan minat dalam
penggunaan regimen sedativa pada bidang pediatri. Hal ini disebabkan karena
kurang invansif dibandingkan dengan anestesi umum serta lebih murah. Mungkin lebih

sulit …..
2

sulit untuk menentukan tingkat sedasi pada anak serta kemungkinan bahaya
teranestesi dapat terjadi.
Pedoman terbaru dari Department Of Health On General Anaesthesia And
Dentistry telah merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi sadar
dan lokal anestesi, sisanya untuk keadaan yang sangat mutlak baru
menggunakan anestesi umum. Jika pemilihan pasien dilakukan secara cermat, dan
dengan proseduryang sesuai, penggunaan sedasi bisa sangat berhasil.

BAB II …..
3

BAB II
RUANG LINGKUP

Jumlah prosedur non invasif dan invasif minimal di lakukan di luar ruang operasi
telah berkembang pesat selama beberapa dekade. Sedasi, analgesia atau
keduanya mungkin diperlukan untuk banyak prosedur intervensi dan diagnostik.
Perawatan individual penting ketika menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi
analgesia prosedural (PSA). Pasien mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri,
imobilisasi. Manajemen sedasi dapat berkisar dari sedasi minimal, sampais anestesi
minimal.
Berbagai prosedur yang memerlukan sedasi prosedural dilayani lebih baik dengan
mempertimbangkan tujuan sedasi prosedural dan menentukan apakah pasien
tertentu memerlukan intervensi farmakologis untuk memenuhi tujuan selama prosedur.

A. Tujuan Umum :

Sebagai acuan pemberian sedasi untuk pasien yang akan menjalani prosedur di
IGD, radiologi, kedokteran gigi.
B. Tujuan Khusus :

Ada beberapa tujuan dari pada sedasi / analgesi:


1. Keselamatan pasien
2. Meminimalkan rasa sakit dan kecemasan terkait dengan prosedur
3. Meminimalkan gerakan pasien selama prosedur
4. Memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur dan pasien kembali
sadar secepat mungkin.
Indikasi untuk sedasi prosedural dapat bervariasi dari pasien ske pasien
berdasarkan tingkat kecemasan dan rasa sakit yang terkait dengan prosedur.
Perawatan individual penting ketika menentukan apakah pasien membutuhkan
sedasi prosedural. Pasien mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.

Tingkatan …..
4

Tingkatan sedasi dari ringan sampai dalam :

1. Sedasi Minimal (anxiolysis). Dalam keadaan ini pasien dapat merespon


perintah verbal dan mungkin memiliki beberapa gangguan kognitif, tetapi tidak
ada efek pada status kardiopulmoner.
2. Sedasi Moderat. Ada depresi kesadaran, tetapi pasien dalam keadaan in dapat
merespons dengan tepat perintah verbal, baik sendiri atau bersama dengan
stimulasi taktil cahaya. Pasien mampu mempertahankan jalan nafas secara
independen, ventilasi yang cukup dan fungsi jantung biasanya terpengaruh
oleh obat yang diberikan.
3. Sedasi Dalam. Pasien pada kondisi ini tidak mudah terbangun, tetapi
merespon dengan sengaja (tidak hanya menarik) setelah stimulasi berulang
atau menyakitkan. Pasien mungkin memerlukan bantuan menjaga jalan nafas
dan ventilasi yang cukup, tetapi status kardiovaskuler normal dipertahankan
selama ventilasi.

SEDASI
SEDASI SEDASI ANESTESI
TINGKATAN RINGAN/MINIMAL
SEDANG BERAT/DALAM UMUM
(ANXIOLYSIS )
Respons normal Merespons Merespons Tidak sadar,
terhadap stimulus terhadap setelah meskipun
RESPONS verbal stimulus diberikan dengan
sentuhan stimulus stimulus
Tidak perlu Mungkin
berulang/stimulu Sering
nyeri
JALAN NAPAS Tidak terpengaruh intervensi perlu
s Memerlukan
intervensi
nyeri Intervensi

VENTILASI Tidak terpengaruh Adekuat Dapat tidak Ininter


Sering tidak
SPONTAN adekuat intervensi
Adekuat
Biasanya Biasanya dapat Dapat
FUNGSI dapat dipertahankan terganggu
KARDIOVASKU Tidak terpengaruh dipertahankan dengan baik
LER dengan baik

BAB III …..


5

BAB III
TATA LAKSANA

A. KUALIFIKASI DAN KETRAMPILAN KHUSUS.

1. Semua pengguna sedasi harus :


a. Memberitahukan kepada dokter penanggung jawab Anesthesi.
b. Mempunyai sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk:
 Penilaian pra operasi, informasi pra-dan pasca operasi
 Protokol puasa.
 Pemberian informed consent.
c. Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal
meliputi tingkat kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola pernapasan, denyut
nadi. Jika menggunakan sedasi IV, pengunaan oksimetri nadi merupakan
prosedur standar dan pada banyak prosedur lainnya monitoring tekanan
darah,elektrokardiogram dan suhu semakin sering digunakan secara rutin.
d. Fasilitas resusitasi.
e. Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan Advanced life support.
f. Pelatihan keterampilan resusitasi secara reguler.
g. Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat medis.
h. Rekam medis.
2. Prosedur yang dapat dilakukan dengan sedasi :
a. Ekstraksi gigi
b. Penjahitan minor
c. Pengangkatan jahitan
d. Dressing seperti luka bakar
e. Radio CT scan
f. Penggantian / pengangkatan plester

B. KONTRAINDIKASI …..
6

B. KONTRAINDIKASI.

Kontraindikasi untuk sedasi :


1. Pasien menolak / keluarga menolak.
2. Bayi kecil dengan prosedur tidak menyakitkan, misalnya komputer tomografi,
biasanya dapat dengan pemberian makanan dan menjaga tetap hangat
sehingga bayinya bisa tidur selama prosedur. Mereka tidak harus dibius.
3. Bayi exprematur < 56 minggu dari usia konsepsional, karena berisiko
terjadinyadepresi pernapasan serta sedasi berlebihan.
4. Gangguan perilaku berat.
5. Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya obstructive sleep
apnoea, abnormalitas kraniofasial.
6. Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi oksigen.
7. Adanya ketidakstabilan jantung yang signifikan.
8. Adanya penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan menghambat bersihan
obat sedasi.
9. Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
10.Peningkatan tekanan intrakranial.
11.Epilepsi berat atau tidak terkontrol.
12.Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-obatan sedasi atau gas
(misalnya nitrogen oksida harus dihindari jika dijumpai adanya pneumotoraks)
13.Prosedur lama atau menyakitkan.

C. PENGGUNAAN OBAT.

Obat yang digunakan untuk sedasi :


Sedasi yang efektif harus memungkinkan prosedur dilakukan dimana pasien
sementara dalam keadaan mengantuk,bebas nyeri, dengan ketakutan atau
kecemasan yang minimal. Penggunaan anestesi lokal dan analgesik sederhana

sangatlah …..
7

sangatlah penting, dan terapi pengalihan perhatian juga sangat berguna untuk anak
anak. Orang tua sering dihadirkan, dimana hal ini sangat membantu dalam menjaga
kepercayaan anak.
Kebanyakan obat sedasi, yang diberikan dalam jumlah tertentu, dapat
beresiko menghasilkan ketidaksadaran pada anak.Hal ini dapat menyebabkan
hipoksia, hiperkapnia dan berpotensi terjadi aspirasi. Untuk itu pada penggunaan
tehnik sedasi non-anestesi, maka harus mempunyai margin of safety lebar.
Organisasi sedasi untuk anak di rumah sakit semakin berkembang pesat.
Beberapa pusat pediatrik melatih sedationists yang biasanya berasal dari perawat
spesialis (nurse-lead sedation). Namun, tanggung jawab untuk pelatihan dan
pengembangan idealnya harus terletak pada departemen penanggung jawab
pelayanan anestesi dengan konsultan yang membawahi layanan.
Pasien harus dipersiapkan seolah-olah mereka akan mengalami anestesi umum.
Mereka harus:
1. Diberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan dan telah memberikan
persetujuan tindakan.
2. Dipuasakan.
3. Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum terakhir, dan diidentifikasi faktor-
faktor risiko potensial seperti alergi atau kondisi medis lainnya.
Penilaian dosis obat oral dalam bentuk kombinasi mungkin agak sulit, dimana
kemungkinan akan meningkatkansedasi yang efektif tetapi juga berpotensi
meningkatkan kejadian efek samping.
Hal ini terutama terjadi pada bayi yang kecil dan pada anak dengan kelainan
ginjal, hati atau fungsi neurologis dimana kerja obat sukar untuk diprediksi.

NAMA …..
8

NAMA OBAT SEDASI INTRA VENA

NAMA OBAT DOSIS (IV) DURASI REVERSAL


OBAT
Midazolam Dewasa 0,05mg/kg - 0,2mg/kg 20-30 menit Flumazenil 0,2mg
Diazepam Dewasa 5mg-20mg 1-8 jam Flumazenil 0,2mg
(valium)
Fentanyl Dewasa 0,5-1mcg/kg maks. 30-60 menit Nalaxone 0,4mg
250mcg
Morphine Dewasa 2-4mg maks. 10-20mg 2-4 jam Nalaxone 0,4mg
Ketamine Dewasa 0,2-1,0mg/kg 15-30 menit -
(ketalar)
Propofol Dewasa 0,2-1,0mg/kg maks 15-3 menit -
(Diprivan) 2mg/kg
Thiopental 50-100mg maks, 3mg/kg 10-30 menit -

NAMA OBAT SEDASI ORAL

NAMA OBAT DOSIS ORAL DURASI OBAT


Diazepam Dewasa 200-500mcg/kg 1-8 jam

Catatan : pada anak lebih besar dosis tidak boleh melebihi dosis dewasa normal

NAMA OBAT SEDASI INHALASI

NAMA OBAT DOSIS DURASI OBAT


Nitrous Oxide Dewasa 25%-50% Nitrous Oxide dalam O2

D. PEMULIHAN DAN REVERSAL.

Pemulihan dari sedasi haruslah cepat. Fasilitas pemulihan harus tersedia.


Gunakan Rejimen obat dengan waktu kerja yang paling pendek. Dalam pemilihan
sedasi, kita menggunakan standart skor sedasi dasi ramsay
Berikut ini, skor sedasi dari ramsay :

SKOR …..
9

SKOR SEDASI DARI RAMSAY


TINGKAT
RESPON PASIEN
SEDASI
1 Cemas, agitasi jika tidak tenang
2 Kooperatif, orientasi baik, tenang
3 Diam, respon terhadap perintah verbal
4 Tidur, respon cepat terhadap rangsangan verbal yang keras
5 Tidur, respon lambat terhadap rangsangan verbal yang keras
6 Tidak ada respon terhadap rangsangan

Catatan :
1. Light Sedation :
a. Disuruh buka mata respon positif
b. Dicubit respon positif
2. Deep Sedation :
a. Disuruh buka mata, respon negatif
b. Dicubit, respon positif
3. Light Sedation dapat menjadi deep sedation pada keadaan :
a. Gizi jelek
b. Critical ill. Dll

Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang
dewasa, karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Seperti pada
anestesia untuk orang yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus
ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman.

E.PEMBAGIAN …..
10

E. PEMBAGIAN PEDIATRI BERDASARKAN PERKEMBANGAN BIOLOGIS.


1. Orok ( neonatus ) usia dibawah 28 hari
2. Bayi ( infant) usia 1 bulan - 1 tahun
3. Anak ( child) usia 1 tahun -12 tahun

Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang


menyangkut masalah psikologi, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi.
Ada 5 perbedaan mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa.
1. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah jug alebih besar
2. Laring yang letaknya lebih anterior
3. Epiglottis yang lebih panjang
4. Leher dan tracheyang lebih pendek daripada dewasa
5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway

F. FREKUENSI DAN MONITORING.


Populasi usia lanjut adalah kelompok yang heterogen, dan kronologis
pertambahan usia tidak selalu paralel dengan kondisi fisiologis. Pasien yang berusia
lebih tua menunjukkan sejumlah komorbiditas, riwayat pengobatan yang banyak, dan
kurangnya cadangan fisiologis. Pasien usia lanjut lebih sensitif terhadap efek sedatif
dan depresan dari obat-obatan yang digunakan untuk sedasi dan juga mengalami
peningkatan risiko untuk efek samping aditif ika diberikan obat-obatan kombinasi. Jika
episode singkat dari hipotensi atau desaturasi mungkin tidak bermakna pada pasien
muda, episode yang sama pada pasien usia lanjut dapat mengakibatkan
konsekuensi serius, seperti aritmia dan iskemia jantung.
Pemantauan klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut
dibandingkan pasien yang lebih muda. Selama prosedur, individu yang bertugas
harus dapat mengawasi pasien.Individu ini tidaklah melakukan prosedur melainkan
harus terus memantau respon, kerjasama, dan tanda-tanda vital pasien.Karena
pasien yang tersedasi harus responsif setiap saat, maka komunikasi dengan pasien
adalah salah satu metode pemantauan yang paling berharga.

Pertimbangan …..
11

Pertimbangan sedasi pada dewasa/orang tua :

1. Adanya beberapa komorbiditas: penyakit koroner, aritmia


2. Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya
3. Kesulitan memposisikan pasien
4. Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal
5. Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah
6. Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi
3
7. Demensia dan disfungsi kognitif

G. KUNJUNGAN PRA SEDASI

Anamnesis dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau


melalui keluarga pasien. Yang harus diperhatikan pada anamnesis :
1. Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan, dll.
2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat
menjadi penyulit dalam anesthesia, antara lain :
a. Penyakit alergi.
b. Diabetes mellitus
c. Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia, bronchitis.
d. Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris,
dekompensasi kordis)
e. Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll)
f. Penyakit hati.
g. Penyakit ginjal.
h. Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)
3. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin
menimbulkan intereaksi (potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat
anestetik. Misalnya,obat anti hipertensi , obat-obat antidiabetik, antibiotik
golongan aminoglikosida,obat penyakit jantung (seperti digitalis, diuretika),
monoamino oxidase inhibitor, bronkodilator. Keputusan untuk melanjutkan medikasi

selama …..
12

selama periode sebelum anestesi tergantung dari beratnya penyakit dasarnya.


Biasanya obat-obatan yang dipakai pasien tetap diteruskan tetapi mengalami
perubahan dosis, diubah menjadi preparat dengan masa kerja lebih singkat atau
dihentikan untuk sementara waktu. Akan tetapi, secara umum dikatakan bahwa
medikasi dapat dilanjutkan sampai waktu untuk dilakukan pembedahan.
4. Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh
pasien dan kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang
memadai. Beratnya berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik yang
mengancam kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya intoleransi
obat-obatan. Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh reaksi obat dengan
penjelasan tentang kemungkinan terjadinya respon alergi yang serius, termasuk
reaksi terhadap plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon terlihat, obat
penyebab tidak diberikan lagi tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal
dengan antihistamin, atau kortikosteroid.
5. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa kali
dan selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu seperti
kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah.
6. Riwayat keluarga. Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada
keluarga yang lain sebaiknya juga dieveluasi. Wanita pada usia produktif
sebaiknya ditanyakan tentang kemungkinan mengandung. Pada kasus
meragukan, pemeriksaan kehamilan preoperative merupakan suatu indikasi.
7. Riwayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti :
a. Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi anestesi
karena merangasang batuk , sekresi jalan napas yang banyak, memicu
atelektasis dan pneumenia pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan
minimal 24 jam sebelumnya untuk menghindari adanya CO dalam darah.
b. Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya
golongan barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis hepatic.
c. Meminum obat-obat penenang atau narkotik.
8. Makan minum terakhir (khusus untuk operasi emergensi).

H. PEMERIKSAAN …..
13

H. PEMERIKSAAN FISIK.
Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-
paru dan pemeriksaan neurologik .Jika ingin melaksanakan teknik anestesi
regional maka perlu dilakukan pemeriksaan extremitas dan punggung.
Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri dari :
1. Keadaan umum : gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi, obesitas.
2. Tanda-tanda vital
a. Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik dan
pengeluaran urine yang adekuat selama operasi .
b. Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai
(perbedaan bermakna mungkin memberikan gambaran mengenai penyakit
aorta thoracic atau cabang-cabang besarnya).
c. Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan jumlah
denyutnya. Denyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan pemberian beta
blok dan cepat pada pasien dengan demam, regurgitasi aorta atau sepsis.
Pasien yang cemas dan dehidrasi sering mempunyai denyut nadi yang cepat
tetapi lemah.
d. Respirasi diobservasi mengenai frekwensi pernapasannya , dalamnya dan
pola pernapasannya selama istirahat.
e. Suhu tubuh (Febris/ hipotermi).
f. Visual Analog Scale (VAS). Skala untuk menilai tingkat nyeri
3. Kepala dan leher
a. Mata : anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya)
b. Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan
c. Gigi : gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi,
kelainan ortodontik lainnya
d. Mulut : Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut … jari), Pergerakan (baik/kurang
baik), sikatrik, fraktur, trismus, dagu kecil
e. Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan
f. Leher : ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan leher

(mobilitas)…..
14

(mobilitas sendi servical) pada fleksi ektensi dan ritasi, TMD, trakea (deviasi),
karotik bruit, kelenjar getah bening.
g. Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T yaitu : Teet, Tongue,
Temporo mandibula joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid notch/TMD, Tumor,
Trakea.
4. Thoraks
a. Precardial. Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising
katup), irama gallop atau perikardial rub.
b. Paru-paru.
c. Inspeksi : Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus excavatum,
kifosis, skoliosis) Frekwensi (bradipnue/takipnue) Sifat pernafasan ( torakal,
torako abdominal/abdominal torako), irama pernafasan (reguler/ireguler, cheyne
stokes, biot), Sputum (purulen, pink frothy), Kelainan lain (stridor,
hoarseness/serak, sindroma pancoas)
d. Palpasi : Premitus (normal, mengeras, melemah)
e. Auskulatasi : Bunyi nafas pokok ( vesikuler, bronchial, bronkovesikuler,
amporik), bunyi nafas tambahan (ronchi kering/wheezing, ronchi basah/rales,
bunyi gesekan pleura, hippocrates succussion)
f. Perkusi : sonor, hipersonor, pekak, redup
5. Abdomen. Pristaltik (kesan normal/meningkat/meenurun), Hati dan limpa
(teraba/tidak, batas, ukuran, per-mukaan), distensi, massa atau asites
(dapat menjadi predisposisi untuk regurgitasi).
6. Urogenitalia. Kateter (terpasang/tidak), urin [volume : cukup (0,5-1 cc/jam),
anuria (< 20 cc/24 jam), oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria (> 2500
cc/24 jam)], kwalitas (BJ, sedimen), tanda tanda sumbatan saluran kemih
(seperti kolik renal).
7. Muskulo Skletal - Extremitas. Edema tungkai, fraktur, gangguan neurologik
/kelemahan otot (parese, paralisis, neuropati perifer, distropi otot), perfusi ke
distal (perabaan hangat/dingin, cafilay refil time, keringat) , Clubbing fingger,
sianosis, anemia, dan deformitas, infeksi kutaneus (terutama rencana canulasi
vaskuler atau blok saraf regional)

I. PEMERIKSAAN …..
15

I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN UJI LAIN.


Pemeriksaanlaboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khusus
i. Pemeriksaan laboratorium rutin :
a. Darah : Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan,
masa
perdarahan.
b. Foto toraks : terutama untuk bedah mayor, pasien diatas 60 thn, atau sesuai
klinis.
c. EKG : terutama untuk pasien berumur diatas 40 tahun atau sesuai klinis.
ii. Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi, misalnya :
a. EKG pada anak.
b. Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru.
c. Fungsi hati pada pasien ikterus.
d. Fungsi ginjal pada pasien hipertensi.
e. Analisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruksi atau bedah mayor.
f. Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau
kateterisasi jantung diperlukan konsulatasi dengan ahli-ahli bidang lain
sehingga persiapan dan penilaian pasien dapat dilakukan lebih baik.
g. Tabel berikut ini merupakan suatu petunjuk untuk menggunakan penilaian klinis
dalam membuat permintaan pemeriksaan laboratorium.

Kondisi …..
16

X
PT / E
Hb -
Lek APT PLT Elekt BUN/ Gula SGOT/ K
Kondisi preo ra
P W osit T / BT rolit Creat darah Al.Ph G Preg T/S
Perative y
Operasi X X X
dengan
perdarahan
Operasi
tanpa
perdarahan
Neonatus X X
Umur < 40 X
Umur40-49 X M
Umur50-64 X X
Umur > 65 X X X X + X
Peny. X X X
Kardiovas
Kular
Penyakit paru X X
Keganasan X X X
Terapi X X X
Radiasi
Penyakit hati X X
Terpapar X
Hepatitis
Penyakit X X X X
Ginjal
Gangguan X X
Perdarahan
Diabetes X X X X
Merokok X X X
Kehamilan X X X
Pemakaian
diuretic
Pemakaian
digoksin
Pemakaian
X X
steroid
Pemak.antiko
X X X
agulan
Penyakit SSP X X X X X

Tidak …..
17

Tidak semua penyakit termasuk dalam table ini. Simbol : + mungkin dilakukan; *
hanya untuk leukemia; X dilakukan; M dilakukan hanya untuk pria.

J. PERENCANAAN SEDASI.
Rencana sedasi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan sedasi
secara umum.
Secara garis besar komponen dari rencana sedasi adalah :
1. Ringkasan tentang anamnesis pasien atau asesmen pra sedasi yaitu hasil-hasil
pemeriksaan fisik sehubungan dengan penatalaksanaan sedasi, buat dalam
daftar masalah, satukan bersamaan dengan beberapa daftar masalah yang
digunakan oleh dokter yang merawat (DPJP).
2. Perencanaan teknik sedasi yang akan digunakan termasuk tehnik
berbagai modus sedasi.
3. Perencanaan penanganan nyeri post tindakan bila perlu.
4. Monitoring selama sedasi dan pasca sedasi di Recovery Room (RR).
5. Setelah tindakan khusus misalnya di Radiologi, IGD sebelum ke unit rawat inap
atau ICU pasien di monitor di RR.
6. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada , informed consent, dan pernyataan
bahwa semua pertanyaan telah dijawab dituliskan di form Informed consent
Anesthesi bila perlu.
7. Persiapan peralatan spesialistik
8. Dibuat dan didokumentasi criteria untuk pemulihan dan discharge dari sedasi di
form sedasi
9. Klasifikasi status fisik dan penilaian singkat.

K. MENENTUKAN PROGNOSIS.
Pada kesimpulan evaluasi pra sedasi setiap pasien ditentukan kalsifikasi status
fisik menurut American Society of Anestesiologist (ASA).Hal ini merupakan ukuran
umum keadaan pasien.
Klasifikasi status fisik menurut ASA adalah sebagai berikut :
1. ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit
yang akan dioperasi.
2. ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang
selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang
terkontrol atau hipertensi ringan
3. ASA 3 …..
18

3. ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan
dioperasi, tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak
terkontrol, asma bronkial, hipertensi tak terkontrol
4. ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma
diabetikum
5. ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin
saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar.
Misalnya operasi pada pasien koma berat
6. ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya
akan diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang
membutuhkan. Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E
(emergency) atau D (darurat), mis: operasi apendiks tanpa komplikasi diberi kode
ASA 1 E

L. PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN

Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini
harus dilakukan secara periodik untuk menulai apakah keadaan penderita semakin
membaik atau memburuk.
GCS terendah jumlahnya adalah 3 (koma dalam atau mati), sementara yang
tertinggi adalah 15 (sadar penuh). Dari ketiga komponen GCS tersebut motorik
merupakan komponen yang paling objektif. Dan sebaiknnya penilaian untuk satu
penderita senantiasa dilakukan oleh orang yang sama. Untuk penderita dengan
hematoma periorbita yang besar, penilaian komponen mata harus disesuaikan
dengan respon motorik.Demikian pula untuk penderita yang afasia, atau
terintubasi, konponen verbalnya harus disesuaikan dengan respon motorik.Dan
untuk itu perlu latihan dan pengalaman yang berulang-ulang.
Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak
akan terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisper saja, tetapi
menjadi progresif memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau jika ada
proses patologis akibat penekanan atau cedera pada batang otak.

Penilaian …..
19

Penilaian GCS berdasarkan reaksi yang didapatkan sesuai dengan umur penderita.
Mata ≥ 1 tahun 0 - 1 tahun
4 Membuka mata spontan Membuka mata spontan
3 Membuka mata oleh perintah Membuka mata oleh teriakan
2 Membuka mata oleh nyeri Membuka mata oleh nyeri
1 Tidak membuka mata Tidak membuka mata
Motorik ≥ 1 tahun 0 - 1 tahun
6 Mengikuti perintah Belum dapat dinilai
5 Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri
4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri
3 Fleksi Abnormal (dekortikasi) Fleksi Abnormal (dekortikasi)
2 Ektensi abnormal Ektensi abnormal (deserebrasi)
(deserebrasi)
1 Tidak ada respon Tidak ada respon
Verbal >5 tahun 2-5 tahun 0-2 tahun
5 Orientasi baik dan mampu Menyebutkan kata Menagis kuat
ber- yang sesuai
komunikasi
4 Disorientasi tapi mampu Menyebutkan kata Menagis lemah
ber- yang tidak sesuai
komunikasi
3 Menyebutkan kata-kata Menagis dan Kadang
yang menjerit menagis /
tidak sesuai menjerit lemah
2 Mengeluarkan suara Mengeluarkan suara Mengeluarkan
lemah suara
lemah
1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon
Sesuai dengan umur penderita

M. INFORMED …..
20

M. INFORMED CONSENT.

Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi
anestesi maupun sedasi dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas
putusan merupakan prasyarat untuk suatu informed consent yang sesuai dengan
hukum dan moral. Pasien usia lanjut mungkin tidak sepenuhnya memahami
intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat terdekat harus terlibat untuk
memperoleh informed consent yang terperinci. Status mental dan kognitif pasien harus
dipertimbangkan dan didokumentasikan.

N. PERALATAN.

1. ALAT-ALAT ANESTHESIA.
- Mesin anestesi
- Circuit/breathing anestesi
- Ventilator anestesi
- Monitor
2. MESIN ANESTESI.
1. Gas supplies
O2 dan N2O
O2 : warna hijau
N2O : warna biru
2. Pressure regulator
Reduce the high pressure --> 45 psi --> 350 - 500 kpa, 50 - 70 psi, 3 1/2 - 5 atm --
> constant low pressure.
< 25 psi --> automatically shut off
3. MONITOR.
a. Blood pressure (noninvasive or invasive)
b. ECG (electrocardiograf)
c. Pulse oxymeter
d. Caphinograf

4. VENTILATOR …..
21

4.VENTILATOR ANESTESI.

a. Menggunakan daya listrik


b. Ventilator
c. Flowmeter (rotameter)
- Measure gas flow --> FGF
- Have safety systems (FGF, 25%)
d. Vaporizer
1). High flow VAP, or low flow DAP / drawover VAP
2). Temperatur compensated VAP

5. SISTEM SIRKULASI.
a. One way value (inspiratory dan ekspiratory)
b. Canister with CO2 absorber (sodalyme or baralyme)
- Ca(OH)2 + NaOH + KOH + Silica
- Ba(OH)2 + Ca(OH)2
c. Oxygen analyzer sensor

BAB IV …..
22

BAB IV
DOKUMENTASI

Dalam pelaksanaannya sedasi didokumentasikan dalam Formulir pemakaian


obat-obatan dan tehnik yang digunakan didokumentasikan dalam lembar
status sedasi seperti berikut.

Gambar 1 …..
23
Gambar 1

Gambar 2 …..
24

Gambar 2
25

Gambar 3
26

Gambar 4
27
Gambar 5
28

Gambar 6
29

Gambar 7
30

Pelayanan bedah dan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari
pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan
ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang kesehatan.
Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum
dan merupakan prosedur yang kompleks di rumah sakit. Tindakan - tindakan ini
membutuhkan asesmen pasien yang lengkap dan komprehensif, perencanaan
asuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang berkesinambungan dan kriteria
transfer untuk pelayanan berkelanjutan, rehabilitasi, akhirnya transfer maupun
pemulangan pasien.
Dengan adanya panduan sedasi tahun 2018 di harapkan dapat menjadi acuan atau
pedoman untuk melaksanakan perbaikan dalam rangka peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dalam hal pelayanan sedasi di Rumkit Bhayangkara Palu.

Ditetapkan di : Palu
Pada tanggal : 10 Januari 2018
KARUMKIT BHAYANGKARA PALU

dr. I MADE WIJAYA UTRA, Sp.PD


AJUN KOMISARIS BESAR POLISI NRP 71090611

Anda mungkin juga menyukai