PENGELOLAAN LIMBAH B3
DI SUMUR MINYAK TUA YANG
DIKELOLA OLEH MASYARAKAT
KEMENTERIAN
LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... Iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Pengusahaan Minyak Sumur Tua................................................... 2
1.3. Gambaran Umum Sumur Minyak Tua Di Indonesia Yang
Dikelola Masyarakat ........................................................................ 3
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat i
BAB IV PEDOMAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
4.1. Upaya Minimasi Ceceran dan Tumpahan Minyak Di Lokasi
Sumur …………………………………………………………………… 29
1. Persiapan …………………………………………………………… 29
2. Penanganan Ceceran dan Tumpahan ……………………… 29
4.2. Upaya Mengurangi Ceceran dan Tumpahan Saat
Pengangkutan Minyak …………………........................................ 31
4.3. Sarana Pengendalian Ceceran dan Tumpahan ...................... 31
4.4. Sarana Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yang Dihasilkan 32
4.5. Sosialisasi Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan Kepada
Masyarakat ……………………………………………………………. 32
4.6. SOP Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 Di Sumur Tua ……... 33
1. Tahapan Reaktivasi Sumur Tua ………………………………… 33
2. Pengelolaan Limbah …………………………………………….. 34
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat ii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Formula Imbalan Jasa ................................................................ 17
Tabel 2.2. Data Perhitungan Cost and Fee ………………………………… 17
Tabel 2.3. Data Perhitungan Bagi Hasil ……………………………………… 17
Tabel 3.1. Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Eksplorasi dan Produksi
Migas Dari Fasilitas Darat ………………………………………….. 19
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Diagram Alir Cah Flow................................................................. 13
Gambar 2.2. Model Kontrak Sumur Tua ………………..................................... 15
Gambar 2.3. Model Kontrak Cost & Fee antara Kontraktor KKS dengan
KUD/BUMD, dan PSC antara Pemerintah dengan Kontraktor
KKS ………………………………………………………..................... 15
Gambar 2.4. Model Kontrak Bagi Hasil antara Kontraktor KKS dengan
KUD/BUMD, dan PSC antara Pemerintah dengan Kontraktor
KKS ………………………………...................................................... 15
Gambar 3.1. Tipikal LNAPL Plume …………………………................................. 22
Gambar 3.2. Tipikal DNAPL Plume ……………….............................................. 23
Gambar 4.1. Sketsa Pemisahan Minyak dan Pengolah limbah ……………. 35
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat iv
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam 100 tahun terakhir minyak merupakan sumber energy utama bagi
sebagian besar kawasan dunia. Saat ini cadangan minyak bumi tersebut mulai
menipis dan negara Indonesia yang semula sebagai pengekspor minyak, saat ini
menjadi net importer minyak. Untuk memaksimalkan produksi minyak dalam
negeri pemerintah saat ini mengupayakan untuk memproduksi kembali minyak
bumi yang masih ada pada sumur tua yang tidak ekonomis apabila dikelola oleh
Kontrktor KKS. Di sisi lain sumur tua tersebut masih memiliki potensi minyak dan
akan memberikan nilai ekonomis jika dikelola oleh unit usaha masyarakat melalui
KUD atau BUMD setempat.
Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 03 Tahun
2008 tentang Tata cara pengembalian bagian wilayah kerja yang tidak
dimanfaatkan oleh kontraktor kontrak kerjasama dalam rangka peningkatan
produksi minyak dan gas bumi dijelaskan bahwa kontraktor kontrak kerja sama
yang berproduksi dan sudah melaksanakan kewajiban penyisihan wilayah kerja
wajib untuk mengembangkan setiap penemuan lapangan/struktur yang
mengandung minyak dan gas bumi pada wilayah kerjanya dan atau
mengusahakan kembali lapangan/struktur yang pernah diproduksikan. Dalam
hal kontraktor tidak mengembangkan penemuan lapangan/struktur dan/atau
mengusahakan kembali lapangan/struktur yang pernah diproduksikan,
kontraktor dapat mengusulkan badan usaha atau bentuk usaha tetap lain
kepada Menteri untuk mengembangkan lapngan/struktur dimaksud atau
kontraktor mengembalikan lapangan/struktur kepada Menteri.
Saat ini setidaknya terdapat sumur tua sebanyak 13.824 yang tersebar di
beberapa daerah meliputi:
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 1
Sumatera Bagian Utara sebanyak 2.392 unit sumur;
Sumatera Bagian Tengah sebanyak 1.633 unit sumur;
Kalimantan Timur sebanyak 3.143 unit sumur;
Kalimantan Selatan sebanyak 100 unit sumur;
Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura sebanyak 2.496 unit sumur;
Papua sebanyak 208 unit sumur; dan
Seram sebanyak 229 unit sumur
Dari total sumur tua tersebut terdiri dari sumur tua aktif sebanyak 745 dan non aktif
sebanyak 13.079. Sebagian besar sumur tua tersebut terdapat di wilayah kerja
migas PT Pertamina dan sebagian lainnya berada di wilayah kerja perusahaan
Kontaktor KKS. Diharapkan dengan terpoduksinya minyak dari sumur tua tersebut
akan dapat menambah produksi minyak Indonesia antara lima ribu sampai dua
belas ribu bbl/hari
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 2
1. Akte Pendirian KUD/BUMD dan perubahannya yang telah mendapat
pengesahan dari instansi yang berwenamg;
2. Surat Tanda Daftar Perusahaan;
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
4. Surat Keterangan Domisili;
5. Rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan disetujui oleh Pemerintah
Propinsi setempat; dan
6. Surat pernyataan tertulis di atas meterai mengenai kesanggupan memenuhi
ketentuan peraturan perundang undangan.
1.3. GAMBARAN UMUM KONDISI SUMUR MINYAK TUA DI INDONESIA YANG DIKELOLA
MASYARAKAT
Sumur minyak tua yang dikelola masyarakat pada awalnya sebagian besar
dalam keadaan terbengkalai dan pada umumnya telah menurun
produktivitasnya serta letak lokasi cukup sulit untuk dijangkau dengan alat berat.
Beberapa kendala teknis yang dihadapi untuk memproduksi kembali sumur
minyak tua (reaktivasi) biasanya adalah masalah kandungan lumpur dan pasir,
telah terjadi water blocking, casing sumur telah rusak dan di dalam sumur banyak
terdapat kotoran berupa tanah, kayu, besi dan batu. Metode yang digunakan
untuk memproduksi minyak bumi umumnya secara konvensional yaitu berupa
sumur timba manual dan mekanis. Metode sumur timba manual merupakan
teknologi yang paling sederhana dimana cara ini tidak memerlukan investasi
yang besar dan sangat mudah dalam pengoperasiannya. Namun kemampuan
memproduksi minyak bumi sangat terbatas karena sangat tergantung pada
tenaga manusia. Pada sumur timba mekanis merupakan pengembangan dari
metode manual yaitu tenaga manusia digantikan dengan mesin untuk menarik
timba dari dalam sumur. Kelebihan dengan cara ini adalah kinerja produksi lebih
baik dimana minyak bumi yang terangkat lebih banyak, namun membutuhkan
biaya investasi yang lebih besar.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 3
Sejarah produksi sumur masa lalu sebelum ditinggalkan;
Kedalaman sumur;
Profil sumur; dan
Kendala yang dihadapi saat ini (kondisi sumur saat ini)
b. Persiapan lokasi;
Setelah dapat ditentukan pilihan sumur tua yang akan diproduksi maka
dilanjutkan dengan pekerjaan persiapan meliputi:
Pembersihan lokasi sumur;
Pembuatan akses jalan kerja menuju sumur;
Pembuatan cellar dan separator minyak/air;
Pembuatan bak penampung minyak hasil produksi; dan
Pembuatan kolam pengelolaan air limbah.
c. Pelaksanaan pembersihan/pengurasan sumur;
Keadaan sumur tua biasanya dalam kondisi tertutup oleh tanah, batu, pipa
dan benda lainnya, sehingga harus dibersihkan terlebih dahulu. Setelah
pembersihan dapat dilanjutkan dengan pengurasan sumur dengan tujuan
untuk membersihkan lumpu dan air yang ada di dalam sumur. Pengurasan
dilakukan hingga minyak keluar dari dalam sumur.
d. Produksi.
Setelah pengurasan selesai dan cairan minyak mulai terproduksi, maka
produksi minyak telah dapat dilakukan. Untuk metode konvensional proses
produksinya adalah dengan cara memasukkan cairan dari dalam sumur
(campuran air dan minyak) ke dalam bak penampung yang juga berfungsi
sebagai pemisah air dan minyak. Selanjutnya minyak hasil pemisahan
dipompakan ke truck tangki untuk dibawa ke pusat penampungan minyak.
Peralatan produksi yang digunakan terdiri dari timba, seling timba, bak
pemisah/penampung, pompa dan truck pengangkut. Sedangkan untuk
proses produksi tepat guna biasanya setelah pengurasan selesai dan minyak
mulai terproduksi, pompa penguras dilepaskan dan diganti dengan alat
produksi tepat guna (APTG) yang terdiri dari pompa submersible beserta
beserta kelengkapannya berupa kabel dan panel pompa, pipa galvanis Ø
1,5 inci, kawat pengaman seling dan genset.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 4
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan eksploitasi minyak yang
dilakukan oleh masyarakat umumnya tidak memenuhi kaidah kaidah K3 dan
lingkungan yang baik dan benar. Ceceran dan tumpahan minyak mentah
terjadi baik pada saat proses drilling maupun pengangkutan minyak ke lokasi
penampungan. Pengelolaan limbah B3 lainnya yang dihasilkan dari utilitas
seperti oli bekas dan material terkontaminasi minyak tidak terkontrol dengan
baik. Permasalahan pengelolaan sumur minyak tua yang dilakukan oleh KUD
yang terjadi dilapangan diperparah dengan sejumlah pelanggaran terhadap
Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008 dan Pedoman Tata Kerja Nomor. 23
Tahun 2009 antara lain:
Akibat tata kelola memproduksi minyak bumi pada sumur tua yang tidak sesuai
dengan kaidah keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan
lingkungan, maka kegiatan tersebut sangat berpotensi untuk terjadinya
kecelakaan dan pencemaran lingkungan.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 5
BAB II
PENGELOLAAN MIGAS DI INDONESIA
Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD RI Tahun 1945, yang
berbunyi “(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dan ketentuan
Pasal 4 ayat (1) dan (2) UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi,
yang berbunyi “(1)Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis
takterbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan
Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara. (2)
Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang Kuasa
Pertambangan”. Dengan demikian, baik kepentingan perseorangan,
masyarakat, maupun pelaku usaha, tidak memiliki hak menguasai atau pun
memiliki Minyak dan Gas Bumi yang terkandung di dalamnya.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK
Migas) adalah institusi yang dibentuk oleh pemerintah Republik Indonesia melalui
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. SKK Migas bertugas
melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi
berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan lembaga ini dimaksudkan
supaya pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara
dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, SKK
Migas menyelenggarakan fungsi:
Memberikan pertimbangan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja
serta Kontrak Kerja Sama;
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 6
Melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama;
Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang
pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mendapatkan persetujuan;
Memberikan persetujuan rencana pengembangan selain sebagaimana
dimaksud dalam poin sebelumnya;
Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran;
Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama; dan
Menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian negara yang
dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.
Kegiatan hulu migas diawali dengan penyiapan tender wilayah kerja migas yang
dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas). Penyiapan tender ini
diawali dengan survei awal yang meliputi pengumpulan, analisis dan penyajian
data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk memperkirakan
letak dan potensi migas. Tahap awal ini sangat menentukan sukses bisnis hulu
migas secara keseluruhan, karena mencari cadangan migas bersifat tidak pasti.
Setelah mengidentifikasi area-area yang diperkirakan mengandung migas,
Ditjen Migas selanjutnya menawarkan wilayah kerja ini melalui tender terbuka.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 7
menyampaikan evaluasi dan rekomendasi untuk POD I ini kepada Menteri ESDM.
Keputusan untuk menyetujui POD I ini berada di tangan Menteri ESDM.
Persetujuan terhadap POD I ini menandai bahwa sebuah wilayah kerja telah
memasuki fase produksi.
Dalam fase produksi, SKK Migas melanjutkan pengendalian atas kontrak kerja
sama melalui persetujuan rencana kerja dan anggaran atau Work Program and
Budget (WP&B) tahunan dari kontraktor KKS dan otorisasi pengeluaran
atau Authorization for Expenditure(AFE). SKK Migas juga memberikan persetujuan
untuk POD kedua dan POD selanjutnya. Pengendalian yang dilakukan oleh SKK
Migas ini bertujuan memaksimalkan hasil kegiatan usaha hulu migas untuk
kesejahteraan rakyat.
Seluruh hasil penerimaan negara dari kegiatan hulu migas, baik yang berasal dari
bagi hasil maupun dari penerimaan pajak, tidak masuk ke rekening SKK Migas,
tetapi langsung masuk ke kas negara melalui Menteri Keuangan. Dana ini
selanjutnya disalurkan ke seluruh rakyat Indonesia melalui mekanisme APBN.
Dengan tata kelola yang terstruktur dan terencana diharapkan hasil sektor hulu
migas mampu memberikan devisa yang besar bagi negara dan mendukung
pembangunan nasional.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 8
2.4. KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENAMBANGAN MINYAK DI SUMUR TUA
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK-
Migas) mendorong peningkatan peran masyarakat melalui BUMD dan KUD
dalam pengusahaan penambangan minyak bumi di sumur tua. Melalui langkah
ini diharapkan akan ada peningkatan produksi minyak bumi nasional serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah setempat. Hal tersebut sejalan
dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi Pada Sumur Tua dan Pedoman Tata
Kerja SKK Migas Nomor 23 Tahun 2009 tentang Pengusahaan Pertambangan
Minyak Bumi Pada Sumur Tua.
Bentuk kerjasama bagi hasil merupakan modifikasi dari kontrak perjanjian karya.
Kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) ini mulai dikenal sejak
berlakunya Undang Undang Nomor 8 Tahun 1971. Pada Pasal 12-1 dinyatakan
bahwa; dalam melakukan kegiatannya, Pertamina diperkenankan untuk
bekerjasama dengan pihak lain dalam bentuk kontrak bagi hasi atau Production
Sharing Contract. Dalam kontrak bagi hasil tersebut ditetapkan bahwa
wewenang berada ditangan Pemerintah Republik Indonesia. Peranan kontraktor
KKS termasuk PT Pertamina hanyalah sebagai penyandang dana dan
melaksanakan kegiatan operasi perminyakan. Kontrak bagi hasil antara
mengandung hal-hal sebagai berikut:
1. Pertamina bertanggung jawab atas manajemen operasi;
2. Kontraktor melaksanakan operasi menurut Program Kerja Tahunan yang
sudah disetujui Pertamina;
3. Kontraktor menyediakan seluruh dana dan teknologi yang dibutuhkan dalam
operasi perminyakan;
4. Kontraktor menanggung biaya resiko;
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 9
5. Kontraktor diizinkan mengadakan eksplorasi se;ama enam sampai sepeuluh
tahun. Sedangkan eksploitasi boleh dilakukan oleh kontraktor selama 20
tahun atau lebih (jangka waktu kontrak adalah 30 tahun);
6. Kontraktor akan menerima kembali seluruh biaya operasi setelah produksi
komersial;
7. Produksi yang telah dikurangi biaya produksi, dibagi antara Pertamina dan
kontraktor;
8. Kontraktor wajib menyisihkan/mengembalokan sebagian wilayah kerjanya
kepada pemerintah;
9. Seluruh barang operasi/peralatan yang dibeli kontraktor menjadi milik
pemerintah;
10. Seluruh data yang didaptkan dalam operasi menjadi milik pemerintah;
11. Kontrkator adalah subyek pajak penghasilan, dan wajib menyetorkannya
secara langsung kepada pemerintah;
12. Kontraktor wajib memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi dalam negeri
(Domestic Market Obligation/DOM) maksimum 25% dari bagian Contract
Production Sharing; dan
13. Kontraktor wajib mengalihkan 10% interestnya setelah produksi komersial
kepada perusahaan swasta nasional yang ditunjuk Pertamina.
Skema bagi hasil lebih banyak digunakan pada kerjasama dalam kegiatan
eksploitasi dan eksplorasi minyak bumi termasuk dalam pengelolaan
pertambangan minyak bumi di sumur tua.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 10
Dalam proses penilaian kelayakan investasi pengusahaan pertambangan
minyak bumi pada sumur tua ini dilakukan pendekatan secara konvensional
yaitu dengan menganalisa perkiraan aliran kas keluar (cash outflow). Aliran
kas (cash flow) tersebut dibentuk dari beberapa parameter yaitu nilai
penjualan, biaya produksi, depresiasi, amortisasi, pajak dan lain-lain yang
secara umum digambarkan sebagai berikut:
Equity Borrowed
Capital Capital
CASH
FLOW COMPANY
WORKING WORKING
CAPITAL CAPITAL
GROSS
PROFIT
DEPRECIATION
AMORTIZATION
INCOME TAX
NET PROFIT
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 11
2. Kriteria Penilaian
Kaidah pokok yang digunakan dalam perhitungan dan analisis finansial ini
mengacu pada konsep ekuivalen, yang pada dasarnya memberikan bobot
parameter waktu terhadap nilai uang yang diinvestasikan, seperti bunga
(interest) dan laju pengembalian (rate of return). Pemahaman konsep
ekuivalen ini diperlukan sebelum lebih lanjut melakukan penyusunan kriteria
penilaian finansial.
Kriteria ini berdasarkan konsep mendiskonto seluruh aliran kas (cash flow)
ke nilai sekarang (present value). Dengan mendiskonto semua aliran kas
masuk (cash inflow) dan aliran kas keluar (cash outflow) selama umur
proyek ke nilai sekarang. Dengan demikian penilaian kriteria penilai NPV
memperhatikan dua hal sekaligus yaitu faktor nilai waktu dari uang dan
selisih besarnya aliran kas masuk dan kas keluar. Dengan kata lain NPV
dapat menunjukkan jumlah dengan arus diskonto tertentu dan
memberikan gambaran berapa besar uang pada saat ini yang secara
matematis dirumuskan sebagai berikut:
n n
NPV =
t=0
( C )t
(1 + i)t
t=0
(Co)t
(1 + i)t
dimana:
NPV = Net Present Value
(C)t = aliran kas masuk tahun ke-t
(Co)t = aliran kas keluar tahun ke-t
n = umur investasi (tahun)
i = arus pengembalian (rate of return)
t = tahun
Dengan menggunakan kriteria penilaian NPV dalam analisa finansial akan
diperoleh beberapa kelebihan yaitu:
Telah memasukkan faktor nilai waktu dari uang;
Telah mempertimbangkan semua aspek aliran kas; dan
Perhitungan besaran bersifat absolut dan bukan relatif.
Menganalisa investasi dengan metode ini, memerlukan discount factor
yang dicari dari biaya modal rata-rata tertimbang. Angka tersebut
dihitung dengan kaidah-kaidah manajemen keuangan dengan
menghitung besarnya prosentase biaya modal sendiri tanpa utang
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 12
dengan memperhatikan leverage dan prosentase biaya modal utang
jangka panjang. Selanjutnya untuk mencari discount factor dari biaya
modal rata-rata tertimbang diperoleh dengan mengalikan proporsi
antara modal sendiri dan pinjaman (Debt equity ratio) dengan prosentase
masing-masing. Namun pada umumnya akan diperoleh angka discount
factor yang tidak berbeda jauh dengan besarnya bunga bank.
Berdasarkan metode NPV, suatu proyek dikatakan layak apabila nilai Net
Present Value (NPV) pada masing-masing struktur modal adalah positif.
n n
( C )t (Co)t
t=0 (1 + i)t
=
t=0 (1 + i)t
dimana:
(C)t = aliran kas masuk tahun ke-t
(Co)t = aliran kas keluar tahun ke-t
n = umur investasi (tahun)
I = arus pengembalian (diskonto)
t = tahun
Karena aliran kas keluar proyek umumnya merupakan biaya pertama (Cf)
maka persamaan di atas disederhanakan menjadi:
n
( C )t
t=0
(1 + i)t
- (Cf ) = 0
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 13
Perhitungan untuk mendapatkan nilai IRR dilakukan dengan cara coba-
coba (trial and error). Pada metode ini terlebih dahulu ditentukan laju
pengembalian (diskonto, (i)) selanjutnya dihitung nilai NPV dari aliran kas
masuk dan aliran kas keluar. Besarnya IRR atau laju pengembalian
(diskonto, (i)) yang dicari adalah yang memberikan kondisi NPV = 0.
Sumur Tua
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 14
Gross
Revenue
KUD/BUMD
Contractor Taxable Income
Goverment
Share Share
Tax
DMO KUD/BUMD
Cash Flow
Contractor
Taxable
Income
Tax
Contractor
Total Income
Goverment Contractor
Cashflow Cashflow
Gambar 2.3. Model Kontrak Cost & Fee antara Kontraktor KKS dengan
KUD/BUMD, dan PSC antara Pemerintah dengan Kontraktor KKS.
Gross
Revenue
FTP Cost
Recovery
Equity to
be Split
Goverment Contractor
Share Share
Contractor KUD/BUMD
Revenue Gross Revenue
DMO
Contractor
Taxable
KUD/BUMD
Income
Tax Taxable Income
Contractor Tax
Total Income
KUD/BUMD
Goverment Cash Flow
Cashflow Contractor
Cashflow
Gambar 2.4. Model Kontrak Bagi Hasil antara Kontraktor KKS dengan KUD/BUMD,
dan PSC antara Pemerintah dengan Kontraktor KKS.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 15
Definisi:
Gross Revenue
Gross Revenue merupakan pendapatan kotor dari hasil perkalian antara
produksi minyak dengan harga minyak. Untuk KUD/BUMD, Gross Revenue
merupakan imbalan yang diterima dari kontraktor.
Cost Recovery
Cost Recovery merupakan penggantian biaya oleh Pemerintah kepada
Kontraktor yang meliputi non capital, depresiasi, operating cost, dan
unrecovered. Untuk sumur tua, cost recovery hanya operation cost.
Share
Pembagian hasil antara Pemerintah dengan Kontraktor sesuai dengan
perjanjian yang ditentukan. Di Indonesia pembagian hasilnya adalah 85 : 15
(Pemerintah : Kontraktor).
Tax
Pajak yang mesti dibayarkan kepada Pemerintah. Untuk Kontraktor
dikenakan pajak sebesar 44% sedangkan untuk KUD/BUMD dikenakan pajak
usaha sebesar 30%
4. Analisa Ekonomi
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 16
dikelola, jarak antara lokasi sumur dengan stasiun pengumpul yag di tunjuk
sebagai penerima minyak hasil produksi. Sebagai contoh adalah formula
imbalan jasa adalah sebagai berikut:
Data perhitungan contoh kontrak cost & Fee dan kontrak bagi hasil adalah:
Tabel 2.2. Data Perhitungan Cost & Fee
Data Nilai
Harga Minyak USD 100/bbl
Fee KUD/BUMD USD 15/bbl
Operation Cost Kontraktor USD 2/bbl
Operation Cost KUD/BUMD USD 10/bbl
FTP 20%
DMO 25%
Discount Rate 10%
Kontraktor KKS Tax 44%
KUD/BUMD Tax 30%
Kontraktor KKS Share 15%
Government Share 85%
Capital USD 20000
Non Capital USD 30000
Sumber: Rizky Sulaksono, 2008
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 17
Hasil perhitungan NPV dan IRR dari data kedua model kontrak yaitu cost &
Fee dan bagi hasil untuk menentukan kelayakan dari pengusahaan
pertambangan minyak bumi sumur tua adalah sebagai berikut:
Untuk model Cost & Fee, kontraktor memberikan imbalan berupa Fee yang
menjadi operation cost kontraktor yang akan menjadi cost recovery
kontraktor tetapi operation cost KUD/BUMD tidak dibebankan ke
kontraktor. Fee minimum yang diberikan adalah sesuai dengan IRR
minimum KUD/BUMD yaitu 15%, untuk laju produksi awal 30 bbl/hari sebesar
USD 13,744/bbl, untuk laju produksi awal 40 bbl/hari sebesar USD 12,8/bbl,
untuk laju produksi 50 bbl/hari sebesar USD 12,24 bbl/hari. Terlihat bahwa
seiring naiknya laju produksi, fee minimum menjadi lebih rendah. Fee
minimum tidak bergantung pada harga minyak.
Fee maksimum yang diberikan adalah apbila NPV kontraktor sama dengan
NPV KUD/BUMD. Fee maksimum ini dipengaruhi harga minyak, tetapi tidak
bergantung dengan laju produksi awalnya. Untuk harga minyak USD
100/bbl, fee maksimum USD 20,38/bbl, untuk harga minyak USD 110/bb, fee
maksimum USD 21,39/bbl, untuk harga minyak USD 120/bbl, fee maksimum
USD 22,41/bbl, untuk harga minyak USD130/bbl, fee maksimum USD
23,42/bbl. Terlihat bahwa semakin tinggi harga minyak maka semakin tinggi
fee maksimum.
Untuk model kontrak bagi hasil, operation cost KUD/BUMD di bebankan ke
kontraktor yang nantinya menjadi cost recovery. Untuk pembagian
hasilnya contractor share setelah di-split dengan pemerintah kemudian di-
split lagi untuk KUD/BUMD. Share minimum KUD/BUMD agar memenuhi IRR
bergantung pada laju produksi awal minyak dan harga minyak tersebut.
Semakin tinggi harga minyak semakin rendah share minimum, dan semakin
tinggi produksi juga semakin rendah share minimum
Seperti hanya fee maksimum, share maksimum juga dibatasi oleh NPV
kontraktor yaitu apabila NPV KUD/BUMD sama dengan NPV kontraktor.
Share maksimum ini hanya dipengaruhi oleh harga minyak saja, tidak
dipengaruhi laju produksi awalnya. Untuk harga minyak USD 100/bbl share
maksimum KUD/BUMD adalah 82%, untuk harga miyak USD110/bbl share
maksimum KUD/BUMD adalah 76,75%, untuk harga minyak USD 120/bbl
share maksimum KUD/BUMD adalah 73,48%, untuk harga minya USD
130/bbl share maksimum adalah 68,95%.
Total NPV model cost & Fee lebih rendah dari total NPV model bagi hasil
dikarenakan operation cost KUD/BUMD tidak menjadi bagian operation
cost kontraktor. Semakin besar laju produksi semakin besar pula operation
cost KUD/BUMD dan selisih total NPV antara cost & fee dengan bagi
hasilpun semakin besar.
Dari kondisi di atas yang lebih baik adalah kontrak bagi hasil karena total
NPV yang lebih besar dari cost & Fee, tetapi dalam pelaksanaannya lebih
sulit karena harus dilakukan pengawasan pembagian hasil antara
kontraktor dengan KUD/BUMD.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 18
BAB III
TIMBULAN LIMBAH B3 DI SUMUR-SUMUR MINYAK TUA
3.1. LIMBAH B3 UMUM YANG DIHASILKAN DARI BEKAS SUMUR TUA YANG DIKELOLA
MASYARAKAT
Tabel 3.1. Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Eksplorasi dan Produksi Migas dari
Fasilitas Darat
KADAR
No JENIS AIR LIMBAH PARAMETER METODE PENGUKURAN
MAKSIMUM
SNI 06-6989: 2-2004
COD 200 mg/L atau SNI 06-6989:15-2004
atau APHA 5220
Minyak dan Lemak 25 mg/L SNI 06-6989: 10-2004
Sulfida Terlarut SNI 06-2470-1991
0,5 mg/L
(sebagai H2S) atau APHA 4500-S2
1 Air Terproduksi
Amonia (sebagai SNI 06-6989. 30-2005
5 mg/L
NH3-N) atau APHA 4500.NH3
Phenol Total 2 mg/L SNI 06-6989. 21-2005
Temperatur 40 0C SNI 06-6989. 23-2005
pH 6-9 SNI 06-6989. 11-2004
TDS 4000 mg/L SNI 06-6989. 27-2005
Minyak dan Lemak 15 mg/L SNI 06-6989. 10-2004
2 Air Limbah Drainase SNI 06-6989. 28-2005
Karbon Organik Total 110 mg/L
atau APHA 5310
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 19
2. Limbah Padat dan lainnya
Jenis limbah padat yang dihasilkan dari pengusahaan pertambangan
minyak bumi pada sumur tua antara lain berupa limbah lumpur minyak, kain
majun dan sarung tangan bekas serta tanah terkontaminasi minyak serta
limbah lain yaitu oli bekas.
Tanah terdiri dari tiga fasa: fasa padat, fasa air dan fasa gas. Ceceran dan
tumpahan minyak dapat mencemari semua dari tiga fasa tersebut; dengan kata
lain bisa terdapat dalam ketiga fasa tanah. Kontaminan bisa terdapat dalam
pori-pori tanah sebagai zat murni yang teradsorbsi pada partikel tanah, sebagai
zat terlarut dalam fasa air, atau sebagai uap dalam fasa gas. Ketika ceceran
dan tumpahan minyak tumpah di tanah, minyak tersebut mengalir ke bawah,
karena gravitasi, melalui zona tak jenuh dari tanah yang dikenal sebagai zona
vadose (zona vadose adalah bawah permukaan diatas muka air, yang juga
mencakup jumbai kapiler). Apakah seluruh volume kontaminan akan bermigrasi
ke bagian jenuh dari tanah tergantung terutama pada gaya kapiler dari zona
vadose dan juga sudah berapa lama berlangsung. Jika volume ceceran dan
tumpahan minyak lebih besar dari daya tampung pori tanah dari zona vadose,
maka sisa kelebihan volume tersebut akan terus bergerak ke bawah karena
gravitasi. Gaya kapiler berkurang dengan meningkatnya ukuran partikel. Jadi
pada zona vadose yang sebagian besar terdiri dari tanah berpasir, hampir
semua kontaminan akan bermigrasi ke bawah kedalam akifer jika diberikan
cukup waktu. Sedangkan dalam zona vadose yang sebagian besar terdiri dari
tanah lanau atau lempung, sebagian besar volume kontaminan akan tertahan.
Dalam banyak contoh terdapat lensa lanau atau lempung dalam zona vadose
berpasir; lensa-lensa ini akan menahan kontaminan. Pergerakan ke bawah dari
kontaminan ini dipengaruhi terutama oleh permeabilitas dari masing-masing
lapisan tanah di bagian bawah permukaan dan daya absorpsi dan adsorpsi
tanah dari fase padat dan cair.
Jika kerapatan kontaminan lebih rendah daripada air (misalnya, senyawa
minyak, solar, aromatik), maka bagian dari volume kontaminan yang mencapai
akifer akan mengapung dekat bagian atas permukaan air, dan sisanya akan
larut dalam air tanah membentuk plume yang telah terkontaminasi. Kontaminan
yang lebih ringan daripada air dan tidak larut didalamnya disebut cairan ringan
berfasa non-air (Ligh Nonaqueous phase liquid/LNAPL). Gambar-1
memperlihatkan tipikal plume LNAPL. Kontaminan cair yang tidak dapat
menyatu dan lebih padat daripada air (misalnya, pelarut terklorinasi, hidrokarbon
poliaromatik) disebut cairan padat berfasa non-air (Dense Nonaqueous Phase
Liquid/DNAPL). DNAPL tenggelam jauh kedalam akuifer, bahkan dapat
mencapai permukaan batuan dasar tergantung pada volume dari tumpahan,
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 20
telah berapa lama berlangsung, dan kedalaman batuan dasar. Gambar-2
memperlihatkan tipikal plume DNAPL. Karena geometri plume LNAPL dan DNAPL
berbeda, maka strategi pengolahannyapun berbeda.
Kontaminan
dalam tanah (fase gas)
Jumbai Jumbai
Kapiler Kontaminan Kapiler
GWT
Kontaminan
Arah Aliran Terlarut
Air Tanah Bedrock
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 21
Area Tumpahan Minyak
Kontaminan
dalam tanah (fase gas)
Jumbai
Kapiler
GWT
Kontaminan
Kontaminan
Arah Aliran Terlarut
Air Tanah
Bedrock
Isu lingkungan yang kerap muncul pada penambangan minyak di sumur tua
adalah adanya pencemaran yang ditimbulkan dari air limbah dan lumpur
minyak yang dikategorikan sebagai limbah B3. Pencemaran lingkungan yang
terjadi dapat bersumber dari:
1. Tumpahan minyak disekitar lubang bor sumur tua;
2. Air limbah hasil proses pemisahan minyak/air merembes ke tanah karena
kolam penampung yang tidak dilapisi dengan lapisan kedap air;
3. Air limbah drainase yang terkontaminasi minyak;
4. Limpasan dari kolam penampung air limbah ke parit dan sungai sekitar;
5. Terjadi tumpahan atau ceceran saat pemindahan minyak dari bak pemisah
minyak/air ke tangki atau drum penampung minyak mentah;
6. Ceceran/tumpahan minyak saat pengangkutan minyak dari lokasi
penambangan ke titik pengumpulan;
7. Ceceran/tumpahan minyak disekitar tungku dari kegiatan penyulingan
tradisional (ilegal); dan
8. Lumpur minyak dari pembersihan bak pemisah minyak/air yang biasanya di
ditimbun di sekitar lokasi penambangan.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 22
Hidrokarbon (TPH) cukup tinggi. Pencemaran Minyak yang meresap ke dalam
tanah menyebabkan tertutupnya suplai oksigen ke dalam tanah dan meracuni
mikroorganisme hingga mengakibatkan kematian mikroorganisme tanah.
Pencemaran pada tanah tersebut dapat terjadi mulai dari lapisan tanah tidak
jenuh (unsaturated zone/vadoze zone) hingga ke lapisan tanah jenuh (saturated
zane/aquifer). Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran minyak
bumi cukup serius baik dalam konsentrasi tinggi maupun rendah maka diperlukan
upaya pencegahan dan atau pemulihan lahan terkontaminasi melalui teknik
pemulihan di lokasi penambangan minyak sumur tua yang sedang beroperasi
maupun yang telah ditutup (pasca operasi).
Aplikasi teknik pemulihan yang akan digunakan pada setiap lokasi tidak selalu
sama tergantung pada jenis dan konsentrasi kontaminan, cakupan area sebaran
kontaminan secara horizontal dan vertikal, kondisi geologi dan hidrogeologi
lokasi serta faktor alami yang mendukung proses pemulihan lahan. Tanah
terkontaminasi dapat diolah dalam tapak atau diluar tapak. Ada dua pilihan
untuk pengolahan dalam tapak: tanah terkontaminasi digali keluar dari dalam
tanah dan kemudian diolah dalam tapak atau langsung diolah di tempat (in situ)
tanpa penggalian. Pada pengolahan diluar tapak tanah dikeluarkan dari dalam
tanah dan diangkut ke tapak lain untuk diolah. Terdapat sejumlah metode
pengolahan secara fisika, kimia dan biologi untuk pengolahan tanah dalam
tapak atau diluar tapak. Pemilihan proses remediasi tergantung pada keadaan
geologi dan hidrogeologi dari tapak, komposisi kimia, volume dan konsentrasi
dari kontaminan, kemudahan mengeluarkan tanah dari dalam tanah, biaya
pengolahan, waktu yang diberikan untuk menyelesaikan pengolahan, dan
persyaratan peraturan mengenai konsentrasi sisa yang diijinkan dari kontaminan
pada tanah setelah pengolahan. Jika vadose zone dan akuifer keduanya
terkontaminasi dalam sebuah tapak, maka remediasi untuk masing-masing zona
dapat ditangani secara terpisah.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 23
Dalam banyak kasus kombinasi dari teknologi pengolahan, juga dikenal sebagai
treatment train, digunakan secara efektif untuk memulihkan atau
mengendalikan kontaminasi bawah permukaan. Dalam beberapa kasus bagian
dari plume yang konsentrasi kontaminannya lebih rendah diolah dengan
metode yang berbeda dari metode yang digunakan untuk bagian lain dari
plume yang konsentrasi kontaminannya lebih tinggi. Dalam banyak contoh
bahan kimia digunakan untuk meningkatkan metode fisika. Saat ini,
penggunaan metode biologis juga digunakan setelah metode fisika/kimia
dipraktekkan secara luas. Biasanya remediasi dibagi menjadi dua bagian yaitu:
“langsung dan jangka panjang”. Tindakan langsung diambil untuk
mengendalikan sumbernya (yaitu, ditahan agar tidak meluas atau dienyahkan),
yang diikuti dengan remediasi plume. Remediasi plume merupakan kegiatan
jangka panjang yang melalui beberapa tahapan.
1. Penyelidikan Tapak
Rencana pemulihan pada lahan terkontaminasi melibatkan penyelidikan
tapak dan penggunaan teknik-teknik yang tepat untuk proses dekontaminasi.
Sebelum memulai pengambilan sampel tanah dan air tanah, semua catatan
yang ada yang menyangkut kontaminasi ditinjau. Kemudian dilakukan
pengambilan sampel tanah dan air tanah. Selanjutnya, data fisik dianalisis dan
keputusan dibuat mengenai opsi yang cocok. Masukan harus diperoleh dari
badan regulasi dalam setiap langkah dari proses untuk memastikan
kemudahan mendapatkan izin yang diperlukan untuk teknik
remediasi/pemulihan lahan yang dipilih di masa depan.
a. Tinjauan Awal
Semua informasi yang ada yang menyangkut kontaminasi harus ditinjau
terlebih dahulu. Pengumpulan informasi ini dapat dibagi menjadi dua
langkah. Pada langkah pertama, diperoleh informasi berikut: produk yang
dulu dan sekarang dari pabrik (jika melibatkan pabrik), fitur geologi tapak,
informasi mengenai proses pabrik (jika melibatkan pabrik), riwayat praktek
pembuangan, tinjauan catatan, hal-hal yang menyangkut badan regulasi,
potensi bahaya kesehatan dan lingkungan dari kontaminasi tanah dan air
tanah (yang pada dasarnya melibatkan penilaian resiko), survei investigasi
terhadap tapak dilakukan untuk melihat dampak visual dari kontaminasi
pada pohon dan vegetasi lainnya, dan pembuatan sketsa kasar dari
tapak. Sebagai bagian dari langkah pertama, harus disusun sebuah
laporan yang merangkum informasi dan komentar mengenai taraf dan
pentingnya kontaminasi. Jika temuan pada langkah pertama menunjuk ke
arah tindakan remediasi yang dapat dilakukan, maka harus dilakukan
langkah kedua yang melibatkan tinjauan yang lebih terperinci mengenai
tapak.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 24
pembuangan dari operasi industri jangka panjang), perkiraan volume
kontaminan yang dibuang, geologi dan hidrogeologi dari area
berdasarkan catatan yang sudah ada dan tersedia, pola drainase air
permukaan di area, jarak titik pengambilan airtanah (dangkal maupun
dalam), kedekatan dengan danau dan sungai, kedekatan dengan
permukiman, keberadaan spesies langka di area secara umum, dan
aksesibilitas. Jika kedalaman air tanah dan arah alirannya untuk area
tersebut tidak diketahui, maka harus dibuat minimal empat sampai lima
sumur pantau airtanah. Jumlah sumur akan tergantung pada volume
kontaminan dan geologi dari tapak. Data dari sumur tersebut akan
berguna untuk tinjauan awal maupun untuk pekerjaan lapangan yang rinci
di masa depan. Kunjungan ke tapak untuk melakukan penilaian visual
terhadap sumber kontaminasi membantu dalam memilih proses remediasi
di masa depan. Kunjungan ke tapak bersama dengan personil regulasi
dapat membantu dalam menilai hal-hal yang menyangkut peraturan.
Laporan harus disusun yang mendokumentasikan temuan tinjauan awal
berikut dengan penilaian mengenai pentingnya dan tingkat pencemaran
air tanah dan potensi bahaya lingkungan dan kesehatan. Laporan ini perlu
disampaikan kepada badan regulasi untuk ditinjau/dikomentari. Mungkin
saja bahwa berdasarkan data tersebut dapat dibuat keputusan untuk
tidak melakukan penyelidikan tapak yang rinci atau bahkan pembersihan.
Jika keputusan "tanpa-tindakan" dibuat, maka alasan pembenaran untuk
keputusan tersebut harus didokumentasikan dengan jelas.
b. Pekerjaan Lapangan
Pekerjaan lapangan memainkan peran penting dalam tindakan
pemulihan lahan terkontaminasi. Sebelum melakukan pekerjaan lapangan
laporan tinjauan awal harus dikaji untuk menyusun rencana yang teratur
untuk pengambilan sampel dan analisis data. Survei lapangan yang rinci
terhadap area yang sedang diinvestigasi perlu dilakukan untuk
menetapkan titik-titik sampling tanah dan air tanah permukaan dan
bawah permukaan. Sampling awal air tanah menggunakan sumur
airtanah yang telah ada atau milik penduduk, jika tersedia, bisa sangat
membantu dalam pengembangan titik-titik sampling.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 25
Probe gas bisa di pasang untuk memperoleh informasi mengenai
keberadaan bahan organik yang mudah menguap di zona vadose.
Laporan yang berisi semua informasi faktual, evaluasi data dan penilaian
bahaya harus disusun. Persyaratan pelaporan yang diwajibkan dan/atau
dijelaskan oleh badan regulasi harus diikuti untuk memperoleh izin. Jika
penilaian bahaya menunjukkan bahwa resiko dari tanpa tindakan berada
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 26
dibawah batas-batas yang diwajibkan oleh peraturan lingkungan, maka
tidak perlu diteruskan ke tahap pemulihan/remediasi. Namun, jika risikonya
berada diatas batas-batas yang dapat diterima, maka harus dilakukan
pemilihan teknik yang tepat untuk memulihkan/meremediasi tanah
terkontaminasi.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 27
udara; (b) zona terkontaminasi terletak di area yang padat penduduknya; (c)
penggalian dibatasi karena struktur bawah tanah; (d) biaya pengolahan ex
situ secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan in situ.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 28
BAB IV
PEDOMAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
Dari serangkaian kegiatan usaha penambangan minyak bumi pada sumur tua
berpotensi menimbulkan resiko pencemaran lingkungan hidup sekitarnya yang
disebabkan oleh tumpahan maupun ceceran minyak. Berdasarkan Undang
Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pasal 40,
dinyatakan bahwa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) menjamin keselamatan
dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup termasuk
pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat. Pengelolaan lingkungan
hidup yang dimaksud adalah kewajiban melakukan pencegahan dan
penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan
lingkungan hidup diwilayah kerjanya. Upaya pencegahan dan
penanggulangan pencemaran lingkungan dimulai saat KUD/BUMD mengajukan
izin pengelolaan pertambangan minyak bumi di sumur tua dengan mewajibkan:
1. KUD/BUMD bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan kerja
serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai ketentuan yang berlaku;
2. KUD/BUMD membuat RP-K3PL (Rencana Pengelolaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja serta Perlindungan Lingkungan) dan menyediakan fasilitas/
peralatan yang dibutuhkan untuk memenuhi unsur keselamatan dan
kesehatan kerja serta perlindungan lingkungan sesuai ketentuan yang
berlaku.
Hal hal yang perlu diperhatikan dalam program keselamatan dan kesehatan
kerja serta perlindungan lingkungan mengikuti Pedoman Tata Kerja Nomor
023/PTK/III/2009, Lampiran III tentang Penjelasan Pengusahaan Pertambangan
Minyak Bumi Pada Sumur Tua, Bidang Keselamatan Kerja dan Lindungan
Lingkungan.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 29
Disamping upaya penggunaan teknologi, pihak KUD/BUMD perlu membuat
prosedur penanganan ceceran dan tumpahan minyak dilokasi kerja sumur tua
yang meliputi prosedur dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Perisapan
1.1. Gunakan alat pelindung diri yang dibutuhkan sebelum melaksanakan
pekerjaan;
1.2. Persiapkan peralatan yang sesuai untuk penanganan ceceran dan
tumpahan yang terjadi;
1.3. Untuk penanganan ceceran dan tumpahan minyak atau bahan kimia
lainnya, sebelum melakukan pembersihan terlebih dahulu memahami
prosedur pembersihan dan mengikuti petunjuk pada material safety data
sheet (MSDS) untuk bahan kimia;
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 30
2.9. Untuk ceceran dan tumpahan material padat wajib segera dilakukan
pembersihan menggunakan peralatan yang tersedia dengan
penjelasan sebagai berikut:
c. Ceceran/tumpahan grease dibersihkan menggunakan peralatan
yang sesuai selanjutnya dimasukkan ke tempat penampungan limbah
B3;
d. Ceceran/tumpahan sludge dibersihkan menggunakan peralatan
yang sesuai selanjutnya dimasukkan ke tempat penampungan limbah
B3.
2.10. Personil yang bertanggungjawab terhadap K3 dan lingkungan hidup
selalu memantau pelaksanaan penanganan ceceran dan tumpahan di
lokasi kerja sebelum dan setelah dibersihkan serta menjamin bahwa
prosedur yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur penanganan
limbah B3.
Sistem pengangkutan produksi minyak bumi dari sumur tua ke lokasi titik
pengumpul yang dilakukan oleh masyarakat umumnya menggunakan sepeda
motor dengan muatan minyak berupa jerigen yang melebihi kemampuan
angkut, sehingga sangat rawan sekali untuk terjadi kecelakaan. Upaya untuk
mengurangi terjadi tumpahan saat pengangkutan minyak, pengelola sumur tua
wajib mengikuti RP-K3PL (Rencana Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
serta Pengelolaan Lingkungan) yang telah diatur dalam Pedoman Tata Kerja
Nomo 023/PTK/III/2009, Lampiran III yang mensyaratkan bahwa alat angkut
minyak agar menggunakan tempat tertutup agar tidak terjadi
tumpahan/ceceran minyak saat pengangkutan minyak bumi ke titik
pengumpulan yang telah disepakati antara kontraktor dengan KUD/BUMD.
Tumpahan dan ceceran minyak dapat terjadi dalam jumlah kecil maupun
jumlah besar. Perbedaan jumlah tersebut membedakan jenis sarana
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 31
penanggulangan yang akan digunakan. Untuk tumpahan minyak yang terjadi
dipermukaan tanah, penanggulangannya dapat mengangkat tanah
terkontaminasi tersebut dengan menggunakan sekop dan cangkul untuk
selanjutnya ditempatkan pada drum penampung tanah terkontaminasi yang
dikategorikan sebagai limbah B3. Apabila tumpahan dan ceceran tersebut
sudah mencapai saluran air dan sungai maka untuk penanganan limbah minyak
mengikuti prosedur penanggulangan minyak di air. Sarana yang perlu
dipersiapkan untuk menanggulangi tumpahan dan ceceran minyak bumi antara
lain:
1. Kolam darurat (emergency pond) adalah, embung atau kolam yang
digunakan untuk menampung tumpahan minyak untuk mencegah
penyebaran ke lingkungan sekitar;
2. Oil Skimmer adalah alat untuk menghisap tumpahan minyak di permukaan air;
3. Vacuum Pump adalah alat mekanik (pompa) yang dipergunakan untuk
menghisap minyak di atas tanah;
4. Oil containment bag/temporary oil storage tank adalah tempat untuk
penampung minyak dalam kurun waktu tertentu (sementara)
5. Vacuum Truck kendaraan untuk mengangkut dan menghisap tumpahan
minyak di tanah, permukaan air, dan memindahkan minyak dari temporary oil
storage tank untuk dibawa ke lokasi penampungan limbah berminyak.
Lingkungan hidup serta sumber daya alam yang baik dan sehat merupakan hak
asasi setiap warga Negara Indonesia sesuai yang tercantum pada UUD 1945,
Pasal 28H, ayat (1); “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Terkait dengan hal tersebut
maka sosialisasi pengelolaan lingkungan yang benar dan sesuai dengan regulasi
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 32
yang ada kepada masyarakat dan pelaku usaha terhadap dampak lingkungan
yang ditimbulkan dari kegiatan pengusahaan pertambangan minyak bumi
pada sumur tua perlu dilakukan. Dalam penyampaian sosialisasi tersebut tidak
hanya mencakup tentang regulasi saja tetapi juga masyarakat dan pelaku
usaha harus mendapatkan pengetahuan teknis terkait pengelolaan lingkungan
hidup yang akan dan harus dilakukan selama proses penambangan dan pasca
penambangan minyak bumi di sumur tua oleh KUD/BUMD. Diharapkan dari
pelaksanaan sosialisasi yang berkelanjutan diperoleh beberapa manfaat antara
lain: (1) Baik masyarakat maupun pelaku usaha mempunyai satu pandangan
dan pengetahuan yang sama dan sejalan dengan tujuan yang akan dicapai;
(2) Apabila dimasa mendatang antara masyarakat dan pelaku usaha
dihadapkan pada masalah lingkungan, maka penyelesaiannya akan mudah
dicapai atau bahkan kedua belah pihak dapat bersinergi untuk mennyelesaikan
masalah yang dihadapi.
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 33
Setelah pengurasan selesai dan cairan minyak mulai terproduksi, maka
produksi minyak telah dapat dilakukan. Untuk metode konvensional
2. Pengelolaan Limbah
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 34
PENAMPANG ATAS
Pengolah
Pemisah Minyak
Air Limbah
cellar
A A’
Oil skimmer
outlet
Minyak
PENAMPANG A – A’
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 35
Pedoman Pengelolaan Limbah B3 Di Sumur Minyak Tua Yang Dikelola Oleh Masyarakat 36