NIM : 14412019
Menyetujui
Mengetahui :
dari bisnisnya tersebut. Maka dari itu sebisa mungkin memproduksikan minyak
sebanyaknya dengan modal yang cukup Salah satunya perusahaan asing yang
South kepulauan Riau. Chevron memproduksi minyak mentah dari berbagai sumur
dengan metode ESP. Permasalahan pada pompa yang bermasalah dengan gassy, hal
ini akan menyebabkan penurunan produksi karena gas lock. Maka dari itu untuk
gassy ini seperti penggunaan Variabel Speed Drive (VSD), Lower Pump Setting
Depth, Size down pompa, serta pemasangan gas handling yaitu manual vane pump.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Kertas Kerja Wajib dengan judul “EVALUASI PROBLEM GASSY
PADA POMPA ESP SUMUR XX FIELD YY CHEVRON PACIFIC
INDONESIA ” dengan tepat waktu.
Penyusunan Kerja Wajib ini merupkan salah satu syarat untuk memenuhi
kurikulum STEM Akamigas tahun akademik 2016/2017 sebagai syarat kelulusan
Diploma III Progaram Studi Teknik Produksi Minyak dan Gas setelah penulis
melakukan Praktek Kerja Lapangan di CHEVRON PACIFIC INDONESIA.
Di dalam penyusunan Kertas Kerja Wajib ini tidak lepas dari bantuan,
masukan dan saran dari berbagai pihak terkait. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih banyak kepada:
1. Bapak Prof. Dr. R.Y Perry Burhan M.Sc. selaku Ketua STEM Akamigas.
2. Bapak Ir. BambangYudhoSuranta, M.T. selaku Ketua Program Studi
Teknik Produksi Migas.
3. Bapak AgusWahyudi, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing dalam
penyusunan Kertas Kerja Wajib.
4. Bapak dan Ibu Dosen STEM Akamigas yang telah memberikan bekal ilmu
kepada penulis.
5. Mas Mario Andrea Yogasugama, selaku pembimbing Praktek Kerja
Lapangan di Chevron Pacific Indonesia.
6. Orang tua terutama mama yang telah mendoakan dan mensuport.
7. Rekan-rekan Program Studi Teknik Produksi Migasyang telah membantu,
memberikan dorongan dan do’a selama penyusunan Kertas Kerja Wajib
ini.
Penulis sadar bahwa dalam penyusunan Kertas Kerja Wajib ini mungkin
masih jauh dari sempurna karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempuranaan Kertas Kerja Wajib ini. Demikian, semoga Kertas Kerja Wajib ini
bermanfaat.
Hilmy Haidar
NIM. 14412019
i
DAFTAR ISI
Sampul
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar ................................................................................................ i
Intisari .............................................................................................................. ii
Daftar isi ........................................................................................................... iii
Daftar gambar................................................................................................... vi
Daftar tabel ....................................................................................................... vii
Daftar lampiran ................................................................................................ viii
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah .................................................................................... 2
1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................ 3
Bab II ORIENTASI UMUM
2.1 Sejarah PT. Chevron Pacific Indonesia ................................................. 5
2.2 Wilayah dan Daerah Operasi PT. Chevron Pacific Indonesia .............. 8
2.3 Overview Lapangan Balam South ......................................................... 10
2.4 Sejarah Lapangan BALAM SO ............................................................. 10
2.5 Struktur Geologi .................................................................................... 11
2.6 Stratigrafi Lapangan BALAM SO ........................................................ 11
Bab III TINJAUAN PUSTAKA
iii
3.3 Komponen ESP ..................................................................................... 17
Bab IV PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan persentase free gas dan batasan untuk ESP ....................... 49
4.2 Pengaruh gas terhadap produksi liquid pada sumur pompa ESP .......... 54
4.5 Optimasi pompa ESP untuk mengatasi gassy problem pada sumur XX
.............................................................................................................. 57
iv
4.7 Pemilihan metoda yang sesuai untuk sumur xx .................................... 66
Bab V PENUTUP
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
dari bisnisnya tersebut. Maka dari itu sebisa mungkin memproduksikan minyak
sebanyaknya dengan modal yang cukup. Salah satunya perusahaan asing yang
lapangan yang penulis ambil ini telah diproduksi lama sehingga kemampuan sumur
yang dilakukan CPI untuk sumur, salah satunya yaitu Electrical Submersible Pump
(ESP). Metode ini sangat membantu untuk mengangkat fluida ke permukaan namun
ada suatu penyebab yang menyebabkan ESP tidak efisien dan bahkan mati. Salah satu
penyebabnya adalah adanya gas yang terikut dalam minyak sehingga mengganggu
kinerja pompa. Maka dari itu perlu adanya kondisi baru untuk mengatasi masalah
1
1.2 Tujuan Penulisan
program Diploma III pada Program Studi Teknik Produksi Minyak dan Gas.
ditimbulkan akibatnya.
Dalam penulisan Kertas Kerja Wajib ini penulis membatasi hanya pada
pemilihan metoda dengan install Variabel Speed Drive, Lower Pump setting Depth,
size down serta install Manual Vane Pump (MVP). Berdasarkan pengaruh gas pada
pompa dari kondisi actual dengan setelah dan pada segi ekonomi setiap metoda yang
dianjurkan.
2
1.4 Sistematika Penulisan
Penulis membagi isi tulisan dalam beberapa bab, yang setiap babnya terdiri
dari sub-sub bab dengan mengacu pada pedoman penulisan Kertas Kerja Wajib yang
diterbitkan oleh STEM Akamigas edisi Maret 2017 dengan garis besar sebagai
berikut:
I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang pemilihan judul, tujuan penulisan,
Bab ini berisi tentang sejarah singkat lapangan, profil, struktur organisasi,
Bab ini berisi mengenai teori dari problem gassy, prinsip kerja dan komponen
IV. PEMBAHASAN
Bab ini membahas penyebab gas pada pompa, pengaruh gas pada produksi
liquid, perbedaan bila sumur tidak diinstall gas separator dan dengan
3
V. PENUTUP
Bab ini berisi tentang simpulan dari penulisan Kertas Kerja Wajib (KKW)
dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dan saran untuk PT. Chevron
Pacific Indonesia.
4
BAB II
SEJARAH LAPANGAN
5
adanya indikasi kandungan gas alam didaerahSebanga (Agustus 1936) sebagai sumur
perdana, Rantaubinas (November 1940), dan Duri (1941).
Dengan ditemukannya kandungan minyak di daerah tersebut, ditandatangani
perjanjian kontrak 5A untuk daerah Rokan I pada April 1941. Pengeksplorasian
pertama ditandai pemasangan Mercu Bor pertama di daerah Lapangan Minas I. Akan
tetapi karena terjadi Perang Dunia II dan Indonesia terkena imbas dari perang
tersebut, kegiatan pemasangan Mercu Bor sempat terhenti.
Kegiatan pengeboran yang sempat terhenti ini kemudian diteruskan oleh
tentara Jepang pada tahun berikutnya. Pengeboran yang dilakukan oleh tentara Jepang
menghasilkan sebuah sumur Wild Cat satu-satunya yang terdapat di Indonesia selama
Perang Dunia II, dengan kedalaman sumur sebesar 2.623 ft (787 m). Akan tetapi,
pengeboran yang dilakukan oleh tentara Jepang ini tidak berlangsung lama karena
adanya perang kemerdekaan Indonesia, serta kekalahan Jepang pada Perang Pasifik
melawan Amerika. Pengeboran akhirnya dihentikan pada tahun 1946.
Setelah perang berakhir, kegiatan eksplorasi kembali dilakukan dan
dipusatkan untuk pengembangan lapangan minyak Minas. Pada Januari 1951,
pemerintah Indonesia memberikan izin berdirinya Caltex Pacific Oil Company
(CPOC) untuk melanjutkan kegiatan NPPM di daerah Sumatra. Setelah melakukan
produksi minyak bumi di Lapangan Minas, pada tanggal 20 April 1952 dilakukan
pengapalan menyusuri Sungai Siak menuju Selat Malaka, dan kemudian
mengekspornya.
Pada tahun 1963, CPOC berubah menjadi lembaga hukum dengan nama PT.
Caltex Pacific Indonesia (PT.CPI). Namun saham dari PT.CPI sepenuhnya menjadi
milik Chevron (sebelumnya SOCAL) dan Texaco Inc. meskipun terjadi perubahan
nama. Pada September 1963 diadakan perjanjian Karya antara Perusahaan Negara
dengan Perusahaan Asing, termasuk Pertamina dengan PT.CPI. Perjanjian antara
Pertamina dengan PT.CPI menyatakan bahwa wilayah operasi PT.CPI adalah wilayah
Kangaroo seluas 9.030 km2. Perjanjian Karya ini berakhir pada tanggal 8 Agustus
2001 dengan wilayah kerja seluas 31.700 km2.
6
Dalam kontrak bagi hasil tersebut ditetapkan bahwa Pertamina harus
menyetujui program kerja dan anggaran tahunan PT. CPI, dan sebaliknya PT. CPI
sebagai kontraktor berkewajiban melaksanakan kegiatan operasional dan
menyediakan tenaga ahli, investasi, serta biaya operasional. Sampai saat ini, kontrak
bagi hasil antara Pemerintah Indonesia dengan PT.CPI masih tetap dilakukan dengan
pembagian 88% untuk Pemerintah Indonesia yang kini ditangani oleh SKK Migas
dan 12% untuk PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI). Selain itu, ada ketentuan khusus
berupa fleksibelitas bagi PT.CPI untuk melakukan hal-hal tertentu.
Setelah melewati tahun 1965 produksi minyak mengalami penurunan, bahkan
hingga mencapai 13% per tahun. Hal ini berpengaruh pada Economic Life Expectacy
dari PT.CPI. Penurunan produksi minyak ini disebabkan karena kandungan minyak
yang berada di daerah Duri memiliki viskositas yang tinggi, sehingga susah untuk
mengeluarkan minyak tersebut, dan mengakibatkan turunnya produksi
minyak.Seiring dengan berkembangnya teknologi dalam penambangan minyak, pada
tahun 1981 PT.CPI mulai mempergunakan teknologi Steam Injection. Melalui
penggunaan teknologi ini, PT.CPI mampu meningkatkan produksi minyak hingga
enam kali lipat.
Sejak 1983 PT. CPI berstatus sebagai Kontraktor Bagi Hasil (KPS)/
Production SharingContract (PSC) yang beberapa wilayah konsesinya akan berakhir
pada tahun 2021. Saat ini kegiatan PT. CPI di Propinsi Riau meliputi kawasan seluas
sekitar 31.700 km2.
Pada tanggal 11 Maret 1995, PT.CPI menerapkan suatu sistem manajemen
yang disebut dengan Strategic Business Unit (SBU). Strategi ini dimaksudkan untuk
melakukan koordinasi manajemen yang bersifat otonomisasi. Sebelum
mempergunakan strategi ini PT.CPI mempergunakan Distric System, atau sering
dikenal dengan sistem manajemen yang terpusat. Akhirnya pada 9 Oktober 2001, dua
perusahaan besar induk PT. CPI yaitu ChevrondanTexaco bergabung (merger)
menjadi ChevronTexaco. Sejak saat itu manajemen PT. CPI juga ikut berubah dari
SBU menjadi Indonesia Business Unit (IBU). Pada tahun 2005, nama Caltex Pacific
7
Indonesia berubah menjadi Chevron Pacific Indonesia sesuai dengan penetapan surat
keputusan No. C-25712 HT.01.04.TH.2005 pada tanggal 16 September 2005.
Perubahan ini dilakukan berdasarkan pengarahan dari pemilik saham mengenai
penggunaan nama Chevron pada seluruh bisnis hulu perusahaan ini.Pada tanggal 11
Agustus tahun 2005, Chevron mengumumkan pembelian Unocal.
Daerah kerja PT. CPI yang pertama, seluas 9.030 km2 terletak di Kabupaten
Bengkalis, dan dikenal dengan nama Kangaroo Block. Selain mengerjakan daerahnya
sendiri, PT. CPI juga bertindak sebagai operator bagi perusahaan-perusahaan lain
yang dimiliki oleh Chevron dan Texaco.
Pada bulan September 1963, ditandatangani perjanjian C&T (Chevron dan
Texaco) yang pertama berdasarkan perjanjian karya untuk jangka waktu 30 tahun.
Perjanjian itu meliputi empat daerah seluas 12.328 km2, dengan sebutan blok A,B,C,
dan D. Setelah mendapat tambahan daerah seluas 4.300 km2, pada tahun 1968
8
sebagian blok A, blok D, dan seluruh blok C diserahkan kepada Pemerintah Republik
Indonesia. Pengembalian daerah berikutnya dilakukan pada tahun 1973 dan 1978,
sehingga saat ini luas yang tersisa sebesar 8.314 km2 (kira-kira 67,4% luas asal).
Selain perjanjian dengan C&T yang pertama, PT. Caltex juga melakukan
penandatanganan kontrak Product Sharing dengan C&T, yaitu pada bulan Agustus
1971. C&T menandatangani perjanjian Coastal Plains Pekanbaru Blok seluas 21.975
km2 dan kemudian pada bulan Januari 1975, ditandatangani –pula perjanjian
Mountain Front Kuantan Blok seluas 6.865 km2.
Setelah dilakukan pengembalian beberapa bagian daerah kerja secara
bertahap, sekarang luas Coastal Plains tinggal 9.996 km2. Antara tahun 1979-1991,
C&T menandatangani lima perjanjian lagi. Sementara itu, perluasan ladang minyak
Duri dilakukan dalam tiga belas area yang dimulai dengan membangun konstruksi
area pertama pada tahun 1981. Dalam sepuluh tahun belakangan ini sudah
dikembangkan delapan area. Pembangunan juga mencakup fasilitas pendukung utama
seperti Stasiun Pengumpul Minyak dan Stasiun Pembangkit Uap. Sampai
pengembangan area V, sistem injeksi yang diterapkan adalah sistem pola tujuh titik
dimana satu buah sistem injeksi uap dikelilingi oleh enam buah sumur produksi.
9
2.3 Overview Lapangan XX South
10
Februari 1972 dan mencapai puncak produksi pada bulan Mei 2002 sebanyak 30.000
BOPD dengan water cut sebesar 30% dari 21 sumur. Sekarang lapangan ini memiliki
lebih dari 400 sumur produksi dan 91 Total injector.
2.5 Struktur Geologi
Lapangan ini terbentuk dari struktur antiklin besar memanjang dibatasi di barat
daya dengan tinggi-sudut utama sesar. Ada 10 penyebab terjadinya, dengan NW-SE
terbentuk patahan sebagian proses ini dipisahkan wilayah utara dan selatan. Lapangan
XX memiliki 23 reservoir di Formasi MO5, MO4, MO3, MO2 dan MO1. Jarak
sumur beranekaragam. sebagian besar berjarak 31-acre dengan jarak 62-acre di
beberapa daerah.
11
dataran delta melalui celah pada fasies muka delta yang disebabkan oleh
perpindahan saluran distribusi pada bagian atas formasi MO3. Sebagai
hasil perkembangan variasi vasies muka delta contohnya penyekatan garis
pantai distribusi aliran pasir dan distribusi penyekat mulut delta. Ditinjau
dari reservoirnya Formasi MO3 dibagi menjadi dua zona produktif :
Anggota bawah yang ditunjukkan oleh Baji, Jaga dan Dalam
Anggota Atas yang ditunjukkan oleh zona Pertama dan Kedua
Aktifitas pembentukan sistem delta kearah selatan dan tenggara
menghasilkan perubahan fasies yang sangat cepat, karena itu pengendapan
dari sekat garis pantai dan distribusi mulut delta selalu diikuti dengan
pengendapan dari batuan pasir kompak. Dalam beberapa area perluasan
baris kearah atas telah berkembang tepat diatas top lapisan pasir Pertama
dan Kedua. Proses terjadinya in dapat dipengaruhi oleh energi yang tinggi
dan pengendapan selama miosen.
d. Formasi MO4
Formasi MO4 menyesuaikan dengan formasi MO3. Bagian bawah formasi
ini ditunjukkan oleh lapisan pasir Rindu yang dibagi menjadi Rindu
Pertama, Rindu Kedua, dan Rindu Ketiga. Biasanya lapisan pasir Rindu
ditunjukkan sebagai sekat garis pantai dengan persamaan perkembangan
dari distribusi terusan lapisan pasir. Lapisan Shale Out yang terletak pada
rindu Kedua ternyata berkembang luas, bagian atas formasi ini
mengandung lapisan batu pasir dan lapisan lempung..
e. Formasi MO5
Formasi ini mengandung calcareous shale dan siltstone kadang limestone.
12
BAB III
DASAR TEORI
reservoir hingga ke surface adalah natural yang artinya tanpa ada perlakuan
khusus pada sumur, sumur mampu mengalirkan fluida sendiri karena tekanan
diproduksikan suatu sumur minyak akan mengalami produksi rate yang turun dari
Suatu cara dicari untuk memberikan solusi agar fluida yang tidak dapat
metode pengangkatan buatan. Metode yang digunakan untuk artificial lift ini
dapat berupa pompa maupun gas sesuai dengan kondisi sumur. Salah satuya
menggunakan metode Electrical Submersible Pump (ESP) adalah gas. Free gas
maupun gas solution dapat menjadi penghambat pada kerja pompa bahkan bisa
Fluida dari reservoir yang memiliki gas di dalamnya (gas solution) saat
memasuki pompa akan dipisahkan antara gas dan liquid di separator gas. Disini
efisiensi pemisahan sangat dimonitor. Ketika separator gas saat memisahkan gas
13
kurang sempurna maka beberapa gas akan masuk ke dalam stage pompa. Hal ini
akan mengakibatkan pada impeller terdapat akumulasi gas hingga impeller tidak
bekerja sesuai dengan yang diharapkan. sehingga pompa mengalami stack. Gas
yang telah diseparasi berupa free gas akan keluar menuju anulus dan akan
memenuhi anulus bagian atas sehingga diatas interface liquid terbentuklah kolom
gas dan menyebabkan casing pressure menjadi naik sehingga gaya hidrostatis
yang mempengaruhi intake semakin besar. Hal ini akan berdampak pada produksi.
fluida didalam reservoir menuju sumur produksi pada tekanan tertentu, yang
kemampuan berproduksi dari suatu lapisan dalam suatu formasi, dimana secara
definisi merupakan perbandingan laju produksi (q) yang dihasilkan oleh suatu
sumur atau reservoir pada suatu tekanan aliran dasar sumur tertentu dengan
perbedaan tekanan dasar sumur pada keadaan statik (Ps) dan tekanan dasar sumur
pada saat terjadi aliran (Pwf) atau sering disebut dengan pressure drawdown(Ps –
Pwf).
lajuproduksi
PI
drawdown
14
atau:
q
PI ....................................................................................... (3-1)
Ps Pwf
terjadinya kerusakan formasi . Hal ini dapat diketahui dari hasil well test.
0,007082 .k .h
PI .......................................................................... (3-4)
o Bo ln re rw
15
3.1.2. Inflow Performance Relationship (IPR)
Persamaan (3-1) pada suatu keadaan tertentu dari suatu sumur, dimana tekanan
statik reservoir (Ps) dan PI dianggap konstan, maka variabelnya adalah laju
produksi (q) dan tekanan aliran dasar sumur (Pwf), sehingga persamaan PI dapat
ditulis sebagai:
q
Pwf Ps ....................................................................................... (3-5)
PI
Berdasarkan definisi PI, maka untuk membuat grafik IPR perlu diketahui
data tentang:
Berdasarkan ketiga data tersebut, dibuat IPR sesuai dengan kondisi dari
16
3.2. Teori Dasar Electric Submersible Pump (ESP)
pengangkatan fluida dimana kemampuan sumur tidak lagi bisa untuk mengalirkan
didalamnya tersusun atas impeller dan difuser. Gaya sentrifugal merupakan gaya
dengan arah menjauhi titik pusat. Prinsip kerja impeller yaitu berputar searah
jarum jam dan menghasilkan gaya sentrifugal ada fluida. Fluida memasuki
impeller melalui “eye” dan keluar melalui sisi luar impeler. Sedangkan difuser
Komponen ESP dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu komponen diatas
permukaan dan dibawah permukaan :
1. Motor Controller
pengontrolan motor. Terdapat dua tipe dari sistem kontrol untuk ESP yaitu
17
2. Transformator
4. Kabel permukaan
kontroler ke downhole.
5. Wellhead
permukaan adalah untuk menaikkan fluida dari formasi ke dalam tubing dan
18
Gambar 3.1 Komponen ESP
1. Pompa
terdapat impeller dan difuser. Terletak pada shaft dan digerakkan oleh
19
2. Gas Separator (intake)
Intake / gas separator disambung pada bagian bawah pompa dengan cara
menyambung kedua shaft pompa dan intake dengan menggunakan coupling.
Intake berfungsi sebagai tempat masuknya fluida kedalam pompa. Gas
separator ini digunakan pada sumur-sumur yang banyak mengandung gas. Gas
yang terproduksi bersama dengan fluida akan berpengaruh buruk terhadap
pompa, dapat berakibat matinya pompa. Beberapa sumur memproduksikan gas
yang cukup besar yang dapat menyebabkan pompa berputar sendiri, yang
menyebabkan mengurangi efisiensi pompa. Volume gas bebas dapat dikurangi
dengan penurunan PSD (Pump Setting Depth) untuk menambah tekanan di
intake atau dengan memasang gas separator. Gas separator ini masih dapat
bekerja dengan baik pada sumur-sumur yang memiliki gas oil ratio (GOR)
lebih dari 100 cuft/bbl.
Kegunaan dari gas separator antara lain adalah :
a. Mencegah menurunnya head capacity yang bisa dihasilkan oleh pompa
b. Mencegah terjadinya gas lock dan kavitasi pompa terutama pada laju
aliran (flow rate) yang tinggi dan fluida yang mengandung gas, dengan
demikian dapat memperbaiki efisiensi pompa
c. Mencegah terjadinya fluktuasi beban pada motor penggerak
d. Mengurangi adanya tekanan dan sentakan (surging)
20
terpisah akan dilempar keluar dan menuju bagian atas ruang annulus dan
keluar lagi dengan cairan yang diproduksi lewat tubing
3.4 Ampchart
Salah satu alat yang paling bernilai untuk mendiagnosa masalah di persoalan
dalam lubang sumur adalah ampchart. Suatu kondisi yang dapat di diagnose
dengan sebetulnya dapat mebantu untuk mengambil tindakan yang tepat tanpa
21
perlu mengangkat peralatan pompa ke permukaaan, atau bila harus
mengangkatnya, keputusan yang lebih baik telah dapat ditentukan sebelumnya.
Ampchart memang bukan alat diagnostik satu-satunya tetapi amp chart lebih
penting karena dapat menunjukan apa yang terjadi pada unit ini selama unit ini
berjalan. Ampmeter sendiri mempunyai suatu alat pencatat melingkar (round
recording chart) dengan sebuah pena yang bergerak masuk atau keluar
berdasarkan jumlah arus listrik. Berikut ini merupakan permasalahan sumur yang
dapat dibaca oleh ampchart
a. Pompa berjalan normal.
Grafik rata dan simetris, harga ampere lebih kurang sama dengan yang
tertera di nameplate.
22
b. Gas Lock.
Keadaan gas lock ditandai oleh adanya harga ampere yang rendah. Bila
harga ampere merosot hingga di bawah underload (batas bawah harga
ampere) maka pompa otomatis berhenti.
23
c. Pompa mati karena terjadi interferensi gas atau air.
Grafik pada gambar 3.5 menandakan keadaan pompa mati (pump-off) dan
interferensi gas atau air terjadi berkali-kali, hal ini terdeteksi karena
adanya starter otomatis. Pada Gambar 3.7, titik A adalah saat start pompa,
titik B pompa berjalan normal, titik C gas mulai masuk pompa, dan titik D.
arus cairan mendekati pompa dan selanjutnya diiringi dengan matinya
pompa karena ampere terlalu rendah (under current shut-down).
Gambar 3.5 Pompa mati karena terjadi interferensi gas atau air.
24
d. Pompa mati bukan karena interferensi gas atau air.
Grafik pada gambar 3.6 menunjukkan gejala pompa mati tetapi bukan
karena tanpa interferensi gas. Sehingga pada grafik tak terlihat fluktuasi.
Dalam hal ini kematian pompa adalah akibat tiadanya cairan terproduksi
sehingga cara penanggulangannya seperti pada masalah gas locking.
Gambar 3.6 Pompa mati bukan karena interferensi gas atau air.
25
e. False Starts.
Grafik pada gambar 3.7 yaitu menunjukkan seolah-olah ‘pump off’ dengan
restart yang gagal. Kejadian ini adalah sebagai akibat panjang cycle waktu
tak cukup untuk menghasilkan arus cairan yang cukup tinggi. Unit ini
harus diganti dengan yang lebih kecil.
26
f. Selang-seling start dan mati.
Grafik pada gambar 3.8, yaitu menunjukkan selang-seling kejadian start
dan mati, yang berlangsung dalam waktu singkat. Kejadian ini adalah
akibat ukuran pompa terlalu besar atau pompa bekerja dengan TDH (head)
yang kurang besar. Pompa dengan grafik ampere demikian harus segera
dihentikan karena kejadian tersebut akan sangat merusak pompa.
27
g. Produksi dengan GOR tinggi.
Cara penanggulangan GOR tinggi adalah dengan pengaturan tekanan
selubung dan penggunaan separator gas. Grafik serupa juga dapat terjadi
karena adanya emulsi, sehingga harga ampere biasanya menurun sesaat.
Penanggulangannya adalah dengan penggunaan demulsifier (pemecah
emulsi). Lihat gambar 3.9.
28
h. Harga Ampere terlalu kecil
Grafik pada gambar 3.10, yaitu menunjukkan pompa yang distart berkali-
kali, tetapi tidak berhasil hidup. Hal ini biasanya terjadi karena harga
ampere yang diberikan terlalu rendah, sehingga tidak cukup memberi
tenaga ke motor untuk mengangkat fluida dengan berat jenis dan volume
tertentu. Bila dari test terlihat adanya produksi, maka penanggulangan-nya
adalah dengan melakukan penyetelan under-current (ampere rendah).
Gambar 3.10 mungkin pula disebabkan oleh gagalnya relay ketika
menghentikan batas ampere rendah dari kontrolnya, sewaktu pompa
distart secara otomatis. Gambar 3.10 juga bisa terjadi karena patahnya
pompa.
29
i. Beban Rendah
Grafik pada gambar 3.11, yaitu menunjukkan pompa dijalankan (distart)
dengan normal tetapi diikuti dengan penurunan harga ampere secara
bertahap, selanjutnya terjadi keadaan tanpa beban untuk beberapa saat dan
akhirnya terjadi kerusakan pada unitnya dan pompa berhenti karena
overload (beban berlebih). Grafik ini menandakan pompa yang salah
disain (ukurannya), atau salah melakukan penyetelan pelindung beban
rendahnya (underload protection relay), kesalahan tersebut
mengakibatkan tertahannya fluida produksi, sehingga motor bekerja pada
keadaan tanpa beban. Selanjutnya karena tidak ada aliran maka tidak
terjadi pendinginan motor sehingga timbul panas dan ini menyebabkan
overload (beban berlebih) dan akhirnya motor mati.
30
j. Pengontrolan Pompa oleh tangki pengumpul
Grafik pada gambar 3.12, yaitu menunjukkan harga ampere motor pompa
(berhenti dan bekerjanya pompa) dikontrol oleh arus cairan tangki
pengumpul. Gambar 3.12 menunjukkan tenggang waktu (delay) antara
saat pompa berhenti dan start kembali terlalu singkat. Bila pompa tak
dilengkapi check valve (katup penahan aliran balik) yang baik, maka setiap
pompa berhenti fluida akan turun kembali sehingga pompa akan berputar
kearah sebaliknya. Menjalankan kembali pompa yang sedang berputar
terbalik mengakibatkan kerusakan pompa. Biasanya as pompa terpuntir
atau as patah. Tenggang waktu (delay) antara saat pompa berhenti dan
start kembali adalah minimal kurang lebih 30 menit, yaitu agar fluida
dapat stabil kembali.
31
k. Beban berlebih
Grafik pada gambar 3.13. Titik A pada gambar adalah saat dijalankan;
biasanya menunjukkan harga ampere yang meningkat, B adalah pada
keadaan pompa bekerja normal, C menunjukkan kenaikan beban hingga
mencapai batas tertinggi (overload) dan akhirnya pompa mati.
32
l. Beban karena kotoran padat
Grafik pada gambar 3.14, yaitu mula-mula berfluktuasi tak teratur,
selanjutnya normal. Gejala ini disebabkan terikutnya scale, pasir atau
partikel lumpur waktu sumur mula-mula diproduksikan. Walaupun hal ini
umum terjadi, sebaiknya dihindari dengan terlebih dahulu melakukan
pembersihan sumur sebelum pompa distart. Untuk mematikan sumur
sebaiknya digunakan fluida yang ringan atau hampir sama dengan fluida
yang akan dipompa. Dalam hal tertentu perlu pemberian tekanan balik
(menggunakan jepitan), guna menahan naiknya harga ampere secara
berlebihan. Untuk sumur yang menjumpai problem pasir, start harus
lambat dengan laju produksi kecil (jepitan dipermukaan diperkecil).
33
m. Start berulang-ulang
Grafik pada gambar 3.15, yaitu menunjukkan start normal yang lalu mati
karena beban berlebinan. Garis-garis naik setelah itu menunjukkan usaha
menstart kembali berkali-kali. Usaha ini bisa merusak pompa. Dianjurkan
pompa di tes terlebih dahulu sebelum menstart kembali.
34
n. Beban berfluktuasi tak beraturan
Grafik pada Gambar 3.16 harga ampere yang turun naik tak beraturan.
Umumnya disebabkan adanya fluktuasi pada berat jenis fluida atau adanya
variasi tekanan permukaan. Akhirannya dapat berakibat pompa mati
karena beban berlebihan (overload). Grafik serupa bisa juga disebabkan
karena pompa tersumbat, motor atau kabel terbakar atau sekering putus (
primer atau sekunder).
35
3.5 Kavitasi pada pompa ESP
Jika tekanan absolut cairan di setiap tempat di dalam pompa turun di bawah
tekanan uap jenuh yang sesuai dengan suhu operasi dari cairan, gelembung uap
kecil terbentuk dan gas-gas terlarut yang berkembang. Gelembung uap yang
dibawa oleh cairan yang mengalir ke daerah tekanan tinggi di mana gelembung
memadatkan atau runtuh. Kondensasi dari gelembung disertai dengan peningkatan
luar biasa dalam tekanan yang mirip dengan palu air atau syok di alam. Fenomena
ini dikenal sebagai kavitasi.
Tergantung pada sejauh mana kavitasi, dapat menyebabkan kerusakan
mekanik, karena erosi dan korosi, dan getaran intens.
Kavitasi juga memiliki efek yang signifikan pada kinerja pompa: kapasitas pompa
serta efisiensi berkurang. Kavitasi dimulai ketika tekanan absolut di pompa
mencapai tekanan uap dan dengan demikian, sampai batas tertentu, terkait dengan
kondisi hisap. Jika kondisi hisap sedemikian rupa sehingga tekanan tidak jatuh di
bawah tekanan uap cairan pada suhu operasi, kavitasi tidak akan diatur dalam.
Kondisi hisap minimum yang diperlukan untuk mencegah kavitasi di pompa
dikenal sebagai net Positive Suction Head ( NPSH). Minimum atau diperlukan
NPSH diukur secara eksperimental.
NPSH yang dibutuhkan oleh pompa vertikal setara dengan kerugian hidrolik
antara tekanan casing sebaliknya impeller tahap pertama dan pintu masuk ke
impeller baling-baling ditambah perbedaan di kepala kecepatan.
Ini merupakan kepala hisap positif bersih yang dibutuhkan oleh pompa untuk
operasi yang tepat. sistem apapun harus didesain sehingga NPSH yang tersedia
dari sistem sama dengan atau melebihi NPSH yang dibutuhkan oleh pompa.
The NPSH tersedia harus setidaknya sama dengan NPSH yang diperlukan jika
kavitasi adalah untuk dicegah. Peningkatan NPSH yang tersedia menyediakan
margin of safety terhadap timbulnya kavitasi. Perlu dicatat bahwa pompa
submersible yang digunakan untuk produksi minyak biasanya tidak mengalami
kavitasi karena penggenangan yang cukup
36
3.6 Sifat Fisik Fluida
Fluida reservoir terdiri dari fluida hidrokarbon dan air formasi. Hidrokarbon
sendiri terdiri dari fasa cair (minyak bumi) maupun fasa gas, yang tergantung pada
kondisi (tekanan dan temperatur) reservoir yang ditempati. Perubahan kondisi
reservoir aan mengakibatkan perubahan fasa serta sifat fisik fluida reservoir.
Beberapa sifat fisik fluida yang perlu diketahui adalah dalam penelitian ini adalah
: densitas, faktor volume formasi dan kelarutan gas.
Keterangan :
ρosc = densitas minyak (14.7 psia; 60 oF)
ρosci = densitas kmponen minyak ke-i (14.7 psia; 60 oF)
Xi = Fraksi mol komponen minyak ke-i
Mi = berat mol komponen minyak ke-i
Spesific gravity minyak (SG = γo), dikaitkan dengan sebagai perbandingan
densitas minyak terhadap densitas air, dengan persamaan :
o
Spesific gravity minyak = γo ........................................................ (3-7)
w
Beberapa densitas lainnya dapat dihitung yaitu densits dari air dapat dihitung dari
persamaan :
ρw = ......................................................................... (3-8)
. .
Keterangan :
ρw = densitas air, lb/ft3
G = -6.6 + 0.0325 x T + 0.000657 x T2
T = temperatur, oF
37
Peningkatan OAPI dari sebuah minyak mentah dengan meningkatnya temperatur.
Sebelum spesific gravity dapat diukur, minyak harus bebas dari air. Gravity OAPI
pada ruang temperatur ditentukan dengan persamaan :
O 141.5
API 131.5 …………………………………..……………….(3-9)
SG
Jenis minyak mentah berdasarkan OAPI gravity adalah :
1. Tar atau bitumen : < 10 OAPI
2. Minyak berat : 10 - 20 OAPI
3. Minyak sedang : 20 - 30 OAPI
4. Minyak ringan : > 30 OAPI
38
Apabila tekanan diturunkan ternyata gas yang terlarut pada tekanan tertentu
akan mulai melepaskan diri dari larutannya dan tekanan pada saat keluar dari
larutannya disebut tekanan titik gelembung / bubble point pressure (Pb).
Hubungan antara kelarutan gas dengan tekanannya dapat dilihat pada Gambar
3.20.
Dari Gambar 3.17 terlihat bahwa kurva kelarutan gas naik sebelum Pb
tercapai karena gas terus keluar dari larutannya dan setelah Pb tercapai kelarutan
gas konstans karena tidak ada lagi gas yang terbebaskan.
Terdapat dua hal penting dari Gambar 3.17, yaitu :
1. Jika kondisi tekanan reservoir berada diatas Pb, maka Bo akan naik dengan
berkurangnya tekanan sampai mencapai Pb, sehingga volume sistem cairan
bertambah sebagai akibat terjadinya pengembangan minyak.
2. Setelah Pb dicapai, maka harga Bo akan turun dengan berkurangnya
tekanan, disebabkan karena semakin banyak gas yang dibebaskan.
Formation - Volume Fac tor, Bo
Bob
Pb
1
0 Reservoir pressure, psia
39
3.7 Liquid level test
Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui ketinggian fluida
(level fluida) dalam suatu sumur adalah dengan test sonolog. Test ini
menggunakan system gelombang suara/acoustic pulse generator. CO2 dan N2
yang telah dimampatkan dan terdapat di volume chamber yang memberi beban
tekanan lebih besar dari pada tekanan sumur. Katup yang terpasang pada wellhead
dibuka dengan cepat baik secara manual atau elektrikal, dan menghasilkan
gelombang tekanan pada casing annulus. Perjalanan gelombang suara melalui gas
pada casing annulus dan perubahan cross sectional sebagai refleksi dari tubing
collar, tubing anchor, casing perforasi dan lain-lain. Sisa energi gelombang
kemudian direfleksikan oleh permukaan liquid pada ke dalaman liquid level.
Pantulan gelombang yang kembali ke permukaan sumur di deteksi oleh mikrofon
dan terbaca oleh grafik chart khusus pada peralatan digital yang langsung terlihat
di layar laptop
Pengukuran menggunakan sonolog bertujuan salah satunya untuk
mengetahui ketinggian minyak di dalam sumur. Hal ini dilakukan agar pompa
penghisap dapat disesuaikan dengan ketinggian minyak di dalam sumur, sehingga
penghisapan minyak dari dalam sumur dapat dilakukan secara optimal.
Gelombang akustik yang digunakan sonolog adalah jenis gelombang
pressure atau yang sering disebut sebagai gelombang longitudinal karena biasanya
medium yang digunakan untuk membawa sinyal akustik tersebut adalah gas, yang
lebih khususnya yang biasa digunakan adalah gas nitrogen (N2) atau gas karbon
dioksida (CO2). Frekuensi yang dihasilkan dari gelombang pressure yang
digunakan pada sonolog yaitu antara 30-60 Hz, pada dan amplitudo gelombang
tersebut bergantung terhadap besarnya tekanan pada volume chamber yang ada
pada sonolog, dan besarya tekanan tersebut dapat dilihat pada pressure gauge.
Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan gelombang akustik, salah
satunya adalah tekanan casing dan gas flow pada annulus. Pada pengukuran liquid
level untuk sumur yang memiliki tekanan lebih dari 6,89 x 103 kpa tidak
direkomendasikan menggunakan Echometer tipe remote auto fire gas gun, karena
pada umumya akan menyebabkan kesalahan pembacaan liquid level, hal ini
40
disebabkan pada pengukuran liquid level umumya pembacaan kecepatan akustik
harus dalam metode autometik, namun bila pada sensor tekanan yang ada pada
sonolog menunjukan adanya gas pada sumur, maka pembacaan dengan metode
analis autometik sangat sulit diterapkan. Umumnya data pada sonolog akan
meminta untuk diinputkan besarnya kecepatan akustik secara manual, dan bila
tidak dapat menginputkan nilai kecepatan akustik secara manual maka sonolog
yang berbasis pada penggunaan perangkat lunak TWM akan menginputkan nilai
kecepatan akustik secara default, yang biasanya besarnya adalah 350,52 m/s, yang
tentunya nilai ini bukan merupakan nilai standar kecepatan akustik dari tiap-tiap
sumur yang telah diukur, sehingga kemungkinan pembacaan dari kedalaman dari
liquid level akan salah.
Tekanan pada casing sumur dapat diukur menggunakan sonolog, terutama
perubahan tekanannya, karena pada sonolog sudah terpasang manometer yang
mampu memantau perubahan tekanan. Ini dapat dijadikan indikator adanya gas di
dalam sumur, dan biasanya pada box gas flow pada perangkat lunak TWM akan
menunjukan nilai tertentu, dan tekanan pada casing mengalami penurunan maka
dapat dikatakan sumur tersebut tidak mengandung gas.
Pr = Hydrostatic Press at static condition
Pr = (h-SFL) * gradient fluid (3-10)
Dimana :
Gradient Fluid = 0.433 x SGfluid (psi/ft) (3-12)
SGfluid = (1–WC)*SGoil + WC*Sgwater (3-13)
41
Gambar 3.18 Level fluid dalam lubang sumur
Note : Harga h, WFL dan SFL adalah Measure depth (MD - ft) untuk well
vertikal. Jika directional well/horizontal well, harga h, SFL dan WFL ini perlu
diubah dahulu menjadi True Vertikal Depth (TVD,ft)
42
3.8 Formula perhitungan desain ESP
Untuk mengatasi sumur yang memiliki Gas Oil Ratio (GOR) penulis
mencoba untuk mendesain ESP dari pompa sebelumnya maupun ganti pompa
yang sesuai dengan keadaan sumur. Sebelumnya telah diketahui data sumur, data
operasi, data surface dan data subsurface. Adapun beberapa langkah formula
untuk mendesain sebuah ESP, diantaranya :
Menentukan gradient tekanan fluida
Gf = Sg mix x 0.433 .................................................................................. (3-14)
Menentukan Static Fluid Level
Menentukan Tpr
43
Menghitung laju alir minyak pada PIP
Qo@PIP = Qo x Bo ................................................................................... (3-23)
Menghitung laju alir air pada PIP
Qw@PIP = Qw x Bw x WOR ................................................................... (3-24)
Menghitung laju alir liquid pada PIP
Ql@PIP = Qo@PIP + Qw@PIP ............................................................... (3-25)
Menghitung luas area annulus
A = 0.0055 x (ID2liner – OD2tubing) ........................................................ (3-26)
Menghitung liquid superficial velocity
44
Menghitung Friction loss tubing
, @ .
.
.
F= . ……………………………………………(3-35)
Ht = ............................................................................................. (3-37)
..............................................................................................................(3-40)
( )
dimana:
45
Suku bunga yang dipakai harus sejalan (satuan yang sama) dengan waktu
arus kas. Bila waktu arus kas dalam satuan tahun, maka suku bunga juga dalam
periode satu tahun, demikian pula bila waktunya dalam satuan bulan.
Berikut ditunjukkan arti dari perhitungan NPV terhadap keputusan investasi yang
akan dilakukan.
Bila NPV > 0 berarti investasi yang dilakukan memberikan manfaat bagi
perusahaan maka proyek bisa dijalankan
Bila NPV < 0 berarti investasi yang dilakukan akan mengakibatkan kerugian
bagi perusahaan maka proyek ditolak
Bila NPV = 0 berarti investasi yang dilakukan tidak mengakibatkan perusahaan
untung ataupun merugi Kalau proyek dilaksanakan atau tidak dilaksanakan
tidak berpengaruh pada keuangan perusahaan. Keputusan harus ditetapkan
dengan menggunakan kriteria lain misalnya dampak investasi terhadap
positioning perusahaan.
46
BAB IV
PEMBAHASAN
sentrifugal yang diperuntukkan hanya untuk sumur yang memiliki tipe produksi
liqud. Volume tinggi gas di dalam pompa dapat menyebabkan interverensi gas atau
kerusakan pada pompa jika ESP tidak dirancang dengan baik. Free gas secara
dramatis dapat menurunkan produksi dan dapat mencegah cairan pada pompa
mencapai surface. Dalam reservoir gas yang menghasilkan liquid dengan volume
yang tinggi, instalasi ESP dapat dirancang untuk secara efektif melepaskan cairan
dari sumur sambil memungkinkan gas mengalir bebas ke permukaan atas casing.
Untuk sistem pemompaan untuk sumur gas, aliran gas sampai casing tergantung pada
tekanan kepala casing setelah cairan diminimalkan atau dihilangkan selama perforasi.
Terdapat beberapa metoda untuk menurunkan kandungan gas pada sumur ESP
diantaranya yaitu :
intake ESP jadi hanya liquid yang memasuki pompa. Gas dilakukan dengan
separator maupun yang lebih besar effisiensinya pemisahannya bila gas benar
benar tinggi yaitu dengan menginstall Manual Vane Pump (MVP). Cairan
47
tersebut diproduksi ke permukaan melalui pipa dan gas dibiarkan mengalir
Metoda kedua dengan menginstall Variabel Speed Drive (VSD). VSD bekerja
menurunkan produksi fluida ke surface agar Fluid Above Pump (FAP) naik
dari sebelumnya. Dengan naiknya FAP diharapkan tekanan pada intake akan
jenis pompa yang memiliki pump curve performance dibawah yang pompa
48
4.1 Perhitungan persentase free gas dan batasan untuk ESP
Diketahui kinerja ESP dapat mengalami kerusakan parah karena aliran gas yang
berlebihan melalui pompa. Tapi apa yang menyebabkan gas yang berlebihan? Berapa
banyak gas bebas yang dapat dihandel oleh ESP sebelum kinerjanya dipengaruhi?
Sebuah GOR tinggi atau GLR bisa menjadi indikator dari gas yang berlebihan, tetapi
tekanan intake tinggi akan memampatkan free gas, membuat volume free gas yang
lebih kecil, sedangkan tekanan intake rendah akan memperluas gas bebas, sehingga
volume gas lebih tinggi melalui pompa . Selain itu, jika tekanan intake lebih besar
dari titik gelembung, semua gas akan berada dalam solusi sehingga tidak ada gas
Bagian ini akan meringkas sebuah metode untuk mengevaluasi dampak dari gas
bebas pada kinerja ESP. Untuk evaluasi ESP performance dengan free gas ditentukan
oleh korelasi:
φ=
dimana :
49
secara empiris bahwa efek dari gas bebas pada kurva head pompa diabaikan ketika φ
<1
Data Operasi
Q liquid 1315 BFPD
Water Cut 92%
Bg 8.5
Bw 1.016
GOR 1000 SCF/STB
Data Sumur
Tubing Pressure 280 psi
Tubing Temperatur 130 F
Tubing ID 2,992 inch
Tubing OD 3.5 inch
Panjang Tubing 1240 Ft
Casing ID 6.456 inch
Casing OD 7 inch
Data Subsurface
Reservoir Pressure 389.4 psi
Flowing Pressure 211.12 Psi
Bubble Point Pressure 56 psi
Bottom Hole Temperatur 130 F
111.12
Rate oil BOPD
1209.8
Rate Water BWPD
1000
GOR SCF/STB
Sg water 1.003
Sg gas 0.833
Sg oil 0.86
API gravity 33.1
PI 7.376
SG mix 0.974
50
Data Surface
1286-1292
Interval Perforasi Ft
Kedalaman
pompa 1240 Ft
Tipe Pompa P10
Well Depth 1626 Ft
.
190.45 10 . ( . )
Rs@PIP = 0.833 × ×
18 10 . ( )
.
γ .
B @PIP = 0.972 + 1.47 × 10 R @PIP × + 1.25 (T)
γ
, .
0.833
B @PIP = 0.972 + 1.47 × 10 61.03 × + 1.25 × (130)
0.86
51
3. Menghitung Bg pada intake pompa dengan menggunakan Z=0.92 untuk
kompresibilitas factor :
.
Bg =
. . ( )
= .
4. Menghitung volume free gas dalam insitu barel dan minyak serta volume air pada
intake pompa. Total free gas pada pompa yaitu:
q′ = q × (GOR −R )×B
q′ = 886.88 cuft/d
Asumsi bahwa 25% free gas pada pompa naik ke annulus, bypass oleh intake.
Sedangkan 75% dari free gas akan masuk ke pompa :
q ηn η
q = 1− 1−
5.61 100 100
1497.9 0.3 25
q = 1− 1−
5.61 100 100
q = 118.21 BPD
52
6. Menghitung parameter φ
( )
Φ=
.
( )
= .
= 2.4
Φ < 1 maka ESP diprediksi sesuai dengan nominal head curve, meskipun beberapa
free gas hadir
Φ > 1 maka pump head curve diprediksi terdegradasi dan gas separator akan
diperlukan untuk menurunkan free gas yang masuk ke pompa.
118.21
%Gas bebas = × 100%
1445.39
Kesimpulannya bahwa pada sumur XX1 terdapat GOR yang sangat tinggi
(GOR=1000 scf/bbl) maka dari itu pompa akan bermasalah ketika terdapat gas masuk
ke dalam pompa sehingga perlu adanya sistem tambahan untuk mengurangi gas yang
masuk ke dalam pompa.
Disini terdapat berbagai macam metode untuk menangani masalah gassy agar
gas yang masuk ke dalam pompa tidak signifikan diantaranya : menginstall Variabel
Speed Drive (VSD), lowering pump setting depth, size down pompa, serta
menginstall Manual Vane Pump (MVP).
53
4.2 Pengaruh gas terhadap produksi liquid pada sumur pompa ESP
TSTDATE BFPD BOPD MCFD WC TPRES TTEMP SFL WFL FOP FPRES CPRES
16-Sep-15 248 2 0.97 99.1 39 123
04-Sep-15 672 381 60 55
04-Sep-15 1,895 152 0.00 92.0 44 136
Gas yang berupa gas in solution akan mempengaruhi produksi liquid. Gas akan
berakumulasi pada stage awal sehingga menurunkan liquid yang masuk pada pompa.
Pada kasus ini gas terproduksi adalah dari sebelumnya yang tidak ada gas menjadi
0.97 MCFD.
4.3 Perbandingan sumur ESP dengan intake berupa gas separator dengan tidak
menggunakan gas separator
54
Perbandingan ratee produksi antara menggunakan gas separator dengan tidak
menggunakan gas separator pada sumur xx didapat grafik rate produksi sebagai
berikut :
DAY
55
S
DAY
Perbedaan sumur yang menggunakan gas separator dan tidak dalam sumur yng
memiliki problem gassy terkait dalam produksi gas itu sendiri. Untuk pompa yang
memiliki gas separator rata rata sedikit dalam memproduksikan gas. Sedangkan yang
tidak
dak menggunakan gas separator sangat berpengaruh dalam kenaikan produksi gas.
Dalam segi rate produksi, untuk pompa dengan gas separator lebih stabil, bisa dilihat
pada grafik. Bila tidak dipasang gas separator rate produksi liquid naik turun sangat
signifikan. Hal ini sangat mempengaruhi kinerja pompa. Karena perawatan pompa
56
4.4 Ampchart untuk sumur XX1 di YY Field
Keadaan gas lock ditandai oleh adanya harga ampere yang rendah. Bila harga
ampere merosot hingga di bawah underload (batas bawah harga ampere) maka
pompa otomatis berhenti.
4.5 Optimasi pompa ESP untuk mengatasi gassy problem pada sumur XX
Perencanaan ulang pompa ESP yang terpasang pada sumur XX dilakukan karena
gas bebas yang masuk ke dalam pompa dalam keadaan actual relative tinggi ini
karena GOR pada sumur relative tinggi juga. Maka penulis mencoba untuk
57
Data lapangan XX
Data Operasi
Q liquid 1315 BFPD
Water Cut 92%
Bg 8.5
Bw 1.016
GOR 1000 SCF/STB
Data Sumur
Tubing Pressure 280 psi
Tubing Temperatur 130 F
Tubing ID 2,992 inch
Tubing OD 3.5 inch
Panjang Tubing 1240 Ft
Casing ID 6.456 inch
Casing OD 7 inch
Data Subsurface
Reservoir Pressure 389.4 psi
Flowing Pressure 211.12 Psi
Bubble Point Pressure 56 psi
Bottom Hole Temperatur 130 F
111.12
Rate oil BOPD
1209.8
Rate Water BWPD
1000
GOR SCF/STB
Sg water 1.003
Sg gas 0.833
Sg oil 0.86
API gravity 33.1
PI 7.376
SG mix 0.974
Data Surface
Interval Perforasi 1286-1292
58
Ft
Kedalaman
pompa 1240 Ft
Tipe Pompa P10
Well Depth 1626 Ft
59
4.6 Faktor ekonomi
Dengan estimasi interested rate adalah 10% dan harga oil untuk perbarrel yaitu
53 dollar. Dengan jadwal well service tanggal 1 November 2016. Maka :
60
Kondisi sumur dalam keadaan actual
= 674,592.38 – 180,000
= 494,592.38 $
61
Variabel Speed Drive
= 2,244,720 – 20,760
= 2,223,960 $
62
Lower pump setting depth
= 2,331,667.53 – 6,000
= 2,271,667.53 $
63
Manual Vane Pump (MVP)
= 2,345,984.69 – 62,166
= 2,283,818.69 $
64
Size Down
= 1,464,494.50 – 60,000
= 1,404,494.50 $
65
4.7 Pemilihan metoda yang sesuai untuk sumur xx
66
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Free gas yang masuk ke dalam stage pompa akan menyebabkan pompa problem hingga
mati.
2. Perbedaan penggunaan gas separator pada intake yang dapat dilihat pada grafik gambar
4.1 dan gambar 4.2 yang terinstall gas separator produksi liquid fluktuatif namun tidak
terlalu turun maupun naik dibandingkan tidak memakai gas separator.
3. Keberadaan gas pada stages pompa akan menyebabkan produksi menurun drastis hingga
menyebabkan pompa mati.
4. Untuk penggunaan MVP lebih ekonomis dengan Net Value Present (NVP) sebesar
2.283.818,69 $ pada 12 bulan dan untuk pemisahan gas lebih efisien yaitu 0.06 %.
5.2 Saran
2. Pemakaian MVP perlu untuk dipertimbangkan bila gas yang terikut telah banyak.
3. Perlu pertimbangan dan analisa lebih lanjut jika menggunakan data sonolog, khususnya untuk
sumur minyak yang mengandung gas.
4. Minimal menginstall gas separator untuk mengantisipasi gas masuk ke dalam stages
pompa.
5. Untuk penanganan gas perlu adanya monitor pada Working Fluid Level (WFL). Dijaga
supaya jauh dari pressure bubble point.
6. Jika GOR tinggi yaitu mencapai 1000 maka besar kemungkinan produksi gas besar, maka
lebih baik gas tersebut diproduksi kemudian digunakan untuk kebutuhan gas lift.
67
DAFTAR PUSTAKA
1. Brown, KE, 1977, “The Technology of Artificial Lift” Vol 1, Tulsa : Petroleum
Publishing Company.
2. Brown, Kermit E., 1977, “The Technology Of Artificial Lift Method Vol 2B”,
Tulsa:Petroleum publishing company.
3. Gabor, Takack, 2009, “Electric Submersible Pump Manual Design, Operation
and maintenance”, USA: Gulf Publishing Company.
4. Lea, James F, Henry V. Nickens and Mike R. Wells., 2008. “Gas Well
Deliquification”, USA: Elsevier.
5. Rukmana, Dadang. Dedy Kristanto dan V. Dedi Cahyoko Aji, 2014. “Teknik
Reservoir Teori dan Aplikasi”, Yogyakarta : Pohon cahaya.
6. Sutachyar, Achyar. 2004. “Metoda Produksi”. Cepu : STEM AKAMIGAS.
7. Sutachyar, Achyar. 2015. “Artificial lift ESP”. Cepu : STEM AKAMIGAS.
68
Lampiran 1 Perhitungan Desain Pompa ESP
Keadaan actual
Penentuan Static Fluid Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL)
Penentuan Static Fluid Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL) dengan
G = Sgmix x 0.433
= 0.974 x 0.433
= 0.422
Ps
SFL = Dmid (TVD) −
G
389.4 psi
SFL = 1289 ft −
0.422 psi⁄ft
SFL = 365.69 ft
Pwf
WFL = Dmid (TVD) −
G
211.12 psi
WFL = 1289 ft −
0.422 psi⁄ft
WFL = 788.41 ft
69
Perhitungan Laju Alir Total Pada Pump Intake
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk menghitung laju alir total yang masuk
.
190.45 10 . ( . )
Rs@PIP = 0.833 × ×
18 10 . ( )
, .
0.833
B @PIP = 0.972 + 1.47 × 10 61.03 × + 1.25 × (130)
0.86
70
4. Menghitung Ppc:
P = 709.6 − 58.7 γ
P = 660.7 psi
5. Menghitung Tpc:
T = 170.5 + 307.3 γ
T = 426.48 R
PIP
P =
P
190.45
P =
660.7
P = 0.29
T
T =
T
589.67
T =
426.48
T = 1.38
71
8. Menghitung faktor kompresibilitas gas dengan (Z):
3.52 × P 0.274 × P
Z=1− . + .
10 10
Z = 0.92
B = 8.5
q′ = q × (GOR −R )×B
q′ = 886.88 cuft/d
q @PIP = q × B
q @PIP = 1209.8
72
13. Menghitung laju alir liquid pada PIP (ql@PIP):
q @PIP = +q
A = 0,0055 × ID − OD
q B WOR
vsl = 6,5 × 10 +B ×
A 1 + WOR 1 + WOR
1327.17 1.06 10.89
vsl( . ) = 6.5 × 10 +1× = 0.49 ft/sec
0.18 1 + 10.89 1 + 10.89
0.0764 × γ
ρ =
B
0.0764 × (0.833)
ρ =
8.5
ρ = 0.0075 lb⁄cuft
1 γ WOR
ρ = 62.4 × + ×
1 + WOR 1 + WOR
ρ = 60.69 lb⁄cuft
73
18. Menghitung terminal bubble rise velocity (vb) :
σ×g× ρ −ρ
v = √2
ρ
(0.04)(32)(60.69 − 0.0075)
v = √2
(60.69)
v = 0.21 ft⁄sec
v
ηn = × 100%
v +v
0.21
ηn = × 100%
0.21 + 0.49
ηn = 0.3 %
20. ESP pada sumur XX menggunakan normally intake maka efisiensi pemisahan
q ηn η
q = 1− 1−
5.61 100 100
1497.9 0.3 25
q = 1− 1−
5.61 100 100
q = 118.21 BPD
74
21. Total laju alir fluida setalah melewati intake:
q =q +q
q = 1327.17 + 199.66
q = 1445.39 BPD
22. Menghitung % gas bebas yang masuk ke dalam pompa setelah melewati
intake:
q
%Gas bebas = × 100%
q
118.21
%Gas bebas = × 100%
1445.39
Pada perencanaan ulang ini, tubing ukuran 2.992 inch Ssehingga seluruh tubing
berukuran sama. Perhitungan total dynamic head dapat dilakukan dengan langkah-
100 . 117.37 .
2.083 90
F= 34.3 = 0.12 ft⁄1000 ft
2.992 .
75
2. Menghitung head friction (Hf) pada PSD 1240 ft (MD):
Hf = F × PSD (MD)
0.12 ft
Hf = × (1240) ft
1000 ft
Hf = 0.15 ft
Pwh
Ht =
G mix
280 psi
Ht =
0.422 psi⁄ft
Ht = 663.913 ft
TDH = WFL + Hf + Ht
TDH = 1452.47 ft
40 Hz
Q = x 1526.83
60 Hz
= 1017.89 BPD
76
Menentukan rate Oil dan water
= 81.43 BOPD
= 251.4 Psi
PWF
Tinggi kolom luida =
Gf
251.4
Tinggi kolom luida =
0.422
= 596.1 ft
Menentukan FAP
= 550.1 ft
77
Penentuan Static Fluid Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL)
Penentuan Static Fluid Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL) dengan
G = Sgmix x 0.433
= 0.974 x 0.433
= 0.422
Ps
SFL = Dmid (TVD) −
G
389.4 psi
SFL = 1289 ft −
0.422 psi⁄ft
SFL = 365.69 ft
Pwf
WFL = Dmid (TVD) −
G
251.4 psi
WFL = 1289 ft −
0.422 psi⁄ft
WFL = 675.45 ft
78
Perhitungan Laju Alir Total Pada Pump Intake
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk menghitung laju alir total yang masuk
.
230.74 10 . ( . )
Rs@PIP = 0.833 × ×
18 10 . ( )
, .
0.833
B @PIP = 0.972 + 1.47 × 10 40.89 × + 1.25 × (130)
0.86
79
4. Menghitung Ppc:
P = 709.6 − 58.7 γ
P = 660.7 psi
5.Menghitung Tpc:
T = 170.5 + 307.3 γ
T = 426.48 R
PIP
P =
P
190.45
P =
660.7
P = 0.29
T
T =
T
589.67
T =
426.48
T = 1.38
80
8. Menghitung faktor kompresibilitas gas dengan (Z):
3.52 × P 0.274 × P
Z=1− . + .
10 10
Z = 0.92
B = 8.5
q′ = q × (GOR −R )×B
q′ = 627.42 cuft/d
q @PIP = q × B
81
13. Menghitung laju alir liquid pada PIP (ql@PIP):
q @PIP = +q
A = 0,0055 × ID − OD
q B WOR
vsl = 6,5 × 10 +B ×
A 1 + WOR 1 + WOR
962.69 1.06 10.89
vsl( . ) = 6.5 × 10 +1× = 0.35 ft/sec
0.18 1 + 10.89 1 + 10.89
0.0764 × γ
ρ =
B
0.0764 × (0.833)
ρ =
8.5
ρ = 0.0075 lb⁄cuft
82
17. Menghitung densitas liquid pada kondisi PIP :
1 γ WOR
ρ = 62.4 × + ×
1 + WOR 1 + WOR
ρ = 61.02 lb⁄cuft
σ×g× ρ −ρ
v = √2
ρ
(0.04)(32)(60.69 − 0.0075)
v = √2
(60.69)
v = 0.21 ft⁄sec
v
ηn = × 100%
v +v
0.21
ηn = × 100%
0.21 + 0.49
ηn = 0.37 %
20. ESP pada sumur XX menggunakan normally intake maka efisiensi pemisahan
q ηn η
q = 1− 1−
5.61 100 100
83
1497.9 0.3 25
q = 1− 1−
5.61 100 100
q = 27.86 BPD
q =q +q
q = 1327.17 + 199.66
q = 990.54 BPD
22. Menghitung % gas bebas yang masuk ke dalam pompa setelah melewati
intake :
q
%Gas bebas = × 100%
q
27.86
%Gas bebas = × 100%
990.54
Pada perencanaan ulang ini, tubing ukuran 2 7/8 inch sehingga seluruh tubing
berukuran sama. Perhitungan total dynamic head dapat dilakukan dengan langkah-
84
100 . 76.18 .
2.083 90
F = 34.3 = 0.05 ft⁄1000 ft
" .
2.992
Hf = F × PSD (MD)
0.12 ft
Hf = × (1240) ft
1000 ft
Hf = 0.07 ft
Pwh
Ht =
G mix
280 psi
Ht =
0.422 psi⁄ft
Ht = 663.913 ft
TDH = WFL + Hf + Ht
TDH = 1339.43 ft
Penentuan Static Fluid Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL)
Penentuan Static Fluid Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL) dengan
85
1. Menghitung gradient tekanan fluida:
G = Sgmix x 0.433
= 0.974 x 0.433
= 0.422
Ps
SFL = Dmid (TVD) −
G
389.4 psi
SFL = 1289 ft −
0.422 psi⁄ft
SFL = 365.69 ft
Pwf
WFL = Dmid (TVD) −
G
211.12 psi
WFL = 1289 ft −
0.422 psi⁄ft
WFL = 788.41 ft
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk menghitung laju alir total yang masuk
86
1. Menghitung pump intake pressure (PIP) :
.
PIP 10 . ( )
Rs@PIP = γg × ×
18 10 . ( )
.
194.67 10 . ( . )
Rs@PIP = 0.833 × ×
18 10 . ( )
, .
0.833
B @PIP = 0.972 + 1.47 × 10 20.45 × + 1.25 × (130)
0.86
4. Menghitung Ppc:
P = 709.6 − 58.7 γ
P = 660.7 psi
87
5. Menghitung Tpc:
T = 170.5 + 307.3 γ
T = 426.48 R
PIP
P =
P
190.45
P =
660.7
P = 0.29
T
T =
T
589.67
T =
426.48
T = 1.38
3.52 × P 0.274 × P
Z=1− . + .
10 10
Z = 0.92
88
9.Menghitung faktor volume formasi gas (Bg) :
B = 8.5
q′ = q × (GOR −R )×B
q = 925.21 cuft/d
q @PIP = q × B
q @PIP = 1209.8
q @PIP = +q
89
14. Menghitung luas area annulus (An):
A = 0,0055 × ID − OD
q B WOR
vsl = 6,5 × 10 +B ×
A 1 + WOR 1 + WOR
1327.17 1.06 10.89
vsl( . ) = 6.5 × 10 +1× = 0.49 ft/sec
0.18 1 + 10.89 1 + 10.89
0.0764 × γ
ρ =
B
0.0764 × (0.833)
ρ =
8.5
ρ = 0.0075 lb⁄cuft
1 γ WOR
ρ = 62.4 × + ×
1 + WOR 1 + WOR
ρ = 61.67 lb⁄cuft
90
18. Menghitung terminal bubble rise velocity (vb):
σ×g× ρ −ρ
v = √2
ρ
(0.04)(32)(61.67 − 0.0075)
v = √2
(61.67)
v = 0.21 ft⁄sec
v
ηn = × 100%
v +v
0.21
ηn = × 100%
0.21 + 0.48
ηn = 0.3 %
q ηn η
q = 1− 1−
5.61 100 100
925.21 0.3 25
q = 1− 1−
5.61 100 100
q = 41.11 BPD
91
21. Total laju alir fluida setalah melewati intake:
q =q +q
q = 1325.23 + 41.11
q = 1366.34 BPD
22. Menghitung % gas bebas yang masuk ke dalam pompa setelah melewati
intake :
q
%Gas bebas = × 100%
q
118.21
%Gas bebas = × 100%
1445.39
Pada perencanaan ulang ini, tubing ukuran 2.992 inch sehingga seluruh tubing
berukuran sama. Perhitungan total dynamic head dapat dilakukan dengan langkah-
.
100 . 115.43
2.083 90
F= 34.3 = 0.12 ft⁄1000 ft
2.992 .
92
2. Menghitung head friction (Hf) pada PSD 1240 ft (MD) :
Hf = F × PSD (MD)
0.12 ft
Hf = × (1250) ft
1000 ft
Hf = 0.13 ft
Pwh
Ht =
G mix
280 psi
Ht =
0.422 psi⁄ft
Ht = 663.913 ft
TDH = WFL + Hf + Ht
TDH = 1164.63 ft
Penentuan Static Fluid Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL)
Penentuan Static Fluid Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL) dengan
93
1. Menghitung gradient tekanan fluida:
G = Sgmix x 0.433
= 0.974 x 0.433
= 0.422
Ps
SFL = Dmid (TVD) −
G
389.4 psi
SFL = 1289 ft −
0.422 psi⁄ft
SFL = 365.69 ft
Pwf
WFL = Dmid (TVD) −
G
211.12 psi
WFL = 1289 ft −
0.422 psi⁄ft
WFL = 788.41 ft
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk menghitung laju alir total yang masuk
94
1. Menghitung pump intake pressure (PIP) :
.
PIP 10 . ( )
Rs@PIP = γg × ×
18 10 . ( )
.
190.45 10 . ( . )
Rs@PIP = 0.833 × ×
18 10 . ( )
, .
0.833
B @PIP = 0.972 + 1.47 × 10 61.03 × + 1.25 × (130)
0.86
4. Menghitung Ppc:
P = 709.6 − 58.7 γ
P = 660.7 psi
95
5. Menghitung Tpc:
T = 170.5 + 307.3 γ
T = 426.48 R
PIP
P =
P
190.45
P =
660.7
P = 0.29
T
T =
T
589.67
T =
426.48
T = 1.38
3.52 × P 0.274 × P
Z=1− . + .
10 10
Z = 0.92
96
9. Menghitung faktor volume formasi gas (Bg) :
B = 8.5
q′ = q × (GOR −R )×B
q′ = 886.88 cuft/d
q @PIP = q × B
q @PIP = 1209.8
q @PIP = +q
97
14. Menghitung luas area annulus (An) :
A = 0,0055 × ID − OD
q B WOR
vsl = 6,5 × 10 +B ×
A 1 + WOR 1 + WOR
1327.17 1.06 10.89
vsl( . ) = 6.5 × 10 +1× = 0.49 ft/sec
0.18 1 + 10.89 1 + 10.89
0.0764 × γ
ρ =
B
0.0764 × (0.833)
ρ =
8.5
ρ = 0.0075 lb⁄cuft
1 γ WOR
ρ = 62.4 × + ×
1 + WOR 1 + WOR
ρ = 60.69 lb⁄cuft
98
18. Menghitung terminal bubble rise velocity (vb) :
σ×g× ρ −ρ
v = √2
ρ
(0.04)(32)(60.69 − 0.0075)
v = √2
(60.69)
v = 0.21 ft⁄sec
v
ηn = × 100%
v +v
0.21
ηn = × 100%
0.21 + 0.49
ηn = 0.3 %
20. ESP pada sumur XX menggunakan Manual Vane Pump intake maka efisiensi
q ηn η
q = 1− 1−
5.61 100 100
1497.9 0.3 45
q = 1− 1−
5.61 100 100
q = 86.67 BPD
99
21. Total laju alir fluida setalah melewati intake :
q =q +q
q = 1327.17 + 86.69
q = 1414.28 BPD
22. Menghitung % gas bebas yang masuk ke dalam pompa setelah melewati
intake :
q
%Gas bebas = × 100%
q
86.69
%Gas bebas = × 100%
1414.28
Pada perencanaan ulang ini, tubing ukuran 2.992 inch seluruh tubing berukuran
sebagai berikut:
100 . 117.37 .
2.083 90
F= 34.3 = 0.11 ft⁄1000 ft
2.992 .
100
2. Menghitung head friction (Hf) pada PSD 1240 ft (MD):
Hf = F × PSD (MD)
0.11 ft
Hf = × (1240) ft
1000 ft
Hf = 0.14 ft
Pwh
Ht =
G mix
280 psi
Ht =
0.422 psi⁄ft
Ht = 663.913 ft
TDH = WFL + Hf + Ht
TDH = 1339.5 ft
101
Size Down Pompa
Tipe Pompa = P8
Pump curves = 600 – 1200 BPD
Target produksi = 800 BPD
Qo = 64 BOPD
Qw = 736 BWPD
Pwf = 280.94 Psi
Pump Setting Depth = 1240 Ft
Penentuan Static Fluid Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL)
Penentuan Static Fluid Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL) dengan
G = Sgmix x 0.433
= 0.974 x 0.433
= 0.422
Ps
SFL = Dmid (TVD) −
G
389.4 psi
SFL = 1289 ft −
0.422 psi⁄ft
SFL = 365.69 ft
102
3. Menghitung kedalamanworking fluid level (WFL)
Pwf
WFL = Dmid (TVD) −
G
280.94 psi
WFL = 1289 ft −
0.422 psi⁄ft
WFL = 622.86 ft
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk menghitung laju alir total yang masuk
.
PIP 10 . ( )
Rs@PIP = γg × ×
18 10 . ( )
.
260.28 10 . ( . )
Rs@PIP = 0.833 × ×
18 10 . ( )
103
3. Menghitung faktor volume formasi minyak (Bo) pada PIP
.
γ .
B @PIP = 0.972 + 1.47 × 10 R @PIP × + 1.25 (T)
γ
, .
0.833
B @PIP = 0.972 + 1.47 × 10 91.15 × + 1.25 × (130)
0.86
4. Menghitung Ppc:
P = 709.6 − 58.7 γ
P = 660.7 psi
5. Menghitung Tpc:
T = 170.5 + 307.3 γ
T = 426.48 R
PIP
P =
P
190.45
P =
660.7
P = 0.29
104
7. Menghitung harga Tpr :
T
T =
T
589.67
T =
426.48
T = 1.38
3.52 × P 0.274 × P
Z=1− . + .
10 10
Z = 0.92
B = 8.5
q′ = q × (GOR −R )×B
q′ = 611.04 cuft/d
105
11. Menghitung laju alir minyak pada PIP (qo@PIP) :
q @PIP = q × B
q @PIP = 64 × 1.07
q @PIP = +q
A = 0,0055 × ID − OD
q B WOR
vsl = 6,5 × 10 +B ×
A 1 + WOR 1 + WOR
804.45 1.07 10.89
vsl( . ) = 6.5 × 10 +1× = 0.29 ft/sec
0.18 1 + 10.89 1 + 10.89
106
16. Menghitung densitas gas pada kondisi PIP
0.0764 × γ
ρ =
B
0.0764 × (0.833)
ρ =
8.5
ρ = 0.0075 lb⁄cuft
1 γ WOR
ρ = 62.4 × + ×
1 + WOR 1 + WOR
ρ = 61.54 lb⁄cuft
σ×g× ρ −ρ
v = √2
ρ
(0.04)(32)(61.54 − 0.0075)
v = √2
(61.54)
v = 0.21 ft⁄sec
107
19. Menghitung effisiensi pemisahan gas secara alami :
v
ηn = × 100%
v +v
0.21
ηn = × 100%
0.21 + 0.29
ηn = 0.41 %
20. ESP pada sumur XX menggunakan normally intake maka efisiensi pemisahan
q ηn η
q = 1− 1−
5.61 100 100
611.04 0.41 25
q = 1− 1−
5.61 100 100
q = 27.12 BPD
q =q +q
q = 804.45 + 27.12
q = 831.57 BPD
108
22. Menghitung % gas bebas yang masuk ke dalam pompa setelah melewati
q
%Gas bebas = × 100%
q
27.12
%Gas bebas = × 100%
831.57
Pada perencanaan ulang ini, tubing ukuran 2.992 inch sehingga seluruh tubing
berukuran sama. Perhitungan total dynamic head dapat dilakukan dengan langkah-
100 . 64 .
2.083 90
F= 34.3 = 0.04 ft⁄1000 ft
2.992 .
Hf = F × PSD (MD)
0.04 ft
Hf = × (1240) ft
1000 ft
Hf = 0.05 ft
109
3. Menghitung well head pressure loss (Ht) :
Pwh
Ht =
G mix
280 psi
Ht =
0.422 psi⁄ft
Ht = 663.913 ft
TDH = WFL + Hf + Ht
TDH = 1286.82 ft
110
Lampiran 2
111
Lampiran 3
112
Lampiran 4
113