Anda di halaman 1dari 6

Tambahan

1. Adakah aturan tentang tarif dokter gigi umum dan dokter gigi spesialis dalam tindakan
yang sama ?

Dalam panduan kompensasi dokter dan jasa medik yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter
Indonesia pada tahun 2008 dijelaskan mengenai kompensasi berupa uang yang diperoleh oleh
dokter umum dan spesialis.
Maksud dan tujuan penyusunan panduan
Maksud dan tujuan penyusunan panduan kompensasi dokter ini adalah mengurangi sejauh
mungkin berbagai masalah tersebut di atas. Dengan demikian adanya panduan kompensasi
dokter ini diharapkan dapat:
1. Menjadi acuan bagi dokter, pemerintah, pihak asuransi, dan pihak lain dalam
mendayagunakan/merekrut dokter atau menentukan pendapatan dokter.
2. Mengurangi kesenjangan kesejahteraan diantara dokter
3. Mendorong persebaran dan pemerataan dokter ke seluruh wilayah Indonesia.
4. Melindungi pasien, penanggung biaya dan pihak asuransi dari klaim imbalan jasa yang
berlebihan oleh dokter.
5. Membantu mewajarkan biaya kesehatan.

Dasar Hukum
1. Undang Undang Praktik Kedokteran pasal 50: “dokter mempunyai hak menerima imbalan
jasa” dan pasal 53: “pasien mempunyai kewajiban untuk memberikan imbalan jasa atas
pelayanan yang diterima”, serta pasal 49: “pembinaan dan pengawasan kendali mutu dan kendali
biaya dilaksanakan oleh organisasi profesi”.
2. UU SJSN pasal 32: “tarif ditentukan bersama oleh badan pengelola dan asosiasi fasilitas
kesehatan”.
3. Ketetapan Muktamar IDI XXVI tahun 2006 di Semarang tentang Sistem Pelayanan
Kedokteran Terpadu.

Prinsip Dasar
Untuk menjamin suatu sistem kompensasi dokter dan jasa medik memenuhi azaz
keadilan dan azaz transparansi serta sejalan dengan SPKT, maka sistem tersebut harus dilandasi
6 prinsip dasar berikut ini:
1) Produktivitas dokter dan jasa medik merupakan bagian integral dari suatu sistem kompensasi
dokter.
2) Kompensasi dokter seyogianya setara dengan kerja dokter, yaitu sumber daya yang
dicurahkan dokter untuk menangani pasiennya.
3) Ada keseimbangan kompensasi antar dokter dan antar spesialisasi untuk menjamin meratanya
persebaran dokter yang bekerja di strata pertama, kedua dan ketiga.
4) Ada keseimbangan kompensasi dokter antar wilayah (urban, rural, daerah terpencil dan pulau
terluar NKRI) yang dapat mendukung pemerataan distribusi dokter di Indonesia.
5) Kompensasi dokter mapun jasa medik seyogianya dinyatakan dalam nilai relatif dan dalam
rentang (range) bukan satu nilai (fix), agar dapat disesuaikan dengan kondisi setempat. Rentang
kompensasi ini seyogianya mencerminkan kompensasi mayoritas dokter (70-80%).
6) Metode untuk menentukan kompensasi dokter seyogianya tidak rumit, mudah diterapkan dan
transparan, serta nilai nominalnya seyogianya wajar, masuk akal dan berkeadilan bagi pasien
maupun dokter.

Batasan
Jasa medik (medical fee):
Adalah imbalan atau penghargaan untuk setiap layanan medis yang diberikan kepada
seorang pasien (pada cara pembayaran fee for service).
Kompensasi:
Adalah penghargaan berbentuk finansial (uang) dan nonfinansial (bukan uang) yang
langsung dan tidak langsung diberikan kepada seseorang sebagai imbalan untuk suatu pekerjaan,
dengan mempertimbangkan nilai dari pekerjaaan tersebut serta kontribusi dan kinerja personal
dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Kompensasi langsung biasanya berbentuk pendapatan
per periodic (pendapatan basik plus insentif yang terkait dengan produktivitas), sedang
kompensasi tidak langsung berbentuk manfaat/imbalan tambahan yang punya nilai ekonomi
(fringe benefits), misalnya: tunjangan kesehatan, jamsostek, THR, bonus tahunan, mobil
perusahaan, program kepemilikan rumah, tunjangan telepon seluler, dan lain-lain.
Indeks Geografi Praktik (IGP)
Adalah suatu angka yang digunakan untuk menunjukkan tingkat kesulitan menjalankan
praktik kedokteran di suatu wilayah geografi. Kesulitan yang dimaksud antara lain: keterpencilan
fisik, kolegial dan sosial, keterbatasan infrastruktur transportasi, komunikasi dan sarana
penunjang lain serta sarana kehidupan yang mempengaruhi kinerja dan kenyamanan
menjalankan profesi kedokteran.
Metodologi
1. Menggunakan kompensasi dokter setahun sebagai indikator untuk mewakili tingkat
kesejahteraan dokter.
2. Mengkaitkan indikator tersebut dengan pendapatan per kapita nasional untuk
menunjukkan tingkat kesejahteraan profesi dokter dibandingkan dengan rata-rata
penduduk.
3. Melakukan survei kompensasi dokter secara nasional secara berkala.

Formula
1. Dokter Praktik Umum (DPU)
Formula kompensasi setahun:
DPU = 10-14 X pendapatan/kapita nasional X Kurs 1USD X IGP

Formula kompensasi sebulan:


DPU = 10-14 X pendapatan/kapita nasional X Kurs 1USD X IGP
12 bulan
2. Dokter spesialis (Dsp):
Formula kompensasi setahun:
Dsp = 30-44 X pendapatan/kapita nasional X Kurs 1USD X IGP

Formula kompensasi sebulan:


Dsp = 30-44 X pendapatan/kapita nasional X Kurs 1USD X IGP
12 bulan
3. Kompensasi ini adalah kompensasi dari kerja utama dengan waktu kerja 40 jam/minggu, 220
hari kerja efektif setahun.
4. Indeks Geografi Praktik (IGP) untuk sementara ditetapkan:
· Daerah urban = 1
· Daerah rural = 1,25
· Daerah terpencil = 1,5
Untuk melengkapi panduan ini, sedang disusun IGP di setiap kabupaten/ kota.

Penerapan formula
1. Nilai kompensasi DPU:
Kompensasi DPU setahun Rp. 141.362.500 – 208.004.000
Kompensasi DPU sebulan
Rp. 11.780.208 – 17.333.667 /
Rp. 12.000.000 – 17.000.000 (dibulatkan)
(Nilai kompensasi setahun pada saat kurs 1USD= Rp.9.205 dan IGP =1)
2. Nilai kompensasi Dsp:
Kompensasi DSp setahun Rp. 441.627.992 – 650.000.000
Kompensasi Dsp sebulan
Rp. 36.802.333 – 54.166.667 /
Rp.37.000.000 – 54.000.000 (dibulatkan)
(Nilai kompensasi setahun pada saat kurs 1USD= Rp.9.205 dan IGP =1)

Berdasarkan jabaran oleh IDI dalam panduan diatas, untuk digaris bawahi yaitu:
Undang Undang Praktik Kedokteran pasal 50: “dokter mempunyai hak menerima imbalan jasa”
dan pasal 53: “pasien mempunyai kewajiban untuk memberikan imbalan jasa atas pelayanan
yang diterima”, serta pasal 49: “pembinaan dan pengawasan kendali mutu dan kendali biaya
dilaksanakan oleh organisasi profesi”.

Sehingga kami mengambil kesimpulan bahwa, sudah ada yang mengatur tentang tarif
dokter umum dan dokter spesialis, dalam hal ini seharusnya yang berwenang adalah organisasi
profesi. Tetapi dalam prakteknya mungkin besarnya biaya praktek dokter dan dokter spesialis
lebih banyak diatur oleh dokter sendiri, ataupun lembaga dimana mereka membuka praktek atau
klinik dan rumah sakit. Selain itu, biaya praktek dokter spesialis memang lebih mahal sebab
mereka mengkhususkan pelayanannya untuk satu jenis penyakit atau usia tertentu sehingga
biayanya lebih dibandingkan praktek dokter umum.
Penjabaran mengenai panduan jasa medik tersebut dikeluarkan oleh IDI, sedangkan
untuk praktek dokter gigi, kami sudah berusaha mencari informasi, tapi sepertinya PDGI belum
mengeluarkan panduan jasa medik yang dikhususkan untuk dokter gigi umum dan spesialis. Tapi
seharusnya tidah berbeda jauh dengan panduan yang dikeluarkan IDI, karena sama-sama
bergerak dalam bidang medis.

2. Bolehkah dokter gigi spesialis mengerjakan pekerjaan dokter gigi umum ?


3. Apakah dokter gigi boleh memberikan tanda tangan dalam visum et repertum?
Dokter gigi boleh memberikan tanda tangan pada surat keterangan hasil pemeriksaan
forensik dalam bidang kedokteran gigi, yang surat tersebut kedudukannya setara dengan
visum et repertum.

Visum et repertum boleh dibuat oleh dokter gigi yang ahli dalam bidang forensic
kedokteran gigi, asalkan hanya sebatas pada gigi dan mulut yang merupakan bidang
keahliannya.

4. Contoh Visum et Repertum RSCM

Gw gak dapet contoh VetR RSCM, Cuma dapet


ini yang kayanya bisa juga dimasukan:
Prosedur penatalaksanaan korban mati (kasus forensik) dan pembuatan visum et repertum
di departemen Ilmu forensic dan medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Penatalaksanaan umum :
- Setiap kasus pasti identitasnya, dalam arti sesuai antara surat permintaan visum
et Repertum (SPV) dengan label , baik kepolisian maupun label RSCM
- Dalam hal terdapat korban yang diduga akibat tindak pidana tetapi belum ada
SPV-nya, segera menghubungi polisi pengirim atau Polres Jakarta Pusat
- Pemeriksaan luar hanya dikerjakan bila telah ada SpV-nya atau dalam keadaan “
memaksa “ bila telah yakin akan ada SPV-nya
- Tanpa autopsi, surat Keterangan Pemeriksaan Mayat ( Model A) hanya diberikan
bila :
a. SPV : hanya meminta pemeriksaan luar
b. SPV : Permintaan pemeriksaan mayat ( lantas )
c. SPV : dicabut
- SEBAB KEMATIAN pada SKPM model A pada butir 3 adalah, sesuai dengan
PERNYATAAN PENYIDIK yang tertera pada SPV ( gunakan stempel
MENURUT PERNYATAAN PENYIDIK).
- Bila tidak ada pernyataan penyidik yang tegas , maka gunakan stempel BELUM
DAPAT DITENTUKAN.
- Autopsi hanya dilakukan bila dokter pemeriksa telah hadir .
- Autopsi hanya dilakukan terhadap seluruh tubuh (lengkap),dan dilakukan
terhadap kasus yang memenuhi slah satu ketentuan.
a. Sepengetahuan keluarga korban ( formulir TIDAK KEBERATAN )
b. Kedaluarsa: telah berlalu 2 hari sejak pemeriksaan luar .
- Setelah autopsi selesai dapat diberikan model A
- Penanggung jawab kasus : dokter spesialis forensik pemeriksa.

Gk tau apa lagi yang perlu ditambahin, ingetnya


yg itu doang

Anda mungkin juga menyukai