IKTERIK
I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi penyakit
Perkataan “ikterus” berarti jaringan tubuh berwarna kekuning-kuningan,
meliputi kekuningan pada kulit dan jaringan dalam (Guyton Arthur. C,
2011).
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3
setelah lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang
dengan sendirinya pada hari ke 10 ( Nursalam, 2005).
Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena
peningkatan kadar bilirubin dalam serum (> 2 mg/dL). Ikterus adalah
menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin
dalam tubuh (Muslihatun, 2010).
Klasifikasi
Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua :
a. Ikterus fisiologis
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6
dan menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa, minum baik, BB naik
biasa. Kadar bilirubin pada bayi aterm tidak lebih dari 12 mg /dl, pada
BBLR 10mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus
fisiologis diantaranya karena kekurang protein Y dan enzim glukoronil
transferase.
b. Ikterus Patologis
1) Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan, serum bilirubin total
lebih dari 12 mg/dl.
2) Peningkatan bilirubin 5 mg persen atau lebih dalam 24 jam
1
3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature
atau 12 mg/dl pada bayi aterm.
4) Ikterus yang disertai proses hemolisis
5) Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan
14 hari pada BBLR.
1.2 Etiologi
2
obat. “kolestatik”. Obat-obat ini mencakup golongan fenotiasin,
obat antitiroid, sulfonylurea, anti depresan, triskiklik, dan
nitrofurantoin. Pada ikterus obstruktif, bilirubin terutama dalam
bentuk “konjugasi”. Perbedaan penting antara bilirubin bebas dan
konjugasi adalah bahwa ginjal dapat mengeluarkan sejumlah kecil
bilirubin terkonjugasi dengan kelarutan tinggi tetapi bukan ikatan
albumin bilirubin bebas. Oleh karena itu, pada ikterus obstruktif,
berat. Sejumlah bilirubin terkonjugasi yang bermakna terlihat
dalam urin. Keadaan ini dapat diperlihatkan hanya dengan
mengocok urin dengan mengamati busanya, yang menjadi
berwarna sangat kuning (Guyton Arthur C, 2011).
1.4 Patofisiologi
3
1.4.2 Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati
1.4.3 Gangguan konjugasi bilirubin
1.4.4 Penurunan eksresi bilirubin terekonjugasi dalam empedu akibat
faktor intra hepatic yang bersifat obstruksi fungsional atau
mekanik
4
Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna
urin dan melihat apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.
1.5.3 Bilirubin
Penyebab ikterus yang tergolong prehepatik akan menyebabkan
peningkatan bilirubin indirek. Kelainan intrahepatik dapat
berakibat hiperbilirubin indirek maupun direk. Kelainan
posthepatik dapat meningkatkan bilirubin direk.
1.5.4 Aminotransferase dan alkali fosfatase
1.5.5 Tes serologi hepatitis virus
IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A
akut. Hepatitis B akut ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi
DNA hepatitis B.
1.5.6 Biopsi hati
Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif untuk ikterus
hepatoseluler dan beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris
primer, kolestasis intrahepatik akibat obat-obatan (drug induced).
1.5.7 Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan sangat berharga ubtuk mendiagnosis
penyakit infiltratif dan kolestatik. USG abdomen, CT Scan, MRI
sering bisa menemukan metastasis dan penyakit fokal pada hati.
1.5.8 Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography (ERCP) dan
PTC (Percutans Transhepatic Colangiography).
ERCP merupakan suatu perpaduan antara pemeriksaan endoskopi
dan radiologi untuk mendapatkan anatomi dari sistim traktus
biliaris (kolangiogram) dan sekaligus duktus pankreas
(pankreatogram). ERCP merupakan modalitas yang sangat
bermanfaat dalam membantu diagnosis ikterus bedah dan juga
dalam terapi sejumlah kasus ikterus bedah yang inoperabel.
1.6 Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin
5
indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak
jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar,
gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot
meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus.
1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan
urine dengan oksidasi foto. Fototherapi dapat digunakan sendiri
atau dikombinasi dengan transfusi pengganti untuk menurunkan
bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas
yang tinggi (a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-
light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototherapi
menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
biliar bilirubin tak terkonjugasi
1.7.2 Tranfusi Pengganti
Transfusi pengganti atau imediat diindikasikan adanya faktor-
faktor :
1.7.2.1 Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
1.7.2.2 Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir.
1.7.2.3 Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24
jam pertama.
1.7.2.4 Tes coombs Positif
1.7.2.5 Kadar bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
1.7.2.6 Serum bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
1.7.2.7 Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
1.7.2.8 Bayi dengan hidrops saat lahir.
1.7.2.9 Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
6
Transfusi pengganti digunakan untuk:
1.7.2.1 Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibodi
maternal
1.7.2.2 Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi
(kepekaan)
1.7.2.3 Menghilangkan serum bilirubin
1.7.2.4 Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
1.7.3 Terapi obat-obatan
Misalnya pemberian fenobarbital untuk mempercepat konjugasi
dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak efektif
karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan
baik pada ibu dan bayi.
1.7.4 Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
Misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya
bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih
mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
1.7.5 Menyusui bayi dengan ASI
1.7.6 Terapi sinar matahari
7
1.8 Pathway (harus pada sampai masalah keperawatan)
Hemoglobin
Globin Hemo
Biliverdin Feco
Peningkatan destruksi eritrosit, Hb dan eritrosit abnormal
Gangguan
G Ikterus pada sclera, leher dan badan,
integritas peningkatan bilirubin indirect > 12 mg/dl
kulit
Indikasi fototerapi
8
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan pneumonia
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat pengkajian
2.1.1.1 Pengumpulan Data
1) Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal
yang sama, apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi
obat-obat tertentu baik dari dokter maupun yang di beli
sendiri, apakah ada riwayat kontak dengan penderiata
sakit kuning, adakah riwayat operasi empedu, adakah
riwayat mendapatkan suntikan atau transfuse darah.
Ditemukan adanya riwayat gangguan hemolissi darah
(ketidaksesuaian golongan Rh atau darah ABO),
polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme
hepar, obstruksi saluran pencernaan dan ASI, ibu
menderita DM.
2) Riwayat orang tua :
3) Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti
Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi
Pencernaan dan ASI.
2.1.1.2 Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah
orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan
dengan anak.
2.1.1.3 Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut,
apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama,
tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari
Hiperbilirubinemia .
2.1.2 Pola Kebutuhan sehari-hari
Data dasar klien:
9
2.1.2.1 Aktivitas / istirahat: latergi, malas
2.1.2.2 Sirkulasi: mungkin pucat, menandakan anemia.
2.1.2.3 Eliminasi: Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin
lambat, feses lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin, urine gelap pekat, hitam kecoklatan ( sindrom bayi
bronze )
2.1.2.4 Makanan/cairan: riwayat perlambatan/makan oral buruk, ebih
mungkin disusui dari pada menyusu botol, Palpasi abdomen
dapat menunjukkan perbesaran limfa, hepar.
2.1.2.5 Neurosensori: hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis
dengan inkompatibilitas Rh berat. Opistetanus dengan
kekakuan lengkung punggung,menangislirih, aktivitas kejang
(tahap krisis).
2.1.2.6 Pernafasan: riwayat asfiksia
2.1.2.7 Keamanan: riwayat positif infeksi/sepsis neonatus, tampak
ikterik pada awalnya di wajah dan berlanjut pada bagian
distal tubuh, kulit hitam kecoklatan sebagai efek fototerapi.
2.1.2.8 Penyuluhan/Pembelajaran: faktor keluarga, misal: keturunan
etnik, riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakithepar, distrasias darah (defisit glukosa-
6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD). Faktor ibu, mencerna obat-
obat (misal: salisilat), inkompatibilitas Rh/ABO. Faktor
penunjang intrapartum, misal: persalinan pratern.
10
kulit nerwarna merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus,
reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang,
dan tangisan melengking.
11
2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul.
2.2.1 Diagnosa 1: Ikterus neonatus
2.2.1.1 Definisi: Kulit dan membran mukosa neonatus berwarna
kuning yang terjadi setelah 24 jam kehidupan sebagai akibat
bilirubin tak terkonjugasi ada didalam sirkulasi
2.2.1.2 Batasan karakteristik
1) Profil darah abnormal (hemolisis; bilirubin serum total
>2 mg/dl; bilirubin serum total pada rentang tinggi
menurut usia pada nomogram spesifik-waktu)
2) Memar kulit abnormal
3) Membran mukosa kering
4) Kulit kuning sampai orange
5) Sclera kuning
2.2.1.3 Faktor yang berhubungan
1) Penurunan berat badadn abnormal (>7-8% pada bayi
baru lahir yang menyusui ASI; 15% pada bayi cukup
bulan)
2) Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
3) Bayi menunjukan kesukitan dalam transisi ke kehidupan
ekstrauterin
4) Usia neonatus 1-7 hari
5) Feses (mekonium) terlambat keluar
2.2.1.4 NOC
1) Breasfeeding inefektif
2) Breasfeedibg interupted
3) Liver function, Risk of Impaired
4) Blood Glucose, Risk for Unstable
2.2.1.5 Kriteria Hasil:
1) Menyusui secara mandiri
2) Tetap mempertahankan laktasi
12
3) Pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam batas
normal
4) Mengetahi tanda-tanda penurunan suplai penurunan ASI
secara aman
5) Ibu mampu mengumpulkan dan meyimpan ASI secara
aman
6) Menunjukan teknik dalam memompa ASI
7) Tidak ada respon alergi sistematik
8) Respirasi stastus: jalan nafas, pertukaran gas dan
ventilasi nafas bayi adekuat
9) Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal
10) Status nutrisi adekuat
2.2.1.6 NIC
Phothoterapy: Neonate
1) Meninjau sejarah ibu dan bayi untuk faktor risiko untuk
hiperbilirubinemia
2) Amati tanda-tanda ikterus
3) Agar serum bilirubin tingkat sebagai prtokol per yang
sesuai atau permainan praktid primer
4) Melaporkan nilai Lab untuk primer
5) Tempat bayi di isolette
6) Instruksikan keluarga pada prosedur foroterapi dan
perawatan
7) Terapkan tambalan untuk menutup kedua mata,
menghindari tekanan yang berlebihan
8) Hapus tambalan mata setiap 4 jam atau ketika lampu
mati untuk kontak kepada orang tua dan makan
9) Memantau mata untuk edema, drainase, dan warna
10) Tempat fototerapi lampu diatas bayi sesuai pada
ketinggian yang sesuai
11) Monitor tanda-tanda vital
13
12) Ubah posisi bayi setiap 4 jam atau per protokol
13) Memantau tingakt bilirubin serum per protokol atau
permintaan praktisi
14) Amati tanda-tanda dehidrasi
2.2.2 Diagnosa 2: Risiko kekurangan volume cairan
2.2.2.1 Definisi: kondisi di mana pasien mengalami risiko terjadi
kekurangan volume cairan pada intraseluler, interstisial, dan
intravascular.
2.2.2.2 Faktor yang berhubungan
1) Kehilangan cairan secara berlebihan
2) Berkeringat secara berlebihan
3) Menurunnya intake oral
4) Diare
5) Penggunaan deuretik
6) Pendarahan
7) Keadaan hipermetabolisme
2.2.2.3 Data yang ditemukan :
1) Hipotensi
2) Takikardi
3) Pucat
4) Kelemahan
5) Konsentrasi urine pekat
6) Diare
7) Muntah
8) Pendarahan massif
9) Turgor kulit kurang
10) Demam
2.2.2.4 Kondisi klinis kemungkinan trjadi pada :
1) Penyakit Addison
2) Koma
3) Ketoasidosis pada diabetic
14
4) Anoreksia nervosa
5) Pendarahan gastrointestinal
6) Muntah, diare
7) Intake cairan tidak adekuat
8) AIDS
9) Perdarahan akibat trauma
10) Ulcer kolon
11) Penyakit diabetes mellitus.
2.2.3 Perencanaan
2.2.2.1 Tujuan dan criteria hasil
Tujuan yang diharapkan adalah mempertahankan
adekuatnya kebutuhan cairan yang ditandai :
1) pasien menunjukkan upanya untuk memenuhi
kebutuhan cairan
2) berat badan stabil
3) mukosa mulut lembab
4) intake makanan dan cairan adekuat untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari
5) turgor kulit baik
6) tidak ada rasa haus yang berlebihan
7) output urin sesuai intake cairan
8) tidak ada edema atau dehidrasi
9) berat jenis urine dalam batas normal
2.2.2.2 intervensi keperawatan dan rasional
1) Intervensi factor yang mungkin menjadi penyebab
ketidakseimbangan cairan
Rasional : beberapa factor yang berisiko terjadinya
ketidakseimbangan cairan diantaranya tindakan operasi,
pembatasan minuman atau makan, kecemasan jika
minum banyak
15
2) Kaji keadaan tanda dan gejala gangguan
ketidakseimbangan cairan
Rasional : mengidentifikasi adanya kekurangan atau
kelebihan cairan, sebagai data dasar pasien.
3) Ukur tanda vital pasien setiap
Rasional : keadaan dehidrasi dapat menyebabkan
hipotensi, edema dapat menyebabkan penigkatan
tekanan darah
4) Monitor intake dan output cairan
Rasional : mengidentifikasi keseimbangan cairan\
Timbang berat badan pasien
Rasional : kehilangan dan kelebihan cairan akan
dengan cepat terjadi perubahan berat badan.
5) Anjurkan pasien untuk minum atau makan sesuai
kebutuhan dalam batas toleransi
Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan
intravena
Rasional : cairan intravena dibutuhkan untuk
mendukung kebutuhan cairan tubuh,
7) Monitoring berat jenis urin
Rasional : berat jenis urin menigkat, urine menjadi
keruh pada dehidrasi.
16
4) Kelembapan
5) Hipertemi
6) Hipotermi
7) Fakotr mekanis (mis., Friksi, penekanan, restrain)
8) Obat
9) Kelembapan kulit
10) Imobilitas fisik
11) Radiasi
2.2.3.3 Internal (somatik)
1) Perubahan pigmentasi
2) Perubahan turgor kulit
3) Faktor perkembangan
4) Ketidakseimbangan nutrisi
5) Faktor imunologis
6) Gangguan sirkulasi
7) Gangguan status metabolic
8) Gangguan sensasi
9) Faktor psikogenik
2.2.5 Perencanaan
2.2.4.1 Tujuan dan criteria hasil
Tujuan yang diharapkan adalah mempertahankan keutuhan
kulit yang ditandai:
1) Suhu normal
2) Perfusi jaringan tidak terganggu
3) Kulit masih utuh dan tidak ada lesi
2.2.4.2 Intervensi keperawatan dan rasional
1) Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
2) Agar kulit bayi tidak iritasi dan menimbulkan luka
3) Monitor kulit akan adanya kemerahan
4) Memantau warna kulit dan perubahannya
17
5) Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
tekanan
6) Agar tidak ada alat/benda yang di pakai bayi
menimbulkan iritasi pada kulit
18
Daftar Pustaka
19
Banjarmasin, Juni 2017
( ………………..……………. ) (……………………………. )
20