3
SKENARIO 3
DisusunOleh
BBDM 21
BBDM 21
TANDA
NO NAMA NIM
TANGAN
6 22010117130169
Humairo Mutha’alimah
7 22010117130170
Devina Nahama Natarijadi
8 22010117130171
Tirsa Hizkia Saverina Nugroho
9 22010117130172
Khairullah Nur Fitriadhi S. K
10 22010117130173
Taufik Saputra
SKENARIO 3
Seorang anak bernama Upin, berusia 5 tahun dibawa oleh orang tuanya ke poliklinik RS dengan
keluhan letak lubang kencing Upin tidak normal. Dokter di puskesmas menyarankan agar Upin dibawa
ke RS. Hasil pemeriksaan dokter di poli didapatkan ostium urethra eksterna terletak di penoscrotal,
kedua tesstis dalam batas normal, dan tidak terdapat abnormalitas lain.
A. TERMINOLOGI
1. Ostium urethra eksterna : Lubang keluar dari urethra yang terletak pada superior
vagina (wanita) dan pada penis bersamaan dengan saluran keluarnya sperma (pria)
2. Penoscrotal : Daerah antara penis dan scrotum
3. Testis : Organ yang memproduksi spermatozoa dan dibungkus
skrotum (berjumlah 2), kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon androgen
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah jenis kelamin mempengaruhi letak OUE tidak normal?
2. Apa penyebab letak OUE tidak normal?
3. Apakah letak OUE yang tidak normal hanya dapat dideteksi pada penderita yang berumur
5tahun atau lebih?
4. Apakah dampak dari kelainan yang dialami pada skenario ini?
5. Tindakan untuk menangani kelainan tsb
C. HIPOTESIS
1. Lebih sering terjadi pada pria, karena secara embriologi tuberculum genital pada pria terus
berkembang
2. Internal : Karena penghentian prematur perkembangan sel sel penghasil androgen dalam
testis sehingga produksi androgen terhenti menyebabkan gangguan pembentukan urethra.
Semakin cepat gangguan, maka semakin dekat OUE dengan pangkal penis. Eksternal :
Usia, BB dari ibu. Konsumsi hormon. Fertilisasi buatan. Ketiga hal tersebut dapat
mepengaruhi letak OUE tidak normal. Faktor genetik : Herediter
3. Sudah bisa didiagnosa sesegera mungkin setelah lahir, namun akan lebih sulit di identifikasi
setelah lebih tua
4. Memasuki usia reproduksi karena letak OUE abnormal, sehingga mempengaruhi pancaran
saat ejakulasi, miksi dan ejakulasi tidak maksimal. Psikologis rasa tidak percaya diri.
5. Operasi (6-12bulan setelah dilahirkan) -> Agar pasien dapat mengontrol pancaran urine
dan lebih normal serta sisi psikologis. Mendapat bentuk penis normal, letak OUE normal,
muara urethra di ujung penis, menormalkan fungsi ejakulasi dan berkemih, dan membuat
urethra yang adekuat
D. SKEMA
E. SASARAN BELAJAR
1. Anatomi : Genitalia pria
2. Histologi : Genitalia pria
3. Fisiologi : Sistem reproduksi pria
4. Biokimia : Metabolisme hormon pada pria
5. Biologi : Embriologi genitalia pria
F. BELAJAR MANDIRI
1. ANATOMI
3. Duktus deferens
- Lanjutan dari epididymis, awalnya berkelok-kelok -> lurus. Bagian yang lurus diliputi
plexus venosus dari v. spermatica interna yaitu plexus pampiriformis (bagian dari
funiculus spermaticus).
- Saluran ini akan masuk ke canalis inguinalis -> cavum abdominale melalui annulus
inguinalis lateral (lateralnya vasa epigastrica inferior)
- Dalam cavum abdominale menyilang di bagian ventral a. iliaca externa -> turun ke
dinding lateral pelvis -> menyilang lagi di sebelah ventral ureter lalu ke medial ureter.
- Ke arah distal basis prostatica menjadi ampula deferens lalu menerima duktus
ekskretorius vesiculae seminalis dan bergabung menjadi duktud ejakulatorius ->
bermuara ke utriculus prostaticus
4. Funiculus spermaticus
- Dibentuk pada annulus inguinalis lateral oleh bangunan-bangunan yang mengikuti testis +
epididymis pada proses decensus testiculorum
- Dibungkus jaringan ikat extraperitoneal, tediri atas :
Duktus deferens dan vasa deferentialis
A. testicularis
A. crematerica
R. genitalis N. genitofemoralis
Plexus pampiriformis
Vasa lymphatica
Sisa processus vaginalis peritonei
5. Prostate
- Terdiri atas : substansia muscularis ( oto polos dan jaringan ikat fibrosa) dan glandularis
(kelenjar -> bau semen)
- Bagian : labus dexter dan sinister, isthmus prostate dan lobus medius.
- Apex melekat di diaphragm pelvis dan basisnya pada vesika urinaria
- Bagian paling luar merupakan capsula prostate
- Fascia pembungkusnya adalah fascia prostate dari fascia diaphragmatica pelvis superior.
- Fascia ini ke ventral + arcus tendineus fascia pelvis menjadi ligamentum puboprostaticum
mediale.
- Dalam ligamentum tersebut ada m. puboprostaticus (dari m. detrusor) serta m. levator
prostate yang melekat pada fascia prostate.
- Terdapat fascia denonvillers yang merupakan derivate dari peritoneum yang memisahkan
rectum dengan vesika urinaria.
- Septum retrovesikalis ada dua lembar : lamina dorsalis (fascia recti) dan lamina ventralis
(membrane prostatoperitonealis)
6. Glandula bulbourethralis
- Terletak dalam substantia m. sphincter urethrae membranaceae (ada di dalam spatium
perinei profundum)
Dukus Eferen
- Saluran penghubung rete testis dan duktus epididimis.
- Terdiri atas sel epitel kolumner bersilia dan sel kuboid yang
berselang-seling.
- Terdapat jaringan ikat dan lapisan otot polos.
Epididmis
- Epitel pseudokompleks berstereosilia, permukaan rata.
Semakin dalam epitelnya semakin rendah.
- Sering didapati spermatozoa pada lumen.
- Diperkuat oleh jaringan ikat dan otot polos.
Dukus Deferen
- Berepitel kolumner pseudokompleks berstereosilia yang nampak
bergelombang pada lumennya.
- Lamina propria terdiri dari serat elastis, lapisan otot tebal
(longitudinal dan sirkuler).
- Bermuara di urethra pars prostatika.
Kelenjar Prostat
- Termasuk kelenjat tubuloalveolar kompleks,
berepitel kolumner simpleks.
- Epitel bergelombang seperti villi, diikuti otot polos
di stomanya.
- Kadang corpora amilasea yaitu endapan asam inti.
Vesika Seminalis
- Terdiri dari epitel kolumner pseudokompleks, melekuk-lekuk
pada lumen.
- Pada basalnya terdapat sel basal berbentuk kuboid.
- Pemghasil fruktosa untuk sperma.
Penis
- Tampak 3 bangunan: 2 corpus cavernosum penis
(CCP) dan 1 corpus cavernosum urethra (CCU),
masing-maisng dibungkus oleh tunika albuginea.
- Antar CCP dipisahkan oleh lanjutan tunika albuginea
yang disebut septum nasi.
- Di dorsal terdapat n. pudendus, a. dorsalis penis, v.
dorsalis penis.
Urethra Masculina
- Terdiri atas epitel transisional (pars prostatika) – epitel
kolumber pseudokompleks – epitel skuamus kompleks
berkeratin (dekat OUE).
- Pada pars spongiosa terdapat: kelenjar Littre (lipatan
mukosa dan lamina propria) dan kelenjar Listre
(menghasilkan mukus)
3. FISIOLOGI
Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis.
Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan
sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan untuk
membentuk sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang
kemudian disimpan di epididimis. Dinding tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat
dan jaringan epitelium germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat
spermatogenesis. Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang
testis (lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus
seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang disebut
spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia terletak di dua sampai tiga
lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia terus-menerus membelah
untuk memperbanyak diri, sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap
perkembangan tertentu untuk membentuk sperma.
Pada tubulus seminiferus terdapat sel-sel induk spermatozoa atau spermatogonium, sel
Sertoli, dan sel Leydig. Sel Sertoli berfungsi memberi makan spermatozoa sedangkan sel
Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus berfungsi menghasilkan testosteron.
Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon yang dihasilkan
kelenjar hipofisis yaitu:
1. Fase eksitasi : ereksi + vasokongesti testis (pembengkakan oleh terkumpulnya darah) dan
peningkatan keinginan berhubungan kelamin
2. Fase datar : peningkatan respon-respon keinginan berhubungan kelamin, mis : denyut jantung,
tekanan darah, kecepatan bernapas, ketegangan otot.
3. Fase orgasme : ejakulasi serta respon puncak pada kenikmatan seksual, secara menyeluruh dirasakan
sebagai kenikmatan fisik yang intensif.
4. Fase resolusi : yang mengembalikan genetalia dan sistem-sistem tubuh ke keadaan seperti semula
(sebelum terangsang)
Ereksi
• Selain fenomena fisiologis diatas juga mencakup faktor emosi, psikologis dan sosial.
• Refleks ereksi adalah suatu refles spinal yg dipacu oleh stimulasi mekanoreseptor.
Mekanoreseptor yang sangat peka di glans penis.
• Rangsangan taktil pada glans secara refleks memicu peningkatan aktivitas parasimpatis dan
penurunan aktivitas simpatis ke arteriol-arteriol di penis vasodilatasi ereksi
• Stimulasi parasimpais dan inhibisi simpatis yang terjadi secara bersamaan vasodilatasi
terjadi lebih cepat dan lebih kuat ereksi penuh bisa dicapai hanya dalam waktu 5 – 10 detik.
• Pada saat bersamaan impuls parasimpatis meningkatkan sekresi mukus dari kelenjar
bulbourethra dan urethra sebagai persiapan untuk koitus
• Refleks Spinal dasar dapat difasilitasi atau dihambat oleh pusat-pusat yang lebih tinggi di otak
melalui jalur desendens yang juga berakhir di saraf-saraf otonom yang mepersarafi arteriole penis.
terjadi akibat :
Ejakulasi
• Emisi
• Selama fase emisi, sphincter di leher kandung kemih tertutup rapat untuk mencegah semen
masuk ke kandung kemih dan mencegah urine keluar bersama ejakulat.
• Ekspulsi
Pengisian Urethra oleh semen memicu impuls ke otot rangka di pangkal penis
kontraksi otot-otot rangka pangkal penis (interval 0,8 detik) meningkatkan tekanan di pangkal penis
memaksa pengeluaran semen di urethra. bersamaan dengan itu terjadi orgasme.
Orgasme
• Ditandai dengan bernapas dalam, kecepatan denyut jantung yang dapat mencapai 180x/ menit,
kontraksi otot rangka secara umum, memuncaknya emosi.
• Respon panggul dan respon sistemik disertai dengan kenikmatan dan perasaan lega dan
kepuasan merupakan pengalaman yang dikenal dengan orgasme.
4. BIOKIMIA
Steroidogenesis di Testis
Androgen testis disintesis di jaringan intersisium oleh sel Leydig dengan prekursor
kolesterol. Penentuan kecepatan penyaluran kolesterol kke membran dalam mitokondria
oleh protein pengangkut St AR. Nantinya kolesterol akan diproses oleh enzim sitokrom
P450, reaksi ini dipicu oleh LH.
Testosteron di metabolisme melalui 2 jalur :
1. Jalur oksidasi di posisi 17
Terjadi di banyak jaringan termasuk hati. Hasilnya 17-ketosteroid (inaktif)
2. Jalur dengan reduksi di ikatan rangkan cincin A dan 3-keton
Terjadi di jaringan target dan kurang efisien. Hasilnya metabolit protein (DHT,
dihidrotestosteron)
DHT merupakan hormon aktif, dan kadarnya 1/10 dari kadar testosteron di dalam
plasma pria dewasa. Testosteron dianggap sebagai prahormon, karena akan diubah menjadi
bentuk aktifnya, DHT di luar testis.
Kontrol Hormonal
Dimulai dengan Sel Kiss di nucleus arcuatus pada hipothalamus yang mensekresi
peptin untuk merangsang sel penghasil GnRH untuk menghasilkan GnRH. GnRH
menstimulasi sel Gonadotrop untuk mensekresi LH dan FSH. LH dan FSH meranasang
testis untuk terjadi spermatogenesis. FSH secara khusus merangsang sel sertolli untuk
memproduksi inhibin yang berfungsi untuk feedback negatif. LH akan merangsang sel
Leydig untuk memproduksi testosteron yang berperan dalam pertumbuhan reproduksi pria
sekunder. Apabila produksi testosteron sudah berlebih, inhibin akan diproduksi ooleh sel
sertolli dan menghambat produksi kiss peptin oleh neuron kiss dan inhibisi sel gonadotrop
untuk memproduksi LLH.
5. BIOLOGI
EMBRIOLOGI
GENETALIA
INTERNA
PRIA
Pada minggu ke 3
terbentuk primordial germ
cell pada yolk sac.
Primordial
germ cell bermigrasi ke
mesonephros
melalui hindgut
(minggu ke 5). Pada
minggu ke 6, epitel dinding coelom berproliferasi membentuk crista genitalis dibagi 2
bagian yakni epithelium germinativum dan blastema. Blastem anantinya akan berikatan
dengan primordial germ cell. Pembentukan testis dipengaruhi gen SRY. Pada minggu ke 7,
sel Sertoli mulai terbentuk. Sel Sertoli mengeluarkan Mullerian inhibiting factor sehingga
ductus Mullerian collapse, sehingga terdapat sisa banguan tersebut yang disebut appendix
testis pada minggu ke 9. Pada minggu ke 9 hingga 10, terbentuk sel Leydig yang
menghasilkan testosterone. Testosteron merangsang ductus mesonephricus membentuk vas
deferens. Bagian cranial dari ductus mesonephricus mengalami degenerasi dan kemudian
terbentuk appendix epididymis. Ductus mesonephricus ini nantinya akan menjadi
epididymis. Minggu ke 9 sex chord akan berhubungan dengan dcutus mesonephricus yang
nantinya menjadi rete testis.
Prostat
Pembentukan mulai terjadi di urethra yang mengalami evaginasi endoderm. Pada minggu
ke 11 terbentuk lumen dan kelenjar asini. Pada minggu ke 13 kadar testosterone naik dan
aktivitas sekresi dari prostat mulai terjadi. Kelenjar bulbourethral juga mulai terbentuk di
urethra.
Vesical Seminalis
Pembentukan mulai terjadi di distal ductus mesonephricus. Pembentukannya dirangsang
oleh testosterone. Sebagian distal menjadi ductus ejaculatorius. Setelah testsis terbentuk,
testis mengalami regresi kecuali ductus efferentes testis. Pada ujung testis mengalami
pemadatan. Kemudian testis bergerak turun menuju scrotum.
G. DAFTAR PUSTAKA
Sherwood L. Fundamentals of Human Physiology. International Ed 11th.
Pennyslvania:Elsevier Inc, 2006.
Murray, Robert K. dkk. 2014. Biokimia Harper ed. 24. Jakarta: EGC
Mescher A. Junquiera’s Basic Histology Text and Atlas ed. 14th. McGraw-Hill
Companies, USA. 2013
Diktat Anatomi Sinus Urogenitalis Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro