Anda di halaman 1dari 33

DIKLAT

PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP)


PUSDIKLAT BAPPENAS DAN MPKD UGM

LAPORAN HASIL NOTULENSI PELAKSANAAN PELATIHAN


YOGYAKARTA, 23 APRIL – 4 MEI 2018

Notulis: Basanda Etavita, Puteri Kintan

MAGISTER PERENCANAAN KOTA DAN DAERAH


DEPARTEMEN TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
REKAP TOPIK MATERI PELATIHAN
PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP)
23 April – 4 Mei 2018

Hari Hari, tanggal Rincian Materi dan Pemateri


Ke-
1 Senin, 23 April  Pembukaan dan Overview: Bakti Setiawan
2018  Konsep dan Rasionalitas KPBU: Hanan, Bappenas
 Bentuk Modalitas dan Pemaketan KPBU: Doddy Aditya
Iskandar

2 Selasa, 24  Aspek Peraturan dalam KPBU: Novi Andriani, Bappenas


April 2018  Kebijakan Penyediaan Infrastruktur Melalui KPBU: Novi
Andriani, Bappenas
 Tata Cara Pengadan KPBU (UU No. 19/2015): Bappenas

3 Rabu, 25 April  Pengenalan Proyek KPBU: Achmad Djunaedi


2018  Identifikasi Kebutuhan Proyek (Needs Assessment): Agam
Marsoyo
 Ekonomi Teknik: Agam Marsoyo
 Value for Money Test: Retno Widodo Pramono
 Kajian Hukum dan Kelembagaan: Bappenas

4 Kamis, 26 April  Kajian Teknis: Suryanto


2018  Kajian Ekonomi dan Komersial: Retno Widodo Pramono
 Kajian Lingkungan dan Sosial: Bakti Setiawan
 Kajian Risiko: Suryanto

5 Jumat, 27 April  Jaminan yang diberikan Pemerintah (VGF): Doddy Aditya


2018 Iskandar
 Studi Pendahuluan: Suryanto
 Penjelasan Umum Tahapan Transaksi: Bappenas

6 Sabtu, 28 April  Penyiapan Legal Drafting: Bappeda


2018  Monev Proyek KPBU: Sani Roychansyah
 Studi Kasus KPBU: Bakti Setiawan

7 Senin, 30 April Kunjungan Kasus KPBU Lapangan Semarang


2018
8 Rabu, 2 Mei Workshop Kelompok 1: Agam Marsoyo, Doddy Aditya Iskandar,
2018 Suryanto
9 Kamis, 3 Mei Workshop Kelompok 2: Agam Marsoyo, Doddy Aditya Iskandar,
2018 Suryanto
10 Jumat, 4 Mei  Presentasi Hasil Workshop Kelompok: Suryanto
2018  Penutupan: Bakti Setiawan
HARI KE- :1
HARI, TANGGAL : Senin, 23 April 2018
MATERI, PEMATERI :
 Pembukaan dan Overview: Bakti Setiawan
 Konsep dan Rasionalitas KPBU: Hanan Nugroho, Bappenas
 Bentuk Modalitas dan Pemaketan KPBU: Doddy Aditya Iskandar

SESI I (08.00 – 09.30)


PEMBUKAAN DAN OVERVIEW

 Pelatihan ini diharapkan mampu memberikan bekal pengetahuan bagi daerah untuk
menjalankan mekanisme PPP (Public Private Partnership) / KPBU (Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha) dalam penyediaan infrastruktur daerah.
 Pelatihan ini dikemas dalam bentuk studi kasus dan workshop group-work berdasarkan
kasus-kasus (berhasil/ tidak) praktik rill pelaksanaan PPP di lapangan.
 Diklat PPP sebelumnya sampai pada tahap pendampingan pembuatan proposal
pembangunan oleh pemerintah untuk dibiayai oleh swasta/badan usaha/sektor privat.
Sedangkan pelatihan PPP yang dilaksanakan periode ini, akan sampai tahap pembuatan
rumusan kegiatan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Namun, diakui
kelemahan pelatihan saat ini adalah kurangnya praktisi yang pernah berpengalaman
mengawal satu siklus PPP yang sukses (best practice) atau memiliki direct experiences
dalam PPP itu sendiri.

SESI II (09.45 – 11.15)


KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN
INFRASTRUKTUR – RASIONALITAS DAN KONSEP DASAR (HN)

 Dari total kebutuhan data pembangunan infrastruktur, APBN + APBD hanya dapat
menyediakan dana sekitar 41%, BUMN 22% dan sisanya diharapkan berasal dari
partisipasi swasta melalui Creative Financing.
 Penyediaan infrastruktur dapat mendukung pemenuhan keseluruhan kebutuhan prioritas
nasional melalui peningkatan pelayanan dasar, sektor unggulan (pertanian, industri
pengolahan, jasa, dan pariwisata, serta infrastruktur perkotaan itu sendiri. Adapun
kebutuhanya infrastruktur meningkat seiring dengan pertumbuhan perkotaan dan
penduduk di Indonesia.
 Indonesia memiliki 19 sektor infrastruktur KPBU yang dibali dalam fasilitas perkotaan dan
sosial. Fasilitas perkotaan terdiri dari air bersih, pengolahan limbah setempat pengolahan
limbah terpusat, pengolahan sampah, irigasi, dan perumahan rakyat. Sedangkan fasilitas
sosial terdiri dari pariwisata, pendidikan, lembaga pemasyarakatan, kawasan (misalnya
technopark), olahraga dan kesennian, serta kesehatan.
 Komponen dari pengertian KPBU antara lain:
1) Kerjasama
2) Kepentingan umum (infrastruktur publik)
3) Spesifikasi yang telah diteteapkan (dalam PJPK)
4) Sebagian atau seluruh sumber daya Badan Uasaha
5) Pembagian risiko
 Proyek infrastruktur yang penyediaannya dilakukan Pemerintah melalui Kerjasama
dengan Badan Usaha diwujudkan melalui perjanjian/kontrak kerjasaama pemerintah
sebagai PJPK dan Badan Usaha. Basis dari perjanjian kerjasama proyek KPBU adalah
Pembagian Alokasi Risiko antara Pemerintah dan Badan Usaha. Misalnya, BU dapat
bertanggungjawab dalam desain, konstruksi, pembiyaan, dan operasi proyek KPBU.
Sebaliknya pemerintah perizinan, pembebasan lahan/ ROW, pembebasan pajak. Adapun
jangka waktu relatif panjang 15 tahun.
 KPBU mengadung pengertian bukan pengalihan kewajiban pemerintah, bukan
sumbangan gratis kepada pemerintah, bukan privatisasi barang publik, bukan pinjaman
uang kepada swasta dalam penyediaan layanan kepada masyarakat, tetapi KPBU
merupakan pembiayaan untuk merancang, membangun, dan mengoperasikan proyek
proyek infrastruktur kepada swasta.
 PJPK (Menteri Kepala, Lembaga Kepala Daerah, PPK Gabungan mendelegasikan
kewenangan , BUMND berdasarkan Peraturan Perundangan sektor.
 TIM KPBU merupakan ‘otak’ untuk memanajemen proyek KPBU yang terdiri dari menteri/
kepala lembaga/ kepala daerah, PJPK, panitia pengadaan dan Tim KPBU itu sendiri. Tim
KPBU melaksanakan koordinasi dan laporan secara berkala dengan simpul KPBU.
 Tahapan Pelaksanaan KPBU dimulai dari perencanaan (identifikasi proyek), kemudian
penyiapan, transaksi, dan konstruksi.
 Skema KPBU di Indonesia
1) Hanya dengan penjaminan pemerintah
2) Pengembalian investasi melalui tarif dan VGF (viability gap fund)
3) Pengembalian investasi modal melalui Availability Payment
4) Dukungan sebagian konstruksi
5) Service Fee
6) Prakarsa Badan Usaha
 Perlindungan hukum berupa regulasi terhadap KPBU yang lengkap dan jelas dapat dilihat
pada Perpres 38/2015, Permen PPN No 4/ 2015, Peraturan Kepala LKPP No 19 tahun
201, PMK No 260/2015, dan Permendagri No 96/ 2016.
 Perlindungan hukum terhadap KPBU berupa koordinasi, fasilitas, dan peningkatan
capacity building dilakukan oleh berbagai lembaga dengan wewenang masing-masing.
Misalnya bappenas memfasilitasi dalam pemilihan proyek, KEMENKEU dalam pemberian
fasilitas fiskal, LKPP dalam proses pengadaan, dsb.

Diskusi:
Pertanyaan:
KPBU kenapa masih di ranah infrastruktur? Kemudian bagaimanakah mekanisme
pembatalan KPBU? Hal ini terkait dengan keputusan dari eksekutif. Bagaimana untuk
menarik agar swasta mau ikut terlibat (tertarik)?
Jawaban:
Fasilitas infrastruktur pada umumnya merupakan konstruksi awal untuk pembangunan
sosial lainnya. Pembatalan KPBU dapat dilakukan sesuai dengan keputusan pemegang
eksekutif daerah. Dalam implementasinya penekanan Tim Koordinasi Proyek KPBU
daerah dapat memberikan inovasi daya tarik yang dapat diminati swasta.
SESI III (11.15 – 12.45)
ICE BREAKING

Lesson learn: tanpa adanya kerjasama dalam suatu proyek/kegiatan yang diselenggarakan
tidak akan memperoleh kemajuan/keuntungan yang baik. Kompetisi yang terlalu individualis
dalam kerangka bisnis akan mengakibatkan suatu entitas justeru tidak berkembang.

SESI IV-V (13.45 – 17.00)


BENTUK MODALITAS DAN PEMAKETAN PROYEK KPBU (DD)

 Mengapa PPP penting?

Dalam konteks pembangunan di Indonesia, KPBU/PPP menjadi penting dilaksanakan


karena keterbatasan anggaran, peningkatan daya saing daerah, kualitas dan
kapasitas hidup manusia. Hal ini dihadapi tidak hanya untuk masa sekarang dan masa
pemerintahan lampau tapi juga masa depan.

 Realita menyebutkan bahwa sebaran spasial program yang ada di daerah


menyebabkan 30-45% habis untuk belanja pegawai, 25% untuk pendidikan (amanat
nasional), dan kesehatan 10%. Infrastruktur hanya mendapatkan slot sekitar 5% dari
PDB yang berarti pemerintah daerah harus membuat strategi pembiayaan. Di sisi lain,
apabila pertumbuhan ekonomi mencapai 6% pertahun angka pengangguran
diharapkan dapat ditekan sekitar 1% per tahun.
 Pembiayaan Infrastruktur Non Anggaran Pemerintah (PINA):
PINA berbeda dengan KPBU. Salah satu skema PINA adalah investasi Surat
Berharga Perpetual (SBP) atau surat hutang di luar SPV/SPC. Hal ini tidak akan
tercapai tanpa kemauan dari berbagai kementrian/ lembaga/ bahkan pemerintah
daerah serta Otoritas jasa Keuangan (OjK) sebagai regulator pasar keuangan di
Indonesia.
 Contoh kasus proyek penerangan umum kasus Solo:
Cost recovery: Misal swasta/ badan usaha dapat melakukan sesuai spesifikasi
pemerintah yaitu dengan AP yang dibayarkan sebesar 44 M. Namun, dengan
penggunaan teknologi dapat menekan biaya hingga 35M.
 Mekanisme Availability Payment (AP)
Mekanisme AP memiliki berbagai kelebihan dibandingkan sistem tarif terutama dalam
hal perlindungan konsumen karena badan usaha melakukan kerjasama secara
langsung dengan pemerintah. Resiko apabila pelayanan infrastruktur yang tidak
sesuai dengan ‘spesifikasi’ dibebankan kepada badan usaha bukan kepada konsumen
atau ke pemerintah. Sedangkan pada sistem tarif, konsumen akan tetap membayar
jasa yang diberikan badan usaha terhadap infrastruktur tertentu meskipun layananya
tidak sesuai spesifikasi. Harga yang dibayarkan pemerintah dalam berjanjian ini
bersifat ‘fix’ yang artinya tidak ada penyesuaian terhadap inflasi atau kejadin lainya.
 Outline Business Case (OBC)
OBC sama dengan pra - Feasibility Study (FS) yang bukan merupakan proposal bisnis
melainkan indikator proyek yang dikehendaki layak atau tidak untuk dijadikan KPBU.
Pada tahap ini, dapat dihitung resiko finansial dihitung untuk dicari strategi
penggeseranya kepada badan usaha. OBC dibuat oleh pemerintah dengan atau tanpa
konsultan. Kemudian dikaji pemerintah pusat (KEMENKEU), dinilai apakah resiko
yang dibebankan badan usaha terlalu besar atau tidak, dan tindakan yang akan
diambil untuk kemudian serahkan kembali kepada PEMDA untuk dibuat Final
Business Case (FBC) untuk dijadikan landasan transaksi (PQ) kemudian dilelang.
Proses ini merupakan tahap awal sedangkkan tahap paling akhirnya disebut COD.
 New Public Management
New Public Management mendudukan pemerintah layaknya sektor swasta untuk
menerapkan prinsip rasionalitas dan berhitung secara efisien. Kenapa penting? Agar
pemerintah mampu mempertanggungjawabkan uang – pajak yang didapatkan dari
masyarakat tanpa melupakan besar manfaat yang didapatkan oleh masyarakat.
 10 prinsip reinventing government:
1) Earning not spending
2) Prevention than cure
3) Decentralized to participation
4) Leveraging
5) Steering rather than rowing (ini lho banyak hal yang bisa dikerjakan)
6) Empowering rather than serving
7) Injecting competition into service delivery
8) Transforming rule-driven organizations
9) Funding outcomes, not input
10) Meeting the needs of costumer, not be bureaucracy
 Pergeseran paradigma kemitraan pemerintah dengan badan usaha
Dahulu, insentif dipandang sebagai suatu hal yang merugikan negara, namun saat ini
dipandang sebagai suatu opportunity cost. Terdapat beberapa model bisnis
pemerintah dan badan usaha untuk mewadahi kebutuhan pemerintah dan badan
usaha. Dalam memilih model bisnis tersebut, semua pihak memperhatikan capture
expenditure (CAPEX) dan operating expenditure (OPEX). Apabila terdapat
kekurangan modal atau biaya, pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk Viability
Gap Fund (VGF).
 Apakah AP dapat digabung dengan konsesi?
Dapat dilakukan ‘pemaketan’ (mekanisme bundle) sebagi contoh rumah sakit. Rumah
sakit masuk ke dalam nature of customer. Hal ini dilakukan untuk melindungi
konsumen (layanan medis sesuai dengan spesifikasi dari pemerintah) dengan
membebankan tarif kepada pihak swasta lainya yang dapat memberikan revenue
(berupa tarif sewa). Dalam hal ini dibutuhkan SPV atau SPC yang berbeda. Yang
pertama berupa konsesi untuk fasilitas (misalnya ruko) yang kedua untuk layanan
kesehatanya.
 Proyek berdasar inisiator
Berdasarkan siapa yang menginisiasi, proyek dapat dibagi 2 yaitu solicited project
mendapatkan dukungan pemerintah pusat dalam bentuk dukungan fiskal dan non
fiskal serta jaminan apabila proyrk tersebut tidak dapat berjalan. Sedangkan lawannya
yaitu unsolicited project yang diusulkan oleh swasta atau badan usaha dimana
pemerintah meberikan jaminan (reward) terhadap proyek ini dalam beberapa bentuk.
 Equity, Loan, dan Hybrid Financing
Perbedaan equity dan loan terletak pada kemandirian pengelolaan. Keunggulan
hutang dibandingkan penyertaan modal adalah tidak mengurangi hak pengelolaan
terhadap perusahaan tersebut. Sedangkan kekuranganya adalah kita (owner)
dibebani pengembalian pinjaman pokok dan bunga. Apabila perekonomian dalam
kondisi yang baik maka pembayaran hutang akan lancar. Namun apabila
perekonomian dalam kondisi yang tidak kondusif maka akan membebani neraca
anggaran. Hybrid financing atau penggabungan equity dan loan berusaha
meminimalkan resiko dengan mencari komposisi yang sesuai.
 Mengatasi keterbatasan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Untuk memecahkan masalah kecilnya PAD, dapat menggunakan 2 skema yaitu Land
Value Capture (LVC) dan Tax Increment Financing (TIF). 2 skema tersebut lebih
disarankan daripada hutang luar negeri karena rawan. Sebaiknya hutang kepada
masyarakat sendiri dengan cara penerbitan obligasi.

Diskusi:
Pertanyaan: Apakah KPBU hanya bisa dilaksanakan pada asset pemerintah?
Jawaban: Tidak, KPBU tidak terkotak-kotaki aset (lahan) pemerintah.
HARI KE- :2
HARI, TANGGAL : Selasa, 24 April 2018
MATERI, PEMATERI :
 Aspek Peraturan dalam KPBU: Novi Andriani, Bappenas (Direktorat Swasta dan Rancang
Bangun)
 Kebijakan Penyediaan Infrastruktur Melalui KPBU: Novi Andriani, Bappenas
 Tata Cara Pengadan KPBU (UU No. 19/2015): Bappenas

SESI I, 08.00 – 09.30


Aspek Peraturan dalam KPBU I (Novi Andriani)
 Pendahuluan:
- Sebelum tahun 1990 PPP dijalankan untuk proyek jalan tol saja.
- 1990 – 1997 mulai merambah pada penyediaan listrik namun dilaksanakan dengan
swasta ‘tertentu’ (putra-putri presiden).
- 1998 – 2004 lembaga keuangan dunia memberikan pengetahuan menganai PPP yang
lebih murni/ tepat/ benar.
- 2004 dibentuk Koordinasi Percepatan Pembangunan Infrastruktur (KKPPI) berisi
menteri.
- 2005 - 2010 pertaturan (PERPRES) mengenai KPBU mulai bermunculan dan
dikembangkan.
- Pada 2010 muncul PERPRES penjaminan untuk mendukung KPBU. UU bidang
transportasi mengalami reformasi pesat sehingga transportasi tidak hanya dikuasi
bumn tetapi juga asing. Dukungan diwujudkan dengan adanya PPII.
 BAPPENAS menyusun tata cara pelaksanaan KPBU. Pengadaan tidak dimasukan dalam
lampiran tetapi dibuat sendiri dalam LKPP.
 Kemenkeu memegang keuangan pusat (nasional) dan Kemendagri mengeluarkan tata
cara pelaksanaan availability payment sedangkan Direktorat Keuangan Daerah
membantu pembayaran pada swasta.
 5 bentuk kerjasama pemerintah:
1. Kerjasama Antar Daerah
Kerjasama ini diatur dalam PP 50 Tahun 2007, namun tidak memuat tata cara (step
by step dan detail dokumen) kerjasama dengan pihak ketiga. Adapun petunjuk teknis
kerjasama antar daerah terdapat pada Permendagri 22/2009. Salah satu contoh
penggabungan kerjasama antar daerah (PP 50) dengan KPBU adalah pembangunan
Tempat Pembuangan AKhir (TPA) regional untuk Kota Depok, Kota Bogor, dan
Kabupaten Bogor. Ketiga kabupaten/ kota membuat MOU mengenai kesanggupan
supply sampah dan kemampuan mebayarkan SPV. Selanjutnya MOU menjadi dasar
pemerintah profinsi untuk melakukan kerjasama dengan pihak ketiga (badan usaha/
swasta).
2. Pengelolaan Aset Negara/ Daerah (BMN/D)
Pada dasarnya terdapat 2 pola yaitu pemanfaatan (misal tanah kosong yang belum
digunakan) dan penggunaan (sesuai kebutuhan dan kapsitas). Pemanfaatan terdiri
dari sewa, KSP (kerjasama pemanfaatan), KSPI (kerjasama penyediaan infrastruktur
disebut juga KPBU), dll. Peraturan mengenai bmd kspi hanya mengatur administrasi
kspi sehingga tidak bersinggungan dengan peraturan KPBU. Apabila berbicara
konteks pemanfaatan makan jangka waktunya bisa diperpanjang lebih dari 50 tahun.
Namun kspi tidak diperbolehkan lebih dari 50 tahun karena jangka ini sudah cukup
panjang untuk pihak ketiga (swasta) mendapatkan keuntungan. Pada konteks
pemanfaatan swasta harus memberikan kontribusi tetap kepada pemerintah daerah.
3. Pengadaan Barang dan Jasa
Perbedaan KPBU dengan pengadaan barang dan jasa memiliki dari segi pembiayaan
adalah skema pengadaan asset lebih sederhana namun biaya yang dikeluarkan saat
pengadaan relative tinggi dan mengaharuskan pemerintah menjadi penanggungjawab
atas operation and maintenance barang/ jasa tersebut sesuai dengan anggaran yang
ada (cenderung terjadi masalah saat naggaran tidak sesuai dengan kebutuhan yang
mendaadak berubah).
4. Kerjasama Pemerintah (Daerah) dan Badan Usaha
Contoh KPBU di luar negri
Salah satu contoh KPBU di luar negri (negara bagian Brisbane Australia) adalah
pembangunan lrt dimana swasta tidak mau membangun semuanya sendiri (terlalu
mahal). Pemerintah menyediakan konstruksi dasar (rel dan pondasi) untuk kemudian
swasta menyediakan badan kereta dan mengoperasikan. Tarif ditarik oleh pemerintah
agar konsumen tetap terlindungi untuk kemudian dibayarkan kepada swasta
menggunakan AP. Pemerintah memberikan standar operasi lrt kepada swasta dan
menyusun strategi untuk mendapatkan revenue lainya dari swasta. Misalnya,
pemerintah mengefisiensikan proses penggalian lubar LRT atau MRT untuk
menyediakan ruang bawah tanah untuk jaringan listrik dan telekomunikasi.Perda/
peraturan walikota mengenai PPP/ KPBU dibuat apabila (opsional) program yang ada
membutuhkan pelebaran APBD. Dalam KPBU pemerintah dan swasta memiliki
kondisi/ posisi bermitra/ sejajar. Resiko politik dan resiko konstruksi dibagi ke yang
lebih tepat. Salah satu permasalahan politik dalam KPBU adalah komitmen dari
pimpinan (walikota/ bupati) dan DPRD yang tidak mau melanjutkan program KPBU
dari pemerintahan sebelumnya.
5. Corporate Social Responsibility
CSR memposisikan swasta sebagai penyumbang karena hal ini merupakan tanggung
jawab sosial bagi pihak tersebut.

SESI II (09.45 – 11.15)


Aspek Peraturan dalam KPBU

 Setidaknya terdapat 14 poin penting mengenai KPBU dalam Perpres 38.


 PJPK merupakan pemilik proyek KPBU terdiri dari mentri/ kepala lembaga (penunjukan),
kepala daerah, dan bumn/bumd. Badan usaha menduduki posisi pjpk sepanjang sesuai
undang-undang sektor yang bersangkutan. Selama bu tersebut merupakan perpanjangan
tangan dari pemerintah seperti PLN dan PDAM. Dikeluarkanya PP 12 (khusus yang
menunju) pdam dapat menjalankan KPBU dengan pihak ketiga lainya untuk pengadaan
SPAM.
 Simpul KPBU merupakan one stop service yang tidak harus dibuat baru. Sifatnya
permanen sehingga dapat ditempelkan pada fungsi yang sudah ada (misalnya bagian
kerjasama) atau yang berkompeten. Simplu KPBU merumuskan kebijakan (anggaran
proyek dan pengadaan) serta melakukan koordinasi. Anggota timnya sebaiknya
multisektor (ada bpn untuk fungai hukum tanah, bappeda untuk fungsi anggaran, biro
hukum, dan lainya). Harus memiliki akses ke posisi yang paling atas. Contoh simpul KPBU
proyek Semarang ditempelkan pada asisten daerah. Contoh lain di jawa timur dipegang
oleh bappeda. Simpul dibentuk oleh pjpk atas mandapt pimpinan.
 Contoh kasus ekstrim KPBU adalah lapas nusa kambangan karena akan dikombinasikan
dengan peternakan sapi. Karena diharapkan para narapidana memiliki kemampuan dan
keahlian untuk merawat sapi pada khususnya yang dapat digunakan setelah keluar dari
tahanan.
 Dalam struktur terdapat perjanjian regres dimana PT PII akan melakukan penagihan
kepada PJPK ketika walikota/ bupati melakukan pembatalan kontrak atau proyek KPBU
yang sedang berjalan.
 Ketika suatu proyek yang diinisiasi swasta atau badan usaha sudah layak secara eknomi
dan finansial maka tidak akan mendapat jaminan pemerintah dalam bentuk VGF dan
pembiayaan infrastruktur. Badan usaha yang menginisasi harus memiliki kemampuan
keuangan yang mumpuni. Contoh kasus MRT Jakarta. Salah satu prinsip KPBU adalah
mencari pihak swasta yang paling kompeten. Sehingga dalam unsolicited project,
pemrakarsa harus tetap mengikuti lelang proyek setelah fs.
 Right to match, biasanya antar peserta lelang tidak mengetahui besarnya nilai proyek
antar swasta. Misalnya lelang program pengolahan sampah dengan standar TPV paling
rendah. Pemerintah akan melemparkan kepada pemrakarsa mengenai harga TPV yang
lebih rendah oleh swasta tandinganya.

Diskusi:
Apakah kereta api batu bara dan pelabuhan ikan dapat di KPBU kan? Tidak akrena bukan
infrastruktur publik. Kecualai fasilitas tersebut juga digunakan oleh masyarakat setempat
(diakses umum). Misalnya dalam satu pelabuhan terdapat pelabuhkan ikan dan manusia,
maka dapat di KPBU kan.

SESI III (11.15 – 17.00)


Kuis menilai pembagian kepentingan dan kewenangan serta dokumen-dokumen apa
yang harus dipersiapkan pada kondisi-kondisi tertentu.

 Tahapan KPBU dimulai penyusunan rencana anggaran, identifikasi proyek, kemudian


penganggaran, konsultasi publik (sasaranya stakeholder yang terkena dmpak seperti
LSM, NGO, masyarakat, dan DPRD), dan seterusnya.
 Evaluasi dan penetapan skema pendanaan yang tepat unutk proyek prioritas (VFM).
Salah satu tools lainya adalah THIS (tematik, holistik, integrative, dan spasial).
 Identifikasi dan penetapan KPBU
1. Analisis kebutuhan
Misalnya proyek angkutan masal diluhat dari rasio jumlah penduduk (hal ini terkait
demand), willingness to pay, dsb. Contoh kasus ketidaksesuaian demand dengan
skala pembangunan infrastruktur adalah bandara di aceh. Contoh kasus
pengkolektifan demand adalah pemaketan kebutuhan pelabuhan beberapa pulau dan
fungsi menjadi 1.
2. Kriteria kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku: Apakah sesuai dengan RKPD,
RTRW, dkk.
3. Kriteria Faktor Penentu
Kriteria prioritas proyek/ program dinilai saat membuat pendahuluan perencanaan
Value for money proyek cost, kualitas, resiko, right time, dan lain sebagainya.
4. Rekomendasi dan rencana tindak lanjut (apakah RTRW sudah sesuai atau
mendukung). Ketika draft sudah selesai diapaprkan pada publik (SKPD termasuk).
Hasilnya dibuat untuk menyempurnakan dokumen dan diambil keputusan apakah
proyek dilaksanakan dengan skema KPBU atau skema lainya.

SESI IV - V (13.45 – 17.00)


Kerja kelompok Kuis menilai dokumen pendahuluan dan membandingkan dengan
panduan penyusunan OBC proyek KPBU (NA)

 Nyawa OBC adalah kajian hukum dan kelembagaan (poin a cek ppt) (siapa yang akan ttd
kontrak, siapa yang akan terlibat apakah 1 pemda atau harus melibatkan yang lainya)
 Apabila pemerintah menggandeng badan penyiapan maka project cost akan menjadi lebih
besar namun menjadi tanggungan (harus dibayar) oleh badan usaha pemenang lelang
(baca aturan dari BAPPENAS). Secara lebih lanjut, AP yang dibayar pemerintah menjadi
lebih besar dan masa konsesi lebih panjnag. Namun pemerintah tidak perlu mengeluarkan
dana yang sangat besar di awal dan turun tangan langsung dalam mensukseskan tahap
awal pembangunan. Pembentukan badan penyiapan bisa secara langsung apabila
peminatnya hanya 1 bisa langsung apabila peminatnya lebih dari satu harus dengan
seleksi.

Diskusi:
Bagaimana skema penggunaan hibah dalam KPBU?
Panitia pengadaan harus memiliki kualifikasi sesuai aturan, bisa dilekatkan, minimal 5
orang. Terdiri dari orang-orang yang memahami prosedur KPBU, mengetahui ruang
lingkup proyek kerjasama apakah dilakukan dari awal atau dari tahap apa, memiliki
pengetahuan hukum perjanjian dan kerjasama, mengetahui aspek teknis dan bisnis, yang
paling penting dialarang memiliki afiliasi dengan peserta pengadaan dan menandatangani
pakta integritas.
HARI KE- :3
HARI, TANGGAL : Rabu, 25 April 2018
MATERI, PEMATERI :
 Pengenalan Proyek KPBU: Achmad Djunaedi
 Identifikasi Kebutuhan Proyek (Needs Assessment): Agam Marsoyo
 Ekonomi Teknik: Agam Marsoyo
 Value for Money Test: Retno Widodo Pramono
 Kajian Hukum dan Kelembagaan: Bappenas

SESI I (08.00 – 09.30)


PENGENALAN RAGAM PROYEK KPBU (ADJ)

 Pengenalan materi ragam proyek KPBU diambil dari studi kasus proyek KPBU (Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha) / PPP (Public Private Partnership) / PFI (Private Finance
Initiative) yang diimplementasikan di Korea Selatan dan Jepang.
 Pengantar:
PPP/PFI dikenalkan sebagai alternatif yang dapat menjadi pilihan jika suatu proyek yang
akan dibangun dan dikelola Pemda (public sector) belum tentu cost effective. Maka dari
itu, kerjasama pemerintah dan badan usaha (private sector) dapat menjadi solusi
pelayanan publik untuk meminimalkan biaya (melalui pendanaan swasta), namun dengan
standar pelayanan yang terjaga/reliabel.

Brainstroming: Pemerintah mengajak swasta dalam pembangunan pabrik daur ulang


dengan desain yang baik, pemeliharaan dan pengoperasian yang efisien dan efektif
menggunakan skema KPBU dalam beberapa tahun. Pabrik ini mengelola sampah dari
beberapa kota untuk mendapat input dan revenue yang lebih besar diluar AP yang
dibayarkan pemerintah. Apakah pemerintah daerah siap menjalankan pabrik secara
efektif dan efisien dibandingkan apabila dijalankan oleh swasta?

 Sistem pembayaran /payment PPP/PFI adalah: Sektor Publik membayar “compensation


for PFI service in integrated manner.”
 Esensi dari mekanisme PPP, utamanya adalah:
Esensi (1): Pemerintah tidak membeli aset tapi membeli layanan berdasar ketentuan dan
kondisi/persyaratan tertentu, dengan kondisi:
a. Pemerintah hanya punya lahan
b. Pemerintah tidak punya lahan
c. Pemerintah tidak punya lahan dan tidak punya bangunan
Esensi (2): Balancing antara karakter kerja Private Sector (innovation & discipline) –
Public Sector (tradition of service & affordability).
 Alur pelaksanaan Mekanisme PPP/PFI:
1) Pembentukan badan keanggotaan proyek PPP/PFI:
Dimulai dari investor untuk terlibat dalam kontrak KPBU, kemudian
investor/badan usaha/swasta berperan sebagai Special Purpose Company
(SPC). Pemerintah dan swasta dapat dibantu oleh Financial Institution (utilization
of private finance) dalam hal pembiayaan. Pada umumnya, Pemerintah
menggunakan jasa Konsultan PPP/PFI terkait pertimbangan kelayakan dan
pengenalan risiko teknologi, finansial, dan legal advisor. Seluruh pembagian risiko
(risk allocation) harus jelas dan tertera dalam direct agreement melalui
negosiasi yang baik. Direct agreement buat antara bank dengan pemerintah
daerah karena ada kaitan aset dengan pemda yang bersangkutan.
2) Proses PPP/PFI setelah Contract Sealing/penandatangan kontrak:
a. Penekanan pada standar pemeliharaan bangunan, supaya saat
pengembalian bangunan ke pemerintah kondisinya masih baik.
b. Pemerintah harus siap dalam proses monitoring (O&M infrastruktur) dan
kualitas pelayanan (public service).
c. Bank ikut memonitor kelancaran pembayaran cicilan proyek (apabila
swasta banyak melakukan penundaan akan berdampak bagi kerugian
pemerintah).
d. Perlu adanya laporan berkala yang dipantau secara terus menerus.
3) Termination/End of Contract: Proses pengakhiran kontrak pemerintah harus
menyediakan tenaga pengganti (melalui training dan lainya) untuk infrastruktur
yang telah diserahkan swasta tanpa mengurangi kualitas layanan. Pada prinsipnya
suatu layanan harus berkelanjutan dan level pelayananya terjaga.
 Beberapa kasus KPBU:
1) Jepang – bangunan pemerintah (penjara, museum/obyek wisata dan pelestarian
budaya, laboratorium, universitas), dan juga investasi di pembangunan pedesaan
melalui Koperasi Unit Desa dekat Road Station Scenic Byway (area peristirahatan
antara 2 kota) yang didukung dengan subsidi pemerintah yang tinggi demi
kesejahteraan masyarakat lokal.

Isu nasional pembangunan di Jepang melirik pada kondisi dimana sektor pertanian
ditinggalkan (untuk beralih ke pabrik dan sektor jasa) dan perlunya peningkatan
kesejahteraan di kota-kota kecil.

2) Korea Selatan – BTO jalan pendukung Air Port Incheon, BTL Ulsan National
University
 Belajar dari Jepang: ragam inovasi perlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur
komersil
a. Ordo 1 - Land readjustment: membangun lahan kosong dengan fitur bangunan
tertentu
b. Ordo 2 - Land consolidation: konsolidasi lahan merupakan upaya untuk menambah
variasi aktivitas dari lahan terbangun (memberikan tambahan revenue kegiatan
komersil)
c. Ordo 3 - Penambahan Large Scale Infrastructure
 Pengambilan best practice dari negara lain harus menyesuaikan konteks implementasinya
sesuai kondisi lokal di Indonesia.

 Tanya Jawab:
1) Berdasarkan penjelasan materi, apakah perbedaan antara Assurance Company
dan Bank/Financial Company?
Jawab: Bank/Financial Company berkedudukan sebagai pihak pemberi dukungan
pinjaman/loans untuk menjalankan proyek secara keseluruhan, sedangkan
Assurance Company berkaitan dengan aspek keselamatan eksekusi
pembangunan proyek.
2) Bagaimana jika terdapat kasus apabila Pemerintah Daerah/Pemda tidak dapat
mencicilkan AP kepada Badan Usaha?
Jawab: Pemda akan dibantu oleh Kementrian Keuangan dengan kesepakatan
mekanisme/syarat tertentu (misalnya: pemotongan alokasi APBN ke APBD).

SESI II (09.45 – 11.15)


IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PROYEK/NEEDS ASSESSMENT (AM)

 Pemateri memberikan diskusi pematik dan refleksi kepada pesertar: Beranikah daerah
melaksanakan proyek PPP? Apakah sebenaranya risiko dari pelaksanaan PPP?
Seberapa sukseskah PPP yang telah di praktikan di Indonesia saat ini? Bagaimana
praktik investasi PPP secara jangka panjang?
 Pengertian Umum Penilaian Kebutuhan
Metode yang digunakan untuk memperkirakan kekurangan setiap upaya yang
mencoba untuk menentukan kebutuhan suatu aktivitas/kegiatan yang menyebabkan
kesenjangan dan ketidakcukupan. Penilaian kebutuhan berfokus untuk menentukan
kebutuhan pelayanan
 Cara penilaian (mengukur dan mengitung), syaratnya:
a. Ketersediaan (awareness)
b. Ketersediaan (availability)
c. Keterjangkauan (accessibility)
d. Keterimaan – diterima (acceptability)
 Tahapan dan penilaian kebutuhan:
1) Merumuskan fokus, isu, dan tujuan
Menetapkan tujuan akhir yang ingin dicapai melalui PPP, tujuan PPP harus:
quantifiable (dapat dihitung), measurable (terukur), specific (kejelasan identifikasi
persiapan/kebutuhan proses procurement)
2) Mengorganisasi pelaksana
3) Mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya
4) Memerlukan informasi yang tepat terkait masalah
5) Menetapkan cara pengumpulan data dan pengumpulan data
6) Menganalisis data
7) Membuat laporan
 Pertanyaan kunci dalam identifikasi kebutuhan proyek KPBU:
a. Benefits: apakah PPP akan memperbaiki pelayanan, kulitas dan efisiensi
membaik?
b. Cost-recovery: apakah ada arus pemasukan yang bisa diidentifikasi? Berapa
banyak?
c. Demand: apakah benar-benar ada kebutuha? Ada perkembangan kebutuhan yang
signifikan?
d. Stakeholder: siapa pemangku kepentingan yang akan terpengaruh PPP?
e. Public Capacity: apakah sektor publik mempunyai kapasitas untuk mengatur,
mengelola, dan mengevaluasi proyek PPP?
f. Labour: apakah investasi ini akan menciptakan kesempatan kerjabaru?
g. Technology: kehandalan sudah terbukti?
Diskusi:
Peserta diajak untuk merefleksikan praktik PPP, pertanyaan refleksi cenderung
bersifat open-ended questions.
1. Bagaimana jika PPP berbenturan dengan kebijakan Kepala Daerah yang tidak
selaras dengan RPJP? Kedudukan PPP dalam RPJP/RPJM ada di mana?
“Agam: RPJP adalah wadah policy, RPJP 20 /RPJM 5/RKPD 1 tahun. PPP adalah
real world yang harus dimaintain.”
2. Apakah sebaiknya PPP adalah satu alat untuk menjadi suatu alat atau metode
yang berjalan saja tanpa perlu disematkan dalam dokumen pembangunan dan
juga tataran kelembagaan.
3. PPP merupakan suatu hal yang besar dan masal tidak? PPP merupakan proyek
yang kecil-kecil (pasar, rumah sakit,). Lalu apakah PPP strategis atau tidak?
4. PPP long term / medium term? Masalahnya swasta tidak mau short time.
Sedangkan PPP pasti merupakan proyek lintas RPJM/RPJP?
5. Bagaimana kelembagaan PPP saat ini? Bagaimana cara/metode pengawalan
PPP? Policy sulit untuk dievaluasi, program juga sulit, maka kegiatan lebih mudah
kegiatan untuk dievaluasi namun dengan pola kelembagaan yang seperti apa?

SESI III (11.15 – 12.45)


EKONOMI PROYEK (AM)

 Konsep layak atau tidaknya PPP untuk dilakukan berkaitan dengan pertimbangan konsep
nilai uang terhadap waktu. Nilai uang saat ini akan turun seiring dengan pertambahan
waktu (discount rate).

Contoh kasus: dalam memutuskan kebijakan relokasi rumah bantaran ke apartemen,


harus membandingkan pengeluaran (expenditure) dan pemasukan (revenue) pada waktu
yang berbeda. Waktu yang berbeda akan mempengaruhi nilai uang di saat ini dan di masa
depan.

 Untuk menilai apakah suatu proyek feasible/tidak:


1) Benefit Cost Ration/ BCR > 1 feasible
2) Net Present Value /NPV > 0 feasible
3) Internal Rate of Return / IRR > tingkat suku bunga pasar, maka merupakan good
project. Suku bunga pasar ditentukan dari Bank Indonesia.
4) Pertimbangan menguntungkan/tidaknya revenue proyek. Jika tidak ada revenue,
sebaiknya proyek tidak di-KPBU-kan.
 Cara untuk menghemat expenditure adalah melalui efisiensi operasional. Perlu adanya
pengawasan dan perhatian terhadap biaya operasional dan revenue dari tahun ke tahun.
 Gaya investasi swasta pada umumnya adalah investasi pertama-tama untuk balik modal,
sehingga uang balik modal dapat diinvestasikan ke bentuk/tempat investasi lainnya.
Kemudian, investasi berikutnya adalah meningkatkan profit/keuntungan.
 Sebaiknya ada lembaga ad hoc yang mengatur/mengawasi feasibility study di tingkat
daerah.
 Proyek harus tetap memperhatikan prioritas pembangunan, politik “Mercusuar” tetap
harus memperhatikan pertimbangan logis KPBU.
SESI IV (13.45 – 15.15)
TEST VALUE FOR MONEY DAN PUBLIC SECTOR COMPARATOR (PSC) SEBAGAI
INSTRUMENT KPBU (RWD)

 Test Value for Money merupakan satu konsep yang menentukan apakah KPBU layak
untuk dilakukan atau tidak. Hal ini dilakukan dengan menguji apakah suatu proyek
pembangunan/penyediaan infrastruktur lebih baik diselenggarakan oleh Public Sector
Comparator atau Public Sector Murni. Dalam hal ini, kemampuan mengelola infrastruktur
fisikal, swasta dipandang lebih mumpuni dan inovatif.
 Bagaimana praktik KPBU antara negara maju dan berkembang?
Negara berkembang seringkali mengalami gap pendanaan. Sedangkan bagi negara maju
banyak diinisiasi karena mencari inovasi baru.
 Latar belakang pemilihan KPBU pada umumnya karena pemerintah kekurangan biaya
dalam waktu singkat dan mencari inovasi/comparator
 Kebijakan untuk memenuhi gap pendanaan:
1) Penugasan kepada BUMN: pemerintah menunjuk BUMN yang dipercaya untuk
membangun tol, waduk, dll.
2) Jaminan Ketersediaan tanah: pembentukan bank tanah, alokasi khusus untuk
pengadaan tanah.
2) Infrastruktur Swasta (Private Infrastructure)
3) Performance Based Annuity Scheme
4) Availability Fee
5) Private Finance Initiative
 Pembagian risiko sangat penting dalam KPBU sehingga perjanjian kerjasama
Pengelolaan Risiko dalam KPBU harus dipertimbangkan sejak awal. Oleh karena itu
pemerintah daerah harus mampu melakukan seni negosiasi antara pemerintah dan
swasta
 Hal yang perlu dipertimbangkan dalam Perjanjian KPBU/KPDB:
a. Output specification
b. Referensi Project
c. Menetapkan RAW/biaya dasar konstruksi
d. Model Availability Payment
Sumber Pendanaan AP dalam APBD: masuk ke belanja barang dan jasa.
Pembayaran berkala ditetapkan setelah barang itu ada dan beroperasi.Jumlah
AP meliputi:
1) Desain dan konstruksi
2) Operasi dan pemeliharaan
3) Bunga pembayaran ke Bank
4) Profit untuk Badan Usaha
Perhitungan besarnya AP = CAPEX + OPEX – PENALTY
e. Perhitungan cost dan benefit
Pemerintah daerah perlu memahami perbedaan antara in-direct cost dan in-
direct revenue: Financial cost benefit analysis pada umumnya dilakukan oleh
pihak swasta yang berorientasi direct revenue (money). Sedangkan economic
cost benefit pada umumnya dilakukan oleh pemerintah dengan orientasi indirect
revenue yang mempertimbangkan keuntungan sosial, ekonomi, dan lingkungan
secara keseluruhan.
f. Matriks Distribusi/alokasi high level risk
Diskusi:
1. Bagaimana jika estimasi dan asumsi itu tidak sesuai? Maka dari itu, pemerintah
daerah diharapkan mampu menngkonstruksi asumsi dan pendekatan dengan baik
dan benar.
2. Bagaimana KPBU tidak ke arah infras dasar? Bagaimana jika yg di KPBU-kan
bukan tentang infras dasar tapi memberi masukan tinggi ke PAD? Misalnya seperti
pendukung wisata? Sangat mungkin.

SESI V (15.30 – 17.00)


Kajian Hukum dan Kelembagaan Peraturan Menteri PPN/Kepala BAPPENAS No. 4
Tahun 2015 (BAPPENAS)

 Kajian awal Pra Studi Kelayakan penyusunan Outline Business Case:


1) Kajian hukum dan kelembagaan
2) Kajian teknis
3) Kajian ekonomi dan komersial
4) Kajian lingkungan dan sosial
5) Kajian bentuk KPBU dalam penyediaan infrastruktur
6) Kajian risiko
7) Kajian kebutuhan dukungan pemerinth dan/atau jaminan pemeintah
8) Kajian mengenai masalah yang perlu ditindaklanjuti (Out Standing Issues)
 Kajian hukum dan kelembagaan mengapa berkedudukan sebagai pertimbangan yang
pertama? Agar dapat kepastiaan hukum – karena apabila melanggar hukum maka seluruh
kajian lainnya batal. Hal ini merupakan identifikasi kepatuhan hukum apa yang harus
dilakukan.
 Analisa Peraturan Perundangan-undangan dilakukan dengan tujuan untuk:
a. Memastikan KPBU dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan aspek:
1) Pendirian Badan Usaha
2) Penanaman modal
3) Persaingan usaha
4) Lingkungan
5) Keselamatan KERJA
6) Pengadaan tanah
7) Pembiayaan KPBU (Mekanisme Pembiayaan dan Pendapatan)
8) Perizinan KPBU
9) Perpajakan
10) Peraturan-peraturan terkait lainnya
b. Menentukan risiko hukum dan strategi mitigasinya
c. Menentukan badan kelembagaan yang terkait, untuk:
1) memastikan kewenangan PJPK
2) pemetaan stakeholder terkait beserta peran dan tanggung jawanya
3) Peran dan tanggung jawab pihak KPBU menyusun kajian awal dan kajian akhir
serta skem pelaporan ke PJPK
4) Menentukan dan menyiapkan perangkat regulasi kelembagaan
5) Menentukan kerangka acuan pengambilan keputusan
 Kajian Hukum dan kelembagaan ini yang dimaksud adalah yang tertulis sesuai dengan
tata urutan peraturan perundang-undangan di indonesia
1. UUD Negara
2. Ketetapan MPR
3. Undang-undang/PP pengganti UU
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden – Daerah Provinsi – Daerah Kabupaten/Kota
6. Penyusunan OBC biasanya hanya membantu, tetapi kendali penuh di pemerintah
daerah
 Sebagai himbauan untuk pemerintah daerah dalam melakukan kajian berikut adalah 4
tenaga ahli utama yang harus terlibat dalam proses penyusunan kajian proyek KPBU:
a. Ahli Hukum
b. Ahli Teknis sesuai sektor masing-masing
c. Ahli finance/keuangan
d. Tim Leader yang memahami KPBU secara komprehensif
 Pemerintah daerah dihimbau untuk dapat mengawal tahapan studi/kajian oleh konsultan
pelaksana. Pada umumnya konsultan akan melakukan 3 tahapan kerja yaitu: persiapan,
analisis, dan validasi/finalisasi.
 Bagaimana cara kita menguji konsultan? Yaitu melalui pelaksanaan FGD sebagai cara
validasi yang menghadirkan dinas-dinas sesuai sektor terkait.cContoh KPBU Rumah
Sakit:
KEBUTUHAN PERIZINAN
- Penentuan lingkup apa yang akan di KPBU kan (siapa berbuat apa, kapan, dan
bagaimana)
- Lingkup kajian hukum merujuk pada peraturan apa saja? Aturan lain yang terkait?
- Pembagian manajemen rumah sakit, misalnya jajaran direksi harus dipegang
pemerintah, sedangkan pelaksana penyedia jasa boleh dilakukan oleh swasta sebagai
pelaku utama.
- Adakah kajian lainnya? AMDAL, ANDAL/LALIN, Kajian Bangunan
HARI KE- :4
HARI, TANGGAL : Kamis, 26 April 2018
MATERI, PEMATERI :
 Kajian Teknis: Suryanto
 Kajian Ekonomi dan Komersial: Retno Widodo Pramono
 Kajian Lingkungan dan Sosial: Bakti Setiawan
 Kajian Risiko: Suryanto

SESI I (08.00 – 09.30)


ASPEK TEKNIS (SUR)

 Materi dibuka dengaPeserta mendiskusikan ragam proyek KPBU di daerah masing-


masing untuk menilik bagaimana implementasinya pada saat ini:
Kalimantan Selatan - Sport Centre
Medan - LRT/BRT
Jawa Tengah - SPAM Regional
Jawa Barat - Persampahan
Aceh - Pasar
Sukabumi - Pengembangan Kawasan Pasar
Garut – RSUD
 Apa pentingnya kajian teknis dalam OBC KPBU?
Aspek teknis perlu dilakukan dalam manajemen policy, yaitu agar kebijakan yang dibuat
dapat terukur dan teridentifikasi secara teknis pelaksanaan. Lingkup analisis teknis terdiri
dari 2 kajian, kajian teknis kelayakan proyek (makro) layak untuk direalisasikan (prosedur,
teknis, ekonomis, dampak dan manfaat) dan kedua adalah kajian aspek
teknik/engineering proyek (mikro) untuk menilai layak secara teknis dan teknologi.
 Aspek teknis dan teknologi
1. Aspek kelayakan teknis: a. savety, security, dan sustainability (jangka panjang dan
kajian dampak), efisiensi sumberdaya (neraca sumberdaya)
2. Kelayakan lokasi: risko bencana, kemudahan pengadaan, kemudahan logistik, risiko
dampak lokasi, dukungan terhadap tujuan proyek
3. Kelayakan lingkungan dan bangunan: kelayakan teknis konstruksi, kelayakan teknis
pelaksanaan
4. Kelayakan operasi fasilitas
5. Kelayakan risiko dampak
 Dalam implementasi KPBU yang akan kita kerjasamakan bukan hanya bangunan fisiknya,
namun juga layanan yang disedikan untuk masyarakat/publik.

Diskusi:
1. Bagaimana jika KPBU mengalami hambatan masa transisi teknis politis? Karena hal
ini nantinya akan berpengaruh terhadap tataran kebijakan daerah? Maka dari itu,
dalam perencanaan KPBU harus melekatkan proyek dalam APBD tidak hanya 5
tahunan tapi sampai proyek selesai.
2. Dari sudut pandang Bappenas KPBU merupakan hal yang baik, namun kenapa ketika
dipelajari terdapat banyak titik kelemahannya? Hal ini memang harus disadari bahwa
risiko pasti ada, dan pada praktiknya akan ada gap antara revenue dan biaya
operasional, maka dari itu penting untuk mengetahui strategi efektif dan efisien.
SESI II (09.45 – 11.15)
KAJIAN EKONOMI (RWP)

 Pengantar: Penyediaan infrastruktur publik, ekonomi, dan sosial yang memiliki manfaat
besar bagi masyarakat sebagai pengguna layanan. Secara umum, tahapan pengadaan
proyek KPBU terdiri dari tahap perencanaan, penyiapan, transaksi, tahap pembayaran.
Kajian ekonomi dan komersial ada di tahap perencanaan.
 Tahap kajian ekonomi berkaitan dengan tahap perencanaan dan penentuan output
specification (OP). Kajian ekonomi digunakan untuk memastikan “hanya jika”
keuntungan/manfaat > biaya ekonomi
 Dasar Teori Rasionalitas Kajian Ekonomi dan Komersial
Kajian ekonomi adalah kajian rasionalitas biaya ekonomi dan keuntungan ekonomi. Biaya
ekonomi yang dimaksud adalah segala pengeluaran/pengorbanan untuk atau akibat
adanya proses pengadaan suatu produk. Sedangkan keuntungan ekonomi adalah
manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan yang didapatkan dari suatu proyek. Komoditas
dikatakan ekonomis terjadi hanya jika permintaan/demand (willingness to pay/buy)
bertemu dengan penawaran
 Biaya dan Manfaat Ekonomi
- Biaya langsung (direct cost): mencangkup belanja modal, biaya operasional, dan
pemeliharaan proyek
- Biaya tidak langsung (eksternalitas negatif): merupakan biaya yang terkait dengan
dampak negatif dari proyek dan sering kali sulit untuk dihitung dalam bentuk
monetary value(monetary valuation of externality cost)
- Manfaat langsung (direct benefits menggunakan RE Calculation)
- Manfaat tidak langsung (monetary indirect benefits, value capturing merupakan
eksternasional positif).
 Cara melakukan kajian ekonomi:
a. Tabel Input-Output (angka pengganda) 83 sektor.
b. Proyeksi sektor terpengaruh dalam hal: a.output/nilai tambah, b.pendapatan
rumah tangga
c. Impact Analysis
d. Metode Valuasi Ekonomi dari fungsi infrastruktur
e. Analisis Biaya dan Manfaat
 Kajian komersial dilakukan untuk mengetahui respon market sounding dan kemungkinan
daya tarik dari proyek kepada financial company. Produk/output KPBU layak hanya dan
jika merepresentasikan pertemuan permintaan dan penawaran.
 Peramalan Permintaan:
Memahami bahwa konsumen meggunakan konsep utilitas: manfaat dan kepuasan
penggunaan barang pada waktu tertentu. Peralamalan dilakukan:
a. Peramalan kualitatif
b. Peramalan kuantitatif
c. Survei willingness to pay, yaitu kemauan/keinginan masyarakat untuk membayar
 Desain riset: 1) survei Kuesioner 2) perhitungan permintaan layanan berdasarkan proyeksi
makro wilayah (kebutuhan infrastruktur dapat dihitung berdasarkan proyeksi guna lahan
dan kebutuhan infrastruktur)
 Swasta selalu mau menghitung direct benefit saja sehingga menggunakan Financial
Analysis, sedangkan pemerintah menggunakan Economic analysis. Komponen biaya
yang diperbandingkan: Perhitungan Biaya Dasar (Base Cost), Financing, anxillary cost,
risk, competitive neutrality.
Diskusi:
1. Bagaimana bila terjadi pergeseran permintaan padahal KPBU telah dijalanka? Maka
dari itu kita harus jeli dalam mengkonstruksi asumsi inflasi / discount rate.
2. Kenapa proyek KPBU cenderung berkaitan tentang pembangunan infrastruktur dasar?
Secara umum pembangunan prioritas memang sebaiknya diarahkan ke infrastruktur
dasar dan demand nya tinggi, namun tidak menutup kemungkinan proyek lainnya.
3. Bagaimana konsistensi paradigma posisi pemerintah dalam implementasi KPBU,
terlihat dari semisal terdapat kegagalan pasar, KPBU adalah campur tangan
pemerintah. Sedangkan Supply Demand adalah erat ke paradigma ekonomi pasar.
Kita berada di bagian tengah intervensionist yaitu pihak yang memperhitungkan
segala psedo cost.

SESI III (11.15 – 12.45)


ENVIRONMENTAL AND SOCIAL FRAMEWORK (BS)

 Materi bertujuan untuk memberikan refleksi kepada peserta untuk mengarusutamakan


(streaming) konsistensi kajian AMDAL dan KLHS sebagai bentuk partisipasi
pembangunan yang berkelanjutan. KLHS dan AMDAL menjadi material pertimbangan
pengambilan keputusan.
 Safeguard Policies terkait lingkungan hidup dikembangkan sejak tahun 1980an hingga
sekarang diperbaharui dalam Environmental and Social Framework 2016 (UN dan World
Bank).
 Paradigma pembangunan saat ini menempatkan dimensi sosial termasuk dalam dimensi
lingkungan hidup (Emil Salim).
 Kajian Lingkungan Hidup berada dalam kacamata perencanaan pembangunan
merupakan upaya melekatkan lingkungan hidup dari hulu dokumen pembangunan, agar
prinsip sustainable development dapat menjadi pondasi/dasar pembangunan yang kuat.
 Perbedaan KLHS dan AMDAL:
KLHS meliputi kajian: 1) Kajian dampak (lingkungan dan sosial), 2) Pengembangan
alternatif perencanaan, 3) Rekomendasi pengembangan pembangunan. Sehingga, posisi
Integrasi KLHS sudah sepantasnya terintegrasi dengan RPJMD – RTRW (daerah).
Sedangkan, AMDAL ada di level project.
 PPP harus menyertakan Environmental and Social Framework dan menjadi dasar
pertimbangan bagi Tim Penyusunan Dokumen Pembangunan. KLHS dan AMDAL harus
disusun sejak awal penyusunan dokumen pembangunan apapun dan didengungkan
dalam Forum Konsultasi Publik.

SESI IV - V (13.45 – 17.00)


RISIKO DALAM INVESTASI (SUR)

 Risiko merupakan besarnya penyimpangan anatara tingkat pengembalian dan tingkat


pengeluaran
 Dalam proses manajemen risiko terdapat project related risks dan non project related
risks.
 Project Related Risk, terdiri dari:
1) Completion/contruction risk
2) Operational Performance Risk
3) Market Risk
4) Financial Risk
5) Environmental Risk

 Non-Project Related Risk


1) Political Risk
2) Contractual Risk
3) Macroeconomics Environment Volatility Risk
4) Legal environment
 Kajian risiko dibuat dalam bentuk Risk Allocation Matrix, yang terdiri dari Risk Item, risk
allocation, risk mitigation:
1) Operating Cost
2) Interest Rate
3) Exchange Rate
4) Market
5) Responsibility
 Instrumen Dukungan Pemerintah Untuk Mitigasi Risiko
a. Public Loan and Loan Guarantee: merupakan oto
b. Equity Partisipation:
c. Public Service Obligations or Out-Put Based Subsidies
d. Subsidies
e. Soveriegn Guarantees
f. Tax and custom benefits
g. Protection from competition
h. Ancillary revenue sources
i. Revenue Enhancement
j. Concession Extention
 Posisi pemerintah dibandingkan dengan swasta dalam penyediaan proyek pembangunan,
umumnya, pemerintah mengambil proyek yang less feasible secara finansial dan proyek
feasible namun dengan persepsi risiko tinggi. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi
permintaan swasta yang pada umumnya menghendaki proyek yang berorientasi interest
tinggi.
HARI KE- :5
HARI, TANGGAL : Jumat, 27 April 2018
MATERI, PEMATERI :
 Jaminan yang diberikan Pemerintah (VGF): Doddy Aditya Iskandar
 Studi Pendahuluan: Suryanto
 Penjelasan Umum Tahapan Transaksi: Bappenas

SESI I (08.00 – 09.30)


JAMINAN YANG DIBERIKAN PEMERINTAH (DD)

 Viability Gap Fund (VGF) merupakan bentuk dukungan pemerintah untuk mengurangi
beban konstruksi (pengadaan peralatan dan lain-lain dalam pelaksanaan proyek) KPBU.
 Perhitungan skenario penetapan nilai VGF bertujuan untuk mengurangi CAPEX nya.
 Tujuan pemberian materi terkait VGF adalah diharapkan sektor utama pelaku KPBU/PPP
dapat menekan capital expendicture yang digunakan dalam biaya investasi oleh
pemerintah daerah. Supaya, kewajiban pembayaran AP ke badan usaha dapat lebih
rendah. Pengaturan agar nilai CAPEX lebih rendah juga dapat dilakukan dengan beragam
simulasi masa konsesi, misalnya bila cicilan cost recovery akan semakin panjang masa
konsesinya (masa pengembalian). Sehingga penting bagi pemerintah daerah untuk dapat
melakukan negosiasi yang saling menguntungkan terkait expendicture dan revenue
bersama pihak badan usaha.
 Lembaga-lembaga di Indonesia yang dapat memberi dukungan pemerintah terhadap
proyek KPBU:
a. Kementrian keuangan melalui pemberian dukungan kelayakan
b. Penjaminan Infrastruktur (PII)
c. Fasilitas Penyiapan dan Transaksi Proyek
d. Kementrian PUPR
e. Pemerintah Propinsi
 Dalam pertimbangan pelaksanaan proyek perlu diperhitungkan komponen biaya investasi,
komponen biaya O&M, dan komponen nilai inflasi.

Diskusi:
1. Problem klasik dalam proyek lintas sektor adalah meyakinkan pemangku kepentingan
yang lain, maka Forum Konsultasi Publik merupakan forum yang mengumpulkan
segala perspektif berbagai dinas-dinas dan pakar-pakar.
2. Di akhir konsesi bagaimana aset kemudian akan dimiliki? Apakah dimiliki oleh
Pemerintah kabupaten / provinsi/ pusat? Bisa saja pada masa konsensi aset dikelola
oleh pemerintah pusat, namun setelah masa konsesi selesai aset dapat diserahkan
kepada pemerintah daerah.
3. Kita mengenal prinsip “High Risk High Return” – bagaimana kita menyetarakan antara
risko yang kita tawarkan ke swasta dengan apa yang akan mereka dapatkan? Hal ini
dilakukan melalui analisis ekonomi dan finansial dengan keahlian valuasi yang baik.
SESI II (09.45 – 11.15)
STUDI PENDAHULUAN KPBU (SUR)

 Studi pendahuluan merujuk pada Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No. 4 Tahun
2015 terkait tahap pelaksanaan KPBU di Indonesia
 Studi pendahuluan dan Outline Business Case (OBC) adalah hal yang hampir serupa,
namun
OBC lebih mendalam.
 Studi Pendahuluan berada pada tahap perencanaan, yang memuat aspek-aspek berikut:
1. Analisis kebutuhan (Need Analysis)
a. Kelayakan kajian tekis dan ekonomis atas dasar data sekunder yang ada
b. Kelayakan kajian kebutuhan (demand) layanan kuantitatif dan kualitatif) dari aspek
volume maupun keberlanjutan
2. Kepastian dukungan dari stakeholder terkiat
a. Kriteria kepatuhan (Compliance Criteria)
b. Kajian kesesuaian dengan peraturan perundangan
c. Kajian kesesuaian dengan rencana-rencana pembangunan pemerintah
d. Kajian kesesuaian dengan RTRW
e. Kajian kesesuaian infrastruktur antar wilayah dan sektor
3. Kriteria faktor penentu Nilai Manfaat Uang (Value for Money)
a. Kajian kapasitas/keunggulan sektor swasta dalam pelaksanaan KPBU
b. Kajian jaminan efektivitas, akuntabilitas, dan pemerataan layanan publik dalam
jangka panjang
c. Jaminan proses alih pengetahuan dan teknologi
d. Jaminan proses pengadaan yang sehat, transparan, dan efisien
4. Analisa potensi pendapatan dan skema pembiayaan proyek
a. Kajian kemampuan pengguna untuk membayar (ability to pay): kesediaan untuk
membayar
b. Kajian kemampuan fiskal pemerintah (Pusat Daerah) BUMN/D
c. Kajian Potensi pendapatan lainnya
d. Kajian perkiraan bentuk dukungan pemerintah
5. Rekomendasi dan rencana tidak lanjut

Diskusi:
Bagaimana jika KPBU di daerah memiliki peranan pelayanan di tingkat nasional? Jika
proyek KPBU memang proyek nasional, maka pemerintah daerah mengajukan
proposal ke pemerintah pusat. Hal ini harus memperhatikan, cost dan benefitnya,
seperti rendahnya revenue merupakan indikator kegagalan suatu konsensi.

SESI IV - V (– 17.00)
PRASTUDI KELAYAKAN DAN TAHAPAN TRANSAKSI (BAPPENAS)

 Setelah seluruh kajian (analisis kebutuhan, analisis kepatuhan, analisis demand, analisis
value for money) telah mendukung suatu proyek untuk dikatakan layak, maka dilanjutkan
ke proses perencanaan, penyiapan, dan transaksi.
 Penjajagan Pasar (Market Sounding)
Pemerintah daerah dihimbau untuk memiliki kajian awal kelayakan yang kuat, untuk
kemudian rumusan proyek KPBU dibawa ke penjajagan minat pasar (market sounding):
melihat respon pemangku kepentingan, masyarakat, dll. Untuk menjaring masukan dari
investor, perbankan, dll.
 Kajian awal dan kajian akhir
Kajian awal (Outline Business Case): merupakan proses penyusunan kajian alternatif
pilihan, dapat dikatakan bahwa OBC adalah studi opsi-opsi alternatif pilihan tindakan mau
pun pilihan lokasi.
Kajian akhir (Final Business Case): merupakan rumusan laporan akhir yang merupakan
keputusan/ketetapan kerangka output, dampak, atau juga dukungan pemerintah dari
proyek KPBU terkait. Beberapa hal-hal lain yang harus ditindaklanjuti setelah FBC adalah
publik forum untuk membicarakan AMDAL/UKL KPL terkait pertimbangan lingkungan.
 VGF akan diberikan kepada pemerintah daerah apabila kelayakan proyek KPBU masih
marginal. VGF merupakan fasilitas pembiayaan dari Kemenkeu yang tidak perlu
dikembalikan jika proyek lebih 100M, maksimal yg diberikan ke proyek 49%.
 Tahapan Transaksi proyek KPBU diawali dengan proses pengadaan badan usaha.
Pemilihan badan usaha dapat ditunjuk secara langsung atau proses pelelangan.
Screening pelelangan terdiri dari dokumen pra kualifikasi – dokumen kualifikasi –
sanggahan –evaluasi. Berikut adalah tiga kriteria pemilihan badan usaha yang nantinya
akan menjalankan proyek KPBU:
a. Pengembangan infrastruktur yang sudah layak secara finansial dan ekonomi, serta
sesuai dengan kualifikasi kontrak
b. Pemenuhan financial close (pemenuhan biaya minimal proyek)
c. Sistem pengalihan saham sebelum proyek beroperasi
 TOOLkit tentang dokumen-dokumen pendukung terkait dengan rumusan KPBU dapat
diunduh melalui http://kpsrb.bappenas.go.id/ppptoolkit/

Diskusi:
1. Jika proyek dapat diampu oleh pemerintah, mengapa proyek harus diKPBU-kan? Kita
harus bandingkan dua skenario, pertama jika proyek dikerjakan dengan APBN, dan
kedua jika dengan KPBU. Mana yang lebih efisien. Jadi screening nya memang
penting terkait kelayakan dulu. Namun demikian, untuk bisa mendapatkan VGF dan
fasilitas jaminan dari pemerintah (pusat)– pemerintah daerah perlu mengajukan
proposal proyek KPBU ke Bappenas terlebih dahulu. Tapi bila tidak membutuhkan
dukungan, dan optimis daerah mampu menanggung proyek yang di KPBU-kan, maka
proyek dapat dijalankan sendiri oleh daerah.
2. Apakah badan usaha pemenang tender proyek harus membentuk tim pelaksana?
Personalia tim nya diambil dari mana? Bagaimana komposisi konsorsium?
Membentuk Badan Usaha Pelaksana (Special Purpose Vehicle) adalah hal mutlak
setelah usulan proyek KPBU disetujui pemerintah pusat. Berkaca di pemerintahan
pusat, bidang KPBU sudah menjadi unit sendiri. Jadi di daerah sebaiknya juga
menerapkan hal yang serupa.
HARI KE- :6
HARI, TANGGAL : Sabtu, 28 April 2018
MATERI, PEMATERI :
 Penyiapan Legal Drafting: Bappeda (Dian Agung Wicaksono, SH., LLM)
Monev Proyek KPBU: Sani Roychansyah (M. Sani Roychansyah, ST., M.Eng., D.Eng.)
 Studi Kasus KPBU: Bakti Setiawan

SESI I & II (08.00 – 11.15)


Penyiapan legal drafting dalam KPBU Semarang Barat

 Fenomena sosial – permasalahan yang ada seharusnya menjadi landasan diadakanya


pembangunan infrastruktur dengan menggandeng pihak swasta atau badan usaha.
Kemudian diidentifikasi, metode pemecahan masalah, naskah akademik, perancangan
peraturan, dan yang terakhir adalah peraturan perundang-undangan, bukan sebaliknya
Sehingga seringkali solusi sudah ditentukan sehingga perundang undangan berfungsi
sebagai justifikasi.
 Dalam konstruki yuridis, pemerintah yang ditulis dengan huruf kecil berarti pemerintah
dalam arti luas. Hal ini tidak hanya merujuk pada pemerintah pusat tapi juga pemerintah
daerah dan sebagainya. Dalam hal ini, pemerintah daerah dapat memberikan dukungan
pemerintah terhadap KPBU sesuai dengan lingkup kegiatan – perlu dibuat dokumen
komitmen (produk hukum daerah) Sehingga apabila konstruksi politik berganti, kerjasama
tetap berjalan sebagaimana kontrak awal dan dapat disesuaikan kembali.
 Dalam tahap fasilitas penyiapan proyek, pada prakteknya, Kementrian Keuangan
didukung oleh suatu konsultan. Untuk kasus SPAM Semarang Barat dibantu oleh PT FSI.
Kemudian PJPK mengajukan permohonan fasilitas kepada Kementrian Keuangan untuk
diterbitkan persetujuan prinsip
 Kasus SPAM Kota Semarang Barat telah memenuhi syarat untuk mendapatkan dukungan
kelayakan yaitu;
1) Sudah memenuhi kelayakan ekonomi namun belum memenuhi kelayakan
finansial.
2) Menerapkan prinsip pengguna membayar (user pay principle).
3) Memiliki total biaya investasi tidak kurang dari Rp 100 miliar.
4) Proyek dilaksanakan oleh Badan Usaha yang diperoleh melalui proses lelang
yang terbuka dan kompetitif.
5) Memiliki skema pengalihan aset dan/atau pengelolaannya dari Badan Usaha
kepada PJPK pada akhir periode kerja sama.
6) Sudah menyusun prastudi kelayakan yang komprehensif.
 Mekanisme pemberian dukungan kelayakan adalah sebagai berikut;
1) Persetujuan Prinsip Dukungan Kelayakan.
PJPK menyampaikan usulan persetujuan prinsip dukungan kelayakan (UPPDK)
kepada Menteri Keuangan setelah menyelesaikan kajian awal prastudi kelayakan
dan sebelum melaksanakan Prakualifikasi.
2) Persetuan Besaran Dukungan Kelayakan
PJPK menyampaikan usulan persetujuan besaran dukungan kelayakan (UPBDK)
kepada Menteri Keuangan setelah melaksanakan Prakualifikasi dan sebelum
melakukan tahap Request for proposal (RFP).
3) Persetujuan Final Dukungan Kelayakan
PJPK menyampaikan usulan persetujuan final dukungan kelayakan (UPFDK)
kepada Menteri Keuangan setelah menetapkan Badan Usaha Pemenang Lelang.
4) Surat Dukungan Kelayakan
PJPK menyampaikan laporan kepada Menteri Keuangan mengenai pendirian
BUPPKS/Badan Usaha Pelaksana KPBU dan rencana penandatanganan
perjanjian kerja sama.
 Dalam kasus KPDBU SPAM Semarang Barat, ada beberapa proses sisipan yaitu,
a. Kick off meeting
b. Kesepakatan FBC
c. UPPDK
d. PIN
e. CTP penjaminan oleh PT PII
f. Surat persetujuan prinsipdukungan kelayakan
g. Pengumman pra kualifikasi di media cetak nasional
 Bentuk dukungan yang diperolah SPAM Semarang Barat
1. Dari pemerintah pusat Kemenkeu memberikan PT SMI, VGF, dan PT PII, Kemen
PUPR memberikan dukungan teknis dan perizinan.
2. Pemerintah Kota Semarang memberikan dukungan pengadaan tanah, kontribusi
jaringan pipa sekunder dan tersier serta bantuan penyusunan Perda. Pengajuan
perda KPBU adalah by project dimana setiap proyek memiliki spesifikasi
pendanaan yang berbeda. Misalnya judulnya Perda KPBU Spam Semarang
Barat. Namun, secara yuridis normative tidak ada keharusan kecuali harus
mendapat PJM mengingat perizinan (25-30 tahun) untuk menegaskan komitmen
bukan menegaskan nominal.
3. DPRD Kota Semarang memberikan dukungan berupa pengesahan Perda
4. PDAM tirta moedal memberikan kontribusi pipa jaringan pipa sekunder dan tersier
bersama Pemerintah Kota.
 SPAM SEMARANG fokus di 3 kecamatan dengan proyeksi dapak yang cukup signifikan.
 Masa proyek konstruksi selama 2 tahun sejak finansial close, beroperasi selama 25 tahun

Diskusi:
Apakah memungkinkan secara hukum untuk menggaet lebih dari 2 badan usaha?
Efektifkah? Yang menjadi masalah adalah memahami proses dari hulu ke hilir? Seberapa
kuat Perda tersebut sebagai payung hukum dalam mekanisme KPBU?

Dalam legal drafting tidak ada materi muatan yang baku hanya paling tidak memuat
pembebanan pada masyarakat pada APBD dan pada program itu sendiri. Nanti apabila
pihak ketiga mengadakan perjanjian hukum dengan PJPK maka kekuatanya sesuai
dengan pemintanya (request). Kalau membaca dinamika politik, seolah yang berpotensi
untuk investasi adalah pemerinntah daerah. Mengapa badan usaha pelaksana
dihusnudzonkan akan lancar dalam menjalankan usaha? Karena bekerja di ranah teknis
dan tamengnya 2, mekanisme gugatan hukum dan Perda.
SESI III dan IV (11.15 – 15.15)
Studi Kasus KPBU SPAM Kota (Purnomo Dwi Sasongko)

 Profil proyek PBU Semarang


Dimulai setelah adanya pembangunan DAM, awalnya difasilitasi BAPPENAS dan
Jaika. Proyek ini juga merupakan uji coba Perpres 76 dimana saat itu skema KPS
belum memadahi.
 Terdapat beberapa permasalahan dimana sebagaian area sudah dialiri oleh air oleh
pemerintah seperti pamsimas, dan masyarakat sudah nyaman dengan layanan tersebut
karena harganya yang murah dan layananya yang cukup baik.
 Berikut hasil survey demand masyarakat Kota Semarang Barat terhadap layanan yang
ada saat ini dan peningkatan yang diinginkan dari SPAM,
1) Secara kontinuitas 12 jam perhari akan ditingkatkan 24 jam perhari
2) Quality jernih tanpa rasa, masih berbau, namun tidak dapat diminum ditingkatkan
menjadi dapat diminum tanpa bau
3) Tekanan diharapkan mampu mencapai ketinggian 1m tanpa pompa, mencapai
2m
4) Kuantitas cukup memenuhi kebutuhan dasar menjadi lebih dari kebutuhan dasar.

Diskusi:
Apakah setelah mendapat VGF 20m, kelayakan finansial SPAM Semarang langsung
dapat diperoleh?

 Simpul KPBU yang bersifat kontinu harus melakukan transfer ilmu kepada komponen
keanggotaan yang baru baik dari pelaksanaan proyek dan struktur kerjasama.
 Skema KPBU di Indonesia masih zigzag sehingga dirasa kurang efektif sedangkan diluar
sudah lebih efektif. Di india, pilot project KPS diluncurkan dalam waktu 20 tahun. Saat ini
hanya membutuhkan 1 tahun.

SESI V (15.30 – 17.00)


Monitoring dan evaluasi proyek pembangunan KPBU (MSR)

 Ketika perencanaan dan penganggaran sudah dikeluarkan – pelaksanaan. Bagaimana


pelaksanaan sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam perencanaan?
 Evaluasi meliputi jangka pendek, menengah dan panjang
 Tujuan monev adalah menjamin atau menggaransi apabila indikatornya kurang terlihat
dan menilai capaian suatu kegiatan KPBU.
 Aplikasi perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja, tuntutan masyarakat, dan
tuntutan akan ekspetasi perbaikan kualitas kehidupan.
 Isu pokok dalam pp 38/2006 adalah pengendalian (sama dengan pengawasan) dan
evaluasi.
 Monev KPBU dapat dilaksanakan saat implementasi, tahap implementasi (bisa tahunan),
dan pasca (melihat dampak, efisiensi). Bisa melihat FASID 2009 (JICA Guidelines)
 Indikator SMART (spesifik, measurable, achievable (realistis), rational, timebound).
Indikator yang baik bersifat relevan dan penting, spesifik (kualitas, kuantitas, waktu, lokasi,
kelompok/ sasaran), sensitive, dan dapat diverifikasi, serta logis. Estimasi indikator dapat
menggunakan kinerja tahun lalu, expert judgement, regresi dan sebagainya.
 Penentuan komponen monev antara lain:
- Biaya pelayanan
- Penggunaan
- Kualitas dan standar
- Cakupan
- Dan kepuasan
 Log frame dalam monev digunakan untuk mengonstruksikan pemikiran, menghubungkan
kegiatan dan investasi dengan hasil, menentukan menetapkan indikator kinerja
pelaksanaan, mengalokasikan setiap tanggung zawab, dan mengkomunikasikan.
 Analisis stakeholder sangat dibutuhkan karena dalam penyusunan pohon masalah setiap
pemangku kepentingan memiliki masalah yang berbeda. Setelah itu dibuat pohon tujuan,
memilih program, membuat pdm, dan rencana aksi.
HARI KE- :8
HARI, TANGGAL : Rabu, 2 Mei 2018
MATERI, PEMATERI :
Workshop Kelompok 1: Agam Marsoyo, Doddy Aditya Iskandar, Suryanto
Sesi, waktu : SESI I – V (08.00 – 17.00)

 Peserta diarahkan untuk membentuk kelompok yang akan bekerjasama dalam latihan
dan simulasi rumusan proyek KPBU.
 Kegiatan diisi dengan workshop/diskusi peserta untuk menyusun beberapa kajian
pendukung suatu proyek untuk di-KPBU-kan (kajian kebutuhan, kajian risiko, dan
kajian hukum, dll.)
 Peserta dibagi dalam 5 kelompok untuk mendiskusikan proyek KPBU yang mungkin
dilaksanakan sesuai dengan konteks daerah asalnya masing-masing.

HARI KE- :9
HARI, TANGGAL : Kamis, 3 Mei 2018
MATERI, PEMATERI :
Workshop Kelompok 2: Agam Marsoyo, Doddy Aditya Iskandar, Suryanto – Latihan/Simulasi
Alokasi Ruang Fiskal, Biaya Investasi, Value for Money, dan Alternatif VGF
Sesi, waktu : SESI I – V (08.00 – 17.00)

 Peserta melanjutkan Workshop Penyusunan Rumusan Proyek KPBU melakukan


latihan/simulasi untuk mengetahui kelayakan proyek untuk di-KPBU-kan melalui metode
perhitungan biaya investasi, value for money (VfM), alokasi ruang fiskal, dan perhitungan
kelayakan (NPV, BCR).
 Simulasi menggunakan software Ms. Excel dan rumus-rumusnya.
 Peserta juga merumuskan beragam alternatif skenario model pembiayaan yang akan
digunakan dalam proyek KPBU-nya masing-masing, khususnya dalam mengajukan VGF
(dukungan pemerintah). Bisa jadi proyek (berdasarkan perhitungan BCR) akan
menguntungkan tetapi memiliki risiko yang sangat tinggi sehingga Pemerintah Daerah
dapat mengajukan opsi meminta dukungan pemerintah dalam bentuk VGF.
 Pendamping menekankan value for monye digunakan untuk mencari perbandingan mana
kebijakan yang paling efisien antara pilihan Publik Sektor sendiri sebagai pelaksana
proyek atau jika proyek dilaksanakan oleh Badan Usaha.
 Peserta juga diharapkan dapat memahami pendekatan Badan Usaha dalam mengambil
keuntungan, hal ini dapat dilakukan melaui pengaturan waktu konsesi proyek. Peserta
diharapkan mampu memahami perkiraan Maximum Availability Payment
 Biaya investasi mencangkup CAPEX, OPEX, debt service, pajak, dan ROI. Biaya O&M
memperhitungkan operasional, biaya perbaikan, penggantian, dan penyusutan
 Peserta diharapkan memahami perhitungan pendapatan dan pengeluaran proyek.
 Membandingkan antara ruang fiskal dalam menanggung biaya investasi (dan OM) proyek
dan AP, dan memperkirakan pendapatan (Bersih: Perkiraan pendapatan – AP).

Catatan:
Di tengah kegiatan (11.30 – 12.00 ) terdapat pemantauan kegiatan oleh Bappenas (melalui
Pengawas Program Diklat PPP) untuk mensurvei apakah kegiatan pelatihan sesuai dengan
kurikulum.
HARI KE- : 10
HARI, TANGGAL : Jumat, 4 Mei 2018
MATERI, PEMATERI :
Presentasi Final Hasil Workshop Kelompok: Suryanto
WAKTU : 08.00 – 11.00

KELOMPOK 1:
Proyek KPBU TPAS Regional Legok Nangka Bandung Jawa Barat

 Latar Belakang pemilihan rumusan proyek KPBU oleh kelompok adalah masalah sampah
yang belum dapat teratasi di Jawa Barat dan keterbatasan fasilitas persampahan regional.
Analisis kelompok memberikan paparan dari 3500 ton sampah di Jawa Barat, 1000 ton di
antaranya belum terangkut. Sampah masih diolah secara konvensional. Penyediaan
fasilitas ini mengalami keterbatasan dana daerah.
 Ide proyek bervisi Jawa Barat menjadi Pelopor Pengelolaan Sampah Modern di Regional
Legok Nangka Bandung (Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Sumedang, Cimahi Garut,
Bandung Barat).
 Pengelola utama adalah Pemerintah Proviinsi Jawa Barat.
 Kelompok memberikan estimasi biaya investasi 100 – 200 USD / 2 T dengan periode
konsesi 20 -15 tahun (asumsi BC adalah 1,75 dan discount rate 0,1). Infrastruktur yang
akan dibangun meliputi incinerator sampah yang terintegrasi dengan pembangkit listrik
tenaga sampah. Kelompok juga mengajukan opsi VGF berdasarkan analisis jika TPAS
Regional dilakukan tanpa VGF maka APBD yang dikeluarkan adalah 400 M dari CAPEX
660 M, namun jika mendapatkan VGF 35% maka dari APBD yang dikeluarkan hanya
sebesar 330M. Tarif yang ditetapkan kepada masyarakat memiliki range 17.500 – 20.000,
sehingga pendapatan retribusi per tahun mencapai 166 T.
 Keuntungan infrastruktur persampahan tersebut dalam skema KPBU adalah
meningkatkan performa manajemen sampah, terciptanya transfer teknologi sampah,
peningkatan pendapatan retribusi daerah sampah.

KELOMPOK 2:
Proyek KPBU RSU Zainoel Abidin Aceh
 Urgensi proyek terkait kebutuhan rumah sakit tingkat provinsi (saat ini hanya tersedia 1
rumah sakit). Penyediaan infrastruktur ini menindaklanjuti program kerja pemerintah
daerah dalam memberikan jaminan kesehatan di Aceh.
 Kajian kebutuhan pelayanan:
Rumah Sakit merupakan rumah sakit pendidikan sejak 1979 (Universitas Paku Alam) yang
membutuhkan renovasi seiring peningkatan jumlah pasien setelah JKA (pengobatan
gratis untuk segala jenis penyakit 2010 difasilitasi di Aceh dari dana khusus)
 Proposal infrastruktur yang ditawarkan meliputi pembangunan gedung baru, renovasi
rumah sakit, dan peningkatan operasional.
 Struktur pembiayaan terdiri dari biaya konstruksi, biaya peralatan, biaya operasi sebesar
600 M. Mekanisme pembiayaan AP RSU didapatkan dari uang pasien dan alokasi dari
BPJS Kesehatan. Kelompok memberikan estimasi bahwa penyediaan infrastruktur
melalui KPBU lebih efisien/hemat 20%.
 Pembagian kerja KPBU antara swasta dan pemerintah:
Swasta melakukan renovasi, konstruksi, dan penyediaan alat-alat kesehatan, serta facility
maintenance. Sedangkan pemerintah melakukan layanan medis dan manajemen
operasional.

KELOMPOK 3:
Proyek KPBU Transportasi Massal (LRT & BRT) Kota Medan, Sumatera Utara

 Latar belakang saat ini pelayanan infrastruktur adalah hal yang penting bagi Kota Medan
sebagai 5 kota terbesar di Indonesia dan gerbang internasional Sumatera Utara.
 Kebutuhan jalan
Pertambahan jalan tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan
ekonomi. Penyediaan infrastruktur transportasi publik merupakan upaya antisipasi grid
lock di masa depan dan solusi tanggap tren perpindahan penumpang angkutan kota ke
kendaraan bermotor pribadi.
 Kajian Kebutuhan Layanan sudah sesuai dengan RTRW dan sesuai dengan survei
permintaan penumpang (hasil angket).
 Proposal infrastruktur:
a. LRT jalur layang sepanjang 17,3 km dengan kapasitas 200-300 orang/gerbong, nilai
CAPEX 13.5 M.
b. BRT sepanjang 18,3 km, tarif 10.000, Kapsitas bus 89 dan 35 orang, nilai CAPEX
2.344 M.
c. Revitalisasi TOD di Lapangan Merdeka, Iskandar muda, Aksara, Tuntungan (pusat
keramaian kota).
 Analisis Value for Money positif dan proyek sudah layak untuk di-KPBU-kan. Manfaat yang
diperoleh meliputi pendapatan langsung proyek, efisiensi kota, dan penyediaan lapangan
kerja. Diberikan pertimbangan estimasi (asumsi VGF/dukungan dana kelayakan 49%)
yaitu jika menggunakan VGF tarif kepada masyarakat mencapai 47.000 sedangkan bila
menggunakan VGF tarif sebesar 10.000.
 Pelaku utama adalah Pemerintah Kota Medan yang bertindak sebagai PJPK, perizinan,
Rencana Induk Perkeretaan, dan melakukan pendendalian kebijakan pengaturan traffic
dan demand.
 KPBU dibutuhkan sebagai alternatif pendukung pembiayaan dan inovasi infrastruktur
transportasi publik. Analisis lanjutan perlu dilakukan terkait pengadaan lahan, perizinan,
dukungan tarif pemerintah, AMDAL, Andal Lalin,

KELOMPOK 4
SPAM Probolinggo, Jawa Timur

 Analisis Kebutuhan: masyarakat yang belum terlayani akses PDAM 573.701 (49%).
 Proposal KPBU yang dirumuskan adalah penyediaan SPAM air bersih di Probolinggo,
Jawa Timur untuk meningkat

KELOMPOK 5
SPAM Regional Wososuka Jawa Tengah
 Kajian kebutuhan SPAM Regional Wososuka terdapat 20% kebocoran air regional dengan
cangkupan pelayanan yang masih kurang (Provinsi Jawa Tengah baru dapat memberikan
pelayanan air bersih perkotaan 80% di tahun 2018).
 Program peningkatan air bersih ini menanggapi gerakan Universal Access 2019 100:0:100
– yang merupakan program dunia terkait sanitasi, air bersih, dan air minum.
 Cangkupan pelayanan air SPAM ini mencangkup regional Kabupaten Sukoharjo,
Wonogiri, Karanganyar, Surakarta.
 Proposal proyek KPBU menempatkan prioritas pembangunan bendungan untuk
menanggapi kinerja Waduk Gajah Mungkur yang kurang memadai. Perkiraan biaya
investasi pembangunan mencapai 526 M. Opsi skema KPBU yang dilakukan
menggunakan BOT (build operate transfer) dengan konsensi 20 tahun dan asumsi IRR
5% NPV 0,03 (Good Project), namun masih perlu kajian data terutama kelayakan
ekonomi.

PEMBAHASAN DAN CATATAN UMUM (SURYANTO)


 Dalam pengajuan proposal rumusan KPBU harus dapat memenuhi kriteria dua label, yaitu
menarik bagi swasta dan menguntungkan bagi pemerintah. Berdasarkan presentasi
kelompok proyek infrastruktur LRT – BRT (Medan) dan SPAM Regional (Jawa Tengah)
dianggap memenuhi kelayakan daya tarik bagi swasta dan baik bagi pemerintah.
Sedangkan Kelompok Probolinggo, Aceh, Jawa Barat dinilai kurang karena tidak
memperlihatkan perhitungan revenue dan keuntungan ekonomi yang jelas.
 Mengapa LRT/BRT dan SPAM Jateng menarik? Analisis finansial dan benefit jelas.
 Pemerintah daerah dihimbau agar mampu mempertimbang variabel keuntungan lainnya
(in direct benefit), sebagai kasus pembukaan lapangan pekerjaan di proyek KPBU
BRT/LRT dan kasus SPAM Wonosuka – memiliki potensi besar terkait regional ini
merupakan pusat industri yang potensial di Jawa Tengah. Industri ini merupakan pasar
yang sangat bagus bagi pasar air bersih.
 Mekanisme kelembagaan perlu dipertimbangkan dalam mengorganisasi/operasional
proyek KPBU agar komunikasi antar stakeholder berjalan optimal dan memberikan
jaminan lembaga finansial (financial company) agar tahu cara memantau continuity dan
sustainability proyek.
 Pemerintah daerah ke depannya diharapkan dapat melakukan permainan kreatif terkait
alternatif distribusi antar sektor, misalnya efektifitas budget sektor A yang dialihkan ke
budget sektor B dalam percepatan pembangunan dan optimalisasi APBD.

PENUTUPAN (BAKTI SETIAWAN)


Pemerintah daerah diharapkan dapan merefleksikan pentingnya leadership faktor dalam
mekanisme dan proses penyediaan infrastruktur. Sehingga peran Planning Board perlu
digiatkan dan digaungkan. Planning Board adalah pihak yang dapat mengatur sistem
Land consolidation, land sharing, land transfer development plan dalam dalam proyek
penyediaan infratruktur berbasis. The New Urban Agenda sebagai rujukan paradigma
pembangunan yang berkelanjutan di dunia juga telah menyinggung dan mengamanatkan
pentingnya kemitraan pemerintah – swasta dalam pembangunan infrastruktur perkotaan dan
permukiman.

Anda mungkin juga menyukai