Anda di halaman 1dari 20

2.

1 Definisi Hygiene Perusahaan


Hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mengajarkan tata cara untuk
mempertahankan kesehatan jasmani, rohani, dan sosial untuk mencapai tingkat
kesejahteraan yang lebih tinggi, serta sebagai suatu usaha pencegahan penyakit
yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta
lingkungannya.
2.2 Tujuan Hygiene Perusahaan

Terdapat beberapa tujuan hygiene perusahaan, yaitu:

1. Meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya melalui


pencegahan dan penanggulangan penyakit dan kecelakaan akibat kerja serta
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi karyawan
2. Meningkatkan produktivitas tenaga kerja dengan memberantas kelelahan
kerja dan memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dan masyarakat
sekitarnya terhadap bahaya yang mungkin ditimbulkan.

2.3 Konsep Dasar Higiene Perusahaan

Antisipasi

Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan risiko di


tempat kerja. Tahap awal dalam melakukan atau penerapan hygiene industry atau
perusahaan di tempat kerja. Adapun tujuan dari antisipasi adalah:

1. Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi
bahaya dan risiko yang nyata.
2. Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau
suatu area dimasuki.
3. Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada suatu proses
dijalankan atau suatu area dimasuki.

Pengenalan Lingkungan Kerja

Mengenali tahap-tahap kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan atauproses


produksi (bahan/material, proses kegiatan dan aktifitas kerja). Tujuannya untuk
mengetahui secara kualitatif dari tahapan / rangkaian kegiatanyang secara potensial
dapat membahayakan. Terdapat dua tipe bahaya, yaitu bahaya bagi keselamatan
dan bahaya bagi kesehatan.

Penilaian lingkungan kerja

Factor bahaya yang telah dikenali secara kualitatif perlu dinilai secara
kuantitatif dengan cara pengukuran, proses perlindungan secara teknik dan
administrasi. Sehingga mengetahui tingkat bahaya atau kadar factor bahaya di
lingnkungan kerja, dan sebagai tolak ukur dalam penilaian lingkungan kerja adalah
NAB (Nilai Ambang Batas).

Pengendalian Lingkungan Kerja Tindakan Pengendalian Bahaya

1. Eliminasi bahaya : menghilangkan bahaya dan sumbernya


2. Substitusi: modifikasi proses untuk mengurangi bahaya, seperti mengubah
proses kerja, atau peralatan kerja
3. Reduksi: pengurangan tingkat bahaya
4. Pemisahan/isolasi: menghilangkan sumber bahaya dengan cara
menempatkannya jauh dari pekerja lainnya
5. Engineering control: mengendalikan bahay dengan memodifikasi
lingkungan kerja
6. Penyediaan alat pelindung diri

Monitoring Lingkungan Kerja

Monitoring kerja dilakukan secara berkesinambungan dengan standar yang


berlaku dengan maksud mengurangi atau menghilangkan paparan bahaya bagi
tenaga kerja.

2.3 Faktor Bahaya di Lingkungan Kerja


1. Faktor Fisika
1) Bising:
Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya
yang merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya atau
yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup.
 Jenis kebisingan:
- Kebisingan terus-menerus: dihasilkan oleh mesin-mesin yang
berputar;
- Kebisingan terputus-putus: seperti suara pesawat terbang di
udara;
- Kebisingan menghentak: seperti suara dentuman meriam, bom
meledak.
 Akibat kebisingan:
Tipe Uraian
Perubahan ambang batas sementara akibat
Kehilangan
kebisingan, perubahan ambang batas
pendengaran
Akibat permanen akibat kebisingan
lahiriah Rasa tidak nyaman atau stress meningkat,
Akibat fisiologis tekanan darah meningkat, sakit kepala,
bunyi dering
Gangguan
Kejengkelan, kebingungan
emosional
Gangguan tidur atau istirahat, hilang
Gangguan
Akibat konsentrasi waktu bekerja, membaca dan
gaya hidup
psikologis sebagainya.
Merintangi kemampuan mendengarkan
Gangguan
TV, radio, percakapan, telpon dan
pendengaran
sebagainya.

Kebisingan yang dapat diterima oleh tanaga kerja tanpa


mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu, yaitu 85 dB (A) (Permenakertrans No. 13/MEN/X/2011).
Agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan,
perlu diambil tindakan seperti penggunaan peredam pada sumber
bising, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon,
pembuatan bukit buatan ataupun pengaturan tata letak ruang dan
penggunaan alat pelindung diri sehingga kebisingan tidak
mengganggu kesehatan atau membahayakan.
2) Getaran:
Yang dimaksud dengan getaran adalah gerakan yang teratur dari benda
atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangan.
Getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan dengan motor sehingga
pengaruhnya bersifat mekanis.
 Jenis getaran:
- Getaran seluruh tubuh, mempunyai frekuensi 1-80 Hz;
- Vibrasi segmental, dapat memapari tubuh pekerja seperti lengan
dan tangan. Getaran ini mempunyai frekuensi 5 – 1500 Hz.
3) Iklim dan Suhu:
Seorang tenaga kerja akan mampu bekerja secara efisien dan produktif
bila lingkungan tempat kerjanya nyaman. Suhu nyaman bagi orang
indonesia adalah 24°C-26°C. Bila iklim kerja panas dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dalam bekerja dan gangguan kesehatan.
4) Pencahayaan:
 Sifat-sifat pencahayaan yang baik:
- Pembagian iluminasi pada lapangan penglihatan;
- Pencegahan kesilauan;
- Arah sinar;
- Warna;
- Panas penerangan terhadap keadaan lingkungan.
 Pengaruh pencahayaan yang kurang terhadap penglihatan:
- Iritasi, mata berair dan mata merah
- Penglihatan rangkap
- Sakit kepala
- Ketajaman penglihatan menurun, begitu juga sensitifitas
terhadap kontras warna juga kecepatan pandangan
- Akomodasi dan konvergensi menurun
 Intensitas cahaya di ruang kerja adalah sebagai berikut.
Tingkat
Jenis
pencahayaan Keterangan
Kegiatan
minimal (Lux)
Ruang penimpanan dan ruang
Pekerjaan kasar
peralatan/instalasi yang
& tidak terus- 100
memerlukan pekerjaan yang
menerus
kontinyu
Pekerjaan kasar
Pekerjaan dengan mesin dan
dan terus- 200
perakitan kasar
menerus
Pekerjaan kantor/administrasi,
Pekerjaan rutin 300 ruang kontrol dan pekerjaan mesin
dan perakitan atau penyusun
Pembuatan gambar atau bekerja
Pekerjaan agak dengan mesin kantor pekerja
500
halus pemeriksaan atau pekerjaan dengan
mesin
Pemilihan warna, pemrosesan,
Pekerjaan halus 1000 tekstil, pekerjaan mesin halus dan
perakitan halus
1500
Mengukir dengan tangan, pekerjaan
Pekerjaan amat (tidak
mesin dan perakitan yang sangat
halus menimbulkan
halus
bayangan)
3000
Pekerjaan (tidak Pemeriksaan pekerjaan, perakitan
detail menimbulkan sangat halus
bayangan)

 Beberapa hal yang dapat menurunkan intensitas penerangan:


- Adanya debu atau kotoran pada bola lampu;
- Bola lampu yang sudah lama;
- Kotornya kaca jendela, untuk penerangan alami;
Perubahan letak barang-barang
2. Faktor Kimia

Faktor kimia merupakan salah satu sumber bahaya potensial bagi pekerja.
Bahan kimia yang didefinisikan sebagai unsur kimia, senyawa, dan
campurannya yang bersifat alami maupun buatan (sintetis) selalu terdapat
di setiap proses industri. Paparan terhadap zat-zat kimia tertentu di tempat
kerja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, baik dalam jangka waktu
pendek maupun panjang. Untuk memahami faktor kimia di tempat kerja,
seorang ahli K3 harus memiliki pengetahuan tentang efek toksik dan sifat
dari suatu zat kimia. Identifikasi zat kimia berbahaya dapat dilakukan
dengan melihat pelabelan bahan kimia dan Material Safety Data Sheet
(MSDS).

1) Klasifikasi (berdasarkan bentuknya):


 Partikulat, yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang
mendispersi di udara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya
sehingga kecepatan jatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagai
suspensi di udara. Bentuk ini memiliki ukuran 0.02-500µm.Yang
termasuk dalam bentuk partikulat diantaranya adalah sebagai
berikut.
- Debu: merupakan suspensi partikel benda padat di udara.
Butiran debu ini dihasilkan oleh pekerjaan mekanisasi, seperti
pekerjaan yang berkaitan dengan gerinda, pemboran,
pemecahan, dan penghancuran material padat. Ukuran debu
dapat bervariasi mulai dari yang dapat terlihat dengan mata
telanjang (50µm) sampai dengan yang tidak terlihat. Partikel
debu yang berukuran kurang dari 10µm dapat membahayakan
kesehatan karena dapat terhirup dan masuk ke dalam paru-paru,
dan yang berukuran 0.5 – 4 µm dapat terdeposit pada alveolus
paru, seperti debu kapas, silica, dan asbes.
- Fume: adalah partikel-partikel benda padat hasil kondensasi
bahan-bahan dari bentuk uap, biasanya terjadi setelah penguapan
dari logam cair. Uap dari logam cair terkondensasi menjadi
partikel-partikel padat di dalam ruangan logam cair tersebut,
misalnya pada pekerjaan penyolderan, pengelasan, atau
peleburan logam. Contoh: metal fume pada peleburan logam
seperti ZnO dan PbO.
- Kabut (fog): adalah sebaran partikel-partikel cair di udara
sebagai hasil proses kondensasi dari bentuk uap atau gas melalui
proses electroplanting dan penyemprotan di mana cairan
tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel buih yang sangat
kecil. Contoh: kabut minyak yang dihasilkan selama operasi
memotong dan gerinda.
- Asap (smoke):adalah partikel-partikel karbon yang mempunyai
ukuran kurang dari 0.5µm dan bercampur dengan senyawa
hidrolarbon sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari
bahan bakar, seperti hasil pembakaran batubara.
- Smog: adalah bentuk suspense antara smoke dan fog bersama di
udara. Smog terdapat pada pekerjaan pembuihan.
 Non Partikulat
- Gas adalah molekul dalam udara yang menempati ruang yang
tertutup dan dapat diubah menjadi cairan atau keadaan padat
dengan pengaruh dari gabungan kenaikan tekanan dan
pengurangan suhu. Gas dapat berdifusi dengan cara menjalar
atau menyebar. Contoh : bahan seperti oksigen, nitrogen, atau
karbon dioksida dalam bentuk gas pada suhu dan tekanan
normal, dapat diubah bentuknya hanya dengan kombinasi
penurunan suhu dan penambahan tekanan.
- Uap adalah bentuk gas dari suatu bahan yang dalam keadaan
normal berbentuk padat atau cairan pada suhu dan tekanan
ruang. Uap dapat dirubah kembali menjadi padat atau cair
dengan menambah tekanan atau menurunkan suhu. Bahan-
bahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah
menguap dari pada yang memiliki titik didih yang tinggi. Contoh
bentuk uap adalah uap air, uap minyak, uap merkuri, uap toluen.

2) Pengaruh Fisiologis dan Patologis Bahan Kimia:


 Bahan kimia iritatif adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan
iritasi atau menimbulkan bahaya apabila tubuh kontak dengan bahan
kimia. Bagian tubuh yang terkena biasanya kulit, mata, dan saluran
pernapasan.
- Iritasi melalui kulit  apabila terjadi kontak antara bahan kimia
tertentu dengan kulit, bahan itu akan merusak lapisan yang
berfungsi sebagai pelindung. Keadaan ini disebut dermatitis
(peradangan kulit).
- Iritasi melalui mata  kontak yang terjadi antara bahan-bahan
kimia dengan mata bisa menyebabkan rusaknya mulai yang
ringan sampai kerusakan permanen.
- Iritasi saluran pernapasan oleh karena bahan-bahan kimia
berupa bercak-bercak cair, gas atau uap akan menimbulkan rasa
terbakar apabila terkena pada daerah saluran pernapasan bagian
atas (hidung dan kerongkongan).
 Bahan kimia bersifat asfiksian merupakan bahan kimia yang dapat
menyebabkan asfiksia, yaitu keadaan sesak napas dihubungkan
dengan gangguan proses oksigensi dalam jaringan tubuh, sehingga
menimbulkan sensasi tercekik dan dapat menyebabkan kematian.
Terdapat dua jenis asfiksia, yakni:
- Simple asphyxiation (sesak napas yang sederhana) karena ini
berhubungan dengan kadar oksigen di udara yang digantikan
dan didominasi oleh gas seperti nitrogen, karbon dioksida,
ethane, hydrogen atau helium yang kadar tertentu
mempengaruhi kelangsungan hidup.
- Chemical asphyxiation (sesak napas karena bahan-bahan
kimia). Pada situasi ini, bahan-bahan kimia langsung dapat
mempengaruhi dan mengganggu kemampuan tubuh untuk
mengangkut dan menggunakan zat asam, sebagai contoh adalah
karbon monoksida, nitrogen, propan, argon, dan metana.
 Bahan kimia bersifat zat pembius dapat mehilangkan kesadaran dan
mati rasa. Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari
bahan kimia tertentu seperti ethyl dan prophyl alcohol (aliphatic
alcohol), dan methylethyl keton (aliphatic keton), acetylene
hydrocarbon ethyl dan isoprophyl ether, dapat menekan susunan
syaraf pusat.
 Bahan kimia beracun/toksin merupakan bahan kimia yang dalam
kosentrasi relatif sedikit dapat mempengaruhi kesehatan manusia
atau bahkan menyebabkan kematian. Manusia memiliki sistem yang
komplek. Keracunan sistemik dihubungkan dengan reaksi dari salah
satu sistem atau lebih dari tubuh terhadap bahan-bahan kimia yang
mana reaksi ini merugikan dan dapat menyebar keseluruh tubuh.
Contoh bahan kimia toksin antara lain pestisida, benzene, dan
sianida.
 Bahan kimia karsinogenik. Paparan bakan-bahan kimia tertentu bisa
menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali,
menimbulkan tumor (benjolan-benjolan) yang bersifat karsinogen.
Tumor tersebut mungkin baru muncul setelah beberapa tahun
bevariasi antara 4 tahun sampai 40 tahun. Bahan kimia seperti
arsenic, asbestos, kromium, nikel dapat menyebabkan kanker paru-
paru.
 Bahan kimia fibrotic merupakan bahan kimia yang bila masuk ke
dalam tubuh dapat menyebabkan terbentuknya jaringan fibrotik,
seperti pneumoconiosis. Pneumoconiosis adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh mengendapnya partikel-partikel debu halus daerah
pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya reaksi dari jaringan paru
dan membentuk jaringan fibrotik. Contoh bahan-bahan yang
menyebabkan pneumoconiosis adalah crystalline silica, asbestos,
talc, batubara dan beryllium.
3) Pengukuran:Untuk mengetahui kondisi real tentang kadar kontaminan
kimiawi di tempat kerja, maka perlu dilakukan pengukuran/pengujian
terhadap faktor kimia yang memapari tempat tersebut dengan cara
pengambilan sample yang selanjutnya akan dianalisa. Dalam melakukan
pengukuran pada lingkungan kerja diperlukan pengambilan sample
yang dapat dilakukan secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu
yang pada prinsipnya harus representatif dalam 8 jam kerja.Metode
yang digunakan antara lain Standar Nasional Indonesia (SNI), NIOSH,
AIHA, dan lain-lain. Beberapa instrument analisis yang digunakan
dalam pengujian faktor kimia adalah AAS untuk analisis kadar logam,
GC untuk kadar hidrokarbon, spectrophotometer UV/Vis untuk analisis
gas organic, dan X-Ray deffractometer.Nilai Ambang Batas (NAB),
diatur berdasarkan surat edaran Permenakertrans No.13/MEN/X/2011
tentang NAB faktor kimia dan faktor fisika di tempat kerja. Kategori
nilai ambang batas:
 NAB rata-rata selama jam kerja
 NAB pemaparan singkat
 NAB tertinggi
4) Pengendalian: Pengendalian potensi bahaya kimia dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti:
 Pemberian label dan simbol pada wadah untuk bahan yang berisikan
tentang: nama bahan kimia, resiko yang ditimbulkan, jalan
masuknya ke tubuh, efek paparan, cara penggunaan yang aman dan
pertolongan pertama keracunan.
 Memiliki MSDS, yaitu semua informasi mengenai suatu bahan
kimia yang dibuat oleh seuatu perusahaan, berisikan antara lain
kandungan/komposisi, sifat fisik dan kmia, cara pengankutan dan
penyimpanan, informasi APD sesuai NAB, efek terhadap kesehatan,
gejala keracunan, pertolongan pertama keracunana, alamat dan
nomer telepon pabrik pembuat atau distributor.
 Memiliki petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia yang mempunyai
kewajiban , melakukan identifikasi bahaya melaksanakan prosedur
kerja aman, penganggulangan keadaan darurat dan mengembankan
pengetahuan K3 di bidang kimia.
 Prinsip pengendalian bahan kimia di lungkungan kerja dilakukan
dengan tahapan sebaai berikut:
- Pengendalian secara teknis
a. Substitusi
b. Isolasi
c. Ventilasi (alamiah dan buatan)
- Pengendalian administrasi
a. Pemilihan bahan produksi potensi bahaya serendah mungkin
b. Labelling. Telah dijelaskan sebelumnya.
c. Penyimpanan bahan sesuai dengan kelompok sifat dan besar
potensi bahaya
d. Penanganan limbah dan sampah kimia secara khusus dan
benar.
Dasar hukum yang mengatur pengendalian bahan kimia berbahaya
adalah keputusan menteri tenaga kerja RI, No. Kep. 187/MEN/1999.

3. Faktor Biologi

Faktor kimia merupakan salah satu sumber bahaya potensial bagi pekerja.
Bahan kimia yang didefinisikan sebagai unsur kimia, senyawa, dan
campurannya yang bersifat alami maupun buatan (sintetis) selalu terdapat
di setiap proses industri. Paparan terhadap zat-zat kimia tertentu di tempat
kerja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, baik dalam jangka waktu
pendek maupun panjang. Untuk memahami faktor kimia di tempat kerja,
seorang ahli K3 harus memiliki pengetahuan tentang efek toksik dan sifat
dari suatu zat kimia. Identifikasi zat kimia berbahaya dapat dilakukan
dengan melihat pelabelan bahan kimia dan Material Safety Data Sheet
(MSDS).
1) Klasifikasi (berdasarkan bentuknya):
 Partikulat, yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang
mendispersi di udara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya
sehingga kecepatan jatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagai
suspensi di udara. Bentuk ini memiliki ukuran 0.02-500µm.Yang
termasuk dalam bentuk partikulat diantaranya adalah sebagai
berikut.
- Debu: merupakan suspensi partikel benda padat di udara.
Butiran debu ini dihasilkan oleh pekerjaan mekanisasi, seperti
pekerjaan yang berkaitan dengan gerinda, pemboran,
pemecahan, dan penghancuran material padat. Ukuran debu
dapat bervariasi mulai dari yang dapat terlihat dengan mata
telanjang (50µm) sampai dengan yang tidak terlihat. Partikel
debu yang berukuran kurang dari 10µm dapat membahayakan
kesehatan karena dapat terhirup dan masuk ke dalam paru-paru,
dan yang berukuran 0.5 – 4 µm dapat terdeposit pada alveolus
paru, seperti debu kapas, silica, dan asbes.
- Fume: adalah partikel-partikel benda padat hasil kondensasi
bahan-bahan dari bentuk uap, biasanya terjadi setelah penguapan
dari logam cair. Uap dari logam cair terkondensasi menjadi
partikel-partikel padat di dalam ruangan logam cair tersebut,
misalnya pada pekerjaan penyolderan, pengelasan, atau
peleburan logam. Contoh: metal fume pada peleburan logam
seperti ZnO dan PbO.
- Kabut (fog): adalah sebaran partikel-partikel cair di udara
sebagai hasil proses kondensasi dari bentuk uap atau gas melalui
proses electroplanting dan penyemprotan di mana cairan
tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel buih yang sangat
kecil. Contoh: kabut minyak yang dihasilkan selama operasi
memotong dan gerinda.
- Asap (smoke):adalah partikel-partikel karbon yang mempunyai
ukuran kurang dari 0.5µm dan bercampur dengan senyawa
hidrolarbon sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari
bahan bakar, seperti hasil pembakaran batubara.
- Smog: adalah bentuk suspense antara smoke dan fog bersama di
udara. Smog terdapat pada pekerjaan pembuihan.
 Non Partikulat
- Gas adalah molekul dalam udara yang menempati ruang yang
tertutup dan dapat diubah menjadi cairan atau keadaan padat
dengan pengaruh dari gabungan kenaikan tekanan dan
pengurangan suhu. Gas dapat berdifusi dengan cara menjalar
atau menyebar. Contoh : bahan seperti oksigen, nitrogen, atau
karbon dioksida dalam bentuk gas pada suhu dan tekanan
normal, dapat diubah bentuknya hanya dengan kombinasi
penurunan suhu dan penambahan tekanan.
- Uap adalah bentuk gas dari suatu bahan yang dalam keadaan
normal berbentuk padat atau cairan pada suhu dan tekanan
ruang. Uap dapat dirubah kembali menjadi padat atau cair
dengan menambah tekanan atau menurunkan suhu. Bahan-
bahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah
menguap dari pada yang memiliki titik didih yang tinggi. Contoh
bentuk uap adalah uap air, uap minyak, uap merkuri, uap toluen.

2) Pengaruh Fisiologis dan Patologis Bahan Kimia:


 Bahan kimia iritatif adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan
iritasi atau menimbulkan bahaya apabila tubuh kontak dengan bahan
kimia. Bagian tubuh yang terkena biasanya kulit, mata, dan saluran
pernapasan.
- Iritasi melalui kulit  apabila terjadi kontak antara bahan kimia
tertentu dengan kulit, bahan itu akan merusak lapisan yang
berfungsi sebagai pelindung. Keadaan ini disebut dermatitis
(peradangan kulit).
- Iritasi melalui mata  kontak yang terjadi antara bahan-bahan
kimia dengan mata bisa menyebabkan rusaknya mulai yang
ringan sampai kerusakan permanen.
- Iritasi saluran pernapasan oleh karena bahan-bahan kimia
berupa bercak-bercak cair, gas atau uap akan menimbulkan rasa
terbakar apabila terkena pada daerah saluran pernapasan bagian
atas (hidung dan kerongkongan).
 Bahan kimia bersifat asfiksian merupakan bahan kimia yang dapat
menyebabkan asfiksia, yaitu keadaan sesak napas dihubungkan
dengan gangguan proses oksigensi dalam jaringan tubuh, sehingga
menimbulkan sensasi tercekik dan dapat menyebabkan kematian.
Terdapat dua jenis asfiksia, yakni:
- Simple asphyxiation (sesak napas yang sederhana) karena ini
berhubungan dengan kadar oksigen di udara yang digantikan
dan didominasi oleh gas seperti nitrogen, karbon dioksida,
ethane, hydrogen atau helium yang kadar tertentu
mempengaruhi kelangsungan hidup.
- Chemical asphyxiation (sesak napas karena bahan-bahan
kimia). Pada situasi ini, bahan-bahan kimia langsung dapat
mempengaruhi dan mengganggu kemampuan tubuh untuk
mengangkut dan menggunakan zat asam, sebagai contoh adalah
karbon monoksida, nitrogen, propan, argon, dan metana.
 Bahan kimia bersifat zat pembius dapat mehilangkan kesadaran dan
mati rasa. Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari
bahan kimia tertentu seperti ethyl dan prophyl alcohol (aliphatic
alcohol), dan methylethyl keton (aliphatic keton), acetylene
hydrocarbon ethyl dan isoprophyl ether, dapat menekan susunan
syaraf pusat.
 Bahan kimia beracun/toksin merupakan bahan kimia yang dalam
kosentrasi relatif sedikit dapat mempengaruhi kesehatan manusia
atau bahkan menyebabkan kematian. Manusia memiliki sistem yang
komplek. Keracunan sistemik dihubungkan dengan reaksi dari salah
satu sistem atau lebih dari tubuh terhadap bahan-bahan kimia yang
mana reaksi ini merugikan dan dapat menyebar keseluruh tubuh.
Contoh bahan kimia toksin antara lain pestisida, benzene, dan
sianida.
 Bahan kimia karsinogenik. Paparan bakan-bahan kimia tertentu bisa
menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali,
menimbulkan tumor (benjolan-benjolan) yang bersifat karsinogen.
Tumor tersebut mungkin baru muncul setelah beberapa tahun
bevariasi antara 4 tahun sampai 40 tahun. Bahan kimia seperti
arsenic, asbestos, kromium, nikel dapat menyebabkan kanker paru-
paru.
 Bahan kimia fibrotic merupakan bahan kimia yang bila masuk ke
dalam tubuh dapat menyebabkan terbentuknya jaringan fibrotik,
seperti pneumoconiosis. Pneumoconiosis adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh mengendapnya partikel-partikel debu halus daerah
pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya reaksi dari jaringan paru
dan membentuk jaringan fibrotik. Contoh bahan-bahan yang
menyebabkan pneumoconiosis adalah crystalline silica, asbestos,
talc, batubara dan beryllium.
3) Pengukuran:Untuk mengetahui kondisi real tentang kadar kontaminan
kimiawi di tempat kerja, maka perlu dilakukan pengukuran/pengujian
terhadap faktor kimia yang memapari tempat tersebut dengan cara
pengambilan sample yang selanjutnya akan dianalisa. Dalam melakukan
pengukuran pada lingkungan kerja diperlukan pengambilan sample
yang dapat dilakukan secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu
yang pada prinsipnya harus representatif dalam 8 jam kerja.Metode
yang digunakan antara lain Standar Nasional Indonesia (SNI), NIOSH,
AIHA, dan lain-lain. Beberapa instrument analisis yang digunakan
dalam pengujian faktor kimia adalah AAS untuk analisis kadar logam,
GC untuk kadar hidrokarbon, spectrophotometer UV/Vis untuk analisis
gas organic, dan X-Ray deffractometer.Nilai Ambang Batas (NAB),
diatur berdasarkan surat edaran Permenakertrans No.13/MEN/X/2011
tentang NAB faktor kimia dan faktor fisika di tempat kerja. Kategori
nilai ambang batas:
 NAB rata-rata selama jam kerja
 NAB pemaparan singkat
 NAB tertinggi
4) Pengendalian: Pengendalian potensi bahaya kimia dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti:
 Pemberian label dan simbol pada wadah untuk bahan yang berisikan
tentang: nama bahan kimia, resiko yang ditimbulkan, jalan
masuknya ke tubuh, efek paparan, cara penggunaan yang aman dan
pertolongan pertama keracunan.
 Memiliki MSDS, yaitu semua informasi mengenai suatu bahan
kimia yang dibuat oleh seuatu perusahaan, berisikan antara lain
kandungan/komposisi, sifat fisik dan kmia, cara pengankutan dan
penyimpanan, informasi APD sesuai NAB, efek terhadap kesehatan,
gejala keracunan, pertolongan pertama keracunana, alamat dan
nomer telepon pabrik pembuat atau distributor.
 Memiliki petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia yang mempunyai
kewajiban , melakukan identifikasi bahaya melaksanakan prosedur
kerja aman, penganggulangan keadaan darurat dan mengembankan
pengetahuan K3 di bidang kimia.
 Prinsip pengendalian bahan kimia di lungkungan kerja dilakukan
dengan tahapan sebaai berikut:
- Pengendalian secara teknis
d. Substitusi
e. Isolasi
f. Ventilasi (alamiah dan buatan)
- Pengendalian administrasi
e. Pemilihan bahan produksi potensi bahaya serendah mungkin
f. Labelling. Telah dijelaskan sebelumnya.
g. Penyimpanan bahan sesuai dengan kelompok sifat dan besar
potensi bahaya
h. Penanganan limbah dan sampah kimia secara khusus dan
benar.
Dasar hukum yang mengatur pengendalian bahan kimia berbahaya
adalah keputusan menteri tenaga kerja RI, No. Kep. 187/MEN/1999.
4. Ergonomi
Menurut International Ergonomic Association, ergonomik
didefinisikan sebagai studi tentang aspek- aspek manusia dalam lingkungan
kerjanya yang ditinjau secara anatomi, psikologi, engineering, manajemen
dan desain/ perancangan. Di dalam ergonomic dibutuhkan studi tentang
system dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling
berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan
manusia.
Penerapan ergonomi berusaha untuk memberikan kenyamanan kerja
secara optimal dengan menyerasikan pekerjaan dan lingkungan kerja
dengan manusia, dan mempunyai tujuan untuk tercapainya tingkat
produktivitas dan efisiensi kerja yang maksimal.
Agar tujuan penerapan ergonomic di tempat kerja dapat berhasil
secara optimum dan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja, ada 8
kelompok masalah ergonomic yang perlu mendapat perhatian yaitu:
1. Gizi kerja
2. Pemanfaatan tenaga dan otot
3. Sikap dan cara kerja
4. Kondisi lingkungan kerja
5. Waktu kerja
6. Kondisi informasi
7. Kondisi sosial
8. Interaksi mesin- mesin
5. Psikososial

Ilmu psikologi industry dan organisasi menurut Munandar (2001) adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia dalam penrannya sebagai tenaga kerja dan
sebagai konsumen, baik secara perorangan maupun perkelompok, dengan maksud
agar temuannya dapat diterapkan dalam industry dan organisasi untuk kepentingan
dan kemanfaatan bersama. Tujuan penerapan psikologi industry adalah
menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik, sehat, nyaman, mantap,
serasi dan aman yang akan mendukung upaya peningkatan produktivitas kerja.

Aspek psikologi social individu sangat berpengaruh terhadap pencapaian tingkat


produktivitas kerja yang tinggi. Aspek – aspek tersebut adalah:

1. Intelegensia

Memberikan kemampuan untuk menyelesaikan atau memecahkan


persoalan dengan baik

2. Bakat dan kemampuan khusus

Didalam pekerjaan diperlukan kesesuaian antara pekerjaan tertentu dengan


bakat tenaga kerja, hal ini mennetukan sejauh mana kesuksesan seseorang
untuk memperoleh keahlian dengan keterampilan dan pengetahuan tertentu.

3. Minat

Menentukan hubungan antara pekerja dengan pekerjaannya dan berpanduan


antara bakat dan minat menentukan tingkat prestasi.

4. Kepribadian

Pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian tenaga kerja memberi hasil kerja
yang baik.

5. Temperamen

Merupakan syarat kemampuan penyesuaian diri tenaga kerja untuk tipe –


tipe khusus yang berhubungan dengan situasi pekerjaan tempat ia bekerja
dan sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam melakasanakan
jabatan

6. Motivasi

Tenaga kerja perlu diperlakukan sesuai motivasi yang mendorongnya


bekerja.
7. Edukasi

Untuk mencapai kesuksesan dalam bekerja, dituntut tingkat pendidikan


yang sesuai dengan jabatan yang dipegang.

Factor yang mempengaruhi produktivitas adalah:

1. Pekerjaan yang menarik


2. Upah yang baik
3. Keamanan dan perlindungan dalam bekerja
4. Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan
5. Lingkungan dan suasana kerja yang baik
6. Promosi dan pengembangan diri
7. Merasa terlibat dalam kegiatan organisasi
8. Pengertian dan simpati atas persoalan pribadi
9. Kesetiaan pimpinan pada diri pekerja, terutama terhadap janji-janji
10. Disiplin kerja yang keras.

Sumber stress dapat berasal dari beberapa pembangkit stress. Factor – factor di
pekerjaan yang dapat menimbulkan stress adalah:

1. Factor – factor intrinsic dalam pekerjaan


a. Tuntutan fisik
b. Tuntutan tugas seperti, kerja shift pekerja malam, beban kerja
berlebih kuantitatif dan kualitatif, bebean kerja terlalu sedikit
kuantitatif dan kualitatif
c. Paparan terhadap risiko dan bahaya
2. Peran dalam organisasi
3. Pengembangan karir
4. Hubungan dalam pekerjaan
5. Struktur dan iklim organisasi

Managemen stress bertujuan untuk mencegah berkembanganya stress jangka


pendek menjadi stress jangka panjang atau kronik. Managemen stresdapat
diusahakan untuk:

1. Mengubah factor-faktor dilingkungan agar tidak menjadi stressor


2. Mengubah fakor-faktor individu agar ambang stress dan toleransi terhadap
stress meningkat.

Teknik – teknik yang dapat digunakan adalah:

1. Rekayasa organisasi
Rekayasa organisasi dapat dilakukan dengan menggunakan sasaran
berdasarkan kerja (Work by Objectives) dan manajemen waktu yang khusus
berlaku untuk para manajer menengan keatas.
2. Rekayasa kepribadian
Untuk menentukan perubahan kepribadian individu agar dapat mencegah
stress,yakni dengan:
a. Program pelatihan keterampilan dan orientasi bagi tenaga kerja yang
baru
b. Team Building dapat mencegah atau mengatasi stress yang timbul
akibat konflik peran, ketidak jelasan peran, hubungan interpersonal
yang tidak baik, serta struktur dan iklim organisasi
c. Pemberian penyuluhan jabatan kepada tenaga kerja
3. Teknik penenangan pikiran
Untuk mengurangi kegiatan pikiran, sehingga cemas dan khawatir akan
berkurang dan pikiran menjadi tenang. Teknik ini dapat dilakukan dengan
cara meditasi, pelatihan relaksasi autogenic, dan neuromuscular.
4. Teknik penenangan melalui aktivitas fisik.
Aktivitas yang sesuai dalam hal ini adalah aktivitas fisik seperti berenang,
menari, bersepeda, berlari, dll. Aktivitas ini bersifat preventif

Anda mungkin juga menyukai