Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Terpuruknya nilai-nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal islam
yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan ilmu yang
harus diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan
dimanfaatkan secara komprehensif oleh barat yang pada masa lalu tidak pernah
mengenal ilmu pengetahuan.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses
pemurnian dan pembaharuan islam. Pertama faktor internal, yaitu faktor kebutuhan
pragmatis umat islam yang sangat memerlukan satu sistem yang betul-betul bisa
dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia-manusia muslim yang berkualitas,
bertaqwa, dan beriman kepada Allah. Kedua faktor eksternal adanya kontak islam
dengan barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini
paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan pragmatik umat islam untuk
belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini
dirasakan akan bisa terminimalisir.
Dalam makalah ini, kami lebih menekankan pada kemajuan peradaban islam
dalam berbagai bidang, sebab-sebab kemunduran islam, perlunya pemurnian dan
pembaharuan, serta tokoh-tokoh pembaharu dalam dunia islam.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam
makalah ini terinci sebagai berikut.
1. Apa saja kemajuan peradaban islam dalam berbagai bidang ?
2. Apa sebab-sebab kemunduran pembaharuan di dunia islam ?
3. Mengapa perlunya pemurnian dan pembaharuan di dunia islam ?
4. Siapa saja kah tokoh-tokoh pembaharu dunia islam?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui kemajuan peradaban islam dalam berbagai bidang.


2. Untuk mengetahui sebab-sebab kemunduran pembaharuan di dunia islam.
3. Untuk mengetahui perlunya pemurnian dan pembaharuan di dunia islam.
4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh pembaharu dunia islam

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kemajuan Peradaban Islam Dalam Berbagai Bidang

Peradaban Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang meliputi


berbagai aspek seperti moral, kesenian, dan ilmu pengetahuan, serta meliputi juga
kebudayaan yang memilliki sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem
kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang luas. Dengan kata lain peradaban Islam
bagian dari kebudayaan yang bertujuan memudahkan dan mensejahterakan hidup di
dunia dan di akhirat.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Islam dalam menegakkan peradabannya
tidak hanya memandang satu sisi kehidupan dunia dengan pencapaian kebudayaan
yang dapat memajukan peradabannya, akan tetapi juga memperhatikan prinsip
pencapaian kebahagiaan kehidupan akhirat, dengan memberikan ajaran dengan cara
berkehidupan yang bermoral dan santun dalam memandang keberagaman dunia.
Dalam memahami peradaban Islam, amat penting untuk mengingat tidak hanya
keragaman seni dan ilmu pengetahuan, tetapi juga keragaman interpretasi teologis
dan filosofis pada doktrin-doktrin Islam, bahkan pada bidang hukum Islam. Tidak
ada kesalahan yang serius daripada pendapat yang menegaskan bahwa Islam adalah
realitas yang seragam, dan peradaban Islam tidak mengapresiasi ciptaan atau
eksistensi beragam. Meskipun kesan adanya keseragaman sering mendominasi
segala hal yang berkaitan dengan Islam, sisi keragaman di bidang interpretasi agama
itu sendiri selalu ada, sebagaimana juga terdapat aspek beragam pada pemikiran dan
kultur Islam. Akan tetapi, Nabi Muhammad saw sebagai pembawa ajaran Islam,
menganggap bahwa keragaman pendapat para pemikir Muslim adalah sebuah
karunia Tuhan. Namun dengan segala keberagamannya tersebut, masih saja terlihat
kesatuan yang amat mengagumkan tetap mempengaruhi peradaban Islam,
sebagaimana hal tersebut telah mempengaruhi agama yang melahirkan peradaban
itu, dan membimbing alur sejarahnya selama berabad-abad.
Demikianlah Islam dengan ajaran suci dan universal sebagaimana yang telah
diwahyukan, mengalami perkembangan dari masa ke masa. Adapun penyebaran
Islam dan torehan peradabannya ke penjuru dunia, tak kan lepas dari metode dan
sistem penyebarannya, mulai dari perdagangan, korespondensi (seperti yang
dilakukan Rasulullah dengan mengirim surat kepada para raja Mesir, Persia, dll.),
diplomasi politik, sampai pada peperangan perebutan kekuasaan dan pendudukan
wilayah.
Sedangkan periode penyebaran Islam dan peradabannya yang dimulai sejak
masa Rasulullah saw pada abad ke-6 M hingga saat ini, terdapat masa-masa kejayaan
peradaban Islam yang kemudian diwarisi oleh peradaban dunia. Dan pereodisasi
peradaban Islam tersebut, secara umum terbagi menjadi 3 periode, yang antara lain :
1. Periode klasik

Pada masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam.
Sebelum wafatnya Nabi Muhammad saw (632 M), seluruh semenanjung Arabia
telah tunduk ke bahwah kekuasaan Islam, yang kemudian dilanjutkan dengan
ekspansi keluar Arabia pada masa khalifah pertama Abu Bakar ash-Shiddiq,
hingga berlanjut pada kekhalifahan berikutnya.
Pencapaian kemenangan Islam pada masa ini adalah dapat dikuasainya Irak
pada tahun 634 M, yang kemudian meluas hingga Suria, kemudian pada masa
Umar bin Khattab, Islam mampu menguasai Damaskus (635 M) dan tentara
Bizantium di daerah Syiria pun ditaklukkan pada perang Yarmuk (636 M),
selanjutnya menjatuhkan Alexandria (641 M) dan menguasai Mesir dengan
tembok Babilonnya pada masa itu. Dan kekuasaan Islampun meluas hingga
Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir. Pada masa khalifah Utsman bin Affan,
Tripoli dan Ciprus pun tertaklukkan. Walaupun setelah itu terjadi keguncangan
politik pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, hingga wafatnya.
Kekhalifahan berlanjut pada kekuasaan Bani Umayyah, yang pada masa ini
kekuasaan Islam semakin meluas, berawal dti Tunis, Khurasan, Afganistan,
Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana, Samarkand, Bulukhistan, Sind, Punjab,
dan Multan. Bukan hanya itu, perluasan dilanjutkan ke Aljazair dan Maroko,
bahkan telah membuka jalan ke kawasan Eropa yaitu Spanyol, dan menjadikan
Cordova sebagai ibu kota Islam Spanyol. Lebih ringkasnya, pada masa dinasti
ini kekuasaan Islam telah menguasai Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina,
Semenanjung Arabia, Irak, sebagaian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan,
Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan Kirgis (di Asia Tengah).
Sejak kedinastian Bani Umayyah, peradaban Islam mulai menampakkan
pamor keemasannya. Walaupun Bani Umayyah lebih memusatkan perhatiannya
pada kebudayaan Arab. Benih-benih peradaban baru tersebut antara lain
perubahan bahasa administrasi dari bahasa Yunani dan Pahlawi ke bahasa Arab,
dengan demikian bahasa Arab menjadi bahasa resmi yang harus dipelajari,
hingga mendorong Imam Sibawaih menyusun Al-Kitab yang menjadi pedoman
dalam tata bahasa Arab.
Pada saat itu pula (± abad ke-7 M), bermunculan sastrawan-sastrawan Islam,
dengan berbagai karya besar antara lain sebuah novel terkenal Laila Majnun
yang ditulis oleh Qais al-Mulawwah. Lain dari pada itu, dengan adanya pusat
kegiatan ilmiah di Kufah dan Basrah, bermunculan ulama bidang tafsir, hadits,
fiqh, dan ilmu kalam.
Pada bidang ekonomi dan pembangunan, Bani Umayyah di bawah pimpinan
Abd al-Malik, telah mencetak alat tukar uang berupa dinar dan dirham.
Sedangkan pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan masjid-masjid di
Damaskus, Cordova, dan perluasan masjid Makkah serta Madinah, termasuk al-
Aqsa di al-Quds (Yerussalem), juga pembangunan Monumen Qubbah as-sakhr,
juga pembangunan istana-istana untuk tempat peristirahatan di padang pasir,
seperti Qusayr dan al-Mushatta.
Setelah kekuasaan Bani Umayyah menurun, dan ditumbangkan oleh Bani
Abbasiyah pada tahun 750 H, kembali Islam dengan perkembangan
peradabannya terus menerus bergerak pada kemajuan. Di masa al-Mahdi,
perekonomian mengalami peningkatan dengan konsep perbaikan sistem
pertanian dengan irigasi, dan juga pertambangan emas, perak, tembaga dan
lainnya yang juga meningkat pesat. Bahkan perekonomian menjadi lebih baik
setelah dibukanya jalur perdagangan dengan transit antara timur dan barat,
dengan Basrah sebagai pelabuhannya.
Masa selanjutnya pada masa Harun al-Rasyid, kehidupan sosial pun menjadi
lebih mapan dengan dibangunnya rumah sakit, pendidikan dokter, dan farmasi.
Hingga Baghdad pada masa itu mempunyai 800 orang dokter. Dilanjutkan pada
masa al-Makmun yang lebih berkonsenrasi pada pengembangan ilmu
pengetahuan, dengan menerjemahkan buku-buku kebudayaan Yunani dan
Sansekerta, dan berdirinya Baitu-l-hikmah sebagai pusat kegiatan ilmiahnya.
Yang disusul kemudian dengan berdirinya Universitas Al-Azhar di Mesir. Juga
dibangunnya sekolah-sekolah, hingga Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan
ilmu pengetahuan. Maka, tak dapat dipungkiri lagi bahwa masa-masa ini
dikatakan sebagai the golden age.
Kemajuan keilmuan dan teknologi Islam mengalami masa kejayaan di masa
ini. Munculnya para ilmuwan, filosof dan cendekiawan Muslim telah mewarnai
penorehan tinta sejarah dunia. Islam bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan
dan filsafat yang mereka pelajari dari buku-buku Yunani, akan tetapi
menambahkan ke dalam hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam
lapangan sains dan filsafat. Tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal adalah
Muhammad bin Musa al-Khawarizmi sebagai metematikawan yang telah
menelurkan aljabar dan algoritma, al-Fazari dan al-Farghani sebagai ahli
astronomi (abad ke VIII), Abu Ali al-Hasan ibnu al-Haytam dengan teori optika
(abad X), Jabir ibnu Hayyan dan Abu Bakar Zakaria ar-Razi sebagai tokoh kimia
yang disegani (abad IX), Abu Raihan Muhammad al-Baituni sebagai ahli fisika
(abad IX), Abu al-Hasan Ali Mas’ud sebagai tokoh geografi (abad X), Ibnu Sina
sebagai seorang dokter sekaligus seorang filsuf yang sangat berpengaruh (akhir
abad IX), Ibnu Rusyd sebagai seorang filsuf ternama dan terkenal di dunia
filsafat Barat dengan Averroisme, dan juga al-Farabi yang juga seorang filsuf
Muslim.
Selain sains dan filsafat pada masa ini juga bermunculan ulama besar
tentang keagamaan dalam Islam, seperti Imam Muslim, Imam Bukhari, Imam
Malik, Imam Syafi’I, Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal, serta mufassir terkenal
ath-Thabari, sejarawan Ibnu Hisyam dan Ibnu Sa’ad. Masih adalagi yang
bergerak dalam ilmu kalam dan teologi, seperti Washil bin Atha’, Ibnu al-Huzail,
al-Allaf, Abu al-Hasan al-Asyari, al-Maturidi, bahkan tokoh tasawuf dan
mistisisme seperti, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husain bin Mansur
al-Hallaj, dan sebagainya. Di dunia sastra pun mengenalkan Abu al-Farraj al-
Asfahani, dan al-Jasyiari yang terkenal melalui karyanya 1001 malam, yang
telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia.
2. Periode pertengahan
Pada periode ini, terdapat periode kemunduran Islam pada sekitar 1250-
1500 M. Yang mana satu demi satu kerajaan Islam jatuh ke tangan Mongol, dan
kerajaan Islam Spanyol pun mampu ditaklukkan oleh raja-raja Kristen yang
bersatu, hingga orang-orang Islam Spanyol berpindah ke kota-kota di pantai
utara Afrika.
Namun dengan demikian, terdapat kebangkitan kembali kedinastian Islam
pada masa 1500-1800 M. Di sana terdapat 3 kerajaan besar, yang menjadi
tonggak bejayanya peradaban Islam yang ke-2. Kerajaan besar tersebut adalah
Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi Persia, dan Kerajaan Mughal di India.
Karajaan Turki Usmani berhasil mengambil alih Bizantium dan menduduki
Konstantinopel (Istambul). Hingga akhirnya kekuasaan Turki Usmani mampu
menguasai Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, Yaman, Mesir, Libya, Tunis,
Aljazair, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania.
Sedangkan di tempat lain, Persia Islam bangkit dengan dengan Kerajaan
Safawi (1252 M), dengan dinasti yang berasal dari Azerbaijan Syaikh Saifuddin
yang beraliran Syi’ah. Kekuasaannya menyeluruh hingga seluruh Persia. Dan
berbatasan dengan kekuasaan Usmani di barat dan kerajaan Mughal di kawasan
timur.
Kerajaan Mughal di India, yang berdiri pada tahun 1482 M dengan
pendirinya Zahirudin Babur. Kekuasaannya mencakup Afganistan, Lahore, India
Tengah, Malwa dan Gujarat. Di India, bahsa Urdu akhirnya menjadi bahasa
kerajaan menggantikan bahasa Persia. Dan kemajuannya telah membuat
beberapa bukti peninggalan sejarah antara lain, Taj Mahal, Benteng Merah,
masjid-masjid, istana-istana, dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi.
Akan tetapi pada masa kemajuan ini, ilmu pengetahuan tidak banyak
diberikan perhatian, namun perhatiannya terhadap seni dalam berbagai bentuk
adalah sangat besar, sehingga kerajaan Usmani mendapatkan julukan the patron
of art. Ketiga kerajaan besar tersebut lebih banyak memperhatikan bidang politik
dan ekonomi. Sedangkan di Barat, mulai menuai kebangkitan dengan melihat
jalur yang terbuka ke pusat rempah-rempah dan bahan-bahan mentah dari daerah
Timur Jauh melaui Afrika Selatan.
Hingga pada Abad ke-17, di eropa mulai mencul negara-negara kuat, bahkan
Rusia mulai maju di bawah Peter Yang Agung. Dan melalui peperangan, Usmani
mengalami kekalahan. Dan Safawi Persia pun ditaklukkan oleh Raja Afghan
yang mempunyai perbedaan faham. Dan kerajaan Mughal India pecah
dikarenakan terjadi pemberontakan dari kaum Hindu, bahkan Inggris pun
berperan menguasainya pada tahun 1857 M.
3. Periode Modern
Periode ini dikatakan sebagai periode kebangkitan Islam, yang mana dengan
berakhirnya ekspedisi Napoleon di Mesir, telah membuka mata umat Islam akan
kemunduruan dan kelemahannya di samping kemajuan dan kekuasaan Barat.
Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir mencari jalan keluar untuk
mengembalikan keseimbangan kekuatan, yang telah pincang dan membahayakan
umat Islam. Sebab Islam yang pernah berjaya pada masa klasik, kini berbalik
menjadi gelap. Bangsa Barat menjadi lebih maju dengan ilmu pengetahuan,
teknologi dan peradabannya.
Dengan demikian, timbullah pemikiran dan pembaharuan dalam islam yang
disebut dengan modernisasi dalam Islam. Sekian tokoh pembaharu Islam telah
mengeluarkan buah pikirannya guna membuat umat Islam kembali maju
sebagaimana pada periode klasik. Para tokoh tersebut antara lain, Muhammad
bin Abdul Wahab di Arab, Muhammad Abduh, Jamaludin al-Afghani,
Muhammad Rasyid Ridha di Mesir, Sayyid Ahmad Khan, Syah Waliyullah, dan
Muhammad Iqbal di India, Sultan Mahmud II dan Musthafa Kamal di Turki, dan
masih banyak lagi yang lainnya.
2.2 SEBAB SEBAB KEMUNDURAN PEMBARUAN ISLAM

A. Menurunnya Kreativitas Keilmuan Umat Islam


Pemikiran rasional dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya
kedudukan akal seperti terdapat dalam al-Qur’an dan hadits. Persepsi ini
bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains
Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di dunia Islam zaman
klasik, seperti Aleksandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syria) dan
Bactra (Persia). Di sana memang telah berkembang pemikiran rasional Yunani.
Pertemuan Islam dan peradaban Yunani pada masa awal Islam- melahirkan
pemikiran rasional di kalangan ulama Islam zaman klasik. Tapi, perlu
ditegaskan di sini bahwa ada perbedaan antara pemikiran rasional Yunani dan
pemikiran rasional Islam zaman klasik. Di Yunani tidak dikenal agama
Samawi, maka pemikiran bebas, tanpa terikat pada ajaran-ajaran agama,
tumbuh, dan berkembang. Sementara pada masa Islam klasik pemikiran
rasional ulama terikat pada ajaran-ajaran agama Islam sebagaimana yang
terdapat dalam al-Qur’an dan hadits.
Oleh karena itu, kalau di Yunani berkembang pemikiran rasional yang
sekular, maka dalam Islam zaman klasik berkembang pemikiran rasional yang
agamis. Pemikiran ulama filsafat dan ulama sains, sebagaimana halnya pada
para ulama dalam bidang agama sendiri, terikat pada ajaran-ajaran yang
terdapat dalam kedua sumber utama tersebut. Dengan demikian, dalam sejarah
peradaban Islam, pemikiran para filosof dan penemuan-penemuan ulama sains
tidak ada yang bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits. Filsafat dan sains
berkembang dengan pesat di dunia Islam zaman klasik ini- di samping ilmu-
ilmu agama seperti tafsir, hadits, akidah, ibadah, muamalah, tasawuf, dan
sebagainya. Perkembangan yang pesat ini bukan hanya di dunia Islam bagian
timur yang berpusat di Baghdad, tetapi juga di dunia Islam bagian Barat, yakni
Andalusia (Spanyol Islam) dengan kedua kotanya; Cordoba dan Sevilla.
Di zaman Islam klasik, Eropa sedang berada pada zaman pertengahan
yang terbelakang. Tidak mengherankan kalau orang-orang Eropa dari Italia,
Prancis, Inggris, dan lain-lain, berdatangan ke Andalusia untuk mempelajari
sains dan filsafat yang berkembang dalam Islam. Kemudian mereka pulang ke
tempat masing-masing membawa ilmu-ilmu yang mereka peroleh itu. Buku-
buku ilmiah Islam mereka terjemahkan ke dalam bahasa latin.
Melalui mereka pemikiran rasional Islam yang agamis itu beserta sains
dan filsafatnya dibawa ke Eropa, tetapi di sana menghadapi tantangan dari
Gereja. Pertentangan itu membuat ulama sains dan filsafat di Eropa
melepaskan diri dari Gereja dan pemikiran rasional di sana berkembang
terlepas dari ikatan agama. Pemikiran rasional di Eropa pada zaman Renaisans
dan zaman Modern kembali menjadi sekular seperti di zaman Yunani
sebelumnnya. Pemikiran rasional sekular itu membawa kemajuan pesat dalam
bidang filsafat, sains, dan teknologi di Eropa sebagaimana yang kita saksikan
sekarang ini.
Ketika pemikiran rasional Islam pindah ke Eropa dan berkembang di sana,
di dunia Islam zaman pertengahan berkembang pemikiran tradisional,
menggantikan pemikiran rasional tersebut. Dalam pemikiran tradisional ini,
para ulama bukan hanya terikat pada al-Qur’an dan hadits, tetapi juga pada
ajaran hasil ijtihad ulama zaman klasik yang amat banyak jumlahnya. Oleh
karena itu, ruang lingkup pemikiran ulama zaman pertengahan sangat sempit.
Mereka tidak punya kebebasan berpikir. Akibatnya sains dan filsafat, bahkan
juga ilmu-ilmu agama, tidak berkembang di dunia Islam zaman pertengahan.
Filsafat dan sains malahan hilang dari peredaran. Ini bertentangan sekali
dengan keadaan di Eropa zaman modern di mana, seperti telah disinggung di
atas, filsafat dan sains amat pesat berkembang dan jauh melampaui capaian
dunia Islam.
Sementara itu, pendidikan dan pengajaran Islam pada masa itu- hanya
berkutat pada materi-materi keagamaan. Lembaga-lembaga keagamaan tidak
lagi mengajarkan ilmu-ilmu filosofis, termasuk ilmu pengetahuan. Rasionalisme
pun kehilangan peranannya, dalam arti semakin dijauhi. Kedudukan akal
semakin surut. Dengan dicurigainya pemikiran rasional, daya penalaran umat
Islam mengalami kebekuan sehingga pemikiran kritis, penelitian, dan ijtihad
tidak lagi dikembangkan. Akibatnya, tidak ada lagi ulama-ulama yang
menghasilkan karya-karya intelektualisme yang mengagumkan. Mereka lebih
senang mengikuti pemikiran-pemikiran ulama terdahulu daripada berusaha
melakukan penemuan-penemuan baru. Keterpesonaan terhadap buah pikiran
masa lampau, membuat umat Islam merasa cukup dengan apa yang sudah ada.
Mereka tidak mau berusaha lebih keras lagi untuk memunculkan gagasan-
gagasan keagamaan yang cemerlang. Usaha yang mereka tempuh hanyalah
sebatas pemberian syarah atau ta’liqah pada kritik-kritik ulama terdahulu yang
bertujuan memudahkan pembaca untuk memahami kitab-kitab rujukan dengan
menjelaskan kalimat-kalimat secara semantik; atau menambah penjelasan
dengan mengutip ucapan-ucapan para ulama lain.
Ketika umat Islam Timur Tengah menjalin kontak dengan Barat pada abad
kedelapan belas Masehi- mereka amat terkejut melihat kemajuan Eropa. Mereka
tidak menyangka bahwa Eropa yang belajar dari mereka pada abad kedua belas
dan abad ketiga belas telah begitu maju, bahkan mengalahkan mereka dalam
peperangan-peperangan seperti yang terjadi anatara Kerajaan Turki ‘Utsmani
dan Eropa Timur.
Hal ini membuat ulama-ulama abad kesembilan belas merenungkan apa
yang perlu dilakukan umat Islam untuk mencapai kemajuan kembali
sebagaimana umat Islam zaman klasik dulu. Maka lahirlah pembaruan Islam di
Mesir seperti al-Thatthawi, Muhammad Abduh, dan Jamaluddin al-Afghani; di
Turki dengan tokoh-tokohnya seperti Mehmet Sedik Rifat, Nemik Kamal. Di
India seperti Ahmad Khan, Ameer Ali, dan Muhammad Iqbal. Semua
pembaharu ini berpendapat bahwa untuk mengejar ketinggalan itu umat Islam
harus menghidupkan kembali pemikiran rasional agamis zaman klasik Islam
dengan perhatian yang besar pada sains dan teknologi.

B. Kesatuan Integral; antara Agama dan Negara dalam Islam


Islam tidak memisahkan antara agama dan negara. Sebagaimana al-Qur’an
membicarakan tentang Allah dan keesaannya, surga dan neraka, pahala dan
dosa, juga menetapkan puasa dan shalat, serta menganjurkan umat Islam untuk
berakhlak mulia. Ajaran Islam juga mensyariatkan tentang undang-undang jual
beli, ijarah, hudud, hukum waris, masalah peperangan, problem solving rumah
tangga, dan lain-lain.
Ketidakterpisahan itu, tergambar jelas pada keseharian Rasulullah, selain
menjadi pemimpin umat, beliau juga memimpin pasukan, membuat perjanjian,
melakukan pengiriman delegasi-delegasi negaranya ke wilayah lain. Demikian
juga yang dilakukan oleh para khalifah sesudah beliau.
Oleh karena itu, sulit diterima akal sehat- kalau ada yang mengemukakan,
bahwa ajaran agama adalah salah satu unsur penyebab kemunduran umat Islam.
Padahal sebaliknya- justru agama sebagai faktor utama yang membuat
perkembangan dan kemajuan peradaban Islam. Karena ajaran agama-
menganjurkan umatnya untuk bekerja keras- agar meraih kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
Hal senada juga dikemukakan Maududi, bahwa pentingnya menjadikan
Islam sebagai ideologi holistik. Dia mencela tradisi Islam dan institusi-institusi
tradisional yang mencoba memisahkan agama dengan politik. Baginya, agama
dan politik (negara) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan
merupakan komponen yang menyatu dengan kebenaran Islam. Oleh karena itu,
upaya memaksimalkan da’wah Islamiyah harus ditujukan pada sasaran
utamanya yaitu mendirikan negara Islam.[
Hanya negara Islamlah yang mampu mengatasi berbagai macam
problematika yang dihadapi umat Islam saat ini. Pandangan Maududi yang
cukup radikal ini merupakan sintesa harmonis dan sinergis dalam rangka
memetakan da’wah dan politik dalam satu wilayah yang tidak dapat dipisahkan
sama sekali.
C. Islam Agama yang Sesuai dalam setiap Zaman dan Tempat
Dalam ajaran Islam ada adagium yang menyatakan bahwa Islam adalah
agama yang selalu sesuai dalam setiap zaman dan tempat. Tetapi dalam
prakteknya ada yang beranggapan- bahwa ajaran Islam itu tidak mungkin di
praktekkan umat Islam selalu sesuai dengan zaman dan tempat di mana mereka
hidup.
Padahal, sebagaimana yang dikemukakan ulama, bahwasanya ajaran
tauhid dan akhlak yang baik adalah mutlak- dan tentu termasuk keberadaan akal
yang sehat- karena sangat berguna bagi umat manusia. Sebagaimana yang sudah
dijelaskan bahwa agama Islam adalah agama yang diperuntukkan bagi
kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, Islam sangat menghargai posisi akal dan mengajak umat
manusia untuk mempergunakannya sebaik mungkin. Seperti yang disinyalir
Allah Swt, dalam al-Qur’an Surat, Yasiin [36]: 68, sebagai berikut;“Dan
Barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan Dia
kepada kejadian(nya). Maka Apakah mereka tidak memikirkan?,” (QS. Yasiin
[36]: 68).Al-Qura’an Surah, Arrum [30]: 28, sebagai berikut;“Dia membuat
perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada diantara hamba-
sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki)
rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; Maka kamu sama dengan mereka
dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka
sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah Kami jelaskan
ayat-ayat bagi kaum yang berakal.” (QS. Arrum [30]: 28).
Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya- bahwa ajaran Islam
diturunkan ke muka bumi untuk kebahagiaan umat manusia di dunia dan
akhirat. Hal itu ditandai dengan pembahasan ajaran Islam yang menyentuh
seluruh ranah aspek kemanusiaan umat manusia. Diantaranya membahas hal-hal
yang berkenaan dengan spiritual, civilization, konsep ketuhanan, kredo tentang
surga, neraka, dan hari kebangkitan. Dalam urusan muamalah, misalnya
membahas tentang jual beli, penggadaian, problem solving rumah tangga, harta
warisan, dan lain-lain.
Tentunya, apabila peran akal sangat kurang dalam memahami dan
menyelesaikan masalah-masalah diatas- pasti akan berdampak pada
penyelesaian masalah tersebut yang tidak akan behasil dengan baik. Oleh karena
itu, peran akal dalam menyelesaikan suatu persoalan sangat mendasar- agar
pengetahuan yang dihasilkan bermanfaat dan tidak berujung pada kerusakan.
Tidaklah berlebihan kalau Ahmad Syalabi menyatakan bahwa- akal dan wahyu
sama sekali tidak bertentangan. Apabila terkesan terjadi pertentangan antara
akal dan wahyu. Hal itu lebih disebabkan karena keterbatasan dan kelemahan
akal dalam menafsikran ajaran suci wahyu. Oleh karena itu, suatu masalah yang
dijelaskan wahyu- sudah bisa dipastikan, pasti menyuarakan kebenaran. Seperti
perumpamaan mengenai hak waris suami terhadap isteri dan sebaliknya,
kemudian berdasarkan pertimbangan akal tidak menerima ketentuan tersebut,
karena pembagiaannya dianggap tidak adil. Maka sudah barang tentu- yang
harus diikuti adalah wahyu. Karena hal ini menunjukkan kelemahan akal yang
tidak mampu mengambil hikmah terdalam dari apa yang disyariatkan Islam.
D. Hancurnya ketahanan moral umat Islam
Hancurnya ketahanan moral umat Islam, lebih disebabkan- karena umat
Islam dihinggapi “penyakit” wahn(hubbundunya wa karahiyatul mauwt). Umat
Islam dilanda sikap hidup berfoya-foya, korup, dan tidak dekat lagi dengan
kehidupan para mustadh’afin dan nasib yang menimpa para dhu’afa. Ibnu
khaldun mengemukakan, “Kemewahan itu merupakan pertanda bahwa
peradaban suatu bangsa yang dibangun akan mengalami kehancuran.
Musuh-musuh Islam melihat dengan jelas kerusakan dalam masyarakat
Muslim. Dalam kaitan dengan runtuhnya Daulah Abbasiyah- duta dari Mongol,
Hulaghu Khan, menggunakan argumen kaum Muslimin, yang didukung oleh
referensi dari al-Qur’an Suci, untuk membenarkan tindakan mereka. Hulaghu
Khan menulis surat, “Doa-doa melawan kami tidak akan di dengar karena
kalian telah memakan yang diharamkan dan kata-kata kalian kotor, kalian
mengingkari sumpah dan janji, dan ketidakpatuhan dan perpecahan terjadi di
antara kalian. Diingatkan bahwa kelompok kalian akan malu dan dihina. “Hari
ini kamu diberi azab yang menghinakan karena kamu berlaku sombong di muka
bumi tanpa kebenaran dan karena kamu telah fasik’ (QS, al-Ahqaf [46]: 20.
“Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana
mereka akan kembali.” (QS, asy-Syu’ara [26]: 227). Hulaghu Khan
memperkirakan dengan tepat, “Kalian akan menderita malapetaka di tangan
kami, dan tanah-tanah kalian akan kosong dari kalian.” Hal yang penting bahwa
banyak cendekiawan Muslim masa itu yang menentang penguasa Baghdad,
bahkan bergabung dengan bangsa Mongol. Khawaja Nashiruddin Thusi, salah
seorang cendekiawan Syi’ah termasyhur (1201-1274) dan dihormati oleh Imam
Khomeini, juga bergabung dengan penakluk dari Mongol, Hulaghu, ketika dia
melewati Iran dalam perjalanannya ke Baghdad. Ini menimbulkan tuduhan
keterlibatan dalam penaklukan.
E. Berkembangnya Sikap hidup Fatalistis
Berkembangnya sikap hidup fatalis umat Islam- yang bergantung dan
mengembalikan segala keuntungan dan penderitaan kepada Tuhan. Sikap hidup
yang fatalis ini ditandai dengan tidak lagi percaya kepada kemampuannya untuk
maju atau mengatasi problem keagamaan dan kemasyarakatan. Mereka lari dari
kenyataan dan hanya mendekatkan diri kepada Tuhan.
Oleh karena itu, mereka masuk ke tarekat-tarekat sehingga tarekat sangat
berpengaruh dalam hidup umat Islam. Dengan berdzikir dan berdoa sebanyak-
banyaknya mereka berharap semoga Allah menghapus penderitaan mereka dan
mengembalikan kejayaan yang pernah dicapai umat Islam. Berpikir ilmiah dan
pengembangan sains kurang mendapat perhatian. Karena itulah, berkembang
tahayyul dan khurafat. Mereka percaya pada kekuatan syeikh-syeikh dan benda-
benda keramat, sebagaimana yang telah digambarkan oleh Ahmad Amin
mengutip dari Muhammad bin Abd al-Wahhab:...Para wali itu didatangi dan
dijadikan tempat bernazar. Banyak orang Islam yang percaya bahwa wali-wali
itu mampu mendatangkan kebaikan dan bahaya. Kuburan-kuburan tidak
terbilang jumlahnya yang dibangun di seluruh daerah Islam. Orang-orang
datang ke sana, meminta berkah, merendahkan diri dihadapan-nya, dan meminta
untuk mendapatkan kebaikan dan dijauhkan dari kesulitan. Di setiap tempat
terdapat satu atau beberapa wali...
F. Sikap Hidup Umat Islam yang kurang Toleran
Sikap-sikap tidak toleran dan fanatik kepada madzhab atau golongan
sendiri itulah yang menyebabkan umat Islam mundur. Tidak saja karena sikap-
sikap itu menyedot energi masyarakat, tapi juga memalingkan perhatian orang
dari hal-hal yang lebih mendasar dan menentukan perkembangan dan kemajuan
peradaban. Syeikh Muhammad Rasyid Ridla, seorang tokoh pemikir Islam
Zaman Modern dari Mesir (murid dan teman Syeikh Muhammad ‘Abduh),
dalam mukaddimahnya untuk penerbitan kitab al-Mughni (oleh Ibn Qudamah)
menggambarkan sikap-sikap tidak toleran itu demikian:
“Mereka yang fanatik kepada madzhab itu mengingkari bahwa perbedaan
adalah rahmat, semuanya bersikeras dalam sikap pastinya bertaqlid kepada
madzhabnya, dan mengharamkan para penganutnya untuk mengikuti yang lain
sekalipun untuk suatu keperluan yang membawa kebaikan. Sikap saling
menjatuhkan satu sama lain sudah dikenal dalam buku-buku sejarah dan buku-
buku lain, sehingga dapat terjadi bahwa sebagian orang Islam, jika mereka
dapati penduduk suatu negeri bersikap fanatik kepada madzhab selain madzhab
mereka sendiri, mereka pandang penduduk negeri itu bagaikan memandang onta
yang penyakitan. Rasyid Ridla juga menceritakan bahwa pada zaman Modern
ini, di akhir abad ketigabelas Hijriah, di Tripoli, Syria, dan beberapa tokoh
madzhab Syafi’i mendatangi mufti- dan dia adalah pembesar ulama di sana-
agar ia membagi masjid setempat menjadi dua antara mereka dan para penganut
madzhab Hanafi. Alasannya, tokoh tertentu dalam madzhab Hanafi itu
memandang para penganut madzhab Syafi’i seperti ahl al-dzimmah (non-
Muslim yang harus dilindungi) berdasarkan pendapat yang saat-saat itu
menyebar luas bahwa seorang penganut madzhab Hanafi tidak dibenarkan nikah
dengan seorang penganut madzhab Syafi’i. Para penganut madzhab Syafi’i itu
diragukan imannya, karena membolehkan orang mengatakan: “Saya beriman,
insya Allah.” Hal itu menunjukkan bahwa mereka tidak mempunyai kepastian
dalam iman mereka, padahal iman menuntut keyakinan- dan sebaliknya.
G. Jatuhnya Kekhalifahan Abbasiyah
Jatuhnya kerajaan Abbasiyah oleh serangan orang-orang Tartar dan
Mongol pada masa pertengahan abad ke-13 M., ketika kota Baghdad sebagai
pusat ilmu dan kebudayaan hancur sama sekali. Sekitar 800. 000 penduduk
Baghdad dibunuh. Perpustakaan dihancurkan, ribuan rumah penduduk
diratakan. Dalam peristiwa tersebut, umat Islam kehilangan lembaga-lembaga
pendidikan dan buku-buku ilmu pengetahuan yang sangat berharga nilainya.
Musnahnya beribu-ribu buku, baik buku-buku tentang keagamaan maupun
ilmu-ilmu sains- mempengaruhi perkembangan intelektualisme Islam, apalagi
yang menyangkut kelestarian ilmu-ilmu pengetahuan dan sains dalam Islam.
Berbagai literatur sains telah lenyap. Sedangkan di kalangan masyarakat yang
bebas dari bencana kaum Mongol tidak ada yang menguasai berbagai bidang
sains dan filsafat. Inilah salah-satunya yang mempersulit umat Islam untuk
mengembalikan kekayaan intelektual yang berharga seperti pada masa kejayaan
semula.Kehancuran Abbasiyah membuka kesempatan bagi orang-orang Turki
untuk naik ke panggung sejarah politik Islam. Keturunan Hulaghukan
mendirikan Kerajaan Turki di daerah-daerah yang mereka kuasai. Timur Lenk,
keturunan Jengis Khan, membentuk Dinasti Timur Lenk di daerah Samarkand
setelah menaklukkannya pada 1369 M. Di Asia Kecil, seorang keturunan
Kepala Suku Turki, Usman, membangun dinasti yang dinamai Usmaniyah.
Selain Asia Kecil, Dinasti Usmani mencapai sukses besar dalam
mengembangkan wilayah kekuasaannya sehingga meliputi Asia Kecil, Armenia,
Irak, Suria, Libia, Tunis, Al-Jazair, Bulgaria, Yaman, Yugoslavia, Albania, dan
Rumania.
Penguasa-penguasa Turki tersebut mengerahkan segenap perhatian mereka
untuk kebesaran dan kejayaan politik. Mereka kurang begitu memperhatikan
pemikiran dan ilmu pengetahuan. Memang mereka menyemarakkan
pelaksanaan pengajaran dan pendidikan Islam, namun mereka juga terbawa oleh
kondisi dunia Islam pada umumnya yang tidak peduli terhadap intelektual
Islam. Di Irak juga berdiri kerajaan besar, yaitu Kerajaan Syafawi. Sedangkan di
India terdapat kerajaan Islam yang besar seperti halnya Kerajaan Syafawi dan
Kerajaan Usmani.Akan tetapi, kerajaan-kerajaan besar tersebut kurang antusias
terhadap kehidupan pemikiran Islam. Meski mereka mempunyai kejayaan
terutama dalam bentuk literatur, seperti diungkapkan oleh Harun Nasution,
namun bobot dan jumlahnya tidak mengagumkan seperti pada masa
sebelumnya. Perhatian pada ilmu pengetahuan kurang sekali. Kurangnya
perhatian penguasa-penguasa terhadap kehidupan intelektualisme menambah
umat Islam semakin tidak bergairah untuk melahirkan karya-karya intelektual
sehingga ilmu pengetahuan Islam mengalami stagnasi.
H. Dikuasainya Sektor Prekonomian oleh Eropa
Eropa yang telah menemukan kebangkitan intelektual, mulai
meninggalkan umat Islam. Bangkitnya rasionalisme dan intelektual telah
menuntun orang-orang Eropa menemukan sumber-sumber kekayaan di luar
Eropa, seperti Amerika, Australia, dan Timur Jauh. Penemuan Tanjung Harapan
pada abad ke-15 M, oleh pelaut-pelaut Eropa Barat sangat memukul
prekonomian Islam. Jalur perdagangan Timur Jauh dan Barat yang dahulu
dikuasai oleh Islam karena harus melewati jalur darat milik Islam, berpindah
melalui jalur laut melalui Tanjung Harapan sehingga negara-negara Barat dapat
menggantikan kedudukan Islam sebagai penguasa perdagangan jalur Barat.
Ekonomi yang meningkat dan pemikiran rasional yang berkembang baik
membawa Eropa ke zaman modern yang ditandai dengan kemajuan dalam
pemikiran dan sains serta teknologi. Setelah lama Eropa tak mempunyai
adikuasa, mulailah muncul di sana pada abad kedelapan belas M. Dua adikuasa
yaitu, Inggris dan Perancis.Ketiga adikuasa Islam, Kerajaan Turki ‘Ustsmani,
Safawi, dan Mughal kini menghadapi saingan. Sementara itu, pemikiran
rasional dan orientasi dunia, yang telah hilang dari dunia Islam- digantikan
dengan pemikiran tradisional dan orientasi akhirat- tidak bisa mengembangkan
sains dan teknologi. Di Eropa berkembang dengan cepat sains dan
teknologi.Maka dalam persaingan ini Inggris dan Prancis dengan sains dan
teknologi modernnya mengungguli ketiga adikuasa Islam tersebut. Persenjataan
Kerajaan, Utsmani, Safawi, dan Mughal yang masih tradisional tak dapat
mengimbangi persenjataan Inggris dan Perancis yang modern. Maka dalam
peperangan-peperangan antara dunia Islam dan Barat, dunia Islam senantiasa
mengalami kekalahan.
Jangankan melawan Inggris dan Prancis, melawan Spanyol dan Portugal,
keduanya hanya merupakan dunia kecil, dunia Islam tak sanggup. Portugal
menyerang dunia Islam sebagai balas dendam terhadap umat Islam yang
menguasai daerah mereka di Eropa untuk lebih dari 700 tahun. Di Timur Jauh
Spanyol dan Portugal dapat menjajah beberapa daerah seperti Filipina oleh
Spanyol dan Timor Timur oleh Portugal.Kerajaan Mughal di India dihancurkan
Inggris pada 1857 M. Kerajaan Safawi di Persia tidak dihancurkan baik oleh
Inggris dan Prancis, tetapi jatuh dengan sendirinya. Raja-raja Persia sesudahnya
tak pernah lagi membuat negara ini menjadi adikuasa.Kerajaan Utsmani dalam
peperangannya dengan Eropa mulai dari abad kedelapan belas selalu mengalami
kekalahan sehingga ia degelari The Sick Man of Europe,orang sakit Eropa.
Tetapi, ia masih tetap bertahan sampai permulaan abad kedua puluh M.
Kerajaan Turki Utsmani turut perang bersama Jerman melawan Inggris dan
Prancis dalam Perang Dunia ke-satu, tetapi mengalami kekalahan. Di sini
berakhirlah wujud Kerajaan Turki Utsmani dan sekaligus berakhir pula masa
adikuasa Islam, untuk selanjutnya diganti oleh adikuasa dunia Barat.
Kekayaan yang melimpah membuat Eropa semakin kuat baik dalam
politik, ekonomi, bahkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Akibatnya, timbul tekanan Barat terhadap umat Islam. Semakin hari umat Islam
dibuat lemah oleh Barat. Di kemudian hari, lahirlah upaya-upaya pembaruan
atau modernisme di dunia Islam. Namun, mereka tetap belum mampu mengejar
ketinggalan mereka dari Barat; dan akhirnya malah terjadi kolonialisme di
beberapa wilayah yang mayoritas penduduknya umat Islam, misalnya
Indonesia, Malaysia, India, Siria, dan Lebanon.
I. Sunnatullah
Sungguh, keadaan umat Islam yang jauh tertinggal oleh bangsa-bangsa
lain memang sangat memilukan. Namun barangkali tida perlu disesali
sedemikian rupa sehingga kita kehilangan kemampuan melihat ke depan
dengan penuh harapan. Kemunduran dunia Islam dapat dilihat sebagai wujud
operasi Sunnatullah. Salah satu unsur penting hukum itu ialah adanya prinsip
perputaran (mudawalah). Yaitu, prinsip bahwa nasib umat manusia, tinggi dan
rendah, terjadi secara berputar dan bergilir antara mereka, sehingga suatu
bangsa atau umat adakalanya berada di atas (menang, unggul, maju, dll.) dan
juga adakalanya di bawah (kalah, merosot, terbelakang, dll.), sebagaimana
yang dikemukakan Allah Swt, dalam al-Qur’an Surah, al-Imran, [3]: 140-141
sebagai berikut;
“Jika luka (kesusahan) menimpa diri kamu, maka (ketahuilah) bahwa luka
yang sama telah menimpa pula golongan yang lain. Dan begitulah hari (hisab)
kami buat berputar di antara manusia, agar Allah memeriksa orang-orang yang
beriman dan mengangkat mereka sebagai saksi-saksi. Allah tidak suka kepada
orang-orang yang zalim. Dan juga agar Allah membersihkan mereka yang
beriman, dan membinasakan orang-orang yang menentang kebenaran (kafir).”
(QS. al-Imran, [3]: 140-141).

Demikianlah gambaran umat Islam yang mengalami kemunduran tidak


hanya dalam bidang pendidikan dan pemikiran tetapi juga pada aspek-aspek
lainnya, seperti keagamaan, kemasyarakatan, politik, dan ekonomi- dan yang
lebih menyedihkannya lagi umat Islam terjebak dalam kehidupan yang statis,
jumud, dan terbelakang.

2.3 Perlunya Pemurnian dan Pembaharuan

Mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad
inilah daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di
Timur Melalui Pesia sampai India.
Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan di
Madinah, kemudian di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Dabad ini lahir para
pemikir dan ulama besar seperti ;Maliki, Syafi’I, Hanafi, dan Hambali.
Dengan lahirnya pemikiran para ulama besar itu, maka ilmu pengetahuan lahir dan
berkembang dengan pesat sampai ke puncaknya, baik dalam bidang agama, nono
agama maupun dalam bidang kebudayaan lainnya.
Memasuki benua Eropa melalui Spanyol dan Sisilia, dan inilah yang menjadi dasar
dari ilmu pengetahuan yang menguasai alam pikiran orang barat (Eropa) pada abad
selanjutnya.
Di pandang dari segi sejarah kebudayaan, maka maka tugas memelihara dan
menyebarkan ilmu pengetahuan itu tidaklah kecil nilainya dibanding dengan
mencipta ilmu pengetahuan.
Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan
kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap
orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran.
Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam
maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena
itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad,
tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang
berusaha memberantas kejumudan.
Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan
mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan,
karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk
mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan pembaharuan.
Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. Dengan
adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran
dibandingkan dengan Barat, terutama sekali ketika terjadinya peperangan antara
kerajaan Usmani dengan negara-negara Eropa, yang biasanya tentara kerajaan
Usmani selalu memperoleh kemenangan dalam peperangan, akhirnya mengalami
kekalahan-kekalahan di tangan Barat, hal ini membuat pembesar-pembesar Usmani
untuk menyelidiki rahasia kekuatan militer Eropa yang aru muncul. Menurut
mereka rahasianya terletak pada kekuatan militer modern yang dimiliki Eropa,
sehingga pembaharuan dipusatkan di dalam lapangan militer, namun pembaharuan
di bidang lain disertakan pula.

2.4 Tokoh-tokoh Pembaharu dalam Dunia Islam

1. AL- TAHTAWI

A. Biografi
Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi adalah pembawa pemikiran pembaharuan yang
besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke sembilan belas di Mesir.
Dalam gerakan pembaharuan Muhammad Ali Pasya, at-Tahtawi turut
memainkan peranan.
Ia lahir pada tahun 1801 di Tahta, suatu kota yang terletak di Mesir bagian
selatan, dan meninggal di Cairo pada tahun 1873. Ketika Muhammad Ali
mengambil alih seluruh kekayaan yang dikuasai itu, ia terpaksa belajar di masa
kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun ia pergi
ke Cairo untuk belajar di al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia selesai
dari studinya di al-Azhar pada tahun 1922.
B. Pemikiran-pemikiran Pembaharuan.
1. Jika umat Islam ingin maju harus belajar ilmu pengetahuan sebagaimana
kemajuan yang terjadi Barat (Eropa). Untuk itu umat Islam harus berani
belajar dari Barat.
2. Negara yang baik adalah Negara yang pandai meningkatkan ekonomi rakyat,
sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Fir’aun.
3. Kekuasaan Raja sangat absolut, sehingga perlu dibatasi oleh Undang-undang
Syariat yang yang dipimpin oleh majlis syura (ulama). Oleh karena antara Raja
dengan ulama harus bisa berunding untuk melaksanakan hukum syariat.
4. Umat Islam harus menguasai bahasa asing jika ingin maju di samping bahasa
Arab. Bahasa Arab adalah berfungsi untuk memahami al-Qur’an dan al-Hadits,
bahasa asing berfungsi untuk menerjemahkan dan memahami ilmu dan
peradaban Barat.
5. Ulama Islam harus memahami ilmu-ilmu pengetahuan modern jika tidak ingin
umat Islam ketinggalan.
6. Umat Islam tidak boleh bersikap fatalis (pasrah dengan keadaan) tanpa berusaha
sekuat tenaga untuk mencapai cita-cita.
IR. SOEKARNO

A. Biografi
Ir. Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo pada tanggal 6 Juni 1901
di Blitar, Jawa Timur. Ayahnya bernama Raden Sukemi Sosrodihardjo, seorang guru di
Surabaya. Ibunya berasal dari Bali. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di
Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama
Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya. Di sana Soekarno
banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin
Tjokroaminoto saat itu.
Soekarno seorang pribadi yang lengkap. Namanya harum di mana-mana. Soekarno
tercacat sebagai salah satu fragmen dari “The founding father” Indonesia. Sikap
revolusioner, berwibawa, tegas dan didukung pula oleh pemikiran yang brilian
menempatkan beliau pada posisi penting dalam sejarah pemikiran politik Indonesia.
Hasilnya, lahir ide besar “Nasionalisme Indonesia”. Menurut Soekarno, seorang
nasionalis sejati adalah orang yang bersedia berbakti dan memperbaiki nasib kaum kecil
dari segala kemelaratan serta melindungi rakyat dari penindasan.

B. Pemikiran-pemikirannya.
Nasionalisme khas Indonesia, Soekarno menyebutnya dengan Marhaenisme.
Marhaenisme adalah azas yang menghendaki susunan masyarakat dan negeri di dalam
segalanya. Marhaenisme harus diperjuangkan secara revolusioner, Sehingga cara
perjuangannya menghendaki hilangnya kapitalisme dan imperialisme di bumi Nusantara.
Marhaenisme lahir ketika Soekarno berumur 20 tahun. Pada waktu ia sedang enggan
pergi kuliah dan bersepeda memutari Bandung Selatan, dan bertemu dengan seorang
petani miskin bernasib malang bernama Marhaen. Terjadilah percakapan antara Soekarno
dengan petani tersebut. Pembicaraan berbentuk imajiner, sehingga dari kejelian Soekarno
dalam melihat realitas sosial masyarakat Indonesia, maka kemudian lahirlah ideologi
Marhaenisme khas Indonesia.
Marhaenisme bertujuan untuk mengangkat derajat manusia. Marhaenisme adalah
sosialisme-praktikal, dan tidak ada penghisapan tenaga seseorang terhadap orang lain.
Soekarno juga mengatakan bahwa petani-petani menggarap sebidang tanah yang tidak
luas. Mereka korban dari sistem feodal, di mana mulanya petani diperas oleh bangsawan
sampai ke anak cucunya selama berabad-abad. Rakyat non petani pun menjadi korban
dari imperialisme perdagangan Belanda. Nenek moyangnya dipaksa bergerak di bidang
usaha kecil. Rakyat yang menjadi korban ini meliputi hampir seluruh penduduk
Indonesia. Marhaen bukan hanya kaum petani Proletar (kaum buruh) saja, tetapi kaum
proletar dan kaum tani melarat Indonesia lainnya. Seperti pedagang kecil, kaum ngarit,
kaum tukang kaleng, tukang grobak, kaum nelayan dan lain-lainnya.
Pemikiran nasionalisme Soekarno berbeda dengan nasionalisme yang berkembang di
dunia Barat. Nasinalisme Barat mengecualikan pihak-pihak yang tidak sepaham dan
terlibat, namun Nasionalisme Soekarno adalah Nasiolisme khas Timur, yaitu nasionalime
yang bersatu dan bersama rakyat untuk membebaskan dari segala bentuk penindasan.
Nasionalisme menurut Soekarno merupakan pilar kekuatan bangsa-bangsa terjajah untuk
memperoleh kemerdekaannya. Dengannya, rakyat Indonesia dapat memenuhi syarat-
syarat hidup merdeka baik bersifat kebendaan maupun spiritual.

Jamaluddin al-Afghani (1839-1897)


A. Biografi
Jamaluddin al-Afghani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang
tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah-pindah dari satu negara Islam ke negara Islam
lain. Ia lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal pada tahun tahun 1897 di
Istanbul, Turki. Ia banyak berkiprah dalam pembaharuan yang lebih terfokus pada dalam
bidang politik di samping persoalan keagamaan.
B. Pemikiran-pemikiran pembaharuannya.
1. Islam adalah agama yang sesuai dengan segala keadaan dan waktu. Islam merupakan
agama yang mengajarkan dinamisme dalam berfikir dan berperilaku yang sesuai
dengan ajaran Islam.
2. Islam bukanlah agama yang mengajarkan faham fatalis dan statis
3. Qadla dan Qadar Allah sesungguhnya merupakan sesuatu yang terjadi karena sebab
musabab, bukan semata-mata langsung dari Tuhan. Artinya, bahwa manusia bisa
menentukan taqdirnya sendiri melalui usaha yang maksimal.
4. Lemahnya persaudaraan di kalangan umat Islam juga menyebabkan umat Islam
mundur, dari kalangan awam sampai ulama hingga raja tidak ada lagi rasa
persaudaraan, sehingga umat Islam lemah tidak memilki kekuatan untuk maju
bersama.
5. Sistem pemerintahan otokrasi harus diganti dengan demokrasi yang berdasarkan
musyawarah.
6. Umat Islam di setiap Negara harus membangun semangat nasionalisme dan
internasionalisme agar umat Islam dapat bersatu. Hanya dengan persatuan umat
Islamlah, Islam dapat berkembang dan maju, tetapi tanpa persatuan di kalangan
umat Islam mustahillah kemajuan dapat diraih.

K.H AHMAD DAHLAN


A. Biografi
K.H. Ahmad Dahlan nama kecilnya Muhammad Darwis putra K.H. Abu Bakar, lahir
tahun 1285 H / 1869 di Kauman Yogyakarta. Kedudukan ayahnya sebagai penghulu
Kraton dan khatib Masjid Agung Yogyakarta.
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi yang bertujuan, ‘anyebaraken piwucalipun
Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Wonten ing karesidenan Ngayogyokarto”. Sesuai dengan
tujuan ini, nama yang dianggap tepat bagi organisasi ini adalah “Muhammadiyah” yang
artinya umat Muhammad. Organisasi ini didirikan pada tanggal 18 Dzulhijjah 1330 H
bertepatan dengan 12 Nopember 1912 M. di Yogyakarta.
B. Pemikiran-pemikirannya
1. Berkaitan dengan sosial kemasyarakatan yang ada di Jawa khususnya, Ahmad Dahlan
menawarkan 3 konsep pemikiran, yaitu modernisme, tradisionalisme dan jawanisme.
Menghadapi modernisme Dahlan menyikapinya dengan mendirikan sekolah-sekolah
model Barat. Tradisionalisme disikapi Ahmad Dahlan dengan metode tabligh, yaitu
mengunjungi murid-muridnya untuk melakukan pengajian, ini merupakan perlawanan
terhadap pemujaan tokoh dan perlawanan terhadap mistisisme agama yang
bertentangan ajaran Islam. Sedangkan dalam menghadapi jawanisme, Ahmad Dahlan
menyikapinya dengan metode positive action yang mengedepankan amar ma’ruf nahi
munkar. Dengan metode ini Ahmad Dahlan menekankan bahwa keberuntungan hidup
semata-mata kehendak Tuhan yang diperoleh manusia melalui shalat, bukan melalui
jimat, pengeramatan kuburan, dan tahayul.
2. Pembaharuan Islam dilakukan melalui agenda perbahan sosial dengan metode ijtihad
dan tajdidnya. Ahmad Dahlan dalam melakukan proses ijtihad tanpa harus
memperhatikan berbagai persyaratan yang ketat bagi seorang mujtahid. Hal penting
dalam berijtihad adalah berpedoman kepada al-Qur’an dan al-Hadits.
3. Melakukan perbaikan kehidupan masyarakat Jawa agar sesuai dengan pemahaman
Islam yang benar yaitu kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits, pemurnian ajaran
tauhid dan tidak beriman secara taqlid.

K.H. HASYIM ASY’ARI


A. Biografi
K.H. Hasyim Asy’ari nama aslinya adalah Muhammad Hasyim, lahir di Demak pada
tahun 1876 M. Dilihat dari silsilah, dapat diketahui bahwa M. Hasyim berasal dari
keluarga dan keturunan pesantren yang terkenal. Pendidikan ke berbagai pesantren
ditempuh Muhammad Hasyim mulai beranjak usia lima belas tahun, berpindah dari satu
pesantren ke pesantren lain di Jawa dan Madura. Dikabarkan bahwa beliau pernah belajar
bersama-sama dengan K.H. Ahmad Dahlan di Semarang sebagai kawan sekamar.
Muhammad Hasyim selama tujuh tahun bermukim di Mekkah, di antaranya berguru
kepada Syeikh Mahfudz Al-Tarmisi (ahli Hadits) dan Syeikh Ahmad Khatib
Minangkabau. Dari berbagai perjalanan mencari ilmu dari pesantren ke pesantren baik
Indonesia maupun luar negeri pengetahuannnya pun semakin luas. Oleh karena itu, dada
Muhammad Hasyim telah dipenuhi ilmu agama, sehingga beliau diberi gelar Kiai.
Muhammad Hasyim mendirikan organisasi yang bernama “Nahdlatul Ulama”
(Kebangkitan Ulama) yang didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 M./ 16 Rajab 1344 H.
Berdirinya organisasi NU ini dilatarbelakangi berdirinya “Komite Hijaz” yang mengutus
delegasinya ke Mekah untuk mewakili kepentingan-kepentingan tradisional dalam
muktamar Alam Islami kedua tahun 1926 yang diselenggarakan di Saudi Arabia. Komite
mengurtus delegasi yakni K.H. Bisri Syamsuri dan K.H. R. Asnawi untuk pergi ke tanah
Hijaz, tapi kemudian gagal dilakukan karena keduanya ketinggalan kapal. Sebagai
gantinya Komite Hijaz mengawatkan melalui telegram empat pesan untuk Raja Ibnu
Saud, yaitu :
1. Meminta Raja Ibnu Saud untuk tetap memberlakukan kebebasan bermazhab empat;
2. Memohon tetap diresmikannya tempat-tempat bersejarah yang telah diwakafkan untuk
masjid, seperti kelahiran Siti Fatimah dan Khoizyran;
3. Memohon agar disebarkan ke seluruh dunia setiap tahun sebelum datangnya bulan
haji mengenai hal ihwal haji, seperti ongkos haji dan syeikh haji;
4. Memohon semua hukum yang berlaku di Hijaz ditulis sebagai Undang-Undang,
supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum tertulis.

B. Pemikiran-pemikirannya
1. Berusaha melestarikan ajaran Islam berhaluan Ahlussunnah wal jamaah yang
bermazhab, dalam bidang theologi bermazhab kepada Abu Hasan Asy’ari dan Abu
Manshur al-Maturidi, dan bidang fiqh (hukum) bermazhab kepada 4 mazhab, yaitu
Abu Hanifah, Anas bin Malik, Muhammad Idris As Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal,
dan bidang tasawuf mengikuti tasawuf Imam Ghazali dan bidang tihariqah mengikuti
Thariqoh Qadariyah dan Naqsabandiyah.
2. Melestarikan budaya dan adat istiadat yang memiliki kemanfaatan serta yang tidak
bertentangan dengan aqidah islamiyah.
3. Ijtihad telah tertutup, dengan alasan persyaratan untuk menjadi seorang mujtahid harus
memilki persyaratan yang cukup berat dan permasalahan hukum telah cukup
betittiba’/taqlid kepada 4 mazhab
4. Di bidang pendidikan NU banyak mengelola pesantren sebagai basis perjuangan
mengusir penjajah di samping sebagai tempat menuntut ilmu agama.
5. Selain pesantren NU juga mendidrikan madrasah-madrsah, sebagai upaya
pengembangan kemajuan terhadap system pesantren.

MUHAMMAD ABDUH

A. Biografi
Ia lahir di suatu desa (tidak jelas nama desanya) pada tahun 1849 M. Bapak
Muhammad Abduhbernama Abduh Hasan Khaerullah, berasal dari Turki yang telah
lama tinggal di Mesir. Ibunya menurut riwayat berasal dari bangsa Arab yang
silsilahnya meningkat sampai kepada Umar bin Khattab.
B. Pemikiran-pemikirannya
Faktor penyebab terjadinya kemunduran di kalangan umat Islam adalah :
1 Paham jumud, yaitu paham yang beku, tidak berkembang, statis di kalangan umat
Islam. Paham ini berpendapat, bahwa dalam ajaran Islam tidak perlu lagi didakan
perubahan-perubahan sebab sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun-
temurun.
2 Faham fatalis (jabbariyah), yaitu bahwa nasib manusia itu secara mutlak sudah
ditentukan oleh Allah SWT, sehingga manusia tidak perlu untuk merubahnya. Sikap
fatalis ini sudah mewabah di kalangan umat Islam sebagai akibat faham tasawuf yang
keliru yang berkembang sejak abad 11- 13 M. Umat Islam melakukan tasawuf karena
sikap frustasi dan putus asa sebagai akibat kekalahan politik umat Islam, terutama
sejak hancurnya Baghdad pada abad XIII. Akibat dari perilaku tasawuf ini, umat
Islam tidak lagi mencintai ilmu pengetahuan sebagaimana pernah terjadi pada abad II
hijriyah ( abad VII M).
3 Paham taqlid yang sudah mewabah di kalangan umat Islam. Paham taqlid ini
diakibatkan karena fanatik yang membabi buta terhadap mazhab, akibat dari paham
taqlid ini mengakibatkan umat Islam tidak memiliki semangat untuk berijtihad, dan
umat Islam menjadi terpecah-pecah dan sulit untuk disatukan kembali menjadi
ummatan wahidah.
4 Umat Islam sudah tidak lagi memfungsikan peran akal secara maksimal, sehingga
umat Islam lebih banyak tunduk pada keadaan dan pasrah kepada nasib. Menurut
Muhammad Abduh, banyak sekali dalam ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kepada
umat Islam untuk menggunakan akalnya. Dari lemahnya akal ini mengakibatkan umat
Islam mundur peradabannya dan tidak berdaya menghadapi kemajuan ilmu
pengetahuan yang berkembang di dunia Barat (Perancis dan Inggris).
C. Problem solving :
Untuk memecahkan permasalahan umat Islam yang harus dilakukan adalah :
5 Membangkitkan kembali semangat ijtihad yang telah teetutup. Dengan ijtihad
ummat Islam bekembang ilmu pengetahuan dan peradabannya.
6 Menghilangkan sikap fatalis (pasrah) pada keadaan di kalangan umat Islam, sebab
Allah telah mencipakan akal yang memilki kemauan bebas (free will) dan free act
(bebas berbuat) berdasarkan hukum sunnatullah (hukum sebab akibat).
7 Ummat Islam harus menguasai ilmu dunia sebagaimana Barat sehingga ummat
Islam akan mengalami kemajuan dan kemenangan.
8 Muhammad Abdul Wahhab (1703-1787)

A. Biografi
Muhammad Abdul Wahhab dilahirkan di daerah Najd Saudi Arabia. Setelah
menyelesaikan pelajarannya di Madinah ia pergi merantau ke Basrah dan tinggal di kota
ini selama empat tahun. Selanjutnya ia pindah ke Baghdad dan di sini ia memasuki hidup
perkawinan dengan seorang wanita kaya. Lima tahun kemudian, setelah isterinya
meninggal dunia, ia pindah ke Kurdistan, selanjutnya ke Hamdan dan ke Isfahan. Di kota
yang tersebut akhir ini ia sempat mempelajari falsafat dan tasawuf. Setelah bertahun-
tahun merantau ia akhirnya kembali ke tempat kelahirannya di Nejd.
B. Ajaran dan Pemikiran-pemikirannya
Ajaran serta pemikiran Muhammad Abdul Wahhab yang paling mendasar dalam
Islam adalah persoalan tauhid.
1. Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah dan orang yang menyembah selain
Allah telah menjadi musyrik, dan halal darahnya (boleh dibunuh).
2. Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut faham tauhid yang sebenarnya karena
mereka meminta pertolongan bukan lagi dari Allah, tetapi dari syeikhatau wali dan
dari kekuatan gaib. Orang Islam demikian juga telah menjadi musyrik.
3. Menyebut nama Nabi, syeikh atau malaikat sebagai perantara doa (permohonan) juga
syirik.
4. Meminta syafaat selain dari Tuhan adalah syirik.
5. Bernazar kepada selain dari Tuhan juga syiirk.
6. Memperoleh pengetahuan selain dari al-Qur’an, hadits dan qiyas (analogi) merupakan
kekufuran.
7. Tidak percaya kepada qadla dan qadar Allah juga merupakan kekufuran.
8. Demikian pula menafsirkan al-Qur’an denganta’wil (interpretasi bebas) adalah kafir.
Adapun pemikiran-pemikiran Muhammad Abdul Wahhab yang memiliki pengaruh
pada perkembangan pemikiran pembaharuan di abad kesembilan belas adalah sebagai
berikut :
1. Hanya al-Qur’an dan al-Haditslah yang merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran
Islam. Pendapat para ulama bukan merupakan sumber.
2. Taqlid kepada ulama tidak dibenarkan.
3. Pintu ijtihad tetap terbuka dan tidak tertutup.

PEMBAHARUAN DI TURKI
(MUSTAFA KEMAL)

1. Biografi
Mustafa lahir pada di Salonika (Turki) pada tahun 1881 M. Ia diberikan gelar
Attartuk yang artinya Bapak Turki. Gelar itu diperoleh karena ia telah menyelamatkan
bangsa Turki dari penjajahan Barat yaitu, Yunani yang dibantu oleh tentara sekutu
(Inggeris, Perancis dan Amerika), yang mendarat di Turki pada tanggal 15 Mei 1919
M.
Kelahiran Mustafa Kemal merupakan kebangkitan baru bagi bangsa Turki
untuk mengusir penjajah dari bumi Turki. Di samping itu ia telah mengembalikan
kejayaan bagi Kerajaan Turki Usmani yang waktu itu dipimpin oleh Sultan Abdul
Hamid II. Abdul Hamid II adalah sosok sultan yang diktator, namun kekuasaannya
tidak memiliki pengaruh apa-apa bagi kemajuan bagi bangsa Turki, sebab ia hanyalah
boneka yang merupakan tangan panjang penjajah bangsa Barat.
Untuk melawan Sultan Abdul Hamid II, ia bersama dengan teman-temannya
( Ali Fuad, Rauf, dan Refat), mendirikan perkumpulan rahasia yang bernama Vatan ve
Hurriyetyang berarti : Tanah Air dan Kemerdekan. Perkumpulan ini merupakan cikal
bakal lahirnya Partai Nasionalis di Turki.
2. Pergerakan dan Pemikirannya.
a. Pergerakan Mustafa Kemal
Setelah Mustafa Kemal menjadi seorang pemimpin dalam Partai
Nasionalis Turki, untuk melawan Sultan Abdul Hamid II, ia mendirikan
Pemerintah Tandingan di Anatolia. Ia dan kawan-kawan mengeluarkan maklumat
yang berisi tentang pernyataan-pernyataan sebagai berikut :
1. Kemerdekaan Tanah Air dalam keadaan bahaya
2. Pemerintah di ibu kota berada di bawah kekuasaan sekutu dan oleh karena itu
tidak dapat menjalankan tugas.
3. Rakyat Turki harus berusaha sendiri untuk membebaskan tanah air dari
kekuasaan asing.
4. Gerakan-gerakan pembela tanah air yang telah ada harus dikordinir oleh suatu
panitia nasional pusat.
5.. Untuk itu harus diadakan konggres.
Atas usaha Mustafa Kemal dan teman-temannya itu dapat dibentuk
Majlis Nasional Agung di tahun 1920. Dalam sidang di Ankara yang sekarang
menjadi ibu kota Republik Turki ia dipilih sebagai Ketua. Dalam siding itu
diputuskan hal-hal sebagai berikut :
1 Kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat Turki, bukan lagi di tangan
sultan.
2 Majlis Nasional Agung merupakan perwakilan rakyat tertinggi.
3 Majlis Agung Nasional bertugas sebagai badan legislatif dan eksekutif.
4 Majlis Negara yang anggotanya dipilih dari Majlis Agung Nasional akan
menjalankan tugas pemerintah.
5 Ketua Majlis Agung Nasional merangkap jabatan Ketua Majlis Negara.
Demikianlah, Mustafa Kemal dan teman-temannya dari golongan
nasionalis bergerak terus dan dengan perlahan-lahan dapat menguasai situasi,
sehingga akhirnya Sekutu terpaksa mengakui mereka sebagai penguasa de
factodan dejure di Turki. Pada tanggal 23 Jui 1923 ditanda tangani Perjanjian
Lausanue, dan pemerintahan Mustafa Kemal mendapat pengakuan
Internasional..
b. Pemikiran-pemikirannya.
Dalam pemikiran tentang pembaharuan Mustafa Kemal dipengaruhi bukan
oleh ide nasionalisme Turki saja, tetapi juga oleh ide golongan Barat. Turki dapat
maju hanya dengan meniru Barat. Setelah perjuangan kemerdekaan selesai,
demikian Mustafa Kemal, perjuangan baru mulai, yaitu perjuangan untuk
memperoleh dan mewujudkan peradaban Barat di Turki. Peradaban Barat akan
diambil bukan hanya sebagian, tetapi dalam keseluruhannya.
Di antara pemikiran-pemikirannya adalah :
1). Perlu dihapuskannya jabatan Khalifah diganti dengan jabatan Presiden yang
dipilih oleh rakyat.
2). Negara tidak ada lagi hubungannya dengan agama.
Sembilan tahun kemudian, yaitu setelah prinsip sekulerisme dimasukkan
ke dalam Konstitusi di tahun 1937, barulah Republik Turki dengan resmi
menjadi Negara sekuler.

RASYID RIDLO

A. Biografi
Rasyid Ridla adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia lahir pada
tahun 1865 M. di desa Al-Qalamun Libanon. Menurut riwayat ia berasal dari
keturunan AL-Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu ia selalu
memakai gelar Al- Sayyid di depan namanya
B. Pemikiran-pemikirannya
Pemikiran Rasyid Ridla tidak jauh berbeda dengan sang guru (Muhammad
Abduh). Menurut pendapat Rasyid Ridla, bahwa yang menyebabkan kemunduran
umat Islam adalah sebagai berikut :
1. Tidak adanya semangat pemikiran dan penelitian ( ijtihad) di kalangan
umat Islam secara dinamis. Umat Islam beranggapan bahwa pintu ijtihad
telah tertutup. Hilangnya semangat ijtihad ini bertentangan dengan hukum
sunnatullah yang selalu berkembang dan tidak pernah berhenti Ajaran Islam
yang tidak boleh dirubah adalah mengenai masalah ibadah, yang secara tegas
sudah diatur secara jelas, (ibadah mahdlah). Akan tetapi mengenai persoalan
muamalah (hubungan manusia dengan yang lain) seperti : ekonomi, sosial,
ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, dll, akan selalu berkembang sesuai
dengan kemajuan zaman. Oleh karena itu, fiqh yang menyangkut persoalan
kehidupan manusia dalam masyarakat tadi selalu membutuhkan ketetapan
hukum baru yang bersumber pada ijtihad.
2. Faham fatalis ( jabbariyah), yaitu bahwa nasib manusia itu secara
mutlak sudah ditentukan oleh Allah SWT, sehingga manusia tidak perlu
untuk merubahnya. Sikap fatalis ini sebagai akibat tidak difungsikannya
peran akal secara maksimal. Menurut Rasyid Ridla, akal adalah hidayah
Allah ( disamping wahyu) yang berfungsi untuk mencari kebenaran terhadap
ayat-ayat Allah, baik ayat yang tertulis (Al-Qur’an) maupun ayat-ayat
kauniyyah(alam semesta). Jika akal ini difungsikan oleh umat Islam, maka
akan melahirkan segudang ilmu pengetahuan dan peradaban yang tinggi.
Tetapi sebaliknya, jika peran akal diabaikan maka akan terjadi kejumudan
(kebekuan) di kalangan umat Islam.
3. Untuk mewujudkan kejayaan ummat Islam perlu digalang persatuan umat
Islam, dan agar persatuan umat Islam terwujud perlu dibentuk khilafah
islamiyah. Rasyid Ridla tidak sependapat dengan gurunya (Muhammad
Abduh) yang terlalu liberal (bebas) dan kebarat-baratan. Rasyid Ridla juga
tidak sependapat dengan paham nasionalime yang berkembang di Negara
Islam (terutama di Turki). Sebab nasionalisme tidak dikenal dalam Islam.
Menurut Rasyid Ridlo, apa yang berkembang di Barat sesungguhnya sudah
ada dalam Al-Qur’an, tinggal bagaimana umat Islam mengamalkan ajaran
Islam secara kaffah. Menurut Rasyid Ridla, nasionalisme hanya akan
melumpuhkan semangat persatuan dan kesatuan umat Islam. Selain itu, ia
berpendapat bahwa yang membuat umat Islam mundur, disebabkan karena
berkembangnya paham-paham mistisisme dan sufisme yang bertentangan
dengan ruh Al-Qur’an. Berkembangnya paham-paham itu membuat umat
Islam tidak semangat untuk mempelajari dan mengkaji nilai-nilai Al-Qur’an
yang bersifat universal dan up to date (modern).

SAYYID AHMAD KHAN


A. Biografi Singkat
Ia lahir di Delhi pada tahun 1817 dan menurut keterangan berasal dari
keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad saw melalui Fatimah dan Ali. Ia mendapat
pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama dan di samping bahasa Arab, ia juga
belajar bahasa Persia. Ia orang yang rajin membaca buku dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Sewaktu berusia depalan belas tahun ia masuk bekerja pada Serikat
India Timur, kemudian ia bekerja pula sebagai hakim. Tetapi di tahun 1846 ia pulang
kembali ke Delhi untuk meneruskan studi.
B. Pemikiran-pemikiran Pembaharuan
1. Bidang Politik :
a. Peningkatan kemajuan umat Islam di India dapat diwujudkan bukan melawan
penjajah Inggris, tetapi harus bekerja sama dengan Inggris sebagaimana yang
dilakukan umat Hindu.
b. Umat Hindu lebih maju peradabanya dari pada umat Islam sebab umat Hindu
lebih senang bekerja sama dengan Inggris.
c. Inggris maju dalam hal peradabannya karena lebih menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi, oleh karena itu umat Islam harus belajar Iptek dari penjajah
Inggris.
d. Memberontak atau melawan Inggris tidak ada artinya apabila umat Islam belum
mampu melawan.
e. Berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa umat Islam bukan musuh tetapi
umat yang cinta damai.
f. Umat Islam adalah satu umat yang tidak dapat membentuk suatu Negara dengan
umat Hindu, oleh karena itu umat Islam harus memiliki Negara sendiri.
2. Bidang agama :
a. Umat Islam mundur dikarenakan faham fatalist (jabbariyah), yaitu paham
bahwa nasib manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sehingga manusia tidak
sanggup merubahnya. Akibat dari paham ini menyebabkan umat Islam tidak
memiliki kemauan keras untuk maju, pasrah tanpa usaha serta lebih senang
menyerahkan persoalannya kepada Tuhan. Padahal Tuhan telah memberikan
akal dan potensi lain yang dianugerahkan kepada manusia untuk mencapai
kemjuan-kemajuan.
b. Sebenarnya manusia diberikan kebebasan untuk memaksimalkan peran akalnya
(free will) dan berbuat sesuatu secara bebas (free act) namun tetap dalam
koridor tauhid kepada Allah dan tidak bertentangan dengan hukum Allah.
c. Kebebasan dalam berfikir umat Islam terhenti karena pendapat, bahwa pintu
ijtihad telah tertutup. Akibat dari pendapat ini umat Islam tidak memiliki
gairah untuk menemukan teori-teori baru melalui jalan ijtihad sebagaimana
telah terjadi pada abab II H, di mana umat Islam pernah mencapai kejayaan di
semua bidang pengetahuan.
d. Dalam kehidupan ini, Allah telah menentukan hukum alam (nature law) yang
telah ditetapkan sesuai kehendaknya. Hukum itu berupa hukum sebab akibat
yang berlaku bagi setiap orang /manusia. Dalam menentukan hukum alam ini ,
manusia diberikan kebebasan untuk memilih (ikhtiyar) antara baik atau jelek,
dan antara maju atau mundur.

MUHAMMAD IQBAL

A. Biografi Singkat

Muhammad Iqbal adalah The founding father of Pakistan (Bapak pendiri


Pakistan), seorang filosof serta penyair. Ia berasal dari keluarga golongan menengah
di Punjab dan lahir di Sialkot pada tahun 1876. Untuk meneruskan studi ia kemudian
pergi ke Lahore dan belajar di sana sampai ia memperoleh gelar kesarjanaan MA. Di
kota itulah ia berkenalan dengan Thomas Arnold, seorang Orientalis, yang menurut
keterangan, mendorong pemuda Iqbal untuk melanjutkan studi di Inggris. Di tahun
1905 ia pergi ke Negara ini dan masuk ke Universitas Cambridge untuk mempelajari
filsafat, Dua tahun kemudian dia pindah ke Munich di Jerman, dan di sinilah ia
memperoleh gelar Ph.D (Philosophy of Doctor) dalam tasawuf. Tesis doctoral yang
dimajukannya berjudul : The Development of Metaphyscs in Persia.

Pada tahun 1908 ia berada kembali di Lahore dan di samping pekerjaannya


sebagai pengacara ia menjadi dosen falsafat. Bukunya The Reconstruction of Religius
Thought in Islam adalah hasil ceramah-ceramah yang diberikannya di beberapa
universitas di India.

B. Pemikiran-pemikirannya

1. Bidang agama

a. Ajaran Islam itu bersifat dinamis tidak statis. Dalam Islam ada ungkapan :
“ Al- Islam shalih li kulli zaman wa makan” (Islam itu fleksibel dalam sitiuasi
dan kondisi apapun).
b. Barat maju karena pemikiran Barat selalu dinamis, tidak pernah berhenti.
Barat sangat cinta ilmu pengetahuan dan senantiasa berijtihad (mengadakan
research/penelitian).
c. Umat Islam agar senantiasa menciptakan ide-ide baru dalam dunia baru,
tidak boleh pasrah terhadap keadaaan dan tidak boleh lama-lama tidur. Umat
Islam harus bangkit dari tidurnya. Dalam pandangan Iqbal, bahwa orang kafir
yang aktif lebih baik dari pada muslim yang suka tidur. (pemikirannya serta
malas usaha).
2. Bidang Politik :
a. Umat Islam bisa maju harus hidup dalam satu ikatan umatan wahidah,
yaitu adanya Pemimpin Islam dunia untuk menyatukan umat Islam.
b. Iqbal menolak nasionalisme Barat yang membuat umat Islam terpecah-
pecah menjadi negara –negara kecil. Negara boleh beda, tetapi bangsa
tetap satu yaitu umat Islam.
c. Iqbal menolak kapitalisme dan imperialisme Barat yang
menyengsarakan bangsa-bangsa, sebaliknya Iqbal lebih tertarik sosialisme
yang berkembang di Barat, sebab sosialisme identik bahkan sebagian dari
ajaran Islam.
d. Nasionalisme yang berkembang di India yang terdiri dari dua kekuatan
yaitu Islam dan Hindu ia setuju, tetapi sulit untuk diwujudkan. Oleh
karena itu ia berpendapat bahwa umat Islam di India harus memilih antara
tetap hidup di India dengan tetap menjadi kaum minoritas, atau
memisahkan diri dari India dengan memiliki Negara dan kekuasaan
sendiri. (ini merupakan embrio kelahiran Negara Pakistan).

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung
berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak didik. Keluarga adalah wadah
yang pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam.
2. Sekolah adalah lanjutan dari pendidikan keluarga yang mendidik lebih fokus,teratur
dan terarah.
3. Pendidikan masyarakat merupakan pendidikan anak yang ketiga setelah sekolah.
Peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah bagaimana masyarakat bisa
memberikan dan menciptakan suasana yang kondusif bagi anak, remaja dan pemuda
untuk tumbuh secara baik.

B. SARAN
Kami bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Kami akan
menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki
makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat kami selesaikan dengan
hasil yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

http://mukhamadumar.blogspot.co.id/2013/12/para-tokoh-pembaharuan-
dalam-dunia-islam.html

Ahmad Syalabi, al-Mujtama’ Islami,Kairo: Maktabah an-Nahdhoh Mishriyah, 1958

Ahmed, Akbar S., Discovering Islam, Making Sense of Muslim History and Society,
Terjemah, Zulfahmi Andri, New Delhi: Vistaar Publication, 1990

Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, Cet. I, 1997.

al-Andalusi, Sha’id, Kitab Thabaqat al Umam, ed. L. Cheiko, Beirut: al-


Mathba’at al-Katsulikiyah, 1912.

al-Asyqar, Umar Sulayman, Tarikh al-Fiqh al-Islamiy, Kuwait: Maktabah al-Falah, Cet. I,
1982.

Madid, Nurcholis, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina, Cet. I, 1997.

Nasution, Harun, Islam Rasional, Bandung: Mizan, Cet. I, 1996.

Raliby, Osman, Ibnu Chaldun tentang Masyarakat dan Negara, Jakarta:


Bulan Bintang, Cet. I, 1961.

Sunandari, Muhammad, “Konsep Da’wah Islamiyah Menurut Abu al A’la al-


Maududi,”Da’wah Jurnal Kajian Dakwah, Komunikasi dan Budaya, Vol. X, No.
2, Jakarta: Fakultas Da’wah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.

[1]
Nurcholis Madid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, Cet. I,
1997), hal. 9.

Sha’id al-Andalusi, Kitab Thabaqat al Umam, ed. L. Cheiko (Beirut: al-


[2]

Mathba’at al-Katsulikiyah, 1912), hal. 8-9. Lihat juga, Philip K. Hitti, Islam and the
West, (Princeton, New Jersey: D. Van Nostrand Co., 1962), hal. 166. Lihat juga,
Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, Cet. I, 1997), hal.
10.
[3]
Lihat, Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, Cet. I, 1996), hal. 7.
[4]
Ibid., hal. 7.
[5]
Ibid., hal. 8.
[6]
Lihat, Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, Cet. IV,
1995), hal. 110.
[7]
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, Cet. I, 1997), hal.
120.
Ahmad Syalabi, al-Mujtama’ Islami,(Kairo: Maktabah an-Nahdhoh Mishriyah,
[8]

1958), hal. 146.


[9]
Ibid., hal. 146.
[10]
Ibid., hal. 147.
[11]
Muhammad Sunandari, “Konsep Da’wah Islamiyah Menurut Abu al A’la al-
Maududi,”Da’wah Jurnal Kajian Dakwah, Komunikasi dan Budaya, Vol. X, No. 2,
(Jakarta: Fakultas Da’wah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), hal. 140.
[12]
Ibid., hal. 140.
[13]
Lihat, Ahmad Syalabi, op. cit., hal. 148.
[14]
Ibid.,hal. 148.
[15]
Ibid., hal. 149.
[16]
Ibid.,hal. 156.
[17]
Osman Raliby, Ibnu Chaldun tentang Masyarakat dan Negara, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1961), hal. 242.
[18]
Akbar S. Ahmed, Discovering Islam, Making Sense of Muslim History and
Society, Terj. Zulfahmi Andri, (New Delhi: Vistaar Publication, 1990), hal. 86-87.
[19]
Ibid., hal. 87.
[20]
Hanun Asrohah, op.cit., hal. 126.
[21]
Umar Sulayman al-Asyqar, Tarikh al-Fiqh al-Islamiy, (Kuwait: Maktabah al-
Falah, 1982), hal. 172. Lihat juga, Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam,
(Jakarta: Paramadina, Cet. I, 1997), hal. 83.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, editor : Lihhiati, Ed.1,


cet.1 (Jakarta: Amzah, 2009)

Ansary, Abdou Filali, Pembaharuan Islam : dari mana dan hendak ke mana?,
terj. Machasin, (Bandung : Mizan, 2009)

Hanafi, Hassan, Oksidentalisme : Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat,


(Jakarta : Paramadina, 2000)
Hodgson, Marshal G.S, The Venture of Islam, Iman dan Sejarah Peradaban
Dunia, (masa klasik Islam), buku ke-2, Peradaban Kekhalifahan Agung,
cet. 1, terj. Mulyadhi Kartanegara, (Jakarta : Paramadina, 2002)

Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2


(Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2009)

Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta : Global


Pustaka Utama, 2004)

Nakosteen, Mehdi, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata,


Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam,terj. Joko S. Kahhar dan
Supriyanto Abdullah, cet. 2, (Surabaya : Risalah Gusti, 2003)

Nasr, Seyyed Hossein, Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, (Surabaya :


Risalah Gusti, 2003)

[1] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2


(Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2009), hlm. 8.

[2] Ibid,hlm. 36

[3] Seyyed Hossein Nasr, Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban,


(Surabaya : Risalah Gusti, 2003), hlm. xviii

[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, editor : Lihhiati, Ed.1,
cet.1 (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 20-45.

[5] Marshal G.S Hodgson, The Venture of Islam, Iman dan Sejarah
Peradaban Dunia, (masa klasik Islam), buku ke-2, Peradaban Kekhalifahan
Agung, cet. 1, terj. Mulyadhi Kartanegara, (Jakarta : Paramadina, 2002),
hlm. 236.

[6] Samsul Munir Amin, hlm. 45.

[7] Samsul Munir Amin, hlm. 32.

[8] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata,


Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam,terj. Joko S. Kahhar dan
Supriyanto Abdullah, cet. 2, (Surabaya : Risalah Gusti, 2003) hlm. 85.

[9] Abdurrahman Mas’ud, Islam dan Peradaban (sebagai pengantar), dalam


Samsul Munir Amin, hlm. x.
http://publik-syariah.blogspot.co.id/2010/08/pengertian-dan-tujuan-pembaharuan-
hukum.html

Anda mungkin juga menyukai