Anda di halaman 1dari 27

BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah merupakan realitas masa lalu, keseluruhan fakta, dan merupakan peristiwa yang
unik dan berlaku hanya sekali dan tidak akan terulang kedua kalinya persoalan
peradaban jauh lebih penting dari aspek-aspek yang menjadi pendorong munculnya
kejayan Islam dalam sejarah terletak pada tingginya peradaban yang di upayakan
melalui ilmu pengetahuan. Adanya dukungan dari kebijakan politik dan ekonomi dalam
memberikan simulasi bagi kegiatan-kegiatan keilmuan, dapat mendorong
berkembangnya tradisi keilmuan bagi siapa saja yang menghendakinya.

Pembahasan sejarah perkembangan peradaban Islam yang sangat panjang dan luas itu
tidak bisa dilepaskan dari pembahasan sejarah perkembangan politiknya. Tidak hanya
politik yang menentukan perkembangan aspek-aspek peradaban tertentu melainkan
karena sistem politik dan pemerintah itu sendiri merupakan salah satu aspek penting
dari peradaban.

Pembaruan Islam adalah upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan
perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Dengan demikian pembaruan dalam Islam bukan berarti mengubah,
mengurangi ataupun menambahi teks Al-Quran maupun As-Sunnah.

B. Rumusan,Tujuan, dan Manfaat

Adapun tujuan makalah ini yaitu agar dapat diketahui bagaimana pembaruan dalam
islam, siapa saja yang berperan dalam pembaruan tersebut. Dan di antara manfaatnya
yaitu kita dapat mengetahui pembaruan Islam dan tokoh-tokohnya.
BAB ll
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembaruan Islam

Dalam tradisi khazanah intelektual Islam, istilah pembaruan dianggap sebagai


terjemahan dari kata Arab tajdid dan juga modernism dalam terminologi Barat.
Menyadari atas makna negatif dalam istilah modernism sudah tentu di samping
kandungan makna positifnya, kemudian Harun Nasution (tokoh muslim Indonesia)
memberikan saran terutama kepada umat Islam (Indonesia) sebaiknya agar
menggunakan istilah pembaruan saja untuk menunjuk pembaruan dalam Islam,
termasuk di Indonesia

Dengan ungkapan lain, kata “pembaruan” dianggap lebih tepat dipergunakan oleh umat
Islam untuk menunjuk pembaruan dalam Islam ketimbang kata modernisme. Di samping
penggunaan tajdid, terkait dengan “pembaruan” keagamaan dalam Islam, sebenarnya
dikenal pula istilah ishlah dengan makna perubahan (dalam konteks perbaikan) yang
pada level operasional di lapangan lebih menampakkan dalam bentuk gerakan purifikasi
atau pemurnian Islam.

Berpangkal pada pemaknaan ontologis terhadap dua kata ini, tajdid dan ishlah,
kemudian di kalangan pemikir Islam terjadi perbedaan dalam memberikan arti
konseptual terhadap istilah pembaruan Islam itu, di satu pihak ada sebagian yang
melakukan pemilahan secara ketat antara konsep pembaruan (tajdid) dengan ishlah
(perubahan, perbaikan dalam makna pemurnian), tetapi ada pula sebagian lainnya yang
mengiklusikan makna perbaikan-pemurnian (ishlah) ke dalam konsepsi pembaruan
Islam

Sebelum membahas lebih jauh mengenai pembaruan yang terjadi dalam Islam perlu
diketahui bahwa terdapat periodisasi sejarah kebudayaan Islam yang dibagi menjadi tiga
garis besar. Tiga periode besar tersebut adalah :

1. Periode abad klasik (650 s/d 1250 M) – Masa kejayaan dunia Islam
2. Periode abad pertengahan (1250 s/d 1800 M) – Masa kemunduran dunia Islam
3. Periode abad Modern (1800 s/d Sekarang) – Masa kebangkitan dunia Islam
B. Pembaruan Islam Masa Klasik

Masa klasik ini dimulai sejak zaman Nabi Muhammad saw sampai dengan masa
Abbasiyah. sekitar abad VII - abad XII. Keistimewaan masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin
adalah periode Madinah sebagai pusat pemerintahan yang dijiwai ajaran Islam serta inti
pelajaran agama yang terpusat langsung dari sumber aslinya, yakni dengan memahami
dan mengamalkan ajaran al-Qur`an dan al-Hadis. Ilmu-ilmu keislaman yang lain belum
tumbuh. Oleh karena itu al-Qur`an secara langsung dikaji, digeluti dan direnungkan
maka pemikiran dan pengamalan Islam pun tumbuh dan berkembang secara sinkron.

Pada masa Nabi, ijtihad (mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara bersungguh -
sungguh untuk menetapkan suatu hukum) belum berkembang secara menonjol karena
hampir segala masalah bisa langsung ditanyakan kepada Nabi yang jawabannya bisa
langsung melalui dengan turunnya wahyu. Namun, dalam perkembangannya, ijtihad
mulai berkembang dan amat dibutuhkan sekali pada masa Khulafaur Rasyidin dan yang
berkelanjutan dalam masa pemerintahan Bani Umayah di Damaskus. Ijtihad ini
kemudian mengalami perkembangan yang amat subur dan amat indah dalam masa
kebesaran Bani Abbasiyah dengan ibu kota kerajaan di Baghdad. Salah satu bukti ijtihad
yang terjadi pada masa sahabat adalah ijtihad yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin
Khattab. Diantara persoalan-persoalan yang pernah disentuh oleh ijtihad Khalifah Umar
adalah tidak membagikan zakat kepada muallaf, tidak membagikan hasil rampasan
tanah perang kepada tentara yang ikut perang dan sebagainya.

Selain itu, pada masa Khulafaur Rasyidin juga telah berhasil membuat dasar-dasar bagi
suatu pemerintahan yang demokratis dengan sistem pemilihan khilafah yang berprinsip
pada musyawarah, mengatur administrasi Negara dengan membentuk departemen-
departemen, antara lain : keuangan, pertahanan, hukum, ekonomi dan pengembangan
pengetahuan. Selain itu juga dibentuk lembaga eksekutif (Khalifah), legislatif (Dewan
Syura) dan yudikatif (Qadhi) dan jabatan lainnya yang menangani kepentingan publik.
Masa klasik ini merupakan masa di mana dunia Islam memasuki masa perintisan dan
kemajuan. Masa klasik ini dibagi menjadi dua masa, yaitu :

1. Masa kemajuan Islam I yang dimulai dari tahun 650 s/d 1000 M.
2. Masa Disintegrasi yang dimulai dari tahun 1000 s/d 1250 M.

a) Masa Kemajuan Islam l


Masa pertama ini dikenal sebagai masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam.
Secara sederhana, dapat diringkas melalui skema dibawah ini: Dalam hal ekspansi,
sebelum Nabi wafat, seluruh Semenanjung Arabia telah tunduk ke bawah
kekuasaan Islam. Sementara ekspansi ke daerah luar Arabia dimulai pada zaman
Khalifah pertama, yaitu Khalifah Abu Bakar. Untuk melihat pemikiran Islam yang
muncul pada masa kemajuan Islam I ini, maka dapat dilihat dari Dinasti Umayyah
dan Dinasti Abbasiyah. Sebab, masing-masing dinasti tersebut memiliki pemikiran-
pemikiran yang berbeda sebagai produk pemikiran yang dihasilkan.

 Masa Dinasti Umayyah

Pada masa Dinasti Umayyah telah menghasilkan beberapa pemikiran.


Diantara pemikiran yang muncul pada masa ini adalah pemikiran dibidang
tafsir, hadis, fikih dan ilmu kalam.Pusat dari kegiatan ilmiah ini adalah
Kufah dan Basrah di Irak. Pada masa itu melahirkan tokoh-tokoh besar
seperti Al-Khalil bin Ahmad (penyusun kamus Bahasa Arab : kitab `Ayn) lalu
memiliki murid bernama Sibawaih penyusun kitab yang berisi tata bahasa
Arab. Tokoh-tokoh besar lainnya adalah Hasan al-Basri dan Ibnu Syihab az-
Zuhri. Ibnu Syihab az-Zuhri adalah tokoh yang mengkaji hadist nabi dan
hukum Islam yang merupakan awal lahirnya kajian historiografi

 Masa Dinasti Abbasiyah

Pada masa Dinasti Abbasiyah ini, Islam dikenal sebagai masa integrasi.
Disebutnya masa integrasi pada zaman Abbasiyah ini adalah karena pada
masa inilah pertam kalinya dalam sejarah terjadi kontak antara Islam
dengan kebudayaan Barat yaitu kebudayaan Yunani klasik yang terdapat di
Mesir, Suria, Mesopotamia dan Persia. Diantara integrasi yang terjadi pada
zaman Abbasiyah ini adalah integrasi dalam bidang bahasa. Di mana bahasa
al-Qur`an yaitu bahasa Arab dipakai dimana-mana. Ilmu pengetahuan
filsafat dan diplomatis juga menggunakan bahasa arab. Disamping integrasi
dalam bidang bahasa, integrasi juga terjadi dalam bidang kebudayaan. Di
bidang kebudayaan adalah kebudayaan Islam dengan bahasa Arab sebagai
alatnya yang bermuladari Spanyol di Barat sampai ke India di Timur dan
dari Sudan di Selatan sampai ke Kaukasus di Utara.
Puncak penalaran, daya cipta, dan penemuan ilmu pengetahuan dan
teknologi pada masa Dinasti Abbasiyah, saat ini memberikan kontribusi
bagi peradaban Barat. Pada masa Dinasti Abbasiyah umat manusia telah
berhasil membangun sistem peradaban. Islam pada masa Dinasti
Abbasiyah ini menunjukkan konsepsinya yang menjadi karakteristiknya
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan. Semangat mempelajari hasil-
hasil peradaban kuno sangat menggebu. Bahkan, para Khalifah
mengundang para terpelajar terkemuka dari seluruh kerajaan, mereka
mengumpulkan seluruh karya literature klasik dan keagamaan dan
menyusun tertib hukum Islam. Rumah sakit yang didirikan Khalifah Harun
al-Rasyid menggunakan kekayaan Negara selain itu biaya pendidikan dan
farmasi juga menggunakan kekayaan Negara. Pada masa a-Makmun
menggunakan kekayaan Negara untuk menggaji penerjemah-penerjemah
dari Kristen, Sabi dan bahkan penyembah bintang untuk menerjemahkan
berbagai buku berbahasa asing ke dalam Bahasa Arab. Perpustakaan-
perpustakaan besar serta pusat-pusat penerjemahan didirikan, buku-buku
penting yang berisi ilmu pegetahuan, kedokteran dan filsafat Barat dan
Timur dikumpulkan dan diterjemahkan oleh orang-orang Kristen dan
Yahudi, mulai dari bahasa Yunani, Latin, Persia, Koptik hingga Syiria ke
dalam bahasa Arab. Ilmu filsafat Yunani masuk ke dalam Islam pada abad
ke-8 M, yaitu ketika umat Islam menguasai Iskandariah di Mesir, Antioka di
Syuriah serta Jundisabur dan Bactra di Persia. Penyatuan kebudayaan
Yunani dan Persia melahirkan kebudayaan Hellenisme. Penerjemahan
karya Yunani dari Persia ini sudah mulai dirintis pada masa Khalifah Abu
Ja`far al-Mansur. Kemudian pada masa Harun al-Rasyid, buku ilmu
pengetahua yang berbahasa Yunani mulai diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab secara besar-besaran. Di samping itu, Harun al-Rasyid juga mengirim
utusan ke Romawi untuk mencari buku-buku pengetahuan yang akan
diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Pada masa khalifah al-Ma`mun
kegiatan penerjemah ini semakin meningkat. Buku Plato, Aristoteles dan
buku filsafat lainnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa arab. Kegiatan
penerjemah ini melahirkan Tokoh Filosof Muslim yaitu :

1. Al-Kindi (801-866 M)
2. Ar-Razi (864-926 M)
3. Al-Farabi (850-950 M)
4. Ibnu Sina (908-1037 M)
5. Ibnu Maskawaih (941-1030 M)
6. Al-Ghazali (1051-1111 M)
Ilmu kedokteran Islam lahir sebagai pembaruan teori kedokteran Yunani
yang dirintis oleh Hipokrates. Dengan demikian, pada masa Harun al-Rasyid
terdapat 800 orang dokter di Baghdad. Hal ini merupakan bukti dari
kemajuan ilmu kedokteran pada masa Dinasti Abbasiyah. Ali bin Rabban at-
Tabari yang menulis Firdaus al-Hikam merupakan salah satu tokoh dalam
bidang kedokteran pada masa Dinasti Abbasiyah, tahun 805 M. Kemudian
setelah Tabari lahir pula tokoh-tokoh ahli kedokteran lain seperti ar-Razi,
Ali bin al-Abbas, Ibnu Sina, Jabir bin Hayyan, al-Kindi, dan al-Farabi. Sejak
itulah lahir para tokoh kedokteran lain baik di Baghdad, Mesir, Syuriah,
Persia, Spanyol, Afrika Utara sampai India.

Pada masa Dinasti Abbasiyah selain ilmu kedokteran yang berkembang,


ilmu astronomi dan ilmu falak juga berkembang pada masa ini. Ilmu ini
lahir karena berkaitan erat dengan beberapa ketentuan dalam Islam seperti
penentuan awal waktu shalat, penentuan arah kiblat dan penetuan awal
bulan qamariyah. Dalam bidang Astronomi yang mendapatkan julukan al-
Ustadz fil `ulum(bapak berbagai ilmu)adalah Al-Birun, Nasiruddin at-Tusi
adalah tokoh yang memodifikasi model semesta Ptolomeus dengan prinsip-
prinsip mekanika untuk menjag keseragaman rotasi benda-benda langit, Al-
Khawarizmi di Baghdad yang membuat table-tabel untuk menentukan saat
terjadinya bulan baru, terbit dan terbenamnya matahari, bulan, planet dan
untuk prediksi gerhana. Al-Khawarizmi mengembangkan matematika
dalam bidang trigonometri dan system bilangan dengan angka 0 (nol).
Kemudian dilanjutkan oleh kreativitas besar dalam pengembangan
pengetahuan.

Peradaban intelektual yang terjadi pada dasarnya muncul sebagai akibat


dari semangat mencari ilmu yang luar biasa dari orang-orang Islam.
Semangat keilmuan menekankan pada metode pengamatan dan
eksperimen ilmiah. Dengan demikian, eksperimen-eksperimen ilmiah
dalam bidang kimia, fisika dan farmasi dilakukan di laboratorium.
Sementara penelitian dalam bidang patologi dan pembedahan dilakukan di
rumah sakit. Naisabur untuk melakukan pengamatan astronomi.
Pengajaran anatomi dilakukan dengan cara pembedahan mayat. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pemikiran yang muncul pada masa Dinasti Abbasiyah
adalah ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan.
b) Masa Disintegrasi

Masa disintegrasi ini terjadi di dalam bidang politik. Daerah yang letaknya jauh dari
pusat pemerintahan di Damaskus dan di Baghdad, melepaskan diri dari kekuasaan
Khalifah di pusat sehingga muncullah Dinasti-Dinasti kecil.

C. Pembaruan Islam Masa Pertengahan


Pada abad pertengahan, Islam mengalami kemunduran. Hal ini ditandai dengan tidak
adanya lagi kekuasaan Islam yang utuh yang meliputi seluruh wilayah Islam, dan
terpecahnya Islam menjadi kerajaan-kerajaan yang terpisah. Pada masa pertengahan ini
dibagi menjadi dua masa, yaitu :

1. Masa Kemunduran I
2. Masa Tiga Kerajaan Besar

a) Masa Kemunduruan I ( 1250 – 1500)

Masa kemunduruan ini di awali oleh serangan bangsa Mongolia pimpinan Jenghis
Khan tahun 1212 M dan mengalahkan kesultanan-kesultanan Islam, Transoxania,
Khawarizm, Ghazna, Azerbaijan dan Saljuk yang secara berurutan di taklukkan oleh
Jenghis Khan. Serangan ke Khurasan, Baghdad di lakukan oleh cucunya yaitu
Hulagu Khan dan selanjutnya menyerang Syiria, dari Syiria pasukan Hulagu Khan
ingin melanjutkan ke Mesir, namun kaum mamluk (keturunan budak yang
mendapat kekuasaan dalam pemerintahan ) Mesir yang dipimpin Sultan Baybars
dapat mengalahkan Hulagu khan dan pasukannya. Sehingga Mesir terbebas dari
serangan hulagu dan Timur lenk. Di India terjadi persaingan dan peperangan untuk
merebut kekuasaan, setiap kali berkuasa penguasa yang baru, kemudian di
jatuhkan dan digantikan oleh yang lain. Di Spanyol terjadi peperangan di antara
Dinasti-Dinasti islam yang ada di sana dengan Raja-Raja Kristen. Di dalam
peperangan Raja-Raja Kristen menggunakan taktik adu domba antara Dinasti-
Dinasti Islam di sana, sebaliknya Raja-Raja Kristen bergabung menjadi satu dan
akhirnya satu demi satu Dinasti-Dinasti Islam dapat di kalahkan. Cordova jatuh
pada tahun 1238 M. Sevilla di tahun 1248 M dan Granada jatuh pada tahun 1491
M. Pada saat itu umat islam di hadapkan pada dua pilihan masuk kristen atau
keluar dari Spanyol. Sehingga pada tahun itu boleh di katakan tidak ada lagi orang
Islam di Spanyol. Oleh karena itu masa ini di sebut masa kemunduran karena
banyaknya kesultanan (kekuasaan ) Islam yang di taklukkan oleh musuh-musuh
Islam. Namun sejarah juga mencatat bahwa pada masa ini juga lahir ilmuwan
muslim terkenal, berdirilah sekolah-sekolah terbesar, di temukan berbagai ilmu
pengetahuan dan Teknologi. Tercatat Dinasti Mamluk memerintah di mesir dari
tahun 1249-1517 M, merupakan masa kemajuan Astronomi, Astrologi,
matematika, ilmu hitung, geometri dan ilmu kedokteran. Muncullah para tokoh
antara lain :
1. Nashiruddin at Tusi
2. Abul Faras
3. Abul Hasan
4. Ibnu Khalikan (Sosiolog)
5. Ibnu Khaldun
6. Abul Fida’
7. As-Suyuti
8. Al-makrezi

b) Masa Tiga Kerajaan Besar

Yang di maksud dengan tiga Kerajaan besar adalah :


1. Khilafah Turki Usmani (1288 – 1924 M)
2. Kesultanan Safawiyah di Persia (1501-1736)
3. Kesultanan Mughal di India (1526-1857M)

 Khilafah Turki Usmani


Kerajaan Ottoman didirikan dan diproklamasikan kemerdekaannya oleh
Utsman I dari bangsa Turki Utsmani, setelah Sultan Alauddin dari Dinasti
Saljuk meninggal dunia tahun 1300 M. Utsman I dinobatkan sebagai Raja
(Sultan) pertama dari kerajaan Ottoman, yang disusul dengan raia-raja
berikutnya. Kerajaan Ottoman mengalami kemajuan pada masa
pemerintahan Sultan Mehmed II (1451-1481 M). Sultan ini berjasa besar,
karena telah menyebarluaskan Islam ke Benua Eropa, melalui penaklukan
kota Benteng Konstantinopel ibukota Romawi Timur pada tahun 1453 M.
Karena keberhasilan ini, kemudian Sultan Mehmed II mendapat julukan Al-
Fatih yang artinya Sang Penakluk. Kerajaan Ottoman mengalami masa
keemasan pada masa pemerintahan Sultan Suleyman I (1521-1566 M),
yang bergelar Sulaiman Agung dan Sulaiman Al-Qanuni. Pada masa
pemerintahannva kerajaan Ottoman memiliki wilavah kekuasaan yang
cukup luas, yaitu : Afrika Utara, Mesir, Hedzjaz, Irak, Armenia, Asia kecil,
Krimea, Balkan, Yunani, Bulgaria, Bosnia, Hongaria, Rumania, sumpai ke
batas Sungai Danube dengan tiga lautan, yaitu Laut Merah, Laut Tengah
dan Laut Hitam. Namun, setelah Sulaiman Agung meninggal dunia,
kerajaan Ottoman Turki mengalami kemunduran sehingga satu demi satu
wilayah kekuasaannya melepaskan diri. Sulaiman Al-Qanuni, menjadi
Sultan Ottoman Turki dari tahun 1520 M s/d 1566 M. Beliau merupakan
Sultan Turki Utsmani terbesar dan paling berhasil dalam menjalankan roda
pemerintahan. Keberhasilan-keberhasilan tersebut antara lain dalam hal :

1) Perluasan wilayah kekuasaan seperti berhasil menguasai Beograd,


yang sekarang menjadi ibukota Serbia, Yugoslavia (dulu) pada tahun
1521 M, menguasai Budapest, ibukota Hongaria pada tahun 1524 M,
menguasai Pulau Rhodos tahun 1522 M, merebut pangkalan angkatan
laut di bagian tenggara Prancis yaitu kota Nicea. Memperoleh
kemenangan dalam berperang melawan Austria pada tahun 1531 M.
Karena demikian kuat dan luasnya wilayah kekuasaan Sulaiman Al-
Qanuni. orang-orang Eropa memberi julukan kepadanya dengan
nama Solomon the Magnificent atau Solomon the Great (Sulaiman
yang Agung).
2) Membangun armada laut pertama pada tahun 1534 M. yang
diperkuat oleh admiral laut yang cakap Khairuddin Barbarossa.
Armada laut ini dibentuk untuk menghadapi perlawanan pasukan
Kaisar Karel V dari Spanyol.
3) Mendirikan Universitas As-Sulaemaniyyah pada tahun 1550,
membangun istana, hotel, rumah sakit, 5 lembaga pendidikan Al-
Qur’an, dan masjid. Sedangkan arsitekturnya bernama Sinan.
4) Menulis salinan Al-Qur’an dengan tangannya sendiri, yang kini
disimpan dengan baik di Masjid Agung Sulaiman yang dibangun tahun
1550-1556 M.

 Kerajaan Safawi di Persia (sekarang Iran)

Umat Islam menguasai Persia sejak tahun 641 M. Setelah itu, bangsa Persia
yang semula beragama Zoroaster berbondong-bondong masuk Islam.
Dinasti atau kerajaan Islam silih berganti memerintah Persia, sampai
dengan bangsa Mongol merebutnya pada abad ke-12 M. Selama tiga abad
bangsa Mongol menguasai Persia, hingga pada tahun 1501 M muncul
Dinasti baru, yaitu dinasti atau Kerajaan Safawi. Kerajaan Safawi didirikan
oleh Syah Ismail Syafawi (Ismail I) pada tahun 1501 M di Tabriz. Beliau
berkuasa pada tahun 1501 M-1524 M, yang wilayah kekuasaannya di
sebelah barat berbatasan dengan kerajaan Utsmani (Ottoman) di Turki dan
di sebelah timur berbatasan dengan kerajaan Islam Mogul di lndia. Setelah
pemerintahan Syah Ismail Safawi berakhir, silih berganti Sultan- Sultan
Dinasti Safawi melanjutkan pemerintahannya hingga sebanyak 17 Sultan.
Sultan terakhir Kerajaan Safawi bernama Sultan Muhammad. Kerajaan
Safawi mencapai puncak kejayaannya tatkala diperintah oleh Syah Abbas
(1585 - 1628 M). Beliau berjasa mempersatukan seluruh Persia, mengusir
Portugis dan kepulauan Hormuz, dan nama pelabuhan Gumran diubah
menjadi Bandar Abbas (sampai sekarang). Syah Abbas juga memindahkan
ibukota kerajaan dari Qizwan ke Isfahan.

 Kerajaan Mogul di India

Peranan umat Islam India dalam penyebar luasan agama Islam dapat dilihat
dalam empat periode, yaitu periode sebelum

1. kerajaan Mogul (705-1526 M)


2. Periode Mogul (1526-1858 M)
3. Periode masa 54 penjajahan lnggris (1858-1947 M)
4. Periode negara India Sekuler (1947-sekarang)

Kerajaan Mogul didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur, keturunan


Jengis Khan bangsa Mongol, pada tahun 1526 M. Kerajaan Mogul berpusat
di Delhi (India). Kerajaan Mogul diperintah secara silih berganti oleh 15
orang raja (sultan). Sultan pertama Kerajaan Mogul bernama Zahiruddin
Muhammad Babur (1526-1530 M) dan sultan terakhirnya bernama Sultan
Bahadur Syah II (1837-1858 M). Kerajaan Mogul mencapai puncak
kejayaannva tatkala diperintah oleh Akbar Syah I (1556- 1605 M), Jahangir
atau Nuruddin Muhammad Jahangir (1605- 1627 M), Syah Jihan (1627-
1658 M), dan Aurangzeh atau Alamgir I (1658-1707 M). Wilayah kekuasaan
Mogul meliputi Kabul, Lahore, Multan, Delhi, Agra, Oud, Allahabad. Ajmer,
Guzarat, Melwa, Bihar, Bengal, Khandes, Berar, Ahmad Nagar, Ousra.
Kashmir, Bajipur, Galkanda, Tajore, dan Trichinopoli.
c) Perkembangan Ajaran Islam pada Abad Pertengahan

Ajaran Islam mengalami perkembangan pada abad pertengahan walaupun


perkembangannya tidak sepesat pada periode klasik. Di India Kerajaan Mogul telah
melaksanakan berbagai usaha dakwah pendidikan Islam antara lain dengan
membangun masjid-masjid dan madrasah-madrasah. Pada madrasah-madrasah
tersebut diajarkan ilmu tafsir, ilmu hadis dan ilmu fikih yang merupakan mata
pelajaran pokok. Sekelompok ulama India telah menyusun sebuah kitab yang
berjudul Al-Fatawa Al-Hindiyyah berisi tentang kumpulan fatwa Mazhab Hanafi
dan dicetak dalam empat jilid besar. Kitab ini disusun atas permintaan penguasa
kerajaan Mogul yakni Sultan Abu Al-Muzaffar Muhyiddin Aurangzeb (Alamgir 1:
1658-1707 M), sehingga kitab ini dikenal dengan sebutan Al-Fatawa Al-
Alamgariyah. Di Mesir ketika Dinasti Mamluk berkuasa (1250-1517 M) telah
muncul beberapa ulama besar antara lain Ibnu Hajar al-Asqalani (1372-1449 M)
dan Ibnu Khaldun (1332-1406 M). Ibnu Hajar al-Asqalani, selain sebagai ulama
besar, beliau juga sebagai dosen, guru besar, pimpinsan akademi (madrasah),
hakim, mufti (pemberi fatwa), khatib, dan penulis. Di antara buku hasil karyanya
berjudul 55 Fath Al-Bari fi Syarh Al-Bukhari (Ulasan tentang Hadis-Hadis Riwayat
Al-Bukhari yang terdiri dari 13 jilid) dan Bulug Al-Maram Min Adillah Al-Ahkam
(Kumpulan Hadis Hukum dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia).
Adapun lbnu Khaldun, terkenal sebagai sejarawan dan “Bapak Sosiologi Islam.”
Kitab karangannya yang terkenal adalah Al-Ibar (Sejarah Umum, terdiri dari 7 jilid).
Perlu pula diketahui ulama-ulama besar lainnya yang hidup pada abad
pertengahan seperti :

1. Jalaluddin Al-Mahalli menyusun kitab fikih Mazhab Syafi’i dengan judul


Minhaj At-Talibin. 791-964 H) dan Jalaluddin As-Suyuti (849 H-91 I H)
mengarang Kitab Tafsir Jalalain yang terdiri dari dua jilid. Kitab ini sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
2. Ibnu Kasir (Bosyra 700 H/ 1300 M - Damaskus 774 H/1373 M) mengarang
Tafsir Al-Qur’an Al-Azim yang terdiri dari empat jilid. Kitab ini sudah
diterjemahkan ke dalarn bahasa Indonesia.
3. Imam An-Nawawi (Damaskus 631 H/1233 M-676 H/1277 M) mengarang
Kitab Hadis “Riyad as-Salihin”. Kitab ini sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia

D. Pembaruan Islam Masa Modern


Saat ini diperkirakan terdapat antara 1.250 juta hingga 1,4 miliar umat Islam yang
tersebar di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, sekitar 18% hidup di negara-negara
Arab, 20% di Afrika, 20% di Asia Tenggara, 30% di Asia Selatan yakni Pakistan, India dan
Bangladesh. Populasi muslim terbesar dalam satu negara dapat dijumpai di Indonesia.
Populasi muslim juga dapat ditemukan dalam jumlah yang signifikan di Republik Rakyat
Cina, Amerika Serikat, Eropa, Asia Tengah, dan Rusia. Pertumbuhan umat Islam sendiri
diyakini mencapai 2,9% per tahun, sementara pertumbuhan penduduk dunia hanya
mencapai 2,3%. Besaran ini menjadikan Islam sebagai agama dengan pertumbuhan
pemeluk yang tergolong cepat di dunia. Beberapa pendapat menghubungkan
pertumbuhan ini dengan tingginya angka kelahiran di banyak negara Islam (enam dari
sepuluh negara di dunia dengan angka kelahiran tertinggi di dunia adalah negara dengan
mayoritas muslim.

Namun belum lama ini, sebuah studi demografi telah menyatakan bahwa angka
kelahiran di negara muslim menurun hingga ke tingkat negara Barat. Perkembangan
penduduk muslim yang cukup signifikan tentu saja berpengaruh terhadap perilaku
umat Islam itu sendiri. Pada zaman Rasulullah saw., umat Islam masih sedikit dan oleh
karena itu penanganannya juga tidak serumit saat ini. Berbagai macam kelompok
muslim yang satu sama lain memiliki persepsi tentang Islam, menjadikan Islam
berwarna-warni. Sepanjang masih saling menghargai dan toleransi antara intern agama,
Islam insya Allah akan berkembang pesat dengan baik. Akan tetapi, apabila setiap
kelompok mengklaim bahwa kelompoknyalah yang paling benar, inilah awal dari
kehancuran. Berdasarkan analisis tersebut, kita sebagai pemeluk Islam harus waspada
dan terus belajar tentang Islam secara kaffah (keseluruhan) sehingga akhirnya kita
menjadi orang Islam yang arif dan bijaksana.

Islam pada periode ini dikenal dengan era kebangkitan umat Islam. Kebangkitan umat
Islam disebabkan oleh adanya benturan antara kekuatan Islam dengan kekuatan Eropa.
Benturan itu menyadarkan umat Islam bahwa sudah cukup jauh tertinggal dengan
Eropa. Hal ini dirasakan sekali oleh Kerajaan Turki Utsmani yang langsung menghadapi
kekuatan Eropa yang pertama kali. Kesadaran tersebut membuat penguasa dan
pejuang-pejuang Turki tergugah untuk belajar dari Eropa. Guna pemulihan kembali
kekuatan Islam, Kerajaan Turki mengadakan suatu gerakan pembaruan dengan
mengevaluasi yang menjadi penyebab mundurnya Islam dan mencari ide-ide
pembaruan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Benih pembaruan dunia Islam
sesungguhnya telah muncul sekitar abad XIII M. ketika dunia Islam mengalami
kemunduran di berbagai bidang. Saat itu pula lahirlah Taqiyudin Ibnu Taimiyah, seorang
muslim yang sangat peduli terhadap nasib umat Islam dengan mendapat dukungan
muridnya Ibnu Qoyyim al-Jauziyah (691‒751). Mereka ingin mengembalikan
pemahaman keagamaan umat Islam kepada pemahaman dan pengamalan Rasulullah
saw. Gerakan salaf ini kemudian menjadi ciri gerakan pembaharuan dalam dunia Islam
yang mempunyai ciri sebagai berikut:

1. Memberi ruang dan peluang ijtihad di dalam berbagai kajian keagamaan


yang berkaitan dengan muamalah duniawiyah.
2. Tidak terikat secara mutlak dengan pendapat ulama-ulama terdahulu.
3. Memerangi orang-orang yang menyimpang dari aqidah kaum salaf seperti
kemusyrikan, khurafat, bid’ah, taqlid, dan tawasul.
4. Kembali kepada al-Qur’ān dan As-Sunnah sebagai sumber utama ajaran
Islam.

Secara garis besar isi pemikiran Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim antara lain,
mengadakan pembaharuan dalam bidang agama, sosial, dan ekonomi, memberantas
takhayul dan bid’ah yang masuk ke dalam ajaran Islam, menghilangkan fatalisme yang
terdapat di kalangan umat Islam, menghilangkan paham salah yang dibawa oleh tarekat
tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam terhadap permainan
politik negara Barat. Selanjutnya, ide-ide cemerlang Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim dan
yang lainnya dilanjutkan oleh tokoh-tokoh muda yang lahir pada abad ke-18. Mereka
meyakini bahwa umat Islam sudah tertinggal jauh dibandingkan dunia Barat. Umat Islam
masih berkutat pada hal-hal yang tidak rasional seperti bid’ah, khurāfat, dan tahayyul.
Satu-satunya jalan umat Islam harus bangkit dari kebodohan itu. Maka, lahirlah tokoh-
tokoh pembaharuan Islam.

a) Tokoh-Tokoh Pembaharuan Dunia Islam Masa Modern


Tokoh-tokoh yang memelopori gerakan pembaharuan dunia Islam, antara lain:
Muhammad bin Abdul Wahab, Syah Waliyullah, Muhammad Ali Pasya, AlTahtawi,
Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Rida, Sayyid Ahmad Khan, dan
Sultan Mahmud II.

 Muhammad bin Abdul Wahab


Di Arabia timbul suatu aliran Wahabiyah, yang mempunyai pengaruh pada
pemikiran pembaharuan di abad ke-19. Pencetusnya ialah Muhammad bin
Abdul Wahab yang lahir di Uyainah, Nejd, Arab Saudi pada 1703 M-1792 M.
Setelah menyelesaikan pelajarannya di Madinah ia pergi merantau ke
Basrah dan tinggal di kota ini selama empat tahun. Selanjutnya ia pindah ke
Bagdad dan di sini ia menikah dengan seorang wanita kaya. Lima tahun
kemudian, setelah istrinya meninggal dunia, ia pindah ke Kurdistan,
selanjutnya ke Hamdan, dan ke Isfahan. Di Kota Isfahan, ia sempat
mempelajari filsafat dan tasawuf. Setelah bertahun-tahun merantau, ia
akhirnya kembali ke tempat kelahirannya di Nejd. Pemikiran yang
dicetuskan Muhammad bin Abdul Wahab untuk memperbaiki kedudukan
umat Islam timbul bukan sebagai reaksi terhadap suasana politik seperti
yang terdapat di Kerajaan Utsmani dan Kerajaan Mughal, tetapi sebagai
reaksi terhadap paham tauhid yang terdapat di kalangan umat Islam di
waktu itu. Kemurnian paham tauhid mereka telah dirusak oleh ajaran-
ajaran tarekat yang semenjak abad-Xll memang tersebar luas di dunia
Islam. Tauhid memang merupakan ajaran paling dasar dalam Islam oleh
karena itu, tidak mengherankan kalau Muhammad bin Abdul Wahab
memusatkan perhatian pada soal ini. Ia berpendapat seperti berikut:
1. Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah Swt. dan orang
yang menyembah selain Allah Swt. telah menjadi musyrik dan
boleh dibunuh.
2. Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang
sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan lagi dari
Allah, tetapi dari syekh atau wali dari kekuatan gaib. Orang Islam
demikian juga telah menjadi musyrik.
3. Menyebut nama nabi, syekh, atau malaikat sebagai perantara
dalam doa juga merupakan syirik.
4. Meminta syafa’at selain dari kepada Allah Swt. adalah juga syirik.
5. Bernazar kepada selain dari Allah Swt. juga syirik.
6. Memperoleh pengetahuan selain dari al-Qur’ān, hadis dan qias
(analogi) merupakan kekufuran.
7. Tidak percaya kepada qada dan qadar Allah Swt. juga merupakan
kekufuran.
8. Demikian pula menafsirkan al-Qur’ān dengan ta’wil (interpretasi
bebas) adalah kufur.
Pemikiran-pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab yang mempunyai
pengaruh pada perkembangan pemikiran pembaharuan di abad ke-19
antara lain seperti berikut.
1. Hanya al-Qur’ān dan hadislah yang merupakan sumber asli dari
ajaran-ajaran Islam. Pendapat ulama tidak merupakan sumber.
2. Taklid kepada ulama tidak dibenarkan.
3. Pintu ijtihad terbuka dan tidak tertutup.

 Syah Waliyullah

Syah Waliyullah dilahirkan di Delhi pada tanggal 21 Februari 1703 M. Ia


mendapatkan pendidikan dari orang tuanya, Syah Abd Rahim, seorang sufi
dan ulama yang memiliki madrasah. Setelah dewasa, ia kemudian turut
mengajar di madrasah itu. Selanjutnya, ia pergi naik haji dan selama satu
tahun di Hejaz ia sempat belajar pada ulama-ulama yang ada di Mekkah
dan Madinah. Ia kembali ke Delhi pada tahun 1732 M dan meneruskan
pekerjaannya yang lama sebagai guru. Di samping itu, ia gemar menulis
buku dan banyak meninggalkan karya-karyanya, di antaranya buku
Hujjatullāh Al-Baligah dan Fuyun Al-Haramain. Di antara penyebab yang
membawa kepada kelemahan dan kemunduran umat Islam menurut
pemikirannya adalah sebagai berikut:

1. Terjadinya perubahan sistem pemerintahan Islam dari sistem


kekhalifahan menjadi sistem kerajaan.
2. Sistem demokrasi yang ada dalam kekhalifahan diganti dengan
sistem monarki absolut.
3. Perpecahan di kalangan umat Islam yang disebabkan oleh
berbagai pertentangan aliran dalam Islam.
4. Adat istiadat dan ajaran bukan Islam masuk ke dalam keyakinan
umat Islam.

Di zaman Syah Waliyullah, penerjemahan al-Qur’ān ke dalam bahasa asing


masih dianggap terlarang. Tetapi, ia melihat bahwa orang di India
membaca al-Qur’ān dengan tidak mengerti isinya. Pembacaan tanpa
pengertian tak besar faedahnya untuk kehidupan duniawi mereka. Ia
melihat al-Qur’ān perlu diterjemahkan ke dalam bahasa yang dapat
dipahami orang awam. Bahasa yang dipilihnya ialah bahasa Persia yang
banyak dipakai di kalangan terpelajar Islam India di ketika itu.
Penerjemahan al-Qur’ān ke dalam bahasa Persia disempurnakan Syah
Waliyullah di tahun 1758. Terjemahan itu pada mulanya mendapat
tantangan, tetapi lambat laun dapat juga diterima oleh masyarakat. Karena
masyarakat telah mau menerima terjemahan, putranya kemudian
membuat terjemahan ke dalam bahasa Urdu, bahasa yang lebih umum
dipakai oleh masyarakat Islam India daripada bahasa Persia.

 Muhammad Ali Pasya

Muhammad Ali Pasya lahir di Kawala, Yunani pada tahun 1765 M, beliau
adalah seorang keturunan Turki dan meninggal di Mesir pada tahun 1849
M. Sebagaimana raja-raja Islam lainnya, Muhammad Ali juga
mementingkan soal yang bersangkutan dengan militer. Ia yakin bahwa
kekuasaannya hanya dapat dipertahankan dan diperbesar dengan kekuatan
militer. Di samping itu, ia mengerti bahwa di belakang kekuatan militer
mesti ada kekuatan ekonomi yang sanggup membelanjai pembaharuan
dalam bidang militer, dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan urusan
militer. Jadi, ada dua hal yang penting baginya, kemajuan ekonomi dan
kemajuan militer. Kedua hal tersebut menghendaki ilmu-ilmu modern yang
telah dikenal orang di Eropa.

Ide dan gagasan Muhammad Ali Pasya yang sangat inovatif pada zamannya
antar lain bahwa, untuk mendirikan sekolah-sekolah modern dan
memasukkan ilmu-ilmu modern dan sains ke dalam kurikulum. Sekolah-
sekolah inilah yang kemudian yang dikenal sebagai sekolah modern di
Mesir pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya. Saat itu Mesir
masih mempunyai sistem pendidikan tradisional, yaitu kuttab, masjid,
madrasah, dan jami’ al-Azhar. Sementara itu ia melihat jika ia memasukkan
kurikulum modern ke dalam lembaga pendidikan tradisional tersebut,
sangat sulit. Oleh karena itulah, ia mengambil jalan alternatif dengan cara
mendirikan sekolah modern di samping madrasah-madrasah tradisional
yang telah ada pada masa itu masih tetap berjalan
 Al-Tahtawi

Rifa’ah Baidawi Rafi’ Al-Tahtawi demikian nama lengkapnya. Ia lahir pada


tahun 1801 M di Tahta, suatu kota yang terletak di Mesir bagian selatan
dan meninggal di Kairo pada tahun 1873 M. Ketika Muhammad Ali Pasya
mengambil alih seluruh kekayaan di Mesir, harta orang tua Al-Tahtawi
termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu. Ia terpaksa belajar di masa
kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun, ia
pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu,
ia selesai dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822 M. Beberapa
pemikirannya tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:

1. Ajaran Islam bukan hanya mementingkan soal akhirat, tetapi juga soal
hidup di dunia. Umat Islam juga harus memperhatikan kehidupan
dunia.
2. Kekuasaan raja yang absolut harus dibatasi oleh syariat, raja harus
bermusyawarah dengan ulama dan kaum intelektual.
3. Syariat harus diartikan sesuai dengan perkembangan modern.
4. Kaum ulama harus mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan
modern agar syariat dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan
masyarakat modern.
5. Pendidikan harus bersifat universal, misalnya wanita harus
memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum pria. Istri harus
menjadi teman dalam kehidupan intelektual dan sosial.
6. Umat Islam harus dinamis dan meninggalkan sifat statis.

 Jamaludin Al-Afgani

Jamaludin lahir di Afghanistan pada tahun 1839 M dan meninggal dunia di


Istanbul pada tahun 1897 M. Ketika baru berusia dua puluh dua tahun, ia
telah menjadi pembantu bagi Pangeran Dost Muhammad Khan di
Afghanistan. Di tahun 1864 M, ia menjadi penasihat Sher Ali Khan.
Beberapa tahun kemudian, ia diangkat oleh Muhammad A’zam Khan
menjadi perdana menteri. Dalam pada itu, Inggris mulai mencampuri soal
politik dalam negeri Afghanistan dan dalam pergolakan yang terjadi Al-
Afgani memilih pihak yang melawan golongan yang disokong Inggris. Pihak
pertama kalah dan Al-Afgani merasa lebih aman meninggalkan tanah
tempat lahirnya dan pergi ke India di tahun 1869 M. Beberapa pemikiran
Jamaludin Al-Afgani tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:

1. Kemunduran umat Islam tidak disebabkan karena Islam tidak sesuai


dengan perkembangan zaman dan perubahan kondisi. Kemunduran
itu disebabkan oleh berbagai faktor.
2. Untuk mengembalikan kejayaan pada masa lalu dan sekaligus
menghadapi dunia modern, umat Islam harus kembali kepada
ajaran Islam yang murni dan Islam harus dipahami dengan akal
serta kebebasan.
3. Corak pemerintahan otokrasi dan absolut harus diganti dengan
pemerintahan demokratis. Kepala negara harus bermusyawarah
dengan pemuka masyarakat yang berpengalaman.
4. Tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Pan-Islamisme atau
rasa solidaritas antarumat Islam harus dihidupkan kembali.

 Muhammad Abduh

Muhammad Abduh dilahirkan di Mesir pada tahun 1849 M. Bapaknya


bernama Abduh Hasan Khaerullah, berasal dari Turki yang telah lama
tinggal di Mesir. Ibunya berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya
meningkat sampai ke suku bangsa Umar bin Khattab. Pada tahun 1866 M,
Muhammad Abduh meneruskan studinya ke Al-Azhar. Sewaktu masih
belajar di Al-Azhar, Jamaludin Al-Afghani datang ke Mesir dalam perjalanan
ke Istanbul. Di sinilah Muhammad Abduh untuk pertama kalinya bertemu
dengan Jamaludin Al-Afghani. Dalam pertemuan itu, Jamaludin Al-Afghani
mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai arti beberapa ayat al-
Qur’ān. Kemudian, ia berikan tafsirannya.

Perjumpaan ini meninggalkan kesan yang baik dalam diri Muhammad


Abduh. Ketika Jamaludin Al-Afghani datang pada tahun 1871 M untuk
menetap di Mesir, Muhammad Abduh menjadi muridnya yang paling setia.
Ia mulai belajar falsafat di bawah pimpinan Jamaludin Al-Afghani. Di masa
ini, ia telah mulai menulis karangan-karangan untuk harian Al-Ahram yang
pada waktu itu baru saja didirikan. Pada tahun 1877 M, studinya selesai di
Al-Azhar dengan mendapat gelar Alim. Ia mulai mengajar, pertama di Al-
Azhar, kemudian di Dar Al-Ulum dan juga di rumahnya sendiri. Di antara
buku-buku yang diajarkannya ialah buku akhlak karangan Ibnu Miskawaih,
Mukaddimah Ibnu Khaldun, dan sejarah Kebudayaan Eropa karangan
Guizot, yang diterjemahkan Al-Tahtawi ke dalam bahasa Arab pada tahun
1857 M. Sewaktu Jamaludin Al-Afghani diusir dari Mesir pada tahun 1879
M karena dituduh mengadakan gerakan menentang Khedewi Tawfik,
Muhammad Abduh yang juga dipandang turut campur dalam soal ini,
dibuang keluar kota Kairo. Tetapi di tahun 1880 M, ia boleh kembali ke ibu
kota dan kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi
pemerintah Mesir. Adapun ide-ide pembaruan Muhammad Abduh yang
membawa dampak positif bagi pengembangan pemikiran Islam adalah
sebagai berikut:

1. Pembukaan pintu ijtihad. Menurut Muhammad Abduh, ijtihad


merupakan dasar penting dalam menafsirkan kembali ajaran Islam.
2. Penghargaan terhadap akal. Islam adalah ajaran rasional yang
sejalan dengan akal sebab dengan akal, ilmu pengetahuan akan
maju.
3. Kekuasaan negara harus dibatasi oleh konstitusi yang telah dibuat
oleh negara yang bersangkutan.

 Sayyid Rasyid Rida

Rasyid Rida adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia lahir pada
tahun 1865 M di Al-Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak
jauh dari Kota Tripoli (Suriah). Menurut keterangan, ia berasal dari
keturunan Al-Husain, cucu Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, ia
memakai gelar Al-Sayyid di depan namanya. Semasa kecil, ia dimasukkan
ke madrasah tradisional di al-Qalamun untuk belajar menulis, berhitung
dan membaca alQur’ān. Pada tahun 1882 M, ia meneruskan pelajaran di
Madrasah Al-Wataniah Al-Islamiah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli. Di
Madrasah ini, selain dari bahasa Arab diajarkan pula bahasa Turki dan
Perancis, dan di samping pengetahuan-pengetahuan agama juga
pengetahuan-pengetahuan modern.

Sekolah ini didirikan oleh Al-Syaikh Husain Al-Jisr, seorang ulama Islam yang
telah dipengaruhi oleh ide-ide modern. Di masa itu sekolah-sekolah misi
Kristen telah mulai bermunculan di Suriah dan banyak menarik perhatian
orang tua untuk memasukkan anak-anak mereka belajar di sana. Dalam
usaha menandingi daya tarik sekolah-sekolah misi inilah, maka Al-Syaikh
Husain Al-Jisr mendirikan Sekolah Nasional Islam tersebut. Karena
mendapat tantangan dari pemerintah Kerajaan Utsmani, umur sekolah itu
tidak panjang. Rasyid Rida meneruskan pelajarannya di salah satu sekolah
agama yang ada di Tripoli. Tetapi dalam pada itu, hubungan dengan Al-
Syaikh Husain AlJisr berjalan terus dan guru inilah yang menjadi
pembimbing baginya di masa muda. Selanjutnya, ia banyak dipengaruhi
oleh ide-ide Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh melalui majalah
Al-Urwah Al-Wusṭa. Ia berniat untuk menggabungkan diri dengan Al-
Afghani di Istanbul, tetapi niat itu tak terwujud. Sewaktu Muhammad
Abduh berada dalam pembuangan di Beirut, ia mendapat kesempatan baik
untuk berjumpa dan berdialog dengan murid Al-Afghani yang terdekat ini.
Perjumpaan-perjumpaan dan dialognya dengan Muhammad Abduh
meninggalkan kesan yang baik dalam dirinya.

Pemikiran-pemikiran pembaruan yang diperolehnya dari Al- Syaikh Husain


Al-Jisr dan yang kemudian diperluas lagi dengan ide-ide Al-Afghani dan
Muhammad Abduh amat memengaruhi jiwanya. Ia mulai mencoba
menjalankan ide-ide pembaruan itu ketika masih berada di Suriah, tetapi
usaha-usahanya mendapat tantangan dari pihak Kerajaan Utsmani. Ia
merasa terikat dan tidak bebas. Oleh karena itu, ia memutuskan pindah ke
Mesir, dekat dengan Muhammad Abduh. Pada bulan Januari 1898 M, ia
sampai di negeri gurunya ini. Beberapa bulan kemudian, ia mulai
menerbitkan majalah yang termasyhur, Al-Manār.

Di dalam nomor pertama, dijelaskan bahwa tujuan Al-Manār sama dengan


tujuan Al-Urwah Al-Wusṭa, antara lain mengadakan pembaruan dalam
bidang agama, sosial, dan ekonomi, memberantas takhayul dan bid’ah-
bid’àh yang masuk ke dalam tubuh Islam, menghilangkan paham fatalisme
yang terdapat dalam kalangan umat Islam, serta paham-paham salah yang
dibawa tarekat-tarekat tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan dan
membela umat Islam terhadap permainan politik negara-negara Barat.

Majalah ini banyak menyiarkan ide-ide Muhammad Abduh. Guru


memberikan ide-ide kepada murid dan kemudian muridlah yang
menjelaskan dan menyiarkannya kepada umum melalui lembaran-
lembaran Al-Manār. Tetapi, selain dari ide-ide, Al-Manār juga mengandung
artikel-artikel yang dikarang Muhammad Abduh sendiri. Demikian juga
tulisan pengarang-pengarang lain. Beberapa pemikiran Rasyid Rida tentang
pembaruan Islam adalah sebagai berikut:
1. Sikap aktif dan dinamis di kalangan umat Islam harus ditumbuhkan.
2. Umat Islam harus meninggalkan sikap dan pemikiran kaum
Jabariyah.
3. Akal dapat dipergunakan untuk menafsirkan ayat dan hadis tanpa
meninggalkan prinsip umum.
4. Umat Islam menguasai sains dan teknologi jika ingin maju.
5. Kemunduran umat Islam disebabkan banyaknya unsur bid’ah dan
khurafat yang masuk ke dalam ajaran Islam.
6. Kebahagiaan dunia dan akhirat diperoleh melalui hukum yang
diciptakan Allah Swt.
7. Perlu menghidupkan kembali sistem pemerintahan khalifah.
8. Khalifah adalah penguasa di seluruh dunia Islam yang mengurusi
bidang agama dan politik.
9. Khalifah haruslah seorang mujtahid besar dengan bantuan para
ulama dalam menerapkan prinsip hukum Islam sesuai dengan
tuntutan zaman.

 Sayyid Ahmad Khan

Setelah hancurnya Gerakan Mujahidin dan Kerajaan Mughal sebagai akibat


dari Pemberontakan 1857 M, muncullah Sayyid Ahmad Khan untuk
memimpin umat Islam India, yang telah kena pukul itu untuk dapat berdiri
dan maju kembali seperti di masa lampau. Ia lahir di Delhi pada tahun 1817
M dan menurut keterangan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi
Muhammad saw. melalui Fatimah dan Ali. Neneknya, Sayyid Hadi, adalah
pembesar istana di zaman Alamghir II (1754‒1759 M). Ia mendapat didikan
tradisional dalam pengetahuan agama dan di samping bahasa Arab, ia juga
belajar bahasa Persia.

Ia orang yang rajin membaca dan banyak memperluas pengetahuan


dengan membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sewaktu
berusia 18 tahun, ia masuk bekerja pada Serikat India Timur. Kemudian, ia
bekerja pula sebagai hakim. Tetapi, pada tahun 1846 M, ia pulang kembali
ke Delhi untuk meneruskan studi. Di masa Pemberontakan 1857 M, ia
banyak berusaha untuk mencegah terjadinya kekerasan dan dengan
demikian banyak menolong orang Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggris
menganggap ia telah banyak berjasa bagi mereka dan ingin membalas
jasanya, tetapi hadiah yang dianugerahkan Inggris kepadanya ia tolak.

Gelar Sir yang kemudian diberikan kepadanya dapat ia terima.


Hubungannya dengan pihak Inggris menjadi baik dan hal ini ia pergunakan
untuk kepentingan umat Islam India. Sayyid Ahmad Khan berpendapat
bahwa peningkatan kedudukan umat Islam India dapat diwujudkan hanya
dengan bekerja sama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa yang
terkuat di India dan untuk menentang kekuasaan itu tidak akan membawa
kebaikan bagi umat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap
mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India.
Pemikiran Sayyid Ahmad Khan tentang pembaruan Islam adalah sebagai
berikut:

1. Kemunduran umat Islam disebabkan tidak mengikuti


perkembangan zaman dengan cara menguasai sains dan
teknologi.
2. Ia berpendirian bahwa manusia bebas berkehendak dan berbuat
sesuai dengan sunatullah yang tidak berubah. Gabungan
kemampuan akal, kebebasan manusia berkehendak dan berbuat,
serta hukum alam inilah yang menjadi sumber kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern.
3. Sumber ajaran Islam hanyalah al-Qur’ān dan hadis.
4. Ia menentang taklid dan perlu adanya ijtihad sehingga umat Islam
dapat berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern.
5. Ia berpendapat satu-satunya cara untuk mengubah pola pikir
umat Islam dari keterbelakangan adalah pendidikan.

 Sultan Mahmud II

Pembaruan di Kerajaan Utsmani pada abad ke-19, sama halnya dengan


pembaruan di Mesir, juga dipelopori oleh Raja. Kalau di Mesir Muhammad
Ali Pasya lah raja yang memelopori pembaruan, di Kerajaan Utsmani, raja
yang menjadi pelopor pembaruan adalah Sultan Mahmud II. Mahmud lahir
pada tahun 1785 M dan mempunyai didikan tradisional, antara lain
pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah dan sastra Arab,
Turki dan Persia. Ia diangkat menjadi Sultan pada tahun 1807 M dan
meninggal pada tahun 1839 M. Di bagian pertama dari masa
kesultanannya, ia disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha
menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar.

Peperangan dengan Rusia selesai pada tahun 1812 M dan kekuasaan


otonomi daerah akhirnya dapat ia perkecil kecuali kekuasaan Muhammad
Ali Pasya di Mesir dan satu daerah otonomi lain di Eropa. Setelah
kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Utsmani bertambah
kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai
usaha-usaha pembaruan yang telah lama ada dalam pemikirannya.
Sebagaimana sultan-sultan lain, hal pertama yang menarik perhatiannya
ialah pembaruan di bidang militer. Sultan Mahmud II banyak melakukan
gerakan pembaruan dalam dunia Islam, yaitu sebagai berikut:

1. Menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahannya.


2. Menghapus pengultusan sultan yang dianggap suci oleh rakyatnya.
3. Memasukkan kurikulum umum ke dalam lembaga-lembaga
pendidikan madrasah.
4. Mendirikan sekolah Maktebi Ma’arif yang mempersiapkan tenaga-
tenaga administrasi, dan Maktebi Ulum’i edebiyet yang
mempersiapkan tenaga-tenaga ahli penerjemah.
5. Mendirikan sekolah kedokteran, militer dan teknik.

 Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal berasal dari keluarga golongan menengah di Punjab dan


lahir di Sialkot pada tahun 1876 M. Untuk meneruskan studi ia kemudian
pergi ke Lahore dan belajar disana sampai ia memperoleh gelar
kesarjanaan M.A. Di kota itulah ia berkenalan dengan Thomas Arnold,
seorang Orientalis, yang menurut keterangan, mendorong pemuda Iqbal
untuk melanjutkan studi di Inggris. Pada tahun 1905 M, ia pergi ke negara
ini dan masuk ke University of Cambridge untuk mempelajari falsafat. Dua
tahun kemudian, ia pindah ke Munich di Jerman, dan di sinilah ia
memperoleh gelar Ph.D. dalam tasawuf.

Tesis doktoral yang diajukannya berjudul: The Development of Metaphysics


in Persia (Perkembangan Metafisika di Persia). Pada tahun 1908 M, ia
berada kembali di Lahore dan di samping pekerjaannya sebagai pengacara,
ia menjadi dosen falsafat. Bukunya The Reconstruction of Retigious
Thought in Islam adalah hasil ceramah-ceramah yang diberikannya di
beberapa universitas di India. Kemudian, ia memasuki bidang politik dan
pada tahun 1930, ia dipilih menjadi Presiden Liga Muslim. Di dalam
perundingan Meja Bundar di London, ia turut dua kali mengambil bagian. Ia
juga menghadiri Konferensi Islam yang diadakan di Yerusalem.

Pada tahun 1933 M, ia diundang ke Afghanistan untuk membicarakan


pembentukan Universitas Kabul. Pada usia 62 tahun, beliau meninggal di
tahun 1938 M. Berbeda dengan pembaruan-pembaruan lain, Muhammad
Iqbal adalah penyair dan filosof. Tetapi, pemikirannya mengenai
kemunduran dan kemajuan umat Islam mempunyai pengaruh pada
gerakan pembaruan dalam Islam. Pemikiran Muhammad Iqbal tentang
pembaruan Islam adalah sebagai berikut:

1. Ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaruan Islam dan


pintu ijtihad tetap terbuka.
2. Umat Islam perlu mengembangkan sikap dinamisme. Dalam
syiarnya, ia mendorong umat Islam untuk bergerak dan jangan
tinggal diam.
3. Kemunduran umat Islam disebabkan oleh kebekuan dan kejumudan
dalam berpikir.
4. Hukum Islam tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai
perkembangan zaman.
5. Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi yang dimiliki Barat.
6. Perhatian umat Islam terhadap zuhud menyebabkan kurangnya
perhatian terhadap masalah-masalah keduniaan dan sosial
kemasyarakatan.
BAB lll
PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Periodisasi sejarah kebudayaan Islam dibagi menjadi tiga garis besar. Tiga periode besar
tersebut adalah: 

1. Periode abad klasik (650-1250 M) 


2. Periode abad pertengahan (1250-1800 M) 
3. Periode abad Modern (1800-sekarang) 

Masa klasik dimulai sejak zaman Nabi Muhammad saw sampai dengan masa Abbasiyah.
sekitar abad VII - abad XII. Keistimewaan masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin adalah
periode Madinah sebagai pusat pemerintahan yang dijiwai ajaran Islam serta inti
pelajaran agama yang terpusat langsung dari sumber aslinya, yakni dengan memahami
dan mengamalkan ajaran al-Qur`an dan al-Hadis. Ilmu-ilmu keislaman yang lain belum
tumbuh. Oleh karena itu al-Qur`an secara langsung dikaji, digeluti dan direnungkan
maka pemikiran dan pengamalan Islam pun tumbuh dan berkembang secara sinkron.
Pada abad pertengahan, Islam mengalami kemunduran. Hal ini ditandai dengan tidak
adanya lagi kekuasaan Islam yang utuh yang meliputi seluruh wilayah Islam, dan
terpecahnya Islam menjadi kerajaan-kerajaan yang terpisah walaupun begitu ajaran
Islam mengalami perkembangan pada abad pertengahan walaupun perkembangannya
tidak sepesat pada periode klasik. Di India Kerajaan Mogul telah melaksanakan berbagai
usaha dakwah pendidikan Islam antara lain dengan membangun masjid-masjid dan
madrasah-madrasah. Islam pada periode modern ini dikenal dengan era kebangkitan
umat Islam. Kebangkitan umat Islam disebabkan oleh adanya benturan antara kekuatan
Islam dengan kekuatan Eropa. Benturan itu menyadarkan umat Islam bahwa sudah
cukup jauh tertinggal dengan Eropa. Hal ini dirasakan sekali oleh Kerajaan Turki Utsmani
yang langsung menghadapi kekuatan Eropa yang pertama kali. Kesadaran tersebut
membuat penguasa dan pejuang-pejuang Turki tergugah untuk belajar dari Eropa. Guna
pemulihan kembali kekuatan Islam, Kerajaan Turki mengadakan suatu gerakan
pembaruan dengan mengevaluasi yang menjadi penyebab mundurnya Islam dan
mencari ide-ide pembaruan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Benih pembaruan dunia
Islam sesungguhnya telah muncul sekitar abad XIII M
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan karunia-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah terkait Pembaruan Dalam Islam.

Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dalam mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam yang diberikan oleh guru yang bersangkutan.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan, baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga,guru mata pelajaran, beserta
teman-teman yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan makalah yang
sederhana ini.

Kritik dan saran sangat penulis harapkan guna kesempurnaan makalah ini, dan juga
menjadi faktor koreksi bagi penulis guna menyusun makalah-makalah yang akan datang. Akhir
kata penulis ucapkan syukur dan terima kasih, semoga bermanfaat. Amin.

Tidore, April 2021

Penulis
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(Pembaruan Dalam Islam)

Oleh:

Alya Nazwa Sabila Maharani (X MIPA-3)

Anda mungkin juga menyukai