Salah satu teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah telepon genggam
atau ponsel dengan sebutan kerennya Smartphone. Perkembangan telepon seluler
saat ini telah menyentuh semua lapisan masyarakat. Maka dari itu jangan heran jika
golongan orang menengah kebawah dan anak-anak dapat menggunakan ponsel
karena harganya yang murah dan jaminan akses internet yang bisa di dapat.
Khususnya untuk anak-anak, saat ini sangat banyak anak-anak yang sudah mahir
dan memang diizinkan oleh orang tuanya untuk membawa ponsel.
Tak hanya itu, menurut penelitian W. Steward dari Swedia, penggunaan ponsel
minimal selama 10 tahun dapat meningkatkan risiko timbulnya acoustic-
neuroma atau tumor lunak pada saraf pendengaran. Penelitian tentang acoustic-
neuroma menandakan bisa berlipat empat kali lipat jika ponsel sering digunakan
untuk menelpon yaitu tepatnya di sisi kepala. Perlu diketahui, bahwa radiasi ponsel
dapat menembus sampai 3 inchi kedalam tubuh dibandingkan dengan bagian tubuh
yang tak digunakan. Lebih berbahayanya lagi pada anak-anak karena akan berisiko
lebih besar sebab tubuh anak masih rentan terhadap serangan penyakit.
Jika kita cermati hal ini tentunya kita pasti lebih mengkhawatirkan anak-anak
kita jika dibekali ponsel ketimbang tidak dibekali. Anak-anak yang memiliki risiko
terbesar adalah anak-anak yang berusia dibawah 8 tahun. Dalam hal ini orang tua
perlu memahaminya bahwa anak-anak masihlah dalam masa pertumbuhan karena
apabila pertumbuhan tidak normal maka akan berdampak pada pertumbuhan
selanjutnya. Jika hal ini terjadi maka bukanlah kebahagiaan yang akan di peroleh
anak melainkan adalah penderitaan dan tentunya keluarga juga akan
merasakannya.
Masih Perlukah? Pembagian Program di SMA
Waktu aku masih SMA dulu, ada seorang temanku mengeluh begini, "Nilai
rapot gue kecil gini, pasti ayah sama ibu gue marah berat nih sama gue. Mereka
mau gue masuk IPA sedangkan lu kan tau kalo gue gak suka sama yang namanya
pelajaran kimia, fisika sama biologi. Rasanya badan dan otak gak kuat buat nerima
pelajaran pasti begitu".
Memang tidak dipungkiri bahwa banyak dari pelajar yang menentukan program
studi di SMA berdasarkan temannya, gengsi, suara terbanyak dikelasnya, ataupun
perintah orang tua. Pada umumnya pelajar sebagian besar tidak memilih program
studi berdasarkan kemampuan diri dan kegemaran mereka akan suatu bidang.
Menurut pernyataan teman saya tadi, orang tuanya sangat ingin anaknya masuk
program studi IPA karena dinilai lebih menjanjikan untuk melanjutkan studi di tingkat
perguruan tinggi. Namun menurutnya, saudaranya yang mengambil program studi
IPA bahkan kesulitan dalam mencari perguruan tinggi negeri yang berkualitas dan
pada akhirnya memilih melanjutkan studi di jurusan pariwisata.
Kedengarannya memang lucu jika melihat seorang yang saat SMA nya
mengambil jurusan IPA tetapi ketika melanjutkan ke perguruan tinggi malah
mengambil jurusan pariwisata. Meskipun demikian, tetapi hal itulah yang terjadi di
masyarakat sekarang. Program studi yang diambil tak menutup kemungkinan untuk
seorang pelajar melanjutkan dibidang yang sangat berbeda.
Lalu apa yang mesti dilakukan untuk memilih program studi di SMA? sama
halnya yang sedang adik saya rasakan saat ini. Ia mengaku bingung untuk memilih
program studi yang cocok untuknya tetapi ia belum mengetahui letak kemampuan
dan kegemarannya di program studi apa. Sementara banyak temannya yang
memilih program studi bisa dikatakan secara asal-asalan karena hanya mengikuti
apa kata teman dan gengsi mereka saja.
Meskipun fenomena ini sangat membuat kita bertanya-tanya, tetapi hal ini
tentunya bermanfaat meskipun tak seluruhnya berjalan dengan lancar. Jadi dapat
disimpulkan bagi siswa SMA yang ingin memilih program studi alangkah baiknya
mengikuti apa kata temanku bahwa pilihlah program studi yang benar-benar diminati
dan jangan tergantung dengan orang lain. Ketika sudah lulus dan ingin melanjutkan
ke perguruan tinggi maka nanti urusannya beda lagi karena jurusan yang diambil
bisa saja berubah.
Penyebab Kebakaran Hutan di Indonesia
Penyebab kebakaran hutan di Indonesia pada dasarnya memiliki dua
penyebab yaitu kebakaran yang disebabkan oleh faktor alam dan juga faktor
manusia. Namun sebagian besar kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia
belakangan ini disebabkan karena ulah dari manusianya sendiri. Hal ini tentunya
sangat memprihatinkan jika mengingat Indonesia dahulu merupakan paru-paru
dunia karena sebagian besar hutan dunia ada di Indonesia. Sedangkan dampak dari
kebakaran hutan sendiri bukan hanya merugikan Indonesia, akan tetapi negara-
negara tetangga pun ikut dirugikan akibat tercemarnya udara.
Penyebab kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam dipicu oleh
berbagai hal salah satunya adalah sambaran petir. Sambaran petir dapat
menimbulkan percikan api yang dapat menyammbar ranting dan dedaunan. Cuaca
ekstrim juga dapat menimbulkan kebakaran hutan misalnya musim kemarau
berkepanjangan yang dapat membuat hutan kehabisan stok air dan pohon-pohon
pun mengering dan lambat laun akan terbakar karena panas yang berkepanjangan.
Sedangkan Menurut Syaufina (2008), kebakaran hutan di Indonesia 99%
diakibatkan karena ulah oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Oleh sebab itu
tak heran kebakaran hutan di Indonesia terjadi di setiap tahun. Berbagai aktifitas
manusia yang dapat menimbulkan kebakaran hutan seperti membuka lahan dengan
cara membakar hutan, ilegal loging dan tak ada perhatian terhadap lingkungan
hutan di Indonesia baik dari pemerintah maupun masyarakat. Tentunya jika hal ini
dibiarkan tanpa adanya perhatian dari berbagai pihak maka Indonesia dalam
beberapa tahun ke depan bukan lagi negeri yang kaya akan flora dan faunanya
karena jelas semuanya akan mati dilahap si jago merah.
Kebakaran hutan yang diakibatkan oleh ulah manusia bukann hanya dapat
terjadi karena faktor kesengajaan akan tetapi faktor ketidak sengajaan pun dapat
memicu kebakaran hutan. Beberapa hal yang tidak disengaja tetapi dapat
menimbulkan kebakaran seperti membuang putung rokok sembarangan,
membiarkan api unggun tetap hidup saat ditinggalkan, membakar sampah. Hal ini
perlu diperhatikan bagi para penggiat aktifitas outdoor dan juga pecinta alam serta
masyarakat sekitar hutan agar dapat menjaga kelestarian hutan dengan cara
meminimalisir aktifitas yang dapat menimbulkan kebakaran hutan. Beberapa hutan
telah menjadi korban akibat keteledoran manusia misalnya saja Gunung Muria dan
Gunung Sindoro.
Penyebab kebakaran hutan juga bisa terjadi karena adanya kebakaran yang
terjadi di bawah tanah atau yang biasa disebut ground fire. Ground fire dapat terjadi
pada lahan gambut dan uap panas yang ditimbulkan bisa menyebabkan vegetasi
diatas tanah juga ikut terbakar. Kebakaran jenis ini dapat terjadi hanya pada musim
kemarau panjang.
Penanggulangan bencana kebakaran memang sudah seharusnya di awali
dengan mengetahui penyebab-penyebab utamanya. Selanjutnya hanya perlu
tindakan dari pihak yang berwajib untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat
agar tetap berhati-hati agar hutan tetap terjaga. Hal tersebut juga harus dibarengi
dengan tindakan tegas dari kepolisian agar tidak sungkan-sungkan menghukum
oknum-oknum yang dapat menyebabkan kebakaran. Hal ini harus dilakukan agar
pelaku jera dalam melakukan tindakannya.
KECERDASAN EMOSIONAL DALAM BELAJAR
Keenam poin tersebut adalah kemampuan yang harus dimiliki siswa. Bila seorang
siswa mampu mengaturnya dengan baik, hal tersebut menunjukan kecerdasan emosional
yang baik dan akan memberikan sumbangan yang besar terhadap prestasi baiknya dalam
belajar. Tapi kalau yang terjadi sebaliknya, maka siswa akan terhambat dan menhalami
kesulitan dalam belajar.
Melihat uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional
merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa yang memiliki
kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang baik di sekolah. Siswa dengan ketrampilan
emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam
pelajaran, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Sebaliknya
siswa yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan
mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada
pelajaran ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih, sehingga bagaimana siswa diharapkan
berprestasi kalau mereka masih kesulitan mengatur emosi mereka.