Ternak ruminansia mempunyai lambung ganda yaitu sebanyak 4 bagian,
yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Rumen, retikulum dan omasum merupakan lambung depan yang semu karena ketiga bagian tersebut tidak mempunyai glandula, tanpa mukus dan tidak menghasilkan enzim untuk membantu mencerna nutrien. Abomasum bagian lambung paling belakang disebut sebagai lambung sejati karena pada bagian ini disekresikan enzim yang dapat membantu dalam proses pencernaan (Nuswantara, 2003). Kembung merupakan jenis penyakit yang kerap menyerang sapi potong. Dua jenis bloat yaitu rumen bloat dan abomasums bloat. Kasus abomasums bloat jarang terjadi pada sapi dewasa. Rumen bloat disebabkan adanya akumulasai gas yang berlebihan didalam rumen. Gas tersebut berasal dari fermentasi mikrobia rumen terhadap pakan yang masuk ( Rianto dan Purbowati, 2010). Kembung rumen merupakan bentuk indigesti akut yang disertai dengan penimbunan gas didalam lambung-lambung muka ruminansia. Kembung dapat terjadi secara primer maupun sekunder, dan gas yang tertimbun mungkun dapat terpisah dari isi lambung lainnya, atau terperangkap diantara ingesta didalam rumen maupun retikulum. Kembung rumen dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar (Subronto, 1989). Kembung merupakan akibat dari mengkonsumsi pakan yang mudah menimbulkan gas di dalam rumen. Kondisi rumen yang terlalu penuh dan padat yang berujung menurunkan gerakan rumen dan menurunkan derajat keasaman dari rumen. Pakan hijauan yang masih muda dapat memicu timbulnya bloat, selain itu tanaman kacang-kacangan juga memicu timbulnya kembung (Sitepoe, 2008). Kembung dapat dicegah dengan pembatasan konsumsi tanaman kacang- kacangan (maksimal 40%). Pengaturan pola makan yang teratur juga dapat mencegah terjadinya kembung. Kandungan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak akan mencegah terjadinya kembung, serta apabila ternak di gembalakan usahakan setelah tidak ada embun (Mulyono,2010). BAB III. PEMBAHASAN
A. Penyakit Kembung Perut (Timpani rumen, Meteorismus, Bloat)
Penyakit kembung (Timpani) merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang ternak ruminansia terutama sapi dan domba. Meskipun terlihat sepele, sebaiknya para peternak selalu waspada, karena pada kasus yang berat dapat berakibat fatal dan kematian pada ternak. Timpani pada ternak dapat diakibatkan oleh banyak faktor. Namun secara garis besar, timbulnya kembung disebabkan oleh akumulasi gas yang berlebihan di dalam rumen hewan ruminansia.
Gambar 1. Lambung pada ruminansia
Pencernaan bahan makanan di dalam perut hewan ruminansia dilakukan oleh mikroorganisme di dalam perut ternak. Mikroorganisme yang secara alamiah ada di dalam perut yang bertugas melakukan pencernaan awal terhadap bahan makanan dan terutama protein. Proses pencernaan protein oleh mikroorganisme ini akan menghasilkan berbagai enzim dan asam amino yang dapat diserap oleh dinding usus ternak. Tanpa adanya mikroorganisme ini dapat dipastikan proses pencernaan makanan di dalam perut ternak tidak akan dapat terjadi. Namun di sisi lain, proses pencernaan bahan makanan oleh mikroba juga mengeluarkan eksreksi lain berupa gas yang sebagian besar adalah karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas inilah yang apabila tidak sempat dikeluarkan melalui anus dengan cara berkentut atau dengan bersendawa akan terakumulasi didalam rumen. Seringkali kembung ringan seperti ini dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, apabila kejadian berlanjut dan tidak ditangani maka akumulasi gas terjebak ini akan membentuk buih/busa (froathy bloat) yang akan semakin sulit bagi ternak untuk mengeluarkannya.
Gambar 2. Sapi yang terserang bloat
Faktor-faktor yang mendorong terbentuknya busa diantaranya visikositas dan tegangan muka cairan di dalam rumen, aliran dan susunan air liur, dan kegiatan jasad renik di dalam rumen. Ketiga faktor tersebut akan mempermudah pembentukan busa. Busa tersebut selanjutnya akan terperangkap di sela-sela ingesta di dalam rumen (Subronto, 1989). Perut kembung atau timpani adalah suatu keadaan mengembangnya rumen akibat terisi oleh gas yang berlebihan. Hal ini terjadi ketika esophagus mengalami sumbatan sehingga menghambat pengeluaran gas. Produksi gas yang cepat (CO2 dan CH4) sebagai hasil akhir fermentasi akan memicu terjadinya kembung. Kondisi ini dikaitkan dengan tingginya konsentrasi protein terlarut yang terdapat di dalam rumen. Gas yang terbentuk akan menetap di rumen dalam bentuk gelembung-gelembung kecil yang tidak merangsang terjadinya reflek bersendawa sehingga rumen mengembung. Timpani merupakan indigesti akut yang disertai dengan penimbunan gas di dalam rumen dan retikulum ruminansia yang penuh berisi gas (CO2 dan CH4) sebagai hasil akhir fermentasi yang berlebihan yang berasal dari proses pencernaan di dalam lambung. Hal ini terjadi ketika esophagus mengalami sumbatan sehingga menghambat pengeluaran gas. Timpani disebabkan oleh penyebab primer dan penyebab sekunder. Penyebab primer adalah akibat dari fermentasi makanan yang berlebihan kemudian hewan tidak mampu mengeluarkan gas, sehingga gelembung- gelembung gas akan terakumulasi yang merupakan penyebab kembung. Sedangkan penyebab sekunder berupa gangguan yang bersifat fisikal yang terjadi pada daerah esophagus yang disebabkan oleh benda asing, stenosis atau tekanan dari perluasan jalan keluar esophagus. Makanan yang difermentasi misalnya hijuan segar yang banyak mengandung air dan berprotein tinggi. Hijuan leguminosa mudah berfermentasi dan mengeluarkan gas. Oleh karena itu, pemberian hijauan leguminosa segar yang berlebihan dapat menyebabkan timpani. Pemberiaan makanan konsentrat yang terlalu banyak pula dapat menyebabkan timpani, terutama konsentrat yang mulai busuk. Rumput basah atau berembun dapat juga menjadi penyebab perut kembung. Timpani biasanya terjadi pada sapi, kerbau dan kambing. B. Penyebab Penyebab perut kembung antara lain: 1. Pemberian leguminosa (kacang-kacangan) secara berlebihan. Daun legum yang mengandung kadar air dan protein yang tinggi menghasilkan asam-asam yang tidak mudah menguap seperti sitrat, malat dan suksinat. Asam-asam ini akan segera menurunkan pH rumen dalam waktu 30-60 menit pasca pemberian daun legum. 2. Pemberian rumput terlalu muda secara berlebihan atau karena tidak dilayukan. 3. Adanya sumbatan pada kerongkongan, selain itu bloat dapat juga terjadi pada ternak yang pergerakannya terbatas. 4. Merumput pada lahan yang baru dipupuk, makan buah terlalu banyak, memakan racun dan ubi atau tanaman sejenis yang dapat menahan keluarnya gas dari perut. C. Cara Penularan dan Gejala Klinis 1. Cara Penularan Penyakit kembung perut tidak membahayakan atau menular ke ternak lain maupun manusia. Daging sapi yang terserang penyakit inipun masih aman untuk dikonsumsi. 2. Gejala Klinis a. Ternak nampak resah b. Sisi perut sebelah kiri nampak menonjol (membesar) dan kencang. c. Apabila bagian perut ditepuk/dipukul dengan jari akan terdengar suara mirip suara drum akibat rentangan perut yang begitu kencang. d. Tekanan intra rumen mengakibatkan : Pembesaran abdomen atau rumen, membesarnya rumen akan meningkatkan tekanan di dalam rongga perut dan rongga dada sehingga menyebabkan kesulitan bernafas yang ditandai dengan pernafasan dada yang cepat dan dangkal. Sebaliknya, paru-paru dan sistem peredaran darah jantung tidak bekerja. Apabila kondisi ini berlanjut maka akan terjadi gangguan peredaran darah dan kematian dalam beberapa menit. e. Hewan tampak gelisah dan berusaha menghentakkan kaki atau mengais-ais perutnya. f. Ternak mengalami kesulitan bernapas atau sering bernpas melalui mulut. g. Nafsu makannya menurun drastis, bahkan tidak mau makan sama sekali. h. Pulsus nadi meningkat, terdengar eruktasi i. Mata merah, namun segera berubah menjadi kebiruan yang menandakan adanya kekurangan oksigen dan mendekati kematian. j. Angka kematian dapat mencapai 90% jika tidak tertolong. D. Penanggulangan 1. Pengobatan Tindakan yang mampu menolong ternak yang mengalami kembung, ternak dipaksa berdiri dan berjalan. Pemberian minyak nabati dapat mengobati kembung pada ternak ruminansia. Minyak nabati dapat mengurangi buih yang terjadi akibat dari penyabunan (Sitepoe, 2008). 2. Pencegahan Kembung dapat dicegah dengan pembatasan konsumsi tanaman kacang-kacangan (maksimal 40%). Pengaturan pola makan yang teratur juga dapat mencegah terjadinya kembung. Kandungan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak akan mencegah terjadinya kembung, serta apabila ternak di gembalakan usahakan setelah tidak ada embun (Mulyono,2010). Pemberian minyak nabati juga bisa mencegah terjadinya penyabunan akibat dari pemberian hijauan muda ataupun tanaman kacang-kacangan.