Anda di halaman 1dari 56

7 Bakteri Paling Mematikan ini Bisa

Digunakan Untuk Senjata Biologi Dalam


Perang
Adi Nugroho 3 tahun lalu | Trending

Ads by Kiosked

Barangkali senjata perang paling mematikan saat ini adalah senjata yang menggunakan nuklir
sebagai bahan baku utamanya. Sebut saja bom nuklir, misil nuklir, dan lain sebagainya. Namun,
ada satu senjata yang sebenarnya bisa digunakan dan memiliki kemampuan mematikan yang
tinggi. Senjata itu berupa bakteri atau virus yang sengaja dikembangkan untuk membunuh
banyak orang tanpa harus menggunakan senjata tempur dengan daya ledak tinggi. Bakteri dan
sejenisnya dipilih karena memiliki kemampuan penyebaran yang cepat. Selain itu jika sudah jadi
pandemi, penanggulangannya akan sangat sulit.

Inilah 7 bakteri paling mematikan yang sering sekali digunakan untuk senjata biologi. Jika
senjata ini meledak, manusia akan susah menyelamatkan diri dan hanya bisa pasrah menerima
keadaan.

1. Bacillus Anthracis
Basillus Anthracis atau sering disebut dengan anthrax adalah sejenis patogen yang mudah sekali
kembangkan. Dalam sejarahnya, anthrax banyak sekali disebarkan untuk membunuh manusia
dengan cepat. Biasanya anthrax diwujudkan menjadi serbuk putih tipis lalu disebarkan ke udara
hingga orang yang ada di bawahnya akan terinfeksi.

Artikel Lainnya
10 Seleb Papan Atas ini Ternyata Pernah Jadi Paskibra, Bikin Bangga deh!
Kisah Kakek Huri dan Samurai yang Kerap Digunakan untuk Menebas Tentara Jepang

Ads by Kiosked

Bacillus Anthracis [image source]Selain itu, anthrax juga banyak dikirim melalui surat hingga
orang yang membuka surat akan mengalami infeksi secara langsung. Anthrax mudah sekali
masuk ke tubuh manusia meski hanya kotak menggunakan tangannya saja. Selebihnya, anthrax
akan membuat peluang hidup penderitanya anjlok jika tak segara mendapatkan perawatan
dengan baik.

2. Rickettsia
Rickettsia adalah sebuah bakteri yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan serangga sejenis
kutu yang biasanya hidup pada anjing dan kucing. Jika manusia terkena gigitan kutu ini, bakteri
akan masuk dan segera menyebar dengan cepat.

Ads by Kiosked
Ads by Kiosked

Rickettsia [image source]Orang yang mengalami penyakit ini biasanya akan mengalami mual
dan langsung drop hingga kepalanya sakit seperti pecah. Jika tidak segera ditolong, penderita
bisa memiliki harapan mati yang tinggi. Hal paling seram lagi dari penyakit ini adalah susahnya
dideteksi sejak dini.

3. Coxiella Burnetti
Coxiella Burnetti adalah bakteri yang hidup di dalam tubuh hewan seperti kambing dan domba.
Mereka hidup di dalam produk seperti susu dan juga daging yang belum diolah dengan baik. Jika
seseorang memakan produk olahan tanpa dimasak terlebih dahulu, kemungkinan terinfeksi
sangat besar.
Ads by Kiosked

Coxiella Burnetti [image source]Seorang yang terinfeksi akan mengalami gangguan seperti
pusing hingga diare hebat. Jika penyakit ini tak segera diatasi, bakteri akan menyebar dan
menyebabkan penyakit hepatitis, pneumonia, dan meningitis. Bakteri ini bisa dikembangkan dan
digunakan untuk senjata biologi karena kemampuan penyebarannya yang cepat.

4. Borrelia Burgdorferi
Burrelia Burgdorferri adalah sebuah bakteri yang bisa menyebabkan penyakit borreliosis atau
sering disebut dengan penyakit Lyme. Penyakit ini ditularkan dari gigitan serangga kecil yang
biasanya hidup pada domba atau rusa. Bakteri yang masuk akan segera menginfeksi tubuh
manusia dan membuatnya mengalami gangguan seperti pusing, demam, hingga muntah.
Ads by Kiosked

Borrelia Burgdorferi [image source]Jika infeksi kian parah, seseorang bisa mengalami gangguan
pada fungsi otot terutama di bagian wajah. Selain itu organ jantung akan mulai mengalami
gangguan hingga detaknya akan melambat perlahan-lahan. Terakhir, penyakit Lyme juga bisa
menyebabkan peradangan otak yang membuat manusia akan susah bertahan hidup.

5. Leptospira
Leptospira adalah bakteri yang bisa menyebabkan penyakit leptospirosis. Penyakit ini biasanya
disebarkan oleh tikus yang menghuni gorong-gorong air pembuangan. Jika tubuh manusia yang
luka terkena kotoran atau air seni dari tikus ini maka bakteri leptospira akan segera masuk dan
menyebabkannya jadi demam, pusing, hingga diare parah.
Ads by Kiosked

Leptospira [image source]Jika infeksi bakterinya kian parah. Seorang penderita leptospirosis bisa
mengalami penyakit kuning hingga gagal hati. Penyakit ini mungkin bisa ditangani dengan
penisilin. Namun penyebarannya bisa cepat, apalagi jika dikembangkan menjadi senjata biologi.

6. Francisella Tularensis
Francisella Tularensis adalah salah satu bakteri yang memiliki peluang besar akan digunakan
dalam senjata biologi. Alasannya sederhana, bakteri ini mudah sekali menyebar. Bahkan bisa
menginfeksi tubuh manusia dengan berbagai cara seperti melalui udara, sentuhan, dan juga air
yang dikonsumsi.
Ads by Kiosked

Francisella Tularensis [image source]Seseorang yang terkena penyakit ini akan mengalami
biasanya memiliki gejala seperti demam, dan mata merah karena selalu iritasi. Jika infeksi sudah
parah seseorang akan mengalami gangguan pada fungsi hatinya.

7. Brucella
Brucella sebenarnya bakteri yang menyerang hewan seperti sapi. Namun bakteri ini juga bisa
beradaptasi hingga akhirnya menginfeksi manusia dengan cepat. Seseorang yang mengalami
infeksi ini akan mengalami gangguan seperti demam, tubuh sakit semua hingga gangguan pada
alat vital dan juga hati.
Ads by Kiosked

Brucella pada sapi [image source]Bakteri ini mudah sekali menular kepada manusia hanya
dengan melalui udara. Selain itu, infeksi akan bisa berjalan dengan cepat jika mengenai luka
terbuka pada kulit. Bakteri ini memiliki kemungkinan besar dikembangkan untuk senjata biologi.

Demikianlah 7 bakteri paling mematikan yang bisa digunakan untuk senjata biologi. Bagaimana
menurut anda? Adalah jenis bakteri lain yang kemungkinan bisa menyebar dengan cepat dan
digunakan sebagai senjata biologi.
5 Ranjau Darat Paling Mematikan, Sekali
Kena Pasti Hancur Berkeping-Keping
Rizal 2 tahun lalu | Trending

Ads by Kiosked

Dalam sebuah peperangan, para pasukan tak hanya dituntut untuk mahir menembak saja, tapi
juga hal-hal yang bersifat taktis, misalnya dengan memasang jebakan untuk musuh. Tapi karena
kita membicarakan tentang militer, maka jebakannya pun bukan yang biasa-biasa seperti jerat
atau lubang besar, tapi sesuatu yang lebih mematikan. Ya, ranjau.

Ranjau sendiri terbagi atas beberapa jenis, dan yang sering dipakai kebanyakan adalah land mine
alias ranjau darat. Ranjau jenis ini memang sangat mematikan, tak hanya bisa membuat tentara
musuh tewas seketika, tapi juga mampu menghancurkan kendaraan-kendaraan kelas berat seperti
mobil taktis sampai tank.

Lebih jauh tentang ranjau darat, berikut adalah jenis-jenis dari land mine yang dianggap paling
mematikan.

Artikel Lainnya
Mengundang Decak Kagum Seluruh Dunia, Ini Rahasia di Balik Indahnya Tari Ratoh Jaroe
10 Seleb Papan Atas ini Ternyata Pernah Jadi Paskibra, Bikin Bangga deh!
1. Blast Mines, Simple dan Sangat Mematikan
Soal mekanisme, blast mine adalah yang paling simple dari semua ranjau darat lainnya. Ya, cara
pakainya sendiri hanya perlu diletakkan di tempat yang ditentukan, lalu tunggu sampai ia dipicu
dan akhirnya meledak.

Ads by Kiosked

Ads by Kiosked

Blast mine [Image Source]Meskipun simple dan sederhana, tapi blast mine adalah salah satu
yang paling mematikan. Hal tersebut tak lain karena daya ledaknya yang ekstrem. Ketika diinjak
oleh seorang tentara, maka sudah pasti ia akan hancur berkeping-keping. Begitu pula dengan
kendaraan tempur lainnya. Ngerinya lagi, ranjau satu ini cukup sensitif. Sedikit pemicu ia bisa
meledak.

2. Fragmentation Mines, Ranjau Dengan Teknik Jebakan


Klasik
Berbeda dengan blast mine yang simple, ranjau satu ini butuh persiapan agak rumit ketika
menggunakannya. Mekanismenya adalah dengan memasang semacam tali atau kawat di bagian
atas ranjau kemudian mengikatkannya ke sebuah benda, entah tiang atau kayu.
Ads by Kiosked

Fragmentation Mines [Image Source]Jadi, ketika seseorang tak sengaja menyentuh tali tersebut
sampai tertarik, maka ranjau satu ini akan terpicu dan meledak sejadi-jadinya. Daya ledaknya
sendiri cukup besar dan sangat fatal jika terkena. Meskipun butuh persiapan untuk
memasangnya, ranjau satu ini kadang sangat susah untuk dideteksi.

3. Bounding Fragmentation Mines, Lebih Ngeri dari Ranjau


Jebakan Biasa
Jenis ranjau satu ini hampir sama dengan fragmentation mine biasa. Ia dipasang dengan
mekanisme tali jerat yang sama. Nah, perbedaannya sendiri adalah lompatan. Maksudnya, ketika
ia dipicu, maka ranjau ini akan mengeluarkan semacam mekanisme melompat secara otomatis
lalu meledak.
Ads by Kiosked

Bounding Fragmentation Mines [Image Source]Ya, perbedaannya hanya pada lompatan ranjau
saja, tapi kalau dilihat-lihat yang seperti ini justru lebih mematikan. Tak seperti fragmentation
mine yang meledak di tanah, ranjau darat ini bisa meledak di udara yang artinya bisa
menghasilkan daya rusak yang lebih besar.

4. Directional Fragmentation Mines, Tak Meledak Tapi


Sangat Mematikan
Tipe lain dari ranjau jenis fragmentation adalah directional. Soal mekanisme, ranjau satu ini
memiliki kesamaan yakni bisa dipicu dengan jebakan kabel. Tapi, versi terbarunya bisa
dikendalikan dengan remote kontrol. Soal daya hancur, directional fragmentation ini sangat
berbeda, pasalnya ia tidak meledak.
Ads by Kiosked

Directional Fragmentation Mines [Image Source]Meskipun tidak meledak, tapi ranjau ini juga
cukup mematikan. Jadi, ketika dipicu, ia akan menembakkan bola-bola baja berukuran kecil ke
satu arah dengan kecepatan yang luar biasa. Tak sama seperti ranjau lain, yang satu ini bisa
berguna untuk menghabisi satu pleton tentara.

5. Scatterable Mines, Ranjau Manis Nan Sadis


Ranjau yang terakhir ini cukup berbeda dibandingkan yang lain. Tak seperti blast mine atau
fragmentation mines yang dipasang dengan tangan dan sistematis, scatterable dipasang dengan
cara disebar begitu saja. Biasanya ia dilemparkan dari pesawat atau ditembakkan ke tempat
tertentu.
Ads by Kiosked

Scatterable Mine disebarkan melalui tembakan [Image Source]Yang unik dari ranjau ini adalah
cara meledaknya. Scatterable tak meledak saat diinjak, justru ketika diangkat dari tanah barulah
ia meledak sejadi-jadinya. Ngerinya lagi, ranjau satu ini biasanya berbentuk unik dan menarik
perhatian untuk diambil.

Inilah deretan ranjau darat paling mematikan yang pernah ada. Ranjau-ranjau ini tercatat pernah
dipakai dalam berbagai perang dan memang bekerja dengan sangat baik. Mirisnya, di beberapa
daerah yang pernah jadi medan perang, ranjau-ranjau ini masih tersebar aktif. Sudah banyak
cerita tentang penduduk setempat yang tewas karena tak sengaja menginjak ranjau-ranjau itu.
SENJATA BIOLOGI

Bioteknologi adalah ilmu biologi molekuler berikut teknik dan aplikasinya yang digunakan untuk
memodifikasi, memanipulasi atau merubah proses kehidupan normal dari organisme-organisme dan
jaringan-jaringan guna meningkatkan kinerjanya bagi keperluan Peperangan biologis adalah penggunaan
mikroorganisme dan racun yang disengaja, umumnya mikroba, tumbuhan atau hewan untuk
menghasilkan penyakit dan kematian pada manusia, ternak dan tanaman pangan. Daya tarik senjata
biologis dalam perang, dan untuk penggunaan dalam serangan teroris dikaitkan dengan akses mudah ke
berbagai agen biologis penghasil penyakit, dengan biaya produksi rendah, hingga tidak terdeteksi oleh
sistem keamanan rutin, dan untuk kemudahan transportasi mereka. dari satu tempat ke tempat lain
(Witarto, 2002).

Teknologi baru dan mudah diakses memunculkan proliferasi senjata semacam itu yang
berimplikasi pada keamanan regional dan global. Menanggulangi ancaman semacam itu, dan dalam
mengamankan budaya dan pertahanan perdamaian, kebutuhan akan kepemimpinan dan teladan dalam
merancang strategi pencegahan dan perlindungan telah ditekankan melalui konsultasi dan kerjasama
internasional. Kepatuhan terhadap Konvensi Senjata Biologi dan Toksin diperkuat dengan tindakan
membangun kepercayaan yang didukung oleh penggunaan protokol pemantauan dan verifikasi, memang
merupakan langkah penting dan perlu dalam mengurangi dan menghilangkan ancaman perang biologis
dan bioterorisme manusia. Bioteknologi memiliki kekhasan dalam hal kemungkinan transfer ciri-ciri
organisme melalui proses rekayasa biologi yang tidak mungkin terjadi secara alamiah. Perkembangan
bioteknologi dalam dasawarsa terakhir sangat pesat, suatu kondisi yang diprediksikan John Naisbitt
(futurolog terkemuka dunia) tentang abad 21 sebagai abad bioteknologi dan informasi (Hodges, 2000).

Pengertian Senjata Biologi

Senjata biologi (bahasa Inggris: biological weapon) adalah senjata yang menggunakan patogen
(bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai, atau
melumpuhkan musuh. Senjata biologi sering disebut sebagai "senjata nuklir orang miskin" (Gould, 1997).
Biaya maupun teknologi yang diperlukan untuk membuat senjata biologis jauh lebih rendah dan mudah
dibanding senjata nuklir atau kimia. Walaupun demikian, efek penghancuran massa-nya tidak kalah hebat
dibanding kedua senjata tadi. Menurut perhitungan Office of Technology Assessment di Konggres Amerika
pada tahun 1993, 100 kg spora Bacillus anthracis yang disebarkan di atas ibu kota Washington bisa
menimbulkan korban 3 juta jiwa. Dalam kenyataannya, penyebaran bakteri serupa dari instalasi
pembuatan senjata biologis Rusia di kota Yekaterinburg pada tanggal 2-3 April 1979 telah menelan korban
tewas 'puluhan ribu jiwa' di daerah sekitarnya menurut laporan Union for Chemical Safety, walau laporan
resmi pemerintah hanya 66 orang (Graeves, 1999).

Sejarah Senjata Biologi


Sejarah penggunaan senjata biologi dimulai pada tahun 400 SM, ketika orang Iran Kuno (scythians)
menggunakan panah yang dicelupkan ke dalam feses (kotoran) dan mayat makhluk hidup yang telah
membusuk. Hal serupa juga dilakukan oleh bangsa Roma yang mencelupkan pedangnya ke
dalam pupuk dan sisa hewan yang telah membusuk sebelum berperang dengan musuhnya. Apabila
musuhnya terluka oleh senjata tersebut, maka terjadi infeksi penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Peristiwa penting dalam sejarah kuno penggunaan senjata biologi terjadi ketika
bangsa Mongol mengusir bangsa Genoa dari kota Kaffa di Laut Mati dengan memanfaatkan mayat-
mayat manusia yang terinfeksi wabah pes. Ketika bangsa Genoa menyingkir hingga ke Venice, mereka
tetap diikuti oleh kutu dan tikus yang terinfeksi pes sehingga akhirnya menimbulkan "kematian hitam"
(black death) di wilayah Eropa. Pada tahun 1754-1760, terjadi peperangan antara bangsa Britania
Utara dan bangsa Indian yang melibatkan penggunaan virus cacar. Ketika itu, Britania Utara memberikan
pakaian dan selimut dari rumah sakit yang merawat penderita cacar kepada bangsa Indian untuk
memusnahkan bangsa tersebut (Abyan, 2011).

Pada perang dunia I, negara Jerman menggunakan dua bakteri pathogen, yaitu Bukholderia mullei
yang menyebabkan glanders dan bakteri Bacillus anthracis penyebab Antrax untuk menginfeksi ternak
dan kuda tentara sekutu. Pada tahun 1932-1935, Jepang mengembangkan program pembuatan senjata
biologi di Cina yang dinamakan unit 731. Sebanyak 3.ilmun Jepang bekerja untuk melakukan penelitian
terhadap berbagai agen biologi yang berpotensi sebagai senjata, misalnya korela pes, dan penyakit
seksual yang menular. Eksperimen yang diguankan menggunakan tahanan Cina yang mengakibatkan ±
10.000 tahanan mati pada mas itu. sejak Saat itu, tidak hanya Jepang yang menyebabkan senjata biologi,
namun juga diikuti oleh negara-negara lain seperti Amerika dan Uni Soviet. Yang sebenarnya lebih
mengerikan adalah senjata biologis dengan agen yang telah direkayasa secara bioteknologi sehingga
tahan antibiotika, lebih mematikan, stabil dalam penyimpanan dan sebagainya (Abyan, 2011).

Agen Biologi

Agen senjata biologi memliki beberapa patogen yang pernah direncanakan atau sudah dijadikan
sebagai senjata pemusnah massal adalah Bacillus anthracis (Antrax), Brucella sp. (Brucellosis), Chlamydia
psittaci (Psittacosis), Coxiella burnetii (Demam Q), Escherichia coli, Shigella (Shigellosis), Francisella
tularensis (Tularemia), Vibrio cholerae (Kolera), Virus Ebola, Virus Marburg, Virus demam kuning
atau yellow fever virus, dll. Klasifikasi atau pengelompokkan senjata biologi dapat dilakukan berdasarkan
taksonomi, inang, sindrom yang ditimbulkan, efek yang dihasilkan, cara penyebarannya, dan respon
praktis atau menurut sifat fungsionalnya. Salah salah klasifikasi yang sering digunakan klasifikasi
fungsional yang dibuat oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control
and Prevention atau CDC), meliputi:

a. Kategori A
1. Penyebarannya dapat dilakukan dengan mudah dan ditularkan dari manusia yang satu ke yang lain.
2. Penyebab tingkat kematian yang tinggi dan berpotensi memengaruhi kesehatan publik.
3. Dapat menyebabkan kepanikan dan gangguan sosial.
4. Memerlukan penanganan khusus untuk persiapan kesehatan masyarakat. Contoh kategori A: cacar, antrax,
botulisme, dll.
b. Kategori B
1. Kemampuan penyebarannya bersifat moderat.
2. Menimbulkan tingkat kesakitan yang moderat dan tingkat kematian yang rendah.
3. Memerlukan peningkatan kapasitas diagnostik yang spesifik dan peningkatan pengawasan penyakit.
Contoh kategori B: brucellosis, demam Q, Glanders, dll.
c. Kategori C
1. Meliputi patogen yang dapat dimodifikasi untuk disebarluaskan di masa depan, karena memiliki
karakeristik: ketersediaan memadai.
2. Mudah diproduksi dan disebarkan; berpotensi menyebabkan tingkat kematian dan kesakitan yang tinggi,
serta mampu memengaruhi kesehatan publik. Contoh kategori C: Virus Hanta, Virus Nipah, demam
kuning, dll.

Macam-Macam Senjata Biologis

1. Virus Chimera

Gambar 1. Virus Chimer

(Sumber: Delpac, 2012)

Virus chimera pada gambar 1. didefinisikan oleh Pusat Biologis Veteriner Amerika sebagai
"mikroorganisme hybrid baru yang diciptakan dengan bergabung fragmen asam nukleat dari dua atau
lebih mikroorganisme yang berbeda di mana masing-masing minimal dua fragmen mengandung gen
penting yang diperlukan untuk replikasi. " Istilah chimera sudah dirujuk ke organisme individu yang
tubuhnya mengandung populasi sel dari zigot yang berbeda atau organisme yang dikembangkan dari
bagian embrio yang berbeda. Dalam mitologi, chimera adalah makhluk seperti Hippogriff atau Gryphon
yang terbentuk dari bagian binatang yang berbeda, demikian nama untuk virus ini. Pada akhir tahun 1980-
an, pemerintah Uni Soviet mengembangkan project Chimera yang berusaha mengkombinasikan antara
smallpox dan ebola menjadi 1 virus super (Delpac, 2012).
2. Virus Nipah

Gambar 2. Virus Nipah

(Sumber: Delpac, 2012)

Virus Nipah pada gambar 2. diidentifikasi pada bulan April 1999, ketika itu menyebabkan wabah
penyakit saraf dan pernafasan pada peternakan babi di Semenanjung Malaysia, yang mengakibatkan 257
kasus manusia, termasuk 105 kematian manusia dan pemusnahan satu juta babi. Di Singapura, 11 kasus,
termasuk satu kematian, terjadi pada pekerja rumah potong hewan terkena babi yang diimpor dari
peternakan yang terkena Malaysia. Virus Nipah telah diklasifikasikan oleh Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit sebagai agen Kategori C. Nama "Nipah" mengacu pada tempat, Sungai Nipah di
Negeri Sembilan Negara, Malaysia, sumber kasus manusia dari mana virus Nipah pertama kali diisolasi
(Delpac, 2012).

3. Rinderpest

Gambar 3. Rinderpest

(Sumber: Delpac, 2012)

Ketika Genghis Khan menginvasi Eropa pada abad ke-13, ia sengaja melepaskan senjata biologis
menakutkan yang menyerang ternak seperti halnya sapi dengan begitu mematikan, dikenal di seluruh
dunia saat ini dengan nama Jerman-nya, rinderpest. Rinderpes pada gambar 3. disebabkan oleh virus
terkait erat dengan campak, dan itu mempengaruhi ternak dan hewan ruminansia lainnya seperti
kambing, bison dan jerapah. Kondisi ini sangat menular, menyebabkan demam, kehilangan nafsu makan,
disentri dan radang selaput lendir. Kondisi mengisap selama enam sampai 10 hari, ketika hewan biasanya
meninggal akibat dehidrasi (Delpac, 2012).

4. Rice Blast
Sejumlah bakteri, virus dan racun merupakan ancaman yang signifikan untuk manusia, tapi
banyak agen biologis dunia lebih memilih mangsa yang berbeda: tanaman pangan yang dibudidayakan.
Memotong suplai makanan musuh adalah strategi militer yang telah teruji, apakah Anda membela tanah
air Anda terhadap pasukan invasi atau mengepung kota bertembok. Tanpa makanan, populasi melemah,
panik, kerusuhan dan akhirnya mati. Beberapa negara, terutama Amerika Serikat dan Rusia, telah
mencurahkan banyak penelitian terhadap penyakit dan bahkan serangga yang menargetkan tanaman
pangan utama (Delpac, 2012).

5. Toksin Botulinum

Gambar 4. Toksin Botulinum

(Sumber: Delpac, 2012)

Toksin botulinum pada gambar 4 adalah protein dan neurotoksin yang diproduksi oleh bakteri
Clostridium botulinum. Ini adalah zat akut yang paling beracun yang pernah dikenal. Toksin botulinum
dapat menyebabkan botulisme, penyakit yang serius dan mengancam jiwa pada manusia dan hewan,
tidak berwarna dan tidak berbau. Dalam 12 hingga 36 jam kemudian, akan muncul gejala: kaburnya
pengelihatan, muntah dan kesulitan menelan.Tanpa dukungan pernapasan, Clostridium botulinum bisa
membunuh dalam tempo 24 sampai 72 jam (Delpac, 2012).

6. Tularemia

Gambar 5. Tularemia

(Sumber: Delpac, 2012)

Pada gambar 5 tularemia adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Francisella
tularensis. Penyakit ini didapat setelah bersentuhan dengan binatang dan unggas itu, oleh memakan
daging yang tidak dimasak benar-benar dan dari gigitan kutu binatang atau serangga penghisap darah lain.
Kelinci ialah binatang sumber penyakit ini yang paling umum. Mikroorganisme yang menyebabkan itu
adalah salah satu bakteri yang paling menular di Bumi. Ttahun 1941, Uni Soviet melaporkan 10.000 kasus
penyakit. Kemudian, selama pengepungan Jerman Stalingrad pada tahun berikutnya, jumlah ini melonjak
menjadi 100.000 (Delpac, 2012).
7. Plague

Gambar 6. Plague
(Sumber: Delpac, 2012)
Gambar 8 menujukkan virus Plague. Virus ini adalah virus yang mematikan. Korban yang terinfeksi
virus Palgue, jika tidak diobati dalam 24 jam pertama infeksi, 70 persen dari mereka mengalami kematian.
Wabah menyebar melalui udara dengan batuk, bersin dan kontak tatap muka. Gejalanya meliputi demam
tinggi, batuk, lendir berdarah dan kesulitan bernapas (Delpac, 2012).

8. Virus Ebola

Gambar 7. Virus Ebola

(Sumber: Delpac, 2012)

Ebola pada gambar 7 adalah sejenis virus dari genus Ebolavirus, familia Filoviridae. Gejala-
gejalanya antara lain muntah, diare, sakit badan, pendarahan dalam dan luar, dan demam. Tingkat
kematian berkisar antara 80% - 100%. Asal katanya adalah dari sungai Ebola di Kongo. Penyakit Ebola
dapat ditularkan lewat kontak langsung dengan cairan tubuh atau kulit. Masa inkubasinya dari 2 sampai
21 hari, umumnya antara 5 sampai 10 hari. Sejauh ini, Ebola adalah penyakit yang paling mematikan
diseluruh dunia (Delpac, 2012).

9. Anthrax

Gambar 8. Anthrax
(Sumber: Delpac, 2012)

Antraks adalah penyakit sangat mematikan yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis dalam
bentuknya yang paling ganas yang terdapat pada gambar 8. Dalam Bahasa Yunani, Antraks bermakna
"batubara". Istilah ini digunakan karena kulit para korban akan berubah menjadi hitam. Penyakit ini
bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia, namun tidak dapat ditularkan
antara sesama manusia. Tahun 2001 kantor senat Amerika pernah mendapat serangan Antraks melalui
media surat, 5 terbunuh dan 17 terinfeksi (Delpac, 2012).

10. Smallpox

Gambar 9. Smallpox

(Sumber: Delpac, 2012)

Pada gambar 9, smallpox disebabkan oleh virus variola. Tanda-tanda terjangkit smallpox seperti
halnya demam tinggi, sakit pada badan, ruam yang berkembang dari benjolan berisi cairan menjadi
koreng, bekas luka berbentuk bintik-bintik (Delpac, 2012).

Keuntungan Senjata Biologis

Penggunaan senjata biologi memiliki beberapa keuntungan dan keunggulan dibandingkan jenis
senjata militer lainnya. Beberapa keuntungan pemakaian senjata biologi adalah biaya produksi relatif
murah dibandingkan senjata penghancur lainnya, alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
agen biologi cukup sederhana, dan waktu yang diperlukan dalam pembuatannya relatif lebih pendek.
Secara ekonomis, pembuatan senjata biologi juga menguntungkan karena dapat dibuat vaksin atau
penawar dari senjata biologi yang telah diciptakan dengan alat yang sama namun vaksin dapat
diperdagangkan kembali dengan harga tinggi. Penyerangan dengan senjata biologi disukai oleh banyak
negara karena penyebarannya tidak terdeteksi dan musuh tidak menyadari adanya penyerangan dengan
senjata biologi. Selain itu, agen biologi yang hidup di dalam tubuh manusia dapat berkembang biak dan
menyebar dari individu satu ke individu lain secara alami. Hal ini sangat mungkin terjadi karena agen
biologi (terutama virus) yang disebar tidak terlihat oleh mata telanjang, tidak berbau, dan tidak berasa.
Dibandingkan dengan senjata nuklir, senjata biologi lebih unggul karena penggunaannya tidak merusak
infrastruktur atau fasilitas yang ada dalam daerah yang diserang, sehingga infrastruktur yang tertinggal
dapat dimanfaatkan kembali.

Kerugian Senjata Biologis


Penggunaan senjata biologi juga memiliki kelemahan yang apabila tidak diperhitungkan secara
cermat dapat merugikan. Di antaranya adalah perlunya perhitungan cuaca atau kondisi yang tepat untuk
melakukan penyebaran senjata tersebut karena sedikit perubahan arah angin dapat mengakibatkan agen
biologi berbalik menyerang diri sendiri. Untuk agen biologi yang disebar melalui udara, waktu tinggal atau
ketahanan mereka di udara merupakan hal yang penting untuk diketahui agar tidak terjadi infeksi
sekunder pada pasukan penyerang ketika mereka memasuki daerah yang telah berhasil dilumpuhkan
/diinfeksi.

Pasukan yang bertugas menyebarkan senjata biologi juga harus dilengkapi dengan berbagai alat
pelindung karena risiko terinfeksi agen biologi yang digunakan sebagai senjata dapat dialami oleh mereka.
Beberapa jenis senjata biologi juga diketahui rentan terhadap radiasi matahari maupun perubahan cuaca
sehingga agen biologi dapat terinaktivasi dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Untuk beberapa jenis
senjata biologi seperti itu, biasanya dilakukan penyebaran pada larut malam atau pagi subuh sehingga
radiasi matahari tidak akan mengganggu dan agen biologi dapat menyebar pada ketinggian yang rendah
dan menyelimuti daerah yang diserang. Kerugian lain dari penggunaan senjata biologi adalah adanya
beberapa agen biologi yang dapat bertahan lama di lingkungan (seperti spora Bacillus anthracis) sehingga
daerah yang telah diinfeksi tidak dapat dihuni/ditinggali dalam jangka waktu yang cukup lama.

Pencegahan Penggunaan Senjata Biologis

Perjanjian di tingkat internasional yang melarang penggunaan senjata biologis dimulai sejak
Geneva Protocol tahun 1925. Akan tetapi, sejarah memperlihatkan bahwa pengembangan senjata biologis
tetap berlanjut. Salah satu contoh yang terdokumentasi adalah penggunaan senjata biologis oleh tentara
Jepang dalam perang dunia ke-2 di Cina. Untuk itu, pada tahun 1972disepakati perjanjian Biological and
Toxin Weapon Convention (BTWC) yang disponsori oleh PBB. Dalam perjanjian ini, lebih ditegaskan lagi
mengenai “pelarangan dalam pengembangan, pembuatan dan penyimpanan segala jenis senjata biologis”
(Witarto, 2002).

Sampai saat ini tak kurang dari 140 negara telah menandatangi perjanjian ini, termasuk Indonesia,
Amerika, dan Rusia. Akan tetapi kelemahan utama BTWC adalah tidak adanya kesepakatan bersama
untuk pengawasan dan pembuktian, sehingga perjanjian ini mirip “singa tanpa gigi”. Rusia dan Irak
terbukti mengembangkan senjata biologis walaupun ikut menandatangani persetujuan tersebut. Hal ini
mendorong dibentuknya grup Ad Hoc pada tahun 1995 untuk membuat protokol inspeksi dan pembuktian
di lapangan. Pada awalnya, Amerika mendukung penuh kerja panitia Ad Hoc itu melalui pernyataan
Presiden Clinton tahun 1998. Akan tetapi, di akhir protokol tersebut hampir selesai, sikap Amerika
dibawah pemerintahan Presiden Bush berbalik total dengan tidak hanya menolak protokol itu tapi juga
mengancam akan keluar dari perjanjian. Sikap ini mengingatkan pada langkah Amerika keluar dari
perjanjian Kyoto mengenai pengurangan emisi gas karbon dioksida atau perjanjian peluru kendali antar
benua (Witarto, 2002).

Alasan utama yang dikemukakan oleh Amerika pada bulan Juli 2001 lalu adalah ketidak sukaannya
terhadap inspeksi yang bersifat rutin atau mendadak kepada segala instalasi militer, akademik ataupun
industri yang berhubungan dengan persenjataan ini, yang mungkin menyebabkan bocornya rahasia
perdagangan. Selain itu, Amerika khawatir protokol yang ada, dapat membahayakan perdagangan senjata
dan teknologi terkait. Seperti dilaporkan jurnal Nature Biotechnology, sampai saat ini Amerika adalah
peng-ekspor teknologi terkait, paling besar di dunia. Pada tahun 1994 saja, ada 531 lisensi yang dijual ke
luar negeri. Kebijakan penolakan ini didukung kuat oleh asosiasi industri farmasi Amerika (PHRMA)
(Witarto, 2002).

Pada akhirnya, pengesahan BTWC yang sedianya akan dilakukan pada pertemuan 5th Review
Conference di Jenewa, Swiss pada tanggal 19 November – 7 Desember 2001 yang lalu, gagal. Menurut
Presiden dari Konferensi tersebut, Tibor Toth dari Hungaria, sebenarnya sudah 98% jalan menuju
penandatangan BTWC dilalui dengan mulus. Banyak pihak, menilai penolakan Amerika adalah penyebab
utama kegagalan ini. Pada akhirnya diputuskan untuk mengundur kesepakatan setahuan lagi (Witarto,
2002).

REFERENSI

1. Abyan. 2011. Senjata Biologi. [http://militerania. blogspot.co.id/ 2011/08/ senjata-biologi. Html].


[diakses pada 20 Desember 2017. Pukul 05. 25 WIB].
2. Delpac. 2012. Semua senjata biologis memang menakutkan. Namun disini akan dijelaskan secara
ringkas tentang 10 senjata biologis yang efeknya paling destruktif. [https://www .kaskus.co.id
/thread / 5185296c0a75b44b45000006/ 10- senjata- biologis- paling-menakutkan/]. [diakses
pada 20 Desember 2017. Pukul 7. 13 WIB].
3. Fidler, David, 1999. International Law And Infectious Diseases. Oxford: Clarendon Press.
4. Witarto, Arief B. 2002. Bahaya Senjata Biologis. Berita Iptek: Sains Dan Peneliti Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Senjata biologi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jump to navigation Jump to search

Lambang internasional untuk bahaya biologi (biological hazard).

Senjata biologi (bahasa Inggris: biological weapon) adalah senjata yang menggunakan patogen
(bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh,
melukai, atau melumpuhkan musuh.[1] Dalam pengertian yang lebih luas, senjata biologi tidak
hanya berupa organisme patogen, tetapi juga toksin berbahaya yang dihasilkan oleh organisme
tertentu.[1] Dalam kenyataanya, senjata biologi tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga
hewan dan tanaman.[1]

Pembuatan dan penyimpanan senjata biologi telah dilarang oleh Konvensi Senjata Biologi 1972
yang ditandatangani oleh lebih dari 100 negara.[2] Alasan pelarangan ini adalah untuk
menghindari efek yang dihasilkan senjata biologi, yang dapat membunuh jutaan manusia, dan
menghancurkan sektor ekonomi dan sosial.[2] Namun, Konvensi Senjata Biologi hanya melarang
pembuatan dan penyimpanan senjata biologi, tetapi tidak melarang pemakaiannya.[2]

Daftar isi
 1 Sejarah
 2 Agen Biologi
 3 Karakteristik
 4 Klasifikasi
 5 Keuntungan
 6 Kerugian
 7 Peran Bioteknologi dalam Pembuatan Senjata Biologi
 8 Daftar Program dan Institusi Senjata Biologi di Berbagai Negara
o 8.1 Amerika Serikat
o 8.2 Inggris
o 8.3 Rusia
o 8.4 Jepang
o 8.5 Irak
 9 Pencegahan dan Pengendalian
 10 Referensi
 11 Pranala luar

Sejarah
Sejarah penggunaan senjata biologi dimulai pada tahun 400 SM, ketika orang Iran Kuno
(scythians) menggunakan panah yang dicelupkan ke dalam feses (kotoran) dan mayat makhluk
hidup yang telah membusuk.[3] Hal serupa juga dilakukan oleh bangsa Roma yang mencelupkan
pedangnya ke dalam pupuk dan sisa hewan yang telah membusuk sebelum berperang dengan
musuhnya.[3] Apabila musuhnya terluka oleh senjata tersebut, maka terjadi infeksi penyakit yang
dapat menyebabkan kematian.[3] Peristiwa penting dalam sejarah kuno penggunaan senjata
biologi terjadi ketika bangsa Mongol mengusir bangsa Genoa dari kota Kaffa di Laut Hitam
dengan memanfaatkan mayat-mayat manusia yang terinfeksi wabah pes.[3] Ketika bangsa Genoa
menyingkir hingga ke Venice, mereka tetap diikuti oleh kutu dan tikus yang terinfeksi pes
sehingga akhirnya menimbulkan "kematian hitam" (black death) di wilayah Eropa.[3]

Pada tahun 1754-1760, terjadi peperangan antara bangsa Britania Utara dan bangsa Indian yang
melibatkan penggunaan virus cacar. Ketika itu, Britania Utara memberikan pakaian dan selimut
dari rumah sakit yang merawat penderita cacar kepada bangsa Indian untuk memusnahkan
bangsa tersebut.[3] Pada Perang Dunia I, Jerman menggunakan dua bakteri patogen, yaitu
Burkholderia mallei penyebab Glanders dan Bacillus anthracis penyebab Antrax untuk
menginfeksi ternak dan kuda tentara Sekutu.[3] Pada tahun 1932-1935, Jepang mengembangkan
program pembuatan senjata biologi di Cina yang dinamakan Unit 731. Sebanyak 3.000 ilmuwan
Jepang bekerja untuk melakukan penelitian terhadap berbagai agen biologi yang berpotensi
sebagai senjata, misalnya kolera, pes, dan penyakit seksual yang menular.[3] Eksperimen yang
dilakukan menggunakan tahanan Cina yang mengakibatkan ± 10.000 tahanan mati pada masa
itu.[3] Sejak saat itu, tidak hanya Jepang yang mengembangkan senjata biologi, namun juga
diikuti oleh negara-negara lain seperi Amerika Serikat dan Uni Soviet.[3]

Agen Biologi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agen biologi
Bacillus anthracis, salah satu agen biologi penyebab Antrax.

Agen biologi adalah mikroorganisme (atau toksin yang dihasilkannya) yang dapat menyebabkan
penyakit pada tanaman, hewan, atau tumbuhan, atau menyebabkan kerusakan material.[4] Dalam
pembuatan senjata biologi, agen biologi merupakan komponen penting yang harus diteliti
terlebih dahulu sebelum diaplikasikan.[4] Beberapa agen biologi dan penyakit yang pernah
direncanakan untuk dijadikan senjata atau sudah pernah dijadikan senjata biologi di dunia antara
lain:

just for widening coloum just for widening coloum

 Bacillus anthracis (Antrax)  Salmonella typhi (Tifus)


 Brucella sp. (Brucellosis)  Variola (Cacar atau variola)
 Chlamydia psittaci (Psittacosis)  Vibrio cholerae (Kolera)
 Coxiella burnetii (Demam Q)  Virus Ebola
 Escherichia coli O157:H7  Virus Marburg
(Gastroenteritis)  Virus demam lembah Rift atau Rift Valley
 Shigella (Shigellosis) Fever Virus
 Francisella tularensis (Tularemia)  Virus alfa (ensefalitis)
 Burkholderia mallei ( Glanders)  Virus demam kuning atau yellow fever
 Burkholderia psedomallei virus
(Melioidosis)  dan lain-lain.[5]

Karakteristik
Karakteristik dari senjata biologi adalah mudah diproduksi dan disebar, aman digunakan oleh
pasukan penyerang yang menyebarkannya, serta dapat melumpuhkan atau membunuh individu
berulang kali dengan hasil yang sama/konsisten.[5] Hal ini berarti, apabila kita menggunakan
senjata biologi yang sama untuk menyerang beberapa daerah berbeda, maka dampak yang terjadi
haruslah sama.[5] Agen biologi pada senjata biologi juga harus dapat diproduksi dengan cepat dan
murah.[6] Untuk membuat suatu senjata biologi yang berkualitas baik, ada beberapa persyaratan
tambahan yang harus dipenuhi, yaitu dapat ditularkan, menimbulkan sakit berkepanjangan yang
membutuhkan perawatan intensif, dan gejala yang ditimbulkan bersifat non-spesifik sehingga
menyulitkan diagnosis.[7] Umumnya, senjata biologi yang baik juga memiliki waktu inkubasi
yang cukup panjang di dalam tubuh penderita sehingga penyakit dapat ditularkan dan menyebar
secara luas sebelum dapat terdeteksi.[7]

Klasifikasi
Klasifikasi atau pengelompokkan senjata biologi dapat dilakukan berdasarkan taksonomi, inang,
sindrom yang ditimbulkan, efek yang dihasilkan, cara penyebarannya, dan respon praktis atau
menurut sifat fungsionalnya.[8] Salah salah klasifikasi yang sering digunakan klasifikasi
fungsional yang dibuat oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease
Control and Prevention atau CDC), meliputi:

 Kategori A
o penyebarannya dapat dilakukan dengan mudah dan ditularkan dari manusia yang
satu ke yang lain;
o penyebabkan tingkat kematian yang tinggi dan berpotensi memengaruhi
kesehatan publik;
o dapat menyebabkan kepanikan dan gangguan sosial;
o memerlukan penanganan khusus untuk persiapan kesehatan masyarakat.[8]
o Contoh kategori A: cacar, antrax, botulisme, dll.[8]
 Kategori B
o kemampuan penyebarannya bersifat moderat;
o menimbulkan tingkat kesakitan yang moderat dan tingkat kematian yang rendah;
o memerlukan peningkatan kapasitas diagnostik yang spesifik dan peningkatan
pengawasan penyakit.[8]
o Contoh kategori B: brucellosis, demam Q, Glanders, dll.[8]
 Kategori C, meliputi patogen yang dapat dimodifikasi untuk disebarluaskan pada masa
depan, karena memiliki karakeristik:
o ketersediaan memadai;
o mudah diproduksi dan disebarkan;
o berpotensi menyebabkan tingkat kematian dan kesakitan yang tinggi, serta
mampu memengaruhi kesehatan publik.[8]
o Contoh kategori C: Virus Hanta, Virus Nipah, demam kuning, dll.[8]

Keuntungan
Penggunaan senjata biologi memiliki beberapa keuntungan dan keunggulan dibandingkan jenis
senjata militer lainnya.[9] Beberapa keuntungan pemakaian senjata biologi adalah biaya produksi
relatif murah dibandingkan senjata penghancur lainnya, alat dan bahan yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan agen biologi cukup sederhana, dan waktu yang diperlukan dalam pembuatannya
relatif lebih pendek.[9] Secara ekonomis, pembuatan senjata biologi juga menguntungkan karena
dapat dibuat vaksin atau penawar dari senjata biologi yang telah diciptakan dengan alat yang
sama namun vaksin dapat diperdagangkan kembali dengan harga tinggi.[9] Penyerangan dengan
senjata biologi disukai oleh banyak negara karena penyebarannya tidak terdeteksi dan musuh
tidak menyadari adanya penyerangan dengan senjata biologi.[9] Selain itu, agen biologi yang
hidup di dalam tubuh manusia dapat berkembang biak dan menyebar dari individu satu ke
individu lain secara alami.[10] Hal ini sangat mungkin terjadi karena agen biologi (terutama virus)
yang disebar tidak terlihat oleh mata telanjang, tidak berbau, dan tidak berasa.[9] Dibandingkan
dengan senjata nuklir, senjata biologi lebih unggul karena penggunaannya tidak merusak
infrastruktur atau fasilitas yang ada dalam daerah yang diserang, sehingga infrastruktur yang
tertinggal dapat dimanfaatkan kembali.[11]

Kerugian
Penggunaan senjata biologi juga memiliki kelemahan yang apabila tidak diperhitungkan secara
cermat dapat merugikan.[11] Di antaranya adalah perlunya perhitungan cuaca atau kondisi yang
tepat untuk melakukan penyebaran senjata tersebut karena sedikit perubahan arah angin dapat
mengakibatkan agen biologi berbalik menyerang diri sendiri.[11] Untuk agen biologi yang disebar
melalui udara, waktu tinggal atau ketahanan mereka di udara merupakan hal yang penting untuk
diketahui agar tidak terjadi infeksi sekunder pada pasukan penyerang ketika mereka memasuki
daerah yang telah berhasil dilumpuhkan/diinfeksi.[12] Pasukan yang bertugas menyebarkan
senjata biologi juga harus dilengkapi dengan berbagai alat pelindung karena risiko terinfeksi
agen biologi yang digunakan sebagai senjata dapat dialami oleh mereka.[11] Beberapa jenis
senjata biologi juga diketahui rentan terhadap radiasi matahari maupun perubahan cuaca
sehingga agen biologi dapat terinaktivasi dan tidak dapat berfungsi dengan baik.[13] Untuk
beberapa jenis senjata biologi seperti itu, biasanya dilakukan penyebaran pada larut malam atau
pagi subuh sehingga radiasi matahari tidak akan mengganggu dan agen biologi dapat menyebar
pada ketinggian yang rendah dan menyelimuti daerah yang diserang.[13] Kerugian lain dari
penggunaan senjata biologi adalah adanya beberapa agen biologi yang dapat bertahan lama di
lingkungan (seperti spora Bacillus anthracis) sehingga daerah yang telah diinfeksi tidak dapat
dihuni/ditinggali dalam jangka waktu yang cukup lama.[12]

Peran Bioteknologi dalam Pembuatan Senjata Biologi

Bom E120, salah satu senjata biologi yang berisi 0.1 kg agen biologi cair dan dikembangkan
pada tahun 1960-an.

Kemajuan ilmu bioteknologi (terutama rekayasa genetika) memiliki dampak negatif dan positif
dalam pengembangan senjata biologi. dalam positif yang ditimbulkan adalah munculnya metode
dan berbagai cara deteksi, identifikasi, dan neutralisasi agen biologi patogen secara lebih
cepat.[14] Berbagai jenis vaksin dan anti-toksin juga telah dikembangkan untuk mengontrol
bakteri dan virus patogen yang digunakan sebagai senjata biologi.[14] Modifikasi materi
genetik/DNA organisme juga telah diterapkan untuk membuat racun, elemen yang menular,
maupun senjata biologi yang mematikan.[14] Data Proyek Genom Manusia (Human Genome
Project) juga telah dimanfaatkan untuk meningkatkan sistem pertahanan sipil dan nasional suatu
negara dalam melawan penggunaan dan pembuatan senjata biologi serta mengembangkan
antibiotik dan vaksin baru.

Kemajuan bioteknologi juga dapat disalahgunakan oleh sebagian orang untuk mengembangkan
senjata biologi yang sangat berbahaya, contohnya adalah menghasilkan organisme makroskopis
yang secara genetik sudah dimodifikasi untuk memproduksi toksin atau racun berbahaya.[14]
Berbagai agen biologi patogen juga dapat direkayasa secara genetik agar lebih tahan atau stabil
pada kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan dan memiliki resistensi terhadap
antibiotik, vaksin, dan terapi yang sudah ada.[14] Selain itu, bioteknologi juga dimanfaatkan untuk
pembuatan agen biologi yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun atau antibodi tubuh karena
profil imunologisnya telah diubah.[14] Apabila senjata biologi yang telah dikembangkan
dimanfaatkan untuk bioterorisme atau penyalahgunaan lainnya maka akan timbul kekacauan di
dunia.[14]

Daftar Program dan Institusi Senjata Biologi di Berbagai


Negara
Amerika Serikat

 Fort Detrick, Maryland


o Laboratorium Perang Biologi A.S. atau U.S. Army Biological Warfare
Laboratories
 Gedung 470 atau Building 470
 Gedung 527 atau Building 527
 Program Operasi mantel putih atau Operation Whitecoat
o United States Army Medical Unit (1954–69)
o U.S. Army Medical Research Institute of Infectious Diseases (USAMRIID)
o National Biodefense Analysis and Countermeasures Center (NBACC)

 Proyek Bacchus
 Proyek Clear Vision
 Proyek SHAD
 Proyek 112.[15][16]

Inggris

 Porton Down
 Pulau Gruinard.[15]

Rusia
 Biopreparat, 18 laboratorium dan pusat produksi yang beberapa di antaranya berlokasi di:
o Stepnagorsk Scientific and Technical Institute for Microbiology, Stepnogorsk
o Vector State Research Center of Virology and Biotechnology (VECTOR),
Koltsovo
o Institute of Applied Biochemistry, Omutninsk
o Kirov bioweapons production facility, Kirov,
o Zagorsk smallpox production facility, Zagorsk
o Berdsk bioweapons production facility, Berdsk
o Sverdlovsk bioweapons production facility
 Poison laboratory of the Soviet secret services
 Pulau Vozrozhdeniya.[15]

Jepang

 Unit 731
 Benteng Zhongma
 Unit 100
 Unit 2646
 Unit 8604
 Unit Ei 1644.[15]

Irak

 Al Hakum
 Fasilitas Salman Pak
 Fasilitas Al Manal.[15]

Pencegahan dan Pengendalian

Negara partisipan Konvensi Senjata Biologi 2008


Menandatangani dan meratifikasi
Menyetujui atau berhasil
Negara yang belum diakui, menaati perjanjian
Hanya menandatangani
Tidak menandatangani
Upaya pengendalian senjata biologi telah dilakukan sejak tahun 1925 melalui perjanjian
internasional yang disebut Protokol Geneva (Geneva Protocol) yang memuat larangan
penggunaan senjata biologi.[17] Namun, perjanjian itu terbukti masih dilanggar oleh beberapa
negara.[17] Oleh karena itu, pada tahun 1972, PBB mengadakan Konvensi Senjata Biologi dan
Toksin (Biological and Toxin Weapon Convention atau BTWC) yang mempertegas larangan
pengembangan, pembuatan, dan penyimpanan segala jenis senjata biologi.[17] Namun perjnajian
tersebut juga masih dilanggar oleh beberapa negara, seperti Rusia dan Irak karena BTWC tidak
melakukan pengawasan dan pembuktian tidak adanya kegiatan produksi senjata biologi pada
setiap negara.[17] Pada tahun 1995, Ad Hoc membentuk protokol inspeksi dan pembuktian di
lapangan yang sayangnya tidak didukung penuh oleh seluruh negara penandatangan perjanjia
terdahulu, seperti Amerika Serikat.[17] Pemerintah Amerika memiliki cara sendiri untuk
mengendalikan senjata biologi di negaranya, di antaranya melalui produksi vaksin skala besar
dan pendistribusiannya serta pengembangan strategi dan taktik untuk mencegah dampak buruk
senjata biologi.[5] Melalui Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease
Control and Prevention atau CDC), Amerika meningkatkan kemampuan diagnostik dengan
membangun jaringan yang menghubungkan berbagai pusat kesehatan regional sehingga penyakit
yang diakibatkan senjata biologi atau bioterorisme dapat dideteksi dengan lebih cepat.[5]

Pada tahun 2008, Konvensi Senjata Biologi (Biological Weapons Convention) membahas
tentang peningkatan pemahaman tentang pentingnya mengembangkan keamanan biologi,
termasuk di dalam laboratorium yang menggunakan patogen maupun toksin berbahaya.[18] Pada
pertemuan tersebut juga dibahas tentang pencegahan penyalahgunaan ilmu biologi dan
bioteknologi untuk senjata biologi dengan cara meningkatkan kesadaran akan risiko biologis
yang dapat timbul, memperketat pengawasan, serta memberikan pendidikan dan peningkatan
bioetika dalam aplikasi ilmu kehidupan.[18] Untuk pengendalian dan pengawasan senjata biologi,
telah dilakukan pembuatan data yang berpotensi menjadi senjata biologi. Selain itu,
pengembangan molekul anti-bakteri juga telah dilakukan untuk mengeliminasi patogen namun
tidak membahayakan manusia dan hewan.

Referensi
1. ^ a b c (Inggris) Federation of American Scientists. "Introduction to Biological Weapons".
2. ^ a b c (Inggris) "Convention on the Prohibition of the Development, Production and
Stockpiling of Bacteriological (Biological) and Toxin Weapons and on Their
Destruction" (PDF). Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
3. ^ a b c d e f g h i j (Inggris) Eric Croddy (2001). Chemical and Biological Warfare: A
Comprehensive Survey for the Concerned Citizen. Springer. ISBN 978-0-387-95076-
1.Page: 219-224
4. ^ a b (Inggris) D.B. Rao (2001). Biological Warfare. Discovery Publishing House. ISBN
978-81-7141-597-7.Page: 39
5. ^ a b c d e (Inggris) Madigan MT, Martinko JM, (2000). Brock Biology of
Microorganisms. Prentice Hall. ISBN 978-0-13-081922-2.Page: 842-845
6. ^ (Inggris) Educational Foundation for Nuclear Science, Inc. (1964). "Fas statement on
biological and chemical warfare". Bulletin of the Atomic Scientists. 20 (8): Page: 46.
Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
7. ^ a b (Inggris) Charles Edward Stewart (2005). Weapons of mass casualties and
terrorism response handbook. Jones and Bartlett Publishers, Inc. ISBN 978-0-7637-
2425-2.Page: 84
8. ^ a b c d e f g (Inggris) Sharad S. Chauhan (2004). Biological Weapons. APH Publishing
Corporation. ISBN 978-81-7648-732-0.Page: 8-21
9. ^ a b c d e (Inggris) Jim A. Davis, Barry R. Schneider (2004). The gathering biological
warfare storm. Praeger. ISBN 978-0-275-98314-7.Page: 57-58
10. ^ (Inggris) Edward M. Eitzen. "Use of Biological Weapons". Medical Aspects of
Chemical and Biological Warfare: 437–450.
11. ^ a b c d (Inggris) Sharad S. Chauhan (2004). Biological Weapons. APH Publishing
Corporation. ISBN 978-81-7648-732-0.Page: 33-35
12. ^ a b (Inggris) Robert I. Krasner (2009). The Microbial Challenge: Science, Disease, and
Public Health. Jones and Bartlett Publishers. ISBN 978-0-7637-5689-5.Page: 35
13. ^ a b (Inggris) Thomas W. McGovern, George W. Christopher (2001). "Biological
Warfare and Its Cutaneous Manifestations". The Internet Dermatology Society, Inc.
14. ^ a b c d e f g (Inggris) Edgar J. DaSilva (1999). "Biological warfare, bioterrorism,
biodefence and the biological and toxin weapons convention". Electronic Journal of
Biotechnology. 2 (3). doi:10.4067/S0717-34581999000300001.
15. ^ a b c d e (Inggris) Alibek, K. and S. Handelman. Biohazard: The Chilling True Story of
the Largest Covert Biological Weapons Program in the World– Told from Inside by the
Man Who Ran it. Delta (2000) ISBN 0-385-33496-6
16. ^ "Biological Weapons and Warfare". Mei 1995. Diakses tanggal Mei 2010. Parameter
|first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan); Periksa nilai tanggal di:
|accessdate= (bantuan)
17. ^ a b c d e Dr. Arief B. Witarto (2002). "Bahaya Senjata Biologis" (PDF): 1–3. Parameter
|month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
18. ^ a b (Inggris) "Biological Weapons Convention Sees Limited Progress in 2008".
Februari 2009. Parameter |first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan)

Pranala luar
 The Biological and Toxin Weapons Convention (BTWC) website.
 Biological weapons; Malignant Biology.
 Biological Warfare
 Summary of Biological Warfare Agents
Sejarah senjata biologi
by Tian Shredder on 23.31 in konspirasi politik

Berbagai jenis perang biologis (BW) telah dipraktekkan berulang kali sepanjang sejarah. Ini termasuk
penggunaan agen biologis ( mikroba dan tumbuhan) serta biotoxin , termasuk venom , yang berasal
darinya.

Sebelum abad ke-20 , penggunaan agen biologi mengambil tiga bentuk utama:

Sengaja mencemari makanan dan air dengan bahan beracun atau menular
Penggunaan mikroba , toksin biologis , hewan, atau tumbuhan (hidup atau mati) dalam sistem senjata
Penggunaan kain dan orang yang diinokulasi secara biologis
Pada abad ke-20 , teknik bakteriologis dan virologi yang canggih memungkinkan produksi tumpukan bio-
agen senjata yang signifikan:

Agen bakteri: Anthrax , Brucella , Tularemia , dll.


Agen virus: Cacar , demam berdarah Viral , dll.
Racun: Botulinum , Ricin , dll.

Purbakala
Kejadian terdokumentasi paling awal tentang niat untuk menggunakan senjata biologis dicatat dalam
teks Het tahun 1500-1200 SM, di mana korban tularemia dibawa ke tanah musuh, menyebabkan
epidemi. [1] Meskipun orang Asyur mengetahui tentang ergot , jamur jamur rye yang menghasilkan
ergotisme saat tertelan, tidak ada bukti bahwa mereka meracuni sumur musuh dengan jamur, seperti
yang telah diklaim.
Menurut puisi epik Homer tentang Perang Troya yang legendaris, Iliad dan Odyssey , tombak dan panah
berujung racun. Selama Perang Suci Pertama di Yunani , sekitar tahun 590 SM, Athena dan Liga Amfiksi
meracuni persediaan air kota Kirrha yang terkepung (dekat Delphi ) dengan tanaman racun beracun.
Selama abad ke-4 SM pemanah Scythian tip tip panah mereka dengan racun ular, darah manusia, dan
kotoran hewan menyebabkan luka menjadi terinfeksi .

Dalam pertempuran laut melawan Raja Eumenes di Pergamon pada tahun 184 SM, Hannibal dari
Carthage memiliki pot tanah liat berisi ular berbisa dan menginstruksikan pelautnya untuk
melemparkannya ke geladak kapal musuh. Komandan Romawi Manius Aquillius meracuni sumur kota
musuh yang dikepung sekitar tahun 130 SM. Sekitar tahun 198 M, kota Hwang (dekat Mosul , Irak)
mengusir tentara Romawi yang dipimpin oleh Septimius Severus dengan melemparkan pot tanah liat
yang penuh dengan kalajengking hidup pada mereka.

Ada banyak contoh lain dari penggunaan racun tanaman, venom, dan zat beracun lainnya untuk
menciptakan senjata biologis di zaman purba.

Abad Pertengahan
Kekaisaran Mongol membangun hubungan komersial dan politik antara wilayah Timur dan Barat di
dunia, melalui tentara paling mobile yang pernah ada. Tentara, yang terdiri dari para pelancong paling
cepat bergerak yang pernah pindah antara stepa di Asia Timur (di mana wabah pes akan dan tetap
endemik di kalangan tikus kecil), berhasil menjaga rantai infeksi tanpa jeda sampai mereka mencapai,
dan terinfeksi, orang-orang dan hewan pengerat yang belum pernah menemukannya. Kematian Hitam
berikutnya mungkin telah membunuh hingga 25 juta di China dan kira-kira sepertiga dari populasi Eropa
dan dalam dekade berikutnya, mengubah jalannya sejarah Asia dan Eropa.

Selama Abad Pertengahan , korban wabah pes. Digunakan untuk serangan biologis, seringkali dengan
melemparkan fomites seperti mayat dan kotoran yang terinfeksi di atas dinding kastil yang
menggunakan ketapel . Pada tahun 1346, saat pengepungan Kafa (sekarang Feodossia , Crimea),
pasukan Tartar yang menyerang yang ditaklukkan oleh kekaisaran Mongol di bawah Genghis Khan,
menggunakan mayat prajurit Mongol dari Golden Horde yang telah meninggal karena wabah, sebagai
senjata. Wabah wabah diikuti dan pasukan bertahan mundur mundur, diikuti oleh penaklukan kota oleh
orang-orang Mongol. Telah berspekulasi bahwa operasi ini mungkin bertanggung jawab atas
kemunculan Kematian Hitam di Eropa. Pada saat itu, penyerang mengira bahwa bau busuk itu cukup
untuk membunuh mereka, meski penyakitnya mematikan.

Pada pengepungan Thun-l'Évêque pada tahun 1340, selama Perang Seratus Tahun , para penyerang
melambungkan hewan yang membusuk ke daerah yang terkepung.

Pada 1422, selama pengepungan Karlstein Castle di Bohemia , penyerang Hussite menggunakan ketapel
untuk melempar mayat (tapi tidak terkena wabah) dan 2000 muatan kotoran di dinding.

Kejadian terakhir yang diketahui dengan menggunakan mayat wabah untuk perang biologis terjadi pada
tahun 1710, ketika pasukan Rusia menyerang orang - orang Swedia dengan melemparkan mayat yang
terinfeksi wabah ke tembok kota Reval (Tallinn). Namun, selama pengepungan La Calle 1785, pasukan
Tunisia melemparkan pakaian yang sakit ke kota.

Inggris Longbowmen biasanya tidak menarik anak panah mereka dari bergetar ; Sebaliknya, mereka
memasukkan panah mereka ke tanah di depan mereka. Hal ini memungkinkan mereka untuk
menorehkan panah lebih cepat dan tanah dan tanah cenderung menempel pada anak panah, sehingga
membuat luka lebih mungkin terinfeksi .

Abad 17 dan 18
Amerika Utara
Dua contoh dokumen yang membahas penggunaan penyakit biologis oleh Inggris terhadap orang Indian
Amerika Utara selama Pemberontakan Pontiac (1763-66) telah diperiksa oleh sejarawan, namun
efektivitas sebenarnya tidak diketahui [11] [12] . Pada awalnya, pada sebuah parley di Fort Pitt pada
tanggal 24 Juni 1763, Kapten Simeon Ecuyer memberi perwakilan dari Delawares yang mengepung dua
selimut dan sebuah saputangan yang dilapisi kotak logam kecil yang terkena cacar air, dengan harapan
dapat menyebarkan penyakit ini ke Pribumi untuk mengakhiri pengepungan. William Trent , komandan
milisi, mengirim sebuah surat kepada Angkatan Darat Inggris yang menunjukkan bahwa tujuan
pemberian selimut adalah "Sampaikan Cacar kepada orang India." Persetujuan faktur tersebut
mengkonfirmasikan bahwa perintah Inggris mendukung tindakan Ecuyer.
Komandan Inggris Lord Jeffrey Amherst dan perwira Swiss-Inggris Kolonel Henry Bouquet membahas
topik ini secara terpisah dalam konflik yang sama; Ada korespondensi yang merujuk pada gagasan untuk
memberi selebaran terinfeksi cacar kepada penduduk asli musuh. Empat surat dikutip dari 29 Juni, 13
Juli 16 dan 26, 1763. Kutipan: Amherst menulis pada 16 Juli 1763, "PS Anda akan melakukannya dengan
baik untuk mencoba menginaktivasi orang India dengan menggunakan Selimut, dan juga untuk mencoba
Setiap Metode lain yang bisa digunakan untuk Extirpasi Race Execrable ini Saya harus sangat senang
Skema Anda untuk Berburu Mereka Turun oleh Anjing bisa Mengambil Efek, ... "Bouquet menjawab
pada 26 Juli 1763," Saya menerima surat ucapan selamat dari 16th yang lalu dengan inclosures mereka.
Sinyal untuk Utusan India, dan semua petunjukmu akan diperhatikan. " Cacar sangat menular di antara
penduduk asli Amerika, dan - bersamaan dengan penyakit campak , influenza, cacar air , dan penyakit
Dunia Lama lainnya - merupakan penyebab utama kematian sejak kedatangan orang Eropa dan hewan
mereka. Perdagangan dan tempur juga memberi banyak kesempatan untuk penularan penyakit ini.
Meskipun wabah cacar 1763-64 melemahkan perlawanan penduduk asli terhadap kampanye Bouquet di
Lembah Muskingum, namun tidak jelas apakah cacar itu adalah hasil dari insiden Fort Pitt atau virus
tersebut sudah ada di antara orang- orang Delaware . Diperkirakan antara 400.000-500.000 orang
Amerika pribumi selama dan setelah perang meninggal karena cacar. [ tidak disebutkan ]
New South Wales
Aborigin Australia (Kooris) selalu berpendapat bahwa Inggris sengaja menyebarkan cacar air pada tahun
1789, namun kemungkinan ini baru dinaikkan oleh sejarawan dari tahun 1980an ketika Dr Noel Butlin
menyarankan; "Ada beberapa kemungkinan bahwa ... penyakit bisa saja digunakan dengan sengaja
sebagai agen pembasmi".

Pada tahun 1997, David Day mengklaim di sana "tetap memiliki bukti tidak langsung yang cukup besar
untuk menunjukkan bahwa petugas selain Phillip , atau mungkin narapidana atau tentara ... dengan
sengaja menyebarkan cacar di antara suku Aborigin" dan pada tahun 2000 Dr. John Lambert
berpendapat bahwa "bukti kuat yang kuat menunjukkan cacar air epidemi yang melanda bangsa
Aborigin tahun 1789, mungkin disebabkan oleh infeksi yang disengaja ".

Judy Campbell berargumen pada tahun 2002 bahwa sangat tidak mungkin Armada Pertama adalah
sumber epidemi karena "cacar tidak terjadi pada anggota Armada Pertama"; satu-satunya kemungkinan
sumber infeksi dari Armada yang terpapar materi variolous yang diimpor untuk keperluan inokulasi
terhadap cacar. Campbell berpendapat bahwa, sementara ada banyak spekulasi tentang eksposisi
hipotetis terhadap materi yang sangat berbeda dari Armada Pertama, tidak ada bukti bahwa orang
Aborigin pernah benar-benar terpapar dengannya. Dia menunjuk kontak reguler antara armada
penangkapan ikan dari kepulauan Indonesia, di mana cacar selalu ada , dan orang-orang Aborigin di
Utara Australia lebih mungkin menjadi sumber pengenalan cacar. Dia mencatat bahwa sementara para
nelayan ini pada umumnya disebut sebagai 'orang Macan', mengacu pada pelabuhan Makasar di pulau
Sulawesi yang sebagian besar berasal dari nelayan, "beberapa melakukan perjalanan dari pulau-pulau
yang jauh seperti New Guinea". Dia mencatat bahwa hanya ada sedikit ketidaksetujuan bahwa epidemi
cacar tahun 1860-an dikontrak dari nelayan Macassan dan menyebar melalui penduduk Aborigin oleh
Aborigin yang melarikan diri dari wabah dan juga melalui jaringan sosial, kekerabatan dan perdagangan
tradisional mereka. Dia berpendapat bahwa epidemi 1789-90 mengikuti pola yang sama
Klaim ini kontroversial karena dikatakan bahwa virus cacar yang dibawa ke New South Wales mungkin
akan disterilisasi oleh panas dan kelembaban yang ditemui selama pelayaran Armada Pertama dari
Inggris dan tidak mampu melakukan perang biologis. Namun, pada tahun 2007, Christopher Warren
menunjukkan bahwa cacar air Inggris mungkin masih layak dilakukan. Sejak itu beberapa ilmuwan
berpendapat bahwa Inggris melakukan perang biologis pada tahun 1789 di dekat pemukiman terpidana
baru mereka di Port Jackson.

Pada tahun 2013 Warren mengulas masalah ini dan berpendapat bahwa cacar tidak menyebar di
seluruh Australia sebelum tahun 1824 dan menunjukkan bahwa tidak ada cacar di Makasar yang dapat
menyebabkan wabah di Sydney. Warren, bagaimanapun, tidak membahas masalah orang-orang yang
bergabung dengan armada Macassan dari pulau-pulau lain dan dari beberapa wilayah di Sulawesi selain
pelabuhan Makasar. Warren menyimpulkan bahwa Inggris adalah "calon yang paling mungkin untuk
melepaskan cacar air" di dekat Sydney Cove pada tahun 1789. Warren mengusulkan agar Inggris tidak
memiliki pilihan karena mereka menghadapi situasi mengerikan ketika, di antara faktor-faktor lain,
mereka kehabisan amunisi untuk senapan. Warren juga menggunakan tradisi lisan asli dan arkeologi
kuburan asli untuk menganalisis sebab dan akibat penyebaran cacar pada tahun 1789.

Sebelum publikasi artikel Warren (2013), John Carmody berargumen bahwa epidemi tersebut adalah
wabah cacar air yang membawa korban drastis pada populasi Aborigin tanpa kekebalan kekebalan
tubuh. Berkenaan dengan cacar, Dr Carmody berkata: "Sama sekali tidak ada bukti untuk mendukung
salah satu teori dan beberapa di antaranya aneh dan tidak masuk akal .." Warren meliput teori cacar air
di catatan akhir 3 dari Cacar di Sydney Cove - Siapa, Kapan, Kenapa? .

Abad ke 20
Pada pergantian abad ke-20, kemajuan mikrobiologi telah membuat pemikiran tentang "perang kuman"
bagian dari zeitgeist . Jack London , dalam cerpennya '" Yah! Yah! Yah! "' (1909), menggambarkan
ekspedisi Eropa yang menghukum ke sebuah pulau Pasifik Selatan dengan sengaja mengekspos populasi
Polynesia ke campak, yang banyak di antaranya meninggal. London menulis sebuah kisah fiksi ilmiah lain
pada tahun berikutnya, " The Unparalleled Invasion " (1910), di mana negara-negara Barat menghapus
semua China dengan serangan biologis.
Perang Dunia Pertama
Selama Perang Dunia Pertama (1914-1918), Kekaisaran Jerman melakukan beberapa upaya awal dalam
perang biologis anti-pertanian. Upaya tersebut dilakukan oleh kelompok sabotase khusus yang dipimpin
oleh Rudolf Nadolny . Dengan menggunakan kantong diplomatik dan kurir, General Staff Jerman
memasok tim penyabot kecil di Kadipaten Rusia Finlandia , dan di negara-negara netral di Rumania ,
Amerika Serikat , dan Argentina . [ rujukan? ] Di Finlandia, penyabot yang dipasang di rusa diletakkan di
atas ampul antraks di kandang kuda Rusia pada tahun 1916. [32] Anthrax juga dipasok ke atase militer
Jerman di Bucharest , seperti juga kelenjar , yang dipekerjakan melawan ternak yang ditujukan untuk
Sekutu layanan. Petugas intelijen Jerman dan warga AS Dr. Anton Casimir Dilger mendirikan sebuah
laboratorium rahasia di ruang bawah tanah rumah saudara perempuannya di Chevy Chase, Maryland ,
yang memproduksi kelenjar yang digunakan untuk menginfeksi ternak di pelabuhan dan tempat
pengumpulan pedalaman termasuk, setidaknya, Newport News , Norfolk , Baltimore , dan New York City
, dan mungkin St. Louis dan Covington, Kentucky . Di Argentina, agen Jerman juga menggunakan kelenjar
di pelabuhan Buenos Aires dan juga mencoba menghancurkan panen gandum dengan jamur yang
merusak.

Protokol Jenewa tahun 1925 melarang penggunaan senjata kimia dan senjata biologis, namun tidak
mengatakan apapun tentang eksperimen, produksi, penyimpanan, atau pengalihan; Perjanjian
kemudian mencakup aspek-aspek ini. Kemajuan abad kedua puluh dalam mikrobiologi memungkinkan
agen biologis budaya murni pertama yang dikembangkan oleh Perang Dunia II.

Periode interwar dan WWII


Dalam periode interwar, penelitian kecil dilakukan dalam perang biologis di Inggris dan Amerika Serikat
pada awalnya. Di Inggris, kesibukan ini terutama dalam menahan serangan bom biasa yang diantisipasi
yang akan dilepaskan jika terjadi perang dengan Jerman . Saat ketegangan meningkat, Sir Frederick
Banting mulai melobi pemerintah Inggris untuk membuat sebuah program penelitian dalam penelitian
dan pengembangan senjata biologis untuk secara efektif mencegah orang-orang Jerman melakukan
serangan biologis. Banting mengusulkan sejumlah skema inovatif untuk penyebaran patogen, termasuk
serangan semprotan udara dan kuman yang didistribusikan melalui sistem surat.

Dengan dimulainya permusuhan, Kementerian Supply akhirnya membentuk program senjata biologis di
Porton Down , dipimpin oleh ahli mikrobiologi Paul Fildes . Penelitian ini diperjuangkan oleh Winston
Churchill dan segera tularemia , antraks , brucellosis , dan botulism toksin telah efektif diperjuangkan.
Secara khusus, Pulau Gruinard di Skotlandia, selama serangkaian tes ekstensif, terkontaminasi antraks
selama 48 tahun ke depan. Meskipun Inggris tidak pernah secara ofensif menggunakan senjata biologis
yang dikembangkannya, programnya adalah yang pertama yang berhasil melancarkan berbagai patogen
mematikan dan membawa mereka ke dalam produksi industri. Negara lain, terutama Prancis dan
Jepang, telah memulai program senjata biologis mereka sendiri.

Ketika Amerika Serikat memasuki perang, meningkatkan tekanan Inggris untuk menciptakan program
penelitian serupa untuk penyatuan sumber daya Sekutu menyebabkan terciptanya kompleks industri
besar di Fort Detrick, Maryland pada tahun 1942 di bawah arahan George W. Merck . Senjata biologis
dan kimia yang dikembangkan selama periode tersebut diuji di Dugway Proving Grounds di Utah . Segera
ada fasilitas untuk produksi massal spora anthrax, brucellosis , dan botulisme , walaupun perang telah
berakhir sebelum senjata ini bisa banyak digunakan secara operasional.

Namun, program yang paling terkenal pada periode tersebut dijalankan oleh Unit Angkatan Darat
Kekaisaran Jepang 731 selama perang , yang berbasis di Pingfan di Manchuria dan diperintahkan oleh
Letnan Jenderal Shirō Ishii . Unit ini melakukan penelitian terhadap BW, melakukan eksperimen manusia
yang seringkali fatal terhadap narapidana, dan menghasilkan senjata biologis untuk penggunaan
tempur. Meskipun usaha Jepang tidak memiliki kecanggihan teknologi dari program Amerika atau
Inggris, namun hal itu jauh melampaui penerapan mereka yang meluas dan kebrutalan tanpa pandang
bulu. Senjata biologis digunakan melawan tentara China dan warga sipil dalam beberapa kampanye
militer. Tiga veteran Unit 731 bersaksi dalam sebuah wawancara tahun 1989 dengan Asahi Shimbun
bahwa mereka mengkontaminasi sungai Horustein dengan tipus di dekat tentara Soviet selama
Pertempuran Khalkhin Gol . Pada tahun 1940, Angkatan Udara Kekaisaran Jepang Angkatan Darat
mengebom Ningbo dengan bom keramik yang penuh dengan kutu yang membawa wabah pes. Sebuah
film yang menunjukkan operasi ini terlihat oleh pangeran kaisar Tsuneyoshi Takeda dan Takahito Mikasa
saat pemutaran film yang dibuat oleh dalang Shiro Ishii. Selama Pengadilan Kejahatan Perang
Khabarovsk , terdakwa, seperti Mayor Jenderal Kiyashi Kawashima, memberi kesaksian bahwa pada
awal 1941 sekitar 40 anggota kutu air yang terjatuh di KLA di TN Changde . Operasi ini menyebabkan
wabah epidemi wabah.

Banyak dari operasi ini tidak efektif karena sistem pengiriman yang tidak efisien, menggunakan serangga
pembawa penyakit daripada menyebarkan agen sebagai awan bioaerosol . [37] Namun demikian,
beberapa sejarawan Cina modern memperkirakan bahwa 400.000 orang China meninggal sebagai akibat
langsung dari pengujian lapangan Jepang dan penggunaan senjata biologis secara operasional.

Ban Shigeo, seorang teknisi di Institut Riset Teknik 9 Angkatan Darat Jepang , meninggalkan sebuah
laporan tentang kegiatan di Institut yang diterbitkan dalam "The Truth About the Army Nororito
Institute". Ban memasukkan sebuah catatan perjalanannya ke Nanking pada tahun 1941 untuk
berpartisipasi dalam pengujian racun terhadap tahanan China. [43] Kesaksiannya mengikat Institut
Noborito ke Unit 731 yang terkenal, yang berpartisipasi dalam penelitian biomedis.

Selama bulan-bulan terakhir Perang Dunia II, Jepang merencanakan untuk memanfaatkan wabah
sebagai senjata biologis melawan warga sipil AS di San Diego , California , selama Operasi Cherry
Blossoms at Night . Mereka berharap bisa membunuh puluhan ribu warga sipil AS dan dengan demikian
menghalangi Amerika untuk menyerang Jepang. Rencananya akan diluncurkan pada 22 September
1945, di malam hari, namun tidak pernah membuahkan hasil karena penyerahan Jepang pada 15
Agustus 1945.
Ketika perang berakhir, Angkatan Darat AS diam-diam mendaftarkan beberapa anggota Noborito dalam
upayanya melawan kamp komunis pada tahun-tahun awal Perang Dingin. Kepala Unit 731, Shiro Ishii ,
diberi kekebalan dari tuntutan kejahatan perang dengan imbalan informasi kepada Amerika Serikat
mengenai kegiatan Unit. [48] Tuduhan dibuat bahwa "bagian kimia" unit klandestin AS yang
tersembunyi di dalam pangkalan angkatan laut Yokosuka beroperasi selama Perang Korea , dan
kemudian mengerjakan proyek yang tidak ditentukan di dalam Amerika Serikat dari tahun 1955 sampai
1959, sebelum kembali ke Jepang untuk masuk sektor swasta.

Beberapa personil Unit 731 dipenjara oleh Soviet [ rujukan? ] , Dan mungkin merupakan sumber
informasi yang potensial mengenai senjata Jepang.

Periode pascaperang
Penelitian BW yang cukup banyak dilakukan sepanjang era Perang Dingin oleh AS, Inggris dan Uni Soviet,
dan mungkin juga negara-negara besar lainnya, meskipun umumnya diyakini bahwa senjata semacam
itu tidak pernah digunakan.

Di Inggris, tahun 1950-an melihat adanya persenjataan wabah penyakit , brucellosis , tularemia dan
kemudian equine encephalomyelitis dan virus vaccinia . Uji coba di laut dilakukan termasuk Operasi
Cauldron dari Stornoway pada tahun 1952. Program ini dibatalkan pada tahun 1956, ketika pemerintah
Inggris secara sepihak menolak penggunaan senjata biologis dan kimiawi.

Amerika Serikat memulai usaha persenjataannya dengan vektor penyakit pada tahun 1953, berfokus
pada wabah penyakit, nyamuk EEE, dan demam kuning - nyamuk (OJ-AP). [ rujukan? ] Namun, ilmuwan
medis AS di Jepang yang diduduki melakukan penelitian ekstensif tentang vektor serangga, dengan
bantuan mantan staf Unit 731, pada awal 1946.

Korps Kimia Angkatan Darat Amerika Serikat kemudian memulai sebuah program tabrakan untuk
membuat senjata antraks (N) di bomlet jam kaca E61 1/2-lb. Meskipun program ini berhasil memenuhi
tujuan pembangunannya, namun tidak adanya validasi terhadap infektivitas standardisasi stagnan
antraks. [ rujukan? ] Angkatan Udara Amerika Serikat juga tidak puas dengan kualitas operasional bom
meledak M114 / AS dan diberi label sebagai barang sementara sampai Korps Kimia dapat mengirimkan
senjata superior. [ rujukan? ]

Sekitar tahun 1950 Korps Kimia juga memprakarsai sebuah program untuk melancarkan tularemia (UL).
Tak lama setelah E61 / N gagal melakukan standarisasi, tularemia distandarisasi dalam bomber ledakan
3.4 " M143 . Ini dimaksudkan untuk dikirim oleh hulu ledak rudal MGM-29 Sersan dan dapat
menghasilkan infeksi 50% selama 7 mil persegi ( 18 km 2 ) daerah. [50] Meskipun tularemia dapat
diobati dengan antibiotik, pengobatan tidak mempersingkat jalannya penyakit. Peneliti AS yang teliti
digunakan sebagai subjek uji coba untuk tularemia dalam program yang dikenal dengan Operasi
Whitecoat . Juga banyak tes yang tidak dipublikasikan yang dilakukan di tempat umum dengan simulator
bio-agent selama Perang Dingin. [52]

Pembom biologis E120 , yang dikembangkan sebelum AS menandatangani Konvensi Senjata Biologis dan
Beracun .
Selain penggunaan bom meledak untuk menciptakan aerosol biologis, Korps Kimia mulai menyelidiki
pembom berenergi aerosol di tahun 1950an. E99 adalah desain pertama yang dapat dikerjakan, namun
terlalu rumit untuk diproduksi. Pada akhir 1950-an, pemboman bom penyeberangan 4.5 " E120
dikembangkan; seorang pembom B-47 dengan dispenser SUU-24 / A dapat menginfeksi 50% atau lebih
penduduk wilayah seluas 16 mil persegi (41 km 2 ) dengan tularemia dengan E120. [53] E120 kemudian
digantikan oleh agen tipe kering.

Biologis tipe kering menyerupai bedak , dan dapat disebarluaskan sebagai aerosol dengan menggunakan
alat pengusir gas, bukan burster atau sprayer kompleks. [ rujukan? ] Korps Kimia mengembangkan bom
rotor Flettner dan kemudian bom segitiga untuk cakupan yang lebih luas karena sudut meluncur yang
lebih baik dari bom belakang Magnus-lift. [54] Senjata jenis ini berada dalam perkembangan lanjutan
pada saat program berakhir. [54]

Dari bulan Januari 1962, Rocky Mountain Arsenal "tumbuh, dimurnikan dan biodemilitarized" patogen
tanaman Gandum Stem Rust (Agen TX), Puccinia graminis, var. tritici, untuk program anti-panen biologis
Angkatan Udara. Butir yang diberi perlakuan TX tumbuh di Arsenal dari tahun 1962-1968 di Bagian 23-
26. TX yang tidak diproses juga diangkut dari Beale AFB untuk pemurnian, penyimpanan, dan
pembuangan. [55] Trichothecenes Mycotoxin adalah toksin yang bisa diekstraksi dari Wheat Stem Rust
and Rice Blast dan bisa membunuh atau melumpuhkan tergantung konsentrasi yang digunakan.
"Penyakit jamur merah" gandum dan jelai di Jepang lazim di wilayah yang menghadap Samudera Pasifik.
Trichothecenes beracun, termasuk nivalenol, deoxynivalenol, dan monoace tylnivalenol (fusarenon-X)
dari Fusarium nivale, dapat diisolasi dari biji-bijian berjamur. Di pinggiran kota Tokyo, penyakit yang
mirip dengan "penyakit jamur merah" digambarkan dalam wabah penyakit bawaan makanan, akibat
konsumsi beras Fusarium. Penelanan biji-bijian berjamur yang terkontaminasi dengan trichothecenes
telah dikaitkan dengan mikotoksikosis. [56]

Meskipun tidak ada bukti bahwa senjata biologis digunakan oleh Amerika Serikat, China dan Korea Utara
menuduh Amerika melakukan uji coba BW skala besar terhadap mereka selama Perang Korea (1950-
1953). Pada saat Perang Korea Amerika Serikat hanya memiliki satu agen, brucellosis ("Agen AS"), yang
disebabkan oleh Brucella suis . Bentuk senjata asli menggunakan bom meledak M114 di bom cluster
M33. Sementara bentuk spesifik dari bom biologis diklasifikasikan sampai beberapa tahun setelah
Perang Korea, dalam berbagai pameran senjata biologis yang diduga oleh Korea dijatuhkan di negara
mereka tidak ada yang mirip dengan bomber M114 . Ada wadah keramik yang memiliki beberapa
kesamaan dengan senjata Jepang yang digunakan untuk melawan orang China pada Perang Dunia II,
yang dikembangkan oleh Unit 731. [37] [57]

Kuba juga menuduh Amerika Serikat menyebarkan penyakit manusia dan hewan ke negara mereka. [58]
[59]

Selama Perang Kemerdekaan 1948, Palang Merah Internasional melaporkan kecurigaan bahwa milisi
Haganah Israel telah mengeluarkan bakteri Salmonella typhi ke dalam persediaan air untuk kota Acre ,
yang menyebabkan wabah tipus di antara penduduk. Pasukan Mesir kemudian mengklaim telah
menangkap menyamarkan tentara Haganah di dekat sumur-sumur di Gaza , yang mereka eksekusi
karena diduga melakukan serangan lain. Israel membantah tuduhan tersebut. [60] [61]

Biological and Toxin Weapons Convention [ sunting ]


Pada pertengahan 1969, Inggris dan Pakta Warsawa, secara terpisah, memperkenalkan proposal ke PBB
untuk melarang senjata biologis, yang akan mengarah pada penandatanganan Konvensi Senjata Biologis
dan Toksin pada tahun 1972. Presiden Amerika Serikat Richard Nixon menandatangani sebuah perintah
eksekutif mengenai November 1969, yang menghentikan produksi senjata biologis di Amerika Serikat
dan hanya mengizinkan penelitian ilmiah tentang agen bius mematikan dan tindakan defensif seperti
imunisasi dan keamanan hayati . Tumpukan biologis dihancurkan, dan sekitar 2.200 peneliti menjadi
berlebihan.

Amunisi khusus untuk Pasukan Khusus Amerika Serikat dan CIA dan Lima Besar Senjata untuk militer
dihancurkan sesuai dengan perintah eksekutif Nixon untuk mengakhiri program ofensif. CIA
mempertahankan koleksi biologisnya sampai tahun 1975 ketika menjadi subyek Komite Gereja senat.

Konvensi Senjata Biologi dan Toksin ditandatangani oleh AS, Inggris, Uni Soviet dan negara-negara lain,
sebagai pelarangan "pengembangan, produksi dan penimbunan mikroba atau produk beracun mereka
kecuali dalam jumlah yang diperlukan untuk penelitian protektif dan damai" pada tahun 1972. Konvensi
mengikat penandatangannya pada seperangkat peraturan yang jauh lebih ketat daripada yang
diperkirakan oleh Protokol Jenewa 1925. Pada tahun 1996, 137 negara telah menandatangani perjanjian
tersebut; Namun diyakini bahwa sejak ditandatanganinya Konvensi jumlah negara yang mampu
memproduksi senjata tersebut meningkat.

Uni Soviet melanjutkan penelitian dan produksi senjata biologi ofensif dalam sebuah program yang
disebut Biopreparat , walaupun telah menandatangani konvensi tersebut. Amerika Serikat tidak memiliki
bukti kuat dari program ini sampai Dr. Vladimir Pasechnik membelot pada tahun 1989, dan Dr. Kanatjan
Alibekov , wakil direktur utama Biopreparat membelot pada tahun 1992. Patogen yang dikembangkan
oleh organisasi tersebut akan digunakan dalam uji coba terbuka. Diketahui bahwa Pulau Vozrozhdeniye,
yang terletak di Laut Aral, digunakan sebagai tempat uji coba. [63] Pada tahun 1971, pengujian semacam
itu menyebabkan pelepasan cacar air disengaja dari cacar air di Laut Aral dan epidemi cacar berikutnya.
Selama tahap penutupan Perang Seminari Rhodes, pemerintah Rhodesian menggunakan agen senjata
biologis dan kimia. Saluran air di beberapa lokasi di dalam perbatasan Mozambik sengaja terkontaminasi
kolera . Serangan biologis ini berdampak kecil pada kemampuan bertarung ZANLA , namun
menyebabkan tekanan besar bagi penduduk lokal. Orang-orang Rhodes juga bereksperimen dengan
beberapa patogen dan toksin lainnya untuk digunakan dalam kontra pemberontakan mereka. [65]

Setelah Perang Teluk Persia 1991, Irak masuk ke tim inspeksi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
menghasilkan 19.000 liter racun botulinum terkonsentrasi, dimana sekitar 10.000 L dimasukkan ke
dalam senjata militer; 19.000 liter tidak pernah dipertanggungjawabkan sepenuhnya. Ini kira-kira tiga
kali jumlah yang dibutuhkan untuk membunuh seluruh populasi manusia saat ini dengan inhalasi, [66]
walaupun dalam praktiknya tidak mungkin untuk mendistribusikannya dengan sangat efisien, dan,
kecuali jika terlindungi dari oksigen, ia memburuk dalam penyimpanan.

Menurut Kantor Teknologi Penilaian AS 8 negara pada umumnya dilaporkan memiliki program perang
biologis offensif yang tidak dideklarasikan pada tahun 1995: China , Iran , Irak , Israel , Libya , Korea
Utara , Suriah dan Taiwan . Lima negara telah mengaku memiliki senjata mematikan atau program
pembangunan di masa lalu: Amerika Serikat , Rusia , Prancis , Inggris , dan Kanada . [68] Program-
program BW yang menyinggung di Irak dibongkar oleh Pasukan Koalisi dan PBB setelah Perang Teluk
yang pertama (1990-91), walaupun program BW militer Irak diam-diam dipelihara karena bertentangan
dengan kesepakatan internasional sampai akhirnya ditinggalkan pada tahun 1995 dan 1996 .

Abad ke-21
Pada tanggal 18 September 2001 dan untuk beberapa hari setelahnya, beberapa surat diterima oleh
anggota Kongres AS dan media Amerika yang berisi spora antraks yang disiapkan dengan sengaja;
Serangan tersebut membuat setidaknya 22 orang di antaranya meninggal dunia. Identitas bioteroris
tetap tidak diketahui sampai tahun 2008, ketika seorang tersangka resmi, yang telah melakukan bunuh
diri, diberi nama.
Kecurigaan terhadap program perang biologis Irak yang sedang berlangsung tidak dibuktikan setelah
invasi Maret 2003 ke negara tersebut . Belakangan tahun itu, bagaimanapun, Muammar Gaddafi
diyakinkan untuk menghentikan program perang biologis Libya . Pada tahun 2008, menurut laporan
Badan Riset Staf Riset AS, China , Kuba , Mesir , Iran , Israel , Korea Utara , Rusia , Suriah dan Taiwan
dianggap, dengan tingkat kepastian yang berbeda, memiliki beberapa kemampuan BW. [70] Pada tahun
2011, 165 negara secara resmi bergabung dengan BWC dan berjanji untuk menolak senjata biologis
5 Senjata Biologis Paling Mematikan yang
Pernah Digunakan Manusia
Perihal kadar mematikan, senjata biologis ternyata tak kalah dengan senjata nuklir dengan “count
kill” yang bergelimang.

Faisal Bosnia Ahmad 2 tahun lalu | Tips

Menurut sejarahnya, penggunaan senjata biologis telah digunakan sejak zaman pra-masehi,
tepatnya sekitar awal abad ke 1.500 sebelum masehi. Beberapa penduduk di wilayah Asia saat
itu menyadari bahwa penyakit dapat ditularkan, dan mereka pun mengirimkan penyakit via
binatang ke wilayah musuh.

Senjata biologis bukan hanya berupa zat atau cairan berbahaya saja, namun juga bisa berupa
hewan buas dan mematikan yang diciptakan atau dimanipulasi khusus untuk menyerang target
manusia. Di bawah ini ada lima senjata biologis yang beruntung sudah lama tak digunakan
dalam peperangan. Apa saja itu?

Bom Kelelawar (Proyek X-Ray)


Kamu boleh percaya, boleh juga tidak, namun senjata paling mematikan milik Amerika Serikat
ketika melawan Jepang bukanlah bom nuklirnya. Amerika punya satu lagi senjata rahasia yang
tak hanya mematikan, namun juga efektif. Senjata tersebut bernama kelelawar peledak.

Artikel Lainnya

10 Seleb Papan Atas ini Ternyata Pernah Jadi Paskibra, Bikin Bangga deh!

Kisah Kakek Huri dan Samurai yang Kerap Digunakan untuk Menebas Tentara Jepang

Bom Kelelawar hasil proyek X-Ray. [Image Source].Praktik ini menjadi salah satu contoh paling terkenal
seperti apa penggunaan binatang dalam peperangan abad ke-20. Proyek yang diberi nama X-Ray ini
adalah senjata pemusnah potensial yang terlambat digunakan. Sebab, baru dipakai setelah Perang Dunia
II usai.

Bom binatang ini terdiri dari ratusan kelelawar Meksiko terbaik, yang mana setiap ekornya telah
dipasangi peledak yang telah diatur waktunya. Sedianya, mereka punya rencana untuk melepas
ratusan kelelawar tersebut di atas kota-kota besar di Jepang pada waktu subuh. Kelelawar ini
akan menyebar dan mengendap di atap-atap rumah hingga radius puluhan kilometer jauhnya.
Dan akan meledak ketika tiba saatnya.

Ads by Kiosked

Pada saat itu, hampir semua bangunan di Jepang terbuat dari kayu, bambu dan jerami, sehingga
membuat seisi kota rawan kebakaran. Menurut pengujian yang dilakukan pada tahun 1945
(gambar di atas), kerusakan yang dihasilkan oleh bom kelelawar bisa jadi senjata pemusnah
terbaik sebelum manusia masuk ke era bom hidrogen.
Wabah hitam
Wabah Hitam yang juga disebut Black Death mungkin bisa dibilang sebagai tragedi kematian
massal paling mencengangkan sepanjang sejarah. Bagaimana tidak, ketika wabah ini bergulir,
setidaknya sepertiga populasi Eropa raib. Banyak yang menganggap Black Death hanya wabah
biasa, tapi ada anggapan lain yang mengatakan ini adalah serangan bio-terorisme.

Wabah Black Death. [Image Source].Banyak yang berteori bahwa tikus-tikus yang membawa bakteri
Yersinia Pestis ini sengaja diselundupkan ke daratan Eropa oleh pasukan Mongol beberapa ratus tahun
sebelumnya. Hewan-hewan mematikan ini kabarnya telah dikurung dan diisolasi di wilayah rahasia
sebelum akhirnya dilepas ke kota-kota dan memusnahkan nyaris separuh penduduk Eropa.

Mungkin teori itu benar, mungkin juga tidak, namun Black Death dianggap sebagai salah satu
senjata bio-terorisme yang paling dikenal hingga saat ini.

Anjing Perang
Kita tentu sudah sering melihat seperti apa anjing militer saat ini, namun jika dibandingkan
dengan leluhur mereka, keganasan anjing militer saat ini tak ada apa-apanya. Bahkan,
kemampuan anjing-anjing kuno tersebut, katanya, setara dengan prajurit hebat saat ini.

Anjing Perang sejati. [Image Source].Great Dane, ras anjing asal Jerman yang berperawakan besar,
dilatih dan dibesarkan secara khusus supaya nantinya bisa dilibatkan dalam medan tempur untuk
melumpuhkan kuda-kuda prajurit lawan. Sedangkan ras Mastiffs, seperti gambar di atas, bahkan jauh
lebih ganas lagi. Anjing sadis itu mampu mengoyak daging manusia secara utuh. Negara-negara seperti
Cina, Yunani, hingga Amerika Serikat, sering menggunakan anjing ini dalam peperangan.

Banyak yang mengagumi kehebatan anjing-anjing ini dan memelihara mereka sebagai properti
pribadi. Namun, tak semua orang punya gagasan yang sama. Pada tahun 1930, pihak Uni Soviet
melatih anjing-anjing ini untuk berlari menuju tank musuh… dengan membawa bahan peledak
seberat 25 kiloan. Dan kamu pasti sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Mayat Penyakitan
Melempar bangkai-bangkai busuk ke sebuah kota dengan menggunakan alat pelanting atau
catapult, mungkin menjadi salah satu praktik perang biologis paling konservatif dalam sejarah.
Biasanya bangsa Yunani dan Mongol yang sering melakukan hal itu.
Ilustrasi mayat. [Image Source].Namun, selain bangkai hewan, mereka juga sering menggunakan mayat-
mayat manusia yang telah terinfeksi (atau lebih tepatnya diinfeksikan) berbagai jenis penyakit
mematikan. Upaya ini bertujuan untuk mendemoralisir mental dan moral lawan. Selain itu, mayat yang
berpenyakitan ini efektif membuat orang-orang yang berada di wilayah padat penduduk tersebut
terserang penyakit.

Tikus berapi
Sama halnya dengan proyek X-Ray kelelawar, prajurit lawas saat itu pernah memakai tikus
dengan tujuan yang kurang lebih sama, menghancurkan markas musuh.
Tikus berapi. [Image Source].Mereka akan mencelupkan tikus tersebut ke dalam bahan mudah terbakar,
kemudian menyulutnya. Tikus-tikus malang tersebut kemudian akan dilepas dan digiring ke kamp-kamp
lawan di malam hari ketika mereka tertidur lelap. Tak jarang pula tikus-tikus tersebut akan dibuat
menelan makanan yang telah disusupi bahan peledak, sehingga ketika digunakan, tikus yang terbakar itu
punya efek yang mematikan yang lebih luas.

Konon, selain bom nuklir, senjata biologis bisa jadi merupakan salah satu alasan kuat mengapa
dunia akan kiamat atau setidaknya dapat menyapu mayoritas populasi manusia di dunia. Jika
perang dunia pecah, bersiaplah untuk kembali menemui senjata-senjata biologis yang mematikan
ini atau mungkin tipe terbaru yang lebih dahsyat dan lebih mematikan.
5 Senjata Kimia Paling Mengerikan ini
Mampu Membantai Banyak Orang Dalam
Hitungan Menit
Rizal 2 tahun lalu | Trending

Ads by Kiosked

Perang memaksa manusia untuk menghalalkan segala cara agar bisa menang. Tak hanya dengan
menggunakan senjata-senjata fisik mematikan, tapi juga apa yang disebut dengan chemical
weapon alias senjata kimia. Senjata satu ini mungkin tak menusuk seperti belati atau menghujam
layaknya peluru, tapi ia jauh lebih berbahaya dan mematikan. Sekali dilepaskan tanpa banyak
yang menyadarinya orang-orang yang terkena pun satu per satu bertumbangan.

Dalam sejarahnya, ada banyak jenis senjata kimia yang diciptakan. Namun, hanya beberapa saja
yang dianggap sangat mematikan. Parameter mematikannya sendiri dilihat dari beragam hal.
Entah racunnya yang super kuat sampai kemudahan membuatnya dalam jumlah yang sangat
banyak dan dalam waktu singkat.

Nah, berikut adalah beberapa senjata kimia yang diketahui paling berbahaya di dunia. Beberapa
sudah pernah diujicobakan lewat perang dan sukses luar biasa.
Artikel Lainnya

10 Seleb Papan Atas ini Ternyata Pernah Jadi Paskibra, Bikin Bangga deh!

Kisah Kakek Huri dan Samurai yang Kerap Digunakan untuk Menebas Tentara Jepang

1. VX, Senjata Kimia Paling Mematikan yang Pernah Ada


Dikembangkan pada tahun 1950 oleh Inggris, VX adalah senjata kimia paling mematikan saat
ini. Alasan utama kenapa senjata kimia satu ini mematikan adalah racunnya yang benar-benar
dahsyat. Begitu ia dilepaskan ke udara, VX akan langsung bisa membuat si penghirupnya
kejang-kejang dan akhirnya mati. VX sendiri mengandung senyawa yang membuat banyak
sistem tubuh lumpuh dan akhirnya tak berfungsi lagi kemudian mati.

Ads by Kiosked

Ads by Kiosked

VX [Image Source]Hal yang mengerikan tentang VX tak cuma kadar racunnya saja, namun juga
bentuknya. Ya, senjata kimia ini berbentuk gas yang tak berbau atau berwarna. Ngerinya lagi, ia bisa
tetap konsisten bertahan hingga berminggu-minggu bahkan ketika cuaca berubah-ubah dari waktu ke
waktu.

2. Sarin, Gas Beracun yang Tak Kalah Ngeri dari VX


Senjata kimia satu ini bisa dibilang paling banyak penggunaannya dibanding yang lain. Mulai
ketika diciptakan di tahun 1938 sampai 2015 kemarin, senjata ini tetap dipakai. Tahun 2015
diduga Sarin ditembakkan dalam konflik Suriah. Kembali soal Sarin, senjata kimia satu ini juga
bisa dikatakan sangat mematikan. Ia kurang lebih sama bahayanya seperti VX.

Ads by Kiosked

Sarin [Image Source]Penggunaan Sarin adalah ditembakkan ke angkasa. Lalu seiring dengan suhu yang
memanas ia akan menguap. Nah, ketika jadi uap inilah Sarin akan mulai membunuhi para penghirupnya.
Efek menghirup Sarin kurang lebih sama seperti VX, mulai dari kejang-kejang sampai meninggal. Sarin
sendiri tak hanya bisa digunakan dalam bentuk udara. Ia juga sangat mematikan saat berbentuk likuid.

3. Mustard Gas, Senjata Kimia Dengan Dampak Paling


Menyeramkan
Tak hanya Sarin, Mustard Gas juga jadi salah satu senjata yang paling populer penggunaannya.
Tak hanya di Perang Dunia I, senjata satu ini juga mewarnai perang saudara di Yaman hingga
perang Irak Iran. Soal bahaya, Mustard Gas tentu memilikinya. Bahkan ia mampu menghasilkan
dampak yang ngeri.
Ads by Kiosked

Mustard Gas [Image Source]Ketika seseorang terkena senjata ini di kulit, maka seketika bagian tubuh ini
akan mengelupas seperti terkena luka bakar. Lalu kemudian luka akan makin menyebar seiring tubuh
yang terpapar terus menerus. Jika terkenanya di bagian mata, Mustard Gas bisa membuatnya buta.
Parahnya lagi kalau sampai terhirup, senjata kimia ini akan perlahan merusak paru-paru dan
menghasilkan rasa yang sakitnya luar biasa.

4. Phosgene, Salah Satu Senjata Kimia Mematikan


Ya, Phosgene ini juga sering disebut-sebut paling mematikan di antara yang lain. Alasannya
sendiri karena ia tak berbau, berwarna, bisa membaur dengan udara sekitar, dan yang terpenting
adalah racunnya yang sangat mematikan. Phosgene bekerja dengan jalan merusak paru-paru
korbannya hingga pada akhirnya meninggal.
Ads by Kiosked

Phosgene [Image Source]Phosgene pernah digunakan dalam Perang Dunia I. Ketika itu Jerman
menumpahkan sekitar 88 ton Phosgene ke arah tentara Inggris. Tanpa menunggu lama, para serdadu
Inggris bertumbangan tak bernyawa. Meskipun mematikan Phosgene sangat mudah untuk ditemukan
karena selalu dipakai dalam industri garment.

5. Chlorine, Senjata Kimia Mematikan yang Sangat


Gampang Dibuat
Chlorine sebenarnya adalah salah satu bahan kimia yang paling bermanfaat bagi manusia. Ia
biasa dipakai dalam banyak hal mulai dari pestisida, bahan detergen, pembunuh bakteri dan lain
sebagainya. Meskipun demikian, ketika ia dikemas dengan cara yang berbeda, Chlorine bisa jadi
senjata pembunuh yang mematikan.
Ads by Kiosked

Rudal Chlorine [Image Source]Ketika berbentuk gas dan disebarkan, maka mereka yang menghirupnya
akan langsung lemas karena rasa tercekik. Tak hanya itu, Chlorine juga akan meracuni paru-paru
sehingga kemungkinan bisa membunuh korbannya. Tapi, dari semua hal yang membahayakan tentang
Chlorine, hal tersebut tak lain adalah fakta jika senjata kimia satu ini sangat mudah dibuat. Chlorine ada
di mana-mana dan siapa pun bisa mendapatkannya dalam jumlah berapa pun.

Inilah ngerinya senjata kimia. Memang benar kalau ia tak langsung merusak fisik seperti senapan
atau belati, tapi ia bisa menyiksa lebih parah dari pada itu. Ditambah lagi, cukup susah untuk
mengobati seseorang yang terkena senjata kimia. Harus cepat dan seketika, karena terlambat
sedikit sudah pasti mati.

Anda mungkin juga menyukai