Anda di halaman 1dari 35

1

ZâuxÜÇâÜ cÜÉä|Çá| WtxÜt{ ^{âáâá


\uâ~Éàt ]t~tÜàt
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA

NOMOR..... TAHUN 2009

TENTANG

PEDOMAN PERENCANAAN
GEOTEKNIK DAN STRUKTUR BANGUNAN
DI PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Menimbang : a. bahwa dalam upaya mewujudkan tingkat kehandalan bangunan,


diperlukan peraturan yang dapat menjadi pedoman bagi pelaku teknis
bangunan khususnya perencanaan struktur bangunan gedung di Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
b. bahwa dalam upaya meningkatkan kualitas keselamatan bangunan,
maka dalam proses penyelesaian Permohonan Izin Mendirikan
Bangunan untuk bangunan diperlukan penilaian terhadap perencanaan
struktur bangunan.
c. bahwa sehubungan dengan huruf (a) dan (b) di atas dan dalam rangka
meningkatkan pelayanan, perlu menetapkan Pedoman Teknis
Perencanaan Geoteknik dan Struktur Bangunan di Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta dengan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
2. Undang-Undang Nomor 34 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta;
3. Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
4. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3 tahun 2001
tentang Bentuk Susunan dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi DKI Jakarta;
5. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 tahun 1991
tentang Bangunan Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
6. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 132 Tahun 2007 tentang
Izin Pelaku Teknis Bangunan
2

7. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 85


tahun 2006 tentang Pelayanan Penerbitan Perizinan Bangunan.
8. Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 47 tahun 2002
tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Penataan dan Pengawasan Bangunan Provinsi DKI Jakarta.
9. Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.
1310 tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Penasihat Teknis Arsitektur
Perkotaan dan Bangunan (TPTAPB) Provinsi DKI Jakarta.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA TENTANG


PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN GEOTEKNIK DAN STRUKTUR
BANGUNAN DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
kesatu
Setiap perencanaan perencanaan geoteknik, struktur bangunan, penilaian
geoteknik dan penilaian struktur bangunan harus mengacu pada
Pedoman Teknis Perencanaan Geoteknik dan Struktur Bangunan di
Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

kedua
Pedoman sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu, dipergunakan
sebagai bahan acuan bagi perencana geoteknik, perencana struktur
bangunan, penilai geoteknik dan penilai struktur bangunan;

ketiga
Pedoman sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu, dipergunakan
untuk perencanaan bangunan dengan jumlah lapis lebih dari delapan
lantai dan atau lebih dari 2 besmen dan atau bangunan dengan kriteria
khusus;
keempat
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
3

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:


(1) Gubernur adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan yang selanjutnya disebut Dinas
adalah Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
(3) Analisis Dewatering adalah analisis pemompaan air tanah untuk pelaksanaan
bangunan supaya pemompaan air tanah dapat dilakukan dengan aman dan
tidak mengakibatkan gangguan pada lingkungan sekitarnya.
(4) Bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang digunakan sebagai
wadah kegiatan manusia.
(5) Bangun-bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang tidak
digunakan untuk kegiatan manusia.
(6) Beban Mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
permanen termasuk dinding-dinding, pemisah/sekat, kolom, lantai, atap,
penyelesaian/finishing dan mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari gedung.
(7) Beban Hidup adalah beban yang dianggap atau terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung dan kedalamnya termasuk beban-beban pada
lantai, beban pada atap selain beban angin dan beban yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah seperti mesin dan peralatan yang tidak
terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung
tersebut sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai atau
atap.
(8) Beban Runtuh atau Ultimate Load untuk Tanah atau Fondasi adalah beban
maksimum yang dapat dipikul tanah atau fondasi pada saat terjadi keruntuhan
geser pada tanah.
(9) Beban Izin untuk Tanah atau Fondasi adalah beban yang dapat dipikul fondasi
secara aman, yang besarnya sama dengan Beban Runtuh dibagi dengan
Faktor Keamanan.
(10) Beban khusus adalah beban yang bekerja pada struktur bangunan yang lain
dari beban gravitasi, beban gempa, beban tekanan tanah (aktif, pasif; statik
dan dinamik; interaktif), dan beban angin.
(11) Besmen adalah ruangan yang merupakan bagian dari suatu bangunan baik
sebagian maupun seluruhnya berada di bawah permukaan tanah.
(12) Blow In adalah kejadian terdesaknya tanah dasar galian ke atas akibat tekanan
air ke atas pada dasar galian tanah.
(13) Capacity Design Untuk Struktur Bawah adalah perencanaan dimana sistem
struktur bawah tidak boleh gagal lebih dahulu dari sistem struktur atas tetapi
tidak perlu lebih kuat daripada yang diperlukan untuk gempa maksimum.
(14) Daya Dukung Ultimate untuk Tanah atau Fondasi adalah nilai tegangan rata-
rata maksimum yang menyebabkan terjadinya keruntuhan geser pada tanah
yang mendukung fondasi.
4

(15) Daya Dukung Izin untuk Tanah atau Fondasi adalah daya dukung ultimate
dibagi dengan Angka Keamanan.
(16) Dewatering adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengeringkan suatu lokasi
struktur bawah bangunan, dengan cara melakukan penurunan elevasi dan
pengendalian muka air tanah.
(17) Diafraghma adalah suatu bagian struktur gedung yang berupa sekat (seperti
pelat lantai atau pelat atap) atau suatu rangka yang berfungsi membagikan
beban geser tingkat kepada unsur penahan gempa pada tingkat tersebut.
(18) Earthquake Dirextion X yang selanjutnya di singkat Eqx adalah gaya gempa
dengan arah sumbu x pada bangunan.
(19) Earthquake Dirextion Y yang selanjutnya di singkat Eqx adalah gaya gempa
dengan arah sumbu x pada bangunan.
(20) Free-head adalah bagian kepala tiang fondasi yang bebas.
(21) Geoteknik adalah bagian bidang ilmu teknik sipil yang mempelajari sifat-sifat
teknis dari tanah (mekanika tanah, dinamika tanah) dan batuan (mekanika
batuan), termasuk di dalamnya antara lain penyelidikan tanah, perencanaan
pekerjaan tanah, perencanaan fondasi, dewatering, monitoring kondisi
lapangan, serta pelaksanaan pekerjaan tanah dan fondasi.
(22) Heave adalah kejadian terdesaknya tanah dasar galian akibat tekanan
hidrostatik yang bekerja pada dasar galian tanah.
(23) Izin Uji Beban adalah izin yang diberikan untuk melakukan uji beban terhadap
fondasi bangunan dan / atau struktur bangunan yang diperlukan sesuai
ketentuan yang berlaku.
(24) IP Fondasi adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan pelaksanaan
fondasi, galian tanah dan dewatering untuk besmen, struktur penahan tanah
dan perkuatannya, tidak termasuk poer dan tie beam, setelah semua
persyaratan perencanaan fondasi, analisis geoteknik serta uji beban fondasi
telah dipenuhi.
(25) IP Struktur Menyeluruh adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
membangun, baik sebagian mulai dari poer dan tie beam, besmen dan struktur
di atasnya maupun keseluruhan mulai dari fondasi sampai lantai/struktur atap,
setelah semua persyaratan perencanaan struktur dipenuhi.
(26) Izin Pelaku Teknis Bangunan yang selanjutnya disingkat IPTB adalah Izin
bekerja yang diberikan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta kepada tenaga ahli
yang menguasai bidang pekerjaan dan keahlian serta menguasai ketentuan
tentang penyelenggaraan bangunan di Daerah Provinsi DKI Jakarta.
(27) Laporan Hasil Penyelidikan tanah adalah hasil penyelidikan tanah di lapangan
maupun di laboratorium yang telah dirangkum dan disajikan secara sistematis
disertai rekomendasi geoteknik oleh ahli yang memiliki IPTB bidang Geoteknik,
yang diperlukan untuk perencanaan geoteknik.
(28) Permohonan Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat PIMB
adalah permohonan untuk memperoleh izin untuk kegiatan membangun.
(29) Portal atau Rangka adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian struktur
yang saling berhubungan dan berfungsi menahan beban sebagai suatu
kesatuan lengkap yang berdiri sendiri dengan atau tanpa dibantu oleh
diafraghma horisontal atau sistem ikatan lantai.
5

(30) Perencana Struktur Bangunan adalah seorang atau sekelompok ahli dalam
bidang Struktur Bangunan dan Geoteknik yang memiliki Izin Pelaku Teknis
Bangunan (IPTB).
(31) Perencanaan struktur bangunan adalah penerapan cara-cara perhitungan dan
atau percobaan yang rasional sesuai prinsip-prinsip mekanika struktur yang
lazim berlaku untuk struktur atas, maupun prinsip-prinsip geoteknik yang lazim
berlaku untuk struktur bawah.
(32) Penyelidikan tanah adalah pengujian tanah di lapangan dan di laboratorium
untuk keperluan perencanaan fondasi dan analisis geoteknik bangunan.
(33) Reduction Live Load yang selanjutnya disingkat LLr adalah beban hidup yang
telah dikalikan dengan faktor reduksi.
(34) Safety Factor yang selanjutnya di singkat SF adalah nilai angka keamanan
rencana.
(35) Selfweight yang selanjutnya disingkat SW adalah beban akibat berat sendiri
bangunan.
(36) SNI adalah Standar Nasional Indonesia.
(37) Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan yang terdiri dari struktur
besmen dan fondasi, struktur penahan tanah termasuk poer, rakit dan balok
pengikat.
(38) Struktur Atas adalah bagian dari struktur bangunan mulai lantai dasar dan
struktur di atasnya.
(39) Struktur Khusus adalah struktur dengan elemen khusus, antara lain beton
pratekan, besmen dengan kedalaman lebih dari dua lapis, struktur baja dengan
bentang besar, struktur dengan bentuk/jenis struktur yang tak lazim, dan
struktur yang mempunyai potensi membahayakan lingkungan sekitarnya.
(40) Struktur Sekunder adalah unsur-unsur seperti dinding pemisah, panel atau
penyekat yang tidak diperlukan bagi ketahanan gedung secara keseluruhan
tetapi dapat mengalami tegangan-tegangan akibat beban yang bekerja
langsung padanya atau akibat dari perubahan bentuk dari unsur-unsur primer.
(41) Superimposed Dead Load yang selanjutnya disingkat SIDL beban mati diluar
berat sendiri bangunan.
(42) Tim Penasehat Konstruksi Bangunan yang selanjutnya disingkat TPKB adalah
tim yang merupakan bagian dari Tim Penasehat Teknis Arsitektur Perkotaan
dan Bangunan (BPTAPB) dan bertugas untuk meneliti rencana struktur dan
geoteknik bangunan dan memberi saran berdasarkan hasil penelitian rencana
struktur dan geoteknik bangunan kepada Dinas guna memproses Izin
Pendahuluan fondasi (IP fondasi), Izin Pendahuluan Struktur Menyeluruh (IP
Struktur Menyeluruh) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
(43) Up Lift adalah gaya angkat yang terjadi akibat air tanah.
(44) Up N adalah gaya angkat yang terjadi akibat air tanah pada kondisi muka air
normal.
(45) Up B adalah gaya angkat yang terjadi akibat air tanah pada kondisi muka air
banjir.
6

BAB II
MATERI GEOTEKNIK DAN PERENCANAAN STRUKTUR

Bagian kesatu
Materi Umum
Pasal 2

(1) Materi perencanaan struktur sebagai persyaratan mengajukan Permohonan Izin


Mendirikan Bangunan (PIMB) sekurang-kurangnya harus meliputi :
a. Materi Struktur Bawah
b. Materi Struktur Atas
c. Uji Pembebanan tiang fondasi untuk bangunan dengan ketinggian di atas 8
(delapan) lapis dan bangunan dengan kriteria khusus.
(2) Penyajian perencanaan struktur bangunan baik struktur atas ataupun struktur
bawah harus dibuat secara sistematis, jelas, lengkap dan memenuhi kriteria
perencanaan struktur bangunan.
(3) Perencanaan struktur bawah sekurang-kurangnya harus meliputi analisis
geoteknik dan perencanaan fondasi yang harus dilakukan oleh tenaga ahli
geoteknik yang memiliki IPTB Geoteknik bersama tenaga ahli struktur atas yang
memiliki IPTB Struktur.
(4) Perencanaan struktur atas sekurang-kurangnya harus meliputi analisis struktur
rangka bangunan dan struktur sekunder dan harus dilakukan oleh tenaga ahli
yang memiliki IPTB Struktur.
(5) Laporan uji pembebanan meliputi uji aksial tekan,aksial tarik, dan lateral dan
ditandatangani oleh tenaga ahli yang memiliki IPTB Geoteknik.
(6) Untuk perencanaan yang dilakukan oleh Konsultan Asing, maka partner lokal
pemegang IPTB harus menyusun penjelasan ringkas (executive summary)
dalam Bahasa Indonesia.
(7) Pada perencanaan yang bersifat merubah dan atau menambah, perencana
harus melampirkan perhitungan lama sebagai dasar untuk mengetahui
sejauhmana perubahan dan atau penambahan atas perencanaan awal.

Pasal 3

(1) Perencanaan struktur bangunan dan bangun-bangunan harus mengacu pada


peraturan dan standar teknis SNI terkait yang berlaku di Indonesia.
(2) Apabila ketentuan atau peraturan yang dibutuhkan sebagai dasar Perencanaan
struktur tidak terdapat di Indonesia maka perencana dapat menggunakan
peraturan dan standar negara lain yang sudah diakui secara internasional dan
dapat dipertanggung jawabkan.
7

Pasal 4
Kelengkapan Data Perencanaan Struktur Bawah

Perencanaan struktur bawah bangunan harus disertai data penyelidikan tanah


dengan analisis geoteknik yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. Penyelidikan tanah dan analisis parameter tanah.
b. Pengujian pompa air tanah, untuk bangunan yang memiliki besmen dengan
muka air tanah dangkal.
c. Interpretasi hasil percobaan pembebanan fondasi

Bagian kedua
Analisis Geoteknik dan Dewatering

Pasal 5
(1) Laporan Penyelidikan Tanah dan analisis parameter tanah yang menjadi dasar
perencanaan struktur bawah/fondasi harus ditandatangani oleh ahli geoteknik
yang memiliki IPTB bidang geoteknik.
(2) Perencanaan bangunan gedung harus memperhatikan hasil penyelidikan tanah
sehingga dapat ditetapkan jenis fondasi yang paling tepat dan aman untuk
struktur bangunan tersebut.
Pasal 6
(1) Penyelidikan tanah harus dilakukan sesuai dengan rencana bangunan gedung
yang akan didirikan sehingga dapat ditetapkan jumlah dan kedalaman titik
bor,jenis tes, jumlah tes lapangan dan tes laboratorium untuk keperluan
perencanaan fondasi, galian, dan struktur bawah.
(2) Penyelidikan Tanah di lapangan harus dilaksanakan sampai dengan kedalaman
lapisan tanah yang akan terpengaruh oleh pelaksanaan struktur dan/atau
fondasi.
(3) Jumlah titik bor minimal harus memenuhi syarat berikut ini:
a. Minimum dilakukan 3 (tiga) titik bor.
b. Untuk luas tapak bangunan lebih besar dari 2500m2 minimum dilakukan 5
(lima) titik bor yang ditempatkan pada keempat sudut dan tengah-tengah
rencana bangunan.
(4) Kedalaman masing-masing titik bor minimal harus memenuhi syarat berikut ini:
a. Harus mencapai kedalaman dimana pertambahan tegangan pada lapisan
tanah kurang dari 10% dari tegangan efektif lapangan, atau
b. Harus mencapai kedalaman 1.5 x lebar telapak fondasi, atau
c. Harus mencapai kedalaman 1.5 x lebar menara bangunan, atau
d. Harus mencapai kedalaman fondasi tiang ditambah minimal 6m.
e. Kedalaman yang menentukan adalah kedalaman terbesar dari ayat (3) a-d di
atas, akan tetapi tidak perlu lebih dalam dari 120m.
8

Pasal 7
(1) Pengujian di laboratorium harus mencakup pengujian CU triaxial apabila
dilakukan penggalian hingga kedalaman 2 (dua) lapis besmen atau lebih.
(2) Apabila pengambilan contoh tanah tak terganggu tak memungkinkan atau tidak
dimungkinkan maka dapat dilakukan pengujian lapangan yang sesuai.
(3) Untuk setiap site yang tergolong Jenis Tanah Khusus menurut SNI tentang
gempa yang berlaku (site dengan kondisi tanah pasir lepas jenuh yang
berpotensi mengalami likuifaksi, tanah sangat lunak yang tebal, dsb), maka
harus dilakukan tes seismic downhole atau tes seismik sejenis.
(4) Tes seismik downhole atau tes seismik sejenis ini harus dilakukan sampai
kedalaman minimal 30 meter dari permukaan tanah asli untuk mendapatkan
informasi profil kecepatan rambat gelombang geser (Vs).
(5) Tes seismik yang dimaksudkan pada ayat (5) di atas harus dilakukan minimum
pada 2 (dua) titik pengujian yang berbeda, dengan kedalaman minimum masing-
masing titik 30 meter.
Pasal 8
Apabila diperlukan, penyelidikan tanah harus mencakup pengujian pemompaan air
tanah (pumping-test) pada lokasi bangunan.

Pasal 9
Pengujian pemompaan air tanah sebagaimana dimaksud pada pasal 8 harus
memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
(1) Dilaksanakan sesuai dengan standar praktek yang lazim untuk jenis struktur
bawah dan dilakukan di bawah tanggung jawab ahli geoteknik yang memiliki Izin
Pelaku Teknis Bangunan.
(2) Jenis dan detail pengujian pemompaan air tanah harus sesuai dengan
kebutuhan untuk struktur bawah.
(3) Pengujian harus dapat memberikan rekomendasi untuk sistem pekerjaan
pengeringan air (dewatering) yang mencakup sifat aquifer, permeabilitas,
transmisivitas, prakiraan debit dan head loss untuk kondisi di lokasi bangunan.

Pasal 10
Profil dan analisis parameter tanah

Profil dan analisis parameter tanah yang disampaikan dalam laporan penyelidikan
tanah paling tidak harus meliputi :
(1) Profil tanah untuk perencanaan (design profile) harus mewakili kondisi lapisan
tanah , khususnya parameter-parameter tanah untuk perencanaan fondasi
(2) Muka air tanah
(3) Daya dukung tanah untuk jenis fondasi yang disarankan
(4) Parameter tanah untuk analisis penurunan bangunan jangka pendek dan jangka
panjang
(5) Parameter tanah untuk analisis dinding penahan tanah untuk kondisi baik
undrained maupun drained.
9

Pasal 11
Klasifikasi Jenis Tanah (Site) dan Analisis Site-Specific Response

(1) Perencana harus menyampaikan perhitungan secara jelas mengenai klasifikasi


Jenis Tanah (site), sesuai SNI yang berlaku.
(2) Perencana harus menyampaikan profil lapisan-lapisan tanah sampai kedalaman
minimum 30 meter, dimulai dari permukaan tanah asli.
(3) Apabila pengeboran yang dilakukan melebihi 30 meter atau sampai kedalaman
maksimum pengeboran maka perencana harus menunjukkan bahwa tidak ada
kondisi lapisan tanah di kedalaman lebih dari 30 meter yang dapat
menyebabkan klasifikasi site termasuk site yang lebih buruk.
(4) Apabila lokasi bangunan yang termasuk pada klasifikasi Jenis Tanah Khusus
sesuai SNI yang berlaku maka harus dilakukan tes seismic downhole atau tes
seismik sejenis dan analisis site-specific response dengan hasil berupa respon
spektra disain.
(5) Untuk suatu site yang dipertimbangkan terklasifikasi antara lunak dan sedang,
maka harus dilakukan analisis site-specific response dengan metodologi sesuai
standar yang berlaku dan di bawah tanggungjawab ahli geoteknik yang memiliki
Izin Pelaku Teknis Bangunan Geoteknik.
(6) Analisis site-specific response harus mempertimbangkan berbagai kemungkinan
karakteristik gerakan tanah dengan kandungan frekuensi yang berbeda-beda
yang dapat datang dari suatu sumber gempa jauh (far field dari subduksi di
Selatan Jawa) ataupun gempa dekat (near field dari strike slips/shallow
crustals), minimal 4 input-motion yang digunakan dalam analisis sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di TPKB.
(7) Respon spektra desain harus direkomendasikan dari hasil analisis site-specific
response untuk menentukan jenis tanah dalam menganalisis struktur bangunan
akibat gaya-gaya gempa.

Pasal 12
Perencanaan Galian, Stabilitas Lereng

(1) Perencanaan galian besmen dalam, harus dianalisis secara terinci mengenai
keamanan galiannya apabila dijumpai salah satu atau lebih kondisi sebagai
berikut :
a Terdapat bangunan di sekitar zona tekanan aktif tanah
b Kondisi tanah adalah lempung lunak dan/atau loose uncemented sand
c Kondisi pelaksanaan pembangunan yang menggunakan open-cut dan/atau
ground-anchored wall
d Bila dilakukan penurunan muka air tanah lebih dari 3.00 m
(2) Untuk analisa perhitungan keamanan galian, tes tanah harus dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a Mencakup Tes triaksial CU (Consolidated Undrained) dengan pengukuran
tekanan air pori, sehingga didapatkan parameter kuat geser kondisi tegangan
total dan tegangan efektif.
b Test konsolidasi harus dilakukan dengan memberikan beban minimum
sebesar 2 (dua) kali beban maksimum yang akan bekerja dan dengan
mengakomodasi peninjauan heave.
c Bagian/daerah pengambilan contoh tanah mencakup kedalaman 1.50 kali
lebar terkecil tapak besmen.
10

d Apabila pengambilan “contoh tanah tak terganggu” tidak memungkinkan,


maka dapat dilakukan test lapangan yang sesuai
(3) Angka keamanan kemantapan lereng untuk analisis stabilitas galian tanah,
ditentukan sesuai tabel 1.
Tabel 1. Nilai Minimum Faktor Keamanan Statik Lereng Galian

Keandalan Parameter Tanah


Kondisi Lingkungan dan Risiko
Kurang Cukup
Sifat Galian : Sementara Tetap Sementara Tetap

Tidak ada hunian manusia 1.30 1.50 1.25 1.30


atau bangunan di sekitar

Banyak bangunan disekitar 1.50 2.00 1.30 1.50

(4) Analisis struktur dinding penahan tanah dengan anggapan keadaan ekses
tekanan air pori terdrainase (drained) atau keadaan terburuk yang mungkin
timbul harus meliputi:
a. Penjelasan sistem yang digunakan
b. Pemodelan dari sistem
c. Pembebanan (termasuk yang berhubungan dengan tahapan galian tanah)
d. Deformasi
e. Kehandalan strukturnya
Dengan FK untuk struktur dinding penahan tanah sementara diambil minimal
1.25 (untuk kondisi terburuk) dan untuk kondisi permanen sebesar = 2.0
(5) Untuk sistem galian yang menggunakan dinding penahan seperti sheet-pile,
soldier-pile, diaphragm-wall, strut, tiebacks, rakers dan lain-lain, maka stabilitas
galian harus ditinjau baik terhadap bahaya kelongsoran global maupun bahaya
heaving, piping dan perubahan muka air tanah untuk setiap tahapan pekerjaan
galian.
(6) Kekuatan elemen-elemen dinding dan bagian-bagiannya termasuk strut, raker,
atau ground anchor harus mampu menahan tegangan dan deformasi yang
terjadi. Nilai Minimum FK dapat diambil sesuai Tabel 2.
11

Tabel 2. Nilai Minimum Faktor Keamanan Galian Dengan Sistem Dinding


Penahan

Faktor Keamanan
Item Keterangan
Kondisi Sementara Kondisi Tetap
Stabilitas (Umum)
(Global slope 1.30 1.50
stability)
Bottom Heave
pada level galian 1.50 2.00 Parameter Tanah
fondasi diperoleh melalui
Bottom Heave persyaratan yang
pada tahap ditentukan oleh Ahli
1.50 1.50 Geoteknik
penggalian
fondasi

Piping 1.50 2.00

(7) Analisis Heave pada galian


a. Pada galian dengan dinding penahan tanah, pada dasar galian harus
dilakukan analisis Angka Keamanan terhadap heave, yaitu sehubungan
dengan kemungkinan naiknya dasar galian, akibat dilampauinya daya
dukung tanah pada taraf dasar galian oleh bobot sendiri lajur tanah selebar
0,707 B yang berbatasan dengan tepi lubang, ditambah dengan beban atas
(surcharge) dan dikurangi oleh tahanan geser sepanjang bidang batas lajur
tanah, dimana B adalah lebar galian.
b. Berhubung dasar galian hanya akan terbuka untuk jangka waktu yang relatif
singkat, jika parameter drained digunakan dalam perhitungan faktor
keamanan, maka FK minimum dapat diambil sebesar 1.25. Untuk analisis
undrained FK minimum adalah tetap sebesar 1.5 sesuai Tabel 1.
(8) Analisis “Blow-In” pada galian
Untuk perencanaan galian dengan dinding penahan tanah, pada dasar galian
harus dilakukan analisis terhadap “blow-in”, dengan FK=1.25.
(9) Untuk galian dengan dinding penahan galian berupa dinding sheetpile, soldier
piles, atau diaphragm wall yang diperkuat dengan ground anchor, maka perlu
dilakukan analisis stabilitas dan kekuatan elemen-elemen ini dengan ketentuan
FK minimum dan Uji Pembebanan sesuai Tabel 3.
12

Tabel 3. Rekomendasi Angka Keamanan Minimum untuk disain angkur tunggal

Angka Keamanan Minimum Load


Faktor
Grout/tendon untuk
Kategori Angkur Ground/
atau grout/ Proof
Tendon Grout
encapsulation Test
Interface
interface

Angkur sementara dengan umur


layanan tidak lebih dari 6 bulan dan
keruntuhan tidak akan
1.40 2.00 2.00 1.10
mengakibatkan konsekuensi serius
dan tidak akan membahayakan
keselamatan publik.

Angkur sementara dengan umur


layanan tidak lebih dari 2 tahun,
walau konsekuensi keruntuhan
1.60 2.50* 2.50 1.25
serius, tetapi tidak akan
membahayakan keselamatan publik
tanpa cukup peringatan.

* Angka sebesar 2.0 dapat diberikan


jika ada full scale test lapangan.

(10) Sistem fondasi dan/atau struktur penahan lateral tidak boleh mengganggu
stabilitas dan deformasi tanah di lokasi bangunan dan sekitarnya, baik selama
masa pelaksanaan pembangunan maupun selama masa layanan.
(11) Dampak dari sistem fondasi yang mencakup pekerjaan penggalian, pekerjaan
penahan tekanan tanah lateral, pemancangan dan pemboran tiang,
pemasangan dinding penahan tanah beserta angkur dan elemen penahan
lateral terkait, dan pekerjaan pengeringan air, serta semua elemen yang
tercakup dalam sistem fundasi harus dapat dibatasi sehingga tidak
mengakibatkan kegagalan ataupun deformasi di luar batas yang diijinkan pada
fasilitas bangunan di sekitar lokasi.
(12) Beban stabilitas galian dan penahan lateral harus ditinjau terhadap beban yang
berada pada jarak dari tepi galian sebesar minimal sama dengan kedalaman
galian.
(13) Dalam hal pekerjaan penggalian, pekerjaan penahan tanah lateral, pemboran
tiang, serta pekerjaan pengeringan air tanah (dewatering) tidak boleh
mengakibatkan terjadinya beban yang melampaui kapasitas semula atau
deformasi di luar batas toleransi fasilitas yang ada di sekitar lokasi.
(14) Apabila dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiang bor atau
tiang beton bertulangnya, maka tiang yang ada harus ditinjau terhadap beban
tarik yang mungkin akan timbul akibat naiknya permukaan tanah sebagai akibat
berkurangnya tegangan vertikal efektif.
(15) Apabila dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiangnya,
maka beban tambahan akibat galian tersebut harus ditambahkan dalam analisis
sistem fondasi terhadap beban lateral.
13

(16) Gambar-gambar perencanaan struktur dinding penahan tanah harus meliputi:


1) Lay-out/denah dan potongan
2) Dimensi-dimensi struktur berikut sambungan batang penopang (struts) atau
penopang miring (inclined bracing), jangkar tanah (ground anchor) dengan
struktur penahan tanah
3) Detail-detail yang diperlukan

Pasal 13
Analisis pemompaan air tanah (dewatering).

(1) Perencanaan dewatering harus memperhatikan keamanan lingkungan serta


memperhatikan urutan pelaksanaan pekerjaan dan dipertanggungjawabkan oleh
Perencana Geoteknik yang memiliki Surat Izin Pelaku Teknis Bangunan Bidang
Geoteknik.
(2) Analisis dewatering harus dilakukan berdasarkan parameter-parameter disain
dari suatu uji pemompaan (pumping test).
(3) Pengaruh turunnya muka tanah akibat aktivitas dewatering harus dihitung
dengan seksama berdasarkan parameter-parameter geoteknik lapisan-lapisan
tanah yang ada dan parameter-parameter disain dari suatu uji pemompaan.
(4) Analisis dewatering harus mencakup antara lain:
a Debit air tanah dan air hujan yang harus dipompa
b Jumlah dan kapasitas pompa yang diperlukan
c Sistem dan jaringan pemompaan
d Radius pengaruh pemompaan dan besarnya penurunan tanah yang terjadi
akibat dewatering
(5) Perencanaan dewatering tidak diperlukan apabila perencana bisa menyajikan
bukti dari dasar-dasar pertimbangannya dengan memperhatikan hasil
penyelidikan tanah dan kondisi lingkungan.
(6) Dewatering yang digunakan tidak boleh mengganggu stabilitas dan deformasi
tanah dan/atau gangguan ketersediaan air di lokasi bangunan dan sekitarnya.
(7) Apabila proses dewatering mengakibatkan air buangan tidak dapat meresap
kedalam lapisan aquifer tanah dan atau dapat mengakibatkan banjir di lokasi
sekitar bangunan maka harus disediakan tempat penampungan air sementara.
(8) Pengaruh turunnya muka air tanah akibat dewatering harus ditinjau pada seluruh
area yang berada dalam radius pengaruh yang ditetapkan dari uji pompa air
tanah dengan membuat sumur pantau.

Pasal 14
Perizinan Dewatering

(1) Perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan dewatering harus mendapatkan izin


dari Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Pelaksanaan dewatering harus dilaporkan secara berkala sekurang-kurangnya
sekali dalam satu bulan kepada Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
14

Bagian Ketiga
Perencanaan Fondasi

Pasal 15
(1) Analisis Perencanaan fondasi yang harus dilakukan sekurang-kurangnya
meliputi:

a. Penetapan parameter tanah untuk perencanaan fondasi


b. Penetapan daya dukung jenis fondasi rencana
c. Penetapan penurunan elastis dan penurunan konsolidasi fondasi rencana
d. Pengaruh kelompok tiang fondasi terhadap daya dukung dan deformasi
e. Analisis detail kelompok tiang terhadap kombinasi beban axial, lateral, dan
momen dengan kombinasi statik dan dinamik.
f. Penetapan konstanta pegas aksial sistem fondasi rencana.
g. Tekanan tanah lateral, statik maupun seismik, serta akibat pekerjaan galian
dan timbunan.
h. Interaksi antara tanah-fondasi dan bangunan di atasnya, baik terhadap beban
statik dan dinamik.
i. Analisis debit untuk pekerjaan pengeringan air, serta pengaruhnya terhadap
daya dukung dan penurunan lokasi sekitar.
j. Analisis untuk tanah yang mempunyai sifat khusus, seperti tanah lunak (Su <
25 kPa, PI >20, wn ≥ 40%), tanah ekpansif, tanah urugan tinggi.
k. Analisis likuifaksi untuk tanah yang berpotensi mengalami likuifaksi

(2) Konsep Disain fondasi dan Beban Kapasitas pada fondasi

a. Semua unsur dan struktur fondasi direncanakan kekuatannya berdasarkan


teori kekuatan batas yang berlaku dan harus memenuhi prinsip perencanaan
kapasitas (capacity design).
b. Kapasitas fondasi pada saat gempa kuat (maksimum) harus diambil sebesar
daya dukung ultimate yang diverifikasi dengan hasil percobaaan pembebanan
statik.
c. Penentuan kombinasi pembebanan pada desain fondasi harus berdasarkan
Tabel 4 sampai dengan Tabel 9 berikut:
Tabel 4. Kombinasi pembebanan kondisi gravitasi

No SW SIDL LLr Eqx Eqy Up N Up B SF


1 1 1 1 - - - - 2,5
2 0,9 - - - - 1 - 2,5
3 0,9 - - - - - 1 1,25
15

Tabel 5. Kombinasi pembebanan kondisi gempa nominal

No SW SIDL LLr Eqx Eqy Up N Up B


1 1 1 1 ±1 ±0,3 - -
2 1 1 1 ±0,3 ±1 - -
3 1 1 1 ±1 ±0,3 1 -
4 1 1 1 ±0,3 ±1 1 -
5 0,9 0,9 - ±1 ±0,3 1 -
6 0,9 0,9 - ±0,3 ±1 1 -

Pijin aksial tiang boleh diambil 1.5 x P ijin aksial tiang untuk kondisi pembebanan
statik
Untuk daya dukung lateral tiang, diambil batas deformasi lateral 6.25mm

Tabel 6. Kombinasi pembebanan kondisi gempa maksimum


No SW SIDL LLr Eqx Eqy Up N Up B
1 1 1 1 ±1xf - - -
2 1 1 1 - ±1xf - -
3 0,9 0,9 - ±1xf - 1 -
4 0,9 0,9 - - ±1xf 1 -
Pijin aksial tiang boleh diambil 2 x P ijin aksial tiang untuk kondisi pembebanan statik

Untuk daya dukung lateral tiang, diambil batas deformasi lateral 13 mm

Tabel 7. Kombinasi pembebanan kondisi gravitasi untuk penulangan tiang


No SW SIDL LLr Eqx Eqy Up N Up B
1 1,4 1,4 - - - - -
2 1,4 1,4 - - - 1,4 -
3 1,4 1,4 - - - - 1,05
4 1,2 1,2 1,6 - - - -
5 1,2 1,2 1,6 - - 1,2 -
6 1,2 1,2 1,6 - - - 1,05
7 0,9 - - - - 1,4 -
8 0,9 - - - - - 1,05

Tabel 8. Kombinasi pembebanan kondisi gempa nominal untuk penulangan tiang


No SW SIDL LLr Eqx Eqy Up N Up B
1 1,2 1,2 1 ±1 ±0,3 - -
2 1,2 1,2 1 ±0,3 ±1 - -
3 1,2 1,2 1 ±1 ±0,3 1 -
4 1,2 1,2 1 ±0,3 ±1 1 -
5 0,9 0,9 - ±1 ±0,3 1 -
6 0,9 0,9 - ±0,3 ±1 1 -

Tabel 9. Kombinasi pembebanan kondisi gempa maksimum untuk penulangan tiang


No SW SIDL LLr Eqx Eqy Up N Up B
1 1,2 1,2 1 ±1xf2 0 1 -
2 1,2 1,2 1 0 ±1xf2 1 -
3 0,9 0,9 - ±1xf2 0 1 -
4 0,9 0,9 - 0 ±1xf2 1 -
16

d. Faktor reduksi kekuatan elemen-elemen struktur fondasi harus diambil sesuai


dengan SNI yang berlaku.

Pasal 16
Perencanaan Fondasi

(1) Fondasi Telapak (Footing)

Perencanaan fondasi telapak sekurang-kurangnya harus meliputi analisis


sebagai berikut:
a. Tegangan kerja pada bidang kontak dasar Fondasi dengan tanah di
bawahnya akibat pengaruh kombinasi beban
b. Tegangan geser pada bidang kontak dasar fondasi akibat beban lateral
c. Perhitungan balok penghubung (sloof/tie beam) dan pengaruh differential
settlement
d. Pengaruh uplift
e. Perhitungan kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar
dan atau dinding geser.

(2) Fondasi Rakit

Perencanaan fondasi rakit sekurang-kurangnya harus meliputi analisis sebagai


berikut
a. Kelayakan pemodelan struktur rakit
b. Tegangan kerja yang timbul pada bidang kontak dasar fondasi dengan tanah
di bawahnya akibat pengaruh kombinasi beban
c. Perhitungan sloof (tie beam) dan pelat fondasi
d. Perhitungan penurunan (settlement) elastis dan konsolidasi
e. Perhitungan uplift (gaya angkat)
f. Perhitungan kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar
dan atau dinding geser

(3) Fondasi Tiang

Perencanaan fondasi tiang sekurang-kurangnya harus meliputi analisis sebagai


berikut
a. Distribusi beban pada masing-masing tiang fondasi
b. Daya dukung tiang fondasi
c. Perhitungan poer dan tie-beam khususnya kekuatan tie-beam terhadap
differential settlement
d. Efek kelompok tiang fondasi
e. Pengaruh beban lateral pada kepala tiang fondasi
f. Langkah-langkah pengaman tiang fondasi pada keadaaan “satu kolom satu
tiang Fondasi” dan “satu kolom dua tiang fondasi”
17

g. Settlement elastis dan konsolidasi


h. Pengaruh uplift (gaya angkat) oleh tekanan hidrostatik atau gaya cabut oleh
pengaruh gempa
i. Kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan atau
dinding geser
j. Sambungan tiang fondasi kecuali dengan sistem yang telah melalui
serangkaian test

(4) Fondasi Tiang-Rakit (Pile-Raft)

Perencanaan fondasi tiang-rakit (pile-raft) sekurang-kurangnya harus meliputi


analisis sebagai berikut:
a. Distribusi beban pada masing-masing tiang
b. Daya dukung fondasi tiang-rakit
c. Perhitungan poer dan tie-beam khususnya kekuatan tie-beam terhadap
differential settlement
d. Efek kelompok tiang
e. Pengaruh beban lateral pada kepala tiang
f. Settlement elastis dan konsolidasi
g. Gaya angkat (uplift) oleh tekanan hidrostatik atau gaya cabut oleh
pengaruh gempa
h. Kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan atau
dinding geser
i. Sambungan tiang kecuali dengan sistem yang telah melalui serangkaian
tes
(5) Penggunaan sistem fondasi yang merupakan gabungan antara fondasi tiang dan
fondasi rakit diperkenankan dengan memperhatikan beberapa kondisi sebagai
berikut :
a Tiang fondasi yang digunakan bersifat tiang friksi (friction pile)
b Sekurang-kurangnya 75 % beban yang bekerja pada fondasi harus bisa
ditahan oleh daya dukung izin salah satu sistem dari sistem gabungan tadi
baik oleh fondasi tiang atau oleh Fondasi rakit.
c Dalam analisis rakit bertiang, dalam hal kepentingan fondasi tiang, beban
yang dipikulkan pada rakit harus dihitung dengan seksama dan tidak boleh
lebih besar dari 25% dari beban total yang ada, kecuali dapat didukung atau
dibuktikan dengan suatu analisis detail interaksi tanah-tiang-rakit yang
rasional.
d Distribusi gaya-gaya yang masuk ke sistem fondasi tiang dan fondasi rakit
harus dilakukan dengan metoda numerik yang rasional.
e Pada penggunaan tiang fondasi yang tidak berfungsi sebagai fondasi tiang
permanen, maka Perencana harus bisa menunjukkan bahwa pada saat tiang
tidak dibutuhkan, tiang tersebut harus sudah gagal terlebih dahulu.
f Penurunan bangunan yang menggunakan sistem fondasi tiang-rakit tidak
boleh lebih dari 15 cm, kecuali dapat dibuktikan atau ditunjukkan bahwa
struktur bangunan mampu mendukung penurunan maksimum yang terjadi
dan tidak akan menimbulkan pengaruh pada lingkungan. Besaran ini bisa
dilampaui apabila dapat dibuktikan tidak akan terjadi hal-hal negatif pada
bangunan tersebut sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnya.
18

g Apabila dianggap perlu, pada penggunaan sistem fondasi tiang-rakit,


Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta bisa meminta untuk dilakukan
pelaksanaan instrumentasi pada sistem fondasi ini untuk mengamati perilaku
sistem tersebut.
(6) Untuk Perencanaan fondasi tiang-rakit, harus dilakukan analisis detail
menggunakan metoda numerik yang rasional guna mendapatkan distribusi
gaya-gaya yang masuk ke fondasi tiang dan fondasi rakit.
(7) Tiang Bor yang Dilaksanakan dengan Sistem Wash-boring tidak diizinkan.

Pasal 17
Daya Dukung, Kapasitas dan Faktor Keamanan fondasi

(1) Penentuan Besar Daya Dukung dan Kapasitas fondasi Tiang


a. Kapasitas izin pada fondasi untuk pemikulan beban gravitasi saja harus
dihitung dengan cara yang rasional berdasarkan parameter-parameter tanah,
yang direkomendasikan dari analisis parameter tanah hasil suatu
penyelidikan tanah, dengan syarat bahwa ketika fondasi itu dibebani dengan
2 kali kapasitas izin tersebut dalam uji pembebanan, fondasi itu masih
menunjukkan sifat-sifat elastik (tidak mencapai keruntuhan).
b. Kapasitas izin tersebut pada ayat 1 (satu) huruf a ditentukan berdasarkan
hasil uji pembebanan, yaitu diambil sama dengan setengah dari beban
percobaan yang masih menunjukkan perilaku fondasi yang bersifat elastik
(tidak mencapai keruntuhan).
c. Kapasitas izin pada fondasi untuk pemikulan kombinasi beban gravitasi dan
beban gempa rencana nominal adalah diperkenankan sebesar 1,5 kali
kapasitas izin pada pemikulan beban gravitasi saja.
d. Kapasitas fondasi pada pemikulan kombinasi beban gravitasi dan beban
gempa kuat (maksimum), adalah sebesar kapasitas ultimate fondasi atau
agar konsisten dengan Tabel 6 yaitu sebesar 2,0 kali kapasitas izin pada
pemikulan beban gravitasi saja.

(2) Penentuan Faktor Keamanan (FK) untuk Daya Dukung Tiang fondasi harus
sesuai dengan tabel 10 dan harus memenuhi deformasi yang diizinkan.

(3) Reduksi Kapasitas Tiang fondasi untuk Kelompok fondasi Tiang harus direduksi
oleh Perencana dengan meninjau kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Lapisan tanah.
b. Jumlah tiang fondasi.
c. Dimensi tiang.
d. Konfigurasi tiang.
e. Jarak antar tiang.
f. Panjang tiang.
g. Pembebanan siklik dan non-siklik.
19

Tabel 10. Faktor Keamanan untuk fondasi Tiang

Metode Faktor Keamanan Minimum


Menentukan Kondisi Beban
Daya Dukung Tekan Tarik

Teoritis atau 1. Beban Tetap, Beban 2.50 2.50


empiris yang Hidup, dan Tekanan
sudah diverifikasi Air
dengan
loading test 2. Beban Tetap, Beban 1.67 1.67
static Hidup Gempa
Rencana dan Banjir
50 thn

Teoritis atau 1. Beban Tetap, Beban 3.00 3.00


empiris yang Hidup, dan Tekanan
sudah diverifikasi Air
dengan
uji PDA(**) 2. Beban Tetap, Beban 2.00 2.00
Hidup Gempa
Rencana
dan Banjir(*)

(*)
Banjir rencana yang perlu diperhitungkan adalah banjir periode ulang 50 tahunan
(**) PDA = Pile Driving Analyzer

Pasal 18
Perencanaan sistem fondasi dan besmen harus memperhitungkan gaya uplift
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Kondisi air permukaan
(2) Jenis lapisan tanah
(3) Tinggi muka air tanah maksimum dengan memperhatikan fluktuasi muka air
tanah selama usia rencana
(4) Kondisi bangunan ataupun pelaksanaan bangunan

Pasal 19
Penurunan Bangunan

(1) Perencana harus melakukan analisis/perhitungan penurunan (settlement)


bangunan, baik untuk jangka waktu pendek (penurunan elastik/immediate)
maupun jangka waktu panjang (penurunan konsolidasi).
(2) penurunan bangunan harus diperhitungkan terhadap pengaruh beban
bangunan-bangunan di sekitarnya dengan penurunan jangka panjang dibatasi
sampai maksimum 15 cm dan penurunan diferensial antara 2 titik terdekat pada
denah bangunan tidak memberikan sudut lebih dari 1 : 300.
20

Pasal 20
Subgrade Modulus

(1) Penggunaan besaran subgrade modulus dari plate bearing test atau
pressuremeter-test atau dari analisis penurunan (immediate dan konsolidasi)
harus dilakukan dengan penyesuaian berdasarkan pertimbangan dimensi
konstruksi fondasi, kondisi lapisan tanah, dan beban yang bekerja.
(2) Proses analisis harus dilakukan dengan proses iterasi hingga tercapai
konvergensi subgrade modulus yang digunakan dengan subgrade modulus dari
deformasi yang didapat.

Pasal 21
Perhitungan Sistem fondasi dan Konstanta Pegas Tanah

(1) Perencanaan detail, tie-beam, pile-cap, large pile-cap, rakit/tiang-rakit, dan lantai
besmen harus memperhitungkan konstanta pegas tanah
(2) Konstanta pegas harus memperhitungkan baik total maupun beda settlement
(immediate dan konsolidasi) yang telah dihitung dari kondisi lapisan-lapisan
tanah dan sistem fondasi.
(3) Perencanaan harus memperhitungkan distribusi nilai konstanta pegas pada
areal large pile-cap atau rakit sebagai konsekuensi dari adanya beda settlement
tersebut. Dengan demikian untuk suatu sistem large pile-cap atau rakit, dishing-
effect termodelkan secara representatif.
(4) Perhitungan detail struktur large pile-cap, atau rakit yang menggunakan pegas
sebagai reaksi tanah atau sistem tanah-fondasi tiang, maka proses iterasi untuk
memenuhi kompatibilitas distribusi penurunan didapatkan dari hasil perhitungan
penurunan dan perhitungan struktur dengan pegas-pegas serta dapat
dimodelkan dengan bantuan software untuk mendapatkan hasil tingkat akurasi
yang lebih baik.

Pasal 22
Hubungan Pile dengan Pile-Cap

(1) Perencanaan harus dapat menunjukkan perilaku dan kekuatan hubungan pile
dengan pile-cap mempunyai daktilitas yang baik, dimana pada kondisi beban
lateral nominal gempa dikalikan f2 (sesuai ketentuan yang berlaku)
(2) Gaya-gaya dalam yang terjadi pada hubungan Pile dengan Pile-Cap harus
mampu ditahan oleh tulangan terpasang.

Pasal 23
Kombinasi Tipe Fondasi pada Suatu Kolom

Penggunaan tipe fondasi dalam yang dikombinasikan dengan tipe fondasi dangkal
untuk mendukung suatu kolom tidak diperbolehkan kecuali bisa dibuktikan dengan
teori yang bisa dipertanggung jawabkan serta didukung data-data dan metode test
yang sesuai.
21

Pasal 24
Perencanaan Besmen

(1) Perencanaan besmen sekurang-kurangnya harus mencakup hal-hal sebagai


berikut :
a. Dinding besmen, khususnya terhadap tekanan lateral statik dan seismik;
b. Sistem pemikul dinding besmen, khususnya terhadap tekanan ke atas (uplift);
c. Sistem pemikul lantai besmen ;
d. Analisis dan Perencanaan pile-cap, tie-beam, atau rakit (raft) dan lantai
besmen berdasarkan informasi deformasi atau konstanta pegas tanah atau
sistem fondasi.
e. Kemantapan besmen secara keseluruhan, apakah diperlukan bobot
pengimbang (counter-weight), jangkar tanah atau tiang tarik untuk
mengimbang uplift dan/atau momen guling akibat gempa.

(2) Tekanan tanah Statik pada dinding besmen sebagaimana tercantum pada ayat 1
butir a, adalah sebagai berikut:
a. Tekanan tanah pada dinding besmen harus diperhitungkan berdasarkan
keadaan terburuk selama masa layan bangunan, yakni minimal sebesar
tekanan tanah “at rest” Ko (dengan parameter tanah kondisi drained untuk
tanah lempung jenuh). Tekanan tanah aktif hanya boleh diperhitungkan pada
masa konstruksi; dalam hal ini berlaku bagi konstruksi penahan tanah
sementara.
b. Tekanan tanah pasif boleh diperhitungkan menahan dorongan akibat tinggi
tanah yang berbeda antara dua sisi penahan tanah, hanya apabila sistem
fondasi dan struktur dapat mengakomodasi deformasi lateral yang diperlukan
untuk membangun tekanan tanah pasif tersebut.
(3) Tekanan tanah seismik sebagaimana tercantum pada ayat 1 butir a, adalah
sebagai berikut:
a. Pengaruh gempa pada dinding besmen harus diperhitungkan dengan
menggunakan tekanan tanah akibat beban gempa sesuai klasifikasi site yang
berlaku.
b. Beban gempa yang digunakan adalah beban yang telah memperhitungkan
adanya amplifikasi seismik dari batuan dasar (baserock) ke level dinding
besmen.
c. Tekanan tanah seismik tidak perlu melebihi tekanan pasif tanah pada kondisi
gempa.
d. Metode analisis yang digunakan harus rasional dan mempunyai rujukan yang
layak, serta memperhitungkan kondisi lingkungan.
e. Distribusi beban lateral akibat gempa yang umumnya lebih besar pada level
atas besmen dan menurun sebagai fungsi kedalaman besmen perlu
diterapkan untuk perhitungan struktur dinding besmen ini.
f. Beban gempa yang digunakan harus sesuai dengan beban gempa struktur
atas, dan bila digunakan LRFD (Load Resistance Factor Design) untuk
struktur atas, maka besaran tekanan lateral kerja tadi boleh direduksi dengan
membagi beban struktur atas dengan faktor beban yang sesuai dalam
analisis struktur atas.
22

g. Tekanan air pada dinding dan dasar besmen harus ditetapkan berdasarkan
tinggi muka air maksimum yang mungkin terjadi selama masa layanan
bangunan.
h. Dalam menetapkan tinggi muka air maksimum, harus dipertimbangkan
adanya air permukaan dari aliran air hujan dan banjir, jenis lapisan tanah,
serta kondisi bangunan serta pelaksanaan bangunan.
i. Apabila tidak dapat ditunjukkan dengan data yang akurat dan analisis yang
lengkap, maka muka air tanah harus diletakkan pada elevasi banjir di lokasi
proyek, dengan catatan elevasi tersebut tidak boleh lebih rendah dari
permukaan tanah sebelum bangunan ini dibuat.

Pasal 25
Analisis Tanah Khusus

(1) Perencanaan fondasi tiang bangunan pada struktur tanah yang memiliki sifat
khusus seperti tanah sangat lunak, tanah ekspansif, tanah urugan tinggi, dan
lapisan tanah yang berpotensi mengalamai likuifaksi seperti lahan reklamasi,
harus memuat analisis tanah khusus dan analisis potensi likuifaksi dan teknik
perbaikan tanah atau teknik penanggulangannya.
(2) Apabila dalam lapisan tanah 30 meter paling atas terdapat lapisan pasir urai
jenuh, maka harus ada analisis potensi likuifaksi serta sistem fondasi harus
diperitungkan terhadap beban liquifaksi dan sebaran lateral (lateral spread).

Pasal 26
Analisis Detail Elemen-elemen Sistem Fondasi

(1) Detail dimensi elemen dan sistem fondasi, termasuk struktur penahan tanah
lateral, harus dilakukan terhadap gaya gravitasi, gempa, angin, dan beban
khusus baik dari struktur atas, maupun terhadap tekanan tanah, beban air banjir,
dan beban lain yang dilimpahkan pada sistem fondasi tersebut dan hasil analisis
harus menunjukkan bahwa daya dukung kapasitas masih mencukupi serta
deformasi tanah tidak melampaui batas yang diizinkan.
(2) Apabila letak elemen sistem fondasi cukup dekat (jarak horisontal masih satu
order of magnitude dengan kedalaman fondasi), interaksi antara elemen fondasi
tersebut harus diperhitungkan dalam analisis, dengan mencakup pengaruh non-
linearitas serta pengaruh non-elastik.
(3) Detail dimensi elemen dan sistem fondasi, termasuk struktur penahan tanah
lateral, harus dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang lazim dalam
praktek.
(4) Sambungan antara elemen tiang fondasi dan pelat, balok, dan kepala tiang,
harus memenuhi persyaratan terhadap semua beban yang mungkin bekerja
pada sambungan tersebut dan harus mampu menahan beban gempa kuat serta
memenuhi persyaratan daktilitas.
(5) Tiang atau pelat fondasi yang terbuat dari baja, harus dibuat dengan
memperhitungkan faktor korosi.
(6) Detail penulangan fondasi tiang harus memenuhi persyaratan dalam aturan
tentang konstuksi beton, serta harus ditetapkan dengan memperhitungkan
distribusi beban kerja sepanjang dinding tiang.
23

Pasal 27
Perhitungan dengan Program Komputer

(1) Apabila analisis geoteknik untuk perencanaan fondasi, sistem penahan galian,
dinding besmen, ataupun interaksi tanah-struktur menggunakan program
komputer, maka harus ada penjelasan mengenai program yang digunakan,
meliputi asumsi-asumsi yang digunakan, gambar pemodelan, parameter-
parameter tanah yang digunakan.
(2) Input dan output komputer harus disertakan dalam pengajuan ijin dan diberikan
penjelasan lengkap mengenai hasil perhitungan komputer tersebut yang
dijadikan sebagai dasar untuk Perencanaan.

Pasal 28
Gambar-gambar Perencanaan Fondasi/Struktur Bawah

Gambar-gambar Perencanaan fondasi/struktur bawah sekurang-kurangnya harus


meliputi:
a. Lay-out/denah dan potongan
b. Jarak antar tiang
c. Tulangan poer (pile-cap) dan tie-beam
d. Tulangan dinding penahan /dinding besmen
e. Detal-detail yang perlu
f. Hubungan dengan lantai/dinding besmen

Bagian keempat
UJI PEMBEBANAN TIANG FONDASI

Pasal 29
(1) Uji pembebanan fondasi perlu dilakukan pada saat:
a. Uji pembebanan pada phase pendahuluan atau sebelum pelaksanaan,
sebagai dasar perencanaan untuk penentuan daya dukung fondasi yang
dilakukan pada saat sebelum perencanaan dilaksanakan atau sebagai
konfirmasi kebenaran dasar perencanaan yang lokasinya dipilih pada
kondisi tanah yang terburuk di lapangan.
b. Uji pembebanan pada phase pelaksanaan, sebagai pembuktian besarnya
daya dukung rencana pada sistem fondasi, struktur penahan tanah dan
bagian struktur bangunan terpenuhi yang lokasinya dipilih pada
pelaksanaan pekerjaan yang terburuk di lapangan.
(2) Apabila hasil uji pembebanan tidak memenuhi daya dukung dalam perencanaan,
maka harus diadakan peninjauan kembali perencanaan berdasarkan hasil uji
pembebanan tersebut.
(3) Prosedur dan interpretasi hasil uji pembebanan harus dilaksanakan berdasarkan
standar ASTM edisi terakhir.
(4) Hasil uji pembebanan harus dibuat dan ditandatangani oleh tenaga ahli yang
meliliki IPTB Geoteknik serta dievaluasi oleh perencana struktur.
(5) Besarnya beban pada uji pembebanan minimal 200% dari beban rencana
24

Pasal 30
Uji Pembebanan pada Fondasi Tiang

(1) Uji pembebanan pada sistem fondasi tiang disyaratkan terhadap perencanaan
struktur bangunan yang mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Untuk seluruh struktur bangunan sedang dan tinggi
b. Untuk struktur bangunan rendah apabila beban kerja fondasi tiang lebih
besar atau sama dengan 70% dari daya dukung tiang yang diijinkan.
(2) Jumlah tiang percobaan beban aksial tekan adalah sebagai berikut:
a. Untuk fondasi tiang bor (bored pile) minimum satu tiang percobaan untuk
setiap 75 tiang yang ukuran penampangnya sama.
b. Untuk fondasi tiang (driven pile) minimum satu tiang percobaan untuk
setiap 100 tiang yang ukuran penampangnya sama.
c. Untuk fondasi tiang bor yang jumlahnya kurang dari 75 dan atau fondasi
tiang pancang yang jumlahnya kurang dari 100, maka minimal 1 tiang
percobaan dilakukan setiap ukuran penampang yang sama.
d. Untuk tiang yang ditekan (pressed pile) kriteria yang ditentukan harus
sama dengan kriteria untuk tiang bor.
(3) Uji pembebanan aksial harus dilaksanakan untuk semua jenis fondasi sebagai
berikut, kecuali Perencanaan fondasi dengan S.F. min = 4:
N≤ 1000; Ntest = 1,0 % * N
N≤ 3000; Ntest = 0,8 % * N
N≤ 6000; Ntest = 0,5 % * N
N≤ 8000; Ntest = 0,4 % * N
dimana N = jumlah tiang, dan minimal 40% test dilakukan pada tahap konstruksi
dan 60% bisa pada sebelum tahap konstruksi.
(4) Besar beban percobaan pada pelaksanan uji pembebanan tiang yang bersifat
“used pile” (used pile = tiang yang akan menjadi bagian dari fondasi bangunan)
adalah 200% kali daya dukung rencana untuk memikul beban gravitasi untuk
uji beban aksial, dan 200% kali daya dukung rencana untuk memikul beban
lateral akibat gravitasi dan akibat beban gempa rencana.
(5) Batasan deformasi uji pembebanan pada 200% pembebanan rencana sebagai
berikut:
a. 25 mm utk tiang dengan diameter max 80 cm.
b. 4% diameter utk tiang > 80 cm.
(6) Deformasi permanen yang terjadi setelah dilakukan unloading dari
pembebanan 200% tidak boleh melewati suatu nilai yang ditetapkan dalam
ketentuan teknis yang berlaku.
(7) Pada kondisi khusus, seperti tiang bor diameter besar dengan panjang > 30 m,
di mana penggunaan daya dukung ujung bawah tiang diterapkan dengan FK
yang tinggi atau ada provisi penurunan tambahan, maka harus melaksanakan
instrumented pile test.
(8) Evaluasi hasil pelaksanaan uji pembebanan harus dilakukan dengan minimal 3
cara yang rasional, di mana hasil yang digunakan adalah diambil dari hasil
yang minimum.
25

(9) Apabila evaluasi hasil uji pembebanan menunjukkan kapasitas ultimate fondasi
kurang dari 250% dari beban rencana, maka pile masih bisa digunakan dengan
daya dukung ultimate fondasi hasil uji pembebanan.
(10) Kapasitas ultimate sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak boleh
melampaui reaksi ke fondasi akibat beban struktur atas pada saat gempa
maksimum.
(11) Apabila pile yang dalam loading test dinyatakan gagal, maka masih bisa
digunakan bila setelah dievaluasi menunjukkan bahwa tiang tersebut bukan
end bearing pile dan kegagalannya bukan pada struktur tiang yang dinyatakan
melalui PIT (Pile Integrity Test).
(12) Jumlah tiang percobaan arah horisontal (lateral) adalah minimal 1 tiang
percobaan untuk setiap tiang yang ukuran penampangnya sama.
(13) Jumlah test lateral dari tiang fondasi adalah 10% dari jumlah test total (test
aksial dan lateral) sebagaimana ditentukan pada ayat (2) dan ayat (12);
dengan ketentuan tambahan sebagai berikut :
a. Minimum satu lateral test harus dilaksanakan
b. Sisa jumlah test lateral harus didistribusi secara proporsional pada tiap
dimensi tiang yang berbeda.
(14) Test lateral sebagaimana dimaksud pada ayat (13) harus dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Pada semua bangunan yang menggunakan fondasi tiang,
b. Pada bangunan dengan tiang fondasi yang mempunyai beban horisontal
rencana > V (= C*I/R) * beban aksial rencana pada fondasi yang
bersangkutan. Di mana V, C, I, R, adalah faktor-faktor koefisien penentuan
besar gaya geser rencana sesuai peraturan perencanaan bangunan tahan
gempa yang berlaku.
c. Uji pembebanan lateral tidak diperlukan apabila terdapat besmen lebih dari
2 (dua) lapis, dan hasil analisis menunjukkan bahwa daya dukung lateral
keseluruhan sistem fondasi dibagi faktor keamanan masih melebihi beban
lateral yang bekerja.

Pasal 31
Uji pembebanan lateral yang dilaksanakan harus mengikuti ketentuan sebagai
berikut:
1) Pembebanan dilakukan sebesar 200% dari beban izin rencana.
2) Kondisi test adalah dengan free-head

Pasal 32
Beban rencana awal pada uji pembebanan harus didasarkan pada perhitungan
analitis yang disesuaikan dengan parameter tanah, sifat dan jenis pile, kekuatan pile,
dan formula beserta Faktor Keamanan yang harus digunakan.

Pasal 33
(1) Deformasi lateral maksimum pada kepala tiang pada pelaksanaan test (kondisi
free-head) harus memenuhi besaran-besaran :
a. 10 mm pada beban 100% beban rencana.
b. 25 mm pada beban 200% beban rencana
26

(2) Apabila pada kondisi beban 200% beban rencana ternyata deformasi yang
disyaratkan tidak terpenuhi, maka dapat dilakukan penyesuaian dengan
menggunakan kurva beban-defleksi sesuai syarat-syarat batas yang
ditetapkan, sehingga deformasi pada beban rencana dan faktor keamanan
minimum yang ada masih memenuhi syarat.
(3) Pergeseran kepala tiang yang lebih besar dari batasan di atas pada kondisi
gempa kuat atau beban kapasitas struktur atas diizinkan dengan catatan tidak
terjadi plastifikasi pada fondasi tiang.
(4) Apabila jumlah tiang percobaan beban aksial lebih besar dari 4 tiang
percobaan, maka maksimal 2 dari jumlah tersebut dapat dipakai untuk
percobaan beban horisontal.
(5) Uji pembebanan lateral harus dilaksanakan pada kepala tiang yang
direncanakan (cut-off level).
(6) Percobaan dengan PDA (Pile Driving Analyzer) hanya diizinkan untuk dipakai
sebagai pembanding dari percobaan beban aksial yang disyaratkan pada pasal
29 ayat 2 dengan jumlah maksimal 25% dari yang disyaratkan.

Pasal 34
(1) Apabila dalam perencanaan struktur terdapat gaya aksial tarik pada fondasi
tiang, maka harus dilakukan uji beban aksial tarik.
(2) Jumlah uji beban aksial tarik ditentukan 1% untuk setiap 100 tiang yang
mengalami aksial tarik atau sekurang-kurangnya 1 tiang pengujian.

Pasal 35
(1) Prosedur pengujian tiang fondasi baik untuk test pembebanan aksial tekan dan
tarik maupun pembebanan lateral harus mengikuti ketentuan teknis yang
berlaku.
(2) Apabila belum ada ketentuan sebagaimana dimakasud pada ayat (1) di atas,
maka dapat digunakan standar teknis lainnya yang berlaku umum.

Pasal 36
(1) Uji pembebanan pada struktur dinding penahan tanah harus dilakukan apabila
struktur dinding penahan tanah menggunakan jangkar (ground anchor).
(2) Beban jangkar yang diizinkan ini tergantung pada panjang bagian ujung kabel
jangkar yang di grouting (bond-length) dan dari jenis tanah di bagian itu.
(3) Uji pembebanan pada dinding penahan tanah harus dievaluasi dari segi
prosedur percobaannya dan dari interpretasi hasilnya yang mengacu pada
standar teknis yang berlaku.
(4) Proof test harus dilakukan untuk setiap ground anchor sampai level beban
tertentu sesuai standar teknis yang berlaku.
(5) Apabila belum ada standar teknis sebagaimana dimakasud pada ayat (3) dan (4)
di atas, maka dapat digunakan standar teknis lainnya yang berlaku umum
seperti ASTM edisi terbaru.
27

Bagian kelima
Perencanaan Struktur Atas

Pasal 37
Data Laporan Perencanaan Struktur Atas

Kelengkapan laporan perhitungan struktur yang disampaikan harus meliputi :


(1) Ukuran dan tinggi bangunan, jumlah lapis bangunan dan jumlah lapis besmen.
(2) Batasan-batasan atau kondisi yang direncanakan, termasuk lingkup
perencanaan yang dilakukan/dilaporkan.
(3) Penggunaan bangunan
(4) Peraturan-peraturan yang dipergunakan
(5) Sistem struktur penahan beban gravitasi
(6) Sistem struktur penahan pengaruh gaya lateral
(7) Mutu material
(8) Metode dan asumsi pada perhitungan
(9) Program komputer yang dipergunakan
(10) Penjelasan mengenai jenis tanah
(11) Jenis fondasi yang dipergunakan
(12) Perhitungan struktur sekunder

Pasal 38
Penjelasan Perencanaan

(1) Langkah perencanaan yang telah dilakukan harus dijelaskan, baik menyangkut
asumsi yang diambil maupun penentuan taraf penjepitan lateral.
(2) Apabila perhitungan menggunakan program komputer harus dijelaskan data
input ataupun output yang disertakan.
(3) Agar diterangkan secara ringkas mengenai kelengkapan perhitungan detail
yang ada
(4) Asumsi pada perhitungan fondasi dan kelengkapan agar disampaikan
ringkasannya

Pasal 39
Sistem Struktur

(1) Kelengkapan perencanaan struktur atas harus memuat analisis perhitungan dan
gambar-gambar denah struktur (structural layout) yang memuat penjelasan jarak-
jarak, dimensi elemen struktur, jenis material dan sumbu-sumbu bangunan.
(2) Apabila material struktur menggunakan struktur baja, maka harus disertai
penjelasan mengenai tipe struktur, sambungan, dan asumsi titik-titik hubungan
antar batang-batang.
(3) Perencanaan struktur atas harus menjelaskan secara umum mengenai sistem
fondasi yang akan digunakan.
28

Pasal 40
Pembebanan

(1) Perencanaan struktur atas harus mangacu pada peraturan pembebanan yang
berlaku.
(2) Kombinasi pembebanan harus dihitung dan ditinjau menurut ketentuan yang
berlaku.
(3) Jenis pembebanan vertikal dan pengambilan reduksi beban hidup yang
digunakan pada setiap lantai untuk analisis portal, kolom dan fondasi, serta
kondisi gempa harus dijelaskan secara rinci.
(4) Beban-beban yang diperhitungkan harus memperhatikan fungsi bangunan
sesuai dengan kondisi yang kemungkinan akan terjadi.
(5) Pembebanan untuk pengaruh gempa agar mengacu kepada ketentuan teknis
yang berlaku
(6) Apabila diperlukan, perencanaan struktur bangunan harus memperhitungkan
pengaruh angin sesuai ketentuan yang berlaku.
(7) Perencanaan struktur harus memperhitungkan beban tekanan tanah dan
tekanan air yang bisa mempengaruhi besar gaya-gaya dalam, termasuk pada
saat terjadi gempa.

Pasal 41
Material dan Penampang

(1) Data-data perencanaan struktur beton harus meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Mutu beton dan batas-batas bila ada yang berbeda mutunya
b. Mutu baja tulangan untuk tiap elemen struktur beton
c. Ketentuan tentang penampang retak yang digunakan pada perhitungan
struktur
d. Asumsi bentuk penampang balok yang digunakan pada perhitungan,
(2) Data-data perencanaan struktur baja harus meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Mutu material batang-batang (elemen/member)
b. Jenis dan mutu alat penyambung.
(3) Data-data perencanaan struktur kayu harus meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Kelas kuat dan kelas awet kayu yang dipakai
b. Mutu dan jenis alat penyambung yang dipakai
c. Tipe dan jenis detail sambungan yang diterapkan

Pasal 42
Pemodelan Struktur

(1) Elastisitas modulus beton pada pemodelan struktur dan analisis struktur baik
statik maupun dinamik, harus diambil sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Untuk pelat lantai searah atau dua arah dengan balok, maka kekakuan balok
harus dihitung sebagai balok T atau L,
29

Pasal 43
Perhitungan dengan Program Komputer

Perhitungan struktur dengan bantuan komputer harus memenuhi ketentuan sebagai


berikut :
(1) Apabila perhitungan struktur menggunakan program komputer yang belum
dikenal secara umum, ataupun program yang dikembangkan sendiri, maka
harus disampaikan penjelasan tentang program tersebut baik mengenai prinsip
yang dipakai, kriteria penggunaan, batasan-batasan, pembuktian dengan
program yang bisa dikatakan sudah baku seperti ETABS, SAP, SAFE, GT-
STRUDL, SANS, dll.
(2) Asumsi ataupun penyederhanaan yang digunakan dalam pemodelan struktur
harus disampaikan secara jelas.
(3) Data masukan (input) program pada perhitungan struktur sekurang-kurangnya
meliputi penomoran-penomoran/identifikasi elemen-elemen kolom, bentang/bay,
dinding/wall.
(4) Tampak 3-D dari struktur utama dan denah/plan/lay out tiap lantai serta
beberapa elevasi yang penting keluaran program komputer agar dilampirkan;
juga beberapa data utama dalam bentuk print out agar disampaikan, meliputi
penampang elemen-elemen struktur.
(5) Apabila diperlukan, TPKB dapat meminta perencana menyertakan input data
komputer dalam bentuk data elektronik.
(6) Output hasil perhitungan komputer harus menjelaskan mengenai elemen-
elemen pokok secara lengkap, bagian-bagian struktur penting lainnya yang
mewakili keseluruhan struktur, dengan disertai ringkasannya.
(7) Hasil perhitungan elemen-elemen seperti pelat, balok anak dan tangga cukup
resume hasil dan data utama yang disertakan.
(8) Perencanaan struktur atas harus memuat reaksi-reaksi pada fondasi akibat
pembebanan tetap dan sementara meliputi reaksi vertikal, lateral dan momen.

Pasal 44
Perhitungan Pengaruh Beban Gravitasi

(1) Besar beban yang dipergunakan dalam perencanaan pengaruh beban gravitasi
ditentukan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung.
(2) Jenis pembebanan akibat pengaruh gravitasi dan pengambilan reduksi beban
hidup yang digunakan pada setiap lantai untuk analisis portal, kolom dan
fondasi, serta kondisi gempa harus dijelaskan secara rinci.

Pasal 45
Perhitungan Pengaruh Gempa

(1) Perencanaan pengaruh gempa pada struktur bangunan harus mengacu pada
Peraturan Gempa yang berlaku.
(2) Ketentuan-ketentuan pokok dalam penentuan besar gaya gempa yang meliputi
a. wilayah gempa
30

b. faktor R (angka reduksi beban gempa)


c. faktor jenis tanah
d. dan faktor keutamaan
e. Besar berat tiap lantai
f. geser tingkat
g. gaya per tingkat
h. peninjauan eksentrisitas tambahan
i. Simpangan tingkat dan antar tingkat.
(3) Apabila diperlukan, nilai R harus diperiksa kembali setelah perhitungan pengaruh
gaya gempa.
(4) Perencanaan struktur akibat beban gempa harus memperhatikan tingkat
daktilitas sistem struktur dan pengaruh P - ∆.
(5) Dalam menentukan faktor reduksi gempa, R, harus mengacu kepada peraturan
yang berlaku dan dapat ditentukan dengan cara:
a. Faktor reduksi gempa R ditentukan oleh tingkat daktilitas dari sistem struktur
yang dipilih dalam masing-masing arah sumbu utama. Besarnya nilai R dari
sistem tunggal atau ganda senantiasa dapat ditentukan berdasarkan SNI
mengenai gempa yang berlaku.
b. Nilai R representatif dari sistem struktur 3D yang terdiri dari beberapa
susbsistem tunggal dalam arah gempa yang ditinjau dapat juga ditentukan
dengan cara rata-rata berbobot berdasarkan SNI mengenai gempa yang
berlaku.
(6) Analisis dinamik harus dilakukan apabila struktur termasuk tipe struktur
bangunan yang harus dihitung dengan melakukan analisis dinamik sebagaimana
ditentukan dalam SNI mengenai gempa yang berlaku.
(7) Data-data perhitungan analisis dinamik sekurang-kurangnya meliputi:
a. Faktor-faktor utama dalam penentuan besar gaya gempa, seperti wilayah
gempa, faktor R (angka reduksi beban gempa), faktor jenis tanah, dan faktor
keutamaan.
b. Massa bangunan.
c. Eksentrisitas rencana pada beban lateral.
d. Kontrol hasil analisis dinamik.
e. Kontrol waktu getar fundamental
f. Modal mass participation untuk seluruh mode yang ditinjau dimana nilainya
harus lebih besar dari 90 %.
g. Grafik gaya geser tingkat pada hasil analisis statik dan analisis dinamik
serta gaya geser tingkat nominal yang digunakan pada perencanaan.
h. Kontrol simpangan antar tingkat pada kondisi layan dan kondisi ultimate
i. Kontrol nilai R bila diperlukan
(8) Apabila bangunan memiliki denah yang tidak beraturan atau tidak orthogonal,
maka perencana harus melakukan analisis pengaruh gaya gempa dengan
perhitungan 3-Dimensi.
(9) Pengaruh gaya gempa pada bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
harus dilakukan perhitungan pengaruh gempa dengan berbagai arah gaya
gempa (diputar-putar) tanpa perlu meninjau gabungan pengaruh gempa 100 %
31

pada arah yang ditinjau bersamaan dengan 30 % dari arah tegak lurusnya
dengan tetap memperhitungkan exentrisitas tambahan.
(10) Pengaruh gempa pada bangunan tinggi harus memperhatikan struktur sekunder
dan/atau elemen non-struktur lain yang bisa membahayakan pengguna
bangunan dan lingkungan sekitarnya.

Pasal 46
Beban Angin

(1) Apabila ketinggian bangunan lebih dari 200m maka perencanaan struktur harus
memperhitungkan akibat pengaruh angin yang mengacu pada ketentuan yang
berlaku atau ketentuan lain yang berlaku umum.
(2) Beban angin dasar pada ketinggian 10 m (basic wind speed) untuk penggunaan
ketentuan lain yang berlaku sebagaimana disebutkan pada ayat (2) harus
diambil minimal 33 m/detik, atau berdasarkan data dan analisis angin yang
terjadi pada daerah tersebut.
(3) Pengaruh angin pada bangunan tinggi harus diperhitungkan terhadap
perencanaan kulit bangunan (cladding, panel pracetak, dll).
(4) Untuk bangunan dengan ketinggian lebih dari 200m disyaratkan untuk
melakukan uji terowongan angin (Wind Tunnel Test)

Pasal 47
Struktur Beton

(1) Perencanaan struktur beton harus memenuhi ketentuan teknis yang berlaku.
(2) Mutu beton dan baja tulangan yang digunakan agar dijelaskan, termasuk bila
terjadi perubahan-perubahannya.
(3) Penggunaan mutu baja tulangan untuk tulangan pokok dibatasi sampai kelas
mutu baja dengan tegangan leleh 400 MPa khususnya pada penggunaan untuk
elemen-elemen yang bisa mengalami pelelehan pada saat terjadi gempa, sesuai
ketentuan teknis yang berlaku.
(4) Pada perhitungan elemen-elemen struktur beton bertulang, agar diberikan
penjelasan mengenai langkah/metode yang dipakai. Hasil perhitungan untuk
semua kondisi pembebanan yang sesuai peraturan-peraturan yang ada juga
harus disampaikan. Untuk bagian elemen-elemen struktur yang khusus seperti
pur/pile-cap, dinding penahan, dll; skema ataupun gambar dari elemen yang
dihitung agar dijelaskan, termasuk menyampaikan skema dan penjelasan
potongan ataupun lainnya yang ditinjau.
(5) Struktur utama pada bangunan tinggi, harus menggunakan prinsip Desain
Kapasitas (Capacity Design).
(6) Perencanaan dinding geser harus memperhatikan kondisi dimana dinding geser
tidak hancur terhadap geser terlebih dahulu dibanding terhadap momen; tapi
dalam hal kuat geser nominal dinding geser tidak perlu lebih besar dari gaya
geser ultimate yang terjadi setelah beban gempa dikalikan faktor f2
(7) Pertemuan antara balok-kolom (beam column joints) untuk kondisi tipikal harus
diperhitungkan.
32

(8) Untuk bangunan dengan panjang lebih dari 120 meter harus diperhitungkan
terhadap pengaruh temperatur

Pasal 48
Struktur dengan Beton Pratekan

(1) Perencanaan struktur beton pratekan harus mengacu pada ketentuan teknis
yang berlaku.
(2) Untuk perencanaan struktur yang menggunakan sistem beton pratekan,
sekurang-kurangnya harus meliputi:
a. Sistem yang dipakai seperti Bonded/Unbonded, internal atau external
prestressing
b. Penentuan besar gaya pratekan, persentase tegangan pada kabel pratekan
terhadap tegangan Ultimate Tensile Stress (UTS), besar gaya pratekan
effektif, dan besar gaya pratekan awal (initial)
c. Penjelasan tahapan prestressing (Stage of Prestressing) berikut
perhitungan kontrolnya
d. Kontrol penampang balok/slab pratekan terhadap gaya-gaya yang terjadi,
termasuk effek gaya dalam sekunder akibat pratekan dengan kombinasi
beban akibat gaya pratekan dalam bentuk beban pengganti.
e. Struktur balok pratekan dan kolom harus di cek kekuatannya dengan
Loading Combination: 1.2Md +1.6Ml + 1.0Ms; 1.2Md + 1.0 Ml + 1.0 Ms ± E;
0.9Md + 1.0Ms ± E, dimana Ms adalah momen sekunder akibat gaya
pratekan
f. Pengaruh pratekan pada kolom-kolom ataupun elemen struktur vertikal
lainnya harus diperhitungkan, termasuk pengaruh dari pentahapan pratekan
(stage of prestressing).
g. Apabila digunakan lantai beton pracetak pratekan pada bangunan tinggi
maka harus dipasang tulangan jangkar pada masing-masing tumpuannya
untuk memindahkan gaya geser diaphragm dan harus ada topping
(pengecoran beton) dengan tulangan negatif di atasnya.
h. Dan hal-hal khusus lain yang diperlukan.

Pasal 49
Struktur Baja

(1) Perencanaan struktur baja harus mengacu pada ketentuan teknis yang berlaku.
(2) Apabila dalam ketentuan teknis yang berlaku di Indonesia belum mengatur hal-
hal tertentu dalam perencanaan struktur baja maka diizinkan menggunakan
peraturan dari negara lain dengan menyampaikan salinan peraturan yang
dimaksud.
(3) Perencanaan struktur baja sekurang-kurangnya harus mencakup:
a. Kontrol elemen struktur seperti elemen balok, struktur penahan tarik, ataupun
elemen yang menahan beban aksial dan lentur.
b. Perhitungan titik-titik sambungan.
c. Gambar detail sambungan dan detail tipikal.
d. Dan hal-hal khusus lain yang diperlukan.
33

Pasal 50
Detail-detail Khusus

Detail-detail khusus yang disampaikan meliputi :


1) Gambar dan perhitungan pertemuan angkur pada balok beton pratekan dengan
kolom beton tepi bangunan
2) Gambar dan perhitungan pengangkuran struktur baja yang merupakan struktur
yang berat ke fondasi ataupun elemen struktur beton utama.
3) Gambar dan perhitungan lain yang dianggap perlu.

Pasal 51
Gambar Rencana Struktur

(1) Gambar rencana struktur harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:


a. Cara penggambaran struktur harus mengikuti norma ataupun standar
penggambaran.
b. Skala gambar yang digunakan harus mengikuti norma ataupun standar
gambar yang lazim dan memadai.
c. Diberi nomor gambar.
d. Ukuran dimensi jarak pada gambar harus jelas.
e. Dilengkapi daftar gambar dan standar detailing yang digunakan.
f. Diberi tanggal pembuatan.
g. Dibuat diatas kertas A1 dalam cetak biru dengan dilipat menjadi seukuran
folio, kwarto, atau A4.
h. Dipertanggungjawabkan dan ditandatangani oleh perencana struktur
pemegang SIPTB.
(2) Gambar detail yang bersifat umum seperti sambungan struktur baja tipikal,
pertemuan struktur baja dan beton, dan detail khusus yang bisa berpengaruh
pada keamanan struktur harus disertakan.

Pasal 52
Percobaan Beban pada Bagian Struktur

(1) Percobaan Uji pembebanan pada bagian struktur diperlukan apabila:


a. Adanya keragu-raguan terhadap kebenaran asumsi-asumsi yang diambil
b. Tidak dapat dihitung dengan tepat, karena menggunakan sistem baru yang
belum lazim dipakai dan tidak dapat dibuktikan dengan perhitungan.
c. Terjadi hal-hal yang kurang memenuhi syarat saat dilaksanakan dan
diperkirakan bisa membahayakan, atau diragukan kekuatan ataupun
kekakuannya.
(2) Prosedur percobaan beban pada bagian struktur tersebut di atas harus terlebih
dahulu mendapat persetujuan dari Dinas sebelum pelaksanaannya dimulai, dan
hasil pelaksanaannya harus dilaporkan kepada Dinas.
34

Bagian Keenam
Perencanaan Struktur Sekunder

Pasal 53
(1) Yang termasuk dalam struktur sekunder antara lain:
a. Kulit bangunan seperti clading dan panel pracetak
b. Parapet / dinding pengaman pada bangunan parkir dan ramp
c. Railing void dan hand railing.
d. Perletakan ornamen-ornamen yang memerlukan dukungan struktur yang
spesifik.
e. Dan elemen nonstruktural lain yang dinilai perlu.
(2) Khusus untuk perencanaan struktur sekunder sesuai ayat (1) butir a, d, dan e
harus dilaporkan secara terpisah oleh perencana struktur sekunder tersebut.
(3) Struktur sekunder berupa dinding pengaman (parapet) penahan beban
kendaraan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pembebanan ditetapkan sebagai beban terpusat sebesar 2700 Kg yang
bekerja pada titik pusat tumbukan pada ketinggian 46 cm dari permukaan
lantai pada elemen dengan luas minimum penyebaran beban 30 x 30 cm2.
b. Faktor beban yang ditetapkan sebesar 1.6
c. Apabila menggunakan struktur beton bertulang, ketebalan dinding minimum
15 cm.
d. Apabila menggunakan angkur pada struktur baja, maka kekuatan angkur
yang terpasang harus memiliki kekuatan 1.2 kali lebih kuat dari kekuatan
nominal
e. Diwajibkan membuat car stopper minimal setinggi 15 cm dengan jarak antar
car stopper minimal dapat menahan 2 (dua) roda kendaraan
f. Untuk dinding penahan kendaraan truk dan bus harus ditinjau khusus.
(4) Struktur sekunder berupa handrail direncanakan dengan mengambil beban kerja
terbesar yang akan terjadi antara beban terpusat sebesar 90 Kg pada puncak
handrail atau beban merata sebesar 75 kg/m’ pada sembarang arah serta harus
ditinjau sekurang-kurangnya pada 2 (dua) arah salib sumbu.
35

BAB III
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal .....................................2009
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA

DR. Ing. FAUZI BOWO

Anda mungkin juga menyukai