TENTANG
PEDOMAN PERENCANAAN
GEOTEKNIK DAN STRUKTUR BANGUNAN
DI PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
MEMUTUSKAN
kedua
Pedoman sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu, dipergunakan
sebagai bahan acuan bagi perencana geoteknik, perencana struktur
bangunan, penilai geoteknik dan penilai struktur bangunan;
ketiga
Pedoman sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu, dipergunakan
untuk perencanaan bangunan dengan jumlah lapis lebih dari delapan
lantai dan atau lebih dari 2 besmen dan atau bangunan dengan kriteria
khusus;
keempat
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
3
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(15) Daya Dukung Izin untuk Tanah atau Fondasi adalah daya dukung ultimate
dibagi dengan Angka Keamanan.
(16) Dewatering adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengeringkan suatu lokasi
struktur bawah bangunan, dengan cara melakukan penurunan elevasi dan
pengendalian muka air tanah.
(17) Diafraghma adalah suatu bagian struktur gedung yang berupa sekat (seperti
pelat lantai atau pelat atap) atau suatu rangka yang berfungsi membagikan
beban geser tingkat kepada unsur penahan gempa pada tingkat tersebut.
(18) Earthquake Dirextion X yang selanjutnya di singkat Eqx adalah gaya gempa
dengan arah sumbu x pada bangunan.
(19) Earthquake Dirextion Y yang selanjutnya di singkat Eqx adalah gaya gempa
dengan arah sumbu x pada bangunan.
(20) Free-head adalah bagian kepala tiang fondasi yang bebas.
(21) Geoteknik adalah bagian bidang ilmu teknik sipil yang mempelajari sifat-sifat
teknis dari tanah (mekanika tanah, dinamika tanah) dan batuan (mekanika
batuan), termasuk di dalamnya antara lain penyelidikan tanah, perencanaan
pekerjaan tanah, perencanaan fondasi, dewatering, monitoring kondisi
lapangan, serta pelaksanaan pekerjaan tanah dan fondasi.
(22) Heave adalah kejadian terdesaknya tanah dasar galian akibat tekanan
hidrostatik yang bekerja pada dasar galian tanah.
(23) Izin Uji Beban adalah izin yang diberikan untuk melakukan uji beban terhadap
fondasi bangunan dan / atau struktur bangunan yang diperlukan sesuai
ketentuan yang berlaku.
(24) IP Fondasi adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan pelaksanaan
fondasi, galian tanah dan dewatering untuk besmen, struktur penahan tanah
dan perkuatannya, tidak termasuk poer dan tie beam, setelah semua
persyaratan perencanaan fondasi, analisis geoteknik serta uji beban fondasi
telah dipenuhi.
(25) IP Struktur Menyeluruh adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
membangun, baik sebagian mulai dari poer dan tie beam, besmen dan struktur
di atasnya maupun keseluruhan mulai dari fondasi sampai lantai/struktur atap,
setelah semua persyaratan perencanaan struktur dipenuhi.
(26) Izin Pelaku Teknis Bangunan yang selanjutnya disingkat IPTB adalah Izin
bekerja yang diberikan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta kepada tenaga ahli
yang menguasai bidang pekerjaan dan keahlian serta menguasai ketentuan
tentang penyelenggaraan bangunan di Daerah Provinsi DKI Jakarta.
(27) Laporan Hasil Penyelidikan tanah adalah hasil penyelidikan tanah di lapangan
maupun di laboratorium yang telah dirangkum dan disajikan secara sistematis
disertai rekomendasi geoteknik oleh ahli yang memiliki IPTB bidang Geoteknik,
yang diperlukan untuk perencanaan geoteknik.
(28) Permohonan Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat PIMB
adalah permohonan untuk memperoleh izin untuk kegiatan membangun.
(29) Portal atau Rangka adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian struktur
yang saling berhubungan dan berfungsi menahan beban sebagai suatu
kesatuan lengkap yang berdiri sendiri dengan atau tanpa dibantu oleh
diafraghma horisontal atau sistem ikatan lantai.
5
(30) Perencana Struktur Bangunan adalah seorang atau sekelompok ahli dalam
bidang Struktur Bangunan dan Geoteknik yang memiliki Izin Pelaku Teknis
Bangunan (IPTB).
(31) Perencanaan struktur bangunan adalah penerapan cara-cara perhitungan dan
atau percobaan yang rasional sesuai prinsip-prinsip mekanika struktur yang
lazim berlaku untuk struktur atas, maupun prinsip-prinsip geoteknik yang lazim
berlaku untuk struktur bawah.
(32) Penyelidikan tanah adalah pengujian tanah di lapangan dan di laboratorium
untuk keperluan perencanaan fondasi dan analisis geoteknik bangunan.
(33) Reduction Live Load yang selanjutnya disingkat LLr adalah beban hidup yang
telah dikalikan dengan faktor reduksi.
(34) Safety Factor yang selanjutnya di singkat SF adalah nilai angka keamanan
rencana.
(35) Selfweight yang selanjutnya disingkat SW adalah beban akibat berat sendiri
bangunan.
(36) SNI adalah Standar Nasional Indonesia.
(37) Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan yang terdiri dari struktur
besmen dan fondasi, struktur penahan tanah termasuk poer, rakit dan balok
pengikat.
(38) Struktur Atas adalah bagian dari struktur bangunan mulai lantai dasar dan
struktur di atasnya.
(39) Struktur Khusus adalah struktur dengan elemen khusus, antara lain beton
pratekan, besmen dengan kedalaman lebih dari dua lapis, struktur baja dengan
bentang besar, struktur dengan bentuk/jenis struktur yang tak lazim, dan
struktur yang mempunyai potensi membahayakan lingkungan sekitarnya.
(40) Struktur Sekunder adalah unsur-unsur seperti dinding pemisah, panel atau
penyekat yang tidak diperlukan bagi ketahanan gedung secara keseluruhan
tetapi dapat mengalami tegangan-tegangan akibat beban yang bekerja
langsung padanya atau akibat dari perubahan bentuk dari unsur-unsur primer.
(41) Superimposed Dead Load yang selanjutnya disingkat SIDL beban mati diluar
berat sendiri bangunan.
(42) Tim Penasehat Konstruksi Bangunan yang selanjutnya disingkat TPKB adalah
tim yang merupakan bagian dari Tim Penasehat Teknis Arsitektur Perkotaan
dan Bangunan (BPTAPB) dan bertugas untuk meneliti rencana struktur dan
geoteknik bangunan dan memberi saran berdasarkan hasil penelitian rencana
struktur dan geoteknik bangunan kepada Dinas guna memproses Izin
Pendahuluan fondasi (IP fondasi), Izin Pendahuluan Struktur Menyeluruh (IP
Struktur Menyeluruh) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
(43) Up Lift adalah gaya angkat yang terjadi akibat air tanah.
(44) Up N adalah gaya angkat yang terjadi akibat air tanah pada kondisi muka air
normal.
(45) Up B adalah gaya angkat yang terjadi akibat air tanah pada kondisi muka air
banjir.
6
BAB II
MATERI GEOTEKNIK DAN PERENCANAAN STRUKTUR
Bagian kesatu
Materi Umum
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Kelengkapan Data Perencanaan Struktur Bawah
Bagian kedua
Analisis Geoteknik dan Dewatering
Pasal 5
(1) Laporan Penyelidikan Tanah dan analisis parameter tanah yang menjadi dasar
perencanaan struktur bawah/fondasi harus ditandatangani oleh ahli geoteknik
yang memiliki IPTB bidang geoteknik.
(2) Perencanaan bangunan gedung harus memperhatikan hasil penyelidikan tanah
sehingga dapat ditetapkan jenis fondasi yang paling tepat dan aman untuk
struktur bangunan tersebut.
Pasal 6
(1) Penyelidikan tanah harus dilakukan sesuai dengan rencana bangunan gedung
yang akan didirikan sehingga dapat ditetapkan jumlah dan kedalaman titik
bor,jenis tes, jumlah tes lapangan dan tes laboratorium untuk keperluan
perencanaan fondasi, galian, dan struktur bawah.
(2) Penyelidikan Tanah di lapangan harus dilaksanakan sampai dengan kedalaman
lapisan tanah yang akan terpengaruh oleh pelaksanaan struktur dan/atau
fondasi.
(3) Jumlah titik bor minimal harus memenuhi syarat berikut ini:
a. Minimum dilakukan 3 (tiga) titik bor.
b. Untuk luas tapak bangunan lebih besar dari 2500m2 minimum dilakukan 5
(lima) titik bor yang ditempatkan pada keempat sudut dan tengah-tengah
rencana bangunan.
(4) Kedalaman masing-masing titik bor minimal harus memenuhi syarat berikut ini:
a. Harus mencapai kedalaman dimana pertambahan tegangan pada lapisan
tanah kurang dari 10% dari tegangan efektif lapangan, atau
b. Harus mencapai kedalaman 1.5 x lebar telapak fondasi, atau
c. Harus mencapai kedalaman 1.5 x lebar menara bangunan, atau
d. Harus mencapai kedalaman fondasi tiang ditambah minimal 6m.
e. Kedalaman yang menentukan adalah kedalaman terbesar dari ayat (3) a-d di
atas, akan tetapi tidak perlu lebih dalam dari 120m.
8
Pasal 7
(1) Pengujian di laboratorium harus mencakup pengujian CU triaxial apabila
dilakukan penggalian hingga kedalaman 2 (dua) lapis besmen atau lebih.
(2) Apabila pengambilan contoh tanah tak terganggu tak memungkinkan atau tidak
dimungkinkan maka dapat dilakukan pengujian lapangan yang sesuai.
(3) Untuk setiap site yang tergolong Jenis Tanah Khusus menurut SNI tentang
gempa yang berlaku (site dengan kondisi tanah pasir lepas jenuh yang
berpotensi mengalami likuifaksi, tanah sangat lunak yang tebal, dsb), maka
harus dilakukan tes seismic downhole atau tes seismik sejenis.
(4) Tes seismik downhole atau tes seismik sejenis ini harus dilakukan sampai
kedalaman minimal 30 meter dari permukaan tanah asli untuk mendapatkan
informasi profil kecepatan rambat gelombang geser (Vs).
(5) Tes seismik yang dimaksudkan pada ayat (5) di atas harus dilakukan minimum
pada 2 (dua) titik pengujian yang berbeda, dengan kedalaman minimum masing-
masing titik 30 meter.
Pasal 8
Apabila diperlukan, penyelidikan tanah harus mencakup pengujian pemompaan air
tanah (pumping-test) pada lokasi bangunan.
Pasal 9
Pengujian pemompaan air tanah sebagaimana dimaksud pada pasal 8 harus
memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
(1) Dilaksanakan sesuai dengan standar praktek yang lazim untuk jenis struktur
bawah dan dilakukan di bawah tanggung jawab ahli geoteknik yang memiliki Izin
Pelaku Teknis Bangunan.
(2) Jenis dan detail pengujian pemompaan air tanah harus sesuai dengan
kebutuhan untuk struktur bawah.
(3) Pengujian harus dapat memberikan rekomendasi untuk sistem pekerjaan
pengeringan air (dewatering) yang mencakup sifat aquifer, permeabilitas,
transmisivitas, prakiraan debit dan head loss untuk kondisi di lokasi bangunan.
Pasal 10
Profil dan analisis parameter tanah
Profil dan analisis parameter tanah yang disampaikan dalam laporan penyelidikan
tanah paling tidak harus meliputi :
(1) Profil tanah untuk perencanaan (design profile) harus mewakili kondisi lapisan
tanah , khususnya parameter-parameter tanah untuk perencanaan fondasi
(2) Muka air tanah
(3) Daya dukung tanah untuk jenis fondasi yang disarankan
(4) Parameter tanah untuk analisis penurunan bangunan jangka pendek dan jangka
panjang
(5) Parameter tanah untuk analisis dinding penahan tanah untuk kondisi baik
undrained maupun drained.
9
Pasal 11
Klasifikasi Jenis Tanah (Site) dan Analisis Site-Specific Response
Pasal 12
Perencanaan Galian, Stabilitas Lereng
(1) Perencanaan galian besmen dalam, harus dianalisis secara terinci mengenai
keamanan galiannya apabila dijumpai salah satu atau lebih kondisi sebagai
berikut :
a Terdapat bangunan di sekitar zona tekanan aktif tanah
b Kondisi tanah adalah lempung lunak dan/atau loose uncemented sand
c Kondisi pelaksanaan pembangunan yang menggunakan open-cut dan/atau
ground-anchored wall
d Bila dilakukan penurunan muka air tanah lebih dari 3.00 m
(2) Untuk analisa perhitungan keamanan galian, tes tanah harus dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a Mencakup Tes triaksial CU (Consolidated Undrained) dengan pengukuran
tekanan air pori, sehingga didapatkan parameter kuat geser kondisi tegangan
total dan tegangan efektif.
b Test konsolidasi harus dilakukan dengan memberikan beban minimum
sebesar 2 (dua) kali beban maksimum yang akan bekerja dan dengan
mengakomodasi peninjauan heave.
c Bagian/daerah pengambilan contoh tanah mencakup kedalaman 1.50 kali
lebar terkecil tapak besmen.
10
(4) Analisis struktur dinding penahan tanah dengan anggapan keadaan ekses
tekanan air pori terdrainase (drained) atau keadaan terburuk yang mungkin
timbul harus meliputi:
a. Penjelasan sistem yang digunakan
b. Pemodelan dari sistem
c. Pembebanan (termasuk yang berhubungan dengan tahapan galian tanah)
d. Deformasi
e. Kehandalan strukturnya
Dengan FK untuk struktur dinding penahan tanah sementara diambil minimal
1.25 (untuk kondisi terburuk) dan untuk kondisi permanen sebesar = 2.0
(5) Untuk sistem galian yang menggunakan dinding penahan seperti sheet-pile,
soldier-pile, diaphragm-wall, strut, tiebacks, rakers dan lain-lain, maka stabilitas
galian harus ditinjau baik terhadap bahaya kelongsoran global maupun bahaya
heaving, piping dan perubahan muka air tanah untuk setiap tahapan pekerjaan
galian.
(6) Kekuatan elemen-elemen dinding dan bagian-bagiannya termasuk strut, raker,
atau ground anchor harus mampu menahan tegangan dan deformasi yang
terjadi. Nilai Minimum FK dapat diambil sesuai Tabel 2.
11
Faktor Keamanan
Item Keterangan
Kondisi Sementara Kondisi Tetap
Stabilitas (Umum)
(Global slope 1.30 1.50
stability)
Bottom Heave
pada level galian 1.50 2.00 Parameter Tanah
fondasi diperoleh melalui
Bottom Heave persyaratan yang
pada tahap ditentukan oleh Ahli
1.50 1.50 Geoteknik
penggalian
fondasi
(10) Sistem fondasi dan/atau struktur penahan lateral tidak boleh mengganggu
stabilitas dan deformasi tanah di lokasi bangunan dan sekitarnya, baik selama
masa pelaksanaan pembangunan maupun selama masa layanan.
(11) Dampak dari sistem fondasi yang mencakup pekerjaan penggalian, pekerjaan
penahan tekanan tanah lateral, pemancangan dan pemboran tiang,
pemasangan dinding penahan tanah beserta angkur dan elemen penahan
lateral terkait, dan pekerjaan pengeringan air, serta semua elemen yang
tercakup dalam sistem fundasi harus dapat dibatasi sehingga tidak
mengakibatkan kegagalan ataupun deformasi di luar batas yang diijinkan pada
fasilitas bangunan di sekitar lokasi.
(12) Beban stabilitas galian dan penahan lateral harus ditinjau terhadap beban yang
berada pada jarak dari tepi galian sebesar minimal sama dengan kedalaman
galian.
(13) Dalam hal pekerjaan penggalian, pekerjaan penahan tanah lateral, pemboran
tiang, serta pekerjaan pengeringan air tanah (dewatering) tidak boleh
mengakibatkan terjadinya beban yang melampaui kapasitas semula atau
deformasi di luar batas toleransi fasilitas yang ada di sekitar lokasi.
(14) Apabila dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiang bor atau
tiang beton bertulangnya, maka tiang yang ada harus ditinjau terhadap beban
tarik yang mungkin akan timbul akibat naiknya permukaan tanah sebagai akibat
berkurangnya tegangan vertikal efektif.
(15) Apabila dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiangnya,
maka beban tambahan akibat galian tersebut harus ditambahkan dalam analisis
sistem fondasi terhadap beban lateral.
13
Pasal 13
Analisis pemompaan air tanah (dewatering).
Pasal 14
Perizinan Dewatering
Bagian Ketiga
Perencanaan Fondasi
Pasal 15
(1) Analisis Perencanaan fondasi yang harus dilakukan sekurang-kurangnya
meliputi:
Pijin aksial tiang boleh diambil 1.5 x P ijin aksial tiang untuk kondisi pembebanan
statik
Untuk daya dukung lateral tiang, diambil batas deformasi lateral 6.25mm
Pasal 16
Perencanaan Fondasi
Pasal 17
Daya Dukung, Kapasitas dan Faktor Keamanan fondasi
(2) Penentuan Faktor Keamanan (FK) untuk Daya Dukung Tiang fondasi harus
sesuai dengan tabel 10 dan harus memenuhi deformasi yang diizinkan.
(3) Reduksi Kapasitas Tiang fondasi untuk Kelompok fondasi Tiang harus direduksi
oleh Perencana dengan meninjau kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Lapisan tanah.
b. Jumlah tiang fondasi.
c. Dimensi tiang.
d. Konfigurasi tiang.
e. Jarak antar tiang.
f. Panjang tiang.
g. Pembebanan siklik dan non-siklik.
19
(*)
Banjir rencana yang perlu diperhitungkan adalah banjir periode ulang 50 tahunan
(**) PDA = Pile Driving Analyzer
Pasal 18
Perencanaan sistem fondasi dan besmen harus memperhitungkan gaya uplift
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Kondisi air permukaan
(2) Jenis lapisan tanah
(3) Tinggi muka air tanah maksimum dengan memperhatikan fluktuasi muka air
tanah selama usia rencana
(4) Kondisi bangunan ataupun pelaksanaan bangunan
Pasal 19
Penurunan Bangunan
Pasal 20
Subgrade Modulus
(1) Penggunaan besaran subgrade modulus dari plate bearing test atau
pressuremeter-test atau dari analisis penurunan (immediate dan konsolidasi)
harus dilakukan dengan penyesuaian berdasarkan pertimbangan dimensi
konstruksi fondasi, kondisi lapisan tanah, dan beban yang bekerja.
(2) Proses analisis harus dilakukan dengan proses iterasi hingga tercapai
konvergensi subgrade modulus yang digunakan dengan subgrade modulus dari
deformasi yang didapat.
Pasal 21
Perhitungan Sistem fondasi dan Konstanta Pegas Tanah
(1) Perencanaan detail, tie-beam, pile-cap, large pile-cap, rakit/tiang-rakit, dan lantai
besmen harus memperhitungkan konstanta pegas tanah
(2) Konstanta pegas harus memperhitungkan baik total maupun beda settlement
(immediate dan konsolidasi) yang telah dihitung dari kondisi lapisan-lapisan
tanah dan sistem fondasi.
(3) Perencanaan harus memperhitungkan distribusi nilai konstanta pegas pada
areal large pile-cap atau rakit sebagai konsekuensi dari adanya beda settlement
tersebut. Dengan demikian untuk suatu sistem large pile-cap atau rakit, dishing-
effect termodelkan secara representatif.
(4) Perhitungan detail struktur large pile-cap, atau rakit yang menggunakan pegas
sebagai reaksi tanah atau sistem tanah-fondasi tiang, maka proses iterasi untuk
memenuhi kompatibilitas distribusi penurunan didapatkan dari hasil perhitungan
penurunan dan perhitungan struktur dengan pegas-pegas serta dapat
dimodelkan dengan bantuan software untuk mendapatkan hasil tingkat akurasi
yang lebih baik.
Pasal 22
Hubungan Pile dengan Pile-Cap
(1) Perencanaan harus dapat menunjukkan perilaku dan kekuatan hubungan pile
dengan pile-cap mempunyai daktilitas yang baik, dimana pada kondisi beban
lateral nominal gempa dikalikan f2 (sesuai ketentuan yang berlaku)
(2) Gaya-gaya dalam yang terjadi pada hubungan Pile dengan Pile-Cap harus
mampu ditahan oleh tulangan terpasang.
Pasal 23
Kombinasi Tipe Fondasi pada Suatu Kolom
Penggunaan tipe fondasi dalam yang dikombinasikan dengan tipe fondasi dangkal
untuk mendukung suatu kolom tidak diperbolehkan kecuali bisa dibuktikan dengan
teori yang bisa dipertanggung jawabkan serta didukung data-data dan metode test
yang sesuai.
21
Pasal 24
Perencanaan Besmen
(2) Tekanan tanah Statik pada dinding besmen sebagaimana tercantum pada ayat 1
butir a, adalah sebagai berikut:
a. Tekanan tanah pada dinding besmen harus diperhitungkan berdasarkan
keadaan terburuk selama masa layan bangunan, yakni minimal sebesar
tekanan tanah “at rest” Ko (dengan parameter tanah kondisi drained untuk
tanah lempung jenuh). Tekanan tanah aktif hanya boleh diperhitungkan pada
masa konstruksi; dalam hal ini berlaku bagi konstruksi penahan tanah
sementara.
b. Tekanan tanah pasif boleh diperhitungkan menahan dorongan akibat tinggi
tanah yang berbeda antara dua sisi penahan tanah, hanya apabila sistem
fondasi dan struktur dapat mengakomodasi deformasi lateral yang diperlukan
untuk membangun tekanan tanah pasif tersebut.
(3) Tekanan tanah seismik sebagaimana tercantum pada ayat 1 butir a, adalah
sebagai berikut:
a. Pengaruh gempa pada dinding besmen harus diperhitungkan dengan
menggunakan tekanan tanah akibat beban gempa sesuai klasifikasi site yang
berlaku.
b. Beban gempa yang digunakan adalah beban yang telah memperhitungkan
adanya amplifikasi seismik dari batuan dasar (baserock) ke level dinding
besmen.
c. Tekanan tanah seismik tidak perlu melebihi tekanan pasif tanah pada kondisi
gempa.
d. Metode analisis yang digunakan harus rasional dan mempunyai rujukan yang
layak, serta memperhitungkan kondisi lingkungan.
e. Distribusi beban lateral akibat gempa yang umumnya lebih besar pada level
atas besmen dan menurun sebagai fungsi kedalaman besmen perlu
diterapkan untuk perhitungan struktur dinding besmen ini.
f. Beban gempa yang digunakan harus sesuai dengan beban gempa struktur
atas, dan bila digunakan LRFD (Load Resistance Factor Design) untuk
struktur atas, maka besaran tekanan lateral kerja tadi boleh direduksi dengan
membagi beban struktur atas dengan faktor beban yang sesuai dalam
analisis struktur atas.
22
g. Tekanan air pada dinding dan dasar besmen harus ditetapkan berdasarkan
tinggi muka air maksimum yang mungkin terjadi selama masa layanan
bangunan.
h. Dalam menetapkan tinggi muka air maksimum, harus dipertimbangkan
adanya air permukaan dari aliran air hujan dan banjir, jenis lapisan tanah,
serta kondisi bangunan serta pelaksanaan bangunan.
i. Apabila tidak dapat ditunjukkan dengan data yang akurat dan analisis yang
lengkap, maka muka air tanah harus diletakkan pada elevasi banjir di lokasi
proyek, dengan catatan elevasi tersebut tidak boleh lebih rendah dari
permukaan tanah sebelum bangunan ini dibuat.
Pasal 25
Analisis Tanah Khusus
(1) Perencanaan fondasi tiang bangunan pada struktur tanah yang memiliki sifat
khusus seperti tanah sangat lunak, tanah ekspansif, tanah urugan tinggi, dan
lapisan tanah yang berpotensi mengalamai likuifaksi seperti lahan reklamasi,
harus memuat analisis tanah khusus dan analisis potensi likuifaksi dan teknik
perbaikan tanah atau teknik penanggulangannya.
(2) Apabila dalam lapisan tanah 30 meter paling atas terdapat lapisan pasir urai
jenuh, maka harus ada analisis potensi likuifaksi serta sistem fondasi harus
diperitungkan terhadap beban liquifaksi dan sebaran lateral (lateral spread).
Pasal 26
Analisis Detail Elemen-elemen Sistem Fondasi
(1) Detail dimensi elemen dan sistem fondasi, termasuk struktur penahan tanah
lateral, harus dilakukan terhadap gaya gravitasi, gempa, angin, dan beban
khusus baik dari struktur atas, maupun terhadap tekanan tanah, beban air banjir,
dan beban lain yang dilimpahkan pada sistem fondasi tersebut dan hasil analisis
harus menunjukkan bahwa daya dukung kapasitas masih mencukupi serta
deformasi tanah tidak melampaui batas yang diizinkan.
(2) Apabila letak elemen sistem fondasi cukup dekat (jarak horisontal masih satu
order of magnitude dengan kedalaman fondasi), interaksi antara elemen fondasi
tersebut harus diperhitungkan dalam analisis, dengan mencakup pengaruh non-
linearitas serta pengaruh non-elastik.
(3) Detail dimensi elemen dan sistem fondasi, termasuk struktur penahan tanah
lateral, harus dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang lazim dalam
praktek.
(4) Sambungan antara elemen tiang fondasi dan pelat, balok, dan kepala tiang,
harus memenuhi persyaratan terhadap semua beban yang mungkin bekerja
pada sambungan tersebut dan harus mampu menahan beban gempa kuat serta
memenuhi persyaratan daktilitas.
(5) Tiang atau pelat fondasi yang terbuat dari baja, harus dibuat dengan
memperhitungkan faktor korosi.
(6) Detail penulangan fondasi tiang harus memenuhi persyaratan dalam aturan
tentang konstuksi beton, serta harus ditetapkan dengan memperhitungkan
distribusi beban kerja sepanjang dinding tiang.
23
Pasal 27
Perhitungan dengan Program Komputer
(1) Apabila analisis geoteknik untuk perencanaan fondasi, sistem penahan galian,
dinding besmen, ataupun interaksi tanah-struktur menggunakan program
komputer, maka harus ada penjelasan mengenai program yang digunakan,
meliputi asumsi-asumsi yang digunakan, gambar pemodelan, parameter-
parameter tanah yang digunakan.
(2) Input dan output komputer harus disertakan dalam pengajuan ijin dan diberikan
penjelasan lengkap mengenai hasil perhitungan komputer tersebut yang
dijadikan sebagai dasar untuk Perencanaan.
Pasal 28
Gambar-gambar Perencanaan Fondasi/Struktur Bawah
Bagian keempat
UJI PEMBEBANAN TIANG FONDASI
Pasal 29
(1) Uji pembebanan fondasi perlu dilakukan pada saat:
a. Uji pembebanan pada phase pendahuluan atau sebelum pelaksanaan,
sebagai dasar perencanaan untuk penentuan daya dukung fondasi yang
dilakukan pada saat sebelum perencanaan dilaksanakan atau sebagai
konfirmasi kebenaran dasar perencanaan yang lokasinya dipilih pada
kondisi tanah yang terburuk di lapangan.
b. Uji pembebanan pada phase pelaksanaan, sebagai pembuktian besarnya
daya dukung rencana pada sistem fondasi, struktur penahan tanah dan
bagian struktur bangunan terpenuhi yang lokasinya dipilih pada
pelaksanaan pekerjaan yang terburuk di lapangan.
(2) Apabila hasil uji pembebanan tidak memenuhi daya dukung dalam perencanaan,
maka harus diadakan peninjauan kembali perencanaan berdasarkan hasil uji
pembebanan tersebut.
(3) Prosedur dan interpretasi hasil uji pembebanan harus dilaksanakan berdasarkan
standar ASTM edisi terakhir.
(4) Hasil uji pembebanan harus dibuat dan ditandatangani oleh tenaga ahli yang
meliliki IPTB Geoteknik serta dievaluasi oleh perencana struktur.
(5) Besarnya beban pada uji pembebanan minimal 200% dari beban rencana
24
Pasal 30
Uji Pembebanan pada Fondasi Tiang
(1) Uji pembebanan pada sistem fondasi tiang disyaratkan terhadap perencanaan
struktur bangunan yang mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Untuk seluruh struktur bangunan sedang dan tinggi
b. Untuk struktur bangunan rendah apabila beban kerja fondasi tiang lebih
besar atau sama dengan 70% dari daya dukung tiang yang diijinkan.
(2) Jumlah tiang percobaan beban aksial tekan adalah sebagai berikut:
a. Untuk fondasi tiang bor (bored pile) minimum satu tiang percobaan untuk
setiap 75 tiang yang ukuran penampangnya sama.
b. Untuk fondasi tiang (driven pile) minimum satu tiang percobaan untuk
setiap 100 tiang yang ukuran penampangnya sama.
c. Untuk fondasi tiang bor yang jumlahnya kurang dari 75 dan atau fondasi
tiang pancang yang jumlahnya kurang dari 100, maka minimal 1 tiang
percobaan dilakukan setiap ukuran penampang yang sama.
d. Untuk tiang yang ditekan (pressed pile) kriteria yang ditentukan harus
sama dengan kriteria untuk tiang bor.
(3) Uji pembebanan aksial harus dilaksanakan untuk semua jenis fondasi sebagai
berikut, kecuali Perencanaan fondasi dengan S.F. min = 4:
N≤ 1000; Ntest = 1,0 % * N
N≤ 3000; Ntest = 0,8 % * N
N≤ 6000; Ntest = 0,5 % * N
N≤ 8000; Ntest = 0,4 % * N
dimana N = jumlah tiang, dan minimal 40% test dilakukan pada tahap konstruksi
dan 60% bisa pada sebelum tahap konstruksi.
(4) Besar beban percobaan pada pelaksanan uji pembebanan tiang yang bersifat
“used pile” (used pile = tiang yang akan menjadi bagian dari fondasi bangunan)
adalah 200% kali daya dukung rencana untuk memikul beban gravitasi untuk
uji beban aksial, dan 200% kali daya dukung rencana untuk memikul beban
lateral akibat gravitasi dan akibat beban gempa rencana.
(5) Batasan deformasi uji pembebanan pada 200% pembebanan rencana sebagai
berikut:
a. 25 mm utk tiang dengan diameter max 80 cm.
b. 4% diameter utk tiang > 80 cm.
(6) Deformasi permanen yang terjadi setelah dilakukan unloading dari
pembebanan 200% tidak boleh melewati suatu nilai yang ditetapkan dalam
ketentuan teknis yang berlaku.
(7) Pada kondisi khusus, seperti tiang bor diameter besar dengan panjang > 30 m,
di mana penggunaan daya dukung ujung bawah tiang diterapkan dengan FK
yang tinggi atau ada provisi penurunan tambahan, maka harus melaksanakan
instrumented pile test.
(8) Evaluasi hasil pelaksanaan uji pembebanan harus dilakukan dengan minimal 3
cara yang rasional, di mana hasil yang digunakan adalah diambil dari hasil
yang minimum.
25
(9) Apabila evaluasi hasil uji pembebanan menunjukkan kapasitas ultimate fondasi
kurang dari 250% dari beban rencana, maka pile masih bisa digunakan dengan
daya dukung ultimate fondasi hasil uji pembebanan.
(10) Kapasitas ultimate sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak boleh
melampaui reaksi ke fondasi akibat beban struktur atas pada saat gempa
maksimum.
(11) Apabila pile yang dalam loading test dinyatakan gagal, maka masih bisa
digunakan bila setelah dievaluasi menunjukkan bahwa tiang tersebut bukan
end bearing pile dan kegagalannya bukan pada struktur tiang yang dinyatakan
melalui PIT (Pile Integrity Test).
(12) Jumlah tiang percobaan arah horisontal (lateral) adalah minimal 1 tiang
percobaan untuk setiap tiang yang ukuran penampangnya sama.
(13) Jumlah test lateral dari tiang fondasi adalah 10% dari jumlah test total (test
aksial dan lateral) sebagaimana ditentukan pada ayat (2) dan ayat (12);
dengan ketentuan tambahan sebagai berikut :
a. Minimum satu lateral test harus dilaksanakan
b. Sisa jumlah test lateral harus didistribusi secara proporsional pada tiap
dimensi tiang yang berbeda.
(14) Test lateral sebagaimana dimaksud pada ayat (13) harus dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Pada semua bangunan yang menggunakan fondasi tiang,
b. Pada bangunan dengan tiang fondasi yang mempunyai beban horisontal
rencana > V (= C*I/R) * beban aksial rencana pada fondasi yang
bersangkutan. Di mana V, C, I, R, adalah faktor-faktor koefisien penentuan
besar gaya geser rencana sesuai peraturan perencanaan bangunan tahan
gempa yang berlaku.
c. Uji pembebanan lateral tidak diperlukan apabila terdapat besmen lebih dari
2 (dua) lapis, dan hasil analisis menunjukkan bahwa daya dukung lateral
keseluruhan sistem fondasi dibagi faktor keamanan masih melebihi beban
lateral yang bekerja.
Pasal 31
Uji pembebanan lateral yang dilaksanakan harus mengikuti ketentuan sebagai
berikut:
1) Pembebanan dilakukan sebesar 200% dari beban izin rencana.
2) Kondisi test adalah dengan free-head
Pasal 32
Beban rencana awal pada uji pembebanan harus didasarkan pada perhitungan
analitis yang disesuaikan dengan parameter tanah, sifat dan jenis pile, kekuatan pile,
dan formula beserta Faktor Keamanan yang harus digunakan.
Pasal 33
(1) Deformasi lateral maksimum pada kepala tiang pada pelaksanaan test (kondisi
free-head) harus memenuhi besaran-besaran :
a. 10 mm pada beban 100% beban rencana.
b. 25 mm pada beban 200% beban rencana
26
(2) Apabila pada kondisi beban 200% beban rencana ternyata deformasi yang
disyaratkan tidak terpenuhi, maka dapat dilakukan penyesuaian dengan
menggunakan kurva beban-defleksi sesuai syarat-syarat batas yang
ditetapkan, sehingga deformasi pada beban rencana dan faktor keamanan
minimum yang ada masih memenuhi syarat.
(3) Pergeseran kepala tiang yang lebih besar dari batasan di atas pada kondisi
gempa kuat atau beban kapasitas struktur atas diizinkan dengan catatan tidak
terjadi plastifikasi pada fondasi tiang.
(4) Apabila jumlah tiang percobaan beban aksial lebih besar dari 4 tiang
percobaan, maka maksimal 2 dari jumlah tersebut dapat dipakai untuk
percobaan beban horisontal.
(5) Uji pembebanan lateral harus dilaksanakan pada kepala tiang yang
direncanakan (cut-off level).
(6) Percobaan dengan PDA (Pile Driving Analyzer) hanya diizinkan untuk dipakai
sebagai pembanding dari percobaan beban aksial yang disyaratkan pada pasal
29 ayat 2 dengan jumlah maksimal 25% dari yang disyaratkan.
Pasal 34
(1) Apabila dalam perencanaan struktur terdapat gaya aksial tarik pada fondasi
tiang, maka harus dilakukan uji beban aksial tarik.
(2) Jumlah uji beban aksial tarik ditentukan 1% untuk setiap 100 tiang yang
mengalami aksial tarik atau sekurang-kurangnya 1 tiang pengujian.
Pasal 35
(1) Prosedur pengujian tiang fondasi baik untuk test pembebanan aksial tekan dan
tarik maupun pembebanan lateral harus mengikuti ketentuan teknis yang
berlaku.
(2) Apabila belum ada ketentuan sebagaimana dimakasud pada ayat (1) di atas,
maka dapat digunakan standar teknis lainnya yang berlaku umum.
Pasal 36
(1) Uji pembebanan pada struktur dinding penahan tanah harus dilakukan apabila
struktur dinding penahan tanah menggunakan jangkar (ground anchor).
(2) Beban jangkar yang diizinkan ini tergantung pada panjang bagian ujung kabel
jangkar yang di grouting (bond-length) dan dari jenis tanah di bagian itu.
(3) Uji pembebanan pada dinding penahan tanah harus dievaluasi dari segi
prosedur percobaannya dan dari interpretasi hasilnya yang mengacu pada
standar teknis yang berlaku.
(4) Proof test harus dilakukan untuk setiap ground anchor sampai level beban
tertentu sesuai standar teknis yang berlaku.
(5) Apabila belum ada standar teknis sebagaimana dimakasud pada ayat (3) dan (4)
di atas, maka dapat digunakan standar teknis lainnya yang berlaku umum
seperti ASTM edisi terbaru.
27
Bagian kelima
Perencanaan Struktur Atas
Pasal 37
Data Laporan Perencanaan Struktur Atas
Pasal 38
Penjelasan Perencanaan
(1) Langkah perencanaan yang telah dilakukan harus dijelaskan, baik menyangkut
asumsi yang diambil maupun penentuan taraf penjepitan lateral.
(2) Apabila perhitungan menggunakan program komputer harus dijelaskan data
input ataupun output yang disertakan.
(3) Agar diterangkan secara ringkas mengenai kelengkapan perhitungan detail
yang ada
(4) Asumsi pada perhitungan fondasi dan kelengkapan agar disampaikan
ringkasannya
Pasal 39
Sistem Struktur
(1) Kelengkapan perencanaan struktur atas harus memuat analisis perhitungan dan
gambar-gambar denah struktur (structural layout) yang memuat penjelasan jarak-
jarak, dimensi elemen struktur, jenis material dan sumbu-sumbu bangunan.
(2) Apabila material struktur menggunakan struktur baja, maka harus disertai
penjelasan mengenai tipe struktur, sambungan, dan asumsi titik-titik hubungan
antar batang-batang.
(3) Perencanaan struktur atas harus menjelaskan secara umum mengenai sistem
fondasi yang akan digunakan.
28
Pasal 40
Pembebanan
(1) Perencanaan struktur atas harus mangacu pada peraturan pembebanan yang
berlaku.
(2) Kombinasi pembebanan harus dihitung dan ditinjau menurut ketentuan yang
berlaku.
(3) Jenis pembebanan vertikal dan pengambilan reduksi beban hidup yang
digunakan pada setiap lantai untuk analisis portal, kolom dan fondasi, serta
kondisi gempa harus dijelaskan secara rinci.
(4) Beban-beban yang diperhitungkan harus memperhatikan fungsi bangunan
sesuai dengan kondisi yang kemungkinan akan terjadi.
(5) Pembebanan untuk pengaruh gempa agar mengacu kepada ketentuan teknis
yang berlaku
(6) Apabila diperlukan, perencanaan struktur bangunan harus memperhitungkan
pengaruh angin sesuai ketentuan yang berlaku.
(7) Perencanaan struktur harus memperhitungkan beban tekanan tanah dan
tekanan air yang bisa mempengaruhi besar gaya-gaya dalam, termasuk pada
saat terjadi gempa.
Pasal 41
Material dan Penampang
(1) Data-data perencanaan struktur beton harus meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Mutu beton dan batas-batas bila ada yang berbeda mutunya
b. Mutu baja tulangan untuk tiap elemen struktur beton
c. Ketentuan tentang penampang retak yang digunakan pada perhitungan
struktur
d. Asumsi bentuk penampang balok yang digunakan pada perhitungan,
(2) Data-data perencanaan struktur baja harus meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Mutu material batang-batang (elemen/member)
b. Jenis dan mutu alat penyambung.
(3) Data-data perencanaan struktur kayu harus meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Kelas kuat dan kelas awet kayu yang dipakai
b. Mutu dan jenis alat penyambung yang dipakai
c. Tipe dan jenis detail sambungan yang diterapkan
Pasal 42
Pemodelan Struktur
(1) Elastisitas modulus beton pada pemodelan struktur dan analisis struktur baik
statik maupun dinamik, harus diambil sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Untuk pelat lantai searah atau dua arah dengan balok, maka kekakuan balok
harus dihitung sebagai balok T atau L,
29
Pasal 43
Perhitungan dengan Program Komputer
Pasal 44
Perhitungan Pengaruh Beban Gravitasi
(1) Besar beban yang dipergunakan dalam perencanaan pengaruh beban gravitasi
ditentukan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung.
(2) Jenis pembebanan akibat pengaruh gravitasi dan pengambilan reduksi beban
hidup yang digunakan pada setiap lantai untuk analisis portal, kolom dan
fondasi, serta kondisi gempa harus dijelaskan secara rinci.
Pasal 45
Perhitungan Pengaruh Gempa
(1) Perencanaan pengaruh gempa pada struktur bangunan harus mengacu pada
Peraturan Gempa yang berlaku.
(2) Ketentuan-ketentuan pokok dalam penentuan besar gaya gempa yang meliputi
a. wilayah gempa
30
pada arah yang ditinjau bersamaan dengan 30 % dari arah tegak lurusnya
dengan tetap memperhitungkan exentrisitas tambahan.
(10) Pengaruh gempa pada bangunan tinggi harus memperhatikan struktur sekunder
dan/atau elemen non-struktur lain yang bisa membahayakan pengguna
bangunan dan lingkungan sekitarnya.
Pasal 46
Beban Angin
(1) Apabila ketinggian bangunan lebih dari 200m maka perencanaan struktur harus
memperhitungkan akibat pengaruh angin yang mengacu pada ketentuan yang
berlaku atau ketentuan lain yang berlaku umum.
(2) Beban angin dasar pada ketinggian 10 m (basic wind speed) untuk penggunaan
ketentuan lain yang berlaku sebagaimana disebutkan pada ayat (2) harus
diambil minimal 33 m/detik, atau berdasarkan data dan analisis angin yang
terjadi pada daerah tersebut.
(3) Pengaruh angin pada bangunan tinggi harus diperhitungkan terhadap
perencanaan kulit bangunan (cladding, panel pracetak, dll).
(4) Untuk bangunan dengan ketinggian lebih dari 200m disyaratkan untuk
melakukan uji terowongan angin (Wind Tunnel Test)
Pasal 47
Struktur Beton
(1) Perencanaan struktur beton harus memenuhi ketentuan teknis yang berlaku.
(2) Mutu beton dan baja tulangan yang digunakan agar dijelaskan, termasuk bila
terjadi perubahan-perubahannya.
(3) Penggunaan mutu baja tulangan untuk tulangan pokok dibatasi sampai kelas
mutu baja dengan tegangan leleh 400 MPa khususnya pada penggunaan untuk
elemen-elemen yang bisa mengalami pelelehan pada saat terjadi gempa, sesuai
ketentuan teknis yang berlaku.
(4) Pada perhitungan elemen-elemen struktur beton bertulang, agar diberikan
penjelasan mengenai langkah/metode yang dipakai. Hasil perhitungan untuk
semua kondisi pembebanan yang sesuai peraturan-peraturan yang ada juga
harus disampaikan. Untuk bagian elemen-elemen struktur yang khusus seperti
pur/pile-cap, dinding penahan, dll; skema ataupun gambar dari elemen yang
dihitung agar dijelaskan, termasuk menyampaikan skema dan penjelasan
potongan ataupun lainnya yang ditinjau.
(5) Struktur utama pada bangunan tinggi, harus menggunakan prinsip Desain
Kapasitas (Capacity Design).
(6) Perencanaan dinding geser harus memperhatikan kondisi dimana dinding geser
tidak hancur terhadap geser terlebih dahulu dibanding terhadap momen; tapi
dalam hal kuat geser nominal dinding geser tidak perlu lebih besar dari gaya
geser ultimate yang terjadi setelah beban gempa dikalikan faktor f2
(7) Pertemuan antara balok-kolom (beam column joints) untuk kondisi tipikal harus
diperhitungkan.
32
(8) Untuk bangunan dengan panjang lebih dari 120 meter harus diperhitungkan
terhadap pengaruh temperatur
Pasal 48
Struktur dengan Beton Pratekan
(1) Perencanaan struktur beton pratekan harus mengacu pada ketentuan teknis
yang berlaku.
(2) Untuk perencanaan struktur yang menggunakan sistem beton pratekan,
sekurang-kurangnya harus meliputi:
a. Sistem yang dipakai seperti Bonded/Unbonded, internal atau external
prestressing
b. Penentuan besar gaya pratekan, persentase tegangan pada kabel pratekan
terhadap tegangan Ultimate Tensile Stress (UTS), besar gaya pratekan
effektif, dan besar gaya pratekan awal (initial)
c. Penjelasan tahapan prestressing (Stage of Prestressing) berikut
perhitungan kontrolnya
d. Kontrol penampang balok/slab pratekan terhadap gaya-gaya yang terjadi,
termasuk effek gaya dalam sekunder akibat pratekan dengan kombinasi
beban akibat gaya pratekan dalam bentuk beban pengganti.
e. Struktur balok pratekan dan kolom harus di cek kekuatannya dengan
Loading Combination: 1.2Md +1.6Ml + 1.0Ms; 1.2Md + 1.0 Ml + 1.0 Ms ± E;
0.9Md + 1.0Ms ± E, dimana Ms adalah momen sekunder akibat gaya
pratekan
f. Pengaruh pratekan pada kolom-kolom ataupun elemen struktur vertikal
lainnya harus diperhitungkan, termasuk pengaruh dari pentahapan pratekan
(stage of prestressing).
g. Apabila digunakan lantai beton pracetak pratekan pada bangunan tinggi
maka harus dipasang tulangan jangkar pada masing-masing tumpuannya
untuk memindahkan gaya geser diaphragm dan harus ada topping
(pengecoran beton) dengan tulangan negatif di atasnya.
h. Dan hal-hal khusus lain yang diperlukan.
Pasal 49
Struktur Baja
(1) Perencanaan struktur baja harus mengacu pada ketentuan teknis yang berlaku.
(2) Apabila dalam ketentuan teknis yang berlaku di Indonesia belum mengatur hal-
hal tertentu dalam perencanaan struktur baja maka diizinkan menggunakan
peraturan dari negara lain dengan menyampaikan salinan peraturan yang
dimaksud.
(3) Perencanaan struktur baja sekurang-kurangnya harus mencakup:
a. Kontrol elemen struktur seperti elemen balok, struktur penahan tarik, ataupun
elemen yang menahan beban aksial dan lentur.
b. Perhitungan titik-titik sambungan.
c. Gambar detail sambungan dan detail tipikal.
d. Dan hal-hal khusus lain yang diperlukan.
33
Pasal 50
Detail-detail Khusus
Pasal 51
Gambar Rencana Struktur
Pasal 52
Percobaan Beban pada Bagian Struktur
Bagian Keenam
Perencanaan Struktur Sekunder
Pasal 53
(1) Yang termasuk dalam struktur sekunder antara lain:
a. Kulit bangunan seperti clading dan panel pracetak
b. Parapet / dinding pengaman pada bangunan parkir dan ramp
c. Railing void dan hand railing.
d. Perletakan ornamen-ornamen yang memerlukan dukungan struktur yang
spesifik.
e. Dan elemen nonstruktural lain yang dinilai perlu.
(2) Khusus untuk perencanaan struktur sekunder sesuai ayat (1) butir a, d, dan e
harus dilaporkan secara terpisah oleh perencana struktur sekunder tersebut.
(3) Struktur sekunder berupa dinding pengaman (parapet) penahan beban
kendaraan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pembebanan ditetapkan sebagai beban terpusat sebesar 2700 Kg yang
bekerja pada titik pusat tumbukan pada ketinggian 46 cm dari permukaan
lantai pada elemen dengan luas minimum penyebaran beban 30 x 30 cm2.
b. Faktor beban yang ditetapkan sebesar 1.6
c. Apabila menggunakan struktur beton bertulang, ketebalan dinding minimum
15 cm.
d. Apabila menggunakan angkur pada struktur baja, maka kekuatan angkur
yang terpasang harus memiliki kekuatan 1.2 kali lebih kuat dari kekuatan
nominal
e. Diwajibkan membuat car stopper minimal setinggi 15 cm dengan jarak antar
car stopper minimal dapat menahan 2 (dua) roda kendaraan
f. Untuk dinding penahan kendaraan truk dan bus harus ditinjau khusus.
(4) Struktur sekunder berupa handrail direncanakan dengan mengambil beban kerja
terbesar yang akan terjadi antara beban terpusat sebesar 90 Kg pada puncak
handrail atau beban merata sebesar 75 kg/m’ pada sembarang arah serta harus
ditinjau sekurang-kurangnya pada 2 (dua) arah salib sumbu.
35
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54